Disampaikan oleh Reynold Sumayku, photo editor majalah National Geographic Indonesia
dan National Geographic Traveler Indonesia
Untuk rangkaian foto seperti itu, istilah apa yang kita gunakan? Apakah itu
sebuah Photo Story? Photo Essay? Photo Series?
atau…
Picture Stories?
New York Institute of Photography, sekolah foto yang usianya telah dihitung
sejak 1910, dalam suatu pengantarnya tentang fotojurnalistik menulis kalimat-
kalimat yang saya kutip di sini:
“Photojournalism is the photograph you see on page one of your daily newspaper
illustrating the traffic accident at Fourth and Main. It’s the photograph on the sports
page from yesterday’s football game. It’s the ‘photo stories’ in the Sunday supplement
on “A Day in the Emergency Room” and “Life in the Retirement Home.””
Mereka menggunakan istilah “photo stories”. Kutipan di atas sengaja tidak saya
terjemahkan.
Kemudian, di bagian lain, mereka menulis definisi tentang Picture Stories.
Saya kutip di bawah ini, dan sebagian tidak saya terjemahkan:
“Picture Stories. Sebuah picture story adalah seri foto yang menceritakan kisah.
Misalnya tentang program penyuluhan mengenai bahaya obat bius di sekolah, atau
suasana dan aktivitas malam di sebuah kantor pemadam kebakaran.
Sebuah picture story mungkin dicetak sebagai bagian dari sebuah feature panjang. Atau
dicetak hanya disertai caption singkat. Bahkan mungkin juga disajikan tanpa tambahan
teks apapun. Regardless, the picture story, sometimes also called a photo essay, has
become important element in modern photojournalism.”
Perhatikan bagian dari kalimat terakhir di atas: “Picture Story kadang disebut
Photo Essay”.
Pada bagian lain (saya terjemahkan):
“Pada suatu masa, picture story menjadi domain dari majalah-majalah fotografi berita
seperti LIFE dan Look. Suatu picture story bisa dicetak berhalaman-halaman. Sebelum
era booming televisi, melalui photo essay semacam itulah masyarakat mendapat
suguhan mengenai banyak realita di seluruh dunia.
Dewasa ini, kita mungkin menemukan picture story di beberapa surat kabar, terutama
pada edisi akhir pekan. Atau dalam majalah feature seperti National Geographic, Sports
Illustrated, atau bahkan People.”
Sekadar informasi, bacaan yang saya kutip ini dibuat pada 1993. Saya tidak
tahu apakah saat ini Sports Illustrated dan People masih ada, tetapi pada
tahun 1990-an saya beberapa kali melihat kedua majalah tersebut dan
fotografinya memang kuat.
Menurut New York Institute of Photography (sebagian saya terjemahkan):
“Photo Essay. Terkadang, picture stories juga disebut photo essays. Namun,
sebagian jurnalis foto berargumen bahwa keduanya berbeda. Sebabnya? Sebuah
photo story menampilkan beberapa aspek dari sebuah peristiwa, sedangkan photo
essay tidak hanya menampilkan informasi, tetapi juga sekaligus melakukan persuasi
kepada pembaca. Kami menggunakan kedua istilah tersebut bergantian, artinya
dapat dipertukarkan, seperti halnya dilakukan oleh banyak fotografer profesional.
Definisi umum mengenai sebuah esai sendiri adalah “suatu komposisi tulisan tentang
subyek tertentu.” Umumnya, sebuah picture story disertai oleh teks secukupnya, dan
apabila persuasion dimaksudkan di dalam rangkaian informasi yang disampaikan,
orang akan mampu mengenalinya dengan mudah.”
Dalam bacaan di atas, istilah photo story (ies) digunakan bergantian dengan picture
story (ies). Kemudian, picture/photo story itu juga dapat digunakan bergantian dengan
photo essay. Di halaman berikut, kita akan melihat apa yang dikatakan oleh Michael
Davis, mantan picture editor di National Geographic.
“Saya akan mengatakan bahwa sebuah picture story cenderung mengenai suatu
tempat atau orang atau situasi. Sedangkan essay cenderung mengenai suatu tipe
atau aspek dari banyak tempat, banyak hal, atau orang. Kedua istilah tersebut
membutuhkan hal yang sama: alur yang menyatukan. Anda dapat mengikuti
kehidupan seseorang selama bertahun-tahun dan tetap tidak mampu
mendapatkan serangkaian foto yang menceritakan kisah, apabila Anda tidak
memiliki cerita di dalam benak Anda. Pada akhirnya, baik picture story atau
essay sama-sama menceritakan sebuah kisah.”
~~Michael Davis
Satu hal lagi yang menurut saya kaitannya cukup erat dengan sebuah
photo story atau photo essay adalah layout. Desain. Mari kita lihat
kalau foto-foto kekeringan di Cekungan Murray, Australia, karya
Amy Toensing kita dekatkan satu sama lain dan ditampilkan dalam
satu halaman—kalau perlu dengan penempatan yang
memperhitungkan urutan foto atau besar-kecilnya. Berikut ini
bukanlah desain yang baik, namun dengan menampilkan foto-
fotonya dalam satu halaman, barangkali akan memberikan impresi
berbeda dibanding kita melihat fotonya satu per satu seperti di awal
tadi. Seharusnya ada teks pengantar atau mungkin bisa juga
ditambah caption di bawah tiap-tiap foto.
Kekeringan di Australia
~Amy Toensing
Contoh lain:
1. Pembuka
2. Potret
3. Interaksi
4. Penanda Utama
5. Detil
6. Penutup
atau…
1. Hook
2. Establishing
3. Medium/Environment portrait
4. Detail/Close up
5. Portrait
6. Gesture/Exchange
7. Closing
Hook/Opener/Teaser
Penarik perhatian. Menimbulkan penasaran. Terkadang foto pembuka.
Reynold Sumayku
Establishing Photo
Konteks. Set. Biasanya wide angle. Biasanya agak di awal.
Reynold Sumayku
Portrait
Subyek cerita
Reynold Sumayku
Medium/Environment Portrait
Subyek cerita di tengah lingkungannya. Pembentuk karakter.
Reynold Sumayku
Detail/Close-Up
Bumbu. Penguat. Pemberi nuansa khas.
Reynold Sumayku
Gesture/Exchange
Gestur. Interaksi. Pergerakan.
Reynold Sumayku
Closing
Reynold Sumayku
Reynold Sumayku
Tengkawang
Sungulo Palin
Contoh 2
Tanpa Terlalu Terpaku pada Aturan
Reynold Sumayku
Reynold Sumayku
Reynold Sumayku
Reynold Sumayku
Reynold Sumayku
Reynold Sumayku
Reynold Sumayku
Reynold Sumayku
Antara Tradisi
dan Iman
Idealnya, esai membutuhkan plot lengkung layaknya sebuah buku bagus. Ada
awal, pertengahan, klimaks, penutup. Mungkin juga termasuk di dalamnya:
detail, tensi, paradoks, atau kesimpulan. Untuk membuat foto cerita
sederhana, terkadang saya sering membayangkan komik singkat yang
dimuat di halaman-halaman surat kabar atau majalah.
Nah, setelah melihat panduan dasar membuat sebuah foto cerita, kita akan
sedikit membahas tentang FotoKita Award 2011 untuk kategori photo story.
Dalam beberapa kesempatan saya pernah ditanya teman-teman calon
peserta tentang hal-hal ini: seperti apa foto cerita yang sesuai dan cocok
dengan ruh National Geographic?
Saya akan menjawab, cara pertama yang paling mudah adalah dengan melihat
dan mempelajari foto-foto dalam feature di majalahnya. Apakah National
Geographic semata berisi cerita tentang kehidupan satwa dan tanaman (fauna-
flora)? Seberapa sering National Geographic menampilkan foto satwa dengan
lensa makro? Seberapa sering kita melihat foto manusia di majalah tersebut
yang diambil dengan lensa tele?
Mempelajari isi suatu majalah, menurut saya, adalah salah satu cara terbaik
untuk membuat foto-foto serupa yang mungkin cocok dengan majalah
tersebut. FotoKita Award 2011 mengambil tema Populasi 7 Miliar , sesuai tema
besar laporan majalah National Geographic sepanjang 2011. Foto-foto yang
diharapkan, tentu saja, adalah foto-foto yang sesuai dengan semangat National
Geographic.
Majalah National Geographic memberikan ruang yang luas kepada foto. Foto
detail penting. Tetapi foto yang memberikan nuansa ruang sering lebih penting
bagi National Geographic.
National Geographic Magazine
bukan majalah fotografi, melainkan sebuah jurnal resmi yang diterbitkan oleh
National Geographic Society (berdiri pada 1888). Ketika didirikan, National
Geographic mengusung misi “Meningkatkan dan Menyebarkan
Pengetahuan Geografis”. Belakangan, misi tersebut dipertegas ke arah
“Menginspirasi Kita agar Peduli terhadap Planet Bumi”.
Kurator Galeri Fotografi Jurnalistik Antara yang pertama, sekaligus salah satu
juri FK Award 2011, Yudhi Soerjoatmojo, pada diskusi sebelum dimulainya
kontes foto ini mengatakan, “Sebaiknya calon peserta jangan diberi terlalu
banyak contoh foto, karena kemungkinan besar foto-foto seperti itulah yang
akan dibuat.”
Pada lomba periode pertama, foto-foto yang diunggah oleh peserta banyak
sekali yang menggambarkan kerumunan manusia. Pada periode kedua dan
selanjutnya sampai akhir tahun nanti, semoga kita akan melihat foto-foto
cerita yang lebih bervariasi.
Barangkali perlu juga disampaikan bahwa saat kita membuat foto tentang
manusia, hendaknya kita dapat menghormati dan menjaga perasaan subyek
foto kita tersebut. Mereka bukanlah obyek, sehingga barangkali kita dapat
menghindari sikap atau tindakan eksploitatif secara berlebihan.
Informasi Kegiatan:
National Geographic Indonesia
http://fotokita.net/event/fk-award
Email : event@nationalgeographic.co.id
FB: http://nationalgeographic.co.id/facebook
Twitter: @fotokitanet & @NGIndonesia #frameFK