Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

DENGAN PASIEN HIPERTENSI

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Hipertensi adalah keadaan klinik yang gawat yang disebabkan karena
tekanan darah yang meningkat, biasanya tekanan diastolik 140 mmHg atau
lebih, disertai kegagalan/kerusakan target organ. Yang dimaksud target organ
disini ialah: otak, mata (retina), ginjal, jantung, dan pembuluh darah.
(Pratanu,1991)
Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat
meningkat sampai 120-130 mmHg yang merupakan suatu kegawatan medik
dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa
penderita.(Abdul Majid, 2004)
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada
populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg
dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2001)
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas : Hipertensi dimana tekanan
sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan / atau tekanan diastolik
sama atau lebih besar dari 90 mmHg. Hipertensi sistolik terisolasi dimana
tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah
dari 90 mmHg. (Darmojo, 1999)
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolik 90 mmHg. (WHO)

Gambar I. Hipertensi mempersempit


pembuluh darah di paru.
Penyempitan pembuluh darah
menimbulkan resistensi dan
meningkatkan beban kerja
jantung

Sumber : http://www.litbang.depkes.go.id/Simnas4/Day_2/HIPERTENSI.pdf
2. Epidemiologi
Hipertensi adalah salah satu faktor resiko utama penyakit vaskular
jantung, saraf dan ginjal, dimana lebih dari setengah penyebab angka kematian
pada negara maju. Prevalensi hipertensi pada populasi masih cukup tinggi dan
diperkirakan 1-2 % penderita hipertensi dapat terjadi kirisis hipertensi.
Dari populasi hipertensi, ditaksir 70% menderita hipertensi ringan, 20%
hipertensi sedang dan 10% hipertensi berat. Pada setiap jenis hipertensi ini
dapat timbul krisis hipertensi dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat
meningkat sampai 120 – 130 mmHg yang merupakan suatu kegawatan medik
dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa
penderita. Angka kejadian krisis hipertensi menurut laporan dari hasil
penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 – 7% dari populasi hipertensi,
terutama pada usia 40 – 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama
2 – 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan
ini karena kemajuan dalam pengobatan hipertensi, seperti di Amerika hanya
lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi.( Edial
Sanif, 2009)
Peta pravelensi terjadinya hipertensi di Indonesia.

Gambar II. Peta pravelensi terjadinya hipertensi di Indonesia tahun


2007. Pravelensi dalam persen
Sumber : www.litbang.depkes.go.id/simnas4/Day-2/Hipertensi.pdf

3. Penyebab Dan Faktor Risiko


Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada: Elastisitas dinding aorta menurun Katub jantung
menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung memompa darah menurun
1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa
darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan
pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor
yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai
berikut:
 Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah
penderita hipertensi
 Ciri perseorangan:
• Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
• Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
• Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
 Kebiasaan hidup
• Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )
• Kegemukan atau makan berlebihan
• Stress
Merokok
Minum alcohol
• Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :
• Ginjal
 Glomerulonefritis
 Pielonefritis
 Nekrosis tubular akut
• Tumor
 Vascular
 Aterosklerosis
 Hiperplasia
 Trombosis
 Aneurisma
 Emboli kolestrol
• Vaskulitis
 Kelainan endokrin
 DM
 Hipertiroidisme
 Hipotiroidisme
 Saraf
 Stroke
 Ensepalitis
 Obat – obatan
• Kontrasepsi oral
• Kortikosteroid
 Faktor risiko
a) Penderita diabetes
b) Perokok
c) Kegemukan
d) Hiperlipidemia
e) Kontrasepsi oral
f) Riwayat hipertensi pada kehamilan dan,
g) Pengguna minuman beralkohol
(sumber: Alspach, Joann Griff, 2006)

4. Patofisiologi Penyakit (terkait dengan proses penuaan)


Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal.
Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi. Sebagai pertimbangan gerontologis dimana
terjadi perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer
bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat
dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi
palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh
cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).

5. Pathways
Terlampir

6. Klasifikasi
a. Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas: (Darmojo,
1999)
Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg
dan / atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg
Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai dengan
rekomendasi dari “The Sixth Report of The Join National Committee,
Prevention, Detection and Treatment of High Blood Pressure “ (JNC – VI,
1997) sebagai berikut :

KATEGORI SISTOLIK (mmHg) DIASTOLIK (mmHg)

Normal < 130 < 85

Perbatasan 130-139 85-89

Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99

Hipertensi tingkat 2 160-179 100-109

Hipertensi tingkat 3 ≥ 180 ≥ 110

Kalsifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi


2 golongan besar yaitu :
 Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang
tidak diketahui penyebabnya
 Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh
penyakit lain

7. Gejala Klinis
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
a) Biasanya pasien mengeluh nyeri dada, dan sesak nafas (dipsnea)
b) Adanya tekanan darah melampaui 160/90 mmHg
c) Adanya retinopathy
d) Mata kabur pada edema papil mata
e) Sakit kepala hebat dan nyeri tengkuk
f) Peningkatan TIK
g) Mual dan muntah
h) Perubahan level kesadaran
i) Nistagmus
j) Abdominal bruit
k) Oliguri, Hematuri dan proteinuri
l) Peningkatan MAP (tekanan arteri rata-rata)
(sumber: Alspach, Joann Griff, 2006)

Gambar IV. Salah satu gejala klinis pada hipertensi yaitu, proteinuri
dan hematuri
Sumber : http://yumizone.file.wordpress.com
Menurut Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa pasien yang
menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing, Lemas, kelelahan,
Sesak nafas, Gelisah, Mual, Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun

8. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi : Pasien tampak lemah, pucat, adanya sianosis,
pasien tampak sesak (adanya pernafasan cuping hidung, tampak
ada retraksi dada, RR > 16 - 20 kali/menit), tampak odema pada
ekstremitas.
 Palpasi : Tekanan darah >160/90 mmHg, turgor kulit >2
detik, CTR > 2 detik, nadi teraba kuat, jelas, dan cepat,
pembesaran ginjal.
 Perkusi : Suara dullness pada paru.
 Auskultasi : Terdengar suara jantung S3S4, terdengar
suara crackles pada paru, terdengar suara bruit pada abdomen.

Gambar V. Pemeriksaan tekanan darah


Sumber : http://jama.ama-assn.org

9. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1. Pemeriksaan yang segera seperti :
a. Darah : rutin, BUN, creatirine, elektrolik, KGD.
b. Urine : Urinelisa dan kultur urine.
c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.
d. Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana).
2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama) :
a. Kemungkinan kelainan renal: IVP, Renald angiography (kasus
tertentu), biopsi renald (kasus tertentu).
b. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal
tab, CAT Scan.
c. Bila disangsikan Feokhromositoma: urine 24 jam untuk
Katekholamine, metamefrin, venumandelic Acid (VMA).
(Sumber : Abdul Majid, 2004)

10. Diagnosis/ Kriteria Diagnosis


Diagnosa hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil
terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu
menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data
yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi. Krisis
hipertensi ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
penunjang. (Edial Sanif, 2009)

11. Potensial Komplikasi


a. Disfungsi serebral : hipertensi encephalopathy, perdarahan pada
intra serebral atau sub arachnoid, infark akibat emboli pada otak.
b. Disfungsi pada jantung atau pembuluh darah
c. Gagal ginjal
(sumber: Alspach, Joann Griff, 2006)

12. Therapy
Therapi yang dipakai dalam mengetasi hipertensi yaitu melalui therapy medis
dengan obat anti hipertensi seperti :
a. Golongan diuretic dan obat sejenis :
− Diuretic thiazide : Chlorthalidone (untuk penurunan volume darah,
aliran darah ginjal, dan curah jantung)
− Diuretic loop : ex; Fursemide (untuk menghambat reabsorpsi Na
dan air dalam ginjal
− Diuretic pengganti Kalium : ex; Spironolactone (utuk inhibisi
kompetitif aldosteron)
b. Inhibitor Adrenergic
− Methyldopa : (untuk menghambat decarboxylase, mengganti
norefinefrin dari tempat penyimpanan)
c. Vasodilator
− Natrium nitroprusside : (untuk vasodilatasi verifier dengan
merelaksasi otot polos)
d. Penghambat enzim pengubah angiotensin
− Captopril : (untuk menghambat konversi angiotensin 1 menjadi
engiotensin 2 dan menurunkan tahanan perifer total)
e. Antagonis Calsium
− Diltiazel hydrochloride : (untuk menghambat pemasukan ion
Calsium ke dalam sel dan menurunkan afterload jantung)
DAFTAR PUSTAKA

Alspach, Joann Grif. 2006. Core Curriculum For Critical Care Nursing. USA:
Saunders Elsevier

Anonim. 2009. Effects of Hypertension. Available at: http://2.bp.blogspot.com.


Accessed: 18 September 2009

Anonim. 2009. Available at: http://jama.ama-assn.org. Accessed: 18 September


2009

Anonim. 2009. Available at: http://abgnet.blogspot.com. Accessed: 18


September 2009

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta: EGC

Depkes. 2007. Hipertensi Di Indonesia Riskesdas 2007. Available at:


http://www.litbang.depkes.go.id/Simnas4/Day_2/HIPERTENSI.pdf.
Accessed: 18 September 2009

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC

Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Hudak & Gallo. 1995. Keperawatan Kritis Vol. 1 & 2. Jakarta: EGC

Ircham, Raden. Asuhan Keperawatan pada Lansia. Available at:


http://gerontiklansia.blogspot.com/2008/09/asuhan-keperawatan-pada-
lansia-dengan.html. Accessed 4 Desember 2009.
Jordan, Kathleen Sanders. 2000. Emergency Nursing Core Curriculum.
Philadelphia: W.B. Saunders Company

Nanda. 2005-2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Jakarta: Prima


Medika

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departeman Ilmu Penyakit
Dalam FKUI

Price, Sylvia A. and Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisologi Vol.1. Jakarta:


EGC

Staf Pengajar Bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif. 2001. Penatalaksanaan


Pasien Di Intensive Care Unit. Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai