Anda di halaman 1dari 6

JAKARTA–: Terkait maraknya gerakan Negara Islam Indonesia (NII), pemerintah dinilai tidak

menindak tegas gerakan ini yang ingin menggoyang Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Pemerintah dalam waktu dekat tidak akan berbuat apa-apa (terhadap NII). Apalagi, sekarang ada
diduga keterkaitan dengan salah satu partai besar di negara ini.” Hal itu diungkapkan Ketua Tim
Rehabilitasi Krisis NII Sukanto di Universitas Indonesia, Kamis (4/5)

Menurut dia, ada nuansa politik yang mengakibatkan kegamangan tersebut. “Terlihat ada nuansa
politisasi yang tinggi sekali menuju partai politik atas perintah Panji Gumilang baik yang bersifat lokal
maupun struktural,” tambahnya.

Sukanto yang juga merupakan mantan anggota NII menuturkan bahwa nuansa politik yang lokal
terjadi pada 1999. Seluruh eksponen NII Al-Zaytun menuju partai Golkar. Pada 2004 ada politisasi
bersifat struktural, yaitu seluruh eksponen NII Al-Zaytun memilih Partai Karya Peduli Bangsa untuk
legislatifnya dan memilih calon presiden Wiranto dan Solahudin Wahid.

“Dan 2009 memilih Partai Republikan untuk anggota legislatifnya. Ada lima calon legislatifnya orang
NII daerah pilihan Bogor dan Tangerang namun karena kena electoral threshold jadi gagal dan
mereka memilih calon presiden dan wapresnya JK-Wiranto,” imbuhnya.

Sukanto menuturkan bahwa sekarang Panji Gumilang mempersiapkan anaknya masuk parpol lewat
Partai Demokrat. “Sekarang proyeksi untuk persiapan anaknya masuk parpol lewat Partai
Demokrat,” ungkapnya.

Sukanto pernah melaporkan NII ke institusi Pemerintah, seperti Polri, MUI, Kemenag, Komnas HAM,
KPAI, Kontras, Kemenhan, Bin, dan lainnya. “Dan mereka hanya mengatakan bahwa mereka
berempati tapi secara lembaga kami tidak bisa berbuat apa apa.” Ungkapnya.

Sukanto mengimbau mahasiswa dan masyarakat harus kritis tentang apa pun termasuk agama.
“Orang-orang NII paling menghindari kritisme dari seseorang yang mau direkrut,” Tambahnya.

Pemerintah diharapkan menindak tegas bahwa NII itu salah agar tidak menggantungkan perasaan
masyarakat dan sementara gerakan NII terus bergerak. “Hal ini akan membuat preseden buruk yang
menimbulkan kelompok lain untuk bertindak yang sama karena tidak pernah ada tindakan dan akan
semakin subur,” katanya. (*/OL-11)

DEPOK – Universitas Indonesia (UI) menyambut imbauan pemerintah terkait pencegahan doktrin
Negara Islam Indonesia (NII) dengan menyiapkan pengamanan berlapis bagi para mahasiswa.

Hal itu lantaran ancaman cuci otak organisasi tersebut terus menyebar dan mengincar para generasi
muda khususnya mahasiswa baru.

Kepala Deputi Pimpinan Sekretariat Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati mengatakan
mahasiswa UI sangat kecil bahkan tidak ada yang terkena doktrin NII. Sebab, Devie meyakini kampus
terbaik tersebut telah memberikan bobot akademis yang begitu banyak sehingga menyebabkan
mahasiswa tidak sempat terpengaruh dengan ajaran yang menyimpang.

“Kegiatan kemahasiswaan UI telah didesign dengan aktifitas akademik dan non akademik, mereka
akan disibukkan dengan kegiatan ekstra, tugas–tugas kuliah, laboratorium, penelitian, belum lagi
kegiatan non akademik seperti ekstrakulikuler yang umum misalnya kegiatan organisasi BEM, BEM
fakultas, belum lagi ada himpunan mahasiswa,” ujarnya kepada wartawan di gedung Rektorat UI,
Kamis (28/04/11).

Devie menambahkan setiap kegiatan akademik masing–masing mahasiswa selalu ditemani oleh
Penasehat Akademik (PA). Tak hanya itu, setiap mahasiswa disediakan ruang konseling untuk
menuturkan apa masalah yang sedang dihadapi.

Selain itu, setiap fakultas memiliki himpunan mahasiswa yang akan mengecek setiap teman mereka
jika suatu saat membolos atau menurun dalam prestasi.

“Jadi kami punya pengamanan berlapis, ada ‘guardian angel’ di UI untuk melindungi mereka dari
radikalisme dan NII, teman – temannya sendiri nanti yang akan mengawasi teman di sekitar mereka
jika ada keanehan dan perubahan, dan mahasiswa UI adalah mahasiswa pilihan dari best of the
best,” tegasnya.
Devie juga yakin bahwa paham kebangsaan dan nasionalisme mahasiswa UI masih tinggi dan tidak
mudah terpengaruh oleh doktrin negatif. Bahkan, kata Devie, jika NII mengincar para mahasiswa
baru, justru akan lebih mudah bagi pihak kampus untuk melindungi mereka.

“Kalau mahasiswa baru akan lebih gampang, kami punya pembimbing akademik, kami punya dosen
yang handal, kami juga punya asrama dimana mahasiswa luar daerah tinggal di sana, diawasinya
lebih mudah,” tandasnya.

UGM Bentuk Tim Antisipasi NII

Hukum & Kriminal / Rabu, 27 April 2011 21:46 WIB

Metrotvnews.com, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada membentuk tim untuk mengantisipasi


pergerakan kelompok Negara Islam Indonesia (NII). Tak hanya bertugas mengobati, tim ini juga
melakukan pencegahan terhadap indoktrinasi yang dilakukan NII.

"Tim ini akan melakukan pencegahan sekaligus pengobatan. Proses pencegahannya mulai
melibatkan UKM (unit kegiatan mahasiswa), BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa), kegiatan-kegiatan
mahasiswa, dosen pembimbing akademik, hingga persatuan orang tua," terang Direktur
Kemahasiswaan UGM Haryanto di Gedung Pusat UGM, Rabu (27/4).

Ia menjelaskan, untuk tahap pengobatan, tim terdiri dari psikolog, psikiater, dan agamawan.
Psikolog dibutuhkan untuk memahami dinamika aspek psikologis. Psikiatris untuk mengobati apabila
korban telah terkena gangguan jiwa. Sedangkan agamawan untuk menangkis doktrin agama yang
telah masuk dalam pemahaman mereka.

"Harus ada value tandingan agar bisa meng-counter mereka," ungkapnya.

Indoktrinasi yang dilakukan NII seperti virus. Virus itu masuk ke dalam tubuh yang kerjanya
tergantung daya tahan tubuh masing-masing orang. (MI/ARD)
UGM akan mengeluarkan buku saku sebagai langkah pencegahan

Sejumlah Perguruan Tinggi di pulau Jawa melakukan berbagai upaya mencegah mahasiswanya
terbujuk ajakan bergabung oleh kelompok yang diduga sebagai Negara Islam Indonesia (NII).

Direktur Kemahasiswaan Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, Haryanto, menyatakan dalam dua
tahun terakhir sedikitnya sepuluh orang mahasiswanya menjadi korban perekrutan organisasi yang
diduga NII.

UGM melakukan antisipasi terulangnya kasus, antara lain dengan menyebarkan buku saku berisi
petunjuk pada mahasiswa tentang bagaimana kelompok ini beroperasi.

"Preventifnya adalah satu, memberikan semacam satu peta kognitif karena kan ada satu modus.
Misalnya, dia dari fakultas ini kok ditanyain soal negara. Saya diajak pengajian, kok pesertanya cuma
dua orang," jelas Haryanto.

Menyusul sejumlah kampus, Haryanto mengatakan UGM juga menyediakan tim rehabilitasi untuk
membantu korban yang diduga sudah dicuci otak, agar kembali dapat beraktivitas di kampus.

"Tidak semua Polsek yang paham soal NII sehingga laporan-laporan itu diperlakukan sebagai kasus
hilang biasa saja"

NII Crisis Centre

Model antisipasi lain yang disiapkan adalan sistem asrama bagi seluruh mahasiswa baru yang diduga
menjadi sasaran utama bujukan.

Sistem ini dipakai Institut Pertanian Bogor (IPB) sejak beberapa tahun terakhir, kata Sekretaris
Eksekutif IPB, Boni Sukarno.
"Bukan hanya karena kasus ini ya. Tetapi banyak sekali masalah yang bisa kami deteksi lebih dini.
Kalau di asrama, masalah sosial, ekonomi dan perselisihan mahasiswa, bisa kami deteksi lebih awal
dan kami bisa menyelesaikannya lebih awal," tegas Boni Sukarno.

Kampus lain seperti Univeristas Brawijaya (Unibraw), Universitas Muhammadiyah Malang (UMM),
serta ITB di Bandung dilaporkan sejumlah media juga menjadi sasaran rekrutmen.

Di Malang UMM dan Unibraw membenarkan sedikitnya 10 mahasiswa mereka mengalami cuci otak
dan penipuan tahun ini.

Polisi lamban

Upaya PT mencegah NII di kampus

Ervan Hardoko melaporkan upaya berbagai universitas di pulau Jawa mencegah operasi gerakan
Negara Islam Indonesia merekrut mahasiswa.

Untuk melihat materi ini, JavaScript harus dinyalakan dan Flash terbaru harus dipasang.

Unduh Flash Player versi terbaru

Putar dengan media player alternatif

Namun menurut NII Crisis Center, sebuah lembaga yang didirikan sebagai respon atas maraknya
kasus rekrutmen dan cuci otak, dalam kurun tiga tahun terakhir sekitar 1.000an orang dilaporkan
hilang yang diduga kuat terkait operasi semacam ini. Sebagian besar dari mereka adalah mahasiswa
yang baru menginjak kehidupan kampus.

Ketua Tim Rehabilitasi NII Crisis Center, Sukanto, mengatakan kasus terus bertambah dan makin
mengkhawatirkan karena kepolisian sangat lamban menyelesaikan kasus.
"Banyak laporan yang sudah jelas pelakuknya adalah anggota NII. Namun tidak semua Polsek yang
paham soal NII dan mereka juga tidak melaporkan kepada pimpinannya, sehingga diperlakukan
sebagai kasus hilang saja," tambah Sukanto.

Sejumlah pejabat pemerintahan dan kepolisian beberapa kali menyampaikan pernyataan


meyakinkan masyarakat bahwa aparat sedang bekerja. Termasuk seperti yang dinyatakan
Menkopolhukam Djoko Suyanto pekan lalu.

Menteri Agama mengumumkan pada Jumat akan bertemu dengan rektor dan pimpinan berbagai
universitas di Indonesia, untuk membicarakan upaya antisipasi mengatasi maraknya kasus ini.

Anda mungkin juga menyukai