Anda di halaman 1dari 4

SENYUM SEMANGAT

Hari-hari sepi tanpa pelukan hangat dari seorang ayah , sejak peristiwa lima tahun yang lalu. Perlahan
mengalihkan duniaku, pikirku aku tak mampu lagi menjalani hidupku hanya bersama bunda tetapi keadaan
berubah setelah aku masuk sekolah menengah pertama.Aku bertemu dengan teman baruku dan aku mampu
tersenyum kembali. Namun ada satu hal yang menyita perhatianku, guru kelasku.....

Berporos rupawan, baik dan penuh tanggung jawab. Aku ingin sekali mengenalnya dan dekat dengannya. Pagi
hari,saat semuanya menjalani bersih-bersih kelas.

“Bu, aku sudah membersihkan jendelanya !!”

“apa??? Ini masih sangat kotor. Disini masih ada banyak debu,lihatlah gedung monas terlihat kabur dengan
kaca seperti ini”

“Aneh sekali padahal aku dapat melihat jelas dari sni....”

“Bersihkan saja, jangan pulang dulu sampai ini semua bersih.”

Saat aku belajar di kelas seni,bersama guru laki-laki yang masih lajang usianya. Ia begitu baik, mau
membantuku saat tanganku tak mau bergerak untuk melukis. Ia memegang jari-jariku yang beku, seketika itu
mulai menghangat dan perasaanku pun berubah seperti sakura yang mekar di musim semi.Dua jam berlalu
begitu cepat. Saat aku mengambil buku di kotak bukuku, tiba-tiba ada yang menyentuh bahuku dari belakang

“Hei,,, apa yang kau lakukan dengan guru laki-laki itu”

“Aku hanya mengikuti pelajaran seni saja bu??!!!”

“Aku melihat kau begitu senang ketika dia menyentuh jari jemarimu yang kaku itu”

“.........”

Aku terdiam masih berpikir, kenapa dia bersikap seperti itu padaku. Setelah kejadian itu,guru kelasku menjadi
lebih sentimentil padaku. Apapun yang aku lakukan selalu tak bernilai baginya. Awalnya aku tak mau
meladeninya namun lama-kelamaan kesabaranku mulai habis.

Para guru penilai mendatangi kelas kami,mereka melihat kinerja seorang wali kelas dan kegiatan belajar
mengajar di kelas kami.

“Baik, siapa yang bersedia membacakan sebuah puisi?”

“Saya ,Bu!!” teriak salah seorang siswa di kelas kami.

“Silahkan Tinson...”

“........hingga aku mati, hanyalah dirimu satu di hati.”

“woww.....manis sekali.”sontak guru kelasku tersenyum mendengarnya.

“PROK.PROK.PROK....”Terdengar tepukan tangan dari siswa yang melihatnya.

“Bu, Aku mau membacakan sebuah puisi”


Semua heran melihatku, begitupun dengan guru kelasku. Seolah menolakku ia tak menghiraukanku, tapi para
guru penilai menginginkan aku untuk membaca puisiku. Dengan berat hati dan ketidakrelaanya yang terlihat
jelas tersirat di wajahnya, guruku menyuruhku membacanya.

‘......yah, semua itu kau derita karena kau wanita lajang tua. Wanita lajang tua yaitu kau, GURU KELASKU”

Semuanya terkejut melihatku, tak percaya dengan apa yang telah aku ucapkan. Para guru penilai sambil
kecewa melihat apa yang telah terjadi di dalam kelas kami, bergegas keluar saat itu juga. Guru kelasku
melihatku dengan tatapan tajam, seolah ingin meremukku dan melipatku seperti onde-onde lalu
menendangku ke tempat sampah.Tapi aku tanpa perasaan bersalah, menundukan kepala karena aku merasa
apa yang sudah aku ungkapkan itulah memang benar adanya. Keesokan harinya, kelasku berubah menjadi
sunyi dan tak ceria seperti biasanya. Yahhh... itu semua karena sebuah surat panggilan yang tergeletak di
mejaku dan menarikku untuk menemui kepala sekolah. Aku dimarahi habis-habisan, dipojokan dengan sikap
yang tak wajar. Tak puas dengan itu, Guru kelasku memanggilku dan memaki-makiku.Tetapi aku hanya terdiam
bisu tak mengucap satu patah katapun. Akhirnya, gara-gara ulahku kami semua di hukum. Kami berdiri di
depan kelas dengan menahan satu kaki di lantai. Hatiku pun tak tega melihat teman-temanku menderita
karena aku.Aku berusaha ingin menjelaskan kepada guru kelasku namun ia tak mau mendengarkanku.
Mungkin karena ia masih merasa dendam padaku.Tak lama kemudian

“.....PLAKKKKKKK!!!!”Semua penjelasanku tak berarti baginya, sebuah tamparan mendarat di pipiku, aku tak
menyangka ia akan berbuat seperti itu.

Aku berlari dan meninggalkan kelas.

Setelah kepergian ayah, kehidupanku menjadi berbeda.Aku ini tergolong orang yang tidak mampu,ibuku
berpendapatan tiga puluh ribu perharinya. Itu didapatkan dari hasil menjual ikan laut di pasar. Sepulang
sekolah aku selau menemui ibuku lalu membantunya dan kemudian ia menyuruhku pulang. Aku merasa
kesepian di rumah, meski itu rumahku tapi aku merasa tinggal di rumah kosong yang tak berpenghuni.Aku
terlalu malu mengundang teman-temanku datang kerumah karena tak ada hal yang spesial yang dapat aku
tunjukkan, selain gubuk reot dan barang-barang kuno.

Kejadian siang hari yang dilihat oleh puluhan pasang mata itu membuatku memilih tidak bersekolah dan tidak
mau menemui guru kelasku lagi.

Sudah empat hari lamanya aku tidak melihat guru itu.Entah mengapa aku merasa rindu padanya. Tak
berselang lama, guru itu menemui ibuku di rukonya, dengan pandangan berat dan wajah yang memelas ia
keluar sambil mengucapkan “Tidak apa-apa,aku mengerti.”Seperti tanpa beban,ia yang telah mengetahuiku
berdiri limabelas meter darinya langsung menghampiriku.Tapi aku memalingkan wajah dan berlari pulang ke
rumah, tak disangka ternyata ia mengikutiku. Langkahku berhenti tepat di depan pintu rumahku.

“Maafkan aku...” dengan pelan ia mengucapkannya.

“....aku menyesal telah melakukan itu padamu.”

“ bu guru tak mengerti perasaanku!!!!”

“aku mengerti....”

“Tidak.!!!”

“........., apa ibu tahu saat hari pertama aku masuk kelas,aku melihat ibu begitu baik, dan menyenangkan. Aku
ingin sekali mengenal lebih dekat dan berteman dengan ibu.Tapi Ibu begitu nyaman mengobrol bersama guru
kesenian tanpa menghiraukanku sedikitpun. Apa yang aku lakukan , selalu tak menyenangkan hatimu. Aku tak
bisa berbuat apapun ketika ibu menamparku, karena harapan yang indah itu hancur seketika.Aku begitu
kesepian, aku ingin kau menganggapku sebagai teman itu saja ,Bu.’’tersadar aku telah meneteskan air mata
dan mengisak-isak piluku.

Malam semakin larut, guru kelasku bergerak pergi meninggalkan aku.Hanya kalimat terakhir yang kuingat
darinya ” Kembalilah ke sekolah, kamu akan mendapat ketenangan disana karena sudah tidak akan ada lagi
pengganggu.”

Semangat!! itulah ucapanku pagi itu.

Hummmb,,,,meja guru tampak kusam, bunganya hampir layu tak terawat.Suasana kelas yang begitu arogan
dan aktif karena guru kelas kami, kini menjadi membosankan tanpanya.Aku mengirim pesan melalui ponsel
padanya “Guru kelas cepatlah kembali, tanpamu menggoda guru kesenian jadi tidak menyenangkan”,siswa lain
juga mengirim pesan;

“Guru kami merindukanmu@_@.”

“Aku ingin melihat kemarahanmu, aku rindu padamu~_~.”

“Cepatlah kembali, latihan paduan suara bersama kepala sekolah tidak sama menyenangkannya ketika
bersamamu,,>_<”

Mungkin semua itu tidak akan terjadi jika guru kelas kami tidak mengajukan permohonan mengundurkan diri
dua hari yang lalu.Karena ia merasa gagal menjadi teladan bagi siswanya,sehingga ia melakukan itu semua.
Dalam hal ini kami merasa prihatin,karena tanpa figur seorang guru kelas bagaimana kami merayakan hari
guru. Umumnya setiap siswa dalam satu kelas menyanyikan sebuah lagu “Terima Kasih Guruku”kepada guru
kelas mereka masing-masing.

Detik-detik menjelang acara itu... kami berbaris tetapi tidak dengan pendamping guru kelas.Saat musik mulai
mengiringi, semua siswa menyanyikan lagu kepada guru kelas mereka. Tetapi kami hanya diam , dan
memandang tempat parkir mobil berharap guru kelas kami datang. Tidak sesuai dengan harapan, sepertinya ia
telah meninggalkanku selamanya.

Saat bel berbunyi, kami kembali duduk di kelas kami menunggu guru pengganti yang sudah di janjikan bapak
kepala sekolah.

“TOK.TOK.TOK!!”Terdengar suara dari pintu kelas kami, hatiku cenat-cenut menebak-nebak seperti apa guru
kelas penggantiku.

“aarrrrgggg!!!!” semua menjerit, ternyata yang ada di depan mata kami adalah guru kelasku yang dulu.
Seseorang yang tidak aku sukai, yang sangat sentimentil terhadapku tapi seseorang yang sangat aku sayangi
dan aku rindukan itu kembali mengajar di kelasku.

“Ada yang merasa senang selama aku pergi?” tersenyum dengan banyolannya.

“ahhh....ibu, kami sangat merindukanmu.”

Lagu “Terima Kasih Guruku” yang belum kami nyanyikan kepada guru kelas kami itu, akhirnya dapat kami
nyanyikan bersama-sama. Senyum semangat itulah akhir kisah ini.

BY ERA DS

Anda mungkin juga menyukai