Peran Penilaian Dalam Kaitannya Dengan SAP

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 5

Peran Penilaian dikaitkan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan

(SAP) dalam rangka penyusunan laporan keuangan pemerintah

oleh Arief Hadianto, SE, Akt, M.Ec.Dev*

I. Latar Belakang

Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang


Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), maka terjawab sudah kebutuhan akan
standar akuntansi dan pelaporan keuangan yang akan menjadi acuan, baik bagi
pemerintah selaku penyelenggara keuangan negara maupun BPK selaku lembaga
yang memiliki kewenangan memeriksa penyelenggaraan tersebut. Pemerintah
sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 17 tentang Keuangan Negara
diwajibkan menyusun laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara
kepada DPR setelah sebelumnya diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK).

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah laporan keuangan yang disusun


pemerintah itu telah menggambarkan potensi kekayaan negara dari sabang
sampai merauke yang dimiliki bangsa kita pada sisi asetnya?

Sebagaimana diketahui, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun


2004, 2005, 2006 , 2007 dan 2008 oleh Badan Pemeriksa Keuangan
dinyatakan disclaimer / tidak memberikan pendapat apapun, baru pada tahun
2009 sedikit meningkat menjadi WDP (wajar dengan pengecualian). Faktor yang
menyebabkan dinyatakan disclaimer / tidak memberikan pendapat apapun dan
wajar dengan pengecualian salah satunya adalah dalam laporan keuangan
tersebut belum dapat menyajikan secara wajar nilai dari seluruh aset yang
dimiliki pemerintah.

Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, diperlukan langkah-langkah


nyata dalam pengelolaan barang milik negara khususnya inventarisasi dan
penilaian barang milik negara sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP).

Berkaitan dengan penilaian barang milik negara tidak dapat dilepaskan


peran penilaian sebagai sebuah profesi yang berkompeten dalam hal tersebut.
Seberapa besar peran penilaian dikaitkan dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) dalam rangka penyusunan laporan keuangan pemerintah
akan diuraikan pada tulisan di bawah ini.

II.Peran Penilaian dalam kaitan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

Dalam reformasi keuangan negara salah satu prioritasnya adalah penilaian


kekayaan negara. Hal tersebut ditunjukkan dengan dibentuknya direktorat
khusus yang menangani penilaian seiring dengan perombakan organisasi di tubuh
Departemen Keuangan, yaitu direktorat penilaian kekayaan negara di bawah
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Signifikansi dari penilaian ini semakin
mendapatkan koridornya dengan kenyataan bahwa potensi kekayaan negeri ini
sedemikian besar yang mana itu menuntut adanya instrumen untuk mengetahui
nilai di dalamnya.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 2 tahun 2008 tentang


Penilaian BMN disebutkan bahwa penilaian berfungsi untuk membantu penyajian
neraca pemerintah pusat. Sebagaimana diatur dalam SAP (Standar Akuntansi
Pemerintahan), untuk penyajian dalam neraca pemerintah, nilai yang digunakan
adalah nilai perolehan, namun demikian banyak aset-aset yang data
perolehannya tidak diketemukan terutama untuk aset-aset yang diperoleh
sebelum reformasi keuangan tahun 2003. Untuk aset-aset yang tidak jelas
perolehannya tersebut digunakan nilai yang wajar yang memerlukan peran dari
profesi penilaian. Di sinilah kita mendapati keterkaitan erat antara penilaian
dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Mencermati SAP, akan diperoleh
gambaran tentang di mana saja peran penilaian ini dibutuhkan.

1. Penilaian Persediaan.

Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang
dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-
barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka
pelayanan kepada masyarakat. Menurut Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan (PSAP) Nomor 05, ada 3 cara pengukuran terhadap akun ini,
yaitu berdasarkan harga perolehan (apabila diperoleh dengan pembelian), biaya
standar (diproduksi sendiri), dan nilai wajar (diperoleh dengan cara lainnya
seperti hibah atau rampasan). Dengan demikian, penilaian terhadap persediaan
dibutuhkan manakala persediaan tersebut diperoleh pemerintah tidak melalui
pembelian atau memproduksi sendiri, dalam rangka mendapatkan nilai wajarnya
(fair value). Termasuk di dalamnya adalah apabila persediaan itu ada karena
dikembangbiakkan seperti hewan dan tanaman.

2. Penilaian Investasi.

Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomik


seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga dapat
meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada
masyarakat. Menurut PSAP Nomor 06, investasi pemerintah terbagi menjadi
investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang. Investasi jangka panjang
sendiri terdiri dari investasi non permanen dan investasi permanen. Bentuk
investasi dapat bervariasi, seperti investasi dalam saham, obligasi, dan
deposito. Sebagaimana aset lainnya, investasi akan diukur sesuai dengan harga
perolehannya. Dalam hal merupakan investasi jangka pendek non-saham
(misalnya deposito), investasi tersebut diukur berdasarkan nilai nominalnya.
Namun demikian, penilaian terhadap akun ini diperlukan dalam beberapa kondisi,
yaitu apabila investasi diperoleh tanpa nilai perolehan atau ketika investasi
tersebut tidak mempunyai pasar aktif yang dapat membentuk nilai pasarnya.
Dalam keadaan yang terakhir ini, selain menggunakan nilai wajar, pengukuran
investasi dapat juga menggunakan nilai nominal atau nilai tercatat (book value).

3. Penilaian Aset Tetap

Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12
bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh
masyarakat umum. Aset tetap ini menurut PSAP Nomor 07, terdiri atas tanah,
peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset
tetap lainnya, dan konstruksi dalam pengerjaan (KDP). Dalam pengukurannya,
prinsip dasar yang dipakai adalah bahwa aset tetap dinilai dengan biaya
perolehannya. Namun, apabila ketentuan ini tidak dapat diberlakukan, nilai aset
tetap akan didasarkan pada nilai wajar saat perolehan. Dalam hal terakhir
inilah, penilaian terhadap jenis aset ini menjadi relevan.

Penyusunan Neraca Awal

Selama bertahun-tahun, negara ini berjalan tanpa memiliki sebuah neraca


keuangan yang mampu menunjukkan seberapa besar kekuatan keuangan yang
dipunyainya. Reformasi pengelolaan keuangan yang dimulai tahun 2003
mensyaratkan agar pengelolaan keuangan dapat dilakukan secara transparan dan
akuntabel, tak terkecuali pada sisi pelaporannya. Kebutuhan akan sebuah
laporan keuangan yang komprehensif menjadi hal yang tidak dapat ditawar-
tawar lagi. Hanya saja, karena sebelumnya belum mempunyai neraca,
pemerintah harus menyusun neraca awal. Proses penyusunan neraca awal itu
sudah dilakukan sejak 2005. Kenyataannya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
masih menempatkan belum adanya (sempurnanya) neraca awal tersebut sebagai
faktor munculnya disclaimer opinion terhadap Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat (LKPP).

Yang jelas, dalam rangka penyusunan neraca awal tersebut, Komite


Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) sebagai penyusun SAP mengeluarkan
pedoman berupa Buletin Teknis Nomor 01. Beberapa “penyimpangan” terhadap
SAP diatur dalam bultek ini yang memang memberikan porsi tugas lebih besar
kepada aktivitas penilaian.

Telah disebutkan di atas bahwa dalam penyusunan neraca


pemerintah, penilaian dibutuhkan hanya dalam kondisi terdapat aset yang
diperoleh tidak melalui pembelian atau dengan kata lain ketika nilai
perolehannya tidak tersedia. Bultek 01 memberi tugas lebih besar kepada
penilaian karena menentukan bahwa hanya aset-aset yang diperoleh dalam
setahun terakhir (yaitu setelah 31 Desember 2004 mengingat proses
penyusunan neraca awal ini dilakukan sejak 2005) dinilai berdasarkan harga
perolehannya, sedangkan di luar itu, aset dinilai sesuai nilai wajar, atau dengan
kata lain perlu dilakukan penilaian. Ketentuan inilah yang membuat DJKN harus
melakukan koreksi nilai terhadap sebagian besar aset-aset pemerintah.

III.Kesimpulan

Dari uraian di atas, peran penilaian dalam konteks penyusunan


neraca pemerintah berdasarkan SAP (Standar Akuntansi Pemerintahan) boleh
jadi tidak terlalu besar, kecuali dalam kondisi sekarang ketika aktivitas
penilaian harus memperoleh nilai wajar untuk penyusunan neraca (awal)
pemerintah. Kendatipun demikian, dalam rentang waktu tertentu, penilaian akan
memainkan peran yang lebih signifikan dibandingkan dengan keadaan normal
apabila pemerintah memutuskan untuk melakukan revaluasi aset tetap. PSAP
Nomor 07 Paragraf 58 menyebutkan: Penilaian kembali atau revaluasi aset
tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi
Pemerintahan menganut penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga
pertukaran. Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan
ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional. Artinya, ketika pemerintah
menganggap bahwa revaluasi diperlukan, penilaian harus dilakukan untuk menilai
ulang seluruh aset pemerintah. Hanya saja, belum jelas bagaimana dan kapan
revaluasi semacam itu dilakukan. Mungkin saja itu akan merupakan siklus 5
tahunan, 10 tahunan, atau bahkan tanpa siklus yang reguler.

*Penulis adalah Auditor Ahli Muda pada Perwakilan BPKP Jawa Tengah.

Anda mungkin juga menyukai