Anda di halaman 1dari 61

KASUS 3

Kelompok III :
Tony
Astrina
Rizki
Aditya
Lina Christina
Kasus :
Seorang anak remaja berumur
16 tahun datang ke UGD dimana
saudara sedang jaga; dengan
keluhan perdarahan hidung yang
masif. Pasien mengeluh sejak
umur 10 tahun sering kali
mimisan.
Anamnesa - Keluhan Utama
• Lokasi perdarahan :
Sisi mana yang berdarah?
Apakah satu sisi yang sama atau
keduanya?
• Kecenderungan perdarahan :
Apakah darah terutama mengalir ke
dalam tenggorokkan (ke posterior)
ataukah keluar dari hidung depan
(anterior) bila pasien duduk tegak?
• Apakah hidung pasien terasa
tersumbat?
Anamnesa - Keluhan Utama
• Lama perdarahan, frekuensi, & jumlah
perdarahan yang terjadi :
Seberapa banyak jumlah perdarahan yang
keluar dari hidung?
Apakah darah yang keluar kira-kira satu
sendok atau satu cangkir?
Darah yang keluar dari hidung itu berwarna
merah kental atau cair?
Apakah darah yang keluar itu akan berhenti
ketika ditekan dengan kedua tangan?
Anamnesa - Keluhan Utama
• Trauma hidung yang belum lama :
Apakah ada trauma, infeksi sinus, operasi
hidung atau sinus yang berhubungan dengan
perdarahan hidung ?

• Penggunaan antikoagulan :
Apakah sering makan obat-obatan seperti
aspirin atau fenilbutazon (butazolidin)?
• Apakah pasien mempunyai kebiasaan
merokok dan minum-minuman keras?
Anamnesa - Keluhan Tambahan

• Beberapa hari sebelum terjadinya perdarahan


di hidung, apakah pasien demam?
• Adakah rasa pusing & mual?
• Kecenderungan perdarahan :
 Apakah perdarahan itu diikuti dengan batuk darah,
muntah darah, atau bab berdarah?
 Apakah pasien mempunyai keadaan mudah berdarah
atau gangguan dalam pembekuan darah?
• Apakah pasien merasa sering mengantuk atau
sering jatuh tertidur?
Anamnesa – Riwayat Penyakit
Terdahulu
• Apakah pasien memiliki riwayat
penyakit sistemik :
 Hipertensi
 DM
 Penyakit hati
 Apakah pasien sedang menderita penyakit
paru kronik, penyakit kardiovaskuler,
arteriosklerosis yang mempunyai
keterlibatan dengan perdarahannya?
Anamnesa – Riwayat Penyakit Keluarga

• Riwayat gangguan perdarahan dalam


keluarga :
 Apakah di keluarga ada anggota keluarga yang
juga memliki riwayat perdarahan hidung yang
sama dengan pasien?
 Adakah salah satu/beberapa keluarga kandung
yang menderita penyakit sistemik, seperti
Hipertensi, DM, Penyakit hati, Penyakit
kardiovaskuler, ataupun Arteriosklerosis ?
Pemeriksaan Fisik
Status generalis :
 Keadaan umum pasien
 Kesadaran
 Tanda-tanda vital : TD, Nadi, Suhu,
Frekuensi pernafasan
 Gizi
 Kepala & mata
 Jantung, paru, abdomen, hepar, lien,
ekstremitas
Pemeriksaan Fisik
Status lokalis :
 Telinga : luar & dalam
 Tes pendengaran :
 Penala : weber, rinne, swabach
 Audiometri, BERA
 Tes Fungsi tuba :
 Tes valsava
 Tes toynbee
Pemeriksaan Fisik
Status lokalis :
 Hidung luar
 Hidung dalam :
 Rhinoskopi anterior
 Rhinoskopi posterior
 Rongga mulut
 Laringoskopi indirek
 Maksilofasial
 Leher
Diagnosa Kerja
 Tumor hidung
 Leukemia
 Hipertensi yang tidak terkontrol
Diagnosa banding
 Alergi dan autoimun
 Rinitis, trombositopenia, demam rematik.
 Kongenital
 Hemofilia, kelainan pleksus kiesselbach.
 Defisiensi
 Anemia aplastik.
 Trauma
 Fraktur daerah wajah, patah tulang hidung
 Intoksikasi
 warfarin dan heparin.
Diagnosa banding
 Kel. Vaskular
Arteri : Hipertensi
Vena : sumbatan karena emfisema, gagal
jantung kongestif
 Inflamasi
Infeksi : TB, Jamur, Influenza Immune
deficiency, acquired (AIDS/HIV), Typhoid
fever, Ebola virus disease, Yellow fever,
Dengue hemorrhagic fever, Malaria,
Leptospirosis.
Diagnosa banding
 Neoplasma
Karsinoma, polip, adenoid, leukemia,
polisitemia
 Endokrin
Menopause, menstruasi
Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan darah lengkap
 Protrombin time (PT), aPTT
 Pemeriksaan fungsi hepar
 Pemeriksaan fungsi ginjal
 Hemostasis
 Foto polos kepala AP/Lat
 Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal,
dan nasofaring.
 CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk
menentukan adanya rinosinusitis, benda
asing dan neoplasma.
Gambaran sagital MR pada solitary fibrous tumor
dengan masa tumor dan epistaksis dan
Gambaran angiogram angiofibroma juvenil
dengan obstruksi hidung dan epistaksis
Penatalaksanaan
Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan
kapas yang dibasahi dengan larutan anestesi
lokal yaitu larutan pantokain 2% atau larutan
lidokain 2% yang ditetesi larutan adre-nalin
1/1000 ke dalam hidung untuk menghilangkan
rasa sakit dan membuat vasokontriksi
pembuluh darah sehingga perdarahan dapat
berhenti untuk sementara. Sesudah 10-15
menit kapas dalam hidung dikeluarkan dan
dilakukan evaluasi.
Obat-obat dan alat-alat yang diperlukan
untuk tatalaksana epistaksis
Penatalaksanaan
 Pengobatan disesuaikan dengan keadaan penderita,
apakah dalam keadaan akut atau tidak.
 Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa
dalam posisi duduk kecuali bila penderita sangat lemah
atau keadaaan syok.
 Menghentikan perdarahan
 Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan
dapat dihentikan dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan,
kemudian cuping hidung ditekan ke arah septum selama beberapa
menit.
 Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior
yang telah dibasahi dengan adrenalin dan pantokain/lidokain, serta
bantuan alat penghisap untuk membersihkan bekuan darah.
 Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat
dengan jelas, dilakukan kaustik dengan larutan nitras argenti 20%-
30%, asam trikloroasetat 10% atau dengan elektrokauter. Sebelum
kaustik diberikan analgesia topikal terlebih dahulu.
Kauterisasi Sumber Perdarahan
Penatalaksanaan
 Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih
terus berlangsung, diperlukan pemasangan
tampon anterior dengan kapas atau kain kasa
yang diberi vaselin yang dicampur betadin atau
zat antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol
yang dibuat dari kasa sehingga menyerupai pita
dengan lebar kurang ½ cm, diletakkan berlapis-
lapis mulai dari dasar sampai ke puncak rongga
hidung. Tampon yang dipasang harus menekan
tempat asal perdarahan dan dapat
dipertahankan selama 1-2 hari.
Tampon anterior
Penatalaksanaan

 Perdarahan posterior diatasi dengan


pemasangan tampon posterior atau tampon
Bellocq, dibuat dari kasa dengan ukuran lebih
kurang 3x2x2 cm dan mempunyai 3 buah
benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi
pada sisi yang lainnya. Tampon harus menutup
koana (nares posterior)
Penatalaksanaan
Untuk memasang tampon Bellocq:
 Dimasukkan kateter karet melalui nares anterior sampai tampak di
orofaring dan kemudian ditarik ke luar melalui mulut.
 Ujung kateter kemudian diikat pada dua buah benang yang terdapat
pada satu sisi tampon Bellocq dan kemudian kateter ditarik keluar
hidung.
 Benang yang telah keluar melalui hidung kemudian ditarik, sedang
jari telunjuk tangan yang lain membantu mendorong tampon ini ke
arah nasofaring.
 Jika masih terjadi perdarahan dapat dibantu dengan pemasangan
tampon anterior, kemudian diikat pada sebuah kain kasa yang
diletakkan di tempat lubang hidung sehingga tampon posterior
terfiksasi.
 Sehelai benang lagi pada sisi lain tampon Bellocq dikeluarkan melalui
mulut (tidak boleh terlalu kencang ditarik) dan diletakkan pada pipi.
Benang ini berguna untuk menarik tampon keluar melalui mulut
setelah 2-3 hari. Setiap pasien dengan tampon Bellocq harus dirawat.
Penatalaksanaan

 Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat


dipakai kateter Foley dengan balon. Balon
diletakkan di nasofaring dan dikembangkan
dengan air. Teknik sama dengan pemasangan
tampon Bellocq.
Balon intranasal untuk mengontrol
epistaksis
Penatalaksanaan
 Di samping pemasangan tampon, dapat
juga diberi obat-obat hemostatik. Akan
tetapi ada yang berpendapat obat-obat
ini sedikit sekali manfaatnya.
 Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis
berat dan berulang yang tidak dapat
diatasi dengan pemasangan tampon
posterior. Untuk itu pasien harus dirujuk
ke rumah sakit maupun dikonsul ke
ahlinya (Sp.THT).
Penyebab epistaksis dapat
digolongkan menjadi etiologi lokal
dan sistemik.
Etiologi lokal
1. Trauma lokal misalnya setelah membuang ingus dengan
 keras,  terjatuh, terpukul, benda asing di
hidung, mengorek hidung, fraktur hidung atau trauma
maksilofasia lainnya.
2. Tumor, baik tumor hidung maupun sinus yang jinak dan
yang ganas. Tersering adalah tumor pembuluh darah
seperti angiofibroma dengan ciri perdarahan yang hebat
dan karsinoma nasofaring dengan ciri perdarahan
berulang ringan bercampur lendir atau ingus.
3. Idiopatik yang merupakan 85% kasus epistaksis,
biasanya ringan dan berulang pada anak dan remaja.
4. Infeksi hidung dan sinus paranasal, seperti rinitis,
sinusitis; serta granuloma spesifik, seperti lepra dan
sifilis.
Gambaran angiogram pada epistaksis
akibat luka tembak
Etiologi lokal lainnya
 Iritasi gas  atau zat kimia yang merangsang ataupun
udara panas pada mukosa hidung.
 Lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir
mendadak seperti pada penerbang dan penyelam
(penyakit Caisson) atau Keadaan lingkungan yang
udaranya sangat dingin.
 Tinggal di daerah yang tinggi atau perubahan tekanan
atmosfir yang tiba tiba
 Iatrogenik akibat operasi
 Pemakaian semprot hidung steroid jangka lama
 Benda asing atau rinolit dengan keluhan epistaksis
ringan unilateral disertai ingus berbau busuk.
Etiologi sistemik
1. Hipertensi dan penyakit kardiovaskuler
lainnya seperti arteriosklerosis. Hipertensi
yang disertai atau tanpa arteriosklerosis
merupakan penyebab epistaksis tersering
pada usia 60-70 tahun, perdarahan biasanya
hebat berulang dan mempunyai prognosis
yang kurang baik.
2. Kelainan perdarahan misalnya leukemia,
hemofilia, trombositopenia dll.
3. Infeksi, misalnya demam berdarah disertai
trornbositopenia, demam berdarah dengue,
influenza, morbili, demam tifoid dll.
Etiologi sistemik lain
a. Lebih jarang terjadi adalah gangguan
keseimbangan hormon misalnya pada
kehamilan, menarke dan menopause.
b. Kelainan kongenital misalnya hereditary
hemorrhagic Telangieclasis atau penyakit
Rendj-Osler-Weber.
c. Peninggian tekanan vena seperti pada
emfisema, bronkitis, pertusis, pneumonia,
tumor leher dan penyakit jantung.
d. Pada pasien dengan pengobatan
antikoagulansia.
Komplikasi Epistaksis
 Syok
 Anemia
 Turunnya tekanan darah yang mendadak :
Iskemi cerebri
Insufisiensi koroner
Infarkmiocard
Kematian.
Bila terjadi hal seperti ini maka
penatalaksaan terhadap syok harus segera
dilakukan.
Komplikasi Pemasangan Tampon
 Pemasangan tampon anterior :
Sinusitis (karena ostium sinus tersumbat).
Air mata yang berdarah (bloody tears) karena
darah mengalir secara retrograd melalui
duktus nasolakrimalis dan septikemia.
 Pemasangan tampon posterior :
Otitis media.
Haemotympanum.
Laserasi palatum mole dan sudut bibir bila
benang yang dikeluarkan melalui mulut terlalu
kencang ditarik.
Arteri Karotis Eksterna

Arteri karotis eksterna merupakan


percabangan dari arteri karotis komunis
pada region region midservikal. Bagian
proksimal dari arteri ini berjalan
anteromedial arteri karotis interna,
namun selaras berjalan naik arteri ini
menuju posteromedial untuk mensuplai
bagian-bagian wajah.
Cabang Arteri Karotis Eksterna
1. Arteri tiroidalis superior, mensuplai darah
untuk laring dan bagian-bagian tiroid.
2. Arteri pharyngeal asenden, mensuplai darah
untuk meningen, telinga tengah, nervus kranial
bawah, dan nervus servikal bagian atas.
3. Arteri lingualis, mensuplai darah untuk lidah
dan faring.
4. Arteri fasialis, mensuplai darah untuk wajah,
palatum, dan faring.
5. Arteri oksipitalis, mensuplai darah untuk bagian
muskulokutaneus dari SCALP dan leher.
Cabang Arteri Karotis Eksterna
6. Arteri auricularis posterior, mensuplai darah
untuk SCALP, kavum timpani, pinna, dan glandula
parotis.
7. Arteri maksilaris, merupakan cabang terbesar
yang mempunya tiga bagian mayor yang masing-
masingnya mempunyai cabang-cabang sendiri.
Cabang paling pentingnya adalah arteri meningen
media, yang sering terjadi laserasi pada truma
kepala dan mengakibatkan epidural hematom.
8. Arteri fasialis transversum, yang bersama arteri
fasialis mensuplai darah untuk area buccal.
9. Arteri temporalis superfisialis, merupakan
cabang terkecil yang mensuplai darah 1/3 depan
dari SCALP dan bagian wajah.
Arteri Karotis Interna
Arteri karotis interna dibagi menjadi empat
bagian, yaitu :
1. Pars servikalis : berasal dari arteri karotis
komunitis dalam trigonum karotikum sampai ke dasar
tengkorak.
2. Pars petrosa : Terletak dalam os petrosum
bersama-sama dengan pleksus venous karotikus
internus. Setelah meninggalkan kanalis karotikus, di
sisi depan ujung puncak piramid pars petrosa hanya
dipisahkan dari ganglion trigeminal yang terletak di
sisi lateral oleh septum berupa jaringan ikat atau
menyerupai tulang pipih.
Arteri Karotis Interna
3. Pars kavernosa : Melintasi ujung kavernosus,
membentuk lintasan berliku menyerupai huruf “S”
yang sangat melengkung, dinamakan Karotisspphon.
4. Pars serebralis : dalam lamela duramater kranial
arteri ini membentuk cabang arteri oftalmika, yang
segera membelok ke rostraldan berjalan di bawah
nervus optikus dan ke dalam orbita.

Pembuluh darah ini berakhir pada cabang-cabang yang


memberi darah kulit dahi, pangkal hidung, dan kelopak
mata dan beranastomisis dengan arteri fasialis serta
arteri maksilaris interna.
Cabang Arteri Karotis Interna
1. Pars petrosa
 Arteri karotikotimpani, memperdarahi bagian
anterior dan medial dari telinga tengah.
2. Pars kavernosa
 Arteri kavernosa, memperdarahi hipofifis dan
dinding sinus kavernosus.
 Arteri hipofise, memperdarahi hipofise.
 Arteri semilunaris, memperdarahi ganglion
semilunaris.
 Arteri meningea anterior, memperdarahi duramater,
fossa kranialis anterior.
Cabang Arteri Karotis Interna

3. Pars supraklinoid
Arteri oftalmika, memperdarahi mata, orbita,
struktur wajah yang berdekatan.
Arteri khoroidalis anterior, memperdarahi pleksus
khoroideus, ventrikulus lateral dan bagian yang
berdekatan.
Arteri komunikan posterior, dengan cabang-cabang
ke hipotalamus, talamus, hipofise, khiasma optika,
dan lain-lain.
Cabang Arteri Karotis Interna
4. Pada bagian akhir arteri karotis interna
Arteri serebri anterior, memperdarahi korteks
orbitalis, frontalis, dan parietalis serta cabang
sentralis. Cabang-cabang dari arteri serebri anterior
yaitu :
a. Arteri striata media / arteri rekuren Heubner
b. Arteri komunikans anterior
c. Arteri frontopolaris, memperdarahi korteks lobus frontalis
pada permukaan median, superior, superior permukaan
lateral.
d. Arteri perikallosal
e. Arteri kallosomarginalis
f. Arteri parietalis
Cabang Arteri Karotis Interna
 Arteri serebri media, memperdarahai korteks orbitalis,
frontalis, parietal, dan temporal serta cabang sentralis.
Cabang-cabang dari arteri serebri media yaitu :
a. Arteri lentikulostriata dengan cabang kecil ke ganglia basalis.
b. Arteri frontalis asendens
c. Arteri pre-rolandika
d. Arteri perietalis anterior
e. Arteri parietalis posterior
f. Arteri angularis, memperdarahi sakkus lakrimalis, kelopak
mata bawah dan hidung.
g. Arteri parietotemporalis, memperdarahi kulit kepala dan regio
parietal.
h. Arteri temporalis posterior dan anterior memperdarahi kortek
i. permulaan lateral dari lobus temporalis.
Kelainan Pada Cabang Arteri Karotis
Interna
 Obstruksi dari tunggul arteri serebri media yang
mengenai hemisfer dominan yaitu hemiparalisis
kontralateral terutama wajah dan lengan,
hemianestesia kortikal kontralateral, afasia global,
agrafia, aleksia, apraksia dan heminopsia homonim
kontralateral. Jika meliputi hemisfer non-dominan akan
terjadi hemiplegia dan hemianestesia kontralateral
seperti juga heminopsia, apraksia dan kemungkinan
anosognosia.
 Obstruksi dari arteri striatum arteri serebri media
menghasilkan paralisis wajah dan hipoglosus
kontralateral. Jika lesi melibatkan hemisfer dominan,
juga akan terjadi afasia motorik karena kerusakan area
Brocha dalam sepertiga konvolusi frontalis ketiga.
Kelainan Pada Cabang Arteri Karotis
Interna
 Obstruksi dari cabang rolandik, menyebabkan
hemiparalisis brakhiofasilis.
 Obstruksi cabang-cabang selanjutnya yang
mensuplai darah area parietalis, oksipitalis
dan temporalis dari hemisfer dominan
menghasilkan defisit kortikal sensorik dan
kuadrantanopsia atau hemianopsia
kontralateral akibat terlibatnya radiasio
optika, afasia sensorik, dan kemungkinan
aleksia, agrafia, akalkulia, apraksia
idiokinetik, gangguan kanan/ kiri, agnosia, dan
lain-lain.
Kelainan Pada Cabang Arteri Karotis
Interna
 Obstruksi arteri serebri anterior,
gejalanya berupa hemiparasis
kontralateral dengan kelumpuhan
tungkai lebih menonjol, gangguan
mental bila mengenai lobus frontal,
gangguan sensibilitas pada tungkai yang
lumpuh, inkotinensia dan kejang-kejang.
 Obstruksi arteri rekuren Huebner
menghasilkan kelemahan kontralateral
dari wajah, lidah, dan lengan.
Kelainan Pada Cabang Arteri Karotis
Interna
 Obstruksi arteri koroidalis anterior,
menyebabkan iskemia bagian bawah
krus posterior kapsula interna,
sebagian dari radiasio optika, dua per
tiga medial dari palidum dan separuh
dari korpus genikulatum lateral dan
nukleus subtalamik. Gejala klinisnya,
hemiparalisis dan hemihipestesia
kontralateral, seperti juga hemianopsia.
Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai