Anda di halaman 1dari 1

Investasi Bank Syariah di Kalangan 

Mahasiswa
Tak dapat dipungkiri, geliat mengembirakan Ekonomi Islam dan Bank Syariah di Indonesia tidak lepas
dari peran kampus. Berbagai seminar, diskusi, dan workshop  diadakan oleh para civitas akademika.
Dalam ruang yang lebih intens dan mendalam, para mahasiswa mendirikan berbagai forum kajian yang
konsen dengan perkembangan Ekonomi Islam dan Bank Syariah seperti Forum Silaturahmi Studi
Ekonomi Islam (FoSSEI) salah satunya. Kampus pun juga ikut berperan secara aktif dalam mensyiar-kan
Ekonomi syariah terbukti dengan terselenggaranya ICIE (Informal Class on Islamic Economics yang
diselengarakan oleh PIEF LDK Al- Arief Perbanas yang dilaksanakan pada Mei 2010 lalu.

Walaupun acara tesebut berlangsung dalam 4 hari tetapi antusias dari mahasiswa perbanas sangat terasa.
Tetapi sangat disayangkan acara tersebut hanya ditujukan untuk mahasiswa Perbanas dan sangat dibatasi
jumlah pesertanya. Ini menjadi koreksi acara ICIE selanjutnya. Walaupun begitu kita ikut merasa
bangga kepada LDK Al-Arief Perbanas karena menjadi satu-satunya UKM Perbanas yang gencar
menggalakkan Kampanye Ekonomi Islam dan Bank Syariah melalui Divisi PIEFnya sehingga menjalar
ke ruang publik dan dapat menjangkau masyarakat luas.

Ketika para aktivis kampus begitu bersemangat mendorong masyarakat untuk memahami keunggulan
Ekonomi Islam dan mengajak masyarakat untuk menggunakan jasa perbankan syariah, mereka sendiripun
masih menjadi kalangan “pinggiran” dalam dinamika bisnis perbankan syariah. Bank Syariah tentu sangat
mengharapkan bergabungnya nasabah-nasabah dengan dana besar dan punya prospek untuk nantinya Jika
demikian, “Apakah nasabah dari kalangan aktivis kampus ataupun mahasiswa secara umum menjadi
target prioritas dari bank-bank syariah yang ada sekarang ini?

Kalau kita melihat potensi ekonomi mahasiswa secara umum, memang tak terlalu mengiurkan. Apalagi
mengharapkan mereka berinvestasi dan menabung uang di bank. Sebagian besar dana yang dimiliki oleh
mahasiswa (kebanyakan dari kiriman orang tua), hanya singgah sebentar di tabungan, kemudian terus
mengalami penyusutan hingga mengalami titik limit di akhir bulan. Maka tak jarang kita melihat para
mahasiswa makan seadanya pada “bulan-bulan tua” (sekitar tanggal 20-an ke atas) bahkan sampai pinjam
sana-sini karena kiriman dari ortu yang biasanya sampai di awal bulan tak lagi tersisa di ATM. Jika
begini keadaannya, bagaimana bisa menyisakan budget untuk menabung?

Letak persoalan bagi mahasiswa terutama aktivis dakwah Ekonomi Islam bukanlah pada, “Apakah sudah
memiliki nomor rekening Bank Syariah?” Karena hampir semua mereka telah memiliki buku tabungan di
bank-bank syariah yang ada. Namun, kondisi yang terjadi adalah rekening Bank Syariah yang mereka
miliki tak lebih sebagai “tanda pengenal” saja, karena jarang diupdate saldonya. Gimana mau nambah,
kalau budget bulanan saja pas-pasan… he2..he2..

Atas dasar uraian di atas, bisa ditarik hipotesis bahwa “Mahasiswa bukanlah market yang prospek untuk
menaikkan resources bank syariah, tapi bisa dimanfaatkan untuk promosi Bank Syariah.” Agaknya cara
pandang inilah yang mungkin masih membelenggu bank-bank syariah yang ada saat ini. Bank syariah
mau memberikan dana bagi pelaksanaan berbagai acara kampanye untuk memboomingkan Ekonomi
Islam yang membuka peluang bertambahnya nasabah, namun belum memiliki kebijakan pro kepentingan
studi mahasiswa.

Mari berinvestasi di bank syariah agar terhindar dari riba……………………………………………..

Anda mungkin juga menyukai