Anda di halaman 1dari 34

KUSTA

1
Morbus Hansen - Definisi
Definisi
 Kusta merupakan penyakit infeksi yang
kronik, dan penyebabnya
adalahMycobacterium leprae yang bersifat
intraselular obligat. Saraf perifers ebagaia
finitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus
respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke
organ lain kecuali susunan saraf pusat

2
Morbus Hansen - Etiologi

Etiologi
M.leprae
 Gram positif, obligat intraselular, berbentuk

basil, dan tahan asam.


 Memiliki afinitas terhadap makrofag dan sel

Schwann.
 Replikasi yang lambat di sel Schwann

menstimulasicell-mediated immune response,


yang menyebabkan reaksi inflamasi kronik,
sehingga terjadi pembengkakkan di
perineurium, dapat ditemukan iskemia,
fibrosis, dan kematian akson
3
Morbus Hansen - Transmisi

Transmisi
 Lewat udara yang tersebar dari sekresi nasal
yang terinfeksi ke mukosa nasal dan mulut.
 Kusta secara umum tidak disebabkan oleh

kontak langsung dari kulit yang intak.


 Periode inkubasi dari kusta adalah 6 bulan

hingga 40 tahun atau lebih, dengan rata-rata


4 tahun untuk tipe tuberkuloid dan 10 tahun
untuk tipe lepromatous

4
Morbus Hansen - Predileksi
Predileksi

 Saraf perifer superfisial, kulit, membran


mukosa dari saluran napas atas, ruang
anterior mata, dan testes.
 Area-area tersebut merupakan bagian yang
sejuk dari tubuh.

5
Morbus Hansen - Patogenesis
Patogenesis
 Cell-mediated immunity kuat + respon
humoral yang lemah  bentuk yang ringan
 Respon humoral yang kuat + cell-mediated
immunity yang lemah/tidak ada  bentuk
lepromatous dengan lesi yang luas, mengenai
kulit dan saraf secara ekstensif, dan kadar
bakteri yang banyak

6
Morbus Hansen - Klasifikasi
Klasifikasi
 Ridley-Joping: TT, BT, BB, BL, LL.
 Madrid: tuberkuloid, borderline, lepromatosa.
 WHO: PB, MB.
 Puskesmas: PB, MB.

7
Morbus Hansen - Multibasilar
MB
Sifat LL BL BB
Lesi Makula, infiltrat Makula, plakat, Plakat, dome-
Bentuk difus, papul, papul. shape, pounched
  nodus. out.

Jumlah Tidak terhitung, Sukar dihitung, Dapat dihitung,


  tidak ada kulit masih ada kulit kulit sehat jelas
  sehat. sehat. ada.
 
Distribusi Simetris. Hampir simetris. Asimetris.

Permukaan Halus berkilat. Halus berkilat. Agak kasar, agak


      berkilat.
Batas Tidak jelas. Agak jelas. Agak jelas.

8
Anestesia Biasanya tak jelas. Tak jelas. Lebih jelas.
Morbus Hansen - Paulibasilar
PB
Sifat TT BT I
Lesi
Bentuk Makula saja, Makula dibatasi Hanya infiltrat.
  dibatasi infiltrat. infiltrat; infiltrat  
saja
Jumlah Satu, dapat Beberapa/satu Satu/beberapa.
  beberapa. dengan satelit.  
Distribusi Asimetris. Masih asimetris. Variasi.

Permukaan Keringbersisik. Keringbersisik. Halus, agak berkilat.

Batas Jelas. Jelas. Jelas/tidak jelas.

Anestesia Jelas. Jelas. Tidak ada sampai


tidak jelas. 9
Morbus Hansen – Kelainan Kulit
 Kelainan kulit tanpa komplikasi dapat
hanya terbentuk makula saja, infiltrat
saja, atau keduanya. Bila secara inspeksi
mirip penyakit lain, ada tidaknya
anestesia sangat membantu penentuan
diagnosis, meskipun tidak selalu jelas.

10
Morbus Hansen – Kelainan Kulit

 Pemeriksaan yang dapat membantu


mendiagnosis kusta antara lain:
◦ Pemeriksaan anestesia dengan jarum atau air panas
dan dingin.
◦ Tes keringat dengan pensil tinta. Pada lesi akan
hilang, sedangkan pada kulit normal ada bekas tinta
(tes Gunawan). Caranya adalah dengan menggores
mulai dari tengah lesi kearah kulit normal.

11
Morbus Hansen – Kelainan Kulit

 Deformitas pada kusta dapat dibagi dalam


deformitas primer dan sekunder.
 Deformitas primer sebagai akibat langsung oleh
granuloma yang terbentuk sebagai reaksi terhadap
M.leprae, yang mendesak dan merusak jaringan
sekitarnya, yaitu kulit, mukosa traktus
respiratorius atas, tulang-tulang jari, dan wajah.
 Deformitas sekunder terjadi sebagai akibat
kerusakan saraf.
12
Morbus Hansen – Kelainan Kulit

 Infiltrasi granuloma kedalam adneksa kulit yang


terdiri atas kelenjar keringat, kelenjar palit, dan
folikel rambut dapat mengakibatkan kulit kering
dan alopesia.
 Pada tipe lepromatosa dapat timbul
ginekomastia akibat gangguan keseimbangan
hormonal dan oleh karena infiltrasi granuloma
pada tubulus seminiferus testis.

13
Morbus Hansen – Tuberculoid Leprosy

Tuberculoid leprosy

14
Morbus Hansen – Borderline Tuberculoid

Borderline tuberculoid

15
Morbus Hansen – Borderline Lepromatous
Borderline lepromatous

16
Morbus Hansen – Perbedaan PB dan MB
PB MB

Lesi kulit
1-5 lesi.
(makula datar, >5 lesi.
Hipopigmentasi/eritema.
papul yang Distribusi lebih simetris.
Ditribusi tak simetris.
meninggi, nodus)

Kerusakan saraf

(menyebabkan

hilangnya Hilangnya sensasi kurang


Hilangnya sensasi jelas.
sensasi /kelemahan jelas.
Hanya 1 cabang saraf
otot yang Banyak cabang saraf

dipersarafi oleh 17
Morbus Hansen – Penunjang Diagnosis
Penunjang Diagnosis
Pemeriksaan bakterioskopik
 Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau
usapan dan kerokan mukosa hidung yang diwarnai
dengan Ziehl-Neelsen.
 Untuk rutin sebaiknya minimal 4-6 tempat, yaitu
kedua cuping telinga bagian bawah dan 2-4 lesi lain
yang paling aktif (paling eritematosa dan infiltratif)

18
Morbus Hansen – Penunjang Diagnosis

 Cara pengambilan bahan dengan menggunakan scalpel


steril. Setelah lesi tersebut didesinfeksi kemudian
dijepit antara ibu jari dan jari telunjuk agar menjadi
iskemik, sehingga kerokan jaringan mengandung
sedikit mungkin darah yang akan mengganggu
gambaran sediaan.
 Irisan dibuat harus sampai dermis agar mencapai
jaringan yang diharapkan banyak mengandung sel
Virchow (sellepra) yang didalamnyamengandung basil
M.leprae.
19
Morbus Hansen – Penunjang Diagnosis

 IB:
◦ 0 = tidakada BTA dalam 100 LP.
◦ 1+ = 1-10 BTA dalam 100 LP.
◦ 2+ = 1-10 BTA dalam 10 LP.
◦ 3+ = 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP.
◦ 4+ = 11-100 BTA rata-rata daam 1 LP.
◦ 5+ = 101-1000 BTA rata-rata dalam 1 LP.
◦ 6+ = > 1000 rata-rata dalam 1 LP

20
Morbus Hansen – Penunjang Diagnosis

Pemeriksaan histopatologik:
 Dapat ditemukan gambaran makrofag yang berubah
bentuk menjadi sel epiteloid yang tidak dapat bergerak,
kemudian berubah menjadi sel datia Langhans.
 Adanya massa epiteloid yang berlebihan dikelilingi
limfosit yang disebut tuberkel.
 Histiosit tidak dapat mengahncurkan M.leprae yang
sudah ada didalamnyasel Virchow atau sel lepra atau
sel busa

21
Morbus Hansen – Penunjang Diagnosis

Pemeriksaanserologik:
 Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle
Aglutination).
 Ujia ELISA.
 ML dipstick

22
Morbus Hansen – Reaksi Kusta

Reaksi kusta
 Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode
akut pada perjalanan penyakit yang
sebenarnya sangat kronik.
 2: ENL, reaksi reversal.

23
Morbus Hansen – Reaksi Kusta

ENL
 Terutama timbul pada tipe lepromatosa polar dan dapat pula
pada BL, makin tinggi tingkat multibasilernya, makin besar
timbulnya ENL.
 Antigen M.leprae + antibody (IgM, IgG) +
komplemenkompleksimun.
 Kadar immunoglobulin penderita kusta lepromatosa lebih tinggi
dari pada tipe tuberkuloid, oleh karena pada tipe lepromatosa
jumlah basil jauh lebih banyak dari pada tipe tuberkuloid.

24
Morbus Hansen – Reaksi Kusta

 Dapat terjadi akibat pengobatan.


 Pada kulit: nodus eritem + nyeri dilengan dan
tungkai (predileksi).
 Mengenai organ lain: iridosiklitis, neuritis
akut, limfadenitis, artritis, nefritisakut.

25
Morbus Hansen – Reaksi Kusta

Reaksi reversal
 Hanya terdapat pada tipe borderline
 Diperkirakan ada hubungannya dengan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat.
 Gejala klinis: umumnya sebagian atau seluruh
lesi yang telah ada bertambah aktif dan atau
timbul lesi baru dalam waktu relatif singkat

26
Morbus Hansen - Definisi

 Fenomena Lucio merupakan reaksi kusta yang


sangat berat yang terjadi pada kista tipe
lepromatosa non-nodular difus.
 Gambaran klinis berupa plak atau infiltrat difus,
berwarna merah muda, bentuk tidak teratur
dan terasa nyeri. Lesi terutama di ekstremitas,
kemudian meluas keseluruh tubuh.

27
Morbus Hansen - Pengobatan

Pengobatan
 Penatalaksanaan ditujukan kepada infeksinya
sendiri dan, bila ada, pada reaksi kusta.

28
Morbus Hansen - Pengobatan

29
Morbus Hansen - Pengobatan

 Regimen 3 obat: rifampin (bakterisidal) +


dapsone (bakteriostatik) + Clofazimine
(bakterisidal lemah, terutama
bakteriostatik)
 Rekomnedasi WHO yang mengenai follow
up yang dapat dilakukan bila perlu
merefleksikan ekspektasi rendahnya
relaps begitu juga reaksi kusta
30
Morbus Hansen - Pengobatan

31
Morbus Hansen - Pencegahan
Pencegahan cacat
 Melaksanakan diagnosis dini kusta,
 Pemberian pengobatan yang cepat dan tepat.
 Mengenali gejala dan tanda reaksi kusta yang disertai gangguan
saraf serta memulai pengobatan dengan kortikosteroid sedini
mungkin.
 Gangguan sensibilitasmemakai sepatu untuk melindungi kaki
yang telah terkena, memakai sarung tangan bila bekerja dengan
benda tajam/panas, memakai kacamata untuk melindungi
matanya.
 Diajarkan juga cara perawatan kulit sehari-hari. 32
Morbus Hansen - Pencegahan

Cacat pada tangan dan kaki

Tingkat 0 : tidak ada gangguan sensibilitas, kerusakan, atau

deformitas yang terlihat.

Tingkat 1: ada gangguan sensibilitas, tanpa kerusakan atau deformitas

yang terlihat

Tingkat 2: terdapat kerusakan atau deformitas.

Cacat pada mata

Tingkat 0: tidak ada gangguan pada mata akibat kusta, tidak ada

gangguan penglihatan.

Tingkat 1: ada gangguan pada mata akibat kusta, tidak ada gangguan
33
berat pada penglihatan. Visus 6/60 atau lebih baik.
THANK YOU

34

Anda mungkin juga menyukai