PENDAHULUAN
Pemuliaan ternak adalah suatu usaha jangka panjang dengan tantangan utama
adalah memperkirakan ternak macam apa yang menjadi permintaan di masa mendatang,
serta merencanakan untuk menghasilkan ternak-ternak yang diharapkan tersebut.
Peran pemuliaan dalam kegiatan produksi ternak sangat penting diantaranya untuk
menghasilkan ternak-ternak yang efisien dan adaptif terhadap lingkungan. Produksi
ternak yang efisien bergantung pada keberhasilan memadukan sistem Manajemen,
pemberian Makanan yang berkualitas dan tersedia sepanjang tahun, Kontrol Penyakit dan
Perbaikan Genetik.
Perbaikan mutu Genetik akan efektif bila telah diketahui parameter- parameter
genetik sifat-sifat produksi yang mempunyai nilai ekonomis disertai dengan tujuan
pemuliaan (breeding objective) dan pola pemuliaan (breeding scheme) yang jelas.
Pengertian Pemuliaan Ternak Berdasarkan denotasi dan konotasi ilmu, pemuliaan
ternak adalah suatu cabang ilmu biologi, genetika terapan dan metode untuk peningkatan
atau perbaikan genetik ternak. Pemuliaan ternak diartikan sebagai suatu teknologi
beternak yang digunakan untuk meningkatkan mutu genetik. Mutu genetik adalah
kemampuan warisan yang berasal dari tetua dan nenek moyang individu. Kemampuan ini
akan dimunculkan setelah bekerja sama dengan pengaruh faktor lingkungan di tempat
ternak tersebut dipelihara.
Pemunculannya disebut performans atau sehari-hari disebut sebagai produksi dan
reproduksi ternak, contohnya antara lain produksi susu, telur, daging, berat lahir,
pertambahan bobot badan, berat sapih dan jumlah anak dalam satu kelahiran .
Kemampuan genetik ternak, dapat juga disebut kemampuan bereproduksi dan
berproduksi, tidak dapat dilihat, tetapi dapat ditaksir. Prinsip dasar pemuliaan ternak
mengajarkan bahwa kemampuan genetik di wariskan dari tetua ke anaknya, secara acak.
Diartikan bahwa tidak ada dua anak, apa lagi lebih yang memiliki kemampuan yang
persis sama kecuali pada kasus monozygote identical twin (dua anak berasal dari satu sel
telur). Kemampuan tersebut selanjutnya akan dimunculkan dalam bentuk produksi yang
terukur di bawah faktor lingkungan yang tertentu.
1
2
B. Metode Pelaksanaan
Praktikum pemuliaan ternak ini menggunakan metode simulasi.
C. Analisis Data
1) Analisis statistik digunakan untuk deskriptif populasi dasar. Deskriptif
terhadap populasi meliputi :
A. Ukuran tendensi pusat atau ukuran pemusatan, merupakan
gambaran populasi yang dalam populasi panmixia diduga
menyebar normal
4
n n
a. Rata-rata : µ =
∑ Xi untuk rata-rata populasi
∑ Xi
i=1
X́ = i =1
N N
untuk sampel. Penghitungan rata-rata dalam data distribusi
frekuensi X́ =
∑ fi . xi
i=1
∑ fi
b. Modus atau nulai yang paling banyak muncul Penghitungan
modus dalam data distribusi frekuensi Mo = Bb + p(
b1
¿
b 1+ b 2
Dimana :
Bb = Batas bawah kelas interval yang mengandung modus
P = Panjang kelas interval
b1 = Selisih frekuensi kelas yang mengandung modus
dengan frekuensi sebelumnya
b2 = Selisih frekuensi kelas yang mengandung modus
dengan frekuensi sesudahnya
c. Median atau titik tengah dari data yang disebar dengan rank
baik secara ascendent maupun descendent
B. Ukuran penyebaran untuk menggambarkan keragaman atau
variasi dari tiap individu terhadap tendensi pusatnya. Semakin
beragam suatu populasi maka penerapan seleksi semakin
efektif. Meliputi :
a. Ragam (S²) untuk sample dan σ² untuk populasi
n
σ² = ∑ X ²−¿ ¿ ¿ ¿ atau µ² = ∑ ¿¿ ¿ untuk populasi
i=1
n
s² = ∑ X ²−¿ ¿ ¿ ¿ atau s² = ∑ ¿¿ ¿ untuk sampel
i=1
n
ratanya s = √∑ X ²−¿ ¿ ¿ ¿ ¿ atau s = √∑i=1
¿ ¿ ¿ ¿ pada
sampel
c. Koefisien keragaman atau koefisien variasi. Merupakan
gambaran keragaman suatu sifat yang diukur, digunakan
untuk membandingkan sifat-sifat yang diukur dengan satuan
yang berbeda. Koefisien keragaman lebih mudah dihitung
s
sebagai presentase daru rata-rata. kk = x 100%
x́
2) Anailisis Chi kuadrat untuk pengujian keseimbangan populasi X² =
( O−E )
∑ E
X² = chi-square hitung
O = hasil yang diperoleh dari pengamatan (Observed Value)
E = hasil yang diharapkan menurut keseimbangan Hardy-weinberg
(Expected Value)
3) Analisis pola regresi dan analisis varian digunakan untuk heretabilitas.
Cov( x , y)
Analisis pola regresi b =
Vx
Pada analisis regresi salah satu tetua dengan anak h² =2b karena
salah satu tetua hanya menurunkan ½ dari keunggulan genetik,
atau :
1
Cov( x , y ) Cov(x , y)
b= 2 1 Cov (x , y ) jadi =2 b atau h² =
= Vx
Vx 2 Vx
2b
Pada regresi antara nilai tengah tetua dengan anak, h² = b karena ke
dua tetua tersebut menurunkan masing-masing ½ faktor
genetiknya.
b=
Cov[ ( 12 xp+ 12 xi ) , y ] = Cov(Vxx , y) jadi Cov(Vxx , y) =b atau
Vx
h² = b
xp = performan pejantan
6
xi = performan induk
Analisis menggunakan varians
σ 2s
t = 2 2 nilai heritabilitas sama dengan $t atau dalam
σ s +σ w
4 σ 2s
komponen ragam menjadi : h²= 2 2
σ s +σ w
σ 2s = ragam antar rrata-rata kelompok anak dalam pejantan
σ 2w = ragam antar individu dalam kelompok anak
Tabel Anava
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat
Komponen ragam
keragaman bebas kuadrat tengah
Antar
pejantan (S)
S-1 JKs KTs σ 2w + kσ 2s
Dalam
pejantan (W)
n-1 JKw KTw σ 2w
keterangan :
σ 2g= ragam genetik
σ 2p= ragam fenotip
σ 2ep= ragam lingkungan permanen
Tabel Anava
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Komponen
keragaman bebas kuadrat tengah ragam
Antar N-1 JKw KTw σ 2E + k 1 σ 2w
individu
Dalam N(M-1) JKE KTE σ 2E
individu
Perhitungan Varians
Sumber db JK KT
keragaman
Faktor koreksi 1 Y²
m.
Antar individu N-1 Yk ² JKw
JKw = ∑ −FK KTw =
mk . (N −1)
Dalam N(M-1) JKw= JKE
Ktw =
pejantan 2 Y 2i . Yk ² N (m−1)
∑ ∑ Y km ¿.
−∑
mk .
km
Keterangan:
N = jumlah individu
M = jumlah pengukuran per individu = jumlah untuk setiap individu
m. = jumlah total data
k1 untuk jumlah pengukuran perindividu sama = M
ki untuk jumlah pegukuran perindividu tidak sama menggunakan rumus
k1 = 1
[m.−
∑ m2k ]
N −1 m.
8
II
HASIL KEGIATAN PRAKTIKUM
10
1. Dalam seleksi tandem dapat diperoleh hasil samping terhadap sifat yang
berkorelasi positif, bila sifat yang pertama telah diperoleh keberhasilan akan diikuti
sifat lain yang mempunyai kolerasi.
2. Dapat meramalkan sifat yang satu terhadap sifat lainnya, bila menggunakan
seleksi respon korelasi.
3. Menduga efektivitas dari dua sifat yang diseleksi, sehingga sifat yang mana yang
perlu lebih diutamakan dilakukan.
4. Dapat menghindarkan terhadap seleksi dari 2 sifat yang berkorelasi negatif,
kecuali bila sifat yang lainnya benar-benar lebih efektif dan efisien.
5. Menduga besarnya korelasi dari dua sifat atau lebih ynag berkorelasi, sehingga
mana yang perlu didahulukan (melalui test sinificancy).
6. Mengukur besarnya perubahan-perubahan yang aka terjadi antara sifat yang satu
dengan yang lain.
7. Serta dapat digunakan dalam “indeks seleksi”
Analisa korelasi adalah untuk mempelajari apakah ada hubungan antar dua sifat
yang diamati, sehingga dalam hal ini korelasi dapat mengukur keerat (derajat) hubungan
antara dua peubah. Sedangkan analisa regresi kebanyakan digunakan untuk menganalisa
bentuk hubungan antar dua peubah (variabel) atau lebih.
Pada tahun 1908 ahli matematika Inggris G.H Hardy bersama dokter Jerman W.
weinberg, secara sendiri – sendiri menemukan prinsip frekuensi alel suatu gen pada
penduduk. Lalu hukum ini disebut Hardy – Weinberg, dan menjadi dasar apa yang
disebut “Genetika Masyarakat”(Population Genetics). Kemudian hukum ini menjadi akar
dari perkembangan ilmu Biometrika dalam genetika, yang ditumbuhkan sejak th.1920
oleh R.A Fisher dan Sewall Wright. Dengan cara ini perhitungan frekuensi genetis bukan
lagi diambil dari contoh(sampel) yang didapat dari eksperimen dari laboratorium,
melainkan dari masyarakat. Bukan pula terbatas pada keluarga atau individuil.
Perbandingan sederhana 3:1, 1:2:1, 1:1, 9:3:3:1, dsb. Menurut Hukum Mendel,
sesungguhnya didapat dari persilangan yang diatur. Padahal di tengah masyarakat sendiri
sesungguhnya terjadi persilangan atau perkawinan yang acak (random). Karena itu bisa
terjadi ada perbedaan frekuensi suatu alel pada hasil eksperimen dengan di masyarakat.
11
12
Data di bawah ini adalah produksi terlur itik Alabio per tahun (butir) tahun
ke- 1, 2, dan 3
Tabel 2.1
Data di bawah ini adalah produksi terlur itik Alabio per tahun (butir) tahun
ke- 1, 2, dan 3
Tabel 2.2
PEMBAHASAN
13
Data Produksi Telur Itik Alabio per Tahun (butir) Tahun ke-1, 2, dan 3.
No. X X2
1 160 25600
2 178 31684
3 179 32041
4 182 33124
5 192 36864
6 195 38025
7 204 41616
8 213 45369
9 220 48400
10 221 48841
11 223 49729
12 231 53361
13 233 54289
14 251 63001
15 261 68121
∑ 3143 670065
213 261
No. X X2
1 182 33124
2 182 33124
3 194 37636
4 202 40804
5 206 42436
6 211 44521
7 226 51076
8 227 51529
9 234 54756
10 236 55696
11 238 56644
12 246 60516
13 251 63001
14 271 73441
15 297 88209
∑ 3403 786513
X
227 297
3. Ukuran penyebaran
a. Ragam (s2)
( ∑ X )2 ( 3403 )2
s2 = ∑ xi −2
n−1 =
786.513−
15−1 - 2907,22
=¿
n−1 15−1
b. Simpangan baku atau standar deviasi (s)
s = √ s2 = √ −2907,22= 53,8908
c. Koefisien keragaman atau koefisien variasi (kk)
s 53,8909
kk = ×100 % = ×100 % = 18,1%
x́ 297
No. X X2
1 196 38416 Tabel 2.4 Tahun 3
2 198 39204
3 221 48841
4 230 52900
5 231 53361
6 234 54756
7 238 56644
8 238 56644
9 239 57121
10 245 60025
11 253 6409
12 254 64516
13 271 73441
14 274 75076
15 285 81225
∑X 3587 865179
238 274
16
No. X X2 Data Produksi Telur Itik Alabio per Tahun (butir) Tahun ke-1,
1 159 25281
2, dan 3
2 177 31329
3 178 31684 Tabel 2.5 Tahun 1
4 181 32761
5 191 36481
6 194 37636
7 203 41209
8 217 44944
9 219 47961
10 220 48400
11 222 49284
12 230 52900
13 232 53824
14 250 62500
15 260 67600
∑X 3128 663794
212 250
No. X X2
1 195 38025
2 197 38809 226 270
3 220 48400
4 229 52441 Banyaknya data (n) = 15
5 230 52900
2
6 233 54289 Kuadrat jumlah = ( ∑ x) = (3388)2 = 779722
7 237 56169 3. Ukuran penyebaran
8 237 56169
9 238 56644 a. Ragam (s2)
10 244 59536
11 252 63504
12 253 64009 s2 = = -
( ∑ X )2 (3388 )2
13 270 72900 ∑ xi − n−1 2 779722−
15−1
14 273 74529 =¿
15 284 80656 n−1 15−1
∑X 3592 868980
2869,57
b. Simpangan baku atau standar deviasi (s)
s = √ s2 = √−2869,57= 53,56
c. Koefisien keragaman atau koefisien variasi (kk)
s 53,56
kk = ×100 % = ×100 % = 19,8%
x́ 270
237 273
A. LANDASAN TEORI
Heritabilitas dalam arti luas dan heritabilitas dalam arti sempit. Heritabilitas tidak
lain adalah proporsi ragam genetik terhadap ragam fenotip. Prinsip dasar dalam menduga
nilai heritabilitas ada beberapa cara utama (Johnson and Rendel, 1966) :
1. Etimilasi nilai heritabilitas dapat dianalisis dari ragam suatu populasi yang isogen
(ragam yang sama), dibandingkan dengan ragam populasi umum.
2. Melalui seleksi dalam populasi bila dilakukan suatu seleksi maka frekuaensi
gennya akan berubah dan perubahan frekuansi gen inilah yang diduga sebagai
kemampuan genetic yang diperoleh dari tetuanya.
3. Melalui perhitungan korelasi dan regresi dari induk atau orang tua dengan
anaknya.Cara ini merupakan paling akurat, karena dianalisis berdasarkan
kekerabatannya secara genetik.
Nilai heritabilitas menunjunjukan keragaman genetik ternak didalam populasi.
Secara kontras jika h2=0, maka tidak ada gunanya kita melakukan seleksi. Semakin tinggi
nilai heritabilitas, semakin cepat kemajuan seleksi yang diharapkan.Dalam pemuliabiakan
ternak nilai ini perlu diketahui sebelum melakukan perbaikan mutu bibit/genetik ternak.
disebabkan oleh gen-gen yang beraksi secara dominansi dan epistasis akan terpecah pada
saat proses pindah silang dan segregasi dalam meoisis. Oleh karena itu, heritabilitas
dalam arti luas tidak bermanfaat dalam pemuliaan ternak (Martojo, 1992).
VG
H 2=
VF
Keterangan :
H2 =nilai heritabilitas dalam arti luas
VG= ragam genotip
VF= ragam fenotip
2. Arti sempit
VA
H 2=
VF
Keterangan :
h2 =nilai heritabilitas dalam arti sempit
VA= ragam aditif
VF= ragam fenotip
Nilai heritabilitas dalam arti sempit lebih banyak digunakan karena lebih mudah
diduga. Nilai heritabilitas berbeda untuk setiap sifat, populasi dan metoda pendugaan.
Nilai heritabilitas berkisar antara 0 sampai 1, tetapi secara garis besar dapat
dikelompokan menjadi tiga kelas, yaitu:
1. Nilai heritabilitas rendah berkisar antara antara 0 dan 0,1
2. Nilai heritabilitas sedang berkisar antara 0,1 dan 0,3
3. Nilai heritabilitas tinggi lebih besar dari 0,3
Analisis Regresi
Derajat kemiripan tetua dengan anaknya dipengaruhi oleh gena bersama,
genotype bersama, dan lingkungan bersama. Kemiripan antara tetua dengan anaknya
diduga dengan analisis regresi.
Analisa regresi merupakan salah satu uji statistika yang memiliki dua jenis
pilihan model yaitu linear dan non linear dalam parameternya. Model linear memiliki dua
sifat yaitu regresi sederhana dan regresi berganda dengan kurva yang dihasilkan
membentuk garis lurus, sedangkan untuk model non linear dalam parameternya bersifat
kuadratik dan kubik dengan kurva yang dihasillkan membentuk garis lengkung.
Persamaan umum resgresi linear
Keterangan :
Y= dugaan performans anak pada tetua tertentu
x = performans anak
b = koefisien regresi
23
Pada analisis regresi, salah satu tetua dengan anak h2 =2b karena salah satu tetua hanya
menurunkan ½ dari keunggulan genetik.
Pada regresi nilai tengah tetua dengan anak h2= b karena kedua tetua tersebut
menurunkan masing-masing ½ faktor genetik.
Jantan Betina
Nomor x2 y2 (x y )
(X) (Y)
(∑ X )(∑Y ) (15381)(17194)
= 264460914
N 17
∑ X ∑Y
2 Cov( X ,Y )
{
2 ∑ XY −
N } 2{∑ XY − ∑ XN∑Y }
h2 = = (∑ X )
2
=
σ 2x ∑ X2− (∑ X )
2
N ∑ X2−
N
N −1
= 0,0123
S 2b
S.E (b) =
√ ∑X
( ∑ xy )2
2
∑ y 2−
2
Sb =
∑ x2
N −2
2
2 2 (∑ Y )
∑ y =∑ y −
N
( 17.194 )2
= 17.461.218 –
17
= 71.004,12
∑ X ∑Y
∑ xy=∑ XY −
N
= 15.643.733 -90.477.482
= 87.208,65
2
2 2 (∑ X )
∑ x =∑ X −
N
25
= 14.146.947 – 13.916.185,94
= 230.757,1
( ∑ xy )2
∑ y 2−
2
Sb =
∑ x2
N −2
( 87.208,65 )2
71.004,12−
= 230.757,1
17−2
= 2.536,391
S 2b
S . E ( b )=
√ 2
√
=
2.536,391
∑ x 230.757,1
= 0,01099
S. E ( h2 ) = 2 . S . E ( b )
= 2 ( 0,01099 )
= 0,0 2198
Jadi dugaan nilai heritabilitas = h2 = 0,0123 ± 0,02198
Nilai variasi gen aditif suatu sifat yang diturunkan tetua kepada anaknya sebesar
0,0123 hal ini dikatakan tinggi karena nilainya lebih dari 0,3. Sedangkan nilai
heritabilitas dikatakan rendah jika nilainya berkisar antara 0 - 0,1 dan yang sedang
berkisar 0,1 - 0,3 (Hardjosubroto,1994). Derajat kemiripan ini dipengaruhi oleh tiga
faktor, yaitu gena bersama, genotip bersama dan lungkungan bersama. Selain itu, hal
yang perlu diperhatikan adalah lingkungan antara anak dan tetua harus sama, dan pada
kondisi yang sama, hubungan antara tetua dan anak diasumsikan dengan regresi linear.
Kesulitan yang sering timbul apabila anak-anaknya berbeda dalam tingkat populasi dan
harus dirata-ratakan. Misalnya dalam menduga pertumbuhan, anak jantan dan betina
mempunyai tingkat pertumbuhan yang berbeda
A. LANDASAN TEORI
26
Nilai heritabilitas dalam arti luas (broad sense), yaitu perbandingan antara ragam
genetik yang merupakan gabungan dari ragam genetik aditif, dominan dan epistasis,
dengan ragam fenotipik. Heritabilitas dalam arti luas hanya dapat menjelaskan berapa
bagian dari keragaman fenotipik yang disebabkan oleh pengaruh genetik dan berapa
bagian pengaruh faktor lingkungan, namun tidak dapat menjelaskan proporsi keragaman
fenotipik pada tetua yang dapat diwariskan pada turunannya.
Heritabilitas dalam arti luas tidak bermanfaat dalam pemuliaan ternak. Nilai
heritabilitas dalam arti sempit (narrow sense) yaitu perbandingan antara ragam genetik
aditif dengan ragam fenotipik. Heritabilitas dalam arti sempit selanjutnya disebut
heritabilitas atau dengan notasi h2.
Secara teoritis nilai heritabilitas berkisar dari 0 - 1, namun jarang ditemukan nilai
ekstrim nol atau 1 pada sifat kuantitatif ternak. Nilai heritabilitas dikatakan kecil (rendah)
jika nilainya 0 - 0,2; sedang: 0,2 - 0,4 dan besar (tinggi) jika bernilai lebih dari 0,4.
Nilai heritabilitas dapat dihitung dengan cara membandingkan atau mengukur
hubungan atau kesamaan antara produksi individu-individu yang mempunyai hubungan
kekerabatan. Nilai heritabilitas dapat dihitung menggunakan beberapa metode estimasi,
diantaranya melalui persamaan fenotip ternak yang mempunyai hubungan keluarga, yaitu
antara saudara kandung (fullsib), saudara tiri (halfsib), antara induk dengan anak (parent
and off spring). Selain itu dapat juga menentukan heritabilitas nyata (realized heritability)
berdasarkan kemajuan seleksi. Estimasi nilai heritabilitas juga bisa didapat dengan
menghitung nilai ripitabilitas, yakni penampilan sifat yang sama pada waktu berbeda dari
individu yang sama sepanjang hidupnya.
Heritabilitas menggunakan varians. Analisis varians (analysis of variance,
ANOVA) adalah suatu metode analisis statistika yang termasuk ke dalam cabang
statistika inferensi. Dalam literatur Indonesia metode ini dikenal dengan berbagai nama
lain, seperti analisis ragam, sidik ragam, dan analisis variansi. Ia merupakan
pengembangan dari masalah Behrens-Fisher, sehingga uji-F juga dipakai dalam
pengambilan keputusan. Analisis varians pertama kali diperkenalkan oleh Sir Ronald
Fisher, bapak statistika modern. Dalam praktek, analisis varians dapat merupakan uji
hipotesis (lebih sering dipakai) maupun pendugaan (estimation, khususnya di bidang
genetika terapan).
Secara umum, analisis varians menguji dua varians (atau ragam) berdasarkan
hipotesis nol bahwa kedua varians itu sama. Varians pertama adalah varians antarcontoh
(among samples) dan varians kedua adalah varians di dalam masing-masing contoh
27
(within samples). Dengan ide semacam ini, analisis varians dengan dua contoh akan
memberikan hasil yang sama dengan uji-t untuk dua rerata (mean).
Supaya sahih (valid) dalam menafsirkan hasilnya, analisis varians menggantungkan diri
pada empat asumsi yang harus dipenuhi dalam perancangan percobaan:
1. Data berdistribusi normal, karena pengujiannya menggunakan uji F-Snedecor
2. Varians atau ragamnya homogen, dikenal sebagai homoskedastisitas, karena hanya
digunakan satu penduga (estimate) untuk varians dalam contoh.
3. Masing-masing contoh saling bebas, yang harus dapat diatur dengan perancangan
percobaan yang tepat.
4. Komponen-komponen dalam modelnya bersifat aditif (saling menjumlah).
Analisis varians relatif mudah dimodifikasi dan dapat dikembangkan untuk
berbagai bentuk percobaan yang lebih rumit. Selain itu, analisis ini juga masih memiliki
keterkaitan dengan analisis regresi. Akibatnya, penggunaannya sangat luas di berbagai
bidang, mulai dari eksperimen laboratorium hingga eksperimen periklanan, psikologi, dan
kemasyarakatan.
N = 6 x 3 = 18
K=6
Perhitungan:
y 2 (4651,1)²
1. FK = = = 120.1818,40
N 18
28
Total 17
σ 2w = 8,69
1.603,3−8,69
σ 2s = = 280,26
6
σ 2s 280,26
t = 2 2 =
σ s +σ w (
280,26+8,69
= 0,94 )
h² = 4t = 4(0,94 ) = 0,219
A. LANDASAN TEORI
Sejauh mana hubungan antara produksi pertama dengan produksi yang berikutnya
pada individu tersebut inilah yang disebut angka pengulangan (ripitabilitas). Secara
statistik ripitabilitas merupakan korelasi/kemiripan antara catatan, misalnya antar laktasi
pada sapi perah. Atau ripitabilitas merupakan bagian dari ragam fenotip yang disebabkan
oleh perbedaan antar individu yang bersifat permanen. Oleh sebab itu, ripitabilitas
meliputi semua pengaruh genetik ditambah pengaruh factor lingkungan permanen.
Lingkungan permanen adalah semua pengaruh yang bukan bersifat genetic tetapi
mempengaruhi produktivitas seekor hewan selama hidupnya.
r = VG + VEP VP
Keterangan :
VG = ragam genotip
VP = ragam fenotip
VEP = ragam lingkungan permanen
Perbedaan heritabilitas dengan ripitabilitas adalah heritabilitas menduga suatu
kemiripan antara tetua dengan anaknya, sedangkan ripitabilitas menduga kemiripan
antara catatan produksi selama hewan hidup. Dengan demikian ripitabilitas merupakan
sebuah ukuran (nilai fenotipik) kekuatan yang berulangulang dari suatu sifat dalam suatu
populasi atau sebuah ukuran kekuatan
(konsistennya) suatu sifat dalam suatu populasi. Konsep angka ripitabilitas berguna untuk
sifat-sifat yang muncul berkali-kali selama hidupnya, misalnya produksi susu atau berat
sapih anak. Angka pengulangan didefinisikan sebagai korelasi fenotip antara performans
sekarang dengan performans-performans di masa mendatang pada satu individu.
Setiap hasil pengamatan produksi menggambarkan hasil kerjasama antara factor
genetic dan faktor lingkungan. Apabila pengamatan dilakukan berulangkali maka hasil
peng-amatan pada lingkungan yang pertama akan berbeda dengan
lingkungan pada pengamatan ke dua, dan lingkungan pada pengamatan ke dua
tidak sama dengan lingkungan pada pengamatan berikutnya. Sejauh mana hubungan
antara produksi pertama dengan produksi berikutnya pada individu tersebut inilah yang
disebut angka pengulangan.
Nilai ripitabilitas berkisar antara 0 dan 1, dapat digolongkan pada 3 katagori,
yaitu kurang dari 0,2 termasuk rendah, 0,2-0,4 sedang dan di atas 0,4 tinggi. Karena
pada ripitabilitas memasukkan ragam lingkungan permanent, maka nilai ripitabilitas
selalu lebih besar atau sama dengan nilai heritabilitas.
30
Tabel. 2.4.1
Data di bawah ini adalah catatan anova
N Individu
o 1 2 3 4 5 6 7 8
1 953 929 929 881 857 857 810 762
2 953 1024 1048 905 929 857 905 857
3 1000 1000 929 929 953 857 881 881
2906 2953 2906 2715 2739 2571 2596 2500 21886
281641 291161 282438 245822 250569 220334 225128 209125 2006223
8 7 6 7 9 7 6 4 4
N = 3 X 8 = 24
K=3
2
y 2 ( 21886 )
1. FK = = = 19958208,17
N 24
31
( 2596 )2 ( 2500 )2
+ - FK
3 3
= (2814945,33 + 2906736,33 + 2814945,33 + 2457075 + 2500707 +
2203347 + 2246405,33 + 2083333,33) – 19958208,17
= 69286,50
4. JKE = JK total – JKW
= 42014,578 – 69286,50 = 34739,33
SK Db JK KT Komponen
Antar individu (W) 7 69286,50 9898,07 = σ ²E + kσ ²w
Dalam individu (E) 16 34739,33 2171,21 ²
= σE
Total 23 104025,83
σ ²E = 9898,07
σ ²E +3 σ ²w = 2284,56 σ ²w= 4,56
σ ²w 4,56 4,56
r= ² ² =
= =0,00046
σW + σE 4,56+ 9898,07 9902,63
2
SE (r) =
√ 2 ( 1−r ) +[1+ ( k−1 ) r ]
k ( k−1 ) (n−1)
2
=
√
2 ( 1−0,00046 ) +[1+ ( 3−1 ) 0,00046]
= 0,000067
3 ( 3−1 ) (8−1)
Ripitabilitas atau daya ulang, merupakan suatu konsep dasar untuk mengetahui
daya ulang terhadap sifat-sifat yang muncul beberapa kali selama hidup dari ternak. Dari
hasil kegiatan praktikum didapatkan nilai ripitabilitas sebesar 0,174 pada data produksi
telur itik Alabio (butir) per tahun ke 1,2,dan 3. Nilai heritabilitas sebesar 0,174
menunjukan bahwa kemampuan produksi telur itik Alabio (butir) per tahun ke 1,2, dan 3
itu termasuk rendah
32
A. LANDASAN TEORI
Seperti kita ketahui bahwa performans seekor ternak/kelompok ternak dipengaruhi
oleh faktor genetik dan lingkungan. Dalam menentukan keunggulan genetic kita tidak
menentu-kan faktor lingkungan karena faktor ini tidak diturunkan pada anakanaknya
tetapi kita mencoba menentukan ternak-ternak yang mempunyai gena yang lebih baik
dibandingkan dengan ternak-ternak lain di dalam atau di luar kelompoknya.
Nilai Pemuliaan (NP) adalah merupakan suatu ungkapan dari gena-gena yang
dimiliki tetua dan diturunkan kepada anak-anaknya. Kita tidak dapat melihat genagena
yang dimiliki individu tersebut tetapi hanya menduga nilainya saja. Nilai pemuliaan dari
seekor ternak adalah ½ dari nilai pemuliaan induknya dan ½ lagi dari nilai pemuliaan
bapaknya. Dengan demikian nilai pemuliaan hanya mengekspresikan gena-gena yang
bersifat aditif saja.
Nilai Pemuliaan (NP) adalah penilaian dari mutu genetik ternak untuk suatu sifat
tertentu, yang diberikan secara relative atas dasar kedudukan di dalam populasinya.
Pengaruh dari masing-masing gen tidak dapat diukur tetapi nilai pemuliaan individu
dapat diukur yaitu sama dengan 2 kali rata-rata simpangan keturunannya terhadap
populasi, apabila individu dikawinkan dengan ternakternak dalam populasi tersebut
secara acak. Nilai pemuliaan dapat diduga berdasarkan informasi (catatan performans)
dari :
1. Ternak itu sendiri
2. Performans saudara-saudaranya
3. Tetuanya
Besarnya nilai pemuliaan (NP) ditulis dalam rumus :
NP = h2 ( P - P ) + P
Keterangan : NP = nilai pemuliaan
h2 = Heritabilitas
P = Performans individu
P = Rata-rata performans populasi dimana individu diukur
Pendugaan nilai pemuliaan catatan berulang dasarnya sama dengan pendugaan
heritabilitas melalui catatan tunggal, yang berbeda hanya koefisien regresinya saja, yaitu
untuk catatan tunggal koefisien regresinya h2, sedangkan untuk catatan berulang :
33
nh2 h2 = 1 + (n-1)r
maka Nilai Pemuliaannya adalah
NP = nh2 1 + (n-1)r P – P’
Arti dari nilai pemuliaan sangat penting, terutama dalam menilai keunggulan
seekor pejantan yang akan digunakan sebagai sumber semen beku. Apabila seekor ternak
(biasanya pejantan) telah diketahui besar NP nya, berarti bahwa bila pejantan tersebut
dikawinkan dengan induk-induk secara acak pada sesuatu populasi maka rata-rata
performans keturunannya akan menunjukkan keunggulan sebesar setengah dari NP
pejantan tersebut terhadap performans populasinya, sedangkan setengah dari sifat anak
berasal dari induknya. Setengah dari NP yang diwariskan ini lazim disebut dengan
Ramalan Beda Produksi atau Predicted Difference (PD) atau sekarang lazim juga disebut
dengan Pendugaan Kemampuan Pewarisan atau Predicted Transmitting Ability (PTA).
Metode lain yang dapat digunakan untuk menduga nilai pemuliaan adalah Indeks
Seleksi dan metode Best Linier Unbiased Prediction (BLUP). Keunggulan metode BLUP
adalah tidak perlu mengkoreksikan faktor lingkungan secara terpisah tetapi seluruhnya
sudah dalam satu rancangan. Apabila mempunyai catatan sekelompok individu, maka kita
dapat menentukan nilai pemuliaan ternak itu sendiri, nilai pemuliaan tetuanya dan nilai
pemuliaan kerabatnya yang tidak mempunyai catatan tetapi masih berhubungan. Namun
pendugaan nilai pemuliaan berdasarkan catatan sendiri akan lebih cermat dibandingkan
dengan menggunakan catatan kerabat atau tetuanya.
h2 HDP0,2
h2 BT 0,5
Tabel 2.5.1
Berat
ID Produksi Telur NP
Telur NP Berat Index NP Ranking
Ternak (Butir) Produksi
(g)
0,02271 0,06449992
A 302,6 133,5 0,087212 1
2 4
0,03228584
B 256,2 129,46 -0,13411 -0,10182 10
4
0,05718 0,01609906
D 312,8 127,43 0,073284 3
5 6
-
0,04569
E 309,4 123,39 0,01611501 0,029579 5
4
4
0,01122
F 299,2 125,41 -7,97378-06 0,011213 7
1
0,09679374
G 282,2 137,55 -0,04623 0,050559 4
2
-
H 295,8 117,32 -0,00027 0,06451587 -0,06479 9
2
-
0,03420
I 306 119,34 0,04840883 -0,01421 8
3
2
-
J 309 121,37 0,76 0,03222205 -0,29 6
4
Indeks nilai pemuliaan pada setiap ayam petelur berbeda-beda, hal ini untuk
menentukan ranking dari Indeks Nilai Pemuliaan. Indeks Nilai Pemuliaan dipengaruhi
oleh NP produksi dan NP berat telur. Semakin besar Indeks NP, maka semakin tinggi
rankingnya. Mencari NP tersebut dipengaruhi berat telur dan produksi.
A. LANDASAN TEORI
Seleksi adalah suatu tindakan untuk memilih ternak yang dianggap mempunyai
mutu genetik baik untuk dikembangbiakkan lebih lanjut serta memilih ternak yang
dianggap kurang baik untuk diafkir (culling). Pada dasarnya mutu genetik ternak tidak
nampak dari luar, yang tampak dan dapat diukur dari luar adalah performansnya. Oleh
karena itu, harus dilakukan suatu pendugaan terlebih dahulu terhadap mutu genetiknya
35
atas dasar per-formans yang ada. Dengan demikian tepat tidaknya suatu seleksi sangat
bergantung pada kecermatan dalam melakukan pendugaan tersebut. Kecermatan dari
seleksi bergantung pada cara atau metode pendugaan yang digunakan. Oleh karena itu
harus dicari metode yang paling baik agar kecermatan seleksi diperoleh sangat tinggi,
sehingga walaupun atas dasar pendugaan, namun karena pendugaan tersebut mendekati
kebenaran maka hasilnya dapat dikatakan sempurna.
Dalam konteks pemuliabiakan ternak seleksi adalah pemilihan ternak yang disukai
yang akan dijadikan sebagai tetua untuk generasi berikutnya. Tujuan umum dari seleksi
adalah meningkatkan produktivitas ternak melalui perbaikan mutu bibit. Dalam
melakukan seleksi diperlukan catatan atau rekording sebagai bahan evaluasi. Pada
dasarnya catatan atau rekording yang biasa digunakan dalam program seleksi berupa
catatan fenotip yang bisa berasal dari :
Catatan fenotip ternak itu ssendiri
Catatan fenotip dari saudara-saudaranya
Gabungan keduanya
Terdapat berbagai macam metode seleksi yang dilakukan terhadap seleksi lebih
dari satu sifat. Diantaranya adalah:
1. Seleksi tandem, seleksi ini cukup sederhana dilakukan terhadap suatu sifat atau
terlebih dahulu yang dilakukan selama beberapa generasi untuk kemudian seleksi
dilakukan terhadap kriteria kedua, juga untuk generasi selanjutnya. Jadi, perbaikan
mutu genetik mula-mula ditujukan terhadap sifat pertama setelah diperoleh
perbaikan yang dianggap cukup, barulah dimulai perbaikan mutu genetik terhadap
sifat yang lain.
2. Seleksi penyingkiran secara bebas, lain halnya dengan seleksi yang pertama maka
seleksi terhadap berbagai macam sifat dilakukan secara bersamaan dalam generasi
yang sama. Adapun pelaksanaannya dapat dilakukan pada saat yang sama ataupun
pada saat yang berbeda dalam kehidupan individu yang terseleksi.
3. Seleksi indeks, pada sistem ini semua ternak harus dinilai untuk dari kriteria yang
akan diseleksi. Semua kriteria diberi penilaian pada saat ternak akan diseleksi, lalu
dibuat suatu indeks berdasarkan hasil penilaian tadi. Terkecuali pemberian nilai
dasar atas penampilannya (performans ternak tersebut) terhadap semua kriteria,
dapat pula diberi bobot yang berbeda, tergantung pada nilai ekonomis atau angka
dari pewarisan tersebut.
36
Menurut Hukum Hardy-Weinberg bahwa “frekuensi gen dan genotipe akan tetap
dari generasi ke generasi dengan perkawinan dalam populasi secara random matting,
selama tidak ada faktor yang mempengaruhi seperti mutasi, migrasi, seleksi, dan random
drift. Hukum tersebut dikenal sebagai prinsip keseimbangan Hardy-Weinberg.
Menurut hukum tersebut Keseimbangan frekuensi gen (gen array) adalah : p(A) +
q(a) = 1
p = p2 + ½ (2pq) q = q2 + ½ (2pq)
jadi, p + q = 1
1. Jumlah frekuensi genotipe yang heterosis tidak lebih dari 0,5 (H<0,5)
2. Frekuensi heterozigot (h = 2pq) dapat melebihi frekuensi P dan R, tetapi tidak
akan melebihi P + R.
3. Proporsi atau jumlah genotipe yang heterozigot adalah 2 kali akar dari perkalian
dua genotipe yang homozigot.
H = 2 √P x R
keterangan :
P = p2
R = q2
H = 2pq
Pengujian Hipotesis
Rumusnya :
X2 = [ (O – E)² ]
Keterangan :
O = Hasil observasi
E = Nilai harapan
n = Jumlah kategori kualitatif
3 gen yaitu : p , q , r
AA = 1 ekor
AB = 3 ekor
BB = 1 ekor
AC = 2 ekor
BC = 1 ekor
CC = 1 ekor
Jumlah = 9 ekor
Tabel. 2.7.2
Frekuensi genotipik
Jumlah AA AB BB AC BC CC
9 ekor 0,1111 0,3333 0,1111 0,2222 0,1111 0,1111
Frekuensi gennya
38
Tabel. 2.7.3
Frekuensi gen
Jumlah A (p) B (q) C (r)
9 ekor 0,3888 0,3331 0,2777
Tabel. 2.7.4
Lokus Tyroxin Observasi (O) Harapan (E) (O – E)²
E
AA 1 p² . 9 = 1,3604
AB 3 2pq . 9 = 2,3311
AC 2 2pr . 9 = 1.9434
BB 1 q² . 9 = 0.9986
BC 1 2qr . 9 = 1,6650
CC 1 r² . 9 = 0,6940
Jumlah 9 8,9925
db = n – 1 = 6 – 1 = 5 ; x² = < X2
3.1 Kesimpulan
40
tingkat sedang. Perolehan nilai sedang ini dapat dipengaruhi sebagian oleh
ragam genetik dan sebagian lagi oleh ragam lingkungan.
3.1.6. Seleksi ternak berdasarkan satu dan lebih dari satu sifat produksi
3.2 Saran
41
42
James JW. 1979. The theory behind breeding schemes. Di dalam: Tomes
GL, DE Robertson, RJ Lightfoot, editor. Sheep Breeding. Muresk and
Perth,Western Australia. Hlm 205-213 Phillipsson J2003. How to make breeding
programs for tropical farming systems sustainable. ILRI-SLU-Sida Training
Course. Bangkok, Jan 7-25, 2003.
Simm G and NR Wray. 1991. Sheep sire referencing schemes – new
opportunities for pedigree breeders and lamb producers. The Scottish
Agricultural College Edinburgh, Scotland.
Warwick, E.J,J.Maria Astuti dan W. Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan
Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Ahira, A., 2010., Tata Cara Penulisan Daftar Pustaka,
http://www.anneahira.com/tata-cara-penulisan-daftar-pustaka.htm, diakses pada
tanggal 25 Mei 2011
Anang A, Dudi and D Heriyadi. 2003. Characteristics and Proposed
Genetic Improvement of Priangan Sheep in Small Holders. [research report].
Faculty of Animal Husbandry, Padjadjaran University Jatinangor, West Java.
Indonesia.
Chagunda MGG and Wollny CBA. 2005. A Concept note on interactive
processes and technologies to conserve indigenous farm animal genetic
resources in Malawi. Department of Animal Science, Bunda College of
Agriculture University of Malawi.
Sudjana. 1989. Metoda Statistika. Bandung: Penerbit Transito.
Wiener G. 1999. Animal Breeding. Centre for Tropical Veterinary
Medicine University of Edinburgh. First Published 1994 by Mac Millan
Education Ltd.
43