Anda di halaman 1dari 7

1.

Sistem Perekonomian / Tata Ekonomi Kapitalisme

Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada
setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi baang, manjual
barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya. Dalam sistem ini pemerintah bisa turut ambil
bagian untuk memastikan kelancaran dan keberlangsungan kegiatan perekonomian yang
berjalan, tetapi bisa juga pemerintah tidak ikut campur dalam ekonomi.

Dalam perekonomian kapitalis setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan
kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar-
besarnya. Semua orang bebas malakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas
dengan berbagai cara.

2. Sistem Perekonomian / Tata Ekonomi Sosialisme

Sosialisme adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar
kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi dengan campur tangan
pemerintah. Pemerintah masuk ke dalam perekonomian untuk mengatur tata kehidupan
perekonomian negara serta jenis-jenis perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara seperti air, listrik, telekomunikasi, gas lng, dan lain sebagainya.

Dalam sistem ekonomi sosialisme atau sosialis, mekanisme pasar dalam hal permintaan dan
penawaran terhadap harga dan kuantitas masih berlaku. Pemerintah mengatur berbagai hal dalam
ekonomi untuk menjamin kesejahteraan seluruh masyarakat.

3. Sistem Perekonomian / Tata Ekonomi Komunisme

Komunisme adalah suatu sistem perekonomian di mana peran pemerintah sebagai pengatur
seluruh sumber-sumber kegiatan perekonomian. Setiap orang tidak diperbolehkan memiliki
kekayaan pribadi, sehingga nasib seseorang bisa ditentukan oleh pemerintah. Semua unit bisnis
mulai dari yang kecil hingga yang besar dimiliki oleh pemerintah dengan tujuan pemerataan
ekonomi dan kebersamaan. Namun tujuan sistem komunis tersebut belum pernah sampai ke
tahap yang maju, sehingga banyak negara yang meninggalkan sistem komunisme tersebut.

Dalam sebuah perjuangan, kita harus tahu siapa kawan dan siapa lawan. Musuh kita adalah
kapitalisme. Tetapi apakah kapitalisme itu?

Jawabannya mungkin tampak sederhana. Kapitalisme bukankah sebuah sistem dimana sejumlah
individu yang kaya memiliki pabrik-prabrik dan perusahaan lainnya? Bukankah para kapitalis ini
bersaing pada sebuah pasar bebas, tanpa perencanaan yang terpusat, dengan hasil bahwa sistem
perekonomian sering jadi kacau dan acapkali mengalami krisis?

Jawaban untuk menghindari keadaan seperti itu juga tampaknya jelas, ialah menyita industri dari
para individu itu (nasionalisasi), dan membiarkan negara untuk merencanakan ekonominya.
Menurut kebanyakan orang yang berhaluan kiri, hal-hal diatas dianggap merupakan inti dari
ajaran Marxisme. Tetapi dewasa ini permasalahan-permasalahan diatas tidak dapat dilihat
sesederhana itu. Pada satu sisi, banyak perusahaan di bawah sistim kapitalis dewasa ini tidak lagi
dikontrol oleh para individu. Secara formal perusahaan-perusahaan itu dimiliki oleh para
pemegang saham, tapi kenyataannya perusahaan-perusahaan raksasa seperti General Motors
dijalankan oleh para pejabat perusahaan. Sedangkan bentuk perusahaan-perusahaan lainnya
adalah perusahaan negara seperti BUMN di Indonesia. Namun kaum buruh juga dieksploitasi
dalam perusahaan tersebut.

Di sisi yang lain, masyarakat yang telah meninggalkan kepemilikan swasta dan memilih rencana-
rencana ekonomi yang terpusat tidak tampak menarik lagi saat ini. Negara-negara seperti di
bekas Uni Soviet telah menteror kelas buruhnya, sedangkan para birokrat yang mengelola
pabrik-pabrik. Dan pada akhirnya masyarakat itu juga mengalami krisis ekonomi dan politik.

Saat ini Cina mencoba mengambil alih beberapa aspek pasar bebas ke dalam kebijakan ekonomi
mereka, karena takut tidak mampu untuk tetap bersaing dengan negara-negara kapitalis barat.

Jadi keseluruhan arti kapitalisme dan sosialisme, dan perbedaan-perbedaan diantara kedua sistem
itu, perlu dikaji ulang untuk disesuaikan dengan perkembangan ekonomi dewasa ini.

Disini, ide-ide Karl Marx sangatlah penting. Dia sama sekali tidak menganggap kepemilikan
alat-alat produksi oleh individu swasta merupakan masalah utama kapitalisme. Yang ia tolak
adalah sebuah situasi dimana alat produksi dikontrol oleh minoritas -- dalam berbagai bentuk --
untuk mengeksploitasi mayoritas.

Eksploitasi semacam ini mengambil bentuk dalam hubungan sosial di tempat kerja. Yakni para
pekerja yang tidak memiliki perangkat produksi, dan tidak memiliki komoditi untuk dijual
sehingga mereka harus menjual tenaga kerjanya untuk gaji (wage labour system). Ini berarti
mereka tidak memiliki kontrol dari hasil kerjanya. Dalam sebuah sistem ekonomi seperti ini,
tidak ada kemungkinan untuk merencanakan perekonomian demi kepentingan masyarakat luas.

Justru sebaliknya, setiap kapitalis akan didorong oleh kompetisi untuk membangun usaha dengan
mengorbankan orang lain. Seperti yang dikatakan Marx, 'Akumulasi! Akumulasi! itu adalah
nabi-nabi baginya'. Ini berarti yang kuat memakan yang lemah, dan sistemnya akan turun secara
drastis sampai mengalami krisis ekonomi.

Marx, menyebut kondisi seperti ini keterasingan (atau alienasi) pekerja, dan salah satu slogannya
yang sangat terkenal adalah 'penghapusan sistem wage labour".

Di dunia moderen, modal memiliki bentuk yang bermacam-macam. Di mancanegara terjadi


swastanisasi perusahaan-perusahan milik negara. Negara-negara lain seperti Swedia atau Italia
masih memiliki sektor negara yang besar, sedangkan di Cina dan Kuba perencanaan ekonominya
masih dilakukan secara terpusat.
Tetapi di semua negara itu analisa fundamental Marx masih sangat relevan. Alat-alat produksi
masih dikontrol oleh minoritas -- meskipun komposisinya sangat bermacam-macam dari para
pengusaha individu melalui sektor swasta dan birokrat yang bekerja di sektor publik.

Para pekerja menjual tenaga mereka untuk mendapatkan gaji, dan tidak memiliki kontrol
terhadap proses produksi atau barang-barang yang mereka hasilkan.

Produksi dilaksanakan dengan jalan kompetisi, baik dalam skop kecil, persaingan antar
perusahaan maupun dalam skop besar atau nasional, antar negara, yang dipimpin oleh aparatus
negara.

Kompetisi antar negara juga memiliki bentuk yang lain yaitu kompetisi militer. Bekas negara
Uni Soviet selalu mendorong ekonominya berjalan secara efisien, karena harus bersaing dengan
Amerika Serikat dalam hal persenjataan. Kaum buruh di Uni Soviet dihisap oleh birokrasi yang
tengah berkuasa guna kompetisi militer tersebut. Kami menyebut bentuk ekonomi yang
dijalankan oleh rezim Soviet itu "Kapitalisme Negara".

Apapun bentuk kompetisi itu, hasilnya selalu sama: "Akumulasi! Akumulasi! itulah nabi-
nabinya!" Sedangkan para pekerja adalah korbannya. Jadi apa yang perlu dilakukan?
Jawabannya ada pada sistem sosialis yang sejati, yang berarti pekerja sendiri yang harus
mengontrol proses produksi, dan memproduksi untuk kebutuhan manusia, bukan untuk
kebutuhan kompetisi.

Kontrol pekerja terhadap produksi -- yang berkaitan erat dengan kontrol mereka secara
demokratis terhadap negara -- dapat diterapkan di sebuah negara secara sementara. Namun
seperti yang kita lihat, tekanan kompetisi berlangsung secara internasional. Maka untuk jangka
panjang, sosialisme mesti diciptakan di tingkat internasional.

KAPITALISME: SEKILAS SEJARAH

*) AG. Eka Wenats Wuryanta


Pengantar
Tak seorang pun manusia di dunia ini lepas dari kecenderungan untuk menjadi kapitalis. Juga tak
ada satu pun perusahaan yang bisa bebas nilai dengan tendensi kapitalisasi. Bahkan dapat
dikatakan bahwa apa saja yang dimakan, ditonton, dinikmati, diminum, ditiduri atau dipakai
adalah produk-produk kapitalisme. Hasil teknologi yang mengagumkan, proses industrialisasi
yang begitu dramatis, penjelajahan dunia baru, penyebaran agama dan budaya tidak bisa
melepaskan diri dari usaha dan hasil rekayasa sosial yang diolah oleh pelaku-pelaku kapitalisme.
Bisakah kita mendefinisikan diri sebagai seorang yang anti kapitalisme? Mampukah sekarang
kita yang hidup dalam dunia pasar ini bisa merumuskan diri sebagai seorang yang a-kapitalis?
Kalau ada orang yang bisa menjawab dengan arogan bahwa dia adalah anti kapitalisme atau a-
kapitalis maka dapat dipastikan orang itu adalah mania Robinson Crusoe atau seorang manusia
langka yang a-historis, tidak realistis dan tidak tahu diri. Tenaga dan kekuataan kapitalisme
begitu mengakar dan tertanam dalam seluruh kehidupan manusia. Tak sejengkal dan seinci tubuh
manusia yang bisa terhindar dari jamahan kapitalisme. Mengapa kapitalisme sebagai ideologi
dan praktek hidup bisa sedemikian mengakar? Itulah pertanyaan yang seharusnya dan relevan
diajukan.
Definisi
Kapitalisme secara etimologis berasal dari kata caput, yang artinya kepala, kehidupan dan
kesejahteraan. Makna modal dalam kapital seharusnya diinterpretasikan sebagai titik
kesejahteraan. Dengan makna kesejahteraan, definisi kapital mulai dikembangkan dengan arti
akumulasi keuntungan yang diperoleh dalam setiap transaksi ekonomi. Oleh sebab itu,
interpretasi awal dari kapitalisme adalah proses pengusahaan kesejahteraan untuk bisa memenuhi
kebutuhan. Dalam definisi ini, sebetulnya kapitalisme mempunyai definisi yang konstruktif-
manusiawi. Pasti setiap orang mempunyai keinginan dasar untuk memenuhi kebutuhan dasarnya
dalam hidup sehari-hari.
Masalahnya dalam perkembangan selanjutnya, terutama dalam era revolusi industri, kapitalisme
didefinisikan sebagai paham yang mau melihat serta memahami proses pengambilan dan
pengumpulan modal balik (tentu saja yang sudah dikumpulkan secara akumulatif) yang
diperoleh dari setiap transaksi komoditas ekonomi. Pada saat itu pula, kapitalisme tidak hanya
dilihat sebagai ideologi teoritis tapi berkembang menjadi paham yang mempengaruhi perilaku
ekonomi manusia.
Kapitalisme Purba
Kapitalisme purba adalah tahapan awal pembentukan kapitalisme yang ditemukan dalam bibit-
bibit pemikiran masyarakat feodal yang berkembang di Babilonia, Mesir, Yunani dan Kekaisaran
Roma. Para ahli ilmu sosial menamai tahapan kapitalisme purba ini dengan sebutan commercial
capitalism. Kapitalisme komersial berkembang ketika pada jaman itu perdagangan lintas suku
dan kekaisaran sudah berkembang dan membutuhkan sistem hukum ekonomi untuk menjamin
fairness perdagangan ekonomi yang dilakukan oleh para pedagang, tuan tanah, kaum rohaniwan.
Bahkan Max Weber pernah menyatakan bahwa akar kapitalisme berawal dari sistem Codex Iuris
Romae sebagai aturan main ekonomi yang kurang lebih universal dipakai oleh kaum pedagang di
Eropa, Asia Barat serta Asia Timur Jauh dan Afrika Utara. Aturan main ekonomi ini sebetulnya
dimanfaatkan untuk memapankan sistem pertanian feodal. Dari aturan ini pula muncul istilah
borjuis yang mengelompokkan sistem feodalisme yang disempurnakan dengan sistem hukum
ekonomi itu. Kelompok borjuis dipakai untuk menyebut golongan tuan tanah - bangsawan dan
kaum rohaniwan yang biasa mendiami biara yang luas dan besar.
Perkembangan selanjutnya adalah perkembangan kapitalisme yang dikenal sebagai tata cara dan
“kode etik” yang dipakai oleh kaum merkantilis. Kaum pedagang yang banyak berkumpul di
bilangan pelabuhan Genoa, Venice dan Pisa. Kaum merkantilis memakai kapitalisme sebagai
tahap lanjutan sistem sosial ekonomi yang dibentuk. Tatanan ekonomi dan politik yang
berkembang memerlukan hukum dan etika yang disusun dengan relatif mapan. Hal ini
disebabkan terjadi perkembangan kompetisi dalam sistem pasar, keuangan, tata cara barter serta
perdagangan yang dianut oleh para merkantilis abad pertengahan. Para merkantilis mulai
membuka wacana baru tentang pasar. Ketika mereka berbicara tentang pasar dan perdagangan,
mau tidak mau mereka mulai bicara tentang barang dagang (komoditas) dan nilai lebih yang
nantikan akan banyak disebut sebagai the surplus value (nilai lebih). Dari akar penyebutan inilah,
wacana tentang keuntungan dan profit menjadi bagian integral dalam kapitalisme sampai abad
pertengahan.
Kapitalisme Industri
Pandangan merkantilis dan perkembangan pasar berikut sistem keuangan telah mengubah cara
ekonomi feodal yang semata-mata bisa dimonopoli oleh para tuan tanah, bangsawan dan kaum
rohaniawan. Ekonomi mulai bergerak menjadi bagian dari perjuangan kelas menengah dan mulai
menampakkan pengaruh pentingnya. Ditambah lagi, rasionalisasi filosofis abad modern yang
dimulai dengan era renaissance dan humanisme mulai menjalari bidang ekonomi juga.
Setidaknya penulis akan menyebut tiga tokoh atau ikon ilmuwan filsafat sosial yang cukup
memberikan pengaruh yang dramatis terhadap perkembangan kapitalisme industri modern.
Mereka adalah Thomas Hobbes dengan pandangan egoisme etisnya, yang pada intinya
meletakkan sisi ajaran bahwa setiap orang secara alamiah pasti akan mencari pemenuhan
kebutuhan dirinya. Yang lain adalah John Locke. Dia menekankan sisi liberalisme etis, di mana
salah satu adagiumnya berbunyi bahwa manusia harus dihargai hak kepemilikan personalnya.
Tokoh lainnya adalah Adam Smith dan David Ricardo yang mencoba menukikkan pandangan
dua tokoh sebelumnya dengan filsafat laissez faire dalam prinsip pasar dan ekonomi. Pandangan
klasik Adam Smith menganjurkan permainan bebas pasar yang memiliki aturannya sendiri.
Persaingan, pekerjaan dari invisible hands akan menaikkan harga kepada tingkat alamiah dan
mendorong tenaga kerja dan modal beralih dari perusahaan yang kurang menguntungkan kepada
yang lebih menguntungkan. Laissez faire adalah ungkapan penyifat. Pandangan ini menekankan
bahwa sistem pasar bebas diberlakukan sistem kebebasan kepentingan ekonomi tanpa campur
tangan pemerintah.
Kapitalisme di tiga tokoh itu (Hobbes, Locke dan Adam Smith) mendapatkan legitimasi
rasionalnya. Akselarasi perkembangan kapitalisme rasional ini memicu analisa dan praktek
ekonomi selanjutnya. Akselarasi kapitalisme semakin terpicu dengan timbulnya “revolusi
industri”. Kapitalisme mendapatkan piranti kerasnya dalam pencapaian tujuan utamanya, yaitu
akumulasi kapital (modal). Industrialisasi di Inggris dan Perancis mendorong adalah industri-
industri raksasa. Perkembangan raksasa industri mekanis modern ini memicu kolonialisme dan
imperialisme ekonomi. Tidak mengherankan apabila dalam konteks ini terjadi exploitation
l’homme par l’homme. Situasi penindasan yang ada menimbulkan reaksi alamiah dari orang-
orang yang kebetulan mempunyai kepedulian sosial – kolektif yang mengalami trade-off dalam
era industri. Salah satu orang itu adalah Karl Marx. Dia mereaksi adalah sistem yang tidak beres
dalam kapitalisme yang cenderung menafikkan individu dalam konteks sosial.
Meski sosialisme sudah menjadi “budaya tanding” tetap saja kapitalisme maju dan semakin
mapan dalam percaturan kehidupan manusia. Max Weber menganalisa bahwa kemapanan
kapitalisme selain didukung dengan faktor sekular juga mendapatkan legitimasi religiusnya.
Weber beranggapan bahwa ada kaitan antara bangkitnya kapitalisme dengan Protestanisme.
Kapitalisme merupakan bentuk sekular dari penekanan Protestanisme pada individualisme dan
keharusan mengusahakan keselamatannya sendiri. Nilai-nilai religi Kristiani terutama Aliran
Calvinisme memberikan kontribusi yang tidak sedikit dalam perkembangan kapitalisme lanjut.
Kapitalisme Lanjut
Kapitalisme lanjut merupakan fase lanjutan dari kapitalisme industri. Kapitalisme industri
memicu agregasi akumulasi modal bersama yang dikumpulkan melalui pembaruan perusahaan
nasional dan multinasional. Dalam fase ini, kapitalisme bukan semata lagi hanya mengakumulasi
modal tapi lebih dari itu, yaitu investasi. Dalam arti ini, kapitalisme tidak hanya bermakna
konsumsi dan produksi belaka, tapi menabung dan menanam modal sehingga mendapatkan
keuntungan berlipat dari sebuah usaha adalah usaha yang terus ditumbuhkan. Pertumbuhan
ekonomi tidak hanya didasarkan pada soal faktor produksi tapi juga faktor jasa dan kestabilan
sistem sosial masyarakat. Oleh sebab itu, kapitalisme lanjut dengan refleksi sosialnya terus
mengembangkan bagaimana mereka tetap berkembang mendapatkan keuntungan tapi tetap
menyediakan lahan pendapatan yang cukup bagi para konsumen sebagai sekaligus faktor utama
pasarnya.
Kapitalisme tahap ini mencapai puncak aktualisasinya melalui proses kewirausahaan ekonomi
yang mencoba mengkombinasikan kembali peran pasar bebas dalam bidang ekonomi dengan
intervensi negara dalam bidang politik.
Faktor modernisasi dalam wacana kapitalisme lanjut ini tidak terjebak pada dikotomi kapitalis
sebagai pemilik modal dan buruh sebagai faktor produksi melainkan berlanjut pada wacana
bagaimana akhirnya pekerja dihadapkan pada masalah kepemilikan bersama (share holder)
dalam sebuah proses kapitalisasi yang tetap saja memberikan ruang pada keuntungan dan proses
akumulasi investasi.
Debat pembangunan kapitalisme dalam konteks sistem dunia (E. Wallerstein) juga menambah
kompleksitas proses kapitalisme sebagai raksasa ekonomi yang tak terelakkan. Debat lanjutan
kapitalisme dalam konteks globalisme tidak cenderung menempatkan pada kekuatan sosialisme
dan kapitalisme belaka melainkan relasi interdependen antar pelaku ekonomi yang justru meluas.
Bahkan Anthony Giddens pernah menyatakan bahwa dinamika kapitalisme sebagai resultante
yang saling terhubung dan tersinergi dalam kapitalisme itu sendiri, industrialisasi, pengawasan
dan kekuatan militer.
Kapitalisme yang dijiwai oleh semangat mencari untung menjadi sumber dinamisme luar biasa,
dan ketika bergandengan dengan industrialisme menghasilkan tahap global sekarang ini. Dunia
yang kita huni sekarang juga dalam pengawasan yang terus-menerus, mulai di tempat kerja dan
merambat pada masyarakat. Negara meniru pabrik. Gugus institusi ini masih ditambah dengan
munculnya kekuatan militer sebagai penjamin stabilitas ekonomi sebagai syarat mutlak pasar
yang bebas dan tenang. Kapitalisme lanjut semakin matang dengan kemajuan teknologi
informasi yang semakin merangsek kekuatan-kekuatan konvensional pasar tradisional yang ada.
Refleksi Kritis
Terlihat dalam sekilas sejarah ini, kapitalisme sebagai sebuah ideologi dan praktek sosial telah
teruji dengan berbagai tantangan dan ujian. Masalahnya adalah ramalan Karl Marx tentang
kontradiksi dalam kapitalisme tidak pernah terbukti secara empiris. Tapi justru kapitalisme
menampakkan diri sebagai ide yang semakin berkembang, cepat belajar, kritis dengan dirinya
sendiri, lentur dan fleksibel. Apa sebabnya?
Pertanyaan itu hanya bisa diajukan pada setiap manusia. Karena kembali pada awal, manusia
diciptakan untuk memenuhi kesejahteraannya. Dan presis, kapitalisme dalam arti tertentu mampu
belajar, mau memperbaiki mekanisme sosial dan krisis legitimasi sosialnya. Seperti Jurgen
Habermas katakan, yaitu ketika kita mau belajar kapitalisme sesungguhnya kita belajar dari
manusia itu sendiri. Dan ungkapan ini semakin mengokohkan kekaguman Karl Marx terhadap
kapitalisme.
_________________________
Bahan Pustaka

1. Bell, Daniel, The Cultural Contradictions of Capitalism, Basic Books:New York, 1976
2. Braudel, Fernand, Capitalism and Civilization, Harper & Row:New York, 1984
3. Faulkner, Harold, The Decline of Laissez Faire, Holmes:New York, 1978
4. Fried, Morton, The Evolution of Political Society, Random House:New York, 1970
5. Heilbroner, Robert, Marxism: For and Against, WW. Norton:New York, 1980
6. Wallerstein, Emanuell, Historical Capitalism, Verso:London, 1983
_____________________________
Penulis adalah Direksi Institut Studi Sosial Demokrasi
dan Staff Pengajar Univ. Atmajaya Jakarta.

• Kapitalisme
• Dari Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas.
• Lompat ke: pandu arah, gelintar
• Kapitalisme merupakan sistem ekonomi dan sosial yang cenderung ke arah
pengumpulan kekayaan oleh individu tanpa gangguan kerajaan dan berasaskan
keuntungan. Takrif individu di sini juga boleh merujuk kepada sekumpulan individu
seperti syarikat. Sistem ekonomi kapitalis oleh itu berdasarkan kuasa pasaran dalam
menentukan pengeluaran, kos, menetap harga barang dan perkhidmatan, pelaburan dan
pendapatan. Pengkritik sistem kapitalis selalu berhujah bahawa sistem ini mewujudkan
jurang perbezaan yang ketara antara yang kaya dengan yang miskin. Sistem yang
bertentangan dengan ideologi ini ialah komunisme dan sosialisme. Kapitalisme berasal
dari perkataan kapital (bahasa Inggeris: capital) yang bermaksud "modal".
• Amalan ekonomi kapitalis mengukuh di England di antara kurun ke-16 Masehi dan 19
Masehi. Walau bagaimanapun telah wujud ciri-ciri kapitalis sejak dulu lain terutamanya
di kalangan saudagar Zaman Pertengahan[1]. Kapitalisme menjadi dominan di Barat
semenjak berakhirnya era Feudalisme.[1]. Dari England, kapitalisme merebak ke seluruh
Eropah dan pada abad ke-19 dan 20, ia adalah sistem ekonomi utama di dunia yang
memacu era perindustrian[2].

Anda mungkin juga menyukai