Anda di halaman 1dari 12

c c

 
 c  
  

  
c 

Sampai detik ini sejumlah masalah masih mengidap di tubuh bangsa ini. Di bidang
Politik, hukum dan keamanan, bangsa kita adalah raksasa rapuh. Rumah bangsa ini tidak
punya pagar. Kapal-kapal asing bebas keluar masuk menjarah ikan di perut laut
pedalaman. Bahkan negara tetangga tanpa rasa takut memindahkan patok-patok batas
negara. Maklum, peralatan perang tentara kita lawas. Sementara, budaya koruptif begitu
akut dan sistemik ada di seluruh struktur urusan publik.

Di sektor Kesra, sejumlah borok bangsa masih belum hilang: Angka kemiskinan tinggi.
Pendidikan dan kesehatan mahal. Anak-anak busung lapar belum hilang dari angka
statistik. Untuk urusan bencana, begitu lambat penanganannya. Ini adalah wujud
minimnya rasa empati negara terhadap kesengsaraan rakyatnya. Belum lagi konflik
horizontal, baik yang bermotif sara ataupun bermotif ekonomi. Ini pertanda negara tidak
hadir di saat rakyat membutuhkan sebagai lembaga yang memiliki otoritas mengatur
ketertiban.

2.  

Masyarakat berkali-kali kecewa. Mereka membutuhkan tipe kepemimpinan baru, yaitu


kepemimpinan dari lapisan generasi muda. Ada tiga karakter pemimpin yang diharapkan
masyarakat: pertama, perencana. Masyarakat membutuhkan sosok pemimpin yang
memiliki kapasitas intelektual memadai dan menguasai kondisi makro nasional dari
berbagai aspek, sehingga dapat menjaga visi perubahan yang dicitakan bersama.

Kedua, Pelayanan. Masyarakat rindu figur pemimpin yang seorang pekerja tekun dan
taat pada proses perencanaan yang sudah disepakati sebagai konsensus nasional,
menguasai detil masalah kunci kebangsaan dan mampu melibatkan semua elemen yang
kompeten dalam tim kerja yang solid.

Ketiga, Pembina. Masyarakat berharap pemimpin menjadi tonggak pemikiran yang


kokoh dan menjadi rujukan semua pihak dalam pemecahan masalah bangsa, yang setia
dengan nilai-nilai dasar bangsa dan menjadi teladan bagi kehidupan masyarakat secara
konprehensif.

Untuk menumbuhkan tipe kepemimpinan baru, dibutuhkan proses belajar yang


berkelanjutan dalam berbagai dimensi. Pertama, dimensi belajar untuk menginternalisasi
dan mempraktikan nilai-nilai baru yang sangat dibutuhkan bagi perubahan kondisi
bangsa sehingga membentuk karakter dan pola perilaku yang positif sebagai penggerak
perubahan.

Kedua, belajar untuk menyaring dan menolak nilai-nilai buruk yang diwarisi dari sejarah
lama maupun yang datang dari dunia kontemporer agar tetap terjaga karakter yang
otentik dan perilaku yang genuine. Ketiga, belajar untuk menggali dan menemukan serta
merevitalisasi nilai-nilai lama yang masih tetap relevan dengan tantangan masa kini,
bahkan menjadi nilai dasar bagi pengembangan masa depan.

Namun kepemimpinan baru bukanlah proyek trial and error. Melainkan upaya
pengembangan potensi dengan dihadapkan pada kenyataan aktual. Krisis ekonomi-
politik yang masih terus berlanjut menuntut tokoh yang kompeten di bidangnya dan
memiliki visi yang jauh untuk menyelamatkan bangsa dari keterpurukan. Bencana alam
dan sosial yang terjadi silih berganti menegaskan perlu hadir tokoh yang peka dan cepat
tanggap terhadap penderitaan rakyat serta berempati dengan nasib mayoritas korban.
Ketiga, tantangan lintas negara di era informasi membutuhkan urgen kesadaran akan
masalah-masalah dunia yang mempengaruhi kondisi nasional dan jaringan yang luas
dalam memanfaatkan sumber daya. Keempat, goncangan dalam kehidupan pribadi dan
sosial mensyaratkan adanya kemantapan emosional dan spiritual dari setiap pemimpin
dalam mengatasi problema diri, keluarga, dan bangsanya.

Tipe pemimpin baru seperti ini bukan hanya dibutuhkan segera di pentas nasional. Tapi,
juga di tingkat lokal. Karena itu, bangsa ini membutuhkan secara masif proses
pengkaderan (baca: sekolah kepemimpinan) yang outputnya bisa diuji di tingkat regional
bahkan global. Indonesia tidak mungkin memainkan peranan di arena antar bangsa tanpa
anak-anak bangsa yang memiliki kualitas kepemimpinan yang baik.
c c

        

       


 

      

Kepemimpinan itu wajib ada, baik secara syar¶i ataupun secara µaqli. Adapun secara
syar¶i misalnya tersirat dari firman Allah tentang doa orang-orang yang selamat (
Ñ Ñ    !    Ñ Ñ ) å    
  

 

  
  [QS Al-Furqan : 74]. Demikian pula firman Allah ( " ÑÑ#$ 
%  & $ Ñ   $  &Ñ Ñ #$ è ) å          
  
 [QS An-Nisaa¶ : 59]. Rasulullah saw
bersabda dalam sebuah hadits yang sangat terkenal : ³Setiap dari kalian adalah
pemimpin, dan setiap dari kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya´. Terdapat pula
sebuah hadits yang menyatakan wajibnya menunjuk seorang pemimpin perjalanan
diantara tiga orang yang melakukan suatu perjalanan. Adapun secara µaqli, suatu tatanan
tanpa kepemimpinan pasti akan rusak dan porak poranda.

2. ' 

Karena seorang pemimpin merupakan khalifah (pengganti) Allah di muka bumi, maka
dia harus bisa berfungsi sebagai kepanjangan tangan-Nya. Allah merupakan Rabb
semesta alam, yang berarti dzat yang men-tarbiyah seluruh alam. Tarbiyah berarti
menumbuhkembangkan menuju kepada kondisi yang lebih baik sekaligus memelihara
yang sudah baik. Karena Allah men-tarbiyah seluruh alam, maka seorang pemimpin
harus bisa menjadi wasilah bagi tarbiyah Allah tersebut terhadap segenap yang ada di
bumi. Jadi, seorang pemimpin harus bisa menjadi
  bagi kehidupan di bumi.

Karena tarbiyah adalah pemeliharaan dan peningkatan, maka


  (yang men-
tarbiyah) harus benar-benar memahami hakikat dari segala sesuatu yang menjadi obyek
tarbiyah (
 , yakni alam). Pemahaman terhadap hakikat alam ini tidak lain
adalah ilmu dan hikmah yang berasal dari Allah. Pemahaman terhadap hakikatalam
sebetulnya merupakan pemahaman (
) terhadap Allah, karena Allah tidak bisa
dipahami melalui dzat-Nya dan hanya bisa dipahami melalui ayat-ayat-Nya.
Kesimpulannya, seorang pemimpin haruslah seseorang yang benar-benar mengenal
Allah, yang pengenalan itu akan tercapai apabila dia memahami dengan baik ayat-ayat
Allah yang terucap (Al-Qur¶an) dan ayat-ayat-Nya yang tercipta (alam).

Bekal pemahaman (ilmu dan hikmah) bagi seorang pemimpin merupakan bekal paling
esensial yang mesti ada. Bekal ini bersifat , yang karenanya membutuhkan 
agar bisa berdaya. Ibn Taimiyyah menyebut  ini sebagai  yang
bentuknya bisa beragam sesuai dengan kebutuhan. Dari sini bisa disimpulkan bahwa
seorang pemimpin harus memiliki dua kriteria: !
dan.

Yang dimaksud dengan !


(ilmu) tidaklah hanya terbatas pada  
(wawasan). Wawasan hanyalah sarana menuju ilmu. Ilmu pada dasarnya adalah rasa
takut kepada Allah. Karena itulah Allah berfirman "  
 
#  
$%&' ()*& Ibnu Mas¶ud pun
mengatakan + 
    
 
   & Namun bagaimana rasa takut itu bisa muncul ? Tentu saja rasa
itu muncul sesudah mengenal-Nya, mengenal keperkasaan-Nya, mengenal kepedihan
siksa-Nya. Jadi ilmu itu tidak lain adalah
 kepada Allah. Dengan mengenal
Allah, akan muncul integritas pribadi (!
) pada diri seseorang,
yang biasa pula diistilahkan sebagai taqwa. Dari sini, dua kriteria pemimpin diatas bisa
pula dibahasakan sebagai !
 (integritas pribadi) dan .

Selanjutnya, marilah kita tengok bagaimanakah kriteria para penguasa yang digambarkan
oleh Allah dalam Al-Qur¶an. Dalam hal ini kita akan mengamati sosok Raja Thalut $%&
+ (),- Nabi Yusuf $%&" ()) Nabi Dawud dan Sulaiman  (
-. $%#
(/0&

Raja Thalut:

å%     

     

 M   
  M     $%&+ (
),-&

Nabi Yusuf:
å  "      1


  M
$%&" ())&

Nabi Dawud dan Sulaiman:

å21
  


 
  
    
%
&    %
  1
   M
$%& (-.&

å   1


  

  %
$%&
#
(/0&

Thalut merupakan seorang raja yang shalih. Allah telah memberikan kepadanya
kelebihan ilmu dan fisik. Kelebihan ilmu disini merupakan kriteria pertama (!
),
sementara kelebihan fisik merupakan kriteria kedua ().  disini
berwujud kekuatan fisik karena wujud itulah yang paling dibutuhkan saat itu, karena
latar yang ada adalah latar perang.

Yusuf, Dawud, dan Sulaiman merupakan para penguasa yang juga nabi. Masing-masing
dari mereka telah dianugerahi 
dan !
. Dari sini kita memahami bahwa bekal
mereka ialah kedua hal tersebut. Apakah 
dan !
itu ?

3
berarti jelas dalam melihat yang samar-samar dan bisa melihat segala sesuatu
sampai kepada hakikatnya, sehingga bisa memutuskan untuk meletakkan segala sesuatu
pada tempatnya (porsinya). Atas dasar ini, secara sederhana 
biasa diartikan sebagai
pemutusan perkara (pengadilan,  ). Adanya 
pada diri Dawud, Sulaiman,
dan Yusuf merupakan kriteria , yang berarti bahwa mereka memiliki
kepiawaian dalam memutuskan perkara (perselisihan) secara cemerlang.  pada
diri mereka berwujud dalam bentuk ini karena pada saat itu aspek inilah yang sangat
dibutuhkan.

Disamping  
sebagai kriteria kedua (), ketiga orang tersebut juga
memiliki bekal !
sebagai kriteria pertama (!
). Jadi, lengkaplah sudah kriteria
kepemimpinan pada diri mereka.
Pada dasarnya, kriteria-kriteria penguasa yang dikemukakan oleh para ulama bermuara
pada dua kriteria asasi diatas. Meskipun demikian, sebagian ulama terkadang
menambahkan beberapa kriteria (yang sepintas lalu berbeda atau jauh dari dua kriteria
asasi diatas), dengan argumentasi mereka masing-masing. Namun, jika kita berusaha
memahami hakikat dari kriteria-kriteria tambahan tersebut, niscaya kita dapati bahwa
semua itu pun tetap bermuara pada dua kriteria asasi diatas.

ß  '  

Bahwa jabatan dalam Islam memiliki kedudukan yang tinggi guna dapat mengemban
misi yang sangat besar dalam melayani bangsanya, Nabi saw bersabda:

Ϫ˶ Α˶ ϰ˴ϘΘ˴˷ϳ˵ϭ˴ Ϫ˶ ΋˶ ΍˴έϭ˴ ˸Ϧϣ˶ Ϟ


˵ Η˴ Ύ˴Ϙϳ˵ ˲ΔϨ˴˷Ο
˵ ˵èΎ˴ϣΈ˶ ˸ϟ΍ Ύ˴Ϥϧ˴˷·˶

å% 

       


  & (Muttafaqun alaih)

Seorang pemimpin yang adil Umar bin Al-Khattab dalam suratnya kepada para
pemimpin rakyat setelah itu pernah berkata:

ϋ
˶ έ˴ Ϫ˶ Α˶ ˸Ζϴ˴ Ϙ˶ η
˴ ˸Ϧϣ˴ Γ˶ ϻ
˴ Ϯ˵ ˸ϟ΍ ϰ˴Ϙ˸η΃˴ ϥ
˴˷ ·˶ϭ˴ ˬ˵ϪΘ˴˷ ϴ˶ ϋ
˴ έ˴ Ϫ˶ Α˶ ˸ΕΪ˴ ό˶ γ
˴ ˸Ϧϣ˴ Γ˶ ϻ
˴ Ϯ˵ ˸ϟ΍ Ϊ˴ ό˴ ˸γ΃˴ ˷ϥ
˴ Έ˶ ϓ˴ ˬ˵Ϊ˸όΑ˴ Ύ˷ϣ˴ ΃˴ Ϫ˵ Θ˴ ϴ˴˷

å%      



   

 


    


4  


  

Dengan timbangan ini dapat diukur kadar seorang pemimpin, memahami rakyatnya dan
terdistibusi dengan baik kesejahterannya, dan dipahami oleh seluruh umat. Maka dari itu,
saat ini seluruh bangsa dan umat meyadari bahwa kegagalan pemimpin adalah masalah
kronis dan menjadi penykit kambuhan, setelah tampak bencana yang terjadi di tangan
para pemimpin sebelumnya dengan mengadakan berbagai konferensi, seminar dan
pertemuan, yang hanya berakibat penghukuman dan kecaman atas mereka.

Inilah yang membuat musuh bangsa tidak takut atas kejahatan yang mereka lakukan,
tidak peduli dengan apapun sekalipun rakyat telah merasa bosan dan lelah dengan
metode menyerah dan merasa kalah, yang terus dilakukan oleh penguasa dan pemimpin
dalam menghadapi dominasi, pendudukan atau pengepungan, atau bahkan dalam usaha
menghentikan arogansi dan penistaan para penjajah terhadap tempat-tempat suci umat
Islam. Sampai kapan para pemimpin sadar untuk segera dan amanah dalam menunaikan
tugas dan peran mereka?

Sampai kapan mereka mau menyadari bahwa tindakan kongkrit dan nyata yang dituntut
dan sangat dibutuhkan dari mereka adalah: manjalin Solidaritas dan gotong royong serta
persatuan, meninggalkan sengketa dan perpecahan yang merobek kekuatan mereka,
sementara seruan Allah sangatlah jelas seperti dalam firman-Nya:

μ
˶ Θ˴ ˸ϋ΍˴ϭ Ϧ
˴ ˸ϴΑ˴ ϒ
˴ ϟ˴˷΄˴ ϓ˴ ˯˱ ΍˴Ϊ˸ϋ΃˴ ˸ϢΘ˵˸Ϩϛ˵ ˸Ϋ·˶ ˸ϢϜ˵ ˸ϴϠ˴ϋ
˴ Ϳ
˶ ΍ Δ˴ Ϥ˴ ˸όϧ˶ ΍ϭ˵ήϛ˵ ˸Ϋ΍˴ϭ ΍Ϯ˵ϗή˴˷ ϔ˴ Η˴ ϻ˴ϭ Ύ˱όϴ˶ϤΟ
˴ Ϳ
˶ ΍Ϟ
˶ ˸ΒΤ
˴ Α˶ ΍Ϯ˵Ϥ Ύ˱ϧ΍˴Ϯ˸Χ·˶ Ϫ˶ Θ˶ Ϥ˴ ˸όϨ˶ Α˶ ˸ϢΘ˵˸ΤΒ˴ ˸λ΄˴ ϓ˴ ˸ϢϜ˵ Α˶ Ϯ˵Ϡϗ˵

å    



 
  

4    
  
 
 
 
5   
  
   2 

   
 
 

 
   & (Ali-Imran: 103).

Dalam konsep kepemimpinan Islam, seorang pemimpin harus selalu meneladani


kepemimpinan Rasulullah SAW yakni keteladanan yang baik. Sebagai pemimpin umat
maka sang pemimpin juga harus seorang yang taat menjalankan perintah Allah, dan
selalu meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dilarang-Nya. Tipe atau figur seorang
pemimpin menurut Islam harus memiliki beberapa sifat antara lain:

1. Memiliki sifat jujur, adil dan amanah.


2. Selalu dalam keadaan istiqamah. Artinya, teguh pendirian dalam mempertahankan
kebenaran. Tidak tergoda oleh berbagai godaan yang akan menjerumuskannya ke lemah
maksiat.
3. Bersikap bijaksana dan berpandangan luas dalam mengatasi berbagai persoalan yang
dihadapi.
4. Memiliki integritas kepribadian yang kuat, ditopang oleh kecakapan dan memiliki
ilmu yang luas.
5. Mengutamakan kepentingan umat (rakyat) di atas kepentingan pribadi dan golongan
serta memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang diembannya.
6. Dalam bertugas pemimpin itu harus ikhlas dan bersih dari hal-hal yang ingin mencari
popularitas. Memiliki sifat terbuka dan jauh dari sifat otoriter.
X  
 '(') 

Dalam pemilihan seorang pemimpin atau khalifah, ada tiga golongan manusia yang
terlibat:

1. Calon Khalifah yang memenuhi syarat


2. Anggota pemilih yang disebut µ
 *+ , *-.µ
3. Serta orang Muslim kebanyakan

Syarat-syarat menjadi anggota µAhl al-Hal wa al-¶aqd¶ agar layak memilih ketua
negara adalah:

1. Adil, sebagaimana sifat adil yang diperlukan pada Khalifah.


2. Berilmu, yaitu memiliki ilmu yang membuatnya mampu menilai calon yang layak
memegang jabatan ketua negara.
3. Bijaksana, yaitu mampu memilih calon yang terbaik untuk kebaikan dan
kemaslahatan umat.

Tugas anggota µAhl al-Hal wa al-¶aqd¶ adalah memilih dan menentukan calon yang
layak untuk jabatan ketua negara. Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah
anggota pemilih tersebut.

1. Tidak sah menjadi calon ketua negara apabila tidak disetujui oleh semua anggota
pemilih dari setiap negeri. Alasannya supaya persetujuan tersebut berlaku secara
keseluruhan dan penyerahan kekuasaan kepada calon pemimpin tersebut berlaku
secara ijmak. Namun pendapat ini bertentangan dengan kasus pemilihan Khalifah
Abu Bakar, dimana beliau telah dipilih oleh anggota yang hadir saja.
2. Jumlah minimum anggota pemilih adalah lima orang dan semuanya setuju dengan
pemilihan tersebut. Atau hanya seorang saja yang membuat pilihan, sedangkan
yang lainnya tinggal bersetuju dengan pilihan orang pertama.
3. Pemilihan dilakukan oleh tiga anggota saja, dimana seorang akan memilih dan
yang lainnya tinggal menyetujui saja. Mereka dianggap sebagai seorang Hakim
dan dua orang saksi.
4. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa pemilihan calon khalifah cukup
dibuat oleh satu orang saja.
Setelah anggota pemilihan memilih calon-calon pemimpin, maka diperlukan persetujuan
terbuka dari mayoritas umat. Kalau ini tidak dilakukan maka akan menyebabkan
kekacauan dalam masyarakat.

  c 

 c 

Pada masa awal Islam, tujuan religius menjadi fokus. Diplomasi adalah untuk
mengajak kaum di luar Islam untuk memeluk Islam, beriman kepada Allah SWT dan
Rasul-Nya. Sedangkan, karakteristik kedua, lebih bersifat politis. Pada masa
pemerintahan Islam banyak ekspedisi dan perluasan wilayah.

Mereka harus berhubungan dengan banyak negara dan peradaban lain. Diplomasi
dibutuhkan untuk memperkuat aliansi, pertukaran pengetahuan, perdagangan, dan
perdamaian.

½ /c 

Ύ˴ϳ Ύ˴Ϭϳ͊΃˴ Ϧ
˴ ϳ˶άϟ͉΍ ΍Ϯ˵Ϩϣ˴ ΁ ΍˴Ϋ·˶ ˸ϢΘ˵ϴ˶Ϙϟ˴ Δ˱ Ό˴ ϓ˶ ΍Ϯ˵ΘΒ˵˸ΛΎ˴ϓ ΍ϭ˵ήϛ˵ ˸Ϋ΍˴ϭ Ϫ˴ Ϡ͉ϟ΍ ΍˱ήϴ˶Μϛ˴ ˸ϢϜ˵ Ϡ͉ό˴ ϟ͉ ϥ
˴ Ϯ˵ΤϠ˶˸ϔΗ˵ (˽˾) ΍Ϯ˵όϴ˶σ΃˴ϭ˴ Ϫ˴ Ϡ͉ϟ΍ Ϫ˵ ϟ˴Ϯ˵γέ˴ ϭ˴ Ύ˴ϟϭ˴ ΍Ϯ˵ϋί˴ Ύ˴ϨΗ˴
΍Ϯ˵Ϡθ
˴ ˸ϔΘ˴ ϓ˴ ΐ
˴ ϫ˴ ˸άΗ˴ ϭ˴ ˸ϢϜ˵ Τ
˵ ϳ˶έ ΍ϭ˵ήΒ˶ ˸λ΍˴ϭ ͉ϥ·˶ Ϫ˴ Ϡ͉ϟ΍ ϊ˴ ϣ˴ Ϧ
˴ ϳ˶ήΑ˶ Ύ͉μϟ΍ (˽˿) Ύ˴ϟϭ˴ ΍Ϯ˵ϧϮ˵ϜΗ˴ ˴Ϧϳ˶άϟ͉Ύ˴ϛ ΍Ϯ˵Οή˴ Χ
˴ Ϧ˶ϣ Ϣ˶ϫέ˶ Ύ˴ϳΩ˶ ΍˱ήτ
˴ Α˴ ˯˴ Ύ˴΋έ˶ ϭ˴
α
˶ Ύ͉Ϩϟ΍ ϥ
˴ ϭ͊Ϊμ
˵ ϳ˴ ϭ˴ Ϧ˴ϋ Ϟ
˶ ϴ˶Βγ
˴ Ϫ˶ Ϡ͉ϟ΍ Ϫ˵ Ϡ͉ϟ΍˴ϭ Ύ˴ϤΑ˶ ϥ
˴ Ϯ˵ϠϤ˴ ˸όϳ˴ ˲ςϴ˶Τϣ˵ (˽̀)
å3 
  


 
   

   
  
    

&      # 
   
  
  

   
& 
         &  


   
  
  
 6 
  
 
 & 
 

  &$&%&(
,0,-
Islam membolehkan umatnya untuk maju berperang&66  7   
     
    
     2  

 &"
   
 

    
  
  6 
   6&66 (QS All-Hajj [22]: 39-40).
Alquran juga mengimbau agar umat Muslim tidak melakukan penyerangan terlebih
dahulu, karena tindakan itu mengakibatkan permusuhan yang panjang. Ada etika
perang yang harus dijaga oleh umat Islam. Allah berfirman, 66   
 


  


  
    
 

  &66
(QS Al-Baqarah [2]: 190).Tidak hanya berhenti di situ. Alquran juga menekankan
supaya umat Islam memberikan maaf dan ampunan, bahkan ketika perang.
berkecamuk. Jika pihak musuh meminta damai, umat Islam dianjurkan meletakkan
senjata. Prinsip yang ditekankan Alquran adalah bahwa menyelesaikan masalah
sebaiknya dengan duduk bersama dan saling menghormati. Allah berfirman dalam
surat Al-Hajj ayat 38. ''Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah
beriman.

Kajian Al - QuranTentang Harta Rampasan Perang

Al-Anfal 8:69
2
  
    

  

       8   


2 9 
2 9 & 

Al-Fath 48:20
 
 
 
  


 
  # 
 
 
 

 

 


 # 

  



 

 
 &

Al-Hashr 59:6
  
     #
 
  



   
    

  
  #    #&  2 1 
   &
 0 

Sebuah negara bisa berdiri apabila ia memiliki wilayah, rakyat, dan pemimpin
bagi rakyat tersebut. Hubungan antara rakyat dan pemimpin terwujud dalam
aturan-aturan yang sering disebut sebagai undang-undang.

Negara Islam merupakan negara yang didirikan atas dasar keyakinan (aqidah),
bukan atas dasar letak geografis, etnis, ataupun aspek-aspek alam lainnya. Karena
itu, Negara Islam bersifat universal (dan karenanya multietnis).

Khilafah Islam (Negara Islam), meskipun bersifat universal !


), tidaklah
harus berwilayahkan seluruh penjuru bumi, untuk bisa disebut sebagai sebuah
negara (Islam). Negara Madinah pun hanya memiliki wilayah yang tidak terlalu
luas, namun toh sudah bisa disebut sebagai sebuah negara Islam, bahkan sebuah
negara ideal. Yang terpenting adalah bahwa wilayah tersebut dikuasai oleh satu
payung kekuasaan. Satu wilayah tidak boleh dikuasai oleh lebih dari satu payung
kekuasaan yang sama tinggi.

Aturan atau undang-undang merupakan unsur yang mesti ada dalam suatu negara.
Undang-undang akan mengatur hubungan antar individu untuk mencapai keadilan
dan kemaslahatan bersama. Tanpa undang-undang, pola hidup manusia tidak akan
berbeda dengan pola hidup hewan. Padahal, manusia diciptakan dengan berbagai
kelebihannya adalah untuk menjadi manusia, dan bukan untuk menjadi hewan.

 
c c

 )   
     

Di dalam Al Qur¶an surah An Nisaa ayat 59, Allah SWT berfirman:

"  ( å:    


           #

&

Di dalam redaksi surah An-Nisaa ayat 59 tersebut, sebelum kata Allah dan Rasul-Nya
didahului kata µathi¶u yang berarti taatilah, sedangkan sebelum kata ulil amri tidak
disebutkan kata µathi¶u. Menurut para mufassir itu merupakan isyarat bahwa ketaatan
kepada ulil amri itu sangat ditentukan oleh bagaimana ketaatan pemimpin itu kepada
Allah SWT dan RasulNya. Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya bersifat mutlaqoh
(tanpa syarat), sedangkan ketaatan kepada ulil amri bersifat muqayyadoh (bersyarat).
Pada masalah yang sama Rasulullah SAW menetapkan sebuah kaidah ketaatan, dalam
sabdanya: ³la tha¶atan lil makhluqin fi ma¶shiyatil Khaliq´, artinya tiada ketaatan kepada
makhluk dalam bermaksiat kepada Khaliq (Allah SWT).

Dan di dalam hadist yang lain Rasulullah SAW bersabda: µ¶Tidak halal (dibenarkan) bagi
tiga orang muslim yang berdiam di suatu tempat, kecuali apabila mereka memilih dan
mengangkat salah satu di antara mereka sebagai pemimpin.¶¶ (HR Abu Daud).

Dari ayat dan kedua hadist tersebut jelas bahwa memilih pemimpin adalah kewajiban
agama yang tidak boleh diabaikan, dan partisipasi umat Islam dalam memilih pemimpin
merupakan bagian dari ibadah kepada Allah yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat
kelak.

Anda mungkin juga menyukai