Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap negara di seluruh dunia menekankan pentingnya pendidikan yang

bermutu untuk rakyatnya, karena pendidikan merupakan salah satu faktor penting

penentu kualitas sumber daya manusia. Dalam suatu daerah kualitas sumber daya

manusia ini diukur melalui angka Indeks Pembangunan Manusia atau disingkat

IPM. IPM ini merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata

sederhana dari indeks harapan hidup (e0), indeks pendidikan (melek huruf dan

rata-rata lama sekolah) dan indeks standar hidup layak.

Untuk mengukur dimensi pengetahuan penduduk digunakan dua indikator,

yaitu rata-rata lama sekolah (mean years schooling) dan angka melek huruf.

Selanjutnya rata-rata lama sekolah menggambarkan jumlah tahun yang digunakan

oleh penduduk usia 15 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal.

Sedangkan angka melek huruf adalah persentase penduduk usia 15 tahun ke atas

yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan atau huruf lainnya. Proses

penghitungannya, kedua indikator tersebut digabung setelah masing-masing

diberikan bobot. Rata-rata lama sekolah diberi bobot sepertiga dan angka melek

huruf diberi bobot dua per-tiga.

Negara Indonesia telah mulai memerhatikan mutu pendidikan ini, dengan

dicanangkannya anggaran pendidikan sebesar 20%, dan ditetapkannya beberapa

1
peraturan pemerintah dan peraturan-peraturan menteri pendidikan nasional

sebagai upaya menjamin mutu pendidikan di Indonesia, antara lain:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan

2. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 tahun 2009 tentang Sistem

Penjaminan Mutu Pendidikan

3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 tahun 2010 tentang standar

pelayanan minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota

Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan telah menetapkan kebijakan tentang pengkategorian

sekolah berdasarkan tingkat keterlaksanaan standar nasional pendidikan ke dalam

kategori Sekolah formal standar (dalam pembinaan disebut juga sekolah

potensial/rintisan), Sekolah formal mandiri (dalam pembinaan disebut juga

Sekolah Standar Nasional (SSN), Sekolah bertaraf internasional (SBI)

Terakhir pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Nomor 15 tahun 2010 tentang standar pelayanan minimal Pendidikan Dasar di

Kabupaten/Kota sebagai tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar melalui

jalur formal, dengan tujuan untuk menjamin tercapainya mutu pendidikan yang

diselenggarakan di daerah.

Data yang penulis dapatkan dibawah ini menunjukkan bahwa pencapaian

standar nasional pendidikan di Indonesia masih sangat jauh dari harapan:

Sampai saat ini, 88,8 persen sekolah di Indonesia, mulai SD hingga


SMA/SMK, belum melewati mutu standar pelayanan minimal.
Berdasarkan data yang ada, 40,31 persen dari 201.557 sekolah di
Indonesia di bawah standar pelayanan minimal (SPM), sedangkan

2
48,89 persennya pada posisi SPM. Hanya 10,15 sekolah yang
memenuhi standar nasional pendidikan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010


tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar memuat
ketentuan minimal yang harus dipenuhi sekolah. Untuk lokasi SD,
misalnya, mesti terjangkau jalan kaki maksimal 3 kilometer.
Sementara untuk SMP 6 km.

Dalam satu rombongan belajar SD, maksimal siswa 32 orang,


sedangkan SMP 36 orang dan harus ada ruang kelas dilengkapi meja
dan kursi sesuai jumlah siswa. Kenyataannya, banyak sekolah
berjubel siswa dengan mebeler tak memadai

Guru di SD minimal 6 orang. Di SMP, satu guru untuk tiap mata


pelajaran. Itu pun belum bisa dipenuhi. Soal buku teks yang harus
disediakan sekolah hingga kini belum terpenuhi. .(sumber:
http://edukasi.kompas.com/read/2011/03/23/10321298/)

Kota Bandung dikenal sebagai salah satu kota pendidikan di Indonesia.

Sebagai Ibukota Propinsi Jawa Barat dan salah satu kota yang terdekat dengan

ibukota negara, Kota Bandung seringkali menjadi pusat kegiatan Nasional dan

Internasional dalam berbagai bidang termasuk pendidikan. Sebagai etalase Jawa

Barat dan kota pendidikan, idealnya kota Bandung merupakan kota yang

berkualitas dan memiliki kualitas sumber daya manusia yang tinggi dan

melampaui di atas rata-rata kota-kota lainnya di Indonesia. Tetapi kenyataannya,

Berdasarkan data dari Bappenas tahun 2006 dan BPS Pusat tahun 2007. Peringkat

IPM Kota Bandung di tingkat Nasional masih sangat jauh dari harapan yakni

peringkat ke-43 dengan angka IPM 74,3. Jika dibandingkan dengan kota besar

lainnya di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Semarang, dan lain-lain

jelas sangat terpuruk. Kota Bandung bahkan kalah peringkat dengan kota-kota

kecil seperti Magelang (IPM 74,7), Pare-pare (IPM 74,7), Blitar (IPM 75,1), atau

Palangkaraya di Kalimantan Tengah (IPM 77,0).

3
Selayaknya dengan adanya anggaran pendidikan yang besar ini, kota

Bandung bisa meningkatkan nilai IPMnya, dengan memperbesar angka indeks

pendidikan (melek huruf dan rata-rata lama sekolah), tentunya dengan

peningkatan mutu pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun.

Pemerintah pusat telah membuat tolok ukur kinerja pendidikan dengan

ditetapkannya 8 standar nasional pendidikan dan standar pelayanan minimal. Adapun

standar yang harus dicapai oleh sekolah standar nasional, telah ditetapkan dalam PP NO

19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, pada bab II, pasal 2, bahwa lingkup

Standar Nasional Pendidikan meliputi:

a. standar isi;
b. standar proses;
c. standar kompetensi lulusan;
d. standar pendidik dan tenaga kependidikan;
e. standar sarana dan prasarana;
f. standar pengelolaan;
g. standar pembiayaan;dan
h. standar penilaian pendidikan.
Dalam Permendiknas no 15 tahun 2010 Bab IV, pemerintah menyoroti

upaya pelayanan mutu sekolah dengan pengembangan kapasitas, yaitu upaya

meningkatkan sistem atau sarana prasarana, kelembagaan, personil, dan

keuangan untuk mencapai Standar Pelayanan Minimal/SPM Pendidikan secara

lebih efektif dan efisien.

Upaya pemerintah melalui penetapkan SPM dengan meningkatkan sarana

prasarana dan keuangan/pembiayaan adalah tepat pada tataran konsep. Akan

tetapi harus diiringi dengan praktek pemenuhan standar tersebut di satuan

pendidikan dasar.

4
Secara konsep penetapan standar sarana prasarana untuk meningkatkan

mutu pendidikan telah terbukti pada hasil penelitian sebelumnya bahwa

pengelolaan sarana prasarana, ketenagaan dan hubungan sekolah dengan

masyarakat dalam implementasi Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

(MPMBS) berpengaruh signifikan terhadap layanan pembelajaran (Wawan

Kuswandi, 2003).

Begitupun dengan manajemen pembiayaan sangat menentukan mutu

sebuah institusi pendidikan. Hal ini telah dibuktikan pada penelitian sebelumnya

bahwa pengelolaan pembiayaan/bantuan biaya pendidikan berdampak terhadap

kelangsungan penyelenggaraan lembaga pendidikan (Yopti Nugraha, 2003).

Pemerintah telah menetapkan bahwa satuan pendidikan wajib

menyesuaikan diri dengan ketentuan SNP tersebut paling lambat 7 (tujuh) tahun

sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan tersebut. Artinya pada tahun 2013 semua satuan pendidikan

di Indonesia harus sudah mencapai standar nasional pendidikan, atau menjadi

kategori sekolah formal mandiri atau Sekolah Standar Nasional (SSN). Sekolah

standar Nasional adalah sekolah yang telah memenuhi atau hampir memenuhi

Standar Nasional Pendidikan.

Kenyataannya, sampai saat ini dari 52 Sekolah Menengah Pertama Negeri

(SMPN) di kota Bandung, baru ada 2 sekolah yang menjadi Rintisan Sekolah

Bertaraf Internasional (RSBI), dan 14 SMPN yang mencapai sekolah kategori

mandiri (SSN), sisanya sebanyak 36 SMPN masih dalam kategori sekolah formal

standar (sekolah potensial/rintisan).

5
RSBI
SSN
Sekolah Rintisan

Grafik: perbandingan jumlah SMP Negeri di Kota Bandung dalam


Ketercapaian SNP

Waktu yang ditargetkan pemerintah untuk mencapai 100% sekolah SSN


hanya tinggal 2 (dua) tahun kurang, sedangkan target yang sudah tercapai (SSN
dan RSBI) masih sekitar 31%. Penulis berasumsi SMPN di kota Bandung tidak
akan dapat mencapai 100% SSN di tahun 2013, sebagaimana dicanangkan oleh
pemerintah.
Berdasarkan hal tersebut di atas penulis menganggap penting melakukan

analisis kondisi existing di SMPN se kota Bandung dalam pencapaian standar

sarana/prasarana dan pembiayaan untuk kemudian dirancang strategi pemenuhan

standar tersebut. Karena menurut penulis, dengan pembiayaan anggaran yang

cukup besar untuk pendidikan, idealnya SMPN mampu memenuhi kedua standar

ini dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.

Oleh karena itu penelitian ini, penulis beri judul “Strategi Implementasi

Standar Sarana Prasarana dan Pembiayaan di SMP Negeri se-Kota Bandung”

6
1.2. Identifikasi dan Pembatasan Masalah

Fungsi layanan pembelajaran merupakan core bussiness dari sekolah. Artinya

pengelolaan sumber daya sekolah bermuara pada terwujudnya layanan

pembelajaran yang optimal karena layanan pembelajaran itu sangat berpengaruh

terhadap prestasi sekolah dan mutu lulusannya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu layanan pembelajaran antara lain:

1. Pengelolaan sarana/prasarana

2. Pengelolaan ketenagaan/guru

3. Hubungan sekolah dengan masyarakat/orang tua peserta didik

4. Kesiswaan

5. Keuangan

6. Kepemimpinan sekolah

7. Kurikulum

8. Kompetensi guru dan

9. Iklim sekolah

Namun karena keterbatasan dan kompleksnya dimensi mutu, dalam studi ini

fokus masalah dibatasi pada pengelolaan standar sarana/prasarana dan keuangan,

atau dengan istilah standar nasional pendidikan, yaitu standar sarana/prasarana

dan standar pembiayaan.

1.3. Rumusan masalah

1. Bagaimana kondisi existing SMP Negeri di kota Bandung dalam upaya

pencapaian standar sarana/prasarana dan pembiayaan

7
2. Bagaimana potensi dan kelemahan SMP se kota Bandung dalam pencapaian

standar sarana/prasarana dan pembiayaan

3. Bagaimana rancangan strategic planning pencapaian standar sarana/prasarana

dan pembiayaan

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui kondisi existing SMP Negeri di kota Bandung dalam

upaya pencapaian standar sarana/prasarana dan pembiayaan

2. Untuk menganalisis potensi dan kelemahan SMP se kota Bandung dalam

pencapaian standar sarana/prasarana dan pembiayaan

3. Untuk merancang strategic implementation pencapaian standar

sarana/prasarana dan pembiayaan

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Akademis

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan

pengembangan keilmuan manajemen pendidikan, khususnya dalam

manajemen mutu pendidikan.

2. Kegunaan Praktis

· Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi Kementerian

Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Kota Bandung, dan SMP dan

8
yang sederajat di Bandung khususnya dalam hal bagaimana

meningkatkan mutu pendidikan.

· Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi Kementrian

Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Kota Bandung, dan SMP dan

yang sederajat di Bandung khususnya dalam hal bagaimana

meningkatkan mutu pendidikan melalui pencapaian standar

sarana/prasarana dan pembiayaan.

1.5. Hipotesis Penelitian

“Implementasi Standar Sarana/prasarana dan Pembiayaan belum dilaksanakan

secara efektif sehingga pada tahun 2013 SMPN se kota Bandung belum siap

mencapai SSN”

1.6. Jadwal Penelitian

No Kegiatan Mei Juni Juli Agustus September Oktober


1 Pengajuan UP
2 Seminar UP
3 Bimbingan
4 Penelitian Lapangan
5 Pengolahan Hasil

Penelitian
6 Sidang Tesis

Anda mungkin juga menyukai