Anda di halaman 1dari 12

A.

JUDUL PERCOBAAN
Telaah Aktivitas Hiperurisemia Buah, Daun dan Kulit Batang Tanaman Kersen
(Muntingia calabura L.) secara In Vitro.

B. LATAR BELAKANG

Muntingia calabura L juga di kenal dengan nama Jamaican ceri merupakan


spesies dari genus Muntingia yang dapat tumbuh di sepanjang musim. Muntingia
calabura berasal dari benua Amerika yang memiliki iklim tropis, serta tersebar luas
di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Tumbuhan ini di Indonesia disebut kersen atau
talok, di daerah Jakarta dikenal dengan nama ceri, di Lumajang di kenal dengan nama
baleci, dan di daerah semarang dikenal dengan nama kresen.
Tanaman kersen biasa ditanam di taman, sepanjang tepi jalan untuk hiasan,
peneduh jalan dan tempat singgah burung. Selain itu, buahnya sering dikonsumsi
anak-anak, disukai burung, dan codot (kelelawar). Berdasarkan penapisan fitokimia,
tanaman kersen di identifikasi mengandung flavonoid, flavon, flavanon, flavan,
kalkon, dan biflavan sebagai bagian terbesar (Chen, 2004). Di Asia timur bunga
tanaman kersen telah lama di gunakan sebagai obat sakit kepala, dan obat flu (flavan).
Bunga tanaman kersen juga sering di gunakan sebagai obat anti tranquilizer, anti
histerik, antidispeptik, diaproretik dan anti spasmodik (Kaneda et all, 1991). Ekstrak
etanol daun kersen telah digunakan sebagai uji asam urat pada tikus putih. Dari uji
skrining juga telah dilaporkan bahwa senyawa flavonoid dari tanaman kersen
memiliki aktivitas sebagai obat penyakit jantung seperti stroke, penyakit pembuluh
arteri koroner, arterosklerosis, dan hipertensi (Shih et al., 2006).
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Veronika (2010), diketahui bahwa
ekstrak etanol daun kersen (Muntingia calabura L.) memiliki aktivitas
antihiperurikemia. Sementara itu telah diketahui bahwa, senyawa metabolit sekunder
di dalam tumbuhan terdistribusi di berbagai bagian seperti akar, batang, daun dan
buah. Namun kuantitas metabolit tersebut itu di tiap bagian tumbuhan berbeda. Oleh
karena itu menarik untuk dibandingkan aktivitas antihiperurikemia antar bagian
tumbuhan kersen.

C. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaporkan oleh Veronika (2010) bahwa
ekstrak etanol daun Muntingia calabura L mengandung senyawa metabolit sekunder
yang memiliki aktivitas antihiperurikemia, dan pada dasarnya senyawa metabolit
sekunder yang terdistribusi di daun relatif lebih sedikit di bandingkan dengan bagian
tumbuhan lainnya, untuk itu dilakukan penelitian terhadap daun, kulit batang, dan
buah daun kersen guna membuktikan kandungan metabolit sekunder pada bagian
tumbuhan kersen yang memiliki aktivitas antihiperurikemia lebih besar.

D. TUJUAN

1. Verifikasi khasiat tanaman kersen dalam menurunkan kadar asam urat.


2. Mengetahui bagian tumbuhan kersen yang paling berpotensi untuk
menurunkan kadar asam urat.

E. TINJAUAN PUSTAKA

E.1 Kersen (Muntingia calabur)


Muntingia calabura merupakan salah satu spesies dari Genus Muntingia yang
tumbuh selalu hijau sepanjang tahun. Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah dan
tersebar secara luas di daerah tropis benua Asia termasuk Malaysia. Muntingia
calabura L. dapat tumbuh hingga tinggi 7-10 meter dengan cabang-cabang melebar
secara horizontal. Bagian-bagian tanaman ini telah diketahui di gunakan sebagai
obat-obatan di daerah Asia Tenggara dan di bagian tropis benua Amerika (Keneda et
al., 1991 ; Nishimo et al., 1993 dalam Zakaria et al., 2010) . Tumbuhan ini kaya
senyawa flavonoid dengan jenis flavon, flavonon, flavan dan biflavon sebagai
kandungan yang penting, dan beberapa flavonoid menunjukkan aktifitas sitotoksik
(Chen et all., 2004).
Telah dilaporkan bahwa beberapa tipe senyawa flavonoid dan flavon telah
diisolasi dan diidentifikasi dari tanaman ini mempunyai aktivitas sebagai anti tumor
(Keneda et all., 1991 ; Su et al., 2003; Chen et al., 2004). Akar kersen telah
digunakan sebagai abortifacient di Malaysia. Bunga kersen telah biasa digunakan
untuk mengobati sakit kepala, antiseptik, antipasmodik, dan diaporetik. Cairan pada
bunga tanaman kersen di minum sebagai obat penenang (Kaneda et all., 1991).

1.a
1.b

Gambar (1.a) buah tumbuhan kersen dan, (1.b) daun dan bunga tumbuhan
kersn

Menurut Steenis, 1981 taksonomi tumbuhan kersen adalah sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malvales
Famili : Muntingiaceae
Genus : Muntingia L.
Spesies : Muntingia calabura L
Ekstrak larutan dari tanaman ini juga memiliki opiod-mediated antinociception
(Zakaria et al., 2007,). ekstrak daun kersen juga mempunyai sifat sebagai anti
peradangan dan anti piretik (Zakaria et al.,2007), aktivitas anti bakteri (Zakaria et al.,
2006) dan aktivitas anti staphilokokal ( Zakaria et al., 2007).

E.4 Asam Urat


Asam urat merupakan molekul kompleks dengan dua sistem cincin terkondensasi
yang disebut nukleus. Substansi hasil pemecahan purin atau produk sisa dalam tubuh
yang merupakan hasil dari katabolisme purin yang dibantu oleh enzim guanase dan
xanthine oxidase (Shamley, 2005).
Adapun jalur pembentukan asam urat dapat terjadi melalui tiga jalur, yaitu
sebagai berikut:
1) Sintesis purin de novo dan jalur penyelamatan.
2) Metabolisme DNA, RNA dan molekul yang terdapat dalam seperti ATP.
3) Pemecahan asam nukleat dari/diet makanan (Gaw et al, 2005).
Manusia mengubah nukleosida purin yang utama yaitu adenosin dan guanin
menjadi produk akhir asam urat yang diekskresikan keluar. Adenosin pertama-tama
mengalami deaminasi menjadi inosin oleh enzim adenosin deaminase. Fosforilase
ikatan N-glikosidat inosin dan guanosin, yang dikatalisis oleh enzim nukleosida purin
folilase, akan melepaskan senyawa ribose 1-fosfat dan basa purin. Hipoxanthine dan
guanin selanjutnya membentuk xanthine dalam reaksi yang dikatalisasi masing-
masing oleh enzim xanthine oksidase dan guanase. Kemudian xantin teroksidasi
menjadi asam urat dalam reaksi kedua yang dikatalisasi oleh enzim xanthine
oksidase. Dengan demikian, xanthine oksidase merupakan tempat yang essensial
untuk intervensi farmakologis pada penderita hiperurisemia dan penyakit gout
(Rodwell, 1997). Asam urat dapat di peroleh dari kotoran burung, primate, dan
reptilian. (Lehninger, 1982).
Adapun mekanisme reaksi dari pembentukan asam urat dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pembentukan Asam Urat dari Nukleosida Purin Melalui Basa Purin
Hipoxantin, Xantin dan Guanin (Rodwell, 1997)

E.5 Hiperurisemia
Hiperurisemia adalah suatu kondisi terjadinya peningkatan kadar asam urat serum
di atas nilai normal (Wortmann, 1998), dimana nilai normal asam urat dalam darah
untuk pria adalah 0,20-0,45 mMol/l dan wanita mempunyai kadar asam urat 10%
lebih rendah daripada pria yaitu 0,15-0,38 mMol/l (Tjay dan Raharja, 2002). Ada
beberapa hal yang dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah dan merupakan
faktor resiko terjadinya hiperurisemia. Faktor–faktor tersebut dapat dikelompokkan
menjadi tiga mekanisme, yaitu:
1) Peningkatan produksi asam urat
Hal ini terjadi karena faktor idiopatik primer, makanan yang kaya purin (banyak
mengandung protein), obesitas, alkohol, polisitemia vera, paget’s disease, proses
hemolitik, psoriasis.
2) Penurunan ekskresi asam urat
Penurunan ekskresi asam urat merupakan sebagian besar penyebab
hiperurisemia (hampir 90% kasus). Penyebabnya antara lain: idiopatik primer,
insufusiensi ginjal, ginjal polikistik, diabetes insipidus, hipertensi, asidosis, toksik
pada kehamilan, penggunaan obat–obatan seperti salisilat < 2 gram/hari, diuretik,
alkohol, levodopa, ethambutol, pirazinamid.
3) Kombinasi antara kedua mekanisme tersebut
Dapat terjadi pada defisiensi glukosa 6-fosfat, defisiensi fruktosa 1-fosfat
aldosi, konsumsi alkohol dan shock (Wortmann, 1998). Jika pada hiperurisemia
didapatkan hasil bentukan kristal asam urat, maka hiperurisemia dapat berkembang
menjadi gout (Gaw et al, 2005).

E.5.2 Diagnosis Hiperurusemia


Hiperurisemia tidak selalu tampak sebagai encok dan agak sering tidak
memperlihatkan sesuatu gejala luar. Hal demikian mempunyai resiko besar akan
kerusakan ginjal karena kristal–kristal urat sudah mengendap dijaringan kemih
urikosurik tanpa diketahui (Tjay dan Raharja, 2002). Dengan adanya kesulitan untuk
mengidentifikasi terjadinya pengendapan kristal urat, maka dapat dilakukan tiga
pemeriksaan, yaitu sebagai berikut:
1) Pemeriksaan laboratorium
Seseorang dikatakan menderita asam urat jika pemeriksaan laboratorium
menunjukkan kadar asam urat dalam darah diatas 7 mg/dl untuk pria dan 6 mg/dl
untuk wanita.
2) Pemeriksaan cairan sendi
Pemeriksaan cairan sendi dilakukan dibawah mikroskop. Untuk melihat adanya
kristal urat dalam monosodium urat (kristal MSU) dalam cairan sendi.
3) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologis digunakan untuk melihat proses yang terjadi dalam
sendi dan tulang serta untuk melihat proses pengapuran di dalam tophus (Utami,
2003).

E.5.3 Pengobatan Hiperurisemia


Tindakan umum pertama dianjurkan diet dengan pembatasan kalori, khususnya
bagi pasien gemuk atau overweight. Diet purin dengan hanya sedikit daging atau
ikan. Tetapi tanpa organ dalam, seperti otak, hati, ginjal. Tetapi kini diketahui bahwa
kebanyakan purin dibentuk dalam tubuh dan hanya sedikit berasal dari makanan. Bila
mungkin jangan menggunakan diuretika tiazid, dan hindari alkohol dan kopi (Tjay
dan Raharja, 2002).
Pengobatan pirai dapat juga dilakukan dengan meningkatkan ekskresi asam urat
melalui kemih atau dengan konversi xanthine dan hipoxanthine menjadi asam urat
(Katzung dan Trevor, 1994). Obat pilihan utama adalah allopurinol yang
menghambat sintesis urat, sehingga kadar urat dalam darah maupun dalam kemih
diturunkan. Bila obat ini memberikan efek samping yang tidak dapat diterima,
barulah digunakan urikosurika, khususnya probenezid dan sulfinpirazon, yang
memperbanyak ekskresi urat darah tetapi kadar urat dalam kemih tetap tinggi (Tjay
dan Raharja, 2002).

E.7 Xanthine oxidase


Xanthine oxidase yaitu suatu enzim flavoprotein yang mengandung molybdenum
dan besi, mengoksidasi hipoxanthine dan selanjutnya menjadi asam urat. Molekul
oksigen yang menjadi oksidan pada kedua reaksi itu direduksi menjadi H 2O2, yang
kemudian dipecah menjadi H2 dan O2 oleh katalase. Asam urat bentuk keto terdapat
dalam keadaan seimbang dengan bentuk enol, yang akan kehilangan sebuah proton
pada pH fisiologis untuk membentuk urat. Pada manusia urat merupakan hasil akhir
pemecahan purin dan diekskresikan melalui urin (Stryer, 2000).

F. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukakan dalam beberapa tahapan, tahap pertama adalah pembuatan
ekstrak etanol, dari buah, daun, dan kulit batang Muntingia calabura L. Tahap kedua
adalah karakterisasi ekstrak meliputi penentuan kadar air, kadar abu, kadar sari, serta
penapisan fitokimia. Tahap ke tiga adalah pengujian aktivitas anti hiperurisemia
ketiga ekstrak bagian tumbuhan kersen menggunakan enzim xanthine oxidase secara
In Vitro.

F.1 Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Diponegoro.
F.2 Alat dan Bahan
F.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan mikro pipet, kurs poselin, corong gelas, plat tetes,
Bunsen, corong pisah, gelas beker, tabung reaksi, gelas ukur, pipet ukur, botol vial,
rotary evaporator untuk ekstraksi atau pemekatan,

F.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah buah, daun, dan kulit batang tanaman kersen
(Muntingia calabura L.), aquades, kloroform, pereaksi Dragendorff, pereaksi Mayer,
serbuk Mg, FeCl3 1%, larutan gelaton, pereaksi Steasny, NaOH 1M, asam asetat
anhidrat, H2SO4 pekat, etanol, HCl, NH3, kertas saring Whatman 42, enzim xanthin
oksidase.

F.3 Variabel Penelitian


Pada penelitian ini di gunakan beberapa variable yaitu:
1. Variabel tetap: meliputi waktu ekstraksi, golongan pelarut, masa serbuk
sampel, kadar enzim xantin oksidase.
2. Variabel bebas: meliputi komposisi campuran ekstrak sampel.
3. Variabel yang dinilai: Aktivitas penghambatan kerja enzim xantin oksidase
dari setiap variasi sampel.

F.4 Prosedur Penelitian


F.4.1 Pembuatan ekstrak etanol dan air (Daun, Kulit Batang, dan Buah).
Simplisia diangin-anginkan pada suhu ruang selama 2 hari,dan simplisia kering
dijadikan serbuk menggunakanblender. Sebanyak 1 kg serbuk simplisia diekstraksi
menggunakan etanol (3 x 24 jam) secara maserasi. Filtrat etanol yang diperoleh di
evaporasi menggunakan rotavapor vakum pada suhu 40°C.
F.4.2 Karakterisasi Ekstrak
Ekstrak dikarakterisasi sesuai Materia Medika Indonesia (1997) meliputi
penentuan kadar air, kadar abu, kadar sari, serta penapisan fitokimia (alkaloid, tannin,
saponin, kuinon, flavonoid, dan steroid/ triterpenoid).

F.4.3 Uji Aktivitas Enzim Xantin Oksidase


Ketiga ekstrak yang telah dikarakterisasi ditentukan aktivitas antihiperurisemia
menurut metode yang dikembangkan oleh Zhu, et al.(2004). Sampel ekstrak,
pembanding (allopurinol) dalam DMSO 5% dibuat konsentrasi 0,01; 0,02; dan 0,2
μg/mL. Sampel ditambah 1 unit (10 μL) enzim xanthin oksidase, 40 μL EDTA dan
1750 μL larutan dapar fosfat (pH 7,8), dikocok selama 30 detik kemudian diinkubasi
selama 15 menit. Untuk larutan kontrol tanpa sampel uji. Kemudian tambahkan 100
μL xanthin 1,2 mM (xantin dilarutkan dalam dapar fosfat dikocok pelan-pelan dengan
pemanasan (shaker) sampai larut sempurna). Volume akhir adalah 2 mL. Penentuan
aktivitas bahan uji dalam meredam aktivitas xanthin oksidase dilakukkan
menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang 293 nm. Persen peredaman
xantin oksidase ditentukan dengan menentukan konsentrasi ekstrak yang dapat
menghambat kerja xantin oksidase sebanyak 50%. Persen peredaman xantin
oksidase yang diperoleh dihitung dari persamaan regresinya terhadap konsentrasi
larutan uji, mengikuti persamaan :

Y = aX + b

Dimana : Y = % peredaman xantin oksidase (absorbansi)

X = log konsentrasi larutan uji

Dari data hasil percobaan kemudian ditentukan IC50 yaitu konsentrasi inhibisi larutan
uji yang mampu meredam 50% enzim xanthin oksidase.
DAFTRA PUSTAKA

Chen, J.J. et all, 2004. Flavones and Cytotoxic Constituents from the Stem Bark of
Mutingia calabura. Department of Pharmacy, Tajen Institute of Technology,
Pingtung, Taiwan
Elion G.B., Kovensky A. dan Hitchings G.H., 1966, Metabolic studies of allopurinol
an inhibitor of xanthin oxidase. Biochem. Pharm, 15, 863-880
Farnsworth N.R., 1966, Biological and phtyochemical screening of plants, Pharm Sci,
55(3) : 245-264
Fields M., Charles G.L., dan Mark D.L., 1996, Allopurinol, an inhibitor of xanthine
oxidase, reduces uric acid levels and modifies the signs associated with
copper deficiency in rats fed fructose, Free Radical Biol & Med, 20(4) : 595-
600
GAW, Allan et.al. 2005. Clinical biochemistry: an illustrated colour text. ed.3
Edinburgh Churchill : Livingstone
Kaneda, Norito et all. 1991. Plan Anticancer Agents, XLVIII, New Cytotoxic
Flavonoids from Muntingia Calabura Roots. Department of Chemistry,
Faculty of Science, Mahidol University : Bangkok, thailand
Kong L.d., Zhang Y., Pan X., Tan R.X., dan Cheng C.H.K., 2000, Inhibition of
xanthine oxidase by liquiritigenin and isoliquiritigenin isolated from
Sinofranchetia chinensis, Cell Mol. Life Sci., 57: 500-505.
Osada Y., Tsuchimoto M., Fukushima H., Takahshi K., Kondo S., Hasegawa M., dan
Komoriya K., 1993. Hypouricemic effect of the novel xanthine oxidase
inhibitor, TEI-6720, in roddents, Europ Journal of Pharm. 241 : 183-188
Rodwell, V.W. 1997. Metabolisme Nukleotida Purin dan Pirimidin, dalam Murray R.
K., Granner, D. K., Mayer, P. A., dan Rodwell, V. W. Biokimia Harper, Edisi
24, 339-426, diterjemahkan oleh Hartono, A., penerbit Buku Kedokteran EGC
: Jakarta.
Shamley. D. 2005, Pathophysiology an Essential Text for the Allied Health
Professions, 198-414. Elsevier Limited : USA.
Shih, et all. 2006. Activation of Nitric Oxide Signaling Pathway Mediates
Hypotensive Effect of Mutingia calbura L. (Tiliaceae) Leaf Extract.
Department of Pharmacy and Graduate Institute of Pharmaceutical
Technology Graduate Institute of Pharmaceutical Technology, Tajen
University : Taiwan.
Steenis, CGGJ van. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. Pradnya Paramita,
Jakarta.
Stryer, Lubert. 2000. Biokimia. Edisi IV, Volume 2. EGC: Jakarta
Su et al. 2003. Activity-guided Isolation of the Chemical Constituents of Muntingia
calabura Using a Quinone Reductase Induction Assay. Elsevier Science, 63
(3) : 335-341
Sulistyowati, Veronika Y. 2010. http://digilab.uns.ac.id//abstrak_11917_efek-
pemberian-ekstrak-etanol-daun-talok-(muntingia calabura l)-terhadap-kadar-
asam-urat-serum-tikus-putih-(ratus norvegicus L.)-galur-wistar hiperurikemia.
html.
Tjay, T.H dan Rahardja, K. 2002. Obat-Obat Penting, Edisi 5. PT. Elex Media
Komputindo : Jakarta.  
Utami, Prapti dan Tim Lentera. 2003. Tanaman Obat Untuk Mengatasi Diabetes
Mellitus. Agro Media Pustaka : Jakarta
Wortmann, R. L. 1998. Gout and Other Disorder of Purin Metabolism, Dalam
Principle’s Of Internal Medicine. Edisi XIV, Mc Graw-Hill Companies, USA,
2158-2166,
Zakaria et all. 2006. The In Vitro Antimicrobial Activity of Mutingia Calabura
Extracts. School of Biotechnology and Life Science : University industry
Selangor, Malaysia.
Zakaria et all. 2007. Antinociceptive, anti-inflammatory and antipyretic effects of
Muntingia calabura aqueous extract in animal models. The Japanese Society
of Pharmacognosy and Springer
Zakaria et all. 2010. In vitro antimicrobial activity of Mutingia calabura extracts and
fraction, Faculty of Medicine and Health Sciences : Universiti Putra Malaysia,
43400 UPM Serdang, Selangor, Malaysia.
Zhu, J.X., Ying W, Ling, D.K., Cheng Y, dan Xin Z, 2004, Effects of Biota
orientalis extract and its flavonoid constituents, quercetin and rutin on serum
uric acid levels in oxonate-induced mice and xanthine dehydrogenase and
xanthine oxidase activities in mouse liver, J. Ethno pharm, 93:133-140.

Anda mungkin juga menyukai