Sumber : http://www.litbang.depkes.go.id/Simnas4/Day_2/HIPERTENSI.pdf
2. Epidemiologi
Hipertensi adalah salah satu faktor resiko utama penyakit vaskular
jantung, saraf dan ginjal, dimana lebih dari setengah penyebab angka kematian
pada negara maju. Prevalensi hipertensi pada populasi masih cukup tinggi dan
diperkirakan 1-2 % penderita hipertensi dapat terjadi kirisis hipertensi.
Dari populasi hipertensi, ditaksir 70% menderita hipertensi ringan, 20%
hipertensi sedang dan 10% hipertensi berat. Pada setiap jenis hipertensi ini
dapat timbul krisis hipertensi dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat
meningkat sampai 120 – 130 mmHg yang merupakan suatu kegawatan medik
dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa
penderita. Angka kejadian krisis hipertensi menurut laporan dari hasil
penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 – 7% dari populasi hipertensi,
terutama pada usia 40 – 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama
2 – 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan
ini karena kemajuan dalam pengobatan hipertensi, seperti di Amerika hanya
lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi.( Edial
Sanif, 2009)
Peta pravelensi terjadinya hipertensi di Indonesia.
5. Pathways
Terlampir
6. Klasifikasi
a. Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas: (Darmojo,
1999)
Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg
dan / atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg
Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai dengan
rekomendasi dari “The Sixth Report of The Join National Committee,
Prevention, Detection and Treatment of High Blood Pressure “ (JNC – VI,
1997) sebagai berikut :
7. Gejala Klinis
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
a) Biasanya pasien mengeluh nyeri dada, dan sesak nafas (dipsnea)
b) Adanya tekanan darah melampaui 160/90 mmHg
c) Adanya retinopathy
d) Mata kabur pada edema papil mata
e) Sakit kepala hebat dan nyeri tengkuk
f) Peningkatan TIK
g) Mual dan muntah
h) Perubahan level kesadaran
i) Nistagmus
j) Abdominal bruit
k) Oliguri, Hematuri dan proteinuri
l) Peningkatan MAP (tekanan arteri rata-rata)
(sumber: Alspach, Joann Griff, 2006)
Gambar IV. Salah satu gejala klinis pada hipertensi yaitu, proteinuri
dan hematuri
Sumber : http://yumizone.file.wordpress.com
Menurut Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa pasien yang
menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing, Lemas, kelelahan,
Sesak nafas, Gelisah, Mual, Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun
8. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Pasien tampak lemah, pucat, adanya sianosis,
pasien tampak sesak (adanya pernafasan cuping hidung, tampak
ada retraksi dada, RR > 16 - 20 kali/menit), tampak odema pada
ekstremitas.
Palpasi : Tekanan darah >160/90 mmHg, turgor kulit >2
detik, CTR > 2 detik, nadi teraba kuat, jelas, dan cepat,
pembesaran ginjal.
Perkusi : Suara dullness pada paru.
Auskultasi : Terdengar suara jantung S3S4, terdengar
suara crackles pada paru, terdengar suara bruit pada abdomen.
9. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1. Pemeriksaan yang segera seperti :
a. Darah : rutin, BUN, creatirine, elektrolik, KGD.
b. Urine : Urinelisa dan kultur urine.
c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.
d. Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana).
2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama) :
a. Kemungkinan kelainan renal: IVP, Renald angiography (kasus
tertentu), biopsi renald (kasus tertentu).
b. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal
tab, CAT Scan.
c. Bila disangsikan Feokhromositoma: urine 24 jam untuk
Katekholamine, metamefrin, venumandelic Acid (VMA).
(Sumber : Abdul Majid, 2004)
12. Therapy
Therapi yang dipakai dalam mengetasi hipertensi yaitu melalui therapy medis
dengan obat anti hipertensi seperti :
a. Golongan diuretic dan obat sejenis :
− Diuretic thiazide : Chlorthalidone (untuk penurunan volume darah,
aliran darah ginjal, dan curah jantung)
− Diuretic loop : ex; Fursemide (untuk menghambat reabsorpsi Na
dan air dalam ginjal
− Diuretic pengganti Kalium : ex; Spironolactone (utuk inhibisi
kompetitif aldosteron)
b. Inhibitor Adrenergic
− Methyldopa : (untuk menghambat decarboxylase, mengganti
norefinefrin dari tempat penyimpanan)
c. Vasodilator
− Natrium nitroprusside : (untuk vasodilatasi verifier dengan
merelaksasi otot polos)
d. Penghambat enzim pengubah angiotensin
− Captopril : (untuk menghambat konversi angiotensin 1 menjadi
engiotensin 2 dan menurunkan tahanan perifer total)
e. Antagonis Calsium
− Diltiazel hydrochloride : (untuk menghambat pemasukan ion
Calsium ke dalam sel dan menurunkan afterload jantung)
DAFTAR PUSTAKA
Alspach, Joann Grif. 2006. Core Curriculum For Critical Care Nursing. USA:
Saunders Elsevier
Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Hudak & Gallo. 1995. Keperawatan Kritis Vol. 1 & 2. Jakarta: EGC
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departeman Ilmu Penyakit
Dalam FKUI