Oleh,
Maxinus Jaeng
2010
KATA PENGANTAR
Syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, Karena
berkat dan rahmatNya, maka tulisan ini dapat diselesaikan. Buku ini berisi 7 bab yang berkaitan
dengan Belajar dan Pembelajaran Matematika. Dalam bab 1 dibahas mengenai hakikat belajar
dan pembelajaran, bab 2 mengenai Perkembangan Teori-teori Belajar dan Pembelajaran, bab 3
mengenai Teori Belajar/Pembelajaran Berdasarkan Nama Pakar, bab 4 mengenai pembelajaran
dan belajar objek matematika, bab 5 mengenai Model Pembelajaran Matematika, dan bab 6
mengenai Pendekatan dan Metode Pembelajaran Matematika.
Buku ini disusun sedemikian rupa sehingga dapat bermanfaat bagi para mahasiswa yang
mengikuti kuliah atau yang sedang mendalami “Model, pendekatan dan metode
Pembelajaran”, dan bagi para guru selain untuk memperluas wawasan tentang berbagai aspek
belajar dan pembelajaran, khususnya yang berhubungan dengan model, pendekatan dan metode
pembelejaranj, uga sebagai upaya memperbaiki pembelajaran matematika di kelas.
Buku ini masih memiliki banyak kelemahan, baik dari segi tata tulis, maupun dari segi
kajian, karena itu dengan kerendahan hati penulis mengharapkan mesukan-masukan yang
konstruktif dari pembaca. Terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PEMBELAJARAAN DAN BELAJAR OBJEK MATEMATIKA 1
A. Pembelajaran Fakta Matematika 2
B. Pembelajaran Keterampilan Matematika 2
C. Pembelajaran Konsep Matematika 3
D. Pembelajaran Prinsip Matematika 4
DAFTAR PUSTAKA 6
BAB II MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA 7
A. Model Pembelajaran Langsung 9
B. Model Pembelajaran Kooperatif 12
(1) Tipe Student Teams Achivement Devision (STAD) 15
(2) Tipe Team Asisted Instruction (TAI) 16
(3) Tipe Jigsaw 17
(4) Tipe Investigasi Kelompok (IK) 18
(5) Tipe Numbered Heads Together (NHT) 19
(6) Tipe Cek Berpasangan 20
(7) Tipe Corners 20
(8) Tipe Round Table 21
(9) Tipe Send –A- Problem 21
(10)Tipe Think-Pair-Share (berpikir-berbagi-berpasangan) 21
C. Model Pembelajaran Cara Perseortangan dan Kelompok Kecil 22
DAFTAR PUSTAKA
BAB III PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA 37
A. Pendekatan Induktif 38
B. Pendekatan Deduktif 38
C. Kombinasi Pendekatan Induktif dan Deduktif 39
D. Pendekatan Realistik 40
E. Pendekatan Tematik 41
BAB IV METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA 44
A. Metode Ceramah 44
B. Metode Ekspositori 44
C. Metode Demonstrasi 44
D. Metode Latihan 45
E. Metode Tanya Jawab 46
F. Metode Diskusi 46
G. Metode Permainan 47
H. Metode Laboratorium 47
I. Metode Kerja Lapangan 48
J. Metode Karya Wisata 48
K. Metode Penemuan 48
L. Metode Inkuiri 48
M. Metode Pemecahan Masalah 49
N. Metode Resitasi (pemberian Tugas) 49
O. Petode Proyek 49
P. Panduan Kombinasi Metode-metode Pembelajaran 49
DAFTAR PUSTAKA 51
iii
BAB I
Menurut Gagne, secara garis besar ada dua macam objek yang dipelajari pebelajar dalam
matematika, yaitu objek-objek langsung (direct objects) dan objek-objek tak langsung
(indirect objects). Objek-objek langsung dari pembelajaran matematika terdiri atas fakta-
fakta matematika, keterampilan-keterampilan (prosedur-prosedur) matematika, konsep-
konsep matematika, dan prinsip-prinsip matematika.
Objek-objek tak langsung dari pembelajaran matematika meliputi kemampuan
terhadap matematika, ketelitian, ketekunan, kedisiplinan, dan hal-hal lain yang secara
implisit akan dipelajari jika pebelajar mempelajari matematika. Hal-hal yang dapat
dimasukkan ke dalam objek tak langsung matematika antara lain berupa kemampuan
membuktikan teorema, kemampuan memecahkan masalah, transfer belajar, belajar
tentang belajar, kemampuan inkuiri, dan disiplin diri.
Penjelasan tentang objek-objek langsung dari matematika:
1. Fakta-fakta matematika adalah konvensi-konvensi (kesepakatan) dalam
matematika yang dimasukkan untuk memperlancar pembicaraan-pembicaraan di
dalam matematika, seperti lambang-lambang yang ada dalam matematika.
Kesepakatan bahwa pada garis bilangan yang horizontal, arah ke kanan dari titik nol
(0) menunjukkan bilangan-bilangan positif yang semakin besar, sedangkan kearah ke
kiri menunjukkan bilangan-bilangan negatif yang semakin kecil, dan sebagainya.
Di dalam matematika, fakta merupakan sesuatu yang harus diterima begitu saja,
karena itu sekadar merupakan kesepakatan. Misalnya, lambang untuk bilangan lima
adalah”5” (dalam sistem lambang bilangan Hindu-Arab) atau “V” (dalam sistem
lambang bilangan Romawi). Juga, lambang “+” adalah lambang untuk operasi
penjumlahan dan lambang “A B” adalah lambang untuk gabungan antara dua
himpunan A dan himpunan B. Di dalam matematika, tidak lagi dipersoalkan mengapa
lambang bilangan lima adalah “5” (dalam sistem Hindu-Arab), dan bukan lambang
yang lain. Juga tidak lagi dipersoalkan mengapa lambang untuk gabungan dua
himpunan adalah “” dan bukan lambang lain. Menurut Gagne, fakta hanya bisa
dipelajari melalui pemkaian berulang-ulang dan dihafal.
2. Ketrampilan-keterampilan matematika adalah operasi-operasi dan prosedur-
prosedur untuk mencari (memperoleh) sesuatu hasil tertentu.dalam matematika.
Operasi atau prosedur ini sering disebut sebagai algoritma. Algoritma digunakan
untuk mengarahkan pebelajar atau matematisi dalam menyelesaikan masalah
matematika dengan cepat dan tepat. Misalnya keterampilan matematika dalam, proses
mencari jumlah dua bilangan, proses mencari kelipatan persekutuan terkecil dari dua
bilangan, proses mencari turunan (derivative) suatu fungsi, proses mencari akar suatu
persamaan kuadrat, dan sebagainya.
3. Konsep-konsep matematika adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan
orang mengklasifikasikan apakah sesuatu objek tertentu merupakan suatu contoh atau
bukan contoh dari ide abstrak tersebut. Suatu konsep yang berada dalam lingkup
matematika disebut konsep matematika. Segitiga, persegipanjang, persamaan,
pertidaksamaan, bilangan cacah, pecahan, masing-masing merupakan konsep
matematika. Demikian pula relasi, fungsi, konstanta, variabel (peubah), segitiga sama
kaki, dan lain-lain, masing-masing merupakan konsep matematika.
4. Prinsip-prinsip matematika adalah suatu pernyataan yang bernilai bebar,
yang memuat dua konsep atau lebih dan menyatakan hubungan antara konsep-konsep
tersebut. Beberapa contoh prinsip dalam matematika (atau prinsip matematika):
1
1) Hasil kali dua bilangan p dan q sama dengan nol jika dan hanya jika p = 0 atau q
= 0. Prinsip ini juga dapat ditulis dengan lambang matematika sebagai berikut:
2) p.q = 0 p = 0 atau q = 0
3) Pada setiap segitiga siku-siku, kuadrat panjang sisi miring (hipotenusa) sama
dengan jumlah kuadrat panjang kedua sisi siku-siku
4) Dua segitiga dikatakn kongruen jika dan hanya jika dua sisi dan satu sudut yang
diapit yang berseuaian sama
A. Pembelajaran Fakta matematika
2
diperhatikan dua jenis keterampilan, yaitu ketermpilan psikomotor, dan
keterampilan intelektual. Keterampilan matemnatika termasuk keterampilan
intelektual, sedangkan keterampilan psikomotor dalam matematika dinyatakan
sebagai keterampilan kinestetik, misalnya keterampilan membuat grafik yang baik
secara manual (tanpa bantuan komputer), keterampilan menggambar bangun
geometri (datar atau ruang).
Untuk mempelajari keterampilan matematika yang baik, pebelajar perlu
melakukan pengulangan atas kegiatan yang terdahulu. Misalnya belajar
menyelesaikan persamaan kuadrat dengan cara pemfaktoran. Apabila pebelajar
mengerjakan soal dengan cara yang sama berulang-ulang, maka diharapkan pada
saat ulangan/ujian, pebelajar tersebut dapat menyelesaikan soal yang mirip
dengan cepat, karena algoritmaanya secara tak langsung sudah terhafal. Demikian
juga, apabila pebelajar diberi tugas menggambar bangun ruang berulang-ulang,
maka diharapkan pebelajar akan dapat memnggambar bangun ruang dengan baik
dan benar, yaitu kemampuan kinestetiknya telah berjalan dengan baik.
3
Agar pengertian/pemahaman yang dimiliki pebelajar itu dapat diyakini
kebenarannya, maka perlu mengkomunikasikan dengan orang lain, mungkin dalam
bentuk diskusi atau tulisan yang dapat dibaca orang (teman sebaya), dan akan
timbul tanggapan atau kritikan dari orang lain atau mendukung pengertian yang
telah dipahami tersebut.
Karena di dalam bagian matematika ada kehirarkiaan, maka belajar konsep
suatu bagian matematika yang lebih tinggi tentu mempunyai hubungan dengan
konsep dasar sebelumnya yang sudah harus dikuasai. Misalnya pebelajar yang akan
belajar turunan fungsi trigonometri, maka pebelajar tersebut harus menguasai
fungsi sinus dan kosinus jumlah dan dua sudut [sin (a+b) atau cos (a+b)].
Selanjutnya agar pebelajar dapat belajar konsep matematika dengan baik, maka
pebelajar harus melakukannya secara kontinu dengan memperhatikan prasyarat
yang hendak dipelajari itu. Karena belajar matematika yang terputus-putus akaan
mengganggu terjadinya proses belajar.
Untuk mengetahui pebelajar telah belajar konsep dapat dilakukan dengan
evaluasi (tes) berrupa tes proses dan tes hasil akhir dengan memperhatikan
kondisi-kondisi internal dan eksternal.
(1) kondisi internal adalah kondisi yang ada dalam diri pebelajar.Pebelajar harus
dapat mengerti sifat-sifat yang terkandung di dalam konsep dan dapat
membedakannya dengan yang lain.
(2) Kondisi eksternal adalah kondisi yang diciptakan/diarahkan pembelajar. Konsep
dapat dipelajari pebelajar melalui definisi atau observasi langsung. Misalnya
pebelajar dapat mengelompokkan objek-objek dalam kelompok persegipanjang
dan bukan persegipanjang.
Tabel 4.1
HUBUNGAN KESESUAIAN AKTIVITAS DENGAN OBJEK MATEMATIKA
4
Aktivitas Objek matematika
Keterampilan, koncep,
1) Diskusi objekmatematika dengan pebelajar
prinsip
Keterampilan, konsep,
2) Tentukan nama keterampilan, konsep, atau prinsip
prinsip
Keterampilan, konsep,
3) Identifikasi dan diskusikan keterampilan, konsep, dan
prinsip
prinsip berdasarkan strategi praasesmen
Keterampilan, konsep,
prinsip
4) Kembangkan keterampilan melalui contoh. Definisikan Keterampilan, koncep,
konsep, Simpulkan atau demonstrasikan prinsip prinsip
SOAL LATIHAN 4
5
I. JELASKAN DENGAN BAGAIMANA PEMBELAJARAN OBJEK MATEMATIKA BERIKUT DI SD
1. FAKTA MATEMATIKA
2. KETERAMPILAN MATEMATIKA
3. KONSEP MATEMATIKA
4. PRINSIP MATEMATIKA
II. BAGAIMANA ANDA SEBAGAI PEMBELAJAR MENJELASKAN CARA MURID ANDA BELAJAR
OBJEK MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR
1. FAKTA MATEMATIKA
2. KETERAMPILAN MATEMATIKA
3. KONSEP MATEMATIKA
4. PRINSIP MATEMATIKA
III. BERIKAN CONTOH PEMBELAJARAN MATEMATIKA YANG BERHUBUNGAN DENGAN
OBJEK MATEMATIKA.
DAFTAR PUSTAKA
6
BAB II
MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Model
Strategi
Pendekatan
Metode
Teknik
Taktik
siasat
Secara umum model dapat diartikan sebagai barang atau benda tiruan dari
benda yang sesungguhnya, misalnya, model bangun geometri, seperti kubus, balok dan
sebagainya; juga misalnya “globe” adalah model dari bumi. Secara khusus “model
diartikan sebagai “kerangka konseptual” sebagai cetak biru yang digunakan sebagai
pedoman dalam melakukan sesuatu kegiatan.
Atas dasar pemikiran tersebut maka dalam penelitian ini, “model
pembelajaran” adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar yang
telah ditetapkan (disepakati). Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi
para perancang pengajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan
aktivitas pembelajaran. Dengan demikian aktivitas pembelajaran benar-benar
merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara sistematis.
Dalam rangka pemanfaatan model yang telah ada, Joyce dan Weil (1992) telah
menyajikan model mengajar yang tidak semata-mata menyangkut kegiatan pembelajar
tetapi lebih menitikberatkan pada aktivitas belajar pebelajar. Hal ini ditegaskan oleh
Joyce dan Weil (1992) bahwa model-model mengajar sesungguhnya adalah model-
7
model belajar, yaitu kita membantu para pebelajar memperoleh informasi, ide,
keterampilan, nilai, cara berpikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-
cara belajar bagaimana belajar. Karena itu menurut peneliti untuk ungkapan model
mengajar lebih tepat digunakan ungkapan model pembelajaran, karena dengan
pembelajaran kegiatan mengajar belajar lebih berpusat pada pebelajar, sedangkan
dengan istilah model mengajar terkesan kegiatan mengajar belajar lebih berpusat
pada pembelajar.
Dengan demikian, maka “model pembelajaran matematika sekolah” adalah
suatu pola yang elukiskan prosedur yang sistematis yang digunakan untuk membantu
pebelajar belajar bagaimana belajar memperoleh informasi, ide-ide, keterampilan,
nilai, cara berpikir, mengekspresikan dirinya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan
(disepakati), dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran
matematika sekolah.
Dalam pengembangan model pembelajaran perlu diperhatikan ciri-ciri khusus
yang tidak dimiliki oleh strategi atau prosedur tertentu. Ciri-ciri tersebut adalah (1)
rasional teoretik yang logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya, (2)
landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana pebelajar belajar yang mengarah
tujuan pembelajaran yang akan dicapai, (3) perilaku mengajar yang diperlukan agar
model dapat dilaksanakan dengan berhasil, dan (4) lingkungan belajar yang diperlukan
agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Kardi dan Nur; 2000a).
Joyce dan Weil (1992) mengemukakan bahwa setiap model belajar mengajar
memiliki unsur-unsur (1) sintaks, (2) sistem sosial, (3) prinsip reaksi, (4) sistem
pendukung, dan (5) dampak instruksional dan dampak pengiring. Sedangkan Arends
(2001) mengemukakan adanya 4 unsur, yaitu: (1) tujuan, (2) sintaks, (3) lingkungan
belajar, dan (4) sistem manajemen.
Unsur tujuan pembelajaran menurut Arends berkaitan dengan unsur dampak
instruksionaal dan dampak pengiring dari Joice dan Weill. Unsur sintaks dari Arends
sama dengan unsur sintaks dari Joice dan Weill. Unsur lingkungan belajaar menurut
Arends berkaitan dengan unsur sistem social dan prinsip reaksi dari Joice dan Weill.
Selanjutnyaunsur sistem manjemen dari Arends meliputi (1) penanganan kondisi
pebelajar, (2) penyesuaian terhadap kecepatan penyelesaian tugas yang berbeda, (3)
pengelalaan kerja pebelajar, dasn (4) pengelolaan bahan dan peralatan. Dengan
demikian unsur sistem manajemen dari arends berkaitan dengan unsur-unsur sisstem
social, prinsip reaksi, dan sistem pendukung dari Joice dan Weill.
Tabel 2.1
Keterkaitan Komponen Model Pembelaajaran
Antara
Model Joice & Weill Dengan Model Arends
8
pembelajaran menunjukkan dengan jelas kegiatan apa yang perlu dilakukan
pembelajar dan pebelajar selama kegiatan pembelajaran.
Sistem sosial adalah situasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam model
itu. Iskandar dkk (1999) menyatakan bahwa sistem sosial adalah pola hubungan
pembelajar dan pebelajar dalam kegiatan pembelajaran. Ada tiga macam sistem sosial
yang diberi nama struktur tinggi, struktur menengah, dan struktur rendah. Pola
hubungan tinggi artinya pembelajar menjadi pemegang kendali dalam kegiatan
pembelajaran, komunikasi terjadi hanya satu arah. Pola hubungan menengah artinya
pembelajar berperan sederajat dengan pebelajar, terjadi komunikasi dua arah yang
harmonis. Pola hubungan rendah artinya pembelajar memberi kebebasan kepada
pebelajar sepenuhnya untuk belajar, pebelajar sendiri mengatur cara belajarnya.
Salomon dan Perkins (1998) dalam tulisannya “Individual and Social Aspect of
Learning” mengemukakan hubungan kelompok-perseorangan dalam pembelajaran.
Salomom dan Perkins menyebutkan hubungan tersebut sebagai berikut:
Hubungan 1. Aspek kelompok dan aspek perseorangan dalam pembelajaran
menunjukkan bertahannya rangkaian tingkat mediasi sosial. Dalam hubungan ini selalu
ada interaksi antar individu dan anggota kelompok.
Hubungan 2. Aspek kelompok dan aspek perseorangaan dalam pembelajaran
menunjukkan bertahannya rangkaian pembelajaran individual itu sendiri (aktivitas
perseorangan) melalui aktivitas mandiri dan pembelajaran kelompok dengan
belajar bersama (aktivitas kelompok) dengan penyebaran pengetahuan melalui
partisipasi. Dalam hal ini ada hubungan sosial apabila individu itu sendiri aktif
secata mandiri dan aktif berpatisipasi dalam kelompok.
Hubungan 3. Aspek perseorangan dan aspek kelompok dalam pembelajaran dapat
berinteraksi di luar waktu untuk memperkuat hubungan satu dengan yang lain,
yang disebut dengan relasi spiral terbalik. Dalam hal ini hubungan sosial tidak
hanya terjadi di dalam kelas selama KMB, tetapi juga terjadi di luar kelas melalui
kegiatan ekstra yang berkaitan dengan materi pembelajaran.
Prinsip reaksi adalah pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya
pembelajar memberikan respons terhadap pebelajar. Prinsip ini memberi petunjuk
bagaimana seharusnya pembelajar menggunakan aturan permainan yang berlaku pada
setiap model. Di sini pembelajar memandang dan memberi reaksi terhadap perilaku
pebelajar. Dalam pembelajaran, prinsip reaksi merupakan ciri perilaku pembelajar
(prinsip-prinsip pengolahan) yang berlaku dalam model.
Dengan memandang pembelajar sebagai seorang pemimpin, pola hubungan
pembelajar-pebelajar dan prinsip reaksi dalam kegiatan pembelajaran, pembelajar
diharapkan senantiasa dapat melaksanakan gagasan Ki Hajar Dewantara, seperti
diungkapkan oleh Soedjadi (2000a) bahwa bukankah seorang pembelajar adalah juga
seorang pemimpin? Dapatkah tugas sebagai pembelajar dalam pembelajaran
disejajarkan dengan gagasan Ki Hajar Dewantara?
Konsep dasar kependidikan Ki Hajar Dewantara yang digunakan para pamong
dalam pendidikan sekaligus diterima sebagai prinsip kepemimpinan bangsa Indonesia
adalah:
“ing ngarsa sung tulada” berarti pembelajar sebagai pemimpin (pendidik)
berdiri di depan dan harus mampu memberi teladan kepada anak didiknya;
“ing madya mangun karsa” yang berarti bahwa seorang pemimpin (pendidik)
berada di tengah dan harus mampu membangkitkan semangat, berswakarsa dan
berkreasi pada anak didik;
“tut wuri handayani” yang berarti bahwa seorang pemimpin (pendidik) berada
di belakang, mengikuti dan mengarahkan anak didik agar berani berjalan di depan dan
sanggup bertanggung jawab (Idris, 1983).
Sistem pendukung adalah segala sarana, prasarana, bahan/materi pelajaran,
dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model tersebut.
Dampak instruksional adalah hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara
mengarahkan pebelajar pada tujuan yang diharapkan. Dampak pengiring adalah hasil
belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu kegiatan pembelajaran, sebagai akibat
9
tercapainya suasana pembelajaran yang dialami langsung oleh pebelajar tanpa
pengarahan dari pembelajar.
Berikut ini dikemukakan model-model pembelajaaran yang dapat digunakan
dalam pembelajaran matematika di Sekolah Dasar. Model-model tersebut adalah: (1)
model pembelajaran langsung, (2) model pembelajaran kooperatif, dan (3) model
pembelajaran dengan cara perseorangan dan kelompok kecil (model PPKK).
10
Model Pengajaran langsung mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
(1) Ada tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada spebelajar termasuk
prosedur penilaian hasil belajar
(2) Ada sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran
(3) Ada sistem pengolahan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar
kegiatan pembelajrantertentu dapat berlangsung dengan berhasil
Model pengajaran langsung dirancang secara kusus untuk mengembangkan
belajar spebelajar tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang
terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah.
Pengaajaran langsung merupakan suatu pendekatan pengajaran yang cocok jika
pembelajar menginginkan para pebelajarnya belajar pengetahuan deklaratif atau
keterampilan tertentu, misalnya pebelajar mengetahuai rumus luass segitiga dan
dapat menghitung luas segitiga dengan posisi atau keadaan tertentu.
(1) Pada pengajaran langsung terdapat lima fase yang sangat penting
(2) Pembelajar mengawali pengajaran dengan penjelasan tentang tujuan dan latar
belakang pembelajaran, serta mempersipkan pebelajar untuk menerima
penjelasan pembelajar
(3) Fase persiapan dan motivasi ini, selanjutnya diikuti dengan presentase materi
ajar yang diajarkan atau demonstrasi tentang keterampilan tertentu.
(4) Pada kegiatan pembelajaraan, juga diberikan kesempatan kepada pebelajar
untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari ke dalam
situasi kehidupan nyata.
TABEL 2.2
SINTAKS MODEL PENGAJARAN LANGSUNG
11
Sebagaiman telah disebutkan bahwa model pengajaran langsung berorientasi
keterampilan dan kinerja, misalnya pada pengajaran matematika pembelajar perlu
membuat perencanaan yang terurut, terstruktur dengan baik dan dapat diajarkan
lewat demosntasi selangkah demi selangkah, bukan pengajaran keterampilan sosial
atau kreativitas, dan proses berpikit tinggi.
Kegiatan selanjutnya pembelajar perlu merencanakan tugas latihan terbimbing
dan tugas latihan lanjutan yang langsung dapat diamati pembelajar dan diberi unpan
balik segera.
Dalam pengajaran langsung, pembelajar perlu merumuskan tujuan pembelajaran yang
oleh Marger dikenal sebagaai tujuan perilaku yang terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1. Perilaku pebelajar, yaitu, apa yang dilakukan pebelajar atau jenis-jenis
perilaku sisw yang diharapkan pembelajar dan dapat dilakukan pebelajar
sebagai bukti bahwa tujuan telah tercapai.
2. Situasi pengetesan, yaitu kondisi tertentu dari perilaku itu yang akan teramati
atau diharapkan dapat terjadi.
3. Kriteria kinerja, yaitu standar kompetensi atau tingkat kinerja yang dapat
diterima sesuai dengan yang ditetapkan.
Tabel 2.3
Contoh Tujuan Perilaku Menggunakan Format Marger Dalam Pengajaran Matematika
12
B. Model Pembelajaran Kooperatif
13
butuhkan, memahami dinamika kelompok dan mempelajari matematika dengan
bekerja dalam kelompok.
7. Para pebelajar meminta bantuan hanya setelah setiap orang
dalam kelompok sudah membahas prtanyan tersebut.
8. Memantu pebelajar agar bertanggung jawab secaraa individu
terhadap pe,mbelajarannya.
Tabel 2.4
Perbedaan Antara Kelompok Pembelajaran Koopreatif dan Kelompok Tradisional.
14
TABEL 2.5
LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Kelas Demokratis
Konsep pendididkan yang dikemukakan John Dewey, bahwa kelas harus
merupakan cermin dari masyarakat yang lebih besar dan berfungsi sebagai
laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pedagogi Dewey
mengharuskan pembelajar menciptakan dalam lingkungan belajarnya suatu sistem
sosial yang dicirikan dwengan prosedur demokrasi dan proses ilmiah. Sejalan
dengan Dewey, Thelan beragumentasi bahwa kelas haruslah merupakan
laboratorium atau miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-maslah
sosial dan anatar pribasi.
Kerja kelompok kooperatif yang digambarkan oleh Dewey dan Thelan berjalan
melampau hasil belajar akademik. Merka memandang perilaku kooperatif
danproses-proses sebagaai bagian tak terelakan dari usaha keras manusia,
merupakan dasar bagi membangun masyaarakat demiokratis dan dipertahankan.
15
Relasi Antar Kelompok
Gordon Alport mengingatkan bahwa hukum saja tidak akan mengurangi kecurigaan
anatr kelompok dan mendatangkan penerimaan dan pemahaman lebih baik.
Untuk mencegah terjadinya kecurigaan antar kelompok (etnis, ras), Alport
merumuskan tiga kondisi, yaitu (1) kontak langsung antas etnik, (b) sama-sama
berperan serta di dalam kondisi status yang sam antata anggota dari berbagai
kelompok dan suatu seting tertentu, dan © seting yang dibuat harus secara resmi
mendapat perstujuan kerjasama antar etnis.
Kemampuan Akademik
Satu aspek penting pembelajaran kooperatif adalah bahwa: disamping membantu
mengembangkan perileku kooperatif dan hubungan yang lebih baik di antara
pebelajar, pembelajaran kooperatif secara bersamaan membantu pebelajar dalam
pelajaran akademis mereka.
Dari hasi-hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik-teknik pembelajaran
kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar daripada pengalaman-
pengalaman individu atau kopetitif.
16
2) Setiap pebelajar mempunyai tanggung jawab untuk memastikan
bahwa kelompoknya telah mempelajari materi yang diberikan pembelajar.
3) Tidak boleh belajar sebelum semua pebelajar memperoleh dan
mempelajari materi yang diberikan pembelajar.
4) Setiap anggota kelompok harus meminta bantuan lebuh dahulu
kepada teman dalam tim (kelompok)nya, kemuadian baru kepada teman lain
yang bukan anggota timnya.
5) Dalam satu kelompok secara khusus dan secara umumdalam
kelas, pebelajar harus berbicara sopan dan saling kerjasama dalam dalam timnya.
6) Anggota kelompk menggunakan LKS atau perangkat lainnya yang
tersedia untuk menuntaskan materi yang dipelajarinya.
d. Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Pembelajar membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas mereka, setiap anggota dapat menjadi tutor untuk
mengerjakan kuis ataupun diskusi.
e. Evaluasi
Evaluasi dikerjakan secara mandiri, pebelajar harus menunjukkan apa yang telah
mereka pelajari secara individu selam bekerjasama dalam kelompoknya. Hasilnya
juga akan memberi sumbangan sebagai nilai perkembangan kelompok.
f. Penghargaan kelompk
Dalam memberikan penghargaan kelompok, dapat dilakukan dengan memberi nilai
rata-rata dari skor tes masing-masing anggota kelompok.
17
d. Team study
Setelah ujian tingkat pembelajar mengajarkan pelajaran pertama, lalu para
pebelajar diberikan suatu unit perangkat pembelajaran matematika secara
individual. Unit-unit tersebut dicetak dalam buku-buku pebelajar. Para pebelajar
mengerjakan unit-unit tersebut dalam kelompok masing-masing, dengan
mengikuti langkah-langkah :
1) Para pebelajar membentuk pasangan-pasangan atau bertiga dalam suatu
kelompok untuk pengecekan.
2) Para pebelajar membaca lembar petunjuk dan meminta teman sekelompok
atau pembelajar untuk membantu bila perlu. Kemudian mereka mulai dengan
keterampilan yang praktis dalam unit tersebut.
3) Masing-masing pebelajar mengerjakan misalnya 4 soal pertama, dengan
menggunakan praktek keterampilannya sendiri dan kemudian meminta
seoramg teman sekelompok untuk memeriksa jawaban yang ada di belakang
lembar soal. Bila ke 4 jawaban tersebut benar pebelajar tersebut boleh
meneruskan pada praktek keterampilan berikutnya, dan seterusnya, sampai
dia mendapat kesulitan pada tingkat ini, disarankan untuk meminta bantuan
dalam kelompok mereka sebelum meminta pada pembelajarnya.
4) Bila seorang pebelajar mendapat sebuah blok dengan 4 jawaban yang benar
pebelajar tersebut akan ikut tes formatif yang menyerupai praktek
keterampilan terakhir. Pada tes formatif ini, pebelajar bekerja sendiri sampai
selesai. Seorang teman sekelompok memberi memberi skor tes tersebut. Bila
pebelajar tersebut mendapat 2 atau lebih jawaban yang benar, teman
sekelompoknya menandai tes tersebut untuk menunjukkan bahwa pebelajar
tersebut telah lulus dan berhak ikut tes unit. Tetapi bila tidak mendapat 2
jawaban yang benar pembelajar dipanggil untuk menanggapi soal-soal
tersebut. Pembelajar itu mungkin menyuruh pebelajar tersebut untuk
mengerjakan lagi item-item praktek keterampilan tertentu , lalu pebelajar
tersebut boleh langsung ikut tes unit. Tidak ada pebelajar yang
diperbolehkan mengambil tes unit samapi dia diluluskan oleh teman
sekelompoknya pada tes formatif.
e. Team scores and team recognition
Diakhir tiap minggu, pembelajar menghitung skor kelompok, skor ini didasarkan
pada jumlah rata-rata yangt tercakup oleh anggota kelompok dan akurasi dari
tes-tes unit. Kriteria diatur untuk prestasi kelompok. Kriteria yang tinggi dibuat
untuk kelompok super, kriteria menengah dengan kelompok hebat dan kriteria
minimum untuk kelompok lain. Kelompok-kelompok yang memenuhi kriteria
kelompok super dan kelompok hebat menerima sertifikat yang menarik.
f. Teaching group
Pada saat pembelajar memulai materi baru, pembelajar mengajar materi pokok
selama 10 menit atau 15 menit secara klasikal kepada pebelajar-pebelajar yang
telah dikelompokan dengan anggota yang heterogen. Para pembelajar
menggunakan program pembelajaran konsep yang khas. Maksud dari tahap ini
adalah untuk memperkenalkan konsep-konsep yang telah utama pada pebelajar.
Pembelajar menggunakan manipulasi, diagram dan demonstrsi yang menyeluruh.
Secara umum para pebelajar mempunyai konsep-konsep yang telah
diperkenalkan pada mereka dalam kelompok-kelompok pengajaran sebelum
mengerjakannya secara individu. Pembelajaran langsung pada kelompok-
kelompok pengajaran ini dimungkinkan dalam sebuah program secara individual
oleh fakta bahwa para pebelajar bertanggung jawab untuk hampir semua
pengecekan, penanganan materi dan jalannya pelaksanaan.
g. Facts test
Selam kegiatan para pebelajar mengambil tes-tes singkat (2-3 menit)
berdasarkan fakta
h. Whole-class units
Setelah jangka waktu tertentu (3 bulan) pembelajar daapat menghentikan
program individual yang digunakan dalam penyelesaikan tes, dan menggunakan
18
waktu selanjutnya ( 1mingggu) untuk kegiatan pembelajaran yang berhubungan
dengan strategi pemecahan masalah (soal).
+ * + * + * + *
= = = =
@ @ @ @
+ + = = * * @ @
+ + = * * @
= @
Keterangan = Pebelajar ahli topik I
@ Pebelajar ahli topik II
* Pebelajar ahli topik III
+ Pebelajar ahli topik IV
19
(1) belajar bersama dan menjadi ahli dalam materi (topok) yang
menjadi tugas mereka
(2) merencanakan cara menjelakan/mengerjakan/menjawab
masalah/ materi topok yang telah mereka kuasai kepada teman-
teman mereka dalam kelompok asal.
c. Tahap kelompok asall
Pada tahap ini, pebelajar kemabali ke kelompok kooperatif, yaitu
kelompok asal yang masing-masing pebelajar berasal sebelum ke
kelompok ahli. Setelah mereka kemali dan berkumpul dengan teman-
teman lain (ahli dalam topok yang lain), pebelajar (ahli) ini
menjelaskan hasil pembahasan/diskusi dari kelompok ahli kepada
teman-temannya di kelompok semula.
Selama kegiatan ini, pembelajar memantau kerja kelompok, baik dalam
kelompok ahli maupun dalam kelompik asal, agar kegiatan kerja kelompok
ahli dan kerja kelompok asal dapat berjalan dengan lancer. Selanjutnya
pembelajar mengevaluasi hasil kerja pebelajar dengan meberi tes atau
kuis.
20
berorientasikan tugas. Komposisi kelompok hendaknya heterogen secara akademis
maupun etnis.
c) Implementasi
Pebelajar dan pembelajar merencanakan proses pembelajaran, tugas dan tujuan
khusus yang konsisten dengan topik yang telah dipilih pada tahap pertama.
(d) Analisis dan Sintesis
Pebelajar menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan didalam tahap
kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan
keterampilan yang luas dan hendaknya mengarahkan pebelajar kepada jenis-jenis
sumber belajar yang berbeda baik di dalam atau di luar sekolah. Pembelajar secara
ketat mengikuti kemajuan tiap kelompok dan menawarkan bantuan bila
diperlukan.
(i) Presentase dan Hasil Final
Pebelajar menganalisis dan mengevaluasiinformasi yang diperoleh pada tahap
ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan disajikan
dengan cara menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh kelas.
(ii) Evaluasi.
Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikannya dengan cara
yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan agar pebelajar yang lain saling
terlibat satu sama lain dalam pekerjaan mereka dan memperoleh perspektif luas
pada topik itu. Presentasi dikoordinasi oleh pembelajar.
Dalam hal kelompok-kelompok menangani aspek yang berbeda dari topik yang
sama, pebelajar dan pembelajar mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap
kerja kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi yang dilakukan dapat berupa
penilaian individual atau kelompok.
21
(e) Pembelajaar dapat meminta pebelajaar lain
menambahkan jawaban bila yang diberikan tidak lengkap.
22
Send a problem adalah suatu struktur/tipe praktis yang dapat digunakan untuk
meriviu atau mempratekkan konsep-konsep. Banyak anggota pada setiap
kelompok 3 samapi 5 orang.
Send a problem terdiri atas tiga tahap sebagai berikut:
Tahap 1. Para pebelajar menulis pertanyaan reviu.
Setiap pebelajar pada tahap ini membuat suatu
permasalahan (pertanyaan) reviu dan menuliskan pada suatu kartu atau
kertas. Penulis mengajukan pertanyaan kepada anggota tim yang lain
dalam kelompok. Apabila ada kesepakatan terhadap suatu jawaban
dicapai diantara semua anggota tim, jawaban ditulis dibalik kartu atau
kertas pertanyaan atau kertas lain sebagai kunci jawaban.
Tahap2. Tim menyerahkan masalah
Tim penulis menyerahkan pertanyaan reviu kepada tim/kelompok lain
untuk diselesaikan bersama dalam kelompok mereka.
Tahap 3. Tim menanggapi
Pebelajar pertama membaca pertanyaan pertama. Setiap anggota tim
menyelsaikan masalah tersebut dan menulis jawabannya. Jawaban-
jawaban ini didiskusikan untuk mendapatkan satu kesepakatan
jawaban atas masalah yang diajukan. Jika sejutu mereka menulis
jawaban kesepakatan di kertas. Pebelajar 2 membaca pertanyaan
berikutnya, dan prosedur ini diulang smapai semua pertanyaan habis
dibahas.
Tahap 4. Penyerahan jawaban dan tanggapan kelas
Pada tahap ini, tim pemberi masalah menerima jawaban dari tim yang
menerima pertenyaan. Selanjutnya tim penulis mencocokan dengan
kunci jawaban yang meraka telah buat
Dalam hal ini mungkin terjadi perbedaan jawaban anatra tim penulis
dan tim penjawab. Apabila hal ini terjadi, maka tim penulis dapat
mempertimbangkan menerima atau menolah jawaban tersbut dengan
alasan yang dapat diterima bersama antara kedua tim. Dalam keadaan
demikian pembelajar sebagai pembimbing dapat memberikan arahan.
(10) Think-Pair-Share (Berpikir-Berpasangan-Berbagi)
Think-Pair-Share memberikan kesempatan kepada setiap pebelajar untuk
menjawab suatu pertanyaan. Di kelas biasa, pembelajar mengajukan
pertanyaan, dan hanya beberapa pebelajar mengangkat tangan untuk
menjawab. Pada Think-Pair-Share, pembelajar mengajukan suatu
npertanyaan, pebelajar memikirkan jawabannya dalam beberapa saat,
kemudian mereka membagi jawabannya dengan pasangan atau dengan anggota
tim lainnya tetapi dalam bwentuk pasangan dialog. Para pebelajar membagi
jawaban, tidak hanya dengan teman dalam tim, tetapi juga dengan anggota
dari tim lain ke seluruh kelas. Tahap Think-Pair-Share sebagai berikut:
Tahap 1. Pembelajar menginformasikan masalah lisan atau tertullis (LKS)
kepada seluruh kelas
Tahap 2. Pembelajar meminta kepada seluruh pebelajar untuk berpikir sejenak
tentang cara-cara menjawab/menyelesaikan masalah yang diajukan
pembelajar.
Tahap 3. Pembeljar meminta kepada pebelajar untuk saling berbagi cara-cara
mengerjakan masalah menurut hasil pemikirannya kepada anggota lain. Cara
berbagi ini dilakukan dalam dialog (berpasangan) dalam tim/kelompoknya
Tahap 4. Berbagi ke seluruh kelas. Dalam hal ini dapat dilakukan sebagai
berikut:
(a) Para pebelajar menullis jawabannya di papan tulis pada saat yang sama.
(b) Para pebelajar memberikan jawaban dengan cepat dan pebelajar lain
menanggapi dengan cepat.
(c) Semua pebelajar berdiri, setelah memberikan jawabannya , pebelajar
tersbut dduduk. Setiap pebelajar yang memberikan jawaaban sama juga
ikut duduk.Proses ini dilanjutkan sampaisemua pebelajar duduk. Hal ini
23
memungkinkan beberpa ini yang didengan dari beberapaa pebelajar.
Yang didengan oleh semua pebelajar daalam waktu yang singkat.
(d) Setiap pebalajar berbagi jawaban dengan pebelajar pada kelompok lain.
24
and Needs Learning Community
Learning
Group Norms Environment
Social
and Roles
Learning
(Arends, 1997,75)
Model PPKK ini dilandasi oleh beberapa teori pendukung, yaitu (1) teori
pembelajaran sosial, (2 teori pemrosesasan informasi, dan (3) teori Ki Hajar
Dewantara.
25
Nur (1997) menyatakan bahwa menurut Bandura ada empat elemen penting
yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran melalui pengamatan, yaitu atensi,
retensi, produksi, dan motivasi.
Menurut John Dawey (Arends, 2001,1997), sekolah seharusnya merupakan
cermin masyarakat yang lebih besar dan Kelas merupakan laboratorium untuk belajar
dan memecahkan masalah kehidupan nyata. Pembelajar perlu menciptakan suatu
sistem sosial yang bercirikan demokrasi dan proses ilmiah dalam lingkungan belajar.
Tanggung jawab utama pembelajar adalah memotivasi pebelajar untuk bekerja secara
bersama dan untuk memikirkan masalah-masalah sosial yang muncul. Sama seperti
Dawey, Thelan berpendapat bahwa Kelas haruslah merupakan laboratorium atau
miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar
pribadi. Thelan mengembangkan bentuk yang lebih rinci dan terstruktur dari
penyelidikan kelompok, dan mempersiapkaan dasar konseptual untuk pengembangan
pembelajaran kelompok (Arends, 1997).
Baik Dawey maupun Thelan memandang tingkah laku kerjasama dan proses-
prosesnya sebagai bagian yang tak terelakkan dari usaha keras manusia. Hal ini
merupakan dasar bagi dibangunnya dan dipertahankannya masyarakat demokratis.
Suparno (1997) menyatakan bahwa Vygotsky mulai meneliti pembentukan dan
perkembangan pengetahuan anak secara psikologis. Namun Vygotsky lebih
memfokuskan perhatian kepada hubungan dialektika antar individu dan masyarakat
dalam pembentukan pengetahuan. Vygotsky memperhatikan akibat interaksi sosial,
terlebih bahasa dan budaya pada proses belajar anak. Menurut Vygotsky belajar
merupakan suatu perkembangan pengertian. Vygotsky membedakan membedakan
adanya dua pengertian, yang spontan dan yang ilmiah. Dalam proses pembelajaran
terjadi perkembangan pengertian dari pengertian spontan ke pengertian lebih ilmiah.
Prinsip Kunci dari Teori Vygotsky
a. Penekanan pada hakekat sosiokultural belajar
b. Zona Perkembangan Terdekat (ZPT)
c. Pemagangan Kognitif
d. Scaffolding (lihat uraian Teori Vygotsky di BAB III)
Walupun dalam pembelajaran dengan model PPKK ada komunitas pembelajaran
yang terjadi karena perpaduan antara individu dan kelompok, tetapi kelompok dalam
model PPKK ini bukan kelompok kooperatif, sehingga dalam pembelajaran dengan
model PPKK dapat terjadi kompetisi antar pebelajar. Berkenaan dengan kompetisi,
Johnson dan Johnson (1994) menyatakan bahwa dalam pengajaran ada dua cara
kompetisi dapat terjadi. Pertama, individu-individu dapat berkompetisi satu dengan
yang lain untuk melihat siapa yang sudah belajar dengan hasil terbaik. Kedua.
Kelompok dapat berkompetisi untuk melihat kelompok mana yang telah tuntas belajar
dengan baik.
Teori pembelajaran sosial memberi landasan yang kuat bagi model PPKK.
Dalam pembelajaran dengan model PPKK, pemodelan mendapat perhatian penting
terutama pada fase informasi, demonstasi dan aktivitas perseorangan. Pada fase ini
pembelajar sebagai model meinginformasikan pengetahuan deklaratif,
mengdemonstrasikan pengetahuan procedural selangkah demi selangkah, pebelajar
memperhatikan dan mengikuti prosedur yang dibuat pembelajar dengan mengerjakan
dalam LKS perseorangan.
Pandangan Dawey dan Thelan sangat diperhatikan, terutama dalam aktivitas
kelompok. Demikian pula padangan Vigotsky mengenai hakekat sosiokultural
mendapat perhatian penting dalam aktivitas kelompok. Pandangan Dawey, Thelan, dan
Vigotsky, terutama menekankan pada proses intraksi antara pebelajar, pembelajar dan
lingkungan (sarana dan prasaran pembelajaran). Pada interaksi antar pebelajar ini
dapat terjadi interaksi kompetitif atau interaksi kerja sama.
b. Teori Pemrosesan Informasi
Gagne (1977) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang
memungkinkan individu-indiviud memodifikasi perilaku secara permanen sehingga
modifikasi yang sama tidak harus terjadi lagi pada setiap situasi baru. Ini berarti
bahwa belajar merupakan perubahan perilaku manusia setelah melalui suatu proses.
26
Perubahan perilaku ini terjadi karena pengalaman, latihan, dan bukan karena
pertumbuhan atau kematangan. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar yang melalui
sutau proses ini dikenal dengan pemrosesan informasi. Pemrosesan informasi
menguraikan peristiwa-peristiwa mental sebagai transformasi informasi dari
input ke output yang digambarkan oleh Gagne (1977) seperti pada Gambar 2.2 di BAB
II.
Teori pemrosesan informasi juga memberikan landasan bagi model PPKK. Dalam
pembelajaran dengan model PPKK, pengetahuan awal dan cara pengetahuan diproses
mendapat perhatian. Pengetahuan awal diterima melalui perhatian terhadap
presentasi pengetahuan deklaratif dan mengikuti selangkah demi selangkah
demonstrasi pengetahuan prosedural dari pembelajar. Pengertahuan diproses melalui
aktivitas (perseorangan dan kelompok) dengan kerja mandiri dalam tugas LKS
perseorangan dan kerjasama dalam tugas LKS kelompok.
Agar pemrosesan informasi dapat dapat berjalan dengan baik, peran pembelajar
dalam pembelajaran perlu memperhatikan excecutive control dan expectation karena
kedua subproses ini akan menentukan pendekataan pebelajar dalam menerima
pengetahuan awal dan memproses pengetahun tersebut. Selain itu, pembelajar perlu
menciptakan suasana lingkungan yang kondusif sehingga pengetahuan awal dapat
diterima dan dapat diposes dalam aktivitas perseorangan dengan baik. Selanjutnya
dalam aktivitas kelompok, pebelajar yang sudah memiliki pengetahuan awal dan
tersimpan dalam skema yang baik, pada saat mendapat tugas dalam aktivitas
kelompok, pebelajar dapat bekerjasama dengan teman-temannya, berdiskusi, tanya
jawab dengan baik. Tetapi apabila pebelajar tidak mempunyai pengetahuan awal
dengan baik atau pengetahuan awal yang tidak diproses dengan baik, maka pada saat
aktivitas kelompok dapat terjadi pebelajar hanya diam saja. Untuk expectation,
pembelajar menyampaikan tujuan pembelajaran, yang dapat menjadi motivasi
pebelajar untuk belajar, menginformasikan tentang pentingnya pelajaran yang
dipelajari sebagai motivasi
c. Teori Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara mengemukakan konsep dasar kependidikan yang sekaligus
diterima sebagai prinsip kepemimpinan bangsa Indonesia. Konsep dasar Ki Hajar
Dwantoro tersebut adalah: “ing ngarsa sung tulada” berarti pembelajar sebagai
pemimpin (pendidik) berdiri di depan dan harus mampu memberi teladan kepada anak
didiknya; “ing madya mangun karsa” yang berarti bahwa seorang pemimpin
(pendidik) berada di tengah dan harus mampu membangkitkan semangat, berswakarsa
dan berkreasi pada anak didik; “tut wuri handayani” yang berarti bahwa seorang
pemimpin (pendidik) berada di belakang, mengikuti dan mengarahkan anak didik agar
berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab (Idris, 1983). Ketika
pembelajar berada di tengah membangun semangat pada anak didik, dapat terjadi
anak-anak akan berlomba, berkompetisi, untuk menunjukkan kemampuannya yang
terbaik.
Teori Ki Hajar Dewantara juga memberikan landasan bagi model PPKK. Dalam
pengajaran matematika dengan model PPKK, konsep dasar kepempimpinan tersebut
mendapat perhatian penting terutama bagi pembelajar selama kegiatan
pembelajaran. Pembelajar bertindak sebagai seorang pemimpin yang akan bergerak
dari depan ke belakang dalam arti mulai dari memberikan contoh, membantu,
memfasilitasi pebelajar dalam aktivitas perseorangan dan dalam aktivitas kelompok,
akhirnya mengontrol, mengarahkan pebelajar untuk bekerja sendiri.
27
Pendidik berusaha/bekerja keras untuk memahami lebih baik bagaimana setiap
pebelajar di Kelas dengan karakteristik berbeda berada dalam satu keluarga
(kelompok) besar sekolah. Melalui subkelompok Kelas, pembelajar (pendidik) berusaha
untuk mendidik dengan cara-cara yang dapat membawa anak (pebelajar) menjadi
dewasa baik rohani maupun jasmani.
Seluruh usaha pendidikan dilakukan dengan prosedur yang berjalan dalam
kelompok sekolah. Dalam usaha ini, pembelajar melakukan hal-hal untuk
membangkitkan semangat kompetisi untuk memperoleh prestasi dan prestise setiap
waktu selama anak berada di sekolah. Selain itu pembelajar diharapkan juga
senantiasa mendidik pebelajarnya untuk saling kerjasama dengan teman-teman yang
membentuk komunitas yang menerima keberagaman, membangun keterampilan sosial
yang menuju ke sikap demokrasi, dan kemampuan kompertitif.
Aktivitas cara perseorangan dan kelompok kecil biasanya mengikuti aktivitas
kelompok-menyeluruh, artinya untuk melaksanakan aktivitas cara perseorangan dan
kelompok kecil, sebaiknya didahului oleh aktivitas Kelas secara menyeluruh. Aktivitas
kelompok-menyeluruh lebih sering digunakan pada kegiatan awal pembelajaran karena
hal ini efektif untuk memberikan informasi tentang fakta-fakta, gambaran umum
tentang konsep dan prinsip, dan rangkian komponen-komponen yang menyusun suatu
pengetahuan dasar (pengetahuan/keterampilan prasyarat plus) yang akan berkembang
dengan baik selama kegiatan pembelajaran. Namun demikian perolehan pengetahuan
dasar tidak secara otomatis menuju ke perkembangan keterampilan tingkat tinggi
seperti sintesis, analisis, dan evaluasi atau keterampilan kinestetik yang kompleks.
Karena itu pebelajar perlu diberikan kesempatan untuk mengkombinasikan bagian-
bagian informasi ke dalam pemahaman yang menyeluruh. Pola perilaku pembelajar
selama kegiatan pembelajaran, sering mempengaruhi pemahaman pebelajar tentang
informasi yang diberikan, seperti suara pembelajar, gerakan pembelajar, dan reaksi
pembelajar memberikan tanggapan terhadap pebelajar. Pebelajar menganalisis secara
kritis apa yang mereka lihat, dengar, dan buat. Dalam hal ini aktivitas cara
perseorangan dan kelompok kecil sangat membantu.
Model pembelajaran dengan cara perseorangan dan kelompok kecil (Model
PPKK) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada pebelajar termasuk
prosedur penilaian pembelajaran,
Adanya sintaks atau langkah-langkah kegiatan pembelajaran,
Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan
pembelajaran dapat berlangsung dengan berhasil baik.
28
terjadi komunikasi dua arah yang harmonis. Pola hubungan rendah artinya pembelajar
memberi kebebasan kepada pebelajar sepenuhnya untuk belajar, pebelajar sendiri
mengatur cara belajarnya.
Ternyata pola hubungan yang dikemukakan Iskandar dkk tersebut ditinjau dari
segi pembelajar (pembelajaran yang berpusat pada pembelajar), sehingga pola.
hubungan tinggi terjadi apabila pembelajar dominan, sebagai pemegang kendali dalam
kegiatan pembelajaran (komunikasi satu arah), sedangkan pola hubungan rendah
terjadi apabila pembelajar membiarkan pebelajar bekerja sendiri (baik secara mandiri
atau kerjasama dalam kelompok), pembelajar tidak banyak campur tangan dalam
kegiatan pembelajaran (pembelajaran berpusat pada pebelajar).
Dalam pembelajaran dengan model PPKK ini, pola hubungan pebelajar dan
pembelajar ini ditinjau dari segi aktivitas pebelajar, tetapi bukan berarti pembelajar
melepaskan pebelajar bekerja sendiri. Dalam hal ini pembelajar sebagai pembimbing,
fasilisator baik secara perseorangan maupun dalam kelompok-kecil. Di sini pola
hubungan tinggi terjadi apabila interaksi pebelajar-pebelajar berjalan dan
pembelajar sebagai fasilisator berada di tengah-tengah mereka dan memberi bantuan
seperlunya. Pola hubungan rendah apabila pembelajar mendominasi kegiatan
pembelajaran. Karena apabila pembelajar mendominasi kegiatan pembelajaran, maka
interaksi pebelajar-pebelajar, dan pembelajar-pebelajar hampir tidak ada. Karena itu,
tujuan sosial, yaitu tecapainya sikap demokrasi yang diharapkan dari kegiatan
pembelajaran ini tidak akan terwujud.
TABEL 2.6
SINTAKS MODEL PEMBELAJARAN DENGAN KEMPOK KECIL DAN PERSEORANGAN
29
selalu berada dalam tugas. c. Pebelajar berdiskusi dengan anggota
c. Pembelajar memberikaan kesempataan kepada lain dalam kelompok.
pebelajar untuk berdiskusi. d. Kelompok yang mengalami kesulitan
d. Pembelajar mengontrol, dan apabila ada kelompok dapat bertanya pada pembelajar
yang mengalami kesulitan dalam pemecahan untuk memperoleh arahan dan
masalah, pembelajar dapat memberikan bantuan umpan balik.
seperlunya dengan pertanyaan yang membuka
wawasan mereka, dan memberikan umpan balik.
4. Kuis Pembelajar meminta pebelajar mengerjakan kuis Pebelajar mengerjakan kuis secara
Evaluasi sebagai evaluasi. mandiri.
5. Penutup a. Pembelajar mengumpulkan berkas LKS dan LKP a. Pebelajar menyerahkan LKS dan LKP
yang sudah dikerjakan. yang sudah dikerjakan.
b. Pebelajar mencatat tugas-tugas (PR).
b. Pembelajar memberikan tugas perseorangan dan
tugas kelompok.
Tabel 2.7
POSISI PEMBELAJAR TERHADAP PEBELAJAR DAN PROPORSI WAKTUNYA
Posisi Pembelajar terhadap Pebelajar Proporsi Waktu Pembelajar
Pembelajar di depan pebelajar Sedikit
Pemmbelajar di tangah-tengah pebelajar Sedang
Pembelajar di belakang pebelajar banyak
30
pebelajar. Untuk model pembelajaran ini, prinsip reaksi merupakan ciri perilaku
pembelajar dan pebelajar yang diperlukan, berupa interaksi pembelajar dan pebelajar
selama kegiatan pembelajaran.
Beberapa perilaku pembelajar (prinsip reaksi) yang berlaku dalam model PPKK ini
adalah:
1. Pembelajar menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif untuk kegiatan
pebelajar selama aktivitas perseorangan dan aktivitas kelompok.
2. Pembelajar menyediakan dan mengelola sumber-sumber belajar agar suasana
aktivitas perseorangan dapat berjalan.
3. Pembelajar mengarahkan pebelajar dalam kelompok untuk selalu berada dalam
tugas (on task), dan selalu aktif bekerja sendiri atau bekerja sama dalam kelompok.
4. Pembelajar memberikan bantuan terbatas pada pebelajar yang membutuhkan
bantuan pada saat aktivitas perseorangan, maupun pada saat aktivitas kelompok
apabila semua anggota kelompok membutuhkan. Bantuan berupa pertanyan
membuka wawasan. Bantuan diberikan harus sesuai dengan prinsip scaffolding.
5. Pembelajar sebagai pendamping, pembimbing, fasilitator, harus menempatkan diri
bukan sebagai sumber utama pengetahuan bagi pebelajar.
4) Sistem Pendukung
Sistem pendukung adalah segala sarana dan prasarana, bahan, dan alat yang
diperlukan untuk melaksanakan model PPKK. Pendukung model PPKK berupa
perangkat pembelajaran yang terdiri atas, Rencana Pembelajaran (RP), Lembar
Kegiatan Pebelajar (LKS perseorangan dan kelompok), Lembar Kuis Pertemuan (LKP
untuk perseorangan), dan Materi Pembelajaran. Selain perangkat pembelajaraan
tersebut, juga perlu disertakan dengan alat-alat bantu pembelajaran, seperti, jangka,
mistar, busur, tabel, kalkulator dan sebagainya, disesuaikan dengan isi materi pokok
bahasan.
5) Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring
Dari setiap model pembelajaran selalu diharapkan akan menghasilkan dampak
instruksional dan dampak pengiring. Dampak instruksional adalah hasil belajar yang
dicapai langsung dengan cara mengarahkan pebelajar pada tujuan yang diharapkan.
Dampak instruksional dari pembelajaran matematika dengan cara perseorangan dan
kelompok kecil adalah hasil pembelajaran akademik, yaitu: pencapaian pengetahuan
deklaratif dasar berupa penguasaan dan pemahaman konsep, dan pengetahuan
prosedural, berupa keterampilan matematika, serta pengetahuan kondisional yang
kompleks dan pemecahan masalah.
Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu
kegiatan mengajar belajar, sebagai akibat tercapainya suasana pembelajaran yang
dialami langsung oleh pebelajar tanpa pengarahan dari pembelajar. Dampak pengiring
dari pembelajaran matematika dengan cara perseorangan dan kelompok kecil adalah
hasil pembelajaran sosial berupa penerimaan terhadap keragaman dan pengembangan
keterampilan sosial yang menuju ke sikap demokrasi.
Dalam pembelajaran dengan model PPKK, tugas diberikan melalui LKS
perseorangan yang dikerjakan secara mandiri. Di sini pebelajar bekerja menurut
kemampuannya dan memproses pengetahuannya dari kerja melalui LKS. Hasil kerja ini
akan dimiliki pebelajar sebagai pengetahuannya (pengetahuan deklaratif, prosedural),
Selanjutnya pembelajar memberi tugas KLS kelompok yang dikerjakan secara bersama
dalam kelompok. Dari hasil kerja ini, pebelajar selain memperoleh tambahan
pengetahuan deklaratif dan prosedural, juga memperoleh pengetahuan kondisional
yang lebih kompleks, serta kemampuan pengetahuan berpikir tinggi berupa pemecahan
masalah. Dengan adanya kerja sama dalam kelompok ini, pebelajar menemukan
pengetahuan menghargai pendapat orang lain, adanya keterampilan sosial yang
menuju ke sikap demokrasi, dan kemampuan kompetitif.
Dampak instruksional dan dampak pengiring dari pembelajaran matematika
dengan menggunakan model PPKK, secara ringkas dapat dilihat pada gambar berikut:
Penerimaan Penguasaan
31
terhadap keragaman pengetahuan deklaratif
Kemampuan Kompetitif Model
PPKK Penguasan
Keterampilan Sosial pengetahuan prosedural
Sikap demokrasi
Penguasan
Pengetahuan kondisional
Kemampuan Kemampuan Penguasan pengetahuan
Berpikir kritis komunikasi matematika tingkat tinggi
(pemecahan masalah)
Keterangan: Dampak Instruksional
Dampak Pengiring
32
Selain persiapan perangkat pembelaran tersebut, pembelajar perlu juga
mempersiapkan media (alat bantu) yang mendukung kegiatan pembelajaran. Media
tersebut diharapkan dapat berfungsi menunjang kegiatan pembelajaran. Misalnya,
pada pembahasan Menggambar Kubus dan Balok, agar gambar kubus dan balok dilukis
dengan baik, maka baik pembelajar, maupun pebelajar harus menyiapkan mistar,
jangka dan busur.
b) Pengorganisasian Kelas
Guru
Keterangan: Garis komunikasi bimbingan/fasilitasi pembelajar terhadap
pebelajar
Garis komunikasi multi arah dalam kerjasama kelompok
33
Gambar 2.3 Pola Iinteraksi Pebelajar-Pebelajar dan Pembelajar-Pebelajar
Dengan format kelompok kecil ini dapat terbentuk sintesis isi materi, karena
ada keikutsertaan secara aktif anggota-anggota kelompok dalam diskusi, berbagi ide
dan pemecahan masalah secara bersama-sama. Namun ada keterbatasan dalam
menimbulkan sintesis isi materi, apabila pebelajar sebagai anggota tidak siap
berpartisipasi mengajukan ide atau tidak siap mengajukan pertanyaan kepada teman
anggota lain.
Dalam pembelajaran dengan model PPKK, pembelajar perlu menguasai
keterampilan mengajar cara perseorangan dan kelompok kecil yang memungkinkan
pembelajar mengelola kegiatan jenis ini secara efektif dan efisien. Dalam hal ini
pembelajar memainkan perannya sebagai: (1) organisator kegiatan belajar mengajar,
(2) sumber informasi bagi pebelajar,
(3) pendorong bagi pebelajar untuk belajar, (4) penyedia materi dan kesempatan
belajar bagi pebelajar, (5) pendiagnosa dan pemberi bantuan kepada pebelajar
sesuai dengan kebutuhannya, (6) peserta kegiatan yang punya hak dan kewajiban
seperti peserta lainnya (Wardani, 1997).
Dalam kegiatan pembelajaran dengan model PPKK, ada aktivitas perseorangan
dan aktivitas kelompok. Karena itu Kelas harus dikelola sedemikian rupa sehingga
aktivitas perseorangan dapat berlangsung dan juga aktivitas kelompok dapat
berlangsung. Pengorganisasaian Kelas harus sesuai dengan sintaks model PPKK yang
berupa fase-fase dalam satu RP atau satu kali tatap muka di Kelas. Dalam fase-fase ini
mungkin terjadi pebelajar dapat bekerja secara mandiri (aktivitas perseorangan), dan
dapat pula bekerja bersama-sama dalam kelompok kecil (aktivitas kelompok). Pada
saat pebelajar bekerja secara mandiri, pembelajar perlu mempersiapkan sarana
pendukung berupa sumber materi yang memadai sebagai pendukung aktivitas
perseorangan. Pada saat pebelajar bekerja sama dalam kelompok, pembelajar perlu
memperhatikan, agar tidak terjadi ada pebelajar yang mendominasi, ada pebelajar
yang pasif (tidak aktif berdiskusi), atau pebelajar berdiskusi hal-hal di luar tugas
(pebelajar harus selalu berada dalam tugas). Sehingga hasil kerja sama secara
kolaboratif ini harus bermakna bagi pebelajar secara pribadi. Artinya seorang
pebelajar melalui kerja sama dalam kelompok kecil dapat belajar dari teman-
temannya dan mengambil makna pengetahuan yang diperolehnya.
34
sangat mendominasi dalam kelompok, dan mungkin ada pebelajar yang hanya diam
tidak berbuat sesuatu, tetapi hanya menerima hasil sebagai hasil bersama. Dalam
kondisi seperti ini pembelajar perlu mengingatkan kelompok agar selama akivitas
kelompok, semua pebelajar harus bekerjasama, harus aktif berperan dalam kelompok,
membarikan masukkan, dan harus selalu berada dalam tugas (on task).
Selama aktivitas perseorangan maupun kativitas kelompok, pembelajar
senantiasa berada di tengah-tengah pebelajar, memberikan dorongan, mambantu,
mamfasilitasi, membangun semangat untuk bekerja dan umpan balik segera agar
tercapai tujuan yang diharapkan. Dalam keadaan ini, mungkin terjadi pebelajar secara
mandiri akan bersusaha dengan sungguh-sungguh ingin bersaing dengan temannya, dan
menunjukkan hasil kerja terbaiknya. Dalam menghadapi ini pembelajar hanya perlu
mengarahkan agar pebelajar bekerja dengan tenang dan tidak tergesa-gesa, sehingga
hasil yang dicapai akan cermat dan rapih.
Walaupun pembelajaran dengan model PPKK ini menekankan pada kegiatan
yang berpusat pada pebelajar, tetapi peran pembelajar tidak dapat diabaikan begitu
saja. Dalam hal ini peran pembelajar melakukan aktivitas bukan sebagai pengelola
atau pemimpin dalam kegiatan pengajaran yang hanya mengarahkan, menyampaikan
materi (komunikasi satu arah) atau menghukum jika ada pebelajar yang berbuat
kesalahan, tetapi pembelajar dalam hal ini sebagai fasilitator, penasehat, konsultan
pemberi motivasi dengan bertanya atau mengkritik dan selanjutnya memberikan
pertolongan untuk mencari solusinya, pembelajar bertindak aktif dan bersahabat.
Dalam hal ini pembelajar perlu campur tangan apabila:
Dalam Aktivitas Perseorangan: (a) ada pebelajar yang mengerjakan tugas lain, (b)
ada pebelajar yang diam saja, (c) ada pebelajar yang mengganggu, dan (d) ada
pebelajar yang tidak menguasai permasalahan/soal.
Dalam Aktivitas Kelompok: (a) ada pebelajar yang terlalu mendominasi kelompok, (b)
ada pebelajar yang tidak aktif dalam kelompok, (c) ada kelompok terbenam (artinya
kelompok yang pasif, diam), (d) ada kelompok yang kerjanya mengganggu kelompok
lain, dan (e) ada anggota kelompok yang tidak menguasai permasalahan atau objek
matematika yang dibahas.
35
mengerjakan LKS mandiri, pebelajar bekerja sendiri, dan apabila mengalami kesulitan
pebelajar bertanya hanya kepada pembelajar, bukan pada temannya, (2) pada saat
mengerjakan LKS kelompok, pebelajar bekerja sama mencari penyelesaian, dengan
berdikusi, tanya jawab sesama anggota kelompok,dan menyepakati hasil akhir sebagai
hasil kerja kelompok yang diakui bersama. Pengakuan kebenaran penyelesaian
matematika ini harus berdasarkan argumentasi konsep dan algoritma yang benar dalam
matematika. Apabila seluruh anggota kelompok tidak dapat menemukan jawabannya,
pebelajar dapat meminta bantuan kepada pembelajar, dan pembelajar memberikan
petunjuk seperlunya. Selain meminta bantuan kepada pembelajar, pebelajar dapat
pula meminta bantuan kepada teman pada kelompok lain dengan tidak mengganggu
aktivitas kelompok mereka.
Pembelajar memberikan motivasi kepada pebelajar untuk belajar misalnya
dengan memberikan contoh-contoh konkrit yang pernah dilakukan oleh para ahli
terdahulu yang berkaitan dengan materi pelajaran yang akan dipelajari. Selanjutnya
sebelum masuk ke kegiatan inti (fase 2, 3, dan 4), pembelajar membagi berkas LKS
(Lembar Kegiatan Pebelajar) dan LKP (Lembar Kuis Pebelajar).
Pembentukan kelompok dilakukan dilakukan berdasarkan tempat duduk
terdekat (2-4 orang) pada saat pertemuan pertama, dan untuk pertemuaan
selanjutnya, pada saat aktivitas kelompok di kegiatan inti, pebelajar bekerja menurut
kelompok yang telah ditentukan sebelumnya. Demikian pula penjelasan tentang
kegiatan pebelajar, pada saat aktivitas perseorangan, pembelajar hanya mengingatkan
pebelajar untuk masuk dalam aktivitas perseorangan, dan pada saat aktivitas
kelompok, pebelajar masuk dalam aktivitas kelompok. Kelompok model PPKK tidak
harus heterogen seperti pada kelompok kooperatif.
Kegiatan Inti
Fase 2
Pembelajar memberikan informasi dan contoh-contoh menyangkut
pengetahuan dasar untuk seluruh Kelas. Pembelajar menginformasikan materi
pengetahuan deklaratif dengan jelas, dan demonstrasi pengetahuan prosedural
selangkah demi selangkah yang dikuti oleh pebelajar (terutama menyangkut
keterampilan kinestetik misalnya menggambar bangun geometri, pembelajar perlu
memeriksa setiap langkah yang dibuat pebelajar).
Pada fase 2 ini, ada interaksi antara pembelajar-pebelajar yang menunjukkan
pola hubungan pembelajar-pebelajar, pembelajar di depan memberi contoh, tidak
hanya berupa contoh-contoh soal dengan penyelesaian tetapi juga contoh-contoh sikap
perilaku pembelajar dalam hal penampilan dan tutur kata yang menimbulkan kesan
baik yang dapat diikuti oleh pebelajar kelak. (ing ngarsa sung tulada), dan pebelajar
memperhatikan contoh dan mengerjakan LKS perseorangan menurut contoh
pembelajar. Di sini terjadi interaksi pembelajar-pebelajar, pembelajar bertindak
sebagai model dan pebelajar meniru apa yang diperbuat pembelajar. Dalam
mengerjakan kerja perseorangan ini, dapat terjadi kompetitif antar pebelajar untuk
menunjukkan hasil terbaiknya.
Pada fase 2 ini, pembelajar meminta pebelajar untuk mengerjakan LKS
perseorangan yang harus dikerjkan pebelajar secara mandiri (LKS kelompok jangan dan
LKP dibuka). Jika pebelajar mengalami kesulitan mengerjakan LKS perseorangan
mereka dapat mencari dari buku pegangan (paket) mereka atau dari materi
pembelajaran yang dibagikan, dan mereka hanya meminta bantuan kepada pembelajar
bukan kepada temannya. Hal ini ditegaskan, karena selama aktivtas perseorangan,
masing-masing pebelajar harus menyelesaikan tugas mandirinya. Jika selama
menyelesaikan tugas mandiri ini mereka membantu pebelajar lain, maka kemungkinan
tugasnya tidak terselesaikan. Selain itu, jika selama aktivitas perseorangan pebelajar
sudah diberi kesempatan untuk meminta bantuan kepada temannya, maka mereka
akan cenderung untuk kerjasama terus dengan temannya. Jika hal ini terjadi, maka
model PPKK yang menekankan adanya aktivitas perseoangan dan aktivitas kelompok
tidak berjalan.
Karena itu selama aktivitas perseorangaan, pembelajar mengontrol,
membimbing, membantu pebelajar yang mengalami kesulitan, memeriksa kerja
36
pebelajar dan memberi umpan balik. Karena sudah timbul kesan umum bahwa
matematika itu mata pelajaran yang sulit dan menakutkan, maka pada kegiatan ini
pembelajar perlu bersikap penuh kasih sayang sehingga timbul kesan dari para
pebelajar bahwa pembelajar matematikanya baik yang akhirnya membuat para
pebelajar terkesan dan timbul minat (termotivasi) dan senang belajar matematika.
Dalam hal ini pembelajar berdiri di depan memberi contoh dan teladan, sebagai
kegiatan ing ngarsa sung tulada. Juga pembelajar berada di tengah-tengah pebelajar
membangun semangat, swakarsa untuk bekerja, sebagai kegiatan ing madya mangun
karsa.
Fase 3
Pembelajar mengimformasikan masalah (dalam LKS kelompok) yang harus
dikerjakan pebelajar secara bersama dalam kelompok (LKS kelompok dibuka, LKS
perseorangan ditutup, dan jugaLKP masih belum dibuka), pebelajar menerima masalah
didiskusikan bersama dalam aktivitas kelompok untuk memperoleh jawaban. Dalam
kegiatan ini pebelajar membuka LKS kelompok (LKP tetap ditutup), pebelajar
melakukan interkasi ‘internal’ dalam dirinya, dan interaksi ‘eksternal’ dengan teman
dalam kelompok. Interaksi ‘internal’ merupakan pemrosesan informasi yang masuk dan
pemanggilan kembali informasi untuk membentuk skema baru yang disimpan kembali
di dalam memori jangka panjang. Interaksi ‘eksternal’ merupakan proses sosial dalam
kegiatan kerjasama dengan anggota kelompok, saling berdiskusi, tanya jawab dinamika
kelompok, dan menyepakati hasil akhir sebagai hasil kerja kelompok yang diakui
bersama. Pengakuan kebenaran penyelesaian matematika harus berdasarkan
argumentasi konsep dan algoritma yang benar dalam matematika. Apabila seluruh
anggota kelompok tidak dapat menemukan jawabannya, pebelajar dapat meminta
bantuan kepada pembelajar, dan pembelajar memberikan petunjuk, fasilitas
seperlunya, dan mangajukan pertanyaan yang membuka wawasan, pembelajar tidak
langsung memberikan jawaban soal/masalah. Di sini pembelajar mengikuti,
mengontrol, memfasilitasi, dan mengarahkan pada kerja tugas kelompok. Dalam kerja
tugas kelompok ini, dapat terjadi pebelajar bekerja sama berdiskusi untuk
mendapatkan hasil bersama, dapat pula sisa bekerha sendiri-sendiri dalam kelompok,
dan hasilnya dapat dipertangung-jawabkan. Di sini juga pembelajar berada di tengah
sebagai ing madya mangun karsa. Akhirnya pembelajar berada di belakang memberi
dukungan atau dorongan kepada pebelajar untuk bekerja dan
mempetanggungjawabkan hasilnya, sebagai kegiatan tut wuri handayani. Ketika
pembelajar berada di tengah membangun semangat dan di belakang memberi
dorongan, mungkin terjadi para pebelajar bekerja sama saling mengisi atau mungkin
terjadi para pebelajar berkompetisi menunjukkan kemampuannya.
Sebagai contoh, pada pembahasan Menggambar Bangun Ruang Kubus dan Balok.
Pada fase 2, pembelajar meminta pebelajar mengerjakan LKS perseorangan, yaitu
menggambar kubus dengan panjang rusuk 6 cm. Pembelajar mendemonstrasikan
selangkah demi selangkah cara menggambar kubus, yang langsung diikuti aktivitas
perseorangan, yaitu pebelajar menggambar kubus dalam LKS perseorangan. Di sini
terjadi pemodelan dan pengimitasian. Pada fase 3, pembelajar meminta pebelajar
mengerjakan LKS kolompok, yaitu menggambar balok ABCD.EFGH dengan panjang 8
cm, lebar 6 cm, dan tinggi 4 cm, bidang frontal ABFE, sudut surut 30 0 dan
perbandingan proyeksi ½. Di sini pebelajar masuk dalam aktivitas kelompok untuk
diskusi langkah-langkah menggambar balok. Pada saat diskusi langkah-langkah
menggambar balok, pebelajar memproses langkah-langkah menggambar kubus menjadi
langkah-langkah menggambar balok. Karena ukuran rusuk balok tidak sama, tentu
posisi gambar yang akan dibuat juga mungkin akan berbeda, dengan kemungkinan-
kemungkinan panjang: AB = 8 cm, AB = 6 cm, atau AB = 4 cm.
Ketika menghadapi masalah/soal menggambar balok pada LKS kelompok di
atas, pebelajar tentu melakukan proses interaksi ‘internal’ dalam dirinya, yaitu masuk
informasi masalah menggambar balok, sedangkan dalam memori sudah ada langkah-
langkah menggambar kubus. Di sini terjadi proses akomodasi, karena adanya
penstrukturan kembali, membentuk struktur langkah-langkah menggambar balok
berdasarkan struktur langkah-langkah menggambar kubus yang diketahui sebelumnya
37
pada pengerjaan LKS perseorangan. Pada saat yang sama, pebelajar juga melakukan
interaksi ‘eksternal’ dengan teman-teman dalam kelompok untuk menyepakati
kemungkinan panjang rusuk AB yang dipilih atau berkompetisi dengan membuat
gambar yang lain dari teman-temannya.
Fase 4
Pembelajar meminta pebelajar untuk mengerjakan kuis dari LKP secara mandiri
(LKS perseorangan danLKS kelopok ditutup) untuk mengevaluasi hasil belajar.
Pembelajar mengontrol pebelajar mengerjakan kuis .
Penutup
Fase 5
Setelah kuis dikerjakan, pembelajar mengumpulkan berkas LKS dan LKP.
Akhirnya pembelajar memberikan tugas (PR) perseorangan atau kelompok dari berkas
materi pembelajaran atau dari buku sumber lainnya.
e) Evaluasi
Evaluasi pembelajaran dengan model PPKK tidak semata-mata berupa evaluasi
pada akhir kegiatan pembelajaran yang dilakukan melalui tes hasil belajar (THB),
tetapi evaluasi sudah dilakukan selama kegiatan pembelajaran.
Evaluasi selama kegiatan pembelajaran dilakukan melalui pengamatan dalam
aktivitas perseorangan dan aktivitas kelompok. Pengamatan dilakukan untuk
melihat/mencek terhadap sikap dan keterampilan menyelesaikan tugas, terutama
keterampilan kinestetik . Untuk mengetahui hasil belajar dari waktu ke waktu pada
setiap pertemuan diberikan kuis melalui LKP, dan pada akhir setiap satu pokok
bahasan dilakukan tes hasil belajar (THB) untuk mengetahui ketuntasan belajar materi
pokok bahasan pada akhir cawu/semester. Selain evaluasi melalui LKP, evaluasi dapat
dilakukan melalui LKS perseorangan dan LKS kelompok yang disatukan menjadi satu
berkas dengan LKP. Setiap berkas LKS dan LKP dalam satu pertemuan diperiksa untuk
melihat perkembangan kemampuan dan pemahaman dari waktu ke waktu (dari
pertemuan satu ke pertemuan berikutnya).
Hasil penilaian LKS dan LKP dapat disajikan dalam tabel seperti contoh berikut:
Tabel 2.8
Contoh Tabel Nilai LKS (perseorangan dan kelompok) dan LKP
Mata Pelajaran :
Pokok Bahasan :
Kelas/Semester :
Tahun Pelajaran:
LKS Perseoranan LKS Kelompok Kuis Perseorangan
Kelompok Nama Pertemuan ke- Pertemuan ke- Pertemuan ke-
Pebelajar
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
I Ahmad
Parjoko
Dst.
II Barjo
Ribka
Dst.
Dan
seterusnya
SOAL LATIHAN 2
38
2. KETERAMPILAN MATEMATIKA
3. KONSEP MATEMATIKA
4. PRINSIP MATEMATIKA
III BERIKAN CONTOH RPP APLIKASI MODEL PPKK DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
SESUAI KTSP
1. PEMBELAJARAN OPERASI PECAHAN, 2. PEMBELAJARAN GEOMETRI
DAFTAR PUSTAKA
39
BAB III
PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA
2 4 = 4+ 4 =
@ @ @ @
@ @ = @ @
4 + 4 = 8
4+4=24=8
40
4 satuan
4 satuan
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
4+ 4 = 2 4 = 8
A. Pendekataan Induktif
Pengetahuan dapat diperoleh melalui akal (pengetahuan rasional, misalnyaa
matematika) atau melalui percobaan (pengetahuahn empiris). Untuk mendapat
pengetahuan melalui akal digunakan penalaran deduktif dan untuk mendapatkan
pengetahuan melalui percobaan digunakan penalaran induktif.
Pada dasarnyaa matematika merupakan suatu pengetahuan yang didasarkan
atas akal semata (rasio) yang berhubungan dengan hal-hal yang abstrak (karena
sesungguhnya objek matematika adalah hal-hal yang abstrak). Hal ini mungkin
bertentangan dengan sejarah, bahwa matematika ditemukan dari hasil pengamatan,
pengalaman dan dikembangkan dengan analogi dan coba-coba.
Karena matematika adalah pengetahuan deduktif, seharusnya pembelajaran
mateatika menggunakan pendekatan deduktif. Namun ahli pendidikan matematika
menyadari bahwa pebelajar-pebelajar di tingkat pendidikan dasar masih sulit
menggunakan rasio/akal semata dalam dalam belajar matematika dengan
pendekataan deduktif. Berdasarkan pertimbangan ini, pembelajar dalam pembelajaran
matematika sebaiknya menggunakan pendekatan induktif. Berdasarkan penalaran
induktif, sekarang dikembangkan suatu pendekatan pembelajaran matematika untuk
pebelarar tingkar SD, yaitu pendekaran realistik berdasarkan situasi nyata yang
dihadapi anak-anak di lingkungannya (yang dikenal dengan Pembelajaran Matematika
Realistik).
Pendekatan induktif yang dilakukan dari pengalaman dan pengamatan tidak
dapat menjamin kesimpulan secara umum, tetapi hanya cenderung berlaku untuk
banyak kasus. Dalam matematika formal, penalaran infuktif yang dapat diterima
adalah induksi lenkap atau induksi matematika.
Contoh, Mencari Kelipatan persekutuan terkecil (KPK)
1.a. Cari KPK dari 6 dan 8
Jawab:
41
Himpunan kelipatan dari 6 adalah: A = {6, 12, 18, 24, 30, 36, 42, 48, . . . }
Himpunan kelipatan dari 8 adalah: B = {8, 16, 24, 32, 40, 48, . . . }
Himpunan kelipatan persekutuan 6 dan 8 adalah: A B = {24, 48, 72, . . . }
Anggota terkecil dari A B adalah 24.
Jadi KPK (6,8) = 24
1.b. Cari KPK dan 4, 5, dan 10
Jawab:
Himpunan kelipatan dari 4 adalah: A = {4, 8, 12, 16, 20, 24, 28, 32, 36, 40, . . . }
Himpunan kelipatan dari 5 adalah: B = {5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, . . . }
Himpunan kelipatan dari 10 adalah: C = {10, 20, 30, 40, 50, . . . }
Himpunan kelipatan persekutuan 4, 5 dan 10 adalah: A B C = {20, 40, . . . }
Anggota terkecil dari A B C adalah 20.
Jadi KPK (4,5,10) = 20
Kesimpulan:
Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) dari beberapa biolangan adalah
bilangan asli terkevil yang merupakan kelipatan [ersekutuan dari bilangan-
biolangan itu.
B. Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif berdasar pada penalaran deduktif. Pendekatan deduktif
merupakan cara berpikir untuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum
menjadi kasus yang khususs. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya
menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme. Silogisme terdiri dari dua macam
pernyataan yang benar sebagai premis atau hipotessis (mayor dan minor), dan sebuah
kesimpulan. Perhatikan pernyataan berikut:
Jika dua pasang sudut dari dua segiriga sama besar, maka pasangan yang ketiga juga
sama.
Silogisme yang berhubungan dengan pernyataan tersebut adalah:
Premis mayor: Jumlah ketiga sudut segitiga adalah 1800.
Premis minor : Dua pasang sudut dua segitiga sama besar
Kesimpulan: pasangan sudut ketiga dua segiriga itu sama besar.
42
Diketahui sebuah segitiga siku-siku, sisi miring (hipotenusa) dan satu sisi siku-
sikunya berturut-turut 13 cm dan 5 cm. Berapa panjang sisi yang lain.
Jawab:
Misalan segitiga tersebut adalah ABC, siku-siku di A. Silogismenya:
Premis mayor: a2 = b2 + c2
Premis minor: a = 13 cm dan b = 5 cm.
Kesimpulannya: c = 5 cm
Cara memperoleh kesimpulan:
a2 = b2 + c2
132 = 52 + c2 169 = 25 + c2 c2 = 169 - 25
c2 = 144 c = + 12
Karena c merupakan panjang sisi segitiga, nilai – 12 tidak dipakai, dan yang dipakai
adalah c = 12.
Argumentasi penalaranya:
Premis mayor: Pada segitiga siku-siku, kuadrat sisi hipotenusa sama dengan jumlah
kuadrat sisi-sisi siku-sikunya.
Premis minor: Pada sebuah segitiga siku-siku, panjang sisi hipotenusa adalah 13 cm,
panjang satu sisi siku-sikunya adalah 5 cm.
Kesimpulan : Panjang sisi siku-siku yang lain adalah 12 cm.
D. Pendekatan Realistik
Matematisasi
Horisontal
Masalah M M
Enaktif A A
T T
E E
Kontekstual M Matematisasi M
Ikonik A
A Vertikal
T T
I I
Realistik Simboli K K
k A A
Interpretasi
Interpretasi
43
Kombinasi pendekatan pembelajaran matematika secara induiktif dan deduktiff
akan mengarahkan pebelajar ke pada empat tipe pembelajaran matematika
berdasarkan intesitas matematisasinya yang disajikan pada tabel berikut:
Tabel 1. Hubungan Tipe Pendekatan Pembelajaran Matematika dan Matematisasi
Berapa banyak salak pondoh yang akan dijual?. Yang penting adalah cara kamu
menghitung hasilnya.
Pada umumnya pebelajar memberikan jawabaan 16 dengan relatif cepat. Tetapi
ketika mereka diminta menjelaskan bagaimana mereka memperoleh hasil itu, suasana
menjadi hening. Kebanyakan mereka membilang dalam pikiran 1, 2, 3, . . . 16. Hanya
sedikit spebelajar yang menjawab 4 4 (setelah agak lama). Namun apabila mereka
diminta maju menunjukkan mengapa 4 4, hanya satu, dua pebelajar yang dapat
melakukannya. Pada umumnya pebelajar tak dapat menemukan cara lain, walaupun
mereka sudah belajar hitung campuran di kelas II. Matematika memang tidak mudah
dipahami.
44
Mengapa kedua kasus ini dimasukan sebagai contoh pembelajaran matematika
dengan pendekatan kombinasi induktif dan deduktif?
Ketika pebelajar diberi soal untuk dikerjakan dan diminta memberikan alasan dari
hasil yang diperoleh. Para pebelajar memberikan alasan sesuai dengan pengalaman
mereka. Pengalaman-pengalaman pebelajar inilah awal dari kasus-kasus penalaran
induktif. Setelah pembelajar memperoleh informasi cara pebelajar belajar
(memecahkan soal) matematika, pembelajar dapat memberikan cara-cara belajar
(memecahkan soal) matematika secara deduktif yang dimulai dengan definisi atau
suatu pernyataan benar (yang sudah diterima benar).
E. Pendekatan Tematik
Pendekatan Pembelajaran Tematik merupakan pembelajaran terpadu,
menggunakan tema yang mengkaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat
memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (Puskur 2006). Rancangan
Pembelajaran Tematik sesuai dengan tahap perkembangan anak usia dini di SD, karena
itu Pembelajaran Tematik dilakukan di kelas-kelas bawah SD ( kelas 1, 2 dan 3).
Sesuai dengan nama pendekata ini, pelaksanaan pembelajaran di kelas menggunakan
tema tertentu, yaitu suatu pokok pikiran atau gagasan pokok atau yang menjadi focus
pembicaraan atau pembhasan di kelas. Gagasan pokok ini harus dipersiapkan guru dan
harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Pendekatan Pembelajaran Tematik berdasarkan tiga landasan, yaitu:
(1) Landasan Filosofis yang terdiri atas tiga aliran. yaitu: (a) aliran
prpgresisme yang memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada
pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah,
dan memperhatikan pegalaman siswa (misalnya situasi di rumah, ketka ibu
memasak, Susana di tuang duduk keluarga, ataukah misalnya situasi di pasar, di
pusat perbelanjaan, siatuasi di kebun, di sawah dan sebagainya), (b) aliran
konstruktivisme yang melihat pengalaman langsung siswa sebagai kunci dalam
pembelajaan. Menurut aliran ini pengetahuan adalah hasil konstruksi atau
bentukan manusia. Manuasia belajar karena ada konstruksi atau pembentukan
skemata dalam memori (dalam otak) yang menata hasil mengetahuan yang
ditangkap oleh indra. Tanpa ada konstruksi, otak manuasia hanya sebagai tempat
penyiman (gudang) yang isinya tidak teratur, dan apabila akan dikeluarkan untuk
menjawab suatu persoalan atau pertanyaan, maka sulit menemukan jawaban.
Karena itu dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan tematik, siswa
diajak atau di bawa dalam alam pikiran mereka hal-hal yang menyenangkan dana
berkesan. (c) aliran humanisme yang melihat siswa dari segi keunikan atau
kekhasan, potensinya dan motinasi yang dimilikinya. Dalam pelaksanaannya guru
sebagai pengajar, pembelajar, pendidik, harus bertidak sebagai orang tua yang
dalam proses pembelajaran dengan penuh asih (kasih sayang) dan asuh
(pengasuhan yang mengamong)
(2) Aliran Psikologis yang dalam pembelajaran tematik, terutama yang
berkaitan dengan psikologi perkembangan anak dan psokologi belajar. Psikologi
perkembangan diperlukan dalam menentukan isi materi pembelajaran tematik
yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai
dengan tingkat perkembangan kemampuan anak.
(3) Landasan Yuridis Pembelajaran Tematik berkaitan dengan kebijakan
dan peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik, yaitu UU
No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak pasal 9, yang menyatakan bahwa
setiap anak berhak memperoleh pendidikan da pengajaran dalam rangka
perkembangan pribadinya dan tingkat kecrdasannya sesuasi minat dan bakatnya.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional Bab V pasal 1b
menyatakan bahwa. Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak
mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya.
45
Pembelajaran Tematik lebih menekankan pada pelibatan siswa dalam belajar
secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh
pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menuntun sendiri sebagai pengetahuan
yang dipelajarinya. Pembelajaran dengan pendekatan ini didasari oleh psikologi
Gestalt dan teori Piaget, yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna
dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan intelektual anak.
Pembelajaran Tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar
sambil berbuat (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau
merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa.
Pemembelajaran Tematik di SD akan sangat membantu siswa, karena sesua
akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa.
Pemembelajaran Tematik di SD akan sangat membantu siswa, karena sesuai
dengan tahap perkembangan siswa yang masih melihat segai dengan tahap
perkembangan siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan
(holistic).
Bebepara ciri khas dari Pembelajaran Tematik, yaitu:
(1) Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan usua anak SD.
(2) Kegiatan-kegiatan yang yang dipilih dalam pelaksanaan Pembelajaran
Tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa.
(3) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga
hasil belajar dapat bertahanlebih lama.
(4) Pembelajaran Tematik membantu siswa mengembangkan keterampilan
berpikir siswa.
(5) Pembelajaran Tematik menyajikan kegiatan belajar yang bersifat
pragmatus sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam
lngkungannya, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
Peringatan!
(1) Tidak semua mata pelajaran harus dipadukan
(2) Dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas semester
(3) Kompetensi dasar yang tidak dapat dipadukan, jangan dipaksakan untuk
dipadukan. kompetensi dasar yang tidak terintegrasikan, dilaksanakan
pembelajaran tersendiri
(4) Kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu, harus tetep
diajarkan baik melalui tema lain ataukah disajikan secara sendiri.
46
(5) Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan
menghitung serta pemahaman nilai moral.
(6) Tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik siswa, minat,
lingkungan, dan daerah setempat.
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan mencakup pemetaan kompetensi dasar, pengembangan jaringan
tema, pengembangan silabus, dan penysunan rencana pelaksanaan pembelajaran
2. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan Pembelajaran Tematik setiap hari dilakukan dengan tiga tahapan
kegiatan, yaitu kegiatan pembukaan/pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan
penutup.
Bahasa Indonesia
Membedakan berbagai bunyi/suara tertentu secara tepat
Menirukan bunyi/suara tertentu seperti, suara burung,
ombak, kendaraan, dan lain-lain Ilmu Pengetahuan Soaial
Mengenal bunyi bahasa
Melafalkan bunyi bahasa secara tepat Menyebutkan nama Ayah. Ibu,
Menyebutkan data diri saudara dan
Menyebutkan nama orang tua dan saudara (kandung, Menyebutkan anggota keluarga
sepupu, saudara serumah) lain yang tinggal serumah
Menanyakan data diri dan nama orang tua serta saudara Menyebutkan nama teman di
teman sekelas tetangga
Mengenal huruf dan membacanya dalam kata, kalimat Menyebutkan nama kampung atau
Menjiplak berbegai bentuk gambar dan bentuk huruf desa atau kelurahan tempat tinggal
Matematika
Membilang secara terurut Seni Budaya dan
Menyebutkan banyak benda dalam TEMA Keterampilan
satu kumpulan
Membandingkan dua kumpulan LINGKUNGAN Mengelompokkan berbagai
ukuran; bintik, garis, bidang,
benda dengan menggunakan istilah
dan bentuk pada benda dua
lebih dari, kurang dari, dan sama
atau tiga dimensi di alam
dengan
sekitar
Menceritakan pengalamannya di
Menyebutkan unsure rupa di
pagi, siang dan soreh
Ilmu Pengetahuan Alam lingkungan rumah, sekolah
Menyebutkan nama-nama Bertepuk tangan dengan pola
bagian tubuh Menyanyi dengan bagus
Menyebutkan kegunaan setiap sesuai irama
bagian tubuh
Memasangkan benda sesuai
Pendidikan Jasmani, dengan pasangannya
olahraga dan Kesehatan Menunjuk sebanyak-
Kewarganegaraan
Menerapkan konsep arah dalam banyaknyan benda yang
mempunyai warna, bentuk dan Menyebutkan jenis kelamin
berjalan, berlari dan melompat
cirri tertentu anggota keluarga
Berjalan dengan berbagai pola
Menyebutkan agama yang
langkah dan kecepatan
dianut keluarga
Menyebutkan nama-nama
agama yang ada di Indonesia
47
BAB IV
METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA
A. Metode Ceramah
Ceramah adalah suatu metode mengajar, berupa penyampaian bahan
pembelajaran secara lisan kepada seluruh pendengar di suatu ruangan. Dalam
metode ceramah interaksi hanya bersifat satu arah. Metode ini terutama digunakan
dalam mengajar, yaitu seluruh kegiatan berpusat pada pembelajar. Metode ini
tidak senantiasa jelek, bila penggunaannya diawali dengan persiapan yang baik,
didukung dengan alat dan media, serta diperhatikan batas-batas kemungkinan
penggunaannya. Langkah pokok yang harus diperhatikan dalam penggunaan metode
ceramah adalah perssiapan, pelaksanaan, dan kesimpulan.
Pada pembelajaraan matematika, ceramah dilakukan pada penyampaian materi
secara umum kepada seluruh pebelajar di kegiatan awal pembukaan pembelajaran,
terutama sebagai pembangkit motivasi, misalnya cerita tokoh-tokoh penemu yang
berhubungan dengan materi yang diajarkan, atau cerita tentang kegunaan dalam
kehidupan sehari-hari tentang materi yang akan dipelajari pebelejar, atau
penyampaian hal-hal yang perlu diperhatikan dan dipersiapkan oleh pebelajar.
Metode ceramah dalam kegiatan pembelajaran matematika digunakan untuk
presentasi pengetahuan dasar.
48
B. Metode Ekspositori/Presentase
Dalam ceramah pusat perhatiannya terletak pada pembelajar, pembelajar
cenderung banyak bicara, menyempaian informasi (materi ajar), sedangkan
pebelajar pada umumnya hanya mencatat dan sebagian kecil bertanya. Dalam
metode ekspositori/presntase, pembicaraan pembelajar dikurangi, pembelajar
hanya memberikan informasi pada saat tertentu, atau pada bagian-bagian yang
diperlukan. Misalnya pada permulaan pembelajaran, pada penjelasan awal topik-
topik baru, pada saat memberi contoh, senanjutnya pembelajar meminta
pebelajar untuk mengerjakan beberapa soal yang mirip contoh atau soal yang
memerlukan pemecahan msalah.
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa, metode ceramah dalam pembelajaran
metematika digunakan untuk presenyase pengetahuan dasar. Presentase
pengetahuan dasar dilakukan dengan menyediakan suatu kerangka kerja untuk
materi pembelajaran selanjutnya yang dihubungkan dengan pengetahuan pebelajar
sebelumnya. Presentase informasi pengetahuan dalam pembelajaran matematika
kepada pebelajar harus disertai dengan demonstrasi dan tanya jawab, karena
matematika adalah pengetahuan abtrak yang mengandung pengetahuan deklaratif,
procedural dan kondisional. Ketiga pengetahuan itu dalam matematika saling
berkaitan (ingat objek matematika fakta, konsep, keterampilan dan prinsip).
Metode ceramah dan ekspositor/presentasi kadang sulit dibedakan, karena
sering dalam rncana pembelajaran ditulis metode ceramah tetapi pelaksanaannya
menggunakan metode ekspositori, demikian pula ada yang menulis dalam
rencananya mengguankan nmetode ekspositori, tetapi palsaanaanya cerama terus
selama pertemuan.
C. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi dapat dikatakan masih termasuk dalam metode
ekspositori, karena ketika pembelajar mendemonstrasikan sesuatu prosedur, tentu
disertai dengan ekspositori atau presentase tentang apa yang dilakukan menurut
langkah-langkah dalam algoritma yang didemonstrasikan. Dengan metode
demonstrasi ini pembelajar menunjukkan kehebatannya dalam pembelajaran,
pembelajar memperlihatkan cara menurunkan rumus, memecahkan masalah.
Dengan metode ini, pembelajar juga memberikan jawaban kepada pebelajar, bila
pebelajar bermaksud mengatahui terjadinya sesuatu, atau bagaimana memecahkan
suatu masalah.
Metode demonstrasi yang digunakan sebagai unjuk kehebatan, sering membuat
seorang pembelajar berlebihan dalam melaukan demontrasi. Dalam kegiatan
pembelajaran, seorang pembelajar kadang perlu menunjukkan kehenatanya tetapi
tidak secara kontinu dilakukan. Gunakan metode demontasi dengan wajar.
Misalnya, setelah ekspositori dilanjukan dengan contoh yang didemonstrasikan dan
dipadukan dengan tanya jawab (bukan dikerjakan sendiri), kemudian dilanjutkan
dengan pemberian tugas untuk pebelajar (dikerjakan di kelas).
Pelaksanaan demontrasi dsebaiknya dikaitkan dengan metode lain, misalnya
diawali dengan ekspositori, demonstrai dipadukan dengan tanya jawab dan
dikaitkan dengan eksperiman.. Pelaksanaan metode demonstrasi di lakukan dengan
langkah-langah sebagai berikut:
a. Persiapan/perencanaan
Pada persiapan perlu ditetapkan tujuan demonstrasi/eksperimen, ditetapkan
langkah-langkah pokok demostrasi/eksperimen, dan persiapan alat-alat yang
diperlukan.
b. Pelaksanaan demosntrasi/eksperimen
Pada pelaksanaan demonstrasi/eksperimen diusahakan dapat diikuti,diamati
oleh seluruh pebelajar dalam kelas, tumbuhkan sikap kritis pada anak sehingga
terjadi tanya jawab dan diskusi tentang masalah yang didemonstrasikan, beri
kesempatan kepada setiap pebelajar untuk mencoba sehingga pebelajar merasa
49
yakin tentang kebenaran suatu proses, beri nilai pada kegiatan pebelajar dalam
demonstrasi/eksperimen tersebut.
c. Tindak lanjut demonstrsi/eksperimen
Setelah demonstrsi/eksperimen selesai, berikan tugas-tugas kepada pebelajar,
baik tertulis maupun lisan. Misalnya dengan PR atau wawancara, atau meminta
pebelajar mendemonstrasikan kembali dalam masalah lain.
D. Metode Latihan
Berbicara tentang latihan akan timbul berbagai tafsiran tentang laitihan. Dalam
pembelajaran matematika terdapat dua pengertian latihan, yaitu: latihan hafal
(drill) dan latihan praktek (practice)”. Latihan hafal, berupa meminta pebelajar
untuk menghafal fakta matematika tertentu, menghafal perkalian bilangan asli
kurang dari 10. Sedangkan latihan praktek berupa latihan menyelesaikan soal-soal.
Latihan hafal adalah kegiatan yang pada umumnya dilakukan secara lisan yang
hasilnya berkenaan dengan kemampuan pebelajar memberikan jawaban dengan
cepat tentang fakta. Hasil yang diperoleh dari latihan hafal itu, misalnya dapat
mengingat rumus dengan cepat, menghitung hasil perklian dengan cepat.
Latihan praktek ialah mengingat sejumlah algoritma (langkah-
langkah/prosedur) suatu kegiatan untuk sampai pada jawaban yang benar.
Jawaban yang benar ini diperoleh melalui perbuatan (proses) bukan melalui
hafalan saja. Dengan latihan praktek pebelajar menjadi biasa dan terhafalah
langkah-langkah/ prosedur yang harus dilakukan dalam suatu proses mengerjakan
soal/masalah.
Dengan latihan hafal dan latihan praktek, diharapkan pebelajar menjadi
terbiasa melakukan kegiatan, sehingga timbul kebiasaan yang memberikan motivasi
dalam diri pebelajar yang merasa tidak puas kalau melihat soal atau masalah
matematika dan tidak diselesaikan.
50
d. Ajukan pertanyaan kepada sasaran yang sesuai dengan keperluan. Misalnya
ajukan pertanyaan kepada seluruh pebelajar dalam kelas, meminta jawaban
kepada pebelajar yang mengacungkan tangan, juga meminta jawaban dari yang
tidak mengacungkan tangan dengan mengubah/memodifikasi pertanyaan tetapi
isi jawaban tetap sama, misalnya berapa 15 4, kepada pebelajar yang tidak
mengacungkan tangan, pembelajar meminta mereka untuk menjumlahkan 4 +
4 + . . . sampai 15 kali, atau meminta menjumlahkan 15 sampai 4 kali.
e. Untuk mengingatkan partisipasi aktif pebelajar, kadang-kadang pembelajar
perlu berlagak pilon. Misalnya membuat kekeliruan yang sengaja (tapi kadang
tak diengaja), menjawab pertanyaan pebelajar dengan tadak tahu, mungkin,
mari kita lihat persama, mari kita uji bersama.
f. Ajukan pertanyaan dengan mutu/taraf kesulitannya makin lama makin tinggi,
yaitu mulai dari yang sederhana sampai kepada yang kompleks. Misalnya
pertanyaan menyangkut perkalian bilangan, mulai dengan perkaliaan bilangan
satu digit, dua digit, dan seterusnya digitnya bertambah sampai batas yang
wajar masih dapat dilakukan pebelajar tanpa menggunakan alat hitung
(kalkulator).
F. Metode Diskusi
Diskusi pada dasarnya adalah pembecahan masalah secara bersama-sama baik
dalam kelompok kecil maupun dalam kelompok besar dengan bimbingan
pembelajar. Atas dasar ini, diskusi dalam kegiatan pembelajaraan sebaiknya
dilakukan dengan model pembelajaran kooperatif, karena dalam pembelajaran
kooperatif selalu terjadi diskusi. Kegiatan diskusi yang melibatkan kelompok besar
yang jumlahnya lebih banyak dari kelompok pembelajaran kooperatif, yaitu dalam
bentuk seminar, symposium, lokakarya, dan diskusi panel.
Berhasil tidaknya diskusi, bergantung pada:
(1) pemimpin diskusi (pembelajar dapat menjadi pemimpin),
(2) jelas tidaknya masalah dan tujuan dikskusi,
(3) partisipasi peserta (pebelajar) dalam diskusi,
(4) situasi yang merangsang jalannya diskusi,
(5) masalahnya cukup problematik yang merangsang pebelajar berpikir,
1 1 5 a c ad
misalnya mengapa , atau
2 3 6 b d bc
G. Metode Permainan
Dalam pelaksanaan metode permainan dalam pembelajaran matematika , perlu
dibedakan dengan bermaian untuk pembelajaran matematika. Permainan
matematika adalah kegiatan yang menyenangkan (menggembirakan) dan
menunjang tercapinya tujuan pembelajaran dalam pembelajaran matematika, baik
aspek kognitif, aspek afektif maupun aspek psikomotor. Bermain dalam
pembelajaran matematika adalah suatu kegitan yang membiarkan anak-anak
bermain dan anak-anak sendiri menemukan hasil (matematika ) dari kegiatan
bermain.
Perlu diperhatikan bahwa permainan itu bukan sekedar membuat orang senang,
ketawa, dan lain-lain, tetapi permainan itu diupayakan dibuat secara berencana,
diarahkan ke tujuan pembelajaran, tepat penggunaannya dan tepat waktunya.
Untuk bermain, misalnya kepada anak-anak diberi kesempatan untk bermain
monopoli untuk pengenalan bilangan berupa penyebutan bilangan secara berurutan
(membilang) dan operasi penjumlahan dan pengurangan.
Dalam bermain monopopli ini, anak-anak akan terbiasa melihat banyak titik-titik pada
dadu, dan banyaknya langkah maju atau naik berarti bertambah, atau mungkin akan
turun atau mundur berarti berkurang. Untuk permainan, misalnya kepada anak-anak
diperlihatkan kantog-kantong nilai tempat, yang ditempatkan tersusun dari kanan ke
kiri yang menempati nilai atuan, puluan, ribuan dan seterusnya. Selain kantong
sebagai tempat, harus disediakan pula lidi yang dapat diisi ke dalam katong-kantong
tersebut. Contoh penjumlahan 243 + 344 dilakukan sebagai berikut:
51
1. barisan kantong pertama diisi dengan lidi sesuai dengan
nilai tempat, kantong satuan diisi 3 lidi, kantong puluahn diisi 4 lidi, dan
kantong ribuan diisi 2 lidi
2. barisan kantong kerua juga diisi dengan lidi sesuai dengan
nilai tempat, kantong satuan diisi 4 lidi, kantong puluhan diisi 4 lidi, dan
kantong ribuan diisi 3 lidi.
3. barisan kantong pertama diisi dengan lidi sesuai dengan
nilai tempat, kantong satuan diisi 3 lidi, kantong puluahn diisi 4 lidi, dan
kantong ribuan diisi 2 lidi
4. barisan kantong kerua juga diisi dengan lidi sesuai dengan
nilai tempat, kantong satuan diisi 4 lidi, kantong puluhan diisi 4 lidi, dan
kantong ribuan diisi 3 lidi.
5. Ambil lidi dari kantong-kantong pada barisan pertama dan
diisi pada kantong-kantong pada barian kedua sesuai dengan nilai telampat
dariman lidi tersebut di amabil. Lidi dari kantong satuan diisi ke dalam kantong
satuan, lidi dari kantong puluha, ribuam diisi ke dalam kantong puluhan,
ribuan, atau sebaliknya darti barisan kantong-kantong kedua ke pertama. Hal
ini dapat dilakukan dengan menghambil semua lidi pada kantong pertama dan
kedua dikumpulkan sesuai dengan nilainya, kelompok satuan dengan sartuan,
puluhan dengan puluhan dan ribuan dengan ribuan dan dimasukkan ke dalam
barisan kantong-kantong ketiga sesuai dengan nilai tempatnya.
2 4 3
3 4 4
+
5 8 7
H. Metode Laboratorium
Pebelajaran yang menggunakan metode laboratorium adalah pembelajaran
yang memberikan kesempatan kepada pebelajar untuk memahami suatu objek
langsung matematika (fakta, konsep, skill, dan prinsip) dengan mengkaji,
menganalisis, menemukan secara induktif melalui inkuiri, merumuskan, dan
menguji hipotessis, serta membuat kesimpulan dari benda konkrit atau benda
modelnya.
Metode laboratorium dalam pembelajaran matematika dibedakan dengan
ekspetimen, sebab dalam metode laboratorium matematika tidak terjadi
perubahaan (proses) pada benda/zat yang digunakan, sedangkan pada eksperimen
harus terjadi perubahan pada benda/zat yang digunakan. Metode laboratoriun
dalam pembelajaran matematika, tidak harus dilakukan dalam ruang khusus
laboratorium matematika, tetapi metode laboratorium dalam pembelajaran
matematika dapat dilakukan di kelas ruang belajar biasa, atau di lapangan. Dalam
pembelajaran matematika yang menggunakan metode laboratoriun, pembelajar
harus mempersiapkan alat-alat (benda, model) dan disertai dengan LKS (lembar
kegiatan pebelajar) yang berhubungan dengan tujuan pembelajaran dan dibawa di
kelas. LKS untuk laboratorium matematika ini biasa disebut Lab-Mini. Lab-Mini
52
(LKS) ini berisi instrukssi atau tugas-tugas yang harus dikerjakan pebelajar dengan
menggunakan benda-benda konkret, harus ada kegiatan psikomotor. Suatu LKS
yang dikerjakan tanpa ada kegiatan psikomotor, tanpa mengutak-atik benda
konkrit belum disebut sebagai Lab-Mini. Kegiatan Lab-Mini dapat dilakukan secara
perseorangan (mandiri) atau dapat dilakukan secara bersama dalam kelompok (2 –
5 orang).
J. Metode Karyawisata
Karyawisata dalam rangkaian metode pembelajaraan mempunyai arti
tersendiri. Karyawisata di sini berarti kunjungan ke luar kelas atau di luar sekolah
dalam rangka pembelajaran, kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh informasi,
membahas berbagai masalah sebagai pelengkap kegiatan dalam kelas. Misalnya
mengajak pebelajar ke kantor sensus untuk mengetahui jumlah penduduk, atau
mengunjungi suatu tempat wisata, kepada para pebelajar dilengkapi dengan buku
pedoman/petunjuk untuk mengumpulkan hal-hal yang berhubungan dengan suatu
topik atau pokok bahasan dalam matemaatika. Metode karyawisata dapat
dipadukan metode kerja lapangan.
K. Metode Penemuan
Penemuan dalam pembelajaran matematika bukan penemuan sesungguhnya,
sebab apa yang ditemukan itu sebenarnya sudah ditemukan orang (pakar),
pembelajar sebelumnya. Metode penemuan di sini dimaksudkan agar pebelajar
terbiasa dengan kegiataan mencari sesuatu yang belum diketahuinya sehingga
mungkin kelak meraka akan daapat menemukan sesuatu yang barru di dalam
matematika. Misalnya rumus atau dalil atau cara tertentu yang belum pernah
ditemukan orang seblumnya.
Pada metode penemuan, konsep, dalil atau algoritma/prosedur dan
semacamnya yang dipelajari pebelajar merupakan hal yang baru dan belum
diketahui oleh mereka sebelumnya, tetapi pembelajar sudah mengetahuinya.
Untuk menunjang metode penemuan ini biasanya diiringi dengan metode
ekspositoti dan keja kelompok.
L. Metode Inkuiri
Metode inkuiri adalah metode yang hampir sama dengan metode peneluan,
tetapi perlu dibedakan dengan metode penemuan. Pada metode penemuaan, pada
umumnya dilaksanakan dengan ekspositori dan kerja kelompok, dan suatu yang
akan ditemukan pebelajar itu sudah diketahui oleh pembelajar dan pebelajar
hanya mencari langkah/prosedur untuk sampai kepada hasil akhir yang sudah
diketahui. Sedangkan pada metode inkuiri yang penting adalah saat berlaku proses
penemuannya. Pada metode inkuiri mungkin pebelajar diharuskan membuat
53
hipotesis kemudian mengujinya. Penemuan dalam metode inkuiri mungkin belum
pernah ditemukan oleh pembelajar atau orang lain sebelumnya. Pada metode
inkuiri keaktifan pebelajar terpusat dan terarah pada metode ilmiah untuk mencari
kebenaran.
O. Metode Proyek
Metode proyek adalah semacam metode pemberian tugas kepada pebelajar
secara kelompok atau secara perseorangaan. Individu atau kelompok mengadakan
kontrak untuk menyelesaikan suatu dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan
nilai atau kredit (penghargaan) yang besar/jumlahnya disesuaikan dengan berat-
ringannya tugas dan hasil yag diselesaikan.
Metode proyek ini dapat dipadukan dengan metode laboratorium, karyawisata,
dan resitasi. Misalnya pada karyawisata, pebelajar diminta untuk mengunjungi
suatu tempat wisata. Kepada pebelajar diberi instruksi untuk mencatat hasil
pengamatan atau hasil wawancara, dan membuat laporanya dalam jangka waktu
tertentu (1 minggu, 2 minggu atau 1 bulan). Pada pelaksanaan metode proyek ini
sebaiknya dibuat surat kontrak yang disertai dengan rubrik penilaian yang dipegang
masing-masing oleh pebelajar (penerima kontrak) dan pembelajar (pemberi
kontrak).
54
Setiap metode yang dikemukakan di atas mempunyai kelebihan dan keurangan.
Oleh karena itu, pembelajar dalam kegiatan pembelajaran (matematika) sebaiknya
berusaha meemadukan atau mengkombinasikan metode-metode tersebut dalam
pembelajaran. Saran kombinasi yang dapat digunakan sebagai berikut:
a. Pembelajaran yang menggugah bangitnya minat pebelajar dalam
matematika, gunakan metode cermah, ekspositori, dan diskuisi.
b. Pembelajaran yang melibatkan pebelajar memanipulani benda-benda
konkret atau model-model matematika, gunakan metode permainan
laboratorium dan karyawisata.
c. Pembelajaarn yang memberikan kesempataankepada pebelajar untuk
menemukan, menimbulkan sifat-sifat kreatif dan memecahkan masalah,
gunakan metode pnemuan, inkuiri dan pemecahan masalah.
d. Pembelajaran yang dapat meningkatka keterampilan matematika,
gunakan metode, resitasi (pemberian tugas), ekspositori, dan latihan praktek.
e. Pembelajaraan yang dapat menimbulkan sifat-sifat teliti, cermat, dan
tanggung jawab, gunakan metode laboratorium, kwegiatan lapangan,
pemberian tugas, dan lapangan.
Panduan kombinasi yang disarankan di atas, bukan meruakan satu-satunya yang
harus diikuti secara mutlak, tetapi saran ini dapat menjadi panduan, dan dapat
dikembangkan lagi sesuai dengan pengalaman dalam kegiatan pembelajaran.
SOAL LATIHAN 6
II. BAGAIMANA ANDA SEBAGAI PEMBELAJAR MENJELASKAN CARA MURID ANDA BELAJAR
OBJEK MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR
1. FAKTA MATEMATIKA
2. KETERAMPILAN MATEMATIKA
3. KONSEP MATEMATIKA
4. PRINSIP MATEMATIKA
III. BERIKAN CONTOH APLIKASI METODE PEMBELAJAAN DALAM PEMBELAJARAN OBJEK
MATEMATIKA BERIKUT DI SEKOLAH DASAR
1. FAKTA MATEMATIKA
2. KETERAMPILAN MATEMATIKA
3. KONSEP MATEMATIKA
4. PRINSIP MATEMATIKA
55
DAFTAR PUSTAKA
Anita Lie. 2004. Cooperative Learning Mengaktifkan Cooperative Learning di Ruang-
Ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia.
Ibrahim, Rachmawati, Nur, dan Ismono. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya:
University Press.
Jaeng Maxinus. 2002. Pembelajaran Geometri Dimensi Tiga dengan Kelompok Kecil
dan Perseorangan. Makalah mata kuliah Seminar pada program Pascasarjana
Universitas Negeri Surabaya
------------------. 2004. Pengembangan Model Pembelajaran dengan Cara Kelompok
Kecil dan Perseorangan. Desertasi tidak diterbitkan. Surabaya: Program
Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya.
Marpaung, Y. Tanpa tahun. Prospek ERME untuk Pembelajaran Matematika di
Indonesia. Makalah Handout mata kuliah Psikologi Lanjut pada Program
Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya.
Monoi Trineke Janet. 1999. Pengemabangan Perangkat Pembelajaran pada Pokok
Bahasan Lingkaran di Kelas 2 SLTP Berorientasi Model Pembelajaran Diskusi.
Makalah Ujian Komprehensif pada Program Pascasarjana Univesitas Negeri
Surabaya.
Murtadho Sutrisma dan Tambunan G. 1987. Materi Pokok Pengajaran Matematika.
Jakarta: Karunia Universitas Terbuka.
Sa’dijah Cholis. 1999. Pendidikan Matematika II. Jakarta: Depdikbud. Dirjen Dikti
Proyek PGSD.
Slavin. 1995. Cooperative Learning Theory, Research, and Practice. Boston: Allyn
Bacon.
Usman HB. 2006. Pemecahan Masalah pada Pembelajaran Matematika. Palu: FKIP
UNTAD
Yuwono, Ipung, 2000. RME: Paradigma Baru dalam Pembelajaran Matematika.
Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pengajaran Matematika di Sekolah
Menengah 25 Maret 2000, di Universitas Negeri Malang.
56
57