Anda di halaman 1dari 60

MODEL PEMBELAJARAN

MATEMATIKA SEKOLAH DASAR

Oleh,
Maxinus Jaeng

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDDIDIKAN
UIVERSITAS TADULAKO

2010
KATA PENGANTAR

Syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, Karena
berkat dan rahmatNya, maka tulisan ini dapat diselesaikan. Buku ini berisi 7 bab yang berkaitan
dengan Belajar dan Pembelajaran Matematika. Dalam bab 1 dibahas mengenai hakikat belajar
dan pembelajaran, bab 2 mengenai Perkembangan Teori-teori Belajar dan Pembelajaran, bab 3
mengenai Teori Belajar/Pembelajaran Berdasarkan Nama Pakar, bab 4 mengenai pembelajaran
dan belajar objek matematika, bab 5 mengenai Model Pembelajaran Matematika, dan bab 6
mengenai Pendekatan dan Metode Pembelajaran Matematika.
Buku ini disusun sedemikian rupa sehingga dapat bermanfaat bagi para mahasiswa yang
mengikuti kuliah atau yang sedang mendalami “Model, pendekatan dan metode
Pembelajaran”, dan bagi para guru selain untuk memperluas wawasan tentang berbagai aspek
belajar dan pembelajaran, khususnya yang berhubungan dengan model, pendekatan dan metode
pembelejaranj, uga sebagai upaya memperbaiki pembelajaran matematika di kelas.
Buku ini masih memiliki banyak kelemahan, baik dari segi tata tulis, maupun dari segi
kajian, karena itu dengan kerendahan hati penulis mengharapkan mesukan-masukan yang
konstruktif dari pembaca. Terima kasih.

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PEMBELAJARAAN DAN BELAJAR OBJEK MATEMATIKA 1
A. Pembelajaran Fakta Matematika 2
B. Pembelajaran Keterampilan Matematika 2
C. Pembelajaran Konsep Matematika 3
D. Pembelajaran Prinsip Matematika 4
DAFTAR PUSTAKA 6
BAB II MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA 7
A. Model Pembelajaran Langsung 9
B. Model Pembelajaran Kooperatif 12
(1) Tipe Student Teams Achivement Devision (STAD) 15
(2) Tipe Team Asisted Instruction (TAI) 16
(3) Tipe Jigsaw 17
(4) Tipe Investigasi Kelompok (IK) 18
(5) Tipe Numbered Heads Together (NHT) 19
(6) Tipe Cek Berpasangan 20
(7) Tipe Corners 20
(8) Tipe Round Table 21
(9) Tipe Send –A- Problem 21
(10)Tipe Think-Pair-Share (berpikir-berbagi-berpasangan) 21
C. Model Pembelajaran Cara Perseortangan dan Kelompok Kecil 22
DAFTAR PUSTAKA
BAB III PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA 37
A. Pendekatan Induktif 38
B. Pendekatan Deduktif 38
C. Kombinasi Pendekatan Induktif dan Deduktif 39
D. Pendekatan Realistik 40
E. Pendekatan Tematik 41
BAB IV METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA 44
A. Metode Ceramah 44
B. Metode Ekspositori 44
C. Metode Demonstrasi 44
D. Metode Latihan 45
E. Metode Tanya Jawab 46
F. Metode Diskusi 46
G. Metode Permainan 47
H. Metode Laboratorium 47
I. Metode Kerja Lapangan 48
J. Metode Karya Wisata 48
K. Metode Penemuan 48
L. Metode Inkuiri 48
M. Metode Pemecahan Masalah 49
N. Metode Resitasi (pemberian Tugas) 49
O. Petode Proyek 49
P. Panduan Kombinasi Metode-metode Pembelajaran 49
DAFTAR PUSTAKA 51

iii
BAB I

PEMBELAJARAN DAN BELAJAR OBJEK MATEMATIKA

Menurut Gagne, secara garis besar ada dua macam objek yang dipelajari pebelajar dalam
matematika, yaitu objek-objek langsung (direct objects) dan objek-objek tak langsung
(indirect objects). Objek-objek langsung dari pembelajaran matematika terdiri atas fakta-
fakta matematika, keterampilan-keterampilan (prosedur-prosedur) matematika, konsep-
konsep matematika, dan prinsip-prinsip matematika.
Objek-objek tak langsung dari pembelajaran matematika meliputi kemampuan
terhadap matematika, ketelitian, ketekunan, kedisiplinan, dan hal-hal lain yang secara
implisit akan dipelajari jika pebelajar mempelajari matematika. Hal-hal yang dapat
dimasukkan ke dalam objek tak langsung matematika antara lain berupa kemampuan
membuktikan teorema, kemampuan memecahkan masalah, transfer belajar, belajar
tentang belajar, kemampuan inkuiri, dan disiplin diri.
Penjelasan tentang objek-objek langsung dari matematika:
1. Fakta-fakta matematika adalah konvensi-konvensi (kesepakatan) dalam
matematika yang dimasukkan untuk memperlancar pembicaraan-pembicaraan di
dalam matematika, seperti lambang-lambang yang ada dalam matematika.
Kesepakatan bahwa pada garis bilangan yang horizontal, arah ke kanan dari titik nol
(0) menunjukkan bilangan-bilangan positif yang semakin besar, sedangkan kearah ke
kiri menunjukkan bilangan-bilangan negatif yang semakin kecil, dan sebagainya.
Di dalam matematika, fakta merupakan sesuatu yang harus diterima begitu saja,
karena itu sekadar merupakan kesepakatan. Misalnya, lambang untuk bilangan lima
adalah”5” (dalam sistem lambang bilangan Hindu-Arab) atau “V” (dalam sistem
lambang bilangan Romawi). Juga, lambang “+” adalah lambang untuk operasi
penjumlahan dan lambang “A  B” adalah lambang untuk gabungan antara dua
himpunan A dan himpunan B. Di dalam matematika, tidak lagi dipersoalkan mengapa
lambang bilangan lima adalah “5” (dalam sistem Hindu-Arab), dan bukan lambang
yang lain. Juga tidak lagi dipersoalkan mengapa lambang untuk gabungan dua
himpunan adalah “” dan bukan lambang lain. Menurut Gagne, fakta hanya bisa
dipelajari melalui pemkaian berulang-ulang dan dihafal.
2. Ketrampilan-keterampilan matematika adalah operasi-operasi dan prosedur-
prosedur untuk mencari (memperoleh) sesuatu hasil tertentu.dalam matematika.
Operasi atau prosedur ini sering disebut sebagai algoritma. Algoritma digunakan
untuk mengarahkan pebelajar atau matematisi dalam menyelesaikan masalah
matematika dengan cepat dan tepat. Misalnya keterampilan matematika dalam, proses
mencari jumlah dua bilangan, proses mencari kelipatan persekutuan terkecil dari dua
bilangan, proses mencari turunan (derivative) suatu fungsi, proses mencari akar suatu
persamaan kuadrat, dan sebagainya.
3. Konsep-konsep matematika adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan
orang mengklasifikasikan apakah sesuatu objek tertentu merupakan suatu contoh atau
bukan contoh dari ide abstrak tersebut. Suatu konsep yang berada dalam lingkup
matematika disebut konsep matematika. Segitiga, persegipanjang, persamaan,
pertidaksamaan, bilangan cacah, pecahan, masing-masing merupakan konsep
matematika. Demikian pula relasi, fungsi, konstanta, variabel (peubah), segitiga sama
kaki, dan lain-lain, masing-masing merupakan konsep matematika.
4. Prinsip-prinsip matematika adalah suatu pernyataan yang bernilai bebar,
yang memuat dua konsep atau lebih dan menyatakan hubungan antara konsep-konsep
tersebut. Beberapa contoh prinsip dalam matematika (atau prinsip matematika):

1
1) Hasil kali dua bilangan p dan q sama dengan nol jika dan hanya jika p = 0 atau q
= 0. Prinsip ini juga dapat ditulis dengan lambang matematika sebagai berikut:
2) p.q = 0  p = 0 atau q = 0
3) Pada setiap segitiga siku-siku, kuadrat panjang sisi miring (hipotenusa) sama
dengan jumlah kuadrat panjang kedua sisi siku-siku
4) Dua segitiga dikatakn kongruen jika dan hanya jika dua sisi dan satu sudut yang
diapit yang berseuaian sama
A. Pembelajaran Fakta matematika

Fakta adalah konvensi dalam matematika, maka cara pembelajaran fakta


matematka dapat dilakukan sebagai berikut:
 memberi latihan dengan cara menghafal
 memberi latihan praktek (drill)
 dengan cara kontes
Apabila dikaitkan dengan aspek kognitif, maka pembelajaran fakta ini termasuk
aspek yang paling rendah hanya berupa penanaman pengetahuan (knowledge).
Untuk mengetahuai apakah pebelajar telah mempelajari fakta, maka pembelajar
dapat melakukan tes baik secara tertulis maupun secara lisan (mencongak) untuk
melihat apakah pebelajar dapat menuliskan atau menyebutkan fakta tersebut dan
dapat menggunakannya dengan tepat dalam situasi yang berbeda.
Dengan memperhatikaan cara pembelajaran matematika di atas, maka suatu
cara yang efektif untuk mempelajari fakta adalah dengan membuatnya ke dalam
pola yang bermakna atau ke dalam suatu rangkaian yang logis seperti menggunakan
singkatan, sinonim, dan cara-cara lain. Menyalinnya ke dalam bentuk catatan-
catatan kecil yang dapat di bawa kemana-mana dan dapat dibaca (dihafal) hampir
setiap saat di setiap tempat.

B. Pembelajaran keterampilan matematika

Pengembangan penguasaan keterampilan (mental skill) atau keterampilan


intelektual memang sangat diperlukan, namun keterampilan tersebut harus
berlandaskan pengertian dan tidak hanya pengahafalan.
Keterampilan dikembangkan tidak hanya sekedar drill rutin dan menggunakan
secara rutin dalam pemecahan masalah yang dihadapi, tetapi keterampilan
dikembangkan dengan tujuan agar pebelajar dapat mengetahui bagaimana,
bilamana, berapa banyak, dan dimana menggunakan kemampuan tersebut. Untuk
pelaksanaan pembelajaraan keterampilan dapat ditempuh langkah-langkah sebagai
berikut:
(1) Kembangkan pengertian lebih dahulu, sesudah itu baru keterampilan.
(2) Hindarkan keterampilan yang berupa drill rutin yang mengarah ke mekanis.
(3) Hindarkan pemberian materi drill yang sama dan membosankan, berikan soal
yang bervariasi (soal yang mirip boleh diberikan berulang-ulang kepada
pebelajar yang tidak dapat menyelesaiakan tugas sebelumnya dengan baik).
(4) Berikan hadiah/penguatan untuk memberikan rasa kepuasan pada pebelajar
yang mencapai hasil yang optimal.
(5) Gunakan ide-ide untuk menetapkan dan memantapkan drill.
(6) Kaitkan keterampilan baru dengan keterampilan lama yang telah dipelajari
sebelumnya. Keterampilan mengggambar kubus digunakan untuk menggambar
balok.
(7) Betulkan segera, jika ada kesalahan, maksudnya berikan arahan kepada
pebelajar yang mengerjakan soal salah.
(8) Analisis semua aspek keterampilan yang mungkin.
(9) Bangkitkan minat ingin tahu pebelajar.
Dengan memperhatikan langkah-langkah pembelajaran keterampilan
matematika di atas, maka untuk belajar keterampilan matematika, perlu

2
diperhatikan dua jenis keterampilan, yaitu ketermpilan psikomotor, dan
keterampilan intelektual. Keterampilan matemnatika termasuk keterampilan
intelektual, sedangkan keterampilan psikomotor dalam matematika dinyatakan
sebagai keterampilan kinestetik, misalnya keterampilan membuat grafik yang baik
secara manual (tanpa bantuan komputer), keterampilan menggambar bangun
geometri (datar atau ruang).
Untuk mempelajari keterampilan matematika yang baik, pebelajar perlu
melakukan pengulangan atas kegiatan yang terdahulu. Misalnya belajar
menyelesaikan persamaan kuadrat dengan cara pemfaktoran. Apabila pebelajar
mengerjakan soal dengan cara yang sama berulang-ulang, maka diharapkan pada
saat ulangan/ujian, pebelajar tersebut dapat menyelesaikan soal yang mirip
dengan cepat, karena algoritmaanya secara tak langsung sudah terhafal. Demikian
juga, apabila pebelajar diberi tugas menggambar bangun ruang berulang-ulang,
maka diharapkan pebelajar akan dapat memnggambar bangun ruang dengan baik
dan benar, yaitu kemampuan kinestetiknya telah berjalan dengan baik.

C. Pembelajaran Konsep matematika

Untuk pembelajaran suatu konsep yang lebih kompleks biasanya diperlukan


pengetahuan prasyarat untuk konsep tersebut. Misalnya untuk mempelajari konsep
fungsi diperlukan konsep relasi. Sedangkan konsep titik, garis, bidang yang
mungkin tidak dapat didefinisikan secara verbal, maka untuk pemahaman konsep
ini diberikan dengan contoh. Untuk memahami konsep titik direpresentasikan
dengan ujung pensil yang runcing, untuk garis direpresentasikan dengaan benang,
tali yang tegang (sebagai garis lurus), permukaan buku untuk menunjukkan bidang
datar.
Pendekatan untuk pembelajaraan konsep matematika dapat dilakukan sebagai
berikut:
(1) Dengan menunjukkan objek-objek, berupa gambar-gambar atau pernyataan-
pernyataan, selanjutnya meminta pebelajar menunjukkan mana yang contoh
dan mana yang bukan contoh.
(2) Dengan pendekatan induktif, yaitu pendekataan yang dimulai dari contoh-
contoh dan diikuti dengan definisi. Pendekatan induktif dapat dilakukan
secara kontektual, atau pendekatan realistik
(3) Dengan pendekatan deduktif, yaitu dari definisi dan selanjutnya diberikan
contoh-contoh
(4) Dengan menggunakan kombinasi pendekatan enduktif dan deduktif.
(5) Dengan pendekatan proses.
Untuk memilih pendekatan mana yang cocok dalam pembelajaran suatu konsep
matematika perlu pertimbangan kemampuan intelektual pebelajar. Untuk tingkat
pendidikan dasar sebaiknya digunakan pendekatan induktif, secara kontekstual
atau penedekatan realistik. Sedangkan untyuk tingkat pendidikan menegah sudah
harus dimulai dengan pendekatan deduktif, karena salah satu karakteristik
matematika adalah deduktif aksiomatik.
Pembelajaran konsep dengan pendekatan keterampilan proses dilakukan
dengan memberi petunjuk kepada pebelajar untuk melakukan kegiatan
pengamatan, interpertasi hasil pengamatan, peramalan, pengkajian,
generalisasi/abstraksi penemuan, penerapan dan komunikasi.
Dengan pengamatan pebelajar dapat memberikan tanggapan atau persepsi
terhadap masalah yang diamati dengan bantuan tanggapan yang sudah ada,
sehingga pebelajar mendapat kesempatan untuk menghubungkan pengertain lama
(pengetahuan prasyarat) melalui aslimilasi dan akomodasi., dengan generalisasi
atau abstraksi. Dengan demikian pebelajar mendapat kesempatan untuk
memperoleh pengertiaan dan membedakan sesuatu dari yang lain. Selanjutnya
dengan menggunakan pengertian yang telah dimiliki, pebelajar menerapkan pada
pemahaman pengertian yang lain.

3
Agar pengertian/pemahaman yang dimiliki pebelajar itu dapat diyakini
kebenarannya, maka perlu mengkomunikasikan dengan orang lain, mungkin dalam
bentuk diskusi atau tulisan yang dapat dibaca orang (teman sebaya), dan akan
timbul tanggapan atau kritikan dari orang lain atau mendukung pengertian yang
telah dipahami tersebut.
Karena di dalam bagian matematika ada kehirarkiaan, maka belajar konsep
suatu bagian matematika yang lebih tinggi tentu mempunyai hubungan dengan
konsep dasar sebelumnya yang sudah harus dikuasai. Misalnya pebelajar yang akan
belajar turunan fungsi trigonometri, maka pebelajar tersebut harus menguasai
fungsi sinus dan kosinus jumlah dan dua sudut [sin (a+b) atau cos (a+b)].
Selanjutnya agar pebelajar dapat belajar konsep matematika dengan baik, maka
pebelajar harus melakukannya secara kontinu dengan memperhatikan prasyarat
yang hendak dipelajari itu. Karena belajar matematika yang terputus-putus akaan
mengganggu terjadinya proses belajar.
Untuk mengetahui pebelajar telah belajar konsep dapat dilakukan dengan
evaluasi (tes) berrupa tes proses dan tes hasil akhir dengan memperhatikan
kondisi-kondisi internal dan eksternal.
(1) kondisi internal adalah kondisi yang ada dalam diri pebelajar.Pebelajar harus
dapat mengerti sifat-sifat yang terkandung di dalam konsep dan dapat
membedakannya dengan yang lain.
(2) Kondisi eksternal adalah kondisi yang diciptakan/diarahkan pembelajar. Konsep
dapat dipelajari pebelajar melalui definisi atau observasi langsung. Misalnya
pebelajar dapat mengelompokkan objek-objek dalam kelompok persegipanjang
dan bukan persegipanjang.

D. Pembelajaran Prinsip matematika

Karena prinsip merupakan rangkaian hubungan antara berbagai objek matematika,


maka pembelaran prinsip matematika dilakukan melalui kombinasi cara-cara
pembelajaran objek matematika yang terkait dalam hubungan tersebut. Untuk
memperjelas hubungan antara objek matematika di dalam prinsip matematika,
kita perhatikan contoh prinsip matematika, yaitu rumus Phytagoras, yaitu kuadrat
hipotenusa (sisi miring) sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisi siku-siku. Dalam
segitiga ABC siku-siku di C, maka c2 = a2 + b2
Dari rumus tersebut dapat kita kategorikan kemampuan pebelajar sebagai berikut:
(a) Apabila pebelajar hanya mengingat rumus penyelesaaian persaamaan kuadrat
tersebut, maka kemampuan pebelajar hanya sampai pada penguasaan fakta.
(b) Apabila pebelajar dapat mensubtitusikan bilangan ke dalam rumus tersebut,
maka kemampuan pebelajar sampai pada kemampuan keterampilan.
(c) Apabila pebelajar dapat mengklasifikasikan 5, 3, dan 4 sebagai konstanta, dan,
a, b, c sebagai variabel pada persamaan c 2 = a2 + b2 serta dapat menggunakan
rumus untuk menyelesaikan persaamaan tersebut, maka kemampuan pebelajar
sampai pada mengerti konsep.
(d) Apabila pebelajar dapat menurunkan/membuktikan rumus penyelesaian
persaamaan kuadrat dan dapat menerangkan penurunan rumus tersebut kepada
orang lain, maka pebelajar telah menguasai prinsip.
Berkenaan dengan pembelajaran objek matematika di atas, Bell (1981)
mengemukakan aktivitas pembelajar dalam pembelajaran keterampilan, konsep dan
prinsip sebagai berikut:

Tabel 4.1
HUBUNGAN KESESUAIAN AKTIVITAS DENGAN OBJEK MATEMATIKA

4
Aktivitas Objek matematika
Keterampilan, koncep,
1) Diskusi objekmatematika dengan pebelajar
prinsip
Keterampilan, konsep,
2) Tentukan nama keterampilan, konsep, atau prinsip
prinsip
Keterampilan, konsep,
3) Identifikasi dan diskusikan keterampilan, konsep, dan
prinsip
prinsip berdasarkan strategi praasesmen
Keterampilan, konsep,
prinsip
4) Kembangkan keterampilan melalui contoh. Definisikan Keterampilan, koncep,
konsep, Simpulkan atau demonstrasikan prinsip prinsip

5) Demonstrasikan keterampilan, konsep, atau prinsip dengan Keterampilan, konsep,


beberapaa contoh yang relevan. prinsip

6) Berikan kesempatan kepada pebelajar untuk Keterampilan


mengembangkan algoritma untuk keterampilan.
Berikan contoh perbandingan untuk konsep. Konsep
Aplikasikan prinsip dalam beberapa kasus. prinsip
Keterampilan
7) Berikan kepada pebelajar untuk latihan praktek keteramilan
Beri kesempatan kepada pebelajar untuk mengidentifikasi konsep
dimensi-dimensi konsep yang tidak relevan. prinsip
Evaluasi ketuntasan pebelajar terhadap prinsip melalaui
strategi postasesmen. Keterampilan
8) Evaluasi ketuntasan keterampilan pebelajar.
Beri kesempatan kepada pebelajar untuk latihan praktek konsep
penggunaan konsep. konsep
9) Eavluasi ketuntasan konsep pebelajar

Ketiga aktivitas pertama merupakan aktivitas untuk memulai pembelajran


sebagai pembangkit minat pebelajar untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran
matematika. Aktivitas ini bertujuan: (1) mempersiapkan pebelajar untuk belajar
matematika, (2) memotivasi pebelajar, yaitu memberi rangsangan agar ada
dorongan dari dalam diri pebelajar untuk belajar matematika.
Ketiga aktivitas berikutnya merupakan aktivitas kegiatan pembelajaran
matematika untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sedangkan tiga aktivitas
terakhir merupakan kegiatan ecaluasi sebagai umpan balik, untuk mengetahui
keberhasilan proses pembelajaran.
Secara umum kondisi untuk memperlajari prinsip matematika sama dengan
kondisi mempelajari konsep matematika. Karena prinsip matematika merupakan
rangkaian dari beberapa objek matematika, maka belajar prinsip matematika
dapat ditempuh langkah-langkah berikut:
(1) Pikirkan pola hubungan antar objek matematika yang terkandung di dalam
prinsip tersebut
(2) Pikirkan objek matematika yang telah dipelajari sebelumnya yang merupakan
prasyarat bagi prinsip tersebut.
(3) Lakukan kegiatan mulai dengan mengumpulkan informasi berupa fakta yang ada
dalam prinsip tersbut.
(4) Lakukan manipulasi fakta yang ada sebagai kegiatan keterampilan dan mencari
pola hubungan antar konsep pendukung prinsip tersebut.
(5) Perluaslah hubungan dengan mengerjakan ulang berbagai contoh dan
menggunakan nya pada berbagai latihan sebagai penerapan prinsip tersebut.
(6) Akhirnya lakukan kegiatan belajar ini sedapat mungkin secara kontinu dan
bertahap dari yang konkret ke yang abstrak, dari yang sederhana ke yang
kompleks.

SOAL LATIHAN 4

5
I. JELASKAN DENGAN BAGAIMANA PEMBELAJARAN OBJEK MATEMATIKA BERIKUT DI SD
1. FAKTA MATEMATIKA
2. KETERAMPILAN MATEMATIKA
3. KONSEP MATEMATIKA
4. PRINSIP MATEMATIKA
II. BAGAIMANA ANDA SEBAGAI PEMBELAJAR MENJELASKAN CARA MURID ANDA BELAJAR
OBJEK MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR
1. FAKTA MATEMATIKA
2. KETERAMPILAN MATEMATIKA
3. KONSEP MATEMATIKA
4. PRINSIP MATEMATIKA
III. BERIKAN CONTOH PEMBELAJARAN MATEMATIKA YANG BERHUBUNGAN DENGAN
OBJEK MATEMATIKA.

DAFTAR PUSTAKA

Arends, Richard I. 1998. Learning to Teach. Mac Graw Hiil, Boston


---------------------. 2001. Learning to Teach. Mac Graw Hiil, Boston
Bell, Frederik H. 1981. Teaching and Learning Mathematics. WM C Browm Company
Publishers, Iowa.
Borich, Gary D. 1994. Observation Skills for Effective Teaching, Second Edition.
Macmillan Publishing Company, New York.
Bruner, Jarome S. 1977. The Process of Education. Harvard University Press,
Cambridge, Massachusetts.
Nur, Mohamad.. 2000. Strategi-Strategi Belajar Pusat Studi Matematika dan IPA
sekolah UNESA, Surabaya.
Kurikulum. 2002. Kurikulum dan Hasil Belajar Rumpun Pelajaran Matematika. Pusat
Kurikulum Balitbang, Depdiknas, Jakarta.

6
BAB II
MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Sebelum pelaksanaan pembelajaran, seorang pembelajar senantiasa


melakukan perencanaan sebagai berikut:
1) Menetapkan model Pembelajaran yang merangkul
2) Merancang strategi yang mantap
3) Menentukan pendekatan yang cocok
4) Memilih metode yang sesuai/relevan
5) Menerangkan dengan teknik yang tepat
6) Menggunakan taktik yang akurat
7) Menampilkan siasat yang jitu.
Memperhatikan urutan kegiataan yang dialkukan pembelajar dalam
merencanakan pembelajaran, maka dapat dikatakan bahwa model mencakup strategi,
pendekatan, metode, maupun teknik. Taktik yang akurat dan siasat yang jitu
dilakukan pembelajar berdasarkan pengalaman atau berdasarkan kemampuan
pembelajar pada saat situasi keadaan kelas yang memerlukan penangan khusus dari
pembelajkar. Misalnya ketika pembelajar memperhatikan ekspresi pebelajar yang
bingun, pembelajar dapat menggunakan suatu atktik yang akurat dan apabila perlu
sampai pada siasat yang jitu yang memungkinkan pebelajar memahami penjelasan
pembelajar.
Berikut ini disajikan jenjang rangkuman perencanaan kegiaaan pembelajaran di
kelas:

Model
Strategi

Pendekatan

Metode

Teknik

Taktik

siasat

Secara umum model dapat diartikan sebagai barang atau benda tiruan dari
benda yang sesungguhnya, misalnya, model bangun geometri, seperti kubus, balok dan
sebagainya; juga misalnya “globe” adalah model dari bumi. Secara khusus “model
diartikan sebagai “kerangka konseptual” sebagai cetak biru yang digunakan sebagai
pedoman dalam melakukan sesuatu kegiatan.
Atas dasar pemikiran tersebut maka dalam penelitian ini, “model
pembelajaran” adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar yang
telah ditetapkan (disepakati). Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi
para perancang pengajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan
aktivitas pembelajaran. Dengan demikian aktivitas pembelajaran benar-benar
merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara sistematis.
Dalam rangka pemanfaatan model yang telah ada, Joyce dan Weil (1992) telah
menyajikan model mengajar yang tidak semata-mata menyangkut kegiatan pembelajar
tetapi lebih menitikberatkan pada aktivitas belajar pebelajar. Hal ini ditegaskan oleh
Joyce dan Weil (1992) bahwa model-model mengajar sesungguhnya adalah model-

7
model belajar, yaitu kita membantu para pebelajar memperoleh informasi, ide,
keterampilan, nilai, cara berpikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-
cara belajar bagaimana belajar. Karena itu menurut peneliti untuk ungkapan model
mengajar lebih tepat digunakan ungkapan model pembelajaran, karena dengan
pembelajaran kegiatan mengajar belajar lebih berpusat pada pebelajar, sedangkan
dengan istilah model mengajar terkesan kegiatan mengajar belajar lebih berpusat
pada pembelajar.
Dengan demikian, maka “model pembelajaran matematika sekolah” adalah
suatu pola yang elukiskan prosedur yang sistematis yang digunakan untuk membantu
pebelajar belajar bagaimana belajar memperoleh informasi, ide-ide, keterampilan,
nilai, cara berpikir, mengekspresikan dirinya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan
(disepakati), dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran
matematika sekolah.
Dalam pengembangan model pembelajaran perlu diperhatikan ciri-ciri khusus
yang tidak dimiliki oleh strategi atau prosedur tertentu. Ciri-ciri tersebut adalah (1)
rasional teoretik yang logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya, (2)
landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana pebelajar belajar yang mengarah
tujuan pembelajaran yang akan dicapai, (3) perilaku mengajar yang diperlukan agar
model dapat dilaksanakan dengan berhasil, dan (4) lingkungan belajar yang diperlukan
agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Kardi dan Nur; 2000a).
Joyce dan Weil (1992) mengemukakan bahwa setiap model belajar mengajar
memiliki unsur-unsur (1) sintaks, (2) sistem sosial, (3) prinsip reaksi, (4) sistem
pendukung, dan (5) dampak instruksional dan dampak pengiring. Sedangkan Arends
(2001) mengemukakan adanya 4 unsur, yaitu: (1) tujuan, (2) sintaks, (3) lingkungan
belajar, dan (4) sistem manajemen.
Unsur tujuan pembelajaran menurut Arends berkaitan dengan unsur dampak
instruksionaal dan dampak pengiring dari Joice dan Weill. Unsur sintaks dari Arends
sama dengan unsur sintaks dari Joice dan Weill. Unsur lingkungan belajaar menurut
Arends berkaitan dengan unsur sistem social dan prinsip reaksi dari Joice dan Weill.
Selanjutnyaunsur sistem manjemen dari Arends meliputi (1) penanganan kondisi
pebelajar, (2) penyesuaian terhadap kecepatan penyelesaian tugas yang berbeda, (3)
pengelalaan kerja pebelajar, dasn (4) pengelolaan bahan dan peralatan. Dengan
demikian unsur sistem manajemen dari arends berkaitan dengan unsur-unsur sisstem
social, prinsip reaksi, dan sistem pendukung dari Joice dan Weill.

Tabel 2.1
Keterkaitan Komponen Model Pembelaajaran
Antara
Model Joice & Weill Dengan Model Arends

JOICE & WEILL ARENDS


• Dampak Instruksional Dan Dampak Pengiring • Tujuan

• Sistem Sosial dan Prinsip Reaksi • Lingkungan Belajar


• Sistem Sosial, Pronsip Reaksi, dan Sistem • Sistem Manajemen
Pendukung
• Sintaks • Sintaks

Dengan memperhatikan keterkaitan unsur-unsur model yang dikemukakan oleh


Arends dan Joice & Weill, maka setiap model pembelajaran senantiasa memiliki 5
unsur penting, yaitu: (1) sintaks, (2) sistem social, (3) pronsisp reeaaksi, (4) sistem
pendukung, dan (5) dampak instruksional dan dampak pengiring.
Sintaks adalah tahap-tahap atau langkah-langkah kegiatan dari model itu yang
merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam kegiatan mengajar belajar. Sintaks

8
pembelajaran menunjukkan dengan jelas kegiatan apa yang perlu dilakukan
pembelajar dan pebelajar selama kegiatan pembelajaran.
Sistem sosial adalah situasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam model
itu. Iskandar dkk (1999) menyatakan bahwa sistem sosial adalah pola hubungan
pembelajar dan pebelajar dalam kegiatan pembelajaran. Ada tiga macam sistem sosial
yang diberi nama struktur tinggi, struktur menengah, dan struktur rendah. Pola
hubungan tinggi artinya pembelajar menjadi pemegang kendali dalam kegiatan
pembelajaran, komunikasi terjadi hanya satu arah. Pola hubungan menengah artinya
pembelajar berperan sederajat dengan pebelajar, terjadi komunikasi dua arah yang
harmonis. Pola hubungan rendah artinya pembelajar memberi kebebasan kepada
pebelajar sepenuhnya untuk belajar, pebelajar sendiri mengatur cara belajarnya.
Salomon dan Perkins (1998) dalam tulisannya “Individual and Social Aspect of
Learning” mengemukakan hubungan kelompok-perseorangan dalam pembelajaran.
Salomom dan Perkins menyebutkan hubungan tersebut sebagai berikut:
Hubungan 1. Aspek kelompok dan aspek perseorangan dalam pembelajaran
menunjukkan bertahannya rangkaian tingkat mediasi sosial. Dalam hubungan ini selalu
ada interaksi antar individu dan anggota kelompok.
Hubungan 2. Aspek kelompok dan aspek perseorangaan dalam pembelajaran
menunjukkan bertahannya rangkaian pembelajaran individual itu sendiri (aktivitas
perseorangan) melalui aktivitas mandiri dan pembelajaran kelompok dengan
belajar bersama (aktivitas kelompok) dengan penyebaran pengetahuan melalui
partisipasi. Dalam hal ini ada hubungan sosial apabila individu itu sendiri aktif
secata mandiri dan aktif berpatisipasi dalam kelompok.
Hubungan 3. Aspek perseorangan dan aspek kelompok dalam pembelajaran dapat
berinteraksi di luar waktu untuk memperkuat hubungan satu dengan yang lain,
yang disebut dengan relasi spiral terbalik. Dalam hal ini hubungan sosial tidak
hanya terjadi di dalam kelas selama KMB, tetapi juga terjadi di luar kelas melalui
kegiatan ekstra yang berkaitan dengan materi pembelajaran.
Prinsip reaksi adalah pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya
pembelajar memberikan respons terhadap pebelajar. Prinsip ini memberi petunjuk
bagaimana seharusnya pembelajar menggunakan aturan permainan yang berlaku pada
setiap model. Di sini pembelajar memandang dan memberi reaksi terhadap perilaku
pebelajar. Dalam pembelajaran, prinsip reaksi merupakan ciri perilaku pembelajar
(prinsip-prinsip pengolahan) yang berlaku dalam model.
Dengan memandang pembelajar sebagai seorang pemimpin, pola hubungan
pembelajar-pebelajar dan prinsip reaksi dalam kegiatan pembelajaran, pembelajar
diharapkan senantiasa dapat melaksanakan gagasan Ki Hajar Dewantara, seperti
diungkapkan oleh Soedjadi (2000a) bahwa bukankah seorang pembelajar adalah juga
seorang pemimpin? Dapatkah tugas sebagai pembelajar dalam pembelajaran
disejajarkan dengan gagasan Ki Hajar Dewantara?
Konsep dasar kependidikan Ki Hajar Dewantara yang digunakan para pamong
dalam pendidikan sekaligus diterima sebagai prinsip kepemimpinan bangsa Indonesia
adalah:
“ing ngarsa sung tulada” berarti pembelajar sebagai pemimpin (pendidik)
berdiri di depan dan harus mampu memberi teladan kepada anak didiknya;
“ing madya mangun karsa” yang berarti bahwa seorang pemimpin (pendidik)
berada di tengah dan harus mampu membangkitkan semangat, berswakarsa dan
berkreasi pada anak didik;
“tut wuri handayani” yang berarti bahwa seorang pemimpin (pendidik) berada
di belakang, mengikuti dan mengarahkan anak didik agar berani berjalan di depan dan
sanggup bertanggung jawab (Idris, 1983).
Sistem pendukung adalah segala sarana, prasarana, bahan/materi pelajaran,
dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model tersebut.
Dampak instruksional adalah hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara
mengarahkan pebelajar pada tujuan yang diharapkan. Dampak pengiring adalah hasil
belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu kegiatan pembelajaran, sebagai akibat

9
tercapainya suasana pembelajaran yang dialami langsung oleh pebelajar tanpa
pengarahan dari pembelajar.
Berikut ini dikemukakan model-model pembelajaaran yang dapat digunakan
dalam pembelajaran matematika di Sekolah Dasar. Model-model tersebut adalah: (1)
model pembelajaran langsung, (2) model pembelajaran kooperatif, dan (3) model
pembelajaran dengan cara perseorangan dan kelompok kecil (model PPKK).

A. Model Pembelajaran Langsung

Pengambangan model pengajaran langsung dilandasi oleh latar belakang


teoretis tertentu. Diantaranya adalah ide-ide dari sistem analisis, teori pemodelan
sosial dan perilaku
Analisis sistem berasal dari berbagai bidang dan telah mempengaruhi pola berpikir dari
berbagai penelitian, termasuk penelitian modcel pengajaraan langsung
Analisis sitem adalah mempelajari hubungan yang terdapat padakomponen-
komponen yang saling berghantung dan merupakan suatu kesatuan. Contoh dua sistem
yang sangan dikenal manusia adalah ekosistem dan sistem perdagangan nasional atau
ionternasional.
Teori pemodelan perilaku dikembangkan opertama kali oleh John Donald dan Neal
Miler pada tahun 1930-an dan 1940-an dengan menggunakan mekanisme observasi dan
penguatan dari pengamatan konsekuensi-konsekuensi perilaku orang
Menurut Bandura, sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secra selektif
dan mengingat perilaku orang. Bandura (1977) menulis: Belajar akan sangat
menghabiskan waktu dan tenaga, dan bahkan berbahaya, jika manusia harus
menggantungkan diri sepenuhhnya pada hasil-hasil kegiataannya sendiri. Untungnya
sebagian besaar perilaku manusia dipelajari secara observasi melalui pemodelan dari
observasi terhadap perilaku orang lain. Selanjutnya dikatakan bahwa, teori
pemodelan perilaku merupakan proses tiga langkah, yaitu: atensi atau perhatian,
retensi, dan produksi.
Untuk memperoleh perhatian pebelajar, pembelajar dapat menggunakan isyarat yang
ekspresif, misalnya menepukkan tangan, atau menggukan benda tertentu. Pembelajar
dapat mengarahkan pada bagian-bagian tertentu yang penting dari pokok
pembicaraan. Untuk memastikan agar perhatian dalam pengamatan tidak terlalu
kompleks, pembelajar dapat membagi keterampian kompleks menjadi beberapa
bagian kemudian mengajarkan bagian demi bagian secara bertahap
Untuk memastikan terjadinya retensi jangka panjang, pembelajar dapat
menyediakan periode pelatihan, yang memungkinkan pebelajar mengulang
keterampilan baru secara bergilir, baik melalui cara fisik atau cara mental. Untuk
mengkaitkan keterampilan baru dengan pengatahuan awal pebelajar, pembelajar
dapat meminta pebelajar membandingkan keterampilan baru yang didemonstrasikan
dengan sesuatu yang telah diketahui dan dapat dilakukan pebelajar. Misalnya untuk
menentukan FPB dan KPK dari dua bilangan, pebelajar sudah biasa dengan
menggunakan pohon faktor, tetapi pembelajar dapat memdemonstrasikan cara lain
untuk menentukan FPB dan KPK dari dua bilangan tanpa menggunakan pohon faktor.
Untuk memasikan sikap positif terhadap keterampilan baru, pembelajar
sebaiknya memberi pujian segera pada aspek-aspek keterampilan yang dilakukan
pebelajar dengan benar, selanjutnya menngidentifikasi subketerampilan yang masih
sulit dilakukan pebelajar. Untuk memperbaiki subketerampilan yang salah, sebaiknya
pembelajar perlu memodelkan (mendemonstrasikan) kenerja yang benar, selnjutnya
meminta pebelajar mengulanginya sampai benar-benar dikasainya.
Pengajaran langsung adalah model yang berpusat pada pembelajar, dan
mempunyai 5 langkah, yaitu
(1) menyiapkan pebelajar menerma pelajaran,
(2) demonstrasi,
(3) pelatihan terbimbing,
(4) umpan baik, dan
(5) pelatihan lanjutan (mandiri)

10
Model Pengajaran langsung mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
(1) Ada tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada spebelajar termasuk
prosedur penilaian hasil belajar
(2) Ada sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran
(3) Ada sistem pengolahan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar
kegiatan pembelajrantertentu dapat berlangsung dengan berhasil
Model pengajaran langsung dirancang secara kusus untuk mengembangkan
belajar spebelajar tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang
terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah.
Pengaajaran langsung merupakan suatu pendekatan pengajaran yang cocok jika
pembelajar menginginkan para pebelajarnya belajar pengetahuan deklaratif atau
keterampilan tertentu, misalnya pebelajar mengetahuai rumus luass segitiga dan
dapat menghitung luas segitiga dengan posisi atau keadaan tertentu.
(1) Pada pengajaran langsung terdapat lima fase yang sangat penting
(2) Pembelajar mengawali pengajaran dengan penjelasan tentang tujuan dan latar
belakang pembelajaran, serta mempersipkan pebelajar untuk menerima
penjelasan pembelajar
(3) Fase persiapan dan motivasi ini, selanjutnya diikuti dengan presentase materi
ajar yang diajarkan atau demonstrasi tentang keterampilan tertentu.
(4) Pada kegiatan pembelajaraan, juga diberikan kesempatan kepada pebelajar
untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari ke dalam
situasi kehidupan nyata.

TABEL 2.2
SINTAKS MODEL PENGAJARAN LANGSUNG

FASE PERAN PEMBELAJAR


1) Menyampaikan tujuan 1) Pembelajar menjelaskan tujuan khusus/ indikator
dan mempersiapkan pembelajaran, informasi latr belakang pelajaran,
pebelajar pentingnya pelajaran, mempersiapkan pebelajar untuk
belajar
2) Mendemonstrasikan 2) Pembelajar mendemonstrasikan keterampilan dengan
pengetahuan atau benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap
keterampilan 3) Pembelajar merencanakan dan memberikan
3) Membimbing pelatihan bimbingan pelatuihan awal
4) Mencek pemahaman 4) Pembelajar mencek apakan pebelajar telah berhasil
dan memberikan umpan melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik
baik 5) Pembelajar mempersiapkan kesempatan melakukan
5) Memberikan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada
kesempatan untuk penerapan kepada situasi lebih komplekss dan kehidupan
pelatuhaan lanjutan dan sehari-hari
penerapan
• Pengajaran langsung memerukan perencanaan dan pelaksanaan yang sangt
hati-hati di pihak pembelajar. Agar pelaksanaan pengajaran efektif, pengajaran
langsung mensyaratkan tiap detail keterampilan atau isi didefinisikan secara
saksama dan demonsstrasi dan jadwal pelatihan direncanakan dan dilaksanakan
secara saksama
• Karena model pengajaran ini berpusat pada pembelajar, maka sistem
pengolahannya harus menjamin terjadinya keterlibatan pebelajar, terutamaa
melalui: memperhatikan mendengarkan daan resitasi (tanya jawab) yang terencana
• Dalam pembelajaran ini pembelajar tidak boeh bertindak otoriter.
Sebelum melaksanakan pengajaran langsung pembelajar senantiasa harus
melakukan berikut:
1. Tugas-Tugas Perencanaan,yaitu: (1) Menetapkan Tujuan, (2) Memilih isi, (3)
Melakukan analisis tugas, dan (4) Merencanakan waktu dan ruang
2. Tugas-Tugas interaktif, yaitu tugas-tugas yang dilakukan pembelajar sesuai
dengan sintaks model pengajaran langsung

11
Sebagaiman telah disebutkan bahwa model pengajaran langsung berorientasi
keterampilan dan kinerja, misalnya pada pengajaran matematika pembelajar perlu
membuat perencanaan yang terurut, terstruktur dengan baik dan dapat diajarkan
lewat demosntasi selangkah demi selangkah, bukan pengajaran keterampilan sosial
atau kreativitas, dan proses berpikit tinggi.
Kegiatan selanjutnya pembelajar perlu merencanakan tugas latihan terbimbing
dan tugas latihan lanjutan yang langsung dapat diamati pembelajar dan diberi unpan
balik segera.
Dalam pengajaran langsung, pembelajar perlu merumuskan tujuan pembelajaran yang
oleh Marger dikenal sebagaai tujuan perilaku yang terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1. Perilaku pebelajar, yaitu, apa yang dilakukan pebelajar atau jenis-jenis
perilaku sisw yang diharapkan pembelajar dan dapat dilakukan pebelajar
sebagai bukti bahwa tujuan telah tercapai.
2. Situasi pengetesan, yaitu kondisi tertentu dari perilaku itu yang akan teramati
atau diharapkan dapat terjadi.
3. Kriteria kinerja, yaitu standar kompetensi atau tingkat kinerja yang dapat
diterima sesuai dengan yang ditetapkan.

Tabel 2.3
Contoh Tujuan Perilaku Menggunakan Format Marger Dalam Pengajaran Matematika

Bagian-Bagian Tujuan Contoh


1) Perilaku pebelajar 1) Menidentifikasi ciri persegi panjang
2) Situasi Pengatahuan 2) Diberikan berbagai macam bentuk segiempat
yang beberapa diantarnya persegi panjang dan
3) Kriteria kinerja persegi
4) Perilaku pebelajar 3) Menandai paling sedikit 5 persegi panjang
5) Situasi pengetesan 4) Mengidentifikasi ciri persegi dari persegi
6) Kriteria kinerja panjang
5) Tes lisan langsung pada pebelajar
6) Menyebutkan definisi persegi berdasarkan
ciri-cirinya

Analisis tugas, yaitu alat yang digunakan pembelajar untuk mengidentifikasi


keterampilan atau butir pengetahuan yang terstruktur dengan baik yang akan menjadi
bahan dalam kegiatan pembelajaran. Ide pokok yang melatarbelakngi analisis tugas
adalah, pengetian dan keterampilan yang kompleks tidak dapat dipelajari semuanya
dalam suatu waktu tertentu.
Analisis tugas membantu pembelajar menentukan dengan tepat apa yang perlu
dilakukan pebelajar untuk melaksanakan keterampilan yang akan dipelajarinya.
Pada pengajaran langsung, merencakakan dan mengelola waktu merupakan kegiataan
yang sangat penting. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pembelajar: (1) memastikan
bahwa waktu yang tersedia sepadan dengan bakat dan kemampuan pebelajar, dan (2)
memotivasi pebelajar agar mereka tetap melakukan tugas-tugasnya dengan perhatian
yang optimal. Tugas-tugas interaktif yang harus dilakukan pembelajar adalah:
(1) Memberitahukan tujuan dan menyiapkan pebelajar
(2) Presentase dan demonstrasi
(3) Memberikan latihan terbimbing
(4) Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
(5) Memberikan kesempatan latihan mandiri berupa laihan lanjutan atau latihan
ulangan.
Merencanakan dan mengelola ruang untuk pengajaran langsung juga sama
pentingnya. Pada umumnya foirmasi tempat duduk pebelajar diatur dalam baris
kolom. Formasi demikian sangat cocok untuk pebelajar yang harus memusatkan
perhatiannya pada pembelajar (pembelajaran yang berpusat padapembelajar)

12
B. Model Pembelajaran Kooperatif

Setiap model mengajar (pembelajaran) ditandai dengan adanya struktur tugas,


struktur tujuan, dan struktur penghargaan.
Struktur tugas, mengacu pada dua hal, yaitu pada cara pembelajaraan itu
diorganisasikan dan jenis kegiatan yang dilakukan pebelajar dalam kelas.
Struktur tujuan, yaitu kuantitas saling ketergantungan pebelajar terhadap sumber
belajar yang dibutuhkan mereka dalam mengerjakan tugas . Terdapat 3 macam
struktur tujuan, yaitu:
struktur tujuan individualistis, jika pencapaian tujuan belajar tidak bergantung pada
orang lain dan tidak bergantung pada baik buruknya pencapaian orang lain. Pebelajar
yakin bahwa pencapainnya sebagai hasil upaya mereka sendiri tidak ada hubungan
dangan orang lain.
struktur tujuan koometitif, yaitu seorang pebelajar mencapai tujuan jika dan hanya
jika pebelajar lain tidak memcapai tujuan. Di sini usaha yang dilakukan serang
pebelajar merupakan saingan bagi pebelajar lain.,
struktur tujuan kooperatid, yaitu jika pebelajar mencapai tujuan hanya jika
pebelajar lain yang bekerja sama dengan pebelajar tersebut juga mencapai tujuan.
Dalam hal ini setiap individu ikut andil menumbang pencapaiaan tujuan. Pebelajar
yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika pebelajar lainnya juga
mencapai tujuan tersebut.

UNSUR-UNSUR PEMBELAJARAAN KOOPERATIF


1. Pebelajar dalam kolompk harus beranggapan bahwa mereka ‘ sehidup
sepenanggungan bersama”
2. Pebelajar bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya
3. Pebelajar harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki
tujuan yang sama
4. Pebelajar harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara
anggota kelompoknya.
5. Pebelajar akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang
juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok
6. Pebelajar berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan
untuk belajar bersama selama proses belajarnya
7. Pebelajar akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi
yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

APAKAH PEMBELAJAARAN KOOPERATIF ITU?

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang . . .


1. Anggota-anggota kelompok memahami bahwa mereka adalah
bagian dari tim dan semua anggota bekerja untuk tujuan bersama.
2. Angota-anggota kelompok memahami bahwa kesuksesan ataau
kegagalan kelompok akan ditanggung oleh semua anggota. Oleh karena itu,
setiap anggota sedapat mungkin memberi kontribusi untuk tujuan kelompok.
3. Semua pebelajar membicarakaan dan mendiskusikan masalah
satu sama lain guna mencapai tujuan
4. Kesuksesan kelompok bergantung pada dan merupakan
pengaruh langsung dari kerja individu setiap aanggota kelompok
5. Suatu proses yang ditandai dengan kehadiran kawan sebaya,
medorong terjadinya interaksi antar pebelajar dan hubungan positif atnar
pebelajr.
6. Suatu proses yang menghendaki bimbingan pembelajar yang
dapat membantu pebelajar mengembangkan keterampilan yang mereka

13
butuhkan, memahami dinamika kelompok dan mempelajari matematika dengan
bekerja dalam kelompok.
7. Para pebelajar meminta bantuan hanya setelah setiap orang
dalam kelompok sudah membahas prtanyan tersebut.
8. Memantu pebelajar agar bertanggung jawab secaraa individu
terhadap pe,mbelajarannya.

Pembelajaran kooperatif bukanlah pembelajaran yang . . .


1. Memisahkan pebelajar-pebelajar ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk
mengerjakan suatu masalah atau sejumlah masalah tanpa arahan atau tanggung
jawab individu.
2. Para pebelajar duduk bersaama dalam kelompok dan mengerjakan masalah
secara individu tanpa percakapan atau interaksi yang berkaitan dengan metode
aatau proses yang digunakan untuk pemecahan masalh tersebut.
3. Para pebelajar duduk bersama dalam kelompk dan membiarkan seorang atau
hanya beberapa anggota dalam kelompok mengerjakan semua pekerjaaan
sementara yaang lain menonton atau mendengar saja.

Dari pernyataan pembelajaran kooperatif adalh . . . dan pembelajaran koperatif


bukanlah . . . di atas, kita perlu memperhatikan perbedaan kelompok dalam
pembelajran kooperatif dan pada kelompok tradisional, diperlihatkan pada tabel
beikut:

Tabel 2.4
Perbedaan Antara Kelompok Pembelajaran Koopreatif dan Kelompok Tradisional.

Kelompok Pembelajaran Kooperatif Kelompok Tradisional


1. Berbagi pemimpin 1. SAtu pemimpin
2. Saling bergantung positif 2. Tidak saling bergantung
3. Anggotanya heterogen 3. Anggotanya homogen
4. Pencapaian (prestasi) merupakan 4. Prestasi merupakan tanggung jawan
tanggung jawab seluruh anggota individu
kelompok
5. Penekana pada tugas dan hubungan 5. Penekanan hanya pada tugas
kerja sama
6. Didukung oleh guru 6. arahan langsung dari guru
7. Hasil satu kelompok 7. hasil individual
8. Evaluasi kelompok 8. Evaluasi individu.

CIRI-CIRI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF


1. Pebelajar bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajaarnya
2. Kelompok dibentuk dari pebelajar yang memiliki kemampuan tinggi, sedang
dan rendah.
3. Bilaman mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis
kelamin berbeda
4. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.

TUJUAN DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF


Setidaknya ada tiga tujuan pembelajaran penting dalam model pembelajaran
kooperatif
1. Hasil belajar akademik
2. Penerimaan terhadap perbedaan individu
3. Pengembangan keterampilan social

14
TABEL 2.5
LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN KOOPERATIF

FASE. TINGKAHLAKU PEMBELAJAR


1. Menyampaikan tujuan 1. Pembelajar menyampaikan semu tujuan
dan memotivasi pebelajar pembelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi
pebelajar belajaar
2. Menyajian ninformasi 2. Pembelajar menyajikan informasi kepada
pebelajar dengan demonstrasi atau lewat bacaan
3. Mengorganisasikan 3. Pembelajar menjelaskan kepada pebelajar,
pebelajar ke dalam cara membentuk kelompok dan membantu
kelompok-kelompok belajar pebelajar dalam melakukan transisi yang efisien
4. Membimbing kelompok 4. Pembelajar membimbing kelompok-kelompok
bekerja dan belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.
5. Evaluasi 5. Pembelajar mengevaluasi hasil belajar atau
masing-masing kelompk mempresentasekan hasil
6. Memberi penghargaan belajarnya
6. Pembelajar mencari cara-cara untuk
memhargai hasi; upaya individu dan kelompok

Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh proses demokrasi


dan peran aktif pebelajar dalam menentukan apa yang haruas dipelajari dan
bagaimana mempelajarinya. Pembelajar menetapkan suatu struktur tingkat tinggi,
misalnya dalam matematika berupa problem solving atau pemecahan masalah.
Jika pembelajar ingin pembelajaran kooperatif berjalan dengan sukses, maka
materi pembelajaran yang lengkap harus tersedia di ruangan pembelajaran atau
ditepat khusus yang dapat dijankau pebelajar, misalnya di ruang pembelajar atau
diperpustakaan.

Belajar Berdasarkan Pengalaman


Pengalaman memberikan banyak sumbangan terhadap apaa yang dipelajari
seseorang. Misalnya, hampir semua orang belajar pertama kali mengendarai sepeda
dengan mengendarai sepeda itu secara langsung.
Johnson and Johnson memberikan pebelajar berdasarkan pengalaman sebagai
berikut: Belajar berdasarkan pengalaman didasarkan pada tiga asumsi, yaitu (1)
anda akan belajar paling baik jika anda secara pribadi terlibat dalam pengalaman
belajar itu, (2) pengalaman hareus itu hendanya anda jadikan pengetahuan yang
bermakna atau membuat sutau perbedaan dalam perilaku anda, dan (3) komitmen
terhadap belajar paling tinggi jika anda bebas menetapkan tujuan pembelajaran
anda sendiri dan secara aktif memelajari tujuan itu dalam suatu

Kelas Demokratis
Konsep pendididkan yang dikemukakan John Dewey, bahwa kelas harus
merupakan cermin dari masyarakat yang lebih besar dan berfungsi sebagai
laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pedagogi Dewey
mengharuskan pembelajar menciptakan dalam lingkungan belajarnya suatu sistem
sosial yang dicirikan dwengan prosedur demokrasi dan proses ilmiah. Sejalan
dengan Dewey, Thelan beragumentasi bahwa kelas haruslah merupakan
laboratorium atau miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-maslah
sosial dan anatar pribasi.
Kerja kelompok kooperatif yang digambarkan oleh Dewey dan Thelan berjalan
melampau hasil belajar akademik. Merka memandang perilaku kooperatif
danproses-proses sebagaai bagian tak terelakan dari usaha keras manusia,
merupakan dasar bagi membangun masyaarakat demiokratis dan dipertahankan.

15
Relasi Antar Kelompok
Gordon Alport mengingatkan bahwa hukum saja tidak akan mengurangi kecurigaan
anatr kelompok dan mendatangkan penerimaan dan pemahaman lebih baik.
Untuk mencegah terjadinya kecurigaan antar kelompok (etnis, ras), Alport
merumuskan tiga kondisi, yaitu (1) kontak langsung antas etnik, (b) sama-sama
berperan serta di dalam kondisi status yang sam antata anggota dari berbagai
kelompok dan suatu seting tertentu, dan © seting yang dibuat harus secara resmi
mendapat perstujuan kerjasama antar etnis.
Kemampuan Akademik
Satu aspek penting pembelajaran kooperatif adalah bahwa: disamping membantu
mengembangkan perileku kooperatif dan hubungan yang lebih baik di antara
pebelajar, pembelajaran kooperatif secara bersamaan membantu pebelajar dalam
pelajaran akademis mereka.
Dari hasi-hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik-teknik pembelajaran
kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar daripada pengalaman-
pengalaman individu atau kopetitif.

TIPE-TIPE PEMBELAJARAN KOOPERATIF

(1) Tipe Student Teams Achievement Devision (STAD)


Untuk tipe ini pebelajar ditempatkan dalam tim/kelompok belajar
beranggotakan empat orang sedemikian sehingga setiap tim terdapaat pebelajar yang
berprestasi tinggi, sedang (rata-rata) dan rendah, atau bervariasi dari jenis kelamin,
kelompok ras, dan etnis, atau kelompok sosial lainnya. Pembelajar lebih dahulu
menyajikan materi baru dalam kelas, kemudian anggota tim mempelajari dan berlatih
secara bersama-sama dalam kelompok. Dalam kegiatan ini biasanya dilengkapi dengan
lembar kerja (LKS). Tugas-tugas yang dikerjakan secara bersama-sama tersebut harus
diketahui/dipahami oleh setiap anggota kelompok. Setelah kerjasama dalam
kelompok, pembelajar memberikan kuis yang harus dikerjakan pebelajar secara
mandiri. Menurut Slavin pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri atas 5 komponen
utama, yaitu: (1) penyajian kelas, (2) belajar kelompok, (3) tes, (4) skor peningkatan
individu, dan (5) penghargaan kelompok. Pelaksanaan 5 komponen utama di kelas,
ddhului dengan presentasi dari pembelajar mengenai pentingnya materi yang
fipelajarri dan tujuan pembelajaraan, tinjauan singkat tentang pengetahuan
prasyarat, dan pembelntukan kelompok.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan suatu pendekatan pembelajaran
yang sederhana yang dapat dipakai oleh pembelajar untuk mwencapai hasil yang lebih
baik. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dilakukan melalui tahap-
tahap sebagai berikut:
a. Pesiapan, pembelajar mempersiapkan materi yang akan
dikerjakan pada saat kegiatan pembelajaran, selanjutnya membagi pebelajar
dalam beberapa kelompok, dan untuk mengetahui penguasaan pebelajar terhadap
materi, pembelajar perlu menetapkan pedoman penilaian sebagai acuan dalam
pemberian nilai akhir pembelajaran.
b. Penyajian materi atau presentase kelas. Kegiatan ini dilakukan
tahap demi tahap, diawali dengan kegiatan pendahuluan, yaitu pemberian
informasi materi kepada pebelajar, dilanjutkan dengan pengembangan materi,
pembelajar mengontrol kegiatan pebelajar dalam kelompok. Pembelajar dapat
memberikan latihan terbimbing kepada pebelajar dengan tujuan untuk mencapai
hasil belajar yang maksimal.
c. Pembagian kelompok belajar. Kerja kelompok pada pembelajarn
kooperatif tipe STAD diomaksudkan agar setiap pebelajar dapat bekerjasama
dengan teman-temannya ketika memecahkan masalah (menyelesaikan soal).
Sebelum pelaksanaan kegiatan ini, pembelajar (boleh diikutsertaakan
pebelajar) harus menetapkan aturan-aturan dalam kelompok sebagai bwerikut:
1) Anggota kelompok terdiri atas 4 – 5 orang dan harus heterogen.

16
2) Setiap pebelajar mempunyai tanggung jawab untuk memastikan
bahwa kelompoknya telah mempelajari materi yang diberikan pembelajar.
3) Tidak boleh belajar sebelum semua pebelajar memperoleh dan
mempelajari materi yang diberikan pembelajar.
4) Setiap anggota kelompok harus meminta bantuan lebuh dahulu
kepada teman dalam tim (kelompok)nya, kemuadian baru kepada teman lain
yang bukan anggota timnya.
5) Dalam satu kelompok secara khusus dan secara umumdalam
kelas, pebelajar harus berbicara sopan dan saling kerjasama dalam dalam timnya.
6) Anggota kelompk menggunakan LKS atau perangkat lainnya yang
tersedia untuk menuntaskan materi yang dipelajarinya.
d. Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Pembelajar membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas mereka, setiap anggota dapat menjadi tutor untuk
mengerjakan kuis ataupun diskusi.
e. Evaluasi
Evaluasi dikerjakan secara mandiri, pebelajar harus menunjukkan apa yang telah
mereka pelajari secara individu selam bekerjasama dalam kelompoknya. Hasilnya
juga akan memberi sumbangan sebagai nilai perkembangan kelompok.
f. Penghargaan kelompk
Dalam memberikan penghargaan kelompok, dapat dilakukan dengan memberi nilai
rata-rata dari skor tes masing-masing anggota kelompok.

(2) Tipe Tean Asisted Instruction (TAI)


Model ini mengkombinasikan belajar kooperatif dengan belajar individual. Tiap
anggota kelompok akan diberi soal-soal bertahap yang harus mereka kerjakan
sendiri terlebih dahulu, setelah itun lalu mengecek hasil kerjanya dengan anggota
lain. Jika soal tahap tadi telah diselesaikan dengan benar, maka pebelajar dapat
menyelesaikan tahap berikutnya. Tetapi jika pebelajar masih mengalami
kekeliruan, maka dia harus menyelesaikan soal lainnya di tahap tersebut. Soal
disusun berdasarkan tingkat kesukarannya.
TAI merupakan bentuk belajar kooperatif yang terdiri dari delapan komponen,
yaitu :
a. Teams
kelompok yang dibentuk beranggotakan 4 atau 6 pebelajar. Kelompok tersebut
merupakan kelompok yang heterogen , yang mewakili hasil-hasil akademis dalam
kelas, jenis kelamin, dan ras atau etis. Fungsi kelompok adalah untuk memastikan
bahwa semua anggota kelompok ikut belajar, dan lebih khusus adalah
mempersiapkan anggotanya untuk mengerjakan tes dengan baik.
b. Placement test
Para pebelajar diberi pre-test pada permulaan program. Soal yang diberikan
berkenan dengan materi yang akan diajarkan. Hal ini dianggap perlu untuk
keberhasilan suatu pengajaran yang direncanakan. Tujuannya untuk mengetahui
kelemahan pebelajar pada bidang tertentu dan memudahkan pembelajar dalam
memberikan bantuan jika diperlukan.
c. Students creative
Strategi pemecahan masalah ditekankan pada seluruh materi. Masing-masing
unit terbagi dalam :
(a) Satu lembar petunjuk, berisi tinjauan konsep-konsep yang
diperkenalkan oleh pembelajar dalam pengajaran kelompok (dibahas dengan
singkat) dan pemberiamn metode pemecahan masalah secara tahap demi
tahap. Beberapa lembar praktek keterampilan memperkenalkan sebuah sub
keterampilan yang membawa pada ketuntasan keseluruhan keterampilan.
(b) Tes formatif
(c) Sebuah tes unit
(d) Lembar jawaban untuk praktek keterampilan. Tes formatif dan
tes unit.

17
d. Team study
Setelah ujian tingkat pembelajar mengajarkan pelajaran pertama, lalu para
pebelajar diberikan suatu unit perangkat pembelajaran matematika secara
individual. Unit-unit tersebut dicetak dalam buku-buku pebelajar. Para pebelajar
mengerjakan unit-unit tersebut dalam kelompok masing-masing, dengan
mengikuti langkah-langkah :
1) Para pebelajar membentuk pasangan-pasangan atau bertiga dalam suatu
kelompok untuk pengecekan.
2) Para pebelajar membaca lembar petunjuk dan meminta teman sekelompok
atau pembelajar untuk membantu bila perlu. Kemudian mereka mulai dengan
keterampilan yang praktis dalam unit tersebut.
3) Masing-masing pebelajar mengerjakan misalnya 4 soal pertama, dengan
menggunakan praktek keterampilannya sendiri dan kemudian meminta
seoramg teman sekelompok untuk memeriksa jawaban yang ada di belakang
lembar soal. Bila ke 4 jawaban tersebut benar pebelajar tersebut boleh
meneruskan pada praktek keterampilan berikutnya, dan seterusnya, sampai
dia mendapat kesulitan pada tingkat ini, disarankan untuk meminta bantuan
dalam kelompok mereka sebelum meminta pada pembelajarnya.
4) Bila seorang pebelajar mendapat sebuah blok dengan 4 jawaban yang benar
pebelajar tersebut akan ikut tes formatif yang menyerupai praktek
keterampilan terakhir. Pada tes formatif ini, pebelajar bekerja sendiri sampai
selesai. Seorang teman sekelompok memberi memberi skor tes tersebut. Bila
pebelajar tersebut mendapat 2 atau lebih jawaban yang benar, teman
sekelompoknya menandai tes tersebut untuk menunjukkan bahwa pebelajar
tersebut telah lulus dan berhak ikut tes unit. Tetapi bila tidak mendapat 2
jawaban yang benar pembelajar dipanggil untuk menanggapi soal-soal
tersebut. Pembelajar itu mungkin menyuruh pebelajar tersebut untuk
mengerjakan lagi item-item praktek keterampilan tertentu , lalu pebelajar
tersebut boleh langsung ikut tes unit. Tidak ada pebelajar yang
diperbolehkan mengambil tes unit samapi dia diluluskan oleh teman
sekelompoknya pada tes formatif.
e. Team scores and team recognition
Diakhir tiap minggu, pembelajar menghitung skor kelompok, skor ini didasarkan
pada jumlah rata-rata yangt tercakup oleh anggota kelompok dan akurasi dari
tes-tes unit. Kriteria diatur untuk prestasi kelompok. Kriteria yang tinggi dibuat
untuk kelompok super, kriteria menengah dengan kelompok hebat dan kriteria
minimum untuk kelompok lain. Kelompok-kelompok yang memenuhi kriteria
kelompok super dan kelompok hebat menerima sertifikat yang menarik.
f. Teaching group
Pada saat pembelajar memulai materi baru, pembelajar mengajar materi pokok
selama 10 menit atau 15 menit secara klasikal kepada pebelajar-pebelajar yang
telah dikelompokan dengan anggota yang heterogen. Para pembelajar
menggunakan program pembelajaran konsep yang khas. Maksud dari tahap ini
adalah untuk memperkenalkan konsep-konsep yang telah utama pada pebelajar.
Pembelajar menggunakan manipulasi, diagram dan demonstrsi yang menyeluruh.
Secara umum para pebelajar mempunyai konsep-konsep yang telah
diperkenalkan pada mereka dalam kelompok-kelompok pengajaran sebelum
mengerjakannya secara individu. Pembelajaran langsung pada kelompok-
kelompok pengajaran ini dimungkinkan dalam sebuah program secara individual
oleh fakta bahwa para pebelajar bertanggung jawab untuk hampir semua
pengecekan, penanganan materi dan jalannya pelaksanaan.
g. Facts test
Selam kegiatan para pebelajar mengambil tes-tes singkat (2-3 menit)
berdasarkan fakta
h. Whole-class units
Setelah jangka waktu tertentu (3 bulan) pembelajar daapat menghentikan
program individual yang digunakan dalam penyelesaikan tes, dan menggunakan

18
waktu selanjutnya ( 1mingggu) untuk kegiatan pembelajaran yang berhubungan
dengan strategi pemecahan masalah (soal).

(3) Tipe Jigsaw


Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat dilakukan dengan cara membagi
pebelajar dal;am kelompok-kelompok kecil ( 4 – 6 orang). Selanjutnya dengan
tugas yang diberikan pembelajar, masing-masing anggota kelompok
mengirimkan seorang anggotanya untuk membahas atau mengerjakan tugas
tertentu dalam kelompok ahli. Hasil pembahasan/pengerjaan akan
dipresentasikan/ dipertanggungjawabkan kepada anggota kelompoknya. Dalam
kegiatan ini setiap ahli memperoleh tugas untuk menjelaskan hasil kerja
mereka (dalam kelompok ahli) kepada kelompoknya. Dengan demikian pada
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini, tidak ada pebelajar yang tidak aktif,
karena setiap pebelajar pasti mendapat tugas tertentu sebagai ahli. Setelah
selesai disskusi kelompok asal, masing-masing kelaompok
mempertanggungjawabkan hasilnya kepada pembelajar. Materi pembelajaran
diberikan dalam bentuk buku teks atau buku pebelajar.
Berikut ini ilustrasi gambaran penyebaran anggota kelompok asal ke dalam
kelompok ahli.

+ * + * + * + *
= = = =
@ @ @ @

+ + = = * * @ @
+ + = * * @
= @
Keterangan = Pebelajar ahli topik I
@ Pebelajar ahli topik II
* Pebelajar ahli topik III
+ Pebelajar ahli topik IV

Tujuan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah:


b. Menyajikan metode alternetif selain ceramah dan membaca
c. Mengkaji ketergantungan positif dalam menyampaikan dan menerima
informasi di antara anggota kelompok untuk mendorong kedewasaan
berpikir.
d. Menyediakan kesempatan berlatih berbicara/mendengar dan untuk
melatih koginitif pebelajar dalam menerima dan menyampaikan
informasi.
e. Setiap anggota kelompok berbagi informasi dengan anggota kelompok
lain dalam rangka menangkap keutuhan informasi.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebagai berikut:
a. Tahap kooperatif
Pebelajar ditempatkan dalam kelompok kecil ( 4 – 5 pebelajar) yang
disebut kelompok kooperatif, dan menerima sebagian materi yang harus
dibahas/dipecahkan dalam kelompok kooperatif.
b. Tahap ahli
Pada tahap ini sebagian anggota tim mendapat tugas tertentu,
pebelajar harus menguasai (ahli) dalam bidang yang menjadi tugasnya.
Untuk itu pebelajar perlu mencari pebelajar-pebelajar dari kelompok
lain yang mendapt tugas yang sama. Tugas pebelajar-pebelajar ini
adalah:

19
(1) belajar bersama dan menjadi ahli dalam materi (topok) yang
menjadi tugas mereka
(2) merencanakan cara menjelakan/mengerjakan/menjawab
masalah/ materi topok yang telah mereka kuasai kepada teman-
teman mereka dalam kelompok asal.
c. Tahap kelompok asall
Pada tahap ini, pebelajar kemabali ke kelompok kooperatif, yaitu
kelompok asal yang masing-masing pebelajar berasal sebelum ke
kelompok ahli. Setelah mereka kemali dan berkumpul dengan teman-
teman lain (ahli dalam topok yang lain), pebelajar (ahli) ini
menjelaskan hasil pembahasan/diskusi dari kelompok ahli kepada
teman-temannya di kelompok semula.
Selama kegiatan ini, pembelajar memantau kerja kelompok, baik dalam
kelompok ahli maupun dalam kelompik asal, agar kegiatan kerja kelompok
ahli dan kerja kelompok asal dapat berjalan dengan lancer. Selanjutnya
pembelajar mengevaluasi hasil kerja pebelajar dengan meberi tes atau
kuis.

(4) Tipe Investigasi Kolompok (IK)


Model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok pertama kali
dikembangkan oleh Thalen. Dalam perkembangan selanjutnya diperluas dan
dipertajam oleh Sharan dan kawan-kawan dari Universitas Tel-Aviv. Tipe Investigasi
Kelompok berbeda dengan tipe STAD dan tipe Jigsaw. Dalam tipe ini, pebelajar
terlibat dalam penyelidikan suatu topik dan berpusat pada pebelajar. Selain itu,
pada tipe ini, pembelajar perlu mengajarkan keterampilan komunikasi dan proses
kelompok yang baik.
Hebert Thalen menekankan pentingnya penemuan secara aktif dalam belajar.
Belajar menurutnya akan sangat efektif jika melibatkan pencarian jawaban atas
penyelesaian terhadap suatu pertanyaan atau masalah. Thalen berpendapat bahwa
penemuan akan sangat bermakna jika dilakukan dalam konteks social. Investigasi
kelompok yaitu model pembelajaran kooperatif yang melibatkan kelompok kecil
dengan pebelajar bekerjasama melakukan proyek dan diskusi kelompok kemudian
menyajikan penemuan mereka di depan kelas. Investigasi kelompok menyediakan
kesempatan kepada pebelajar untuk mengerjakan pertanyaan yang bermakna dari
teman-teman jika berada dalam kelompok.
Pembelajar yang menggunakan pembelajaran tipe investigasi kelompok paling
sedikit mempunyai tiga tujuan yang saling berkaitan. Pertama, membantu
pebelajar untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik secara sistematik dan
analitik. Hal ini berakibat pada pengembangan keterampilan penemuan dan
membantu untuk mencapai tujuan . Kedua, yaitu pemahaman yang mendalam
terhadap topik yang diberikan. Ketiga, yaitu dalam investigasi kelompok pebelajar
belajar bagaimana bekerja secara kooperatif dalam memecahkan masalah. Belajar
untuk bekerja sama merupakan keterampilan yang berharga dalam hidup
bermasyarakat. Jadi pembelajar dalam menerapkan tipe investigasi kelompok
dapat mencapai tiga hal yaitu pebelajar belajar dengan penemuan, belajar isi dan
belajar untuk bekerja secara kooperatif.
Sharan, dkk (Ibrahim, dkk, 2000:23-25) menetapkan enam tahap terhadap
investigasi kelompok yaitu:
(a) Memilih Topik.
Pebelajar memilih subtopik khusus dalam suatu daerah masalah umum yang
biasanya ditetapkan pembelaajar. Selanjutnya pebelajar diorganisasikan menjadi 2
– 6 anggota setiap kelompok, yaitu kelompok yang berorientasi pada tugas.
Komposisi kelompok hendaknya hetrrogen secara akademis maupun etnis.
(b) Perencanaan Kooperatif
Pebelajar memilih sub topik khusus di dalam suatu daerah masalah umum yang
biasanya ditetapkan oleh pembelajar. Selanjutnya pebelajar diorganisasikan
menjadi dua sampai enam anggota tiap kelompok menjadi kelompok yang

20
berorientasikan tugas. Komposisi kelompok hendaknya heterogen secara akademis
maupun etnis.
c) Implementasi
Pebelajar dan pembelajar merencanakan proses pembelajaran, tugas dan tujuan
khusus yang konsisten dengan topik yang telah dipilih pada tahap pertama.
(d) Analisis dan Sintesis
Pebelajar menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan didalam tahap
kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan
keterampilan yang luas dan hendaknya mengarahkan pebelajar kepada jenis-jenis
sumber belajar yang berbeda baik di dalam atau di luar sekolah. Pembelajar secara
ketat mengikuti kemajuan tiap kelompok dan menawarkan bantuan bila
diperlukan.
(i) Presentase dan Hasil Final
Pebelajar menganalisis dan mengevaluasiinformasi yang diperoleh pada tahap
ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan disajikan
dengan cara menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh kelas.
(ii) Evaluasi.
Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikannya dengan cara
yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan agar pebelajar yang lain saling
terlibat satu sama lain dalam pekerjaan mereka dan memperoleh perspektif luas
pada topik itu. Presentasi dikoordinasi oleh pembelajar.
Dalam hal kelompok-kelompok menangani aspek yang berbeda dari topik yang
sama, pebelajar dan pembelajar mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap
kerja kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi yang dilakukan dapat berupa
penilaian individual atau kelompok.

(5) Number Heads Together (NHT)


Number Head Together adalah suatu struktur/tipe sedehana yang terdiri atas
empat tahap yang digunakan untuk mereviu fakta-fakat dan informasi dasar. Cara
ini juga dapat digunakan dengan masalh-masalah yang kesulitannya terbatas. NHT
berjalan baik dengan jenis-jenis pertanyaan pengetahuan dan pemahaman .
Tahap-tahap NHTsebagai berikut:
Tahap 1. Para pebelajar menyebut nomor satu samapi empat/ilma (sesuai dengan
banyaak anggota kelompok)
Tahap 2. Pembelajar mengajukan sebuah pertanyaan (masalah)
Tahap 3. Para pebelajar memikirkan bersama (berdiskusi hingga yakin bahwa
setiap anggota dapat menjawab pertanyaan dan mengetahui bagaimana
menemukan jawabannya (perhitungan dapat dilakukan dengan
mencongak, atau pensisl dan kertas atau kalkulator yang cocok)
Tahap 4. Pembelajar secara acak menyebut sebuah nomor satu sampai empat
atau lima (diasumsikan banyak anggota 4 atau 5) dan pebelajar yang
disebut nomornya berdiri atau mengangkat tangan untuk menjawab.
Dalam kegiatan NHT dapat dilakukan dengan veriasi antara lain.
(a) Setelah seorang pebelajar yang mendapat gilliran
menberikan jawaban , pembelajar dapat meminta pebelajar lain memberikan
tanggapan (setuju atau tidak)
(b) Untuk masalh-masalhdengan jawaban banyak,
pembelajar dapat meminta pebelajar dari setiap kelompok untuk masing-
masing memberikan jawaban.
(c) Seluruh pebelajar dapat memberikan jawaban serentak.
(d) Seluruh pebelajar yang menanggapi dapat menulis
jawabaannya di papan tulis atau dikertas pada waktu yang sama.

21
(e) Pembelajaar dapat meminta pebelajaar lain
menambahkan jawaban bila yang diberikan tidak lengkap.

(6) Cek Berpasangan


Dengan cek berpasangan memungkinkan pebelajar bekerja berpasangan dalam
aktivitas drill dalam latihan. Suatu LKS dapat dirancang dengan masalah-masalah
yang ditujukan kepada pasangan-pasangan (dua masalah) atau pembelajar dapat
menggunakan satu LKS (dua masalah). Pebelajar I dalam pasangan mengerjakan
masalah peertama. Pebelajar II bertindak sebagai seorang pelatih. Pelatih
mengamati atau membari bantuan jika diperlukan. Jika pelatih setuju bahwa
masalah itu diselesaikan dengan benar, ia memujinya dan mereka bertukar
peran, Pebeljar II mengerjakan masalah kedua dan Pebelajar II sebagai pelatih.
Tahap-tahap Cek Berpasangan sebagi berikut:
Tahap 1. Pebelajar-pebelajar bekrja secara berpasangan
Tahap 2. Pebelajar pertama mengerjakan masalah pertama sementara pebelajar
kedua bertindak sebagai pelatih.
Tahap 3. Setelah pelatih merasa puas bahwa masalah tersebut benar, mereka
bertukar peran.
Tahap 4. Pebelajar kedua mengerjakaan masalah kedua dan pelajar pertama
bertiondak sebagai pelatih.
Tahap 5. Setelah pelatih (pelajar pertama) merasa puas bahwa penyelesaian
masalah tersebut benar, meraka mencek dengan pasangan lain dalam
timnya.
Tahap 6. Jika mereka setuju, proses berlanjut.
Tahap 7. Jika mereka tidak setuju, mereka memikirkan bersama untuk
menentukan letak kesalahannya atau meminta bantuaan pembelajar.
Banyak anggota kelompok kooperatif pada tipe/struktur cek berpasangan
diusahakan berjumlah genap (2, 4, 6)
(7) Corners
Corners adalah suatu kegiatan yang dapat digunakan untuk mengenalkan suatu
topik dan memberi kesempatan kepada pebelajar untuk bekerja samadengan
pebelajar-pebelajar dari tim/kelompok lain. Pembelajar memberikan suatu
masalah individu kepasda setiap anggota kelompok. Pebelajar yang mendapat
satu masalah dan berkumpul dengan pebelajar lain dari kelompok lain di suatu
pojok. Di Pojok tersebut para pebelajar dengan masalah yang sama berdiskusi
dan mengerjakan bersamaa masalah yang mereka pilih. Tipe/struktur corners ini
hampir sama dengan tipe jigsaw, tetapi pada tipe corners ini soal, masalah
diberikaan oleh pembelajar, sedangan pada tipe jigsaw masalh dilemparkan
kepada kelompok, selanjutnya kelompok yang menentukan, mambagi masalah
tersbut pada setiap anggotanya.. Misalnya pembelajar dapat memberikan LKS
yang berisi 4 masalah. Pebelajar I ditugasi masalah 1, pebelajar II ditugasi
masalah 2, pebelajar II ditugasi masalah 3, dan pebelajar IV ditugasi masalah 4
(n masalah untuk kelompok yang banyhak anggotanya n, n = 2,3, 4, 5)
(8) Round Table
Round Table adalah suatu struktur/tipe pembelajaran kooperatif dua tahap.
Tapah pertama pembelajar mengajukan sebuah pertanyaan yang jawabannya
lebih dari satu. Pada tahap kedua, pebelajar menjawab dengan membuat suatu
daftar jawaban yang mungkin untuk portanyaan yang diperbikanpembelajar.
Dalam round table, pebelahjarmenulis sebuah jawaban dan menyebutkan
secara lisan, selanjutnya kertas jawaban dieruskan ke teman disampingnya (ke
kiri atau ke kanan), pebelajar yang mendapat kertas jawaban tersebut mengisi
jawaban lain dan dapat mengoreksi jawaban pebelajar sebelumnya. Proses ini
berkelanjutan samapi semua jawaban yang mungkin dari masalah yang diajukan
pembelajar terjawab.
(9) Send –A-Problem

22
Send a problem adalah suatu struktur/tipe praktis yang dapat digunakan untuk
meriviu atau mempratekkan konsep-konsep. Banyak anggota pada setiap
kelompok 3 samapi 5 orang.
Send a problem terdiri atas tiga tahap sebagai berikut:
Tahap 1. Para pebelajar menulis pertanyaan reviu.
Setiap pebelajar pada tahap ini membuat suatu
permasalahan (pertanyaan) reviu dan menuliskan pada suatu kartu atau
kertas. Penulis mengajukan pertanyaan kepada anggota tim yang lain
dalam kelompok. Apabila ada kesepakatan terhadap suatu jawaban
dicapai diantara semua anggota tim, jawaban ditulis dibalik kartu atau
kertas pertanyaan atau kertas lain sebagai kunci jawaban.
Tahap2. Tim menyerahkan masalah
Tim penulis menyerahkan pertanyaan reviu kepada tim/kelompok lain
untuk diselesaikan bersama dalam kelompok mereka.
Tahap 3. Tim menanggapi
Pebelajar pertama membaca pertanyaan pertama. Setiap anggota tim
menyelsaikan masalah tersebut dan menulis jawabannya. Jawaban-
jawaban ini didiskusikan untuk mendapatkan satu kesepakatan
jawaban atas masalah yang diajukan. Jika sejutu mereka menulis
jawaban kesepakatan di kertas. Pebelajar 2 membaca pertanyaan
berikutnya, dan prosedur ini diulang smapai semua pertanyaan habis
dibahas.
Tahap 4. Penyerahan jawaban dan tanggapan kelas
Pada tahap ini, tim pemberi masalah menerima jawaban dari tim yang
menerima pertenyaan. Selanjutnya tim penulis mencocokan dengan
kunci jawaban yang meraka telah buat
Dalam hal ini mungkin terjadi perbedaan jawaban anatra tim penulis
dan tim penjawab. Apabila hal ini terjadi, maka tim penulis dapat
mempertimbangkan menerima atau menolah jawaban tersbut dengan
alasan yang dapat diterima bersama antara kedua tim. Dalam keadaan
demikian pembelajar sebagai pembimbing dapat memberikan arahan.
(10) Think-Pair-Share (Berpikir-Berpasangan-Berbagi)
Think-Pair-Share memberikan kesempatan kepada setiap pebelajar untuk
menjawab suatu pertanyaan. Di kelas biasa, pembelajar mengajukan
pertanyaan, dan hanya beberapa pebelajar mengangkat tangan untuk
menjawab. Pada Think-Pair-Share, pembelajar mengajukan suatu
npertanyaan, pebelajar memikirkan jawabannya dalam beberapa saat,
kemudian mereka membagi jawabannya dengan pasangan atau dengan anggota
tim lainnya tetapi dalam bwentuk pasangan dialog. Para pebelajar membagi
jawaban, tidak hanya dengan teman dalam tim, tetapi juga dengan anggota
dari tim lain ke seluruh kelas. Tahap Think-Pair-Share sebagai berikut:
Tahap 1. Pembelajar menginformasikan masalah lisan atau tertullis (LKS)
kepada seluruh kelas
Tahap 2. Pembelajar meminta kepada seluruh pebelajar untuk berpikir sejenak
tentang cara-cara menjawab/menyelesaikan masalah yang diajukan
pembelajar.
Tahap 3. Pembeljar meminta kepada pebelajar untuk saling berbagi cara-cara
mengerjakan masalah menurut hasil pemikirannya kepada anggota lain. Cara
berbagi ini dilakukan dalam dialog (berpasangan) dalam tim/kelompoknya
Tahap 4. Berbagi ke seluruh kelas. Dalam hal ini dapat dilakukan sebagai
berikut:
(a) Para pebelajar menullis jawabannya di papan tulis pada saat yang sama.
(b) Para pebelajar memberikan jawaban dengan cepat dan pebelajar lain
menanggapi dengan cepat.
(c) Semua pebelajar berdiri, setelah memberikan jawabannya , pebelajar
tersbut dduduk. Setiap pebelajar yang memberikan jawaaban sama juga
ikut duduk.Proses ini dilanjutkan sampaisemua pebelajar duduk. Hal ini

23
memungkinkan beberpa ini yang didengan dari beberapaa pebelajar.
Yang didengan oleh semua pebelajar daalam waktu yang singkat.
(d) Setiap pebalajar berbagi jawaban dengan pebelajar pada kelompok lain.

C. Model Pembelajaran Cara Perseorangan dan Kelomok Kecil (model


PPKK)

1. Landasan Teoretis Model PPKK


Pemikiran yang mendasari model pembelajaran dengan cara perseorangan dan
kelompok kecil ini adalah konsep komunitas pembelajaran yang merupakan faktor
paling penting dalam dimensi sosial kehidupan Kelas. Komunitas ini mengarah ke
tujuan pembelajaran yang terdiri dari hasil pembelajaran akademik dan hasil
pembelajaraan sosial. Suatu komunitas pembelajaran, sebagai lawan dari kumpulan
individu, adalah suatu setting dari individu-individu yang berada dalam komunitas yang
mempunyai tujuan bersama, mempunyai hubungan dan perhatian bersama, dan
menunjukkan saling bergantung positif satu dengan yang lain.
Sekolah atau Kelas adalah komuniatas pebelajar-pebelajar dan pembelajar-
pembelajar dalam dunia pendidikan. Dalam komunitas tersebut mereka (pembelajar-
pebelajar) secara bersama-sama menjelajahi dunia pendidikan dan belajar bagaimana
mengendalikan secara produktif dunia pendidikan tersebut. Dalam hal ini. kelompok
kecil dalam Kelas sebagai suatu komunitas dalam suatu komunium Kelas atau sekolah
yang lebih luas.
Selanjutnya menyangkut hubungan kelompok-perseorangan, Arends (1997)
mengemukakan bahwa, hal ini berasal dari karya pakar psikologi sosial terdahulu yang
terkenal, yaitu Kurt Lewin dan koleganya yang tertarik dengan bagaimana
mengkombinasikan kebutuhan perseorangan dan kondisi-kondisi lingkungan yang
menjelaskan perilaku manusia. Arends (1997) mengemukakan pula bahwa Getzels dan
Thelan telah mengaplikasikan karya ini untuk pendidikan dengan mengembangkan
model dua dimensi untuk mengingat hubungan antara kebutuhan pribadi pebelajar
dan kondisi suasana kehidupan di dalam Kelas.
Dimensi pertama, mendeskripsikan individu-individu dalam Kelas dengan motif dan
kebutuhan tertentu. Perspektif ini ditandai sebagai dimensi perseorangan dari
kehidupan Kelas. Dari perspektif ini, perilaku Kelas, secara khusus hasil dari
kepribadian dan sikap dari para pebelajar dan tindakan mereka untuk memuaskan
motif dan kebutuhan perseorangan.
Dimensi kedua, mendeskripsikan suasana Kelas yang berada dalam setting konteks
sosial . Dalam setting ini ada peran-peran tertentu dan pengembangan pengalaman
untuk mencapai tujuan dari sistem itu. Perspektif ini ditandai sebagai dimensi
kelompok dari kehidupan Kelas. Dari perspektif ini perilaku Kelas ditentukan oleh
andil harapan dan norma sekolah dan Kelas. Jadi kehidupan Kelas, sebagai hasil dari
memotivasi para pebelajar secara perseorangan dan pembelajar untuk saling merespon
satu dengan yang lain dalam setting sosial. Gambaran hubungan antara kedua dimensi
kehidupan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Dari Gambar 2.1 ini, tampak bahwa dari dua dimensi perseorangan dan dimensi
kelompok, dan dengan adanya motivasi dari dalam diri inidividu dan dibarengi dengan
lingkungan kelompok (Kelas) yang mendukung, maka terciptalah komunitas
pembelajaran. Dengan komunitas pembelajaran ini, terjadilah kerjasama untuk
memecahkan masalah (soal) yang merupakan tugas dari pembelajar. Hasil
pembelajaran dalam komunitas ini berupa hasil pembelajaran akademik, yaitu hasil
prestasi akademik yang dimiliki secara perseorangan, dan hasil pembelajaran sosial,
yaitu berupa adanya hal yang dipertanggung-jawabkan secara perseorangan dalam
kelompok, adanya sikap saling bergantung, adanya saling kerjasama, akhirnya
mengarah ke sikap demokrasi. Selain itu ada dampak pengiring yang lain, yaitu
kemampuan kompetitif karena prestasi akademik yang dimilikinya.

Individua l Personality Motivation


Academic

24
and Needs Learning Community
Learning
Group Norms Environment
Social
and Roles
Learning
(Arends, 1997,75)

Gambar 2.1 Hubungan Dimensi Perseorangan dan Dimensi Kelompok Kelas

Model PPKK ini dilandasi oleh beberapa teori pendukung, yaitu (1) teori
pembelajaran sosial, (2 teori pemrosesasan informasi, dan (3) teori Ki Hajar
Dewantara.

a. Teori Pembelajaran Sosial


Nur (1997) menyatakan bahwa akhir-akhir ini para ahli psikologi perilaku telah
menemukan bahwa operant conditioning memiliki keterbatasan dalam menjelaskan
belajar. Banyak diantara para ahli tersebut telah memperluas wawasan mereka
tentang belajar mencakup kajian tentang proses-proses kognitif yang tidak dapat
diamati secara langsung seperti harapan, berpikir, dan keyakinan. Suatu faktor yang
terabaikan oleh teori perilaku tradisional adalah fakta adanya pengaruh yang amat
kuat yang dimiliki oleh pemodelan dan pengimitasian terhadap belajar. Orang dapat
belajar hanya dengan mengamati orang lain belajar, dan fakta inilah yang menentang
ide-ide behavioristik yang menyatakan bahwa faktor-faktor kognitif tidak perlu
dipertimbangkan dalam penjelasan belajar. Contoh utama dari perluasan wawasan ini
adalah teori pembelajaran sosial dari Albert Bandura. Teori ini menjelaskan bahwa
pandangan behavioristik tentang belajar merupakan teori yang akurat, namun
sekaligus tidak lengkap. Teori ini menerapkan prinsip-prinsip belajar behavioristik,
tetapi memberikan penekanan pada syarat-syarat perilaku dan proses-proses mental
intelektual.
Lebih lanjut Nur menyatakan Bandura berpendapat bahwa apa yang kita
ketahui dapat lebih banyak daripada apa yang kita perlihatkan. Pebelajar dapat saja
memahami bagaimana menyederhanakan pecahan namun menunjukkan kinerja yang
jelek pada saat tes karena ia gugup atau sakit atau salah membaca soal. Sementara
pebelajar dapat saja telah memahami suatu materi, namun pemahaman ini dapat
tidak terdemonstrasikan sampai situasinya memungkinkan. Oleh karena itu, dalam
teori kognitif sosial, dua-duanya faktor internal dan eksternal itu penting. Segala
sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitar, faktor-faktor pribadi (seperti berpikir dan
motivasi), dan perilaku dipandang saling berinteraksi, masing-masing faktor saling
mempengaruhi dalam proses pembelajaran. Suatu faktor yang terabaikan oleh teori
perilaku tradisional adalah fakta adanya pengaruh yang amat kuat yang dimiliki oleh
pemodelan dan pengimitasian terhadap belajar. Apabila orang dapat belajar dengan
cara memperhatikan, maka faktor-faktor kognitif yang terlibat adalah orang itu harus
memusatkan perhatian, mengkonstruksi gambaran-gambaran, mengingat,
menganalisis, dan membuat keputusan yang mempengaruhi belajar.
Uraian ini memperlihatkan bahwa teori pembelajaran sosial Bandura
memberikan tekanan pada adanya fakta tentang pengaruh yang kuat dari pemodelan
dan pengimitasian dalam hal belajar. Teori ini memandang bahwa sebagian besar
belajar yang dialami manusia dibentuk melalui model. Dengan kata lain seseorang
dapat belajar melalui pengamatan dan peniruan terhadap perilaku orang lain. Belajar
melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain. Misalnya
dalam pembelajaran matematika, seorang pebelajar mendapat pujian karena hasil
kerja tugasnya sangat baik. Dalam situasi demikian seorang pebelajar lain yang
melihat temannya mendapat pujian, akan cenderung meniru perilaku temannya untuk
mengerjakan/ menyelesaikan tugasnya dengan baik. Dalam hal ini pebelajar tersebut
akan memodifikasi atau mengubah perilakunya dan meniru perilaku temannya dengan
tujuan untuk mendapatkan pujian.

25
Nur (1997) menyatakan bahwa menurut Bandura ada empat elemen penting
yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran melalui pengamatan, yaitu atensi,
retensi, produksi, dan motivasi.
Menurut John Dawey (Arends, 2001,1997), sekolah seharusnya merupakan
cermin masyarakat yang lebih besar dan Kelas merupakan laboratorium untuk belajar
dan memecahkan masalah kehidupan nyata. Pembelajar perlu menciptakan suatu
sistem sosial yang bercirikan demokrasi dan proses ilmiah dalam lingkungan belajar.
Tanggung jawab utama pembelajar adalah memotivasi pebelajar untuk bekerja secara
bersama dan untuk memikirkan masalah-masalah sosial yang muncul. Sama seperti
Dawey, Thelan berpendapat bahwa Kelas haruslah merupakan laboratorium atau
miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar
pribadi. Thelan mengembangkan bentuk yang lebih rinci dan terstruktur dari
penyelidikan kelompok, dan mempersiapkaan dasar konseptual untuk pengembangan
pembelajaran kelompok (Arends, 1997).
Baik Dawey maupun Thelan memandang tingkah laku kerjasama dan proses-
prosesnya sebagai bagian yang tak terelakkan dari usaha keras manusia. Hal ini
merupakan dasar bagi dibangunnya dan dipertahankannya masyarakat demokratis.
Suparno (1997) menyatakan bahwa Vygotsky mulai meneliti pembentukan dan
perkembangan pengetahuan anak secara psikologis. Namun Vygotsky lebih
memfokuskan perhatian kepada hubungan dialektika antar individu dan masyarakat
dalam pembentukan pengetahuan. Vygotsky memperhatikan akibat interaksi sosial,
terlebih bahasa dan budaya pada proses belajar anak. Menurut Vygotsky belajar
merupakan suatu perkembangan pengertian. Vygotsky membedakan membedakan
adanya dua pengertian, yang spontan dan yang ilmiah. Dalam proses pembelajaran
terjadi perkembangan pengertian dari pengertian spontan ke pengertian lebih ilmiah.
Prinsip Kunci dari Teori Vygotsky
a. Penekanan pada hakekat sosiokultural belajar
b. Zona Perkembangan Terdekat (ZPT)
c. Pemagangan Kognitif
d. Scaffolding (lihat uraian Teori Vygotsky di BAB III)
Walupun dalam pembelajaran dengan model PPKK ada komunitas pembelajaran
yang terjadi karena perpaduan antara individu dan kelompok, tetapi kelompok dalam
model PPKK ini bukan kelompok kooperatif, sehingga dalam pembelajaran dengan
model PPKK dapat terjadi kompetisi antar pebelajar. Berkenaan dengan kompetisi,
Johnson dan Johnson (1994) menyatakan bahwa dalam pengajaran ada dua cara
kompetisi dapat terjadi. Pertama, individu-individu dapat berkompetisi satu dengan
yang lain untuk melihat siapa yang sudah belajar dengan hasil terbaik. Kedua.
Kelompok dapat berkompetisi untuk melihat kelompok mana yang telah tuntas belajar
dengan baik.
Teori pembelajaran sosial memberi landasan yang kuat bagi model PPKK.
Dalam pembelajaran dengan model PPKK, pemodelan mendapat perhatian penting
terutama pada fase informasi, demonstasi dan aktivitas perseorangan. Pada fase ini
pembelajar sebagai model meinginformasikan pengetahuan deklaratif,
mengdemonstrasikan pengetahuan procedural selangkah demi selangkah, pebelajar
memperhatikan dan mengikuti prosedur yang dibuat pembelajar dengan mengerjakan
dalam LKS perseorangan.
Pandangan Dawey dan Thelan sangat diperhatikan, terutama dalam aktivitas
kelompok. Demikian pula padangan Vigotsky mengenai hakekat sosiokultural
mendapat perhatian penting dalam aktivitas kelompok. Pandangan Dawey, Thelan, dan
Vigotsky, terutama menekankan pada proses intraksi antara pebelajar, pembelajar dan
lingkungan (sarana dan prasaran pembelajaran). Pada interaksi antar pebelajar ini
dapat terjadi interaksi kompetitif atau interaksi kerja sama.
b. Teori Pemrosesan Informasi
Gagne (1977) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang
memungkinkan individu-indiviud memodifikasi perilaku secara permanen sehingga
modifikasi yang sama tidak harus terjadi lagi pada setiap situasi baru. Ini berarti
bahwa belajar merupakan perubahan perilaku manusia setelah melalui suatu proses.

26
Perubahan perilaku ini terjadi karena pengalaman, latihan, dan bukan karena
pertumbuhan atau kematangan. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar yang melalui
sutau proses ini dikenal dengan pemrosesan informasi. Pemrosesan informasi
menguraikan peristiwa-peristiwa mental sebagai transformasi informasi dari
input ke output yang digambarkan oleh Gagne (1977) seperti pada Gambar 2.2 di BAB
II.
Teori pemrosesan informasi juga memberikan landasan bagi model PPKK. Dalam
pembelajaran dengan model PPKK, pengetahuan awal dan cara pengetahuan diproses
mendapat perhatian. Pengetahuan awal diterima melalui perhatian terhadap
presentasi pengetahuan deklaratif dan mengikuti selangkah demi selangkah
demonstrasi pengetahuan prosedural dari pembelajar. Pengertahuan diproses melalui
aktivitas (perseorangan dan kelompok) dengan kerja mandiri dalam tugas LKS
perseorangan dan kerjasama dalam tugas LKS kelompok.
Agar pemrosesan informasi dapat dapat berjalan dengan baik, peran pembelajar
dalam pembelajaran perlu memperhatikan excecutive control dan expectation karena
kedua subproses ini akan menentukan pendekataan pebelajar dalam menerima
pengetahuan awal dan memproses pengetahun tersebut. Selain itu, pembelajar perlu
menciptakan suasana lingkungan yang kondusif sehingga pengetahuan awal dapat
diterima dan dapat diposes dalam aktivitas perseorangan dengan baik. Selanjutnya
dalam aktivitas kelompok, pebelajar yang sudah memiliki pengetahuan awal dan
tersimpan dalam skema yang baik, pada saat mendapat tugas dalam aktivitas
kelompok, pebelajar dapat bekerjasama dengan teman-temannya, berdiskusi, tanya
jawab dengan baik. Tetapi apabila pebelajar tidak mempunyai pengetahuan awal
dengan baik atau pengetahuan awal yang tidak diproses dengan baik, maka pada saat
aktivitas kelompok dapat terjadi pebelajar hanya diam saja. Untuk expectation,
pembelajar menyampaikan tujuan pembelajaran, yang dapat menjadi motivasi
pebelajar untuk belajar, menginformasikan tentang pentingnya pelajaran yang
dipelajari sebagai motivasi
c. Teori Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara mengemukakan konsep dasar kependidikan yang sekaligus
diterima sebagai prinsip kepemimpinan bangsa Indonesia. Konsep dasar Ki Hajar
Dwantoro tersebut adalah: “ing ngarsa sung tulada” berarti pembelajar sebagai
pemimpin (pendidik) berdiri di depan dan harus mampu memberi teladan kepada anak
didiknya; “ing madya mangun karsa” yang berarti bahwa seorang pemimpin
(pendidik) berada di tengah dan harus mampu membangkitkan semangat, berswakarsa
dan berkreasi pada anak didik; “tut wuri handayani” yang berarti bahwa seorang
pemimpin (pendidik) berada di belakang, mengikuti dan mengarahkan anak didik agar
berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab (Idris, 1983). Ketika
pembelajar berada di tengah membangun semangat pada anak didik, dapat terjadi
anak-anak akan berlomba, berkompetisi, untuk menunjukkan kemampuannya yang
terbaik.
Teori Ki Hajar Dewantara juga memberikan landasan bagi model PPKK. Dalam
pengajaran matematika dengan model PPKK, konsep dasar kepempimpinan tersebut
mendapat perhatian penting terutama bagi pembelajar selama kegiatan
pembelajaran. Pembelajar bertindak sebagai seorang pemimpin yang akan bergerak
dari depan ke belakang dalam arti mulai dari memberikan contoh, membantu,
memfasilitasi pebelajar dalam aktivitas perseorangan dan dalam aktivitas kelompok,
akhirnya mengontrol, mengarahkan pebelajar untuk bekerja sendiri.

2. Tinjauan Umum Pembelajaran Dengan Cara Perseorangan Dan Kelompok Kecil


a. Rasional
Manusia dalam kehidupannya, biasanya berhadapan dengan dua situasi: (1)
hidup dalam situasi berkompetisi, apakah kompetisi melawan diri sendiri atau
kompetisi melawan orang lain, dan (2) hidup dalam situasi dengan hakikat sosial yang
melekat dalam kehidupan manusia yang terisi seluruhnya dalam kelompok (keluarga,
masyarakat) dari saat lahir sampai dengan kematian manusia.

27
Pendidik berusaha/bekerja keras untuk memahami lebih baik bagaimana setiap
pebelajar di Kelas dengan karakteristik berbeda berada dalam satu keluarga
(kelompok) besar sekolah. Melalui subkelompok Kelas, pembelajar (pendidik) berusaha
untuk mendidik dengan cara-cara yang dapat membawa anak (pebelajar) menjadi
dewasa baik rohani maupun jasmani.
Seluruh usaha pendidikan dilakukan dengan prosedur yang berjalan dalam
kelompok sekolah. Dalam usaha ini, pembelajar melakukan hal-hal untuk
membangkitkan semangat kompetisi untuk memperoleh prestasi dan prestise setiap
waktu selama anak berada di sekolah. Selain itu pembelajar diharapkan juga
senantiasa mendidik pebelajarnya untuk saling kerjasama dengan teman-teman yang
membentuk komunitas yang menerima keberagaman, membangun keterampilan sosial
yang menuju ke sikap demokrasi, dan kemampuan kompertitif.
Aktivitas cara perseorangan dan kelompok kecil biasanya mengikuti aktivitas
kelompok-menyeluruh, artinya untuk melaksanakan aktivitas cara perseorangan dan
kelompok kecil, sebaiknya didahului oleh aktivitas Kelas secara menyeluruh. Aktivitas
kelompok-menyeluruh lebih sering digunakan pada kegiatan awal pembelajaran karena
hal ini efektif untuk memberikan informasi tentang fakta-fakta, gambaran umum
tentang konsep dan prinsip, dan rangkian komponen-komponen yang menyusun suatu
pengetahuan dasar (pengetahuan/keterampilan prasyarat plus) yang akan berkembang
dengan baik selama kegiatan pembelajaran. Namun demikian perolehan pengetahuan
dasar tidak secara otomatis menuju ke perkembangan keterampilan tingkat tinggi
seperti sintesis, analisis, dan evaluasi atau keterampilan kinestetik yang kompleks.
Karena itu pebelajar perlu diberikan kesempatan untuk mengkombinasikan bagian-
bagian informasi ke dalam pemahaman yang menyeluruh. Pola perilaku pembelajar
selama kegiatan pembelajaran, sering mempengaruhi pemahaman pebelajar tentang
informasi yang diberikan, seperti suara pembelajar, gerakan pembelajar, dan reaksi
pembelajar memberikan tanggapan terhadap pebelajar. Pebelajar menganalisis secara
kritis apa yang mereka lihat, dengar, dan buat. Dalam hal ini aktivitas cara
perseorangan dan kelompok kecil sangat membantu.
Model pembelajaran dengan cara perseorangan dan kelompok kecil (Model
PPKK) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
 Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada pebelajar termasuk
prosedur penilaian pembelajaran,
 Adanya sintaks atau langkah-langkah kegiatan pembelajaran,
 Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan
pembelajaran dapat berlangsung dengan berhasil baik.

b. Unsur-Unsur Model PPKK

1) Sintaks Model PPKK


Sintaks adalah tahap-tahap atau langkah kegiatan dari suatu model yang pada
umumnya diikuti oleh serangkaian kegiatan pembelajaran. Suatu sintaks pembelajaran
menunjukkan dengan jelas kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan pembelajar dan
pebelajar.
Model PPKK ini mempunyai sintaks yang terdiri dari 5 fase, yaitu (1)
pengantar/ pembukaan, (2) informasi, demonstrasi, dan aktivitas perseorangan, (3)
informasi dan aktivitas kelompok, (4) kuis evaluasi, dan (4) penutup. Rincian fase-fase
dalam sintaks model PPKK dapat dilihat pada Tabel 2.6.
2) Sistem sosial
Sistem sosial adalah situasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam model
itu. Sistem sosial adalah pola hubungan pembelajar dengan pebelajar pada proses
pembelajaran. Menurut Iskandar dkk (1999) ada tiga macam pola hubungan
pembelajar dengan pebelajar yang diberi nama struktur tinggi, struktur menengah,
dan struktur rendah. Pola hubungan tinggi artinya pembelajar menjadi pemegang
kendali dalam kegiatan pembelajaran, komunikasi terjadi hanya satu arah. Pola
hubungan menengah artinya pembelajar berperan sederajat dengan pebelajar,

28
terjadi komunikasi dua arah yang harmonis. Pola hubungan rendah artinya pembelajar
memberi kebebasan kepada pebelajar sepenuhnya untuk belajar, pebelajar sendiri
mengatur cara belajarnya.
Ternyata pola hubungan yang dikemukakan Iskandar dkk tersebut ditinjau dari
segi pembelajar (pembelajaran yang berpusat pada pembelajar), sehingga pola.
hubungan tinggi terjadi apabila pembelajar dominan, sebagai pemegang kendali dalam
kegiatan pembelajaran (komunikasi satu arah), sedangkan pola hubungan rendah
terjadi apabila pembelajar membiarkan pebelajar bekerja sendiri (baik secara mandiri
atau kerjasama dalam kelompok), pembelajar tidak banyak campur tangan dalam
kegiatan pembelajaran (pembelajaran berpusat pada pebelajar).
Dalam pembelajaran dengan model PPKK ini, pola hubungan pebelajar dan
pembelajar ini ditinjau dari segi aktivitas pebelajar, tetapi bukan berarti pembelajar
melepaskan pebelajar bekerja sendiri. Dalam hal ini pembelajar sebagai pembimbing,
fasilisator baik secara perseorangan maupun dalam kelompok-kecil. Di sini pola
hubungan tinggi terjadi apabila interaksi pebelajar-pebelajar berjalan dan
pembelajar sebagai fasilisator berada di tengah-tengah mereka dan memberi bantuan
seperlunya. Pola hubungan rendah apabila pembelajar mendominasi kegiatan
pembelajaran. Karena apabila pembelajar mendominasi kegiatan pembelajaran, maka
interaksi pebelajar-pebelajar, dan pembelajar-pebelajar hampir tidak ada. Karena itu,
tujuan sosial, yaitu tecapainya sikap demokrasi yang diharapkan dari kegiatan
pembelajaran ini tidak akan terwujud.

TABEL 2.6
SINTAKS MODEL PEMBELAJARAN DENGAN KEMPOK KECIL DAN PERSEORANGAN

FASE PERAN GURU PERAN PEBELAJAR


1. Pembukaan/ a. Pembelajar mempersiapkan dan memotivasi a. Pebelajar memperhatikan penjelasan
Pengantar pebelajar untuk aktif dala m KMB. pembelajar.
b. Pembelajar membagi materi pembelajaran, b. Pebelajar menerima materi
menjelaskan TPK, dan informasi latar belakang pembelajaran dan memperhatikan
pentingnya pelajaran. penampaian TPK.
c. Pembelajar membentuk keclompok kecil (2 - 4 c. Pebelajar memperhatikan
orang). kelempoknya, agar dalam kerja
d. Pembelajar menyampaikan model PPKK, yaitu kelompok mereka masuk dalam
selama kegiatan inti terdapat: (1) aktivitas kelompoknya.
perseorangan, yaitu pebelajar kerja mandiri dalam d. Pebelajar memperhatikan informasi
tugas (LKS) perseorangan, (2) aktivitas kelompok, pembelajar tentang model
yaitu pebelajar kerjasama dalam tugas (LKS) pembelajaran yang akan dilakukan
kelompok kecil, dan (3) kuis evaluasi, yaitu selama kegiatan pembelajaran di
pebelajar mengerjakan kuis sebagai ebaluasi scara Kelas.
perseorangan. e. Pebelajar mengingat kembali
e. Pembelajar menyampaikan materi prasyarat. pengetahuan prasyarat.
f. Pembelajar membagi berkas LKS dan LKP. f. Pebelajar menerima berkas LKS dan
LKP.
2. Informasi, a. Pembelajar mempresentasikan pengetahuan a. Pebelajar memperhatikan dan
Demonstrasi deklaratif dan demonstrasi pengetahuan mencatat bagian yang penting
dan prosedural selangkah demi selangkah. sebagai dasar pembelajarannya.
Aktivitas b. Pembelajar meminta pebelajar mengerjakan LKS b. Pebelajar mengerjakan LKS
Perseoranga perseorangan secara mandiri. peseorangan.
n c. Pembelajar mengontrol kerja pebelajar selangkah c. Pebelajar yang menglami kesulitan
demi selangkah, dan memberikan bantuan kepada bertanya pada pembelajar untuk
pebelajar yang mengalami kesulitan. memperoleh arahan.
d. Pembelajar memeriksa kerja pebelajar dan d. Pebelajar menunjukkan hasil
memberikan umpan balik kerjanya.
3. Informasi dan a. Pembelajar menginformasikan masalah dalam LKS a. Pebelajar memperhatikan/ membaca
Aktivitas kelompok dan meminta pebelajar untuk masalah dalam LKS kelompok dan
Kelompok mengerjakan/menyelesaikan dengan kejasama mengerjakan bersama dalam
dalam kelompok. kelompok.
b. Pembelajar memberikan arahan agar pebelajar b. Pebelajar aktif terlibat dalam tugas.

29
selalu berada dalam tugas. c. Pebelajar berdiskusi dengan anggota
c. Pembelajar memberikaan kesempataan kepada lain dalam kelompok.
pebelajar untuk berdiskusi. d. Kelompok yang mengalami kesulitan
d. Pembelajar mengontrol, dan apabila ada kelompok dapat bertanya pada pembelajar
yang mengalami kesulitan dalam pemecahan untuk memperoleh arahan dan
masalah, pembelajar dapat memberikan bantuan umpan balik.
seperlunya dengan pertanyaan yang membuka
wawasan mereka, dan memberikan umpan balik.
4. Kuis  Pembelajar meminta pebelajar mengerjakan kuis  Pebelajar mengerjakan kuis secara
Evaluasi sebagai evaluasi. mandiri.
5. Penutup a. Pembelajar mengumpulkan berkas LKS dan LKP a. Pebelajar menyerahkan LKS dan LKP
yang sudah dikerjakan. yang sudah dikerjakan.
b. Pebelajar mencatat tugas-tugas (PR).
b. Pembelajar memberikan tugas perseorangan dan
tugas kelompok.

Dengan memandang pembelajar sebagai seorang pemimpin, dalam kegiatan


pembelajaran diharapkan senantiasa dapat melaksanakan gagasan Ki Hhajar
Dewantara, seperti diungkapkan oleh Soedjadi (2000a) bahwa bukankah seorang
pembelajar adalah juga seorang pemimpin? Dapatkah tugas sebagai pembelajar dalam
pembelajaran disejajarkan dengan gagasan Ki Hajar Dewantoro?
Untuk mensejajarkan tugas pembelajar sebagai pemimpin dalam kegiatan
pembelajaran dengan cara perseorangan dan kelompok kecil, maka gagasan Ki Hajar
Dewantara tersebut dijalankan oleh pembelajar dengan memperhatikan proporsi
waktu pada setiap posisi pembelajar (di depan, di tengah, dan di belakang) selama
kegiatan pembelajaran. Posisi pembelajar di depan terutama pada kegiatan awal,
presentasi informasi pengetahuan deklaratif dan demonstrasi selangkah demi
selangkah pengetahuan prosedural. Posisi pembelajar berada di tengah, terutama
pada saat aktivitsas pebelajar persorangan dan aktivitas kelompok untuk membimbing,
memberi fasilitasi, dan membangun semangat pebelajar untuk bekerja. Posisi
pembelajar di belakang, pada saat aktivitas persorangan, pebelajar diberi ketenangan
bekerja menyelesaikan masalah secara mandiri, dan pada saat aktivitas kelompok
pembelajar memberikan kesempatan kepada pebelajar untuk bekerja sama dalam
kelompok. Pada saat ini pembelajar mengontrol dan memberi dorongan agar aktivitas
mandiri dan aktivitas kerja sama dalam kelompok dapat berjalan. Selama kegiatan
pembelajaran, pembelajar bergerak dari posisi depan ke posisi belakang. Posisi
pembelajar makin ke belakang, proporsi waktu makin bertambah diberikan kepada
pebelajar (lihat Tabel 2.7)

Tabel 2.7
POSISI PEMBELAJAR TERHADAP PEBELAJAR DAN PROPORSI WAKTUNYA
Posisi Pembelajar terhadap Pebelajar Proporsi Waktu Pembelajar
Pembelajar di depan pebelajar Sedikit
Pemmbelajar di tangah-tengah pebelajar Sedang
Pembelajar di belakang pebelajar banyak

Catatan: Posisi pembelajar bergerak dari depan ke belakang, maksudnya, dalam


kegiatan pembelajaran, dominasi pembelajar makin lama makin berkurang,
dengan proporsi waktu untuk pebelajar bekerja/belajar secara perseorangan
(mandiri) dan berkompetisi atau kerjasama dalam kelompok makin
bertambah.
3) Prinsip Reaksi
Prinsip reakasi adalah pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya
pembelajar memberikan respon terhadap pebelajar. Prinsip ini memberi petunjuk
bagaimana seharusnya pembelajar menggunakan aturan permainan yang berlaku pada
setiap model. Di sini pembelajar memandang dan memberi reaksi terhadap perilaku

30
pebelajar. Untuk model pembelajaran ini, prinsip reaksi merupakan ciri perilaku
pembelajar dan pebelajar yang diperlukan, berupa interaksi pembelajar dan pebelajar
selama kegiatan pembelajaran.
Beberapa perilaku pembelajar (prinsip reaksi) yang berlaku dalam model PPKK ini
adalah:
1. Pembelajar menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif untuk kegiatan
pebelajar selama aktivitas perseorangan dan aktivitas kelompok.
2. Pembelajar menyediakan dan mengelola sumber-sumber belajar agar suasana
aktivitas perseorangan dapat berjalan.
3. Pembelajar mengarahkan pebelajar dalam kelompok untuk selalu berada dalam
tugas (on task), dan selalu aktif bekerja sendiri atau bekerja sama dalam kelompok.
4. Pembelajar memberikan bantuan terbatas pada pebelajar yang membutuhkan
bantuan pada saat aktivitas perseorangan, maupun pada saat aktivitas kelompok
apabila semua anggota kelompok membutuhkan. Bantuan berupa pertanyan
membuka wawasan. Bantuan diberikan harus sesuai dengan prinsip scaffolding.
5. Pembelajar sebagai pendamping, pembimbing, fasilitator, harus menempatkan diri
bukan sebagai sumber utama pengetahuan bagi pebelajar.
4) Sistem Pendukung
Sistem pendukung adalah segala sarana dan prasarana, bahan, dan alat yang
diperlukan untuk melaksanakan model PPKK. Pendukung model PPKK berupa
perangkat pembelajaran yang terdiri atas, Rencana Pembelajaran (RP), Lembar
Kegiatan Pebelajar (LKS perseorangan dan kelompok), Lembar Kuis Pertemuan (LKP
untuk perseorangan), dan Materi Pembelajaran. Selain perangkat pembelajaraan
tersebut, juga perlu disertakan dengan alat-alat bantu pembelajaran, seperti, jangka,
mistar, busur, tabel, kalkulator dan sebagainya, disesuaikan dengan isi materi pokok
bahasan.
5) Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring
Dari setiap model pembelajaran selalu diharapkan akan menghasilkan dampak
instruksional dan dampak pengiring. Dampak instruksional adalah hasil belajar yang
dicapai langsung dengan cara mengarahkan pebelajar pada tujuan yang diharapkan.
Dampak instruksional dari pembelajaran matematika dengan cara perseorangan dan
kelompok kecil adalah hasil pembelajaran akademik, yaitu: pencapaian pengetahuan
deklaratif dasar berupa penguasaan dan pemahaman konsep, dan pengetahuan
prosedural, berupa keterampilan matematika, serta pengetahuan kondisional yang
kompleks dan pemecahan masalah.
Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu
kegiatan mengajar belajar, sebagai akibat tercapainya suasana pembelajaran yang
dialami langsung oleh pebelajar tanpa pengarahan dari pembelajar. Dampak pengiring
dari pembelajaran matematika dengan cara perseorangan dan kelompok kecil adalah
hasil pembelajaran sosial berupa penerimaan terhadap keragaman dan pengembangan
keterampilan sosial yang menuju ke sikap demokrasi.
Dalam pembelajaran dengan model PPKK, tugas diberikan melalui LKS
perseorangan yang dikerjakan secara mandiri. Di sini pebelajar bekerja menurut
kemampuannya dan memproses pengetahuannya dari kerja melalui LKS. Hasil kerja ini
akan dimiliki pebelajar sebagai pengetahuannya (pengetahuan deklaratif, prosedural),
Selanjutnya pembelajar memberi tugas KLS kelompok yang dikerjakan secara bersama
dalam kelompok. Dari hasil kerja ini, pebelajar selain memperoleh tambahan
pengetahuan deklaratif dan prosedural, juga memperoleh pengetahuan kondisional
yang lebih kompleks, serta kemampuan pengetahuan berpikir tinggi berupa pemecahan
masalah. Dengan adanya kerja sama dalam kelompok ini, pebelajar menemukan
pengetahuan menghargai pendapat orang lain, adanya keterampilan sosial yang
menuju ke sikap demokrasi, dan kemampuan kompetitif.
Dampak instruksional dan dampak pengiring dari pembelajaran matematika
dengan menggunakan model PPKK, secara ringkas dapat dilihat pada gambar berikut:

Penerimaan Penguasaan

31
terhadap keragaman pengetahuan deklaratif
Kemampuan Kompetitif Model
PPKK Penguasan
Keterampilan Sosial pengetahuan prosedural
Sikap demokrasi
Penguasan
Pengetahuan kondisional
Kemampuan Kemampuan Penguasan pengetahuan
Berpikir kritis komunikasi matematika tingkat tinggi
(pemecahan masalah)
Keterangan: Dampak Instruksional
Dampak Pengiring

Gambar 2.2 Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring Model PPKK

3. Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran Dengan Menggunakan Model Ppkk


a) Perencanaan
Satu ciri utama dari pembelajaran matematika dengan model PPKK, yaitu
adanya aktivitas perseorangan dan aktivitas kelompok. Aktivitas perseorangan adalah
aktivitas pebelajar dalam mengerjakan tugas (LKS) secara perseorangan. Dalam
aktivitas ini pebelajar pebelajar (1) mempunyai tanggung jawab pribadi, (2)
mempunyai cara pembelajaran yang khas sehingga berhasil mencapai hasil yang
diharapkan, (3) harus ada usaha belajar sampai tuntas, (4) harus ada variasi dan
sumber belajar yang mendukung, dan (5) apabila menemukan kesulitan pebelajar
dapat meminta petunjuk pembelajar atau mencari dari sumber bacaan lain. Sedangkan
aktivitas kelompok adalah aktivitas pebelajar dalam mengerjakan tugas (LKS) dengan
bekerja sama dalam kelompok, untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Apabila ada
pebelajar mengalami kesulitan, maka pemecahannya harus didiskusikan secara
bersama, tetapi apabila masih mengalami kesullitan, pebelajar boleh meminta
bantuan pembelajar.
Untuk pelaksanaan pembelajaran dengan model PPKK, pembelajar perlu
membuat perencanaan yang mencakup aspek-aspek atau kondisi-kondisi yang dapat
terlaksana secara baik dalam kegiatan pembelajaran. Karena itu pembelajar perlu
membuat perencanaan secara rinci mencakup aspek: (1) tujuan pembelajaran, (2)
aktivitas pebelajar selama kegiatan pembelajaran, (3) perangkat pembelajaran dan
sarana pendukung.
Kegiatan pembelajaran dengan model PPKK menunjukkan aktivitas pembelajar
dan aktivitas pebelajar disusun dalam suatu matriks yang berkaitan dengan sintaks dan
waktu yang diperlukan untuk setiap fase dalam satu pertemuan (2 x 45 menit).
Selanjutnya menyangkut aspek aktivitas pebelajar selama kegiatan pembelajaran
dilakukan dengan mengerjakan tugas LKS, baik tugas perseorangan, maupun tugas
kelompok. Untuk itu pembelajar perlu merencanakan waktu dalam LKS untuk aktivitas
perseorangan dan aktivitas kelompok dengan baik agar dalam satu pertemuan tidak
terjadi waktu lebih banyak dipakai pada satu aktivitas. Sebaiknya waktu aktivitas
pereorangan dan aktivitas kelompok perlu dipertimbangkan secara seimbang, sehingga
variasi aktivitas perseorangan dan aktivitas kelompok dapat berlangsung dengan baik.
Variasi aktivitas perseorangan dan aktivitas kelompok diakhiri dengan kuis pertemuan
(untuk perseorangan).
Untuk melaksanakan pembelajaran dengan model PPKK, pembelajar perlu
merencanakan/mempersiapkan petangkat pembelajaran dan sarana pendukung.
Perangkat pembelajaran yang disiapkan pembelajar selain RP yang disebutkan di atas,
juga diperlukan (1) materi pembelajaran (2) lembar kerja pebelajar (LKS). Materi
pembelajaran dan LKS bersifat saling melengkapi.

32
Selain persiapan perangkat pembelaran tersebut, pembelajar perlu juga
mempersiapkan media (alat bantu) yang mendukung kegiatan pembelajaran. Media
tersebut diharapkan dapat berfungsi menunjang kegiatan pembelajaran. Misalnya,
pada pembahasan Menggambar Kubus dan Balok, agar gambar kubus dan balok dilukis
dengan baik, maka baik pembelajar, maupun pebelajar harus menyiapkan mistar,
jangka dan busur.

b) Pengorganisasian Kelas

Untuk pengorganisasian Kelas, perlu diperhatikan aktivitas pebelajar dalam


kegiatan pembelajaran dengan model PPKK. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang
memfokuskan pada aktivitas pebelajar dapat dihubungkan dengan metode-metode
penyampaian pengajaran yang dikemukakan oleh Kemp, Morrison dan Ross (1994),
yaitu: (1) presentasi kelompok, (2) pembelajaran cara-mandiri dan (3) format
kelompok kecil.
Dengan presentasi kelompok, pembelajar menyampaikan informasi materi ajar
dengan presentasi, menunjukkan (memberi contoh), mendemontrasikan dan
menyajikan dengan jelas. Dalam hal ini pebelajar hanya menerima apa yang
disampaikan pembelajar, komunikasi hanya terjadi satu arah, pebelajar menjadi pasif,
menyimak apa yang disampaikan pembelajar, dan kadang-kadang mencatat
seperlunya. Dalam presentasi kelompok ini, keuntungannya pembelajar lebih mudah
melakukan persiapan, tetapi ada keterbatasannya, yaitu pebelajar kurang aktif
karena, pembelajar lebih banyak bekerja, berbicara dan hampir tidak ada kesempatan
pebelajar bertanya menyangkut ketidakpahaman terhadap materi ajar.
Pembelajaran cara-mandiri atau pembelajaran perseorangan dalam
kenyataannya memerlukan banyak waktu agar pebelajar dapat memahami materi,
mengerjakan, menyelesaikan masalah/soal yang diberikan pembelajar. Di sini para
pebelajar bekerja secara mandiri menurut kemampuan masing-masing. Ciri penting
dalam pembelajaran perseorangan adalah tangung jawab dan cara belajar yang aktif
menuju keberhasilan yang berbasis dan mengarah ke tujuan khusus dengan variasi
aktivitas sesuai dengan sumber-sumber yang tersedia. Dalam pembelajaran
perseorangan ini, masing-masing pebelajar aktif bekerja sendiri, sesuai dengan
kemampuannya.
Dalam pembelajaran perseorangan pebelajar bekerja aktif secara mandiri untuk
mengejar tercapainya tujuan khusus yang telah ditetapkan. Karena masing-masing
pebelajar bekerja sendiri-sendiri, maka hampir tidak ada interaksi antara pembelajar
dan pebelajar atau antara pebelajar dengan pebelajar. Apabila pebelajar mengalami
kesulitan, mereka hanya bertanya pada pembelajar, bukan kepada temanya. Dalam
hal ini pembelajar sebagai fasilisator, membimbing dan mengarahkan pebelajar untuk
memperoleh jawababan, bukan menjawab langsung jawaban pertanyaan pebelajar.
Dalam hal bimbingan pembelajar melakukan kegiatan scaffolding, yaitu suatu taktik
untuk membantu pebelajar dalam zona perkembangan terdekat mereka (Slavin, 1997).
Pembelajaran dengan format kelompok-kecil, pembelajar-pebelajar atau
pebelajar-pebelajar aktif berinteraksi dengan berdiskusi, saling tanya jawab dan
bekerja sama menyelesaikan masalah/soal sacara kolaboratif.

Guru
Keterangan: Garis komunikasi bimbingan/fasilitasi pembelajar terhadap
pebelajar
Garis komunikasi multi arah dalam kerjasama kelompok

33
Gambar 2.3 Pola Iinteraksi Pebelajar-Pebelajar dan Pembelajar-Pebelajar
Dengan format kelompok kecil ini dapat terbentuk sintesis isi materi, karena
ada keikutsertaan secara aktif anggota-anggota kelompok dalam diskusi, berbagi ide
dan pemecahan masalah secara bersama-sama. Namun ada keterbatasan dalam
menimbulkan sintesis isi materi, apabila pebelajar sebagai anggota tidak siap
berpartisipasi mengajukan ide atau tidak siap mengajukan pertanyaan kepada teman
anggota lain.
Dalam pembelajaran dengan model PPKK, pembelajar perlu menguasai
keterampilan mengajar cara perseorangan dan kelompok kecil yang memungkinkan
pembelajar mengelola kegiatan jenis ini secara efektif dan efisien. Dalam hal ini
pembelajar memainkan perannya sebagai: (1) organisator kegiatan belajar mengajar,
(2) sumber informasi bagi pebelajar,
(3) pendorong bagi pebelajar untuk belajar, (4) penyedia materi dan kesempatan
belajar bagi pebelajar, (5) pendiagnosa dan pemberi bantuan kepada pebelajar
sesuai dengan kebutuhannya, (6) peserta kegiatan yang punya hak dan kewajiban
seperti peserta lainnya (Wardani, 1997).
Dalam kegiatan pembelajaran dengan model PPKK, ada aktivitas perseorangan
dan aktivitas kelompok. Karena itu Kelas harus dikelola sedemikian rupa sehingga
aktivitas perseorangan dapat berlangsung dan juga aktivitas kelompok dapat
berlangsung. Pengorganisasaian Kelas harus sesuai dengan sintaks model PPKK yang
berupa fase-fase dalam satu RP atau satu kali tatap muka di Kelas. Dalam fase-fase ini
mungkin terjadi pebelajar dapat bekerja secara mandiri (aktivitas perseorangan), dan
dapat pula bekerja bersama-sama dalam kelompok kecil (aktivitas kelompok). Pada
saat pebelajar bekerja secara mandiri, pembelajar perlu mempersiapkan sarana
pendukung berupa sumber materi yang memadai sebagai pendukung aktivitas
perseorangan. Pada saat pebelajar bekerja sama dalam kelompok, pembelajar perlu
memperhatikan, agar tidak terjadi ada pebelajar yang mendominasi, ada pebelajar
yang pasif (tidak aktif berdiskusi), atau pebelajar berdiskusi hal-hal di luar tugas
(pebelajar harus selalu berada dalam tugas). Sehingga hasil kerja sama secara
kolaboratif ini harus bermakna bagi pebelajar secara pribadi. Artinya seorang
pebelajar melalui kerja sama dalam kelompok kecil dapat belajar dari teman-
temannya dan mengambil makna pengetahuan yang diperolehnya.

c) Penanganan Situasi Aktivitas Pebelajar


Selama kegiatan pembelajaran dengan model PPKK, terutama dalam fase 2 dan
fase 3, pembelajar perlu menangani permasalahan yang muncul selama aktivitas
pebelajar agar aktivitas pebelajar baik aktivitas pereorangan, maupun aktivitas
kelompok dapat berjalan.
Aktivitas perseorangan
Selama akivitas perseorangan, pebelajar tidak berinteraksi dengan temannya,
karena itu pembelajar dalam memberikan presentasi dan demonstasi harus jelas, tidak
perlu terlalu lama berada di depan, tetapi pembelajar perlu berada di tangah-tengah
pebelajar mengontrol aktivitas kerja pebelajar, terutama aktivitas selangkah demi
selangkah untuk pemahaman pengetahuan prosedural, memberikan dorongan,
bimbingan, fasilitasi, dan membangun semangat pebelajar untuk bekerja semaksimal
mungkin sesuai dengan kemampuan mereka. Hal ini perlu dilakukan, karena apabila
pebelajar dibiarkan bekerja sendiri, maka bagi pebelajar yang tidak disiplin diri dan
kurang mampu, akan melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan tugas atau hanya
diam, dan bagi pebelajar yang maju dengan pesat akan bingung setelah menyelesaikan
tugasnya, karena tidak ada tugas lain (pengayaan) yang diberikan pembelajar. Mereka
tidak melakukan aktivitas sesuai dengan tugas (on task), tetapi melakukan aktivitas di
luar tugas yang diberikan (off task).
Aktivitas kelompok
Selama aktivitas kelompok, pebelajar harus bekerja sama dalam kelompoknya,
karena itu pembelajar perlu memperhatikan kegiatan pebelajar selama aktivitas
kelompok. Aktivitas kelompok perlu diperhatikan, karena mungkin ada pebelajar yang

34
sangat mendominasi dalam kelompok, dan mungkin ada pebelajar yang hanya diam
tidak berbuat sesuatu, tetapi hanya menerima hasil sebagai hasil bersama. Dalam
kondisi seperti ini pembelajar perlu mengingatkan kelompok agar selama akivitas
kelompok, semua pebelajar harus bekerjasama, harus aktif berperan dalam kelompok,
membarikan masukkan, dan harus selalu berada dalam tugas (on task).
Selama aktivitas perseorangan maupun kativitas kelompok, pembelajar
senantiasa berada di tengah-tengah pebelajar, memberikan dorongan, mambantu,
mamfasilitasi, membangun semangat untuk bekerja dan umpan balik segera agar
tercapai tujuan yang diharapkan. Dalam keadaan ini, mungkin terjadi pebelajar secara
mandiri akan bersusaha dengan sungguh-sungguh ingin bersaing dengan temannya, dan
menunjukkan hasil kerja terbaiknya. Dalam menghadapi ini pembelajar hanya perlu
mengarahkan agar pebelajar bekerja dengan tenang dan tidak tergesa-gesa, sehingga
hasil yang dicapai akan cermat dan rapih.
Walaupun pembelajaran dengan model PPKK ini menekankan pada kegiatan
yang berpusat pada pebelajar, tetapi peran pembelajar tidak dapat diabaikan begitu
saja. Dalam hal ini peran pembelajar melakukan aktivitas bukan sebagai pengelola
atau pemimpin dalam kegiatan pengajaran yang hanya mengarahkan, menyampaikan
materi (komunikasi satu arah) atau menghukum jika ada pebelajar yang berbuat
kesalahan, tetapi pembelajar dalam hal ini sebagai fasilitator, penasehat, konsultan
pemberi motivasi dengan bertanya atau mengkritik dan selanjutnya memberikan
pertolongan untuk mencari solusinya, pembelajar bertindak aktif dan bersahabat.
Dalam hal ini pembelajar perlu campur tangan apabila:
Dalam Aktivitas Perseorangan: (a) ada pebelajar yang mengerjakan tugas lain, (b)
ada pebelajar yang diam saja, (c) ada pebelajar yang mengganggu, dan (d) ada
pebelajar yang tidak menguasai permasalahan/soal.
Dalam Aktivitas Kelompok: (a) ada pebelajar yang terlalu mendominasi kelompok, (b)
ada pebelajar yang tidak aktif dalam kelompok, (c) ada kelompok terbenam (artinya
kelompok yang pasif, diam), (d) ada kelompok yang kerjanya mengganggu kelompok
lain, dan (e) ada anggota kelompok yang tidak menguasai permasalahan atau objek
matematika yang dibahas.

d) Operasional Pelaksanaan Pembelajaran dengan Model PPKK


Dengan kegiatan pebelajar melalui aktivitas perseorangan dan aktivitas
kelompok, dan memperhatikan metode penyampaian pengajaran yang dikemukakan
oleh Kemp dkk di atas, pembelajaran dengan model PPKK dilakukan dengan strategi
pembelajaran sebagi berikut:
Kegiatan Awal
Fase 1. Pembukaan/Pengantar
Kegiatan Inti
Fase 2. Informasi, Demonstrasi, dan Aktivitas Perseorangan
Fase 3. Informasi dan Aktivitas Kelompok
Fase 4. Kuis Evaluasi
Kegiatan Akhir
Fase 5. Penutup (lihat sintaks pada Tabel 2.1 halaman 12)
Operasional pembelajaran dengan model PPKK berdasarkan strategi di atas dan
memasukkan gagasan Ki Hajar Dewantara dilakukan sebagai berikut:
Kegiatan awal
Fase 1
Pembelajar membuka pelajaran, membagi materi pembelajaran,
menyampaikan/ menulis pokok bahasan, menyampaikan TPK. Pembelajar
menyampaikan latar belakang pentingnya pelajaran, pengetahuan prasyarat.
Pembelajar membentuk kelompok-kecil (2-4 orang). Pembelajar menjelaskan Model
PPKK dalam pembelajaran yang diawali dengan presentasi kelompok-menyeluruh
(seluruh pebelajar dalam Kelas) untuk memberikan pengetahuan dasar untuk
pemahaman pengetahuan selanjutnya, dan penjelasan tentang aktivitas/kegiatan
kerja perseorangan dan kerja kelompok, yang artinya adalah (1) pada saat

35
mengerjakan LKS mandiri, pebelajar bekerja sendiri, dan apabila mengalami kesulitan
pebelajar bertanya hanya kepada pembelajar, bukan pada temannya, (2) pada saat
mengerjakan LKS kelompok, pebelajar bekerja sama mencari penyelesaian, dengan
berdikusi, tanya jawab sesama anggota kelompok,dan menyepakati hasil akhir sebagai
hasil kerja kelompok yang diakui bersama. Pengakuan kebenaran penyelesaian
matematika ini harus berdasarkan argumentasi konsep dan algoritma yang benar dalam
matematika. Apabila seluruh anggota kelompok tidak dapat menemukan jawabannya,
pebelajar dapat meminta bantuan kepada pembelajar, dan pembelajar memberikan
petunjuk seperlunya. Selain meminta bantuan kepada pembelajar, pebelajar dapat
pula meminta bantuan kepada teman pada kelompok lain dengan tidak mengganggu
aktivitas kelompok mereka.
Pembelajar memberikan motivasi kepada pebelajar untuk belajar misalnya
dengan memberikan contoh-contoh konkrit yang pernah dilakukan oleh para ahli
terdahulu yang berkaitan dengan materi pelajaran yang akan dipelajari. Selanjutnya
sebelum masuk ke kegiatan inti (fase 2, 3, dan 4), pembelajar membagi berkas LKS
(Lembar Kegiatan Pebelajar) dan LKP (Lembar Kuis Pebelajar).
Pembentukan kelompok dilakukan dilakukan berdasarkan tempat duduk
terdekat (2-4 orang) pada saat pertemuan pertama, dan untuk pertemuaan
selanjutnya, pada saat aktivitas kelompok di kegiatan inti, pebelajar bekerja menurut
kelompok yang telah ditentukan sebelumnya. Demikian pula penjelasan tentang
kegiatan pebelajar, pada saat aktivitas perseorangan, pembelajar hanya mengingatkan
pebelajar untuk masuk dalam aktivitas perseorangan, dan pada saat aktivitas
kelompok, pebelajar masuk dalam aktivitas kelompok. Kelompok model PPKK tidak
harus heterogen seperti pada kelompok kooperatif.
Kegiatan Inti
Fase 2
Pembelajar memberikan informasi dan contoh-contoh menyangkut
pengetahuan dasar untuk seluruh Kelas. Pembelajar menginformasikan materi
pengetahuan deklaratif dengan jelas, dan demonstrasi pengetahuan prosedural
selangkah demi selangkah yang dikuti oleh pebelajar (terutama menyangkut
keterampilan kinestetik misalnya menggambar bangun geometri, pembelajar perlu
memeriksa setiap langkah yang dibuat pebelajar).
Pada fase 2 ini, ada interaksi antara pembelajar-pebelajar yang menunjukkan
pola hubungan pembelajar-pebelajar, pembelajar di depan memberi contoh, tidak
hanya berupa contoh-contoh soal dengan penyelesaian tetapi juga contoh-contoh sikap
perilaku pembelajar dalam hal penampilan dan tutur kata yang menimbulkan kesan
baik yang dapat diikuti oleh pebelajar kelak. (ing ngarsa sung tulada), dan pebelajar
memperhatikan contoh dan mengerjakan LKS perseorangan menurut contoh
pembelajar. Di sini terjadi interaksi pembelajar-pebelajar, pembelajar bertindak
sebagai model dan pebelajar meniru apa yang diperbuat pembelajar. Dalam
mengerjakan kerja perseorangan ini, dapat terjadi kompetitif antar pebelajar untuk
menunjukkan hasil terbaiknya.
Pada fase 2 ini, pembelajar meminta pebelajar untuk mengerjakan LKS
perseorangan yang harus dikerjkan pebelajar secara mandiri (LKS kelompok jangan dan
LKP dibuka). Jika pebelajar mengalami kesulitan mengerjakan LKS perseorangan
mereka dapat mencari dari buku pegangan (paket) mereka atau dari materi
pembelajaran yang dibagikan, dan mereka hanya meminta bantuan kepada pembelajar
bukan kepada temannya. Hal ini ditegaskan, karena selama aktivtas perseorangan,
masing-masing pebelajar harus menyelesaikan tugas mandirinya. Jika selama
menyelesaikan tugas mandiri ini mereka membantu pebelajar lain, maka kemungkinan
tugasnya tidak terselesaikan. Selain itu, jika selama aktivitas perseorangan pebelajar
sudah diberi kesempatan untuk meminta bantuan kepada temannya, maka mereka
akan cenderung untuk kerjasama terus dengan temannya. Jika hal ini terjadi, maka
model PPKK yang menekankan adanya aktivitas perseoangan dan aktivitas kelompok
tidak berjalan.
Karena itu selama aktivitas perseorangaan, pembelajar mengontrol,
membimbing, membantu pebelajar yang mengalami kesulitan, memeriksa kerja

36
pebelajar dan memberi umpan balik. Karena sudah timbul kesan umum bahwa
matematika itu mata pelajaran yang sulit dan menakutkan, maka pada kegiatan ini
pembelajar perlu bersikap penuh kasih sayang sehingga timbul kesan dari para
pebelajar bahwa pembelajar matematikanya baik yang akhirnya membuat para
pebelajar terkesan dan timbul minat (termotivasi) dan senang belajar matematika.
Dalam hal ini pembelajar berdiri di depan memberi contoh dan teladan, sebagai
kegiatan ing ngarsa sung tulada. Juga pembelajar berada di tengah-tengah pebelajar
membangun semangat, swakarsa untuk bekerja, sebagai kegiatan ing madya mangun
karsa.
Fase 3
Pembelajar mengimformasikan masalah (dalam LKS kelompok) yang harus
dikerjakan pebelajar secara bersama dalam kelompok (LKS kelompok dibuka, LKS
perseorangan ditutup, dan jugaLKP masih belum dibuka), pebelajar menerima masalah
didiskusikan bersama dalam aktivitas kelompok untuk memperoleh jawaban. Dalam
kegiatan ini pebelajar membuka LKS kelompok (LKP tetap ditutup), pebelajar
melakukan interkasi ‘internal’ dalam dirinya, dan interaksi ‘eksternal’ dengan teman
dalam kelompok. Interaksi ‘internal’ merupakan pemrosesan informasi yang masuk dan
pemanggilan kembali informasi untuk membentuk skema baru yang disimpan kembali
di dalam memori jangka panjang. Interaksi ‘eksternal’ merupakan proses sosial dalam
kegiatan kerjasama dengan anggota kelompok, saling berdiskusi, tanya jawab dinamika
kelompok, dan menyepakati hasil akhir sebagai hasil kerja kelompok yang diakui
bersama. Pengakuan kebenaran penyelesaian matematika harus berdasarkan
argumentasi konsep dan algoritma yang benar dalam matematika. Apabila seluruh
anggota kelompok tidak dapat menemukan jawabannya, pebelajar dapat meminta
bantuan kepada pembelajar, dan pembelajar memberikan petunjuk, fasilitas
seperlunya, dan mangajukan pertanyaan yang membuka wawasan, pembelajar tidak
langsung memberikan jawaban soal/masalah. Di sini pembelajar mengikuti,
mengontrol, memfasilitasi, dan mengarahkan pada kerja tugas kelompok. Dalam kerja
tugas kelompok ini, dapat terjadi pebelajar bekerja sama berdiskusi untuk
mendapatkan hasil bersama, dapat pula sisa bekerha sendiri-sendiri dalam kelompok,
dan hasilnya dapat dipertangung-jawabkan. Di sini juga pembelajar berada di tengah
sebagai ing madya mangun karsa. Akhirnya pembelajar berada di belakang memberi
dukungan atau dorongan kepada pebelajar untuk bekerja dan
mempetanggungjawabkan hasilnya, sebagai kegiatan tut wuri handayani. Ketika
pembelajar berada di tengah membangun semangat dan di belakang memberi
dorongan, mungkin terjadi para pebelajar bekerja sama saling mengisi atau mungkin
terjadi para pebelajar berkompetisi menunjukkan kemampuannya.
Sebagai contoh, pada pembahasan Menggambar Bangun Ruang Kubus dan Balok.
Pada fase 2, pembelajar meminta pebelajar mengerjakan LKS perseorangan, yaitu
menggambar kubus dengan panjang rusuk 6 cm. Pembelajar mendemonstrasikan
selangkah demi selangkah cara menggambar kubus, yang langsung diikuti aktivitas
perseorangan, yaitu pebelajar menggambar kubus dalam LKS perseorangan. Di sini
terjadi pemodelan dan pengimitasian. Pada fase 3, pembelajar meminta pebelajar
mengerjakan LKS kolompok, yaitu menggambar balok ABCD.EFGH dengan panjang 8
cm, lebar 6 cm, dan tinggi 4 cm, bidang frontal ABFE, sudut surut 30 0 dan
perbandingan proyeksi ½. Di sini pebelajar masuk dalam aktivitas kelompok untuk
diskusi langkah-langkah menggambar balok. Pada saat diskusi langkah-langkah
menggambar balok, pebelajar memproses langkah-langkah menggambar kubus menjadi
langkah-langkah menggambar balok. Karena ukuran rusuk balok tidak sama, tentu
posisi gambar yang akan dibuat juga mungkin akan berbeda, dengan kemungkinan-
kemungkinan panjang: AB = 8 cm, AB = 6 cm, atau AB = 4 cm.
Ketika menghadapi masalah/soal menggambar balok pada LKS kelompok di
atas, pebelajar tentu melakukan proses interaksi ‘internal’ dalam dirinya, yaitu masuk
informasi masalah menggambar balok, sedangkan dalam memori sudah ada langkah-
langkah menggambar kubus. Di sini terjadi proses akomodasi, karena adanya
penstrukturan kembali, membentuk struktur langkah-langkah menggambar balok
berdasarkan struktur langkah-langkah menggambar kubus yang diketahui sebelumnya

37
pada pengerjaan LKS perseorangan. Pada saat yang sama, pebelajar juga melakukan
interaksi ‘eksternal’ dengan teman-teman dalam kelompok untuk menyepakati
kemungkinan panjang rusuk AB yang dipilih atau berkompetisi dengan membuat
gambar yang lain dari teman-temannya.
Fase 4
Pembelajar meminta pebelajar untuk mengerjakan kuis dari LKP secara mandiri
(LKS perseorangan danLKS kelopok ditutup) untuk mengevaluasi hasil belajar.
Pembelajar mengontrol pebelajar mengerjakan kuis .
Penutup
Fase 5
Setelah kuis dikerjakan, pembelajar mengumpulkan berkas LKS dan LKP.
Akhirnya pembelajar memberikan tugas (PR) perseorangan atau kelompok dari berkas
materi pembelajaran atau dari buku sumber lainnya.

e) Evaluasi
Evaluasi pembelajaran dengan model PPKK tidak semata-mata berupa evaluasi
pada akhir kegiatan pembelajaran yang dilakukan melalui tes hasil belajar (THB),
tetapi evaluasi sudah dilakukan selama kegiatan pembelajaran.
Evaluasi selama kegiatan pembelajaran dilakukan melalui pengamatan dalam
aktivitas perseorangan dan aktivitas kelompok. Pengamatan dilakukan untuk
melihat/mencek terhadap sikap dan keterampilan menyelesaikan tugas, terutama
keterampilan kinestetik . Untuk mengetahui hasil belajar dari waktu ke waktu pada
setiap pertemuan diberikan kuis melalui LKP, dan pada akhir setiap satu pokok
bahasan dilakukan tes hasil belajar (THB) untuk mengetahui ketuntasan belajar materi
pokok bahasan pada akhir cawu/semester. Selain evaluasi melalui LKP, evaluasi dapat
dilakukan melalui LKS perseorangan dan LKS kelompok yang disatukan menjadi satu
berkas dengan LKP. Setiap berkas LKS dan LKP dalam satu pertemuan diperiksa untuk
melihat perkembangan kemampuan dan pemahaman dari waktu ke waktu (dari
pertemuan satu ke pertemuan berikutnya).
Hasil penilaian LKS dan LKP dapat disajikan dalam tabel seperti contoh berikut:

Tabel 2.8
Contoh Tabel Nilai LKS (perseorangan dan kelompok) dan LKP
Mata Pelajaran :
Pokok Bahasan :
Kelas/Semester :
Tahun Pelajaran:
    LKS Perseoranan LKS Kelompok   Kuis Perseorangan
Kelompok Nama Pertemuan ke- Pertemuan ke-   Pertemuan ke-  
Pebelajar
    1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
I Ahmad                                          
  Parjoko                                          
  Dst.                                          
II Barjo                                          
  Ribka                                          
  Dst.                                          
Dan                                            
seterusnya
                                           
SOAL LATIHAN 2

I. BERIKAN CONTOH APLIKASI MODEL PEMBELAJAAN DALAM PEMBELAJARAN OBJEK


MATEMATIKA BERIKUT DI SEKOLAH DASAR
1. FAKTA MATEMATIKA

38
2. KETERAMPILAN MATEMATIKA
3. KONSEP MATEMATIKA
4. PRINSIP MATEMATIKA

II. BERIKAN CONTOH RPP APLIKASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA


PEMBELAJARAN OBJEK MATEMATIKA SESUAI DENGAN TIPE-TIPE PEMBELAJARAN
KOOPERATIF BERIKUT:
1. STAD
2. ROUND TABLE
3. THINK-PAIR-SHARE

III BERIKAN CONTOH RPP APLIKASI MODEL PPKK DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
SESUAI KTSP
1. PEMBELAJARAN OPERASI PECAHAN, 2. PEMBELAJARAN GEOMETRI

DAFTAR PUSTAKA

Arends, Richard I. 2001. Learning to Teach. Mac Graw Hiil, Boston


Eggen, Paul, dan Kauchak, Donald, P. 1988. Strategies for Teacher, Teaching and
Thinking Skill. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Gagne, Robert, M. 1977. The Conditions of Learning. Holt, Rinehart & Winston, New
York.
Gagne, Robert, M, and Briggs 1979. Principle of Instructional Design. Holt, Rinehart
& Winston,
Ibrahim Muslimin, Fida Rachmadiarti, Nur Mohamad, dan Ismono. 2000. Pembelajaran
Kooperatif. University Press. UNESA, Surabaya.
Idris Zahara. 1983. Dasar-Dasar Kependidikan. Angkasa, Bandung.
Iskandar, Soewarno, Mandalika, Sugijono, Sardjono Petrus, Sidarta Imam, Rahayu Siti,
Walojo, Sudjono Hermadi, Sawardi, Sukardi, Wagiyo, Suparno, Endang, Gimo,
Djumardi, Soeprajitno, Busri Hasan, Wahida, Lamijan, Sutinah, Dasirah,
Sutjiarti, Ponidjo, Subino, Karti Suharto. Ernowo, dan Barto. 1995. Belajar
dan Pembelajaran I. University Press. UNESA, Surabaya.
Jaeng Maxinus. 2004. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Sekolah
dengan Cara Perseorangan dan Kelompok Kecil. Disertasi tidak diterbitkan.
Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya, Surabaya.
----------------------. 2002. Pembelajaran Geometri Dimensi Tiga dengan Kelompok
Kecil dan Perseorangan. Makalah mata kuliah Seminar pada program
Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya
Johnson David, W. and Johnson Frank, P. 1982. Joining Together. Group Theory and
Group Skill. Prentice Hall, Inc. Englewood Chiffs, New York.
Lundgren, Linda. 1994. Cooperative Learning In The Science Classroom. GLENCOE
McGraw Hill, New York.
Soedjadi, R. 2000a. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Konstalasi keadaan
masa kini menuju harapan masa depan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Masional, Jakarta.
---------------. 2000b. Pemanfaatan Realitas dan Lingkungan dalam Pembelajaran
Matematika. Makalah yang disampaikan pada seminar RME Februari 2000 di
UNESA, Surabaya

39
BAB III
PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Pendekatan pembelajaran ini sifatnya heuristik, yaitu menyeluruh dan bersifat


global yang dapat dilakukan secara induktif atau secara dekuktif, misalnya pendekatan
proses, pendekatan kontektual atau realistik, pendekatan individual, pendekatan
kelompok, dan sebagainya. Strategi menyangkut perencanaan, pelaksanaan dan
asesmen atau evaluai. Dalam pelaksanaan pembelajaran, tentu pembelajar harus
memilih metode yang sesuaai (satu atau lebih). Misalnya metode ceramah, tanya
jawab, diskusi, dan sebagainya. Untuk mendapatkan respons yang baik dari pebelajar,
pembelajar perlu melakukan teknik dengan mimik tertentu dan penguatan yang
mendapat taanggapan dari positif pebelajar. Dengan mimik dan penguatan mungkin
masih ada pebelajar yang belum memberikan resons atau belum termotivasi. Untuk itu
pembelajar perlu menggunakan taktik dengan membuat variasi aktivitas dalam
kegiatan pembelajaran. Akhirnya penampilan siasat yang jitu, biasanya dilakukan
secara spontan dan muncul dari pengalamaan seorang pembelajar. Misalnya bertanya
spontan dan memberikan reaksi yang cepat.
Pendekatan pembelajaran adalah arah atau kebijaksanaan yang ditempuh
pembelajar dan pebelajar dalam mmencapai tujuan pembelajaran dilihat dari
bagaimana materi itu disajikan. Misalnya, untuk menanamkan pengertian 2  4 = 8
dapat digunakan pendekata himpunan atau dapat pula digunakan pendekatan
pengukuran oleh pembelajar untuk menjelaskan konsep tersebut (dengan mengingat
konsep perkalian adalah penjumlahan berulang).
Dengan Pendekatan himpunan dilakukan sebagai berikut:

2  4 = 4+ 4 =

  @ @  @ @
   @ @ =   @ @

4 + 4 = 8

4+4=24=8

Dengan Pendekatan pengukuran (garis bilangan) dilakukan sebagai berikut:

2  4 = 4 satuan + 4 satuan = 8 sartuan

40
4 satuan
4 satuan

               
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

4+ 4 = 2  4 = 8

Dalam belajar matematika, pebelajar dihadapkan pada suatu masalah. Masalah


tersbut masuk dalam memori kerja (memori janka pendek), selanjutnya di memori
kerja ini informasi (masalah) yang masuk tersenut diolah, dipecahkan dengan
mengkaitkan informasi yang sudah dimiliki pebelajar dalam memori jaangka panjang.
Hasil olahan/pemecahan ini adalah hasil penalaran yang akan dikeluarkan sebagai
suatu argumentasi (jawaban) terhadap maasalah yang diterima. Dalam hal ini
penalaran merupakan suatu proses berpikir yang dilakukan oleh pebelajar dengan
suatu cara tertentu berdasarkan premis-premis (apa yang diketahui dari masalah yang
dihadapi) dan ditutun secara runtun sampai pada penarikan kesimpulan. Kegiatan
penalaran untuk menarik kesimpulan pada umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu
penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif, yaitu kesimulan yang
boleh jadi bersifat umum yang ditarik dari kasus-kasus atau hal-hal yang bersifat
khusus atau individual. Penalaraan deduktif, yaitu kesimpulan yang ditarik dari suatu
pernyataan (premis) yang bersifat umum, atau suatu hal telah berlaku secara umum,
tentu pasti berlaku secara khusus.
Walaupun objek matematika abstrak dan penalarannya bersifat deduktif, dalam
pembelajaran di pendidikan dasar, pembelajar sebaiknya menggunakan pola penalaran
induktif dan selanjutnya harus dilakukan secara deduktif
Berikut ini diberikan contoh dua pendekatan dalam pembelajaran maatematika
yang berkaitan dengan penalaran, yaitu:

A. Pendekataan Induktif
Pengetahuan dapat diperoleh melalui akal (pengetahuan rasional, misalnyaa
matematika) atau melalui percobaan (pengetahuahn empiris). Untuk mendapat
pengetahuan melalui akal digunakan penalaran deduktif dan untuk mendapatkan
pengetahuan melalui percobaan digunakan penalaran induktif.
Pada dasarnyaa matematika merupakan suatu pengetahuan yang didasarkan
atas akal semata (rasio) yang berhubungan dengan hal-hal yang abstrak (karena
sesungguhnya objek matematika adalah hal-hal yang abstrak). Hal ini mungkin
bertentangan dengan sejarah, bahwa matematika ditemukan dari hasil pengamatan,
pengalaman dan dikembangkan dengan analogi dan coba-coba.
Karena matematika adalah pengetahuan deduktif, seharusnya pembelajaran
mateatika menggunakan pendekatan deduktif. Namun ahli pendidikan matematika
menyadari bahwa pebelajar-pebelajar di tingkat pendidikan dasar masih sulit
menggunakan rasio/akal semata dalam dalam belajar matematika dengan
pendekataan deduktif. Berdasarkan pertimbangan ini, pembelajar dalam pembelajaran
matematika sebaiknya menggunakan pendekatan induktif. Berdasarkan penalaran
induktif, sekarang dikembangkan suatu pendekatan pembelajaran matematika untuk
pebelarar tingkar SD, yaitu pendekaran realistik berdasarkan situasi nyata yang
dihadapi anak-anak di lingkungannya (yang dikenal dengan Pembelajaran Matematika
Realistik).
Pendekatan induktif yang dilakukan dari pengalaman dan pengamatan tidak
dapat menjamin kesimpulan secara umum, tetapi hanya cenderung berlaku untuk
banyak kasus. Dalam matematika formal, penalaran infuktif yang dapat diterima
adalah induksi lenkap atau induksi matematika.
Contoh, Mencari Kelipatan persekutuan terkecil (KPK)
1.a. Cari KPK dari 6 dan 8
Jawab:

41
Himpunan kelipatan dari 6 adalah: A = {6, 12, 18, 24, 30, 36, 42, 48, . . . }
Himpunan kelipatan dari 8 adalah: B = {8, 16, 24, 32, 40, 48, . . . }
Himpunan kelipatan persekutuan 6 dan 8 adalah: A  B = {24, 48, 72, . . . }
Anggota terkecil dari A  B adalah 24.
Jadi KPK (6,8) = 24
1.b. Cari KPK dan 4, 5, dan 10
Jawab:
Himpunan kelipatan dari 4 adalah: A = {4, 8, 12, 16, 20, 24, 28, 32, 36, 40, . . . }
Himpunan kelipatan dari 5 adalah: B = {5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, . . . }
Himpunan kelipatan dari 10 adalah: C = {10, 20, 30, 40, 50, . . . }
Himpunan kelipatan persekutuan 4, 5 dan 10 adalah: A  B  C = {20, 40, . . . }
Anggota terkecil dari A  B  C adalah 20.
Jadi KPK (4,5,10) = 20
Kesimpulan:
Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) dari beberapa biolangan adalah
bilangan asli terkevil yang merupakan kelipatan [ersekutuan dari bilangan-
biolangan itu.

B. Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif berdasar pada penalaran deduktif. Pendekatan deduktif
merupakan cara berpikir untuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum
menjadi kasus yang khususs. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya
menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme. Silogisme terdiri dari dua macam
pernyataan yang benar sebagai premis atau hipotessis (mayor dan minor), dan sebuah
kesimpulan. Perhatikan pernyataan berikut:
Jika dua pasang sudut dari dua segiriga sama besar, maka pasangan yang ketiga juga
sama.
Silogisme yang berhubungan dengan pernyataan tersebut adalah:
Premis mayor: Jumlah ketiga sudut segitiga adalah 1800.
Premis minor : Dua pasang sudut dua segitiga sama besar
Kesimpulan: pasangan sudut ketiga dua segiriga itu sama besar.

Berdasarkan macam premis, kebenaran kesimpulan pada penalaran deduktif


sifatnya pasti, sedangkan kebenaran kesimpulan berdasarkan pada penalaran induktiff
sifatnya boleh jadi (mungkin),
Contoh 1, Mencari Faktor Persekutuan Terbesar (FPB)
Pernyataan (sebagai definisi)
Faktor persekutuan terbesar (FPB) dari beberapa bilangan adalah sebuah bilangan asli
paling besar yang merupakan faktor perekutuan dan semua bilangan faktor itu”.
Cari FPB dari 24 dan 36
Jawab:
Himpunan faktor dari 24 adalah: A = {1, 2, 3, 4, 6, 8, 12, 24}
Himpunan faktor dari 36 adalah: B = {1, 2, 3, 4, 6, 12, 18, 36}
Himpunan faktor persekutuan 24 dan 36 adalah: A  B = {1, 2, 3, 4, 6, 12}
Anggota terkecil dari A  B adalah 12.
Jadi FPB (24,36) = 12
Keterangan:
Silogisme dari argument di atas:
Premis mayor: Definisi FPB di atas,
Premis minor: Diketehi dua bilangan 24 dan 36
Kessimpulan : FPB dari 24 dan 36 adalah 12
Contoh 2. Pemakaian teorema Phytagoras.
Teorema:
“Pada suatu segitiga siku-siku, kuadrat sisi miring (hipotenusa) sama dengan jumlah
kuadrat sisi-sisi siku-sikunya”.

42
Diketahui sebuah segitiga siku-siku, sisi miring (hipotenusa) dan satu sisi siku-
sikunya berturut-turut 13 cm dan 5 cm. Berapa panjang sisi yang lain.
Jawab:
Misalan segitiga tersebut adalah  ABC, siku-siku di A. Silogismenya:
Premis mayor: a2 = b2 + c2
Premis minor: a = 13 cm dan b = 5 cm.
Kesimpulannya: c = 5 cm
Cara memperoleh kesimpulan:
a2 = b2 + c2
132 = 52 + c2  169 = 25 + c2  c2 = 169 - 25
c2 = 144  c = + 12
Karena c merupakan panjang sisi segitiga, nilai – 12 tidak dipakai, dan yang dipakai
adalah c = 12.
Argumentasi penalaranya:
Premis mayor: Pada segitiga siku-siku, kuadrat sisi hipotenusa sama dengan jumlah
kuadrat sisi-sisi siku-sikunya.
Premis minor: Pada sebuah segitiga siku-siku, panjang sisi hipotenusa adalah 13 cm,
panjang satu sisi siku-sikunya adalah 5 cm.
Kesimpulan : Panjang sisi siku-siku yang lain adalah 12 cm.

C. Kombinasi pendekatan Induktif dan Deduktif


Dalam kegiatan pembelajaran matematika sekolah, pembelajar perlu
memperhatikan tingkat intelektual pebelajar. Di tingkat pendidikan dasar, terutama di
sekolah dasar (SD), pembelajaran matematika lebih banyak menggunakan pendekatan
induktif. Pendekatan yang berorientasi pada penalaran induktif yang mulai
dikembangkan pada akhir abad 20 dan awal abad 21 sekarang adalah pendekatan
pembelajaran matematika realistik. Sedangkan ditingkat .lanjut (SMP), sudah mulai
dikurangi pendekatan induktif, dan digeser ke pendekatan deduktif. Namun dalam
beberapa hal pembelajar dapat menggunakan kombinasi pendekatan induktif dan
deduktif..

D. Pendekatan Realistik

Pendekatan pembelajaran induktif biasanya diawali dari hal-hal yang bersifat


kasus khusus. Hal ini sejalan dengan pendekatan relaistik dalam pembelajaran
matematika yang menekankan bahwa aspek aplikasi adalah penting. Pembelajaran
matematika realistik bertolak dari masalah-masalah yang kontekstual, dari sana
pebelajar membahas dan mematematikakan (menerjemahkan ke dalam bahasa
matematika) masalah tersebut, kemudian menyelesaikan secra matematis. Dengan
demikian pembelajaran matematika reaalistik dilakukan dalam proses berikut:

Matematisasi
Horisontal
Masalah M M
Enaktif A A
T T
E E
Kontekstual M Matematisasi M
Ikonik A
A Vertikal
T T
I I
Realistik Simboli K K
k A A

Interpretasi
Interpretasi

43
Kombinasi pendekatan pembelajaran matematika secara induiktif dan deduktiff
akan mengarahkan pebelajar ke pada empat tipe pembelajaran matematika
berdasarkan intesitas matematisasinya yang disajikan pada tabel berikut:
Tabel 1. Hubungan Tipe Pendekatan Pembelajaran Matematika dan Matematisasi

Tipe Horisontal Vertikal


Mekanistis - -
Empiristis + -
Strukturalistis - +
Realistis + +

Sumber: Yuwono, 2000.

Contoh 3. Pendekatan realistik dalam pembelajaran matematika


Perhatikan kasus yang ditemukan oleh Marpaung di sutau sekolah dasar di Yogyakarta.
Kasus I: Kalau kepada pebelajar kelas III SD diberi soal 256 + 369, maka pada umumnya
pebelajar tidak mengalami kesulitan menyelesaikannya. Mereka akan melakukan
penjumlahan bersusun ke bawah sebagai berikut:
11
256
369 +
625
Selanjutnya mereka menjelaskan: 6 ditambah 9 sama dengan 15, ditulis 5, dan 1
disimpan, 5 ditambah 6 sama dengan 11, ditambah 1 (yang disimpan) menjadi 12.
Ditulis 2 dan disimpan 1, selanjutnya 2 ditambah 3 sama dengan 5, ditambah 1 sama
dengan 6. Jadi hasilnya 625. Kalau mereka ditanya: “ mengapa lambang bilangan 1
yang disimpan dari penjumlahan 6 dan 9 di letakkan di atas angka 5?, mereka tidak
menjawab. Hal yang sama dengan lambang 1 di atas 2 yang disimpan dari
penjumlahan 1 ditambah 5 ditambah 6. Mereka juga tidak dapat mejawab pertanyaan
tentang apa arti ‘disimpan’ dalam penjelasan mereka.
Belajar seperti ini yang disebut dengan belajar secara mekanistik. Mereka
mengerjakannya mengikuti apa yang dilakukan pembelajar tanpa mengerti alasannya.
Ah, mengapa matematika negitu sulit?
Kasus II: Kepada pebelajar diajukan soal sebagai berikut: “ Seorang pedagang buah-
buahan menyusun buah salak dagangannya seperti pada gambar di bawah ini:


 
  
   
  
 

Berapa banyak salak pondoh yang akan dijual?. Yang penting adalah cara kamu
menghitung hasilnya.
Pada umumnya pebelajar memberikan jawabaan 16 dengan relatif cepat. Tetapi
ketika mereka diminta menjelaskan bagaimana mereka memperoleh hasil itu, suasana
menjadi hening. Kebanyakan mereka membilang dalam pikiran 1, 2, 3, . . . 16. Hanya
sedikit spebelajar yang menjawab 4  4 (setelah agak lama). Namun apabila mereka
diminta maju menunjukkan mengapa 4  4, hanya satu, dua pebelajar yang dapat
melakukannya. Pada umumnya pebelajar tak dapat menemukan cara lain, walaupun
mereka sudah belajar hitung campuran di kelas II. Matematika memang tidak mudah
dipahami.

44
Mengapa kedua kasus ini dimasukan sebagai contoh pembelajaran matematika
dengan pendekatan kombinasi induktif dan deduktif?
Ketika pebelajar diberi soal untuk dikerjakan dan diminta memberikan alasan dari
hasil yang diperoleh. Para pebelajar memberikan alasan sesuai dengan pengalaman
mereka. Pengalaman-pengalaman pebelajar inilah awal dari kasus-kasus penalaran
induktif. Setelah pembelajar memperoleh informasi cara pebelajar belajar
(memecahkan soal) matematika, pembelajar dapat memberikan cara-cara belajar
(memecahkan soal) matematika secara deduktif yang dimulai dengan definisi atau
suatu pernyataan benar (yang sudah diterima benar).

E. Pendekatan Tematik
Pendekatan Pembelajaran Tematik merupakan pembelajaran terpadu,
menggunakan tema yang mengkaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat
memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (Puskur 2006). Rancangan
Pembelajaran Tematik sesuai dengan tahap perkembangan anak usia dini di SD, karena
itu Pembelajaran Tematik dilakukan di kelas-kelas bawah SD ( kelas 1, 2 dan 3).
Sesuai dengan nama pendekata ini, pelaksanaan pembelajaran di kelas menggunakan
tema tertentu, yaitu suatu pokok pikiran atau gagasan pokok atau yang menjadi focus
pembicaraan atau pembhasan di kelas. Gagasan pokok ini harus dipersiapkan guru dan
harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Pendekatan Pembelajaran Tematik berdasarkan tiga landasan, yaitu:
(1) Landasan Filosofis yang terdiri atas tiga aliran. yaitu: (a) aliran
prpgresisme yang memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada
pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah,
dan memperhatikan pegalaman siswa (misalnya situasi di rumah, ketka ibu
memasak, Susana di tuang duduk keluarga, ataukah misalnya situasi di pasar, di
pusat perbelanjaan, siatuasi di kebun, di sawah dan sebagainya), (b) aliran
konstruktivisme yang melihat pengalaman langsung siswa sebagai kunci dalam
pembelajaan. Menurut aliran ini pengetahuan adalah hasil konstruksi atau
bentukan manusia. Manuasia belajar karena ada konstruksi atau pembentukan
skemata dalam memori (dalam otak) yang menata hasil mengetahuan yang
ditangkap oleh indra. Tanpa ada konstruksi, otak manuasia hanya sebagai tempat
penyiman (gudang) yang isinya tidak teratur, dan apabila akan dikeluarkan untuk
menjawab suatu persoalan atau pertanyaan, maka sulit menemukan jawaban.
Karena itu dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan tematik, siswa
diajak atau di bawa dalam alam pikiran mereka hal-hal yang menyenangkan dana
berkesan. (c) aliran humanisme yang melihat siswa dari segi keunikan atau
kekhasan, potensinya dan motinasi yang dimilikinya. Dalam pelaksanaannya guru
sebagai pengajar, pembelajar, pendidik, harus bertidak sebagai orang tua yang
dalam proses pembelajaran dengan penuh asih (kasih sayang) dan asuh
(pengasuhan yang mengamong)
(2) Aliran Psikologis yang dalam pembelajaran tematik, terutama yang
berkaitan dengan psikologi perkembangan anak dan psokologi belajar. Psikologi
perkembangan diperlukan dalam menentukan isi materi pembelajaran tematik
yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai
dengan tingkat perkembangan kemampuan anak.
(3) Landasan Yuridis Pembelajaran Tematik berkaitan dengan kebijakan
dan peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik, yaitu UU
No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak pasal 9, yang menyatakan bahwa
setiap anak berhak memperoleh pendidikan da pengajaran dalam rangka
perkembangan pribadinya dan tingkat kecrdasannya sesuasi minat dan bakatnya.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional Bab V pasal 1b
menyatakan bahwa. Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak
mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya.

Ciri khas Pembelajaran Tematik

45
Pembelajaran Tematik lebih menekankan pada pelibatan siswa dalam belajar
secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh
pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menuntun sendiri sebagai pengetahuan
yang dipelajarinya. Pembelajaran dengan pendekatan ini didasari oleh psikologi
Gestalt dan teori Piaget, yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna
dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan intelektual anak.
Pembelajaran Tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar
sambil berbuat (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau
merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa.
Pemembelajaran Tematik di SD akan sangat membantu siswa, karena sesua
akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa.
Pemembelajaran Tematik di SD akan sangat membantu siswa, karena sesuai
dengan tahap perkembangan siswa yang masih melihat segai dengan tahap
perkembangan siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan
(holistic).
Bebepara ciri khas dari Pembelajaran Tematik, yaitu:
(1) Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan usua anak SD.
(2) Kegiatan-kegiatan yang yang dipilih dalam pelaksanaan Pembelajaran
Tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa.
(3) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga
hasil belajar dapat bertahanlebih lama.
(4) Pembelajaran Tematik membantu siswa mengembangkan keterampilan
berpikir siswa.
(5) Pembelajaran Tematik menyajikan kegiatan belajar yang bersifat
pragmatus sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam
lngkungannya, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.

Manfaat Pembelajaran Tematik


(1) Dengan penggabungan beberapa kompetensi dasar dan indicator serta isi mata
pelajaran, akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih msteri dapat
dikurangi bahkan dihilangkan.
(2) Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/materi
pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat.
(3) Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian
mengenai proses dan materi ysng tidak terpecah-pecah.
(4) Dengan adanya panduan antar mata pelajaran maka konsep akan semakin baik
dan meningkat.

Karakteristik Pembelajaran Tematik


(1) Berpusat pada siswa
(2) Pemberikan pengalaman langsung
(3) Pemisahaan mata pelajaran tidak begitu jelas
(4) Penyajian konsep dari berbagai mata pelajaran
(5) Bersifat fleksibel
(6) Hasil pembelajaan sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa

Peringatan!
(1) Tidak semua mata pelajaran harus dipadukan
(2) Dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas semester
(3) Kompetensi dasar yang tidak dapat dipadukan, jangan dipaksakan untuk
dipadukan. kompetensi dasar yang tidak terintegrasikan, dilaksanakan
pembelajaran tersendiri
(4) Kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu, harus tetep
diajarkan baik melalui tema lain ataukah disajikan secara sendiri.

46
(5) Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan
menghitung serta pemahaman nilai moral.
(6) Tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik siswa, minat,
lingkungan, dan daerah setempat.

Tahap Pelaksanaan Tema

1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan mencakup pemetaan kompetensi dasar, pengembangan jaringan
tema, pengembangan silabus, dan penysunan rencana pelaksanaan pembelajaran
2. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan Pembelajaran Tematik setiap hari dilakukan dengan tiga tahapan
kegiatan, yaitu kegiatan pembukaan/pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan
penutup.

Contoh Jaringan Tema

Bahasa Indonesia
Membedakan berbagai bunyi/suara tertentu secara tepat
Menirukan bunyi/suara tertentu seperti, suara burung,
ombak, kendaraan, dan lain-lain Ilmu Pengetahuan Soaial
Mengenal bunyi bahasa
Melafalkan bunyi bahasa secara tepat Menyebutkan nama Ayah. Ibu,
Menyebutkan data diri saudara dan
Menyebutkan nama orang tua dan saudara (kandung, Menyebutkan anggota keluarga
sepupu, saudara serumah) lain yang tinggal serumah
Menanyakan data diri dan nama orang tua serta saudara Menyebutkan nama teman di
teman sekelas tetangga
Mengenal huruf dan membacanya dalam kata, kalimat Menyebutkan nama kampung atau
Menjiplak berbegai bentuk gambar dan bentuk huruf desa atau kelurahan tempat tinggal

Matematika
Membilang secara terurut Seni Budaya dan
Menyebutkan banyak benda dalam TEMA Keterampilan
satu kumpulan
Membandingkan dua kumpulan LINGKUNGAN Mengelompokkan berbagai
ukuran; bintik, garis, bidang,
benda dengan menggunakan istilah
dan bentuk pada benda dua
lebih dari, kurang dari, dan sama
atau tiga dimensi di alam
dengan
sekitar
Menceritakan pengalamannya di
Menyebutkan unsure rupa di
pagi, siang dan soreh
Ilmu Pengetahuan Alam lingkungan rumah, sekolah
Menyebutkan nama-nama Bertepuk tangan dengan pola
bagian tubuh Menyanyi dengan bagus
Menyebutkan kegunaan setiap sesuai irama
bagian tubuh
Memasangkan benda sesuai
Pendidikan Jasmani, dengan pasangannya
olahraga dan Kesehatan Menunjuk sebanyak-
Kewarganegaraan
Menerapkan konsep arah dalam banyaknyan benda yang
mempunyai warna, bentuk dan Menyebutkan jenis kelamin
berjalan, berlari dan melompat
cirri tertentu anggota keluarga
Berjalan dengan berbagai pola
Menyebutkan agama yang
langkah dan kecepatan
dianut keluarga
Menyebutkan nama-nama
agama yang ada di Indonesia

47
BAB IV
METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Metode pembelajaran pada dasarnya adalah pengetahuan tentang cara-cara


pembelajar membelajarkan pebelajar dalam suatu kegiatan selama proses
pembelajaran berlangsung. Dalam hal ini, pembelajar perlu membedakan metode
mengajar dengan metode pembelajaran. Metode pembelajaran adalah suatu cara yang
digunakan pembelajar untuk membelajarkan pebelajar, sedangkan metode mengajar
adalah cara pembelajar menginformasikan pengetahuan kepada pebelajar. Metode
mengajar digunakan pembelajar dalam kegiatan mengajar belajar yang berpusat pada
pembelajar sebagai pemberi informasi (pengetahuan), sedangkan metode
pembelajaraan digunakan oleh pembelajar dalam kegiatan pembelajaran yang
berpusat pada pebelajar, pembelajar sebagai fasilitator, motivator dalam
pembelajaran sehingga pebelajar dapat mengkonstruksi pengetahuan yang
dipelajarinya dengan baik. Oleh karena itu metode pembelajaran sebagai suatu bentuk
kegiatan pembelajar untuk menciptakan suatu situasi, kondisi, sarana dan prasarana
yang memadai selama proses pembelajaran agar pebelajar dapat menerima,
memperoleh dan mengkonstruksi informasi (materi pembelajaran). dengan baik.
Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaraan sebaiknya pembelajar mengunakan
berbagai metode pembelajaraan secara bergantian dan saling bahu membahu satu
dengan yang lain. Dalam hal tertentu suatu metode pembelajaran dapat menjadi
teknik pembelajaran.
Berikut ini diuraikan secara singkat metode-metode mengajar yang sekaligus
dapat digunakan sebagai metode pembelajaran.

A. Metode Ceramah
Ceramah adalah suatu metode mengajar, berupa penyampaian bahan
pembelajaran secara lisan kepada seluruh pendengar di suatu ruangan. Dalam
metode ceramah interaksi hanya bersifat satu arah. Metode ini terutama digunakan
dalam mengajar, yaitu seluruh kegiatan berpusat pada pembelajar. Metode ini
tidak senantiasa jelek, bila penggunaannya diawali dengan persiapan yang baik,
didukung dengan alat dan media, serta diperhatikan batas-batas kemungkinan
penggunaannya. Langkah pokok yang harus diperhatikan dalam penggunaan metode
ceramah adalah perssiapan, pelaksanaan, dan kesimpulan.
Pada pembelajaraan matematika, ceramah dilakukan pada penyampaian materi
secara umum kepada seluruh pebelajar di kegiatan awal pembukaan pembelajaran,
terutama sebagai pembangkit motivasi, misalnya cerita tokoh-tokoh penemu yang
berhubungan dengan materi yang diajarkan, atau cerita tentang kegunaan dalam
kehidupan sehari-hari tentang materi yang akan dipelajari pebelejar, atau
penyampaian hal-hal yang perlu diperhatikan dan dipersiapkan oleh pebelajar.
Metode ceramah dalam kegiatan pembelajaran matematika digunakan untuk
presentasi pengetahuan dasar.

48
B. Metode Ekspositori/Presentase
Dalam ceramah pusat perhatiannya terletak pada pembelajar, pembelajar
cenderung banyak bicara, menyempaian informasi (materi ajar), sedangkan
pebelajar pada umumnya hanya mencatat dan sebagian kecil bertanya. Dalam
metode ekspositori/presntase, pembicaraan pembelajar dikurangi, pembelajar
hanya memberikan informasi pada saat tertentu, atau pada bagian-bagian yang
diperlukan. Misalnya pada permulaan pembelajaran, pada penjelasan awal topik-
topik baru, pada saat memberi contoh, senanjutnya pembelajar meminta
pebelajar untuk mengerjakan beberapa soal yang mirip contoh atau soal yang
memerlukan pemecahan msalah.
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa, metode ceramah dalam pembelajaran
metematika digunakan untuk presenyase pengetahuan dasar. Presentase
pengetahuan dasar dilakukan dengan menyediakan suatu kerangka kerja untuk
materi pembelajaran selanjutnya yang dihubungkan dengan pengetahuan pebelajar
sebelumnya. Presentase informasi pengetahuan dalam pembelajaran matematika
kepada pebelajar harus disertai dengan demonstrasi dan tanya jawab, karena
matematika adalah pengetahuan abtrak yang mengandung pengetahuan deklaratif,
procedural dan kondisional. Ketiga pengetahuan itu dalam matematika saling
berkaitan (ingat objek matematika fakta, konsep, keterampilan dan prinsip).
Metode ceramah dan ekspositor/presentasi kadang sulit dibedakan, karena
sering dalam rncana pembelajaran ditulis metode ceramah tetapi pelaksanaannya
menggunakan metode ekspositori, demikian pula ada yang menulis dalam
rencananya mengguankan nmetode ekspositori, tetapi palsaanaanya cerama terus
selama pertemuan.

C. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi dapat dikatakan masih termasuk dalam metode
ekspositori, karena ketika pembelajar mendemonstrasikan sesuatu prosedur, tentu
disertai dengan ekspositori atau presentase tentang apa yang dilakukan menurut
langkah-langkah dalam algoritma yang didemonstrasikan. Dengan metode
demonstrasi ini pembelajar menunjukkan kehebatannya dalam pembelajaran,
pembelajar memperlihatkan cara menurunkan rumus, memecahkan masalah.
Dengan metode ini, pembelajar juga memberikan jawaban kepada pebelajar, bila
pebelajar bermaksud mengatahui terjadinya sesuatu, atau bagaimana memecahkan
suatu masalah.
Metode demonstrasi yang digunakan sebagai unjuk kehebatan, sering membuat
seorang pembelajar berlebihan dalam melaukan demontrasi. Dalam kegiatan
pembelajaran, seorang pembelajar kadang perlu menunjukkan kehenatanya tetapi
tidak secara kontinu dilakukan. Gunakan metode demontasi dengan wajar.
Misalnya, setelah ekspositori dilanjukan dengan contoh yang didemonstrasikan dan
dipadukan dengan tanya jawab (bukan dikerjakan sendiri), kemudian dilanjutkan
dengan pemberian tugas untuk pebelajar (dikerjakan di kelas).
Pelaksanaan demontrasi dsebaiknya dikaitkan dengan metode lain, misalnya
diawali dengan ekspositori, demonstrai dipadukan dengan tanya jawab dan
dikaitkan dengan eksperiman.. Pelaksanaan metode demonstrasi di lakukan dengan
langkah-langah sebagai berikut:
a. Persiapan/perencanaan
Pada persiapan perlu ditetapkan tujuan demonstrasi/eksperimen, ditetapkan
langkah-langkah pokok demostrasi/eksperimen, dan persiapan alat-alat yang
diperlukan.
b. Pelaksanaan demosntrasi/eksperimen
Pada pelaksanaan demonstrasi/eksperimen diusahakan dapat diikuti,diamati
oleh seluruh pebelajar dalam kelas, tumbuhkan sikap kritis pada anak sehingga
terjadi tanya jawab dan diskusi tentang masalah yang didemonstrasikan, beri
kesempatan kepada setiap pebelajar untuk mencoba sehingga pebelajar merasa

49
yakin tentang kebenaran suatu proses, beri nilai pada kegiatan pebelajar dalam
demonstrasi/eksperimen tersebut.
c. Tindak lanjut demonstrsi/eksperimen
Setelah demonstrsi/eksperimen selesai, berikan tugas-tugas kepada pebelajar,
baik tertulis maupun lisan. Misalnya dengan PR atau wawancara, atau meminta
pebelajar mendemonstrasikan kembali dalam masalah lain.

D. Metode Latihan
Berbicara tentang latihan akan timbul berbagai tafsiran tentang laitihan. Dalam
pembelajaran matematika terdapat dua pengertian latihan, yaitu: latihan hafal
(drill) dan latihan praktek (practice)”. Latihan hafal, berupa meminta pebelajar
untuk menghafal fakta matematika tertentu, menghafal perkalian bilangan asli
kurang dari 10. Sedangkan latihan praktek berupa latihan menyelesaikan soal-soal.
Latihan hafal adalah kegiatan yang pada umumnya dilakukan secara lisan yang
hasilnya berkenaan dengan kemampuan pebelajar memberikan jawaban dengan
cepat tentang fakta. Hasil yang diperoleh dari latihan hafal itu, misalnya dapat
mengingat rumus dengan cepat, menghitung hasil perklian dengan cepat.
Latihan praktek ialah mengingat sejumlah algoritma (langkah-
langkah/prosedur) suatu kegiatan untuk sampai pada jawaban yang benar.
Jawaban yang benar ini diperoleh melalui perbuatan (proses) bukan melalui
hafalan saja. Dengan latihan praktek pebelajar menjadi biasa dan terhafalah
langkah-langkah/ prosedur yang harus dilakukan dalam suatu proses mengerjakan
soal/masalah.
Dengan latihan hafal dan latihan praktek, diharapkan pebelajar menjadi
terbiasa melakukan kegiatan, sehingga timbul kebiasaan yang memberikan motivasi
dalam diri pebelajar yang merasa tidak puas kalau melihat soal atau masalah
matematika dan tidak diselesaikan.

E. Metode Tanya Jawab


Tanya jawab dalam kegiatan pembelajaran, tidak hanya berlaku dua arah
antara pembelajar dan pebelajar, tetapi tanya jawab juga terjadi antara pebelajar
yang satu dengan pebelajar yanglain. Metode tanya jawab dalam kegiatan
pembelajaraan harus terjadi multiarah, pembelajar bertanya dan pebelajar
menjawab, pebelajar bertanya dan pembelajar menjawab atau dapat dijawab oleh
pebelajar lain. Selain itu tanya dapat dilakukan melalui wawancara yang bersifat
diagnostis untuk menggali permasalahaan yang dihadapi pebelajar apabila ada
pebelajar yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan suatu soal atau tidak
dapat menjawab pertanyaan pembelajar dengan relatif sempurna.
Dalam kegiatan pembelajaran, dengan metode tanya jawab, pertanyaan
pebelajar, tidak langsung dijawab oleh pebelajar secara lengkap, tetapi jawaban
berupa tuntunan kepada pebelajar untuk menemukan jawabaan, atau apabila ada
pertenyaan dari seseorang pebelajar, maka pembelajar dapat memberi
kesempatan kepada pebelajar lain untuk menjawabnya, dan apabila jawabannya
relatif kurang sempurna, pembelajar dapat mengarahkan atau membimbing ke
arah jawaban yang relatif sempurna.
Pada penggunaan metode tanya jawab dalam pembelajaran, pembelajar perlu
memperhatikan:
a. Hargailah pertanyaan, jawaban, keluhan pebelajar bagaimanapun rendahnya
kadar pertanyaan, jawaban, dan keluhan pebelajar.
b. Terimalah dahulu jawaban pebelajar-pebelajar, kemudian lakukan pengecekan
dengan mengemukakan pertanyaan yang menggali proses penemuan jawaban,
atau bersifat arahan ke jawaban.
c. Rangsanglah pebelajar untuk ikut berpatisipasi aktif dengan, meminta
pebelajar melakukan demonstrasi menjawab pertanyaan melalui kerja di papan
tulis, menjawab/memberikan penjelasan di depan teman-temannya (di depan
kelas), atau memamerkan hasil karyanya.

50
d. Ajukan pertanyaan kepada sasaran yang sesuai dengan keperluan. Misalnya
ajukan pertanyaan kepada seluruh pebelajar dalam kelas, meminta jawaban
kepada pebelajar yang mengacungkan tangan, juga meminta jawaban dari yang
tidak mengacungkan tangan dengan mengubah/memodifikasi pertanyaan tetapi
isi jawaban tetap sama, misalnya berapa 15  4, kepada pebelajar yang tidak
mengacungkan tangan, pembelajar meminta mereka untuk menjumlahkan 4 +
4 + . . . sampai 15 kali, atau meminta menjumlahkan 15 sampai 4 kali.
e. Untuk mengingatkan partisipasi aktif pebelajar, kadang-kadang pembelajar
perlu berlagak pilon. Misalnya membuat kekeliruan yang sengaja (tapi kadang
tak diengaja), menjawab pertanyaan pebelajar dengan tadak tahu, mungkin,
mari kita lihat persama, mari kita uji bersama.
f. Ajukan pertanyaan dengan mutu/taraf kesulitannya makin lama makin tinggi,
yaitu mulai dari yang sederhana sampai kepada yang kompleks. Misalnya
pertanyaan menyangkut perkalian bilangan, mulai dengan perkaliaan bilangan
satu digit, dua digit, dan seterusnya digitnya bertambah sampai batas yang
wajar masih dapat dilakukan pebelajar tanpa menggunakan alat hitung
(kalkulator).

F. Metode Diskusi
Diskusi pada dasarnya adalah pembecahan masalah secara bersama-sama baik
dalam kelompok kecil maupun dalam kelompok besar dengan bimbingan
pembelajar. Atas dasar ini, diskusi dalam kegiatan pembelajaraan sebaiknya
dilakukan dengan model pembelajaran kooperatif, karena dalam pembelajaran
kooperatif selalu terjadi diskusi. Kegiatan diskusi yang melibatkan kelompok besar
yang jumlahnya lebih banyak dari kelompok pembelajaran kooperatif, yaitu dalam
bentuk seminar, symposium, lokakarya, dan diskusi panel.
Berhasil tidaknya diskusi, bergantung pada:
(1) pemimpin diskusi (pembelajar dapat menjadi pemimpin),
(2) jelas tidaknya masalah dan tujuan dikskusi,
(3) partisipasi peserta (pebelajar) dalam diskusi,
(4) situasi yang merangsang jalannya diskusi,
(5) masalahnya cukup problematik yang merangsang pebelajar berpikir,
1 1 5 a c ad
misalnya mengapa   , atau  
2 3 6 b d bc

G. Metode Permainan
Dalam pelaksanaan metode permainan dalam pembelajaran matematika , perlu
dibedakan dengan bermaian untuk pembelajaran matematika. Permainan
matematika adalah kegiatan yang menyenangkan (menggembirakan) dan
menunjang tercapinya tujuan pembelajaran dalam pembelajaran matematika, baik
aspek kognitif, aspek afektif maupun aspek psikomotor. Bermain dalam
pembelajaran matematika adalah suatu kegitan yang membiarkan anak-anak
bermain dan anak-anak sendiri menemukan hasil (matematika ) dari kegiatan
bermain.
Perlu diperhatikan bahwa permainan itu bukan sekedar membuat orang senang,
ketawa, dan lain-lain, tetapi permainan itu diupayakan dibuat secara berencana,
diarahkan ke tujuan pembelajaran, tepat penggunaannya dan tepat waktunya.
Untuk bermain, misalnya kepada anak-anak diberi kesempatan untk bermain
monopoli untuk pengenalan bilangan berupa penyebutan bilangan secara berurutan
(membilang) dan operasi penjumlahan dan pengurangan.
Dalam bermain monopopli ini, anak-anak akan terbiasa melihat banyak titik-titik pada
dadu, dan banyaknya langkah maju atau naik berarti bertambah, atau mungkin akan
turun atau mundur berarti berkurang. Untuk permainan, misalnya kepada anak-anak
diperlihatkan kantog-kantong nilai tempat, yang ditempatkan tersusun dari kanan ke
kiri yang menempati nilai atuan, puluan, ribuan dan seterusnya. Selain kantong
sebagai tempat, harus disediakan pula lidi yang dapat diisi ke dalam katong-kantong
tersebut. Contoh penjumlahan 243 + 344 dilakukan sebagai berikut:

51
1. barisan kantong pertama diisi dengan lidi sesuai dengan
nilai tempat, kantong satuan diisi 3 lidi, kantong puluahn diisi 4 lidi, dan
kantong ribuan diisi 2 lidi
2. barisan kantong kerua juga diisi dengan lidi sesuai dengan
nilai tempat, kantong satuan diisi 4 lidi, kantong puluhan diisi 4 lidi, dan
kantong ribuan diisi 3 lidi.
3. barisan kantong pertama diisi dengan lidi sesuai dengan
nilai tempat, kantong satuan diisi 3 lidi, kantong puluahn diisi 4 lidi, dan
kantong ribuan diisi 2 lidi
4. barisan kantong kerua juga diisi dengan lidi sesuai dengan
nilai tempat, kantong satuan diisi 4 lidi, kantong puluhan diisi 4 lidi, dan
kantong ribuan diisi 3 lidi.
5. Ambil lidi dari kantong-kantong pada barisan pertama dan
diisi pada kantong-kantong pada barian kedua sesuai dengan nilai telampat
dariman lidi tersebut di amabil. Lidi dari kantong satuan diisi ke dalam kantong
satuan, lidi dari kantong puluha, ribuam diisi ke dalam kantong puluhan,
ribuan, atau sebaliknya darti barisan kantong-kantong kedua ke pertama. Hal
ini dapat dilakukan dengan menghambil semua lidi pada kantong pertama dan
kedua dikumpulkan sesuai dengan nilainya, kelompok satuan dengan sartuan,
puluhan dengan puluhan dan ribuan dengan ribuan dan dimasukkan ke dalam
barisan kantong-kantong ketiga sesuai dengan nilai tempatnya.

2 4 3

3 4 4
+

5 8 7

Jadi 243 + 344 = 587.


Dalam permainan ini, kepada anak-anak tidak perlu diberikan satu macam soal,
tetapi dapat diberikan berbegai bentuk penjumlahan dua bilangan.

H. Metode Laboratorium
Pebelajaran yang menggunakan metode laboratorium adalah pembelajaran
yang memberikan kesempatan kepada pebelajar untuk memahami suatu objek
langsung matematika (fakta, konsep, skill, dan prinsip) dengan mengkaji,
menganalisis, menemukan secara induktif melalui inkuiri, merumuskan, dan
menguji hipotessis, serta membuat kesimpulan dari benda konkrit atau benda
modelnya.
Metode laboratorium dalam pembelajaran matematika dibedakan dengan
ekspetimen, sebab dalam metode laboratorium matematika tidak terjadi
perubahaan (proses) pada benda/zat yang digunakan, sedangkan pada eksperimen
harus terjadi perubahan pada benda/zat yang digunakan. Metode laboratoriun
dalam pembelajaran matematika, tidak harus dilakukan dalam ruang khusus
laboratorium matematika, tetapi metode laboratorium dalam pembelajaran
matematika dapat dilakukan di kelas ruang belajar biasa, atau di lapangan. Dalam
pembelajaran matematika yang menggunakan metode laboratoriun, pembelajar
harus mempersiapkan alat-alat (benda, model) dan disertai dengan LKS (lembar
kegiatan pebelajar) yang berhubungan dengan tujuan pembelajaran dan dibawa di
kelas. LKS untuk laboratorium matematika ini biasa disebut Lab-Mini. Lab-Mini

52
(LKS) ini berisi instrukssi atau tugas-tugas yang harus dikerjakan pebelajar dengan
menggunakan benda-benda konkret, harus ada kegiatan psikomotor. Suatu LKS
yang dikerjakan tanpa ada kegiatan psikomotor, tanpa mengutak-atik benda
konkrit belum disebut sebagai Lab-Mini. Kegiatan Lab-Mini dapat dilakukan secara
perseorangan (mandiri) atau dapat dilakukan secara bersama dalam kelompok (2 –
5 orang).

I. Metode Kerja Lapangan


Kegiatan lapangan sering disatukan dengan kerja laboratorium menjadi
pembelajaran dengan metode laaboratorium. Pada dasarnya kegiatan lapangan
tidak berbeda dengan metode laboratorium yang berbeda objek dan tempatnya.
Tetapi harus diperhatikan bahwa metode laboratorium adalah kegiatan
memanipulasi bentuk benda yang dapat dilakukan di kelas atau di lapangan,
sedangkan meode laboratorium, kegiatannya menggunakan benda/alat yang dapat
dikerjakan di kelas atau lapangan, dan bendanya sendiori tidak dimanipulai.
Misalnya penggunaan alat sudut elevasi untuk mengukur tinggi suatu tempat, dapat
dilakukan di kelas dengan menggunakan model, atau dapat dilakukan dengan kerja
lapangan di luar kelas untuk mengukur tinggi pohon ataau menara. Kegiatan ini
masuk dalam metode kerja lapangan. Sedangkan kegiatan menggunakan metode
laboratorium, misalnya, pada kegiatan menghitung luas lingkaran dengan membagi
lingkaran atas juring-juring,kemudian juring-juring disusun menjadi model
persegipanjang, sehingga luas lingkaran sama dengan luas model persegiganjang
dari juring-juring lingkaran.

J. Metode Karyawisata
Karyawisata dalam rangkaian metode pembelajaraan mempunyai arti
tersendiri. Karyawisata di sini berarti kunjungan ke luar kelas atau di luar sekolah
dalam rangka pembelajaran, kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh informasi,
membahas berbagai masalah sebagai pelengkap kegiatan dalam kelas. Misalnya
mengajak pebelajar ke kantor sensus untuk mengetahui jumlah penduduk, atau
mengunjungi suatu tempat wisata, kepada para pebelajar dilengkapi dengan buku
pedoman/petunjuk untuk mengumpulkan hal-hal yang berhubungan dengan suatu
topik atau pokok bahasan dalam matemaatika. Metode karyawisata dapat
dipadukan metode kerja lapangan.

K. Metode Penemuan
Penemuan dalam pembelajaran matematika bukan penemuan sesungguhnya,
sebab apa yang ditemukan itu sebenarnya sudah ditemukan orang (pakar),
pembelajar sebelumnya. Metode penemuan di sini dimaksudkan agar pebelajar
terbiasa dengan kegiataan mencari sesuatu yang belum diketahuinya sehingga
mungkin kelak meraka akan daapat menemukan sesuatu yang barru di dalam
matematika. Misalnya rumus atau dalil atau cara tertentu yang belum pernah
ditemukan orang seblumnya.
Pada metode penemuan, konsep, dalil atau algoritma/prosedur dan
semacamnya yang dipelajari pebelajar merupakan hal yang baru dan belum
diketahui oleh mereka sebelumnya, tetapi pembelajar sudah mengetahuinya.
Untuk menunjang metode penemuan ini biasanya diiringi dengan metode
ekspositoti dan keja kelompok.

L. Metode Inkuiri
Metode inkuiri adalah metode yang hampir sama dengan metode peneluan,
tetapi perlu dibedakan dengan metode penemuan. Pada metode penemuaan, pada
umumnya dilaksanakan dengan ekspositori dan kerja kelompok, dan suatu yang
akan ditemukan pebelajar itu sudah diketahui oleh pembelajar dan pebelajar
hanya mencari langkah/prosedur untuk sampai kepada hasil akhir yang sudah
diketahui. Sedangkan pada metode inkuiri yang penting adalah saat berlaku proses
penemuannya. Pada metode inkuiri mungkin pebelajar diharuskan membuat

53
hipotesis kemudian mengujinya. Penemuan dalam metode inkuiri mungkin belum
pernah ditemukan oleh pembelajar atau orang lain sebelumnya. Pada metode
inkuiri keaktifan pebelajar terpusat dan terarah pada metode ilmiah untuk mencari
kebenaran.

M. Metode Pemecahan Masalah


Pemecahan masalah bukan sekedar metode pembelajaran, tetapi suatu metode
berpikir, sebab dengan metode ini pebelajar mencoba berusaha belajar berpikir
dengan menggunakan cara-cara lainnya sampai pada penarikan kesimpulan.
Menurut Gagne pemecahan masalah dalam tipe belajar merupakan tipe belajar
yang paling tinggi tarafnya disbanding dengan tipe lain (lihat kembali tipe-tipe
belajar Gagne)
Masalah dalam matematika adalah suatu persoalan yang dapat diselesaikan
tanpa menggunakan prosedur yang rutin. Suatu persoalan merupakan suatu
masalah apabila: (1) persoalan tersebut tidak memiliki hal-hal yang menjadi
halangan/rintangan untuk memecahkan persolahan tersebut, (2) persoalan
tersebut dihadapi seseorang tetapi orang tersebut tidak mempunyai
keinginan/hasrat untuk memecahkan, (3) walaupun dalam persoalan tersebut
tidak ditemukan halangan/rintangan dan adanya hasrat untuk memecahkan, tetapi
tidak ada usaha secara nyata untuk memecahkan persoalan tersebut. Fakta inilah
yang memungkinkan bahwa, suatu persoalan mungin merupakan masalah bagi
seseorang tetapi bukan merupakan masalah bagi orang lain. Misalnya soal: hitung
jumlah 54 dan 15. Soal tersebut tidak merupakan masalah bagi pebelajar di kelas
VI SD, tetapi mungkin merupakan masalah untuk beberapa pebeljaar di kelas III SD.
Berapa banyak diagonal yang dapat ditarik dalam segi-10? Soal ini tidak menjadi
masalah bagi pebelajar yang telah menngetaui rumus atau pola pertungannya,
tetapi bagi pebelajar yang tidak mengetahui rumus atau polanya, ini merupakan
masalah.

N. Metode Resitasi (Pemberian Tugas)


Pemberian tugas ini tidak sekedar pekerjaaan rumah (PR), tetapi jauh lebih
luas dari itu. Tugas bisa dikerjakan di rumah, di sekolah, di perpustakaan, atau
suvei lapangan. Adanya tugas resitasi (menyimak, menghafal sesuatu kemudian
ditanya) harus dibarengi dengan adanya pertanggungjawaban dari yang diberi tugas
(pebelajar).
Tugas resitasi merangsang pebelajar untuk aktif belajar baik secara
perseorangan maupun secara kelompok. Jenis tugas sangat bergantung pada
tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Misalnya tugas menghafal perkalian
bilangan asli kurang dari 10, menyimak acara cerdas cermat di TV dan sebagainya.

O. Metode Proyek
Metode proyek adalah semacam metode pemberian tugas kepada pebelajar
secara kelompok atau secara perseorangaan. Individu atau kelompok mengadakan
kontrak untuk menyelesaikan suatu dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan
nilai atau kredit (penghargaan) yang besar/jumlahnya disesuaikan dengan berat-
ringannya tugas dan hasil yag diselesaikan.
Metode proyek ini dapat dipadukan dengan metode laboratorium, karyawisata,
dan resitasi. Misalnya pada karyawisata, pebelajar diminta untuk mengunjungi
suatu tempat wisata. Kepada pebelajar diberi instruksi untuk mencatat hasil
pengamatan atau hasil wawancara, dan membuat laporanya dalam jangka waktu
tertentu (1 minggu, 2 minggu atau 1 bulan). Pada pelaksanaan metode proyek ini
sebaiknya dibuat surat kontrak yang disertai dengan rubrik penilaian yang dipegang
masing-masing oleh pebelajar (penerima kontrak) dan pembelajar (pemberi
kontrak).

P. Panduan Kombinasi Metode-Metode Pembelajaran

54
Setiap metode yang dikemukakan di atas mempunyai kelebihan dan keurangan.
Oleh karena itu, pembelajar dalam kegiatan pembelajaran (matematika) sebaiknya
berusaha meemadukan atau mengkombinasikan metode-metode tersebut dalam
pembelajaran. Saran kombinasi yang dapat digunakan sebagai berikut:
a. Pembelajaran yang menggugah bangitnya minat pebelajar dalam
matematika, gunakan metode cermah, ekspositori, dan diskuisi.
b. Pembelajaran yang melibatkan pebelajar memanipulani benda-benda
konkret atau model-model matematika, gunakan metode permainan
laboratorium dan karyawisata.
c. Pembelajaarn yang memberikan kesempataankepada pebelajar untuk
menemukan, menimbulkan sifat-sifat kreatif dan memecahkan masalah,
gunakan metode pnemuan, inkuiri dan pemecahan masalah.
d. Pembelajaran yang dapat meningkatka keterampilan matematika,
gunakan metode, resitasi (pemberian tugas), ekspositori, dan latihan praktek.
e. Pembelajaraan yang dapat menimbulkan sifat-sifat teliti, cermat, dan
tanggung jawab, gunakan metode laboratorium, kwegiatan lapangan,
pemberian tugas, dan lapangan.
Panduan kombinasi yang disarankan di atas, bukan meruakan satu-satunya yang
harus diikuti secara mutlak, tetapi saran ini dapat menjadi panduan, dan dapat
dikembangkan lagi sesuai dengan pengalaman dalam kegiatan pembelajaran.

SOAL LATIHAN 6

I. BERIKAN CONTOH APLIKASI PENDEKATAN PEMBELAJAAN DALAM PEMBELAJARAN


OBJEK MATEMATIKA BERIKUT DI SEKOLAH DASAR
1. FAKTA MATEMATIKA
2. KETERAMPILAN MATEMATIKA
3. KONSEP MATEMATIKA
4. PRINSIP MATEMATIKA

II. BAGAIMANA ANDA SEBAGAI PEMBELAJAR MENJELASKAN CARA MURID ANDA BELAJAR
OBJEK MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR
1. FAKTA MATEMATIKA
2. KETERAMPILAN MATEMATIKA
3. KONSEP MATEMATIKA
4. PRINSIP MATEMATIKA
III. BERIKAN CONTOH APLIKASI METODE PEMBELAJAAN DALAM PEMBELAJARAN OBJEK
MATEMATIKA BERIKUT DI SEKOLAH DASAR
1. FAKTA MATEMATIKA
2. KETERAMPILAN MATEMATIKA
3. KONSEP MATEMATIKA
4. PRINSIP MATEMATIKA

55
DAFTAR PUSTAKA
Anita Lie. 2004. Cooperative Learning Mengaktifkan Cooperative Learning di Ruang-
Ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia.
Ibrahim, Rachmawati, Nur, dan Ismono. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya:
University Press.
Jaeng Maxinus. 2002. Pembelajaran Geometri Dimensi Tiga dengan Kelompok Kecil
dan Perseorangan. Makalah mata kuliah Seminar pada program Pascasarjana
Universitas Negeri Surabaya
------------------. 2004. Pengembangan Model Pembelajaran dengan Cara Kelompok
Kecil dan Perseorangan. Desertasi tidak diterbitkan. Surabaya: Program
Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya.
Marpaung, Y. Tanpa tahun. Prospek ERME untuk Pembelajaran Matematika di
Indonesia. Makalah Handout mata kuliah Psikologi Lanjut pada Program
Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya.
Monoi Trineke Janet. 1999. Pengemabangan Perangkat Pembelajaran pada Pokok
Bahasan Lingkaran di Kelas 2 SLTP Berorientasi Model Pembelajaran Diskusi.
Makalah Ujian Komprehensif pada Program Pascasarjana Univesitas Negeri
Surabaya.
Murtadho Sutrisma dan Tambunan G. 1987. Materi Pokok Pengajaran Matematika.
Jakarta: Karunia Universitas Terbuka.
Sa’dijah Cholis. 1999. Pendidikan Matematika II. Jakarta: Depdikbud. Dirjen Dikti
Proyek PGSD.
Slavin. 1995. Cooperative Learning Theory, Research, and Practice. Boston: Allyn
Bacon.
Usman HB. 2006. Pemecahan Masalah pada Pembelajaran Matematika. Palu: FKIP
UNTAD
Yuwono, Ipung, 2000. RME: Paradigma Baru dalam Pembelajaran Matematika.
Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pengajaran Matematika di Sekolah
Menengah 25 Maret 2000, di Universitas Negeri Malang.

56
57

Anda mungkin juga menyukai