Anda di halaman 1dari 11

c 

Alkisah tersebutlah sebuah cerita, di daerah Kampar, Riau, pada zaman


dahulu hiduplah si Lancang dengan ibunya. Mereka hidup dengan sangat miskin.
Mereka berdua bekerja sebagai petani.
Untuk memperbaiki hidupnya, maka Si Lancang berniat merantau. Pada suatu
hari ia meminta ijin pada ibu dan guru ngajinya. Ibunya pun berpesan agar di rantau
orang kelak Si Lancang selalu ingat pada ibu dan kampung halamannya. Ibunya
berpesan agar Si Lancang jangan menjadi anak yang durhaka.
Si Lancang pun berjanji pada ibunya tersebut. Ibunya menjadi terharu saat Si
Lancang menyembah lututnya untuk minta berkah. Ibunya membekalinya sebungkus
V 
, kue kegemaran Si Lancang.
Setelah bertahun-tahun merantau, ternyata Si Lancang sangat beruntung. Ia
menjadi saudagar yang kaya raya. Ia memiliki berpuluh-puluh buah kapal dagang.
Dikhabarkan ia pun mempunyai tujuh orang istri. Mereka semua berasal dari keluarga
saudagar yang kaya. Sedangkan ibunya, masih tinggal di Kampar dalam keadaan
yang sangat miskin.
Pada suatu hari, Si Lancang berlayar ke Andalas. Dalam pelayaran itu ia
membawa ke tujuh isterinya. Bersama mereka dibawa pula perbekalan mewah dan
alat-alat hiburan berupa musik. Ketika merapat di Kampar, alat-alat musik itu
dibunyikan riuh rendah. Sementara itu kain sutra dan aneka hiasan emas dan perak
digelar. Semuanya itu disiapkan untuk menambah kesan kemewahan dan kekayaan Si
Lancang.
Berita kedatangan Si Lancang didengar oleh ibunya. Dengan perasaan terharu,
ia bergegas untuk menyambut kedatangan anak satu-satunya tersebut. Karena
miskinnya, ia hanya mengenakan kain selendang tua, sarung usang dan kebaya penuh
tambalan. Dengan memberanikan diri dia naik ke geladak kapal mewahnya Si
Lancang.
Begitu menyatakan bahwa dirinya adalah ibunya Si Lancang, tidak ada
seorang kelasi pun yang mempercayainya. Dengan kasarnya ia mengusir ibu tua
tersebut. Tetapi perempuan itu tidak mau beranjak. Ia ngotot minta untuk
dipertemukan dengan anaknya Si Lancang. Situasi itu menimbulkan keributan.
Mendengar kegaduhan di atas geladak, Si Lancang dengan diiringi oleh
ketujuh istrinya mendatangi tempat itu. Betapa terkejutnya ia ketika menyaksikan
bahwa perempuan compang camping yang diusir itu adalah ibunya. Ibu si Lancang
pun berkata, ³Engkau Lancang « anakku! Oh « betapa rindunya hati emak padamu.
Mendengar sapaan itu, dengan congkaknya Lancang menepis. Anak durhaka inipun
berteriak, ³mana mungkin aku mempunyai ibu perempuan miskin seperti kamu.
Kelasi! usir perempuan gila ini.´
Ibu yang malang ini akhirnya pulang dengan perasaan hancur. Sesampainya di
rumah, lalu ia mengambil pusaka miliknya. Pusaka itu berupa lesung penumbuk padi
dan sebuah nyiru. Sambil berdoa, lesung itu diputar-putarnya dan dikibas-
kibaskannya nyiru pusakanya. Ia pun berkata, ³ya Tuhanku « hukumlah si Anak
durhaka itu.´
Dalam sekejap, turunlah badai topan. Badai tersebut berhembus sangat
dahsyatnya sehingga dalam sekejap menghancurkan kapal-kapal dagang milik Si
Lancang. Bukan hanya kapal itu hancur berkeping-keping, harta benda miliknya juga
terbang ke mana-mana. Kain sutranya melayang-layang dan jatuh menjadi negeri
Lipat Kain yang terletak di Kampar Kiri. Gongnya terlempar ke Kampar Kanan dan
menjadi Sungai Ogong. Tembikarnya melayang menjadi Pasubilah. Sedangkan tiang
bendera kapal Si Lancang terlempar hingga sampai di sebuah danau yang diberi nama
Danau Si Lancang.

Sumber :  V
   
 
cc 
  
Pada jaman dulu di kerajaan Daha hiduplah seorang Brahmana yang benama
Sidi Mantra yang sangat terkenal kesaktiannya. Sanghyang Widya atau Batara Guru
menghadiahinya harta benda dan seorang istri yang cantik. Sesudah bertahun-tahun
kawin, mereka mendapat seorang anak yang mereka namai Manik Angkeran.
Meskipun Manik Angkeran seorang pemuda yang gagah dan pandai namun
dia mempunyai sifat yang kurang baik, yaitu suka berjudi. Dia sering kalah sehingga
dia terpaksa mempertaruhkan harta kekayaan orang tuanya, malahan berhutang pada
orang lain. Karena tidak dapat membayar hutang, Manik Angkeran meminta bantuan
ayahnya untuk berbuat sesuatu. Sidi Mantra berpuasa dan berdoa untuk memohon
pertolongan dewa-dewa. Tiba-tiba dia mendengar suara, ³Hai, Sidi Mantra, di kawah
Gunung Agung ada harta karun yang dijaga seekor naga yang bernarna Naga
Besukih. Pergilah ke sana dan mintalah supaya dia mau memberi sedikit hartanya.´
Sidi Mantra pergi ke Gunung Agung dengan mengatasi segala rintangan.
Sesampainya di tepi kawah Gunung Agung, dia duduk bersila. Sambil membunyikan
genta dia membaca mantra dan memanggil nama Naga Besukih. Tidak lama
kernudian sang Naga keluar. Setelah mendengar maksud kedatangan Sidi Mantra,
Naga Besukih menggeliat dan dari sisiknya keluar emas dan intan. Setelah
mengucapkan terima kasih, Sidi Mantra mohon diri. Semua harta benda yang
didapatnya diberikan kepada Manik Angkeran dengan harapan dia tidak akan berjudi
lagi. Tentu saja tidak lama kemudian, harta itu habis untuk taruhan. Manik Angkeran
sekali lagi minta bantuan ayahnya. Tentu saja Sidi Mantra menolak untuk membantu
anakya.
Manik Angkeran mendengar dari temannya bahwa harta itu didapat dari
Gunung Agung. Manik Angkeran tahu untuk sampai ke sana dia harus membaca
mantra tetapi dia tidak pernah belajar mengenai doa dan mantra. Jadi, dia hanya
membawa genta yang dicuri dari ayahnya waktu ayahnya tidur.
Setelah sampai di kawah Gunung Agung, Manik Angkeran membunyikan
gentanya. Bukan main takutnya ia waktu ia melihat Naga Besukih. Setelah Naga
mendengar maksud kedatangan Manik Angkeran, dia berkata, ³Akan kuberikan harta
yang kau minta, tetapi kamu harus berjanji untuk mengubah kelakuanmu. Jangan
berjudi lagi. Ingatlah akan hukum karma.´
Manik Angkeran terpesona melihat emas, intan, dan permata di hadapannya.
Tiba-tiba ada niat jahat yang timbul dalam hatinya. Karena ingin mendapat harta
lebih banyak, dengan secepat kilat dipotongnya ekor Naga Besukih ketika Naga
beputar kembali ke sarangnya. Manik Angkeran segera melarikan diri dan tidak
terkejar oleh Naga. Tetapi karena kesaktian Naga itu, Manik Angkeran terbakar
menjadi abu sewaktu jejaknya dijilat sang Naga.
Mendengar kematian anaknya, kesedihan hati Sidi Mantra tidak terkatakan.
Segera dia mengunjungi Naga Besukih dan memohon supaya anaknya dihidupkan
kembali. Naga menyanggupinya asal ekornya dapat kembali seperti sediakala.
Dengan kesaktiannya, Sidi Mantra dapat memulihkan ekor Naga. Setelah Manik
Angkeran dihidupkan, dia minta maaf dan berjanji akan menjadi orang baik. Sidi
Mantra tahu bahwa anaknya sudah bertobat tetapi dia juga mengerti bahwa mereka
tidak lagi dapat hidup bersama.
³Kamu harus mulai hidup baru tetapi tidak di sini,´ katanya. Dalam sekejap
mata dia lenyap. Di tempat dia berdiri timbul sebuah sumber air yang makin lama
makin besar sehingga menjadi laut. Dengan tongkatnya, Sidi Mantra membuat garis
yang mernisahkan dia dengan anaknya. Sekarang tempat itu menjadi selat Bali yang
memisahkan pulau Jawa dengan pulau Bali.

Sumber :  V
   
 


  
Pada jaman dahulu di daerah Padamara dekat Sungai Sawing di Nusa
Tenggara Barat hiduplah sebuah keluarga miskin. Sang istri bernama Inaq Lembain
dan sang suami bernama Amaq Lembain
Mata pencaharian mereka adalah buruh tani. Setiap hari mereka berjalan
kedesa desa menawarkan tenaganya untuk menumbuk padi.
Kalau Inaq Lembain menumbuk padi maka kedua anaknya menyertai pula.
Pada suatu hari, ia sedang asyik menumbuk padi. Kedua anaknya ditaruhnya diatas
sebuah batu ceper didekat tempat ia bekerja.
Anehnya, ketika Inaq mulai menumbuk, batu tempat mereka duduk makin
lama makin menaik. Merasa seperti diangkat, maka anaknya yang sulung mulai
memanggil ibunya: ³Ibu batu ini makin tinggi.´ Namun sayangnya Inaq Lembain
sedang sibuk bekerja. Dijawabnya, ³Anakku tunggulah sebentar, Ibu baru saja
menumbuk.´
Begitulah yang terjadi secara berulang-ulang. Batu ceper itu makin lama
makin meninggi hingga melebihi pohon kelapa. Kedua anak itu kemudian berteriak
sejadi-jadinya. Namun, Inaq Lembain tetap sibuk menumbuk dan menampi beras.
Suara anak-anak itu makin lama makin sayup. Akhirnya suara itu sudah tidak
terdengar lagi.
Batu Goloq itu makin lama makin tinggi. Hingga membawa kedua anak itu
mencapai awan. Mereka menangis sejadi-jadinya. Baru saat itu Inaq Lembain
tersadar, bahwa kedua anaknya sudah tidak ada. Mereka dibawa naik oleh Batu
Goloq.
Inaq Lembain menangis tersedu-sedu. Ia kemudian berdoa agar dapat
mengambil anaknya. Syahdan doa itu terjawab. Ia diberi kekuatan gaib. dengan
sabuknya ia akan dapat memenggal Batu Goloq itu. Ajaib, dengan menebaskan
sabuknya batu itu terpenggal menjadi tiga bagian. Bagian pertama jatuh di suatu
tempat yang kemudian diberi nama Desa Gembong olrh karena menyebabkan tanah
di sana bergetar. Bagian ke dua jatuh di tempat yang diberi nama Dasan Batu oleh
karena ada orang yang menyaksikan jatuhnya penggalan batu ini. Dan potongan
terakhir jatuh di suatu tempat yang menimbulkan suara gemuruh. Sehingga tempat itu
diberi nama Montong Teker.
Sedangkan kedua anak itu tidak jatuh ke bumi. Mereka telah berubah menjadi
dua ekor burung. Anak sulung berubah menjadi burung Kekuwo dan adiknya berubah
menjadi burung Kelik. Oleh karena keduanya berasal dari manusia maka kedua
burung itu tidak mampu mengerami telurnya.

Sumber :  V
   
 
  
Dahulu kala, di kaki sebuah gunung di daerah Bengkulu hiduplah seorang
wanita tua dengan tiga orang anaknya. Mereka sangat miskin dan hidup hanya dari
penjualan hasil kebunnya yang sangat sempit. Pada suatu hari perempuan tua itu sakit
keras. Orang pintar di desanya itu meramalkan bahwa wanita itu akan tetap sakit
apabila tidak diberikan obat khusus. Obatnya adalah daun-daunan hutan yang
dimasak dengan bara gaib dari puncak gunung.
Alangkah sedihnya keluarga tersebut demi mengetahui kenyataan itu.
Persoalannya adalah bara dari puncak gunung itu konon dijaga oleh seekor ular gaib.
Menurut cerita penduduk desa itu, ular tersebut akan memangsa siapa saja yang
mencoba mendekati puncak gunung itu. Diantara ketiga anak perempuan ibu tua itu,
hanya si bungsu yang menyanggupi persyaratan tersebut. Dengan perasaan takut ia
mendaki gunung kediaman si Ular n¶Daung. Benar seperti cerita orang, tempat
kediaman ular ini sangatlah menyeramkan. Pohon-pohon sekitar gua itu besar dan
berlumut. Daun-daunnya menutupi sinar matahari sehingga tempat tersebut menjadi
temaram.
Belum habis rasa khawatir si Bungsu, tiba-tiba ia mendengar suara gemuruh
dan raungan yang keras. Tanah bergetar. Inilah pertanda si Ular n¶Daung mendekati
gua kediamannya. Mata ular tersebut menyorot tajam dan lidahnya menjulur-julur.
Dengan sangat ketakutan si Bungsu mendekatinya dan berkata, ³Ular yang keramat,
berilah saya sebutir bara gaib guna memasak obat untuk ibuku yang sakit. Tanpa
diduga, ular itu menjawab dengan ramahnya, ³bara itu akan kuberikan kalau engkau
bersedia menjadi isteriku!´
Si Bungsu menduga bahwa perkataan ular ini hanyalah untuk mengujinya.
Maka iapun menyanggupinya. Keesokan harinya setelah ia membawa bara api
pulang, ia pun menepati janjinya pada Ular n¶Daung. Ia kembali ke gua puncak
gunung untuk diperisteri si ular.
Alangkah terkejutnya si bungsu menyaksikan kejadian ajaib. Yaitu, pada
malam harinya, ternyata ular itu berubah menjadi seorang ksatria tampan bernama
Pangeran Abdul Rahman Alamsjah. Pada pagi harinya ia akan kembali menjadi ular.
Hal itu disebabkan oleh karena ia disihir oleh pamannya menjadi ular. Pamannya
tersebut menghendaki kedudukannya sebagai calon raja. Setelah kepergian si bungsu,
ibunya menjadi sehat dan hidup dengan kedua kakaknya yang sirik. Mereka ingin
mengetahui apa yang terjadi dengan si Bungsu. Maka merekapun berangkat ke
puncak gunung. Mereka tiba di sana diwaktu malam hari.
Alangkah kagetnya mereka ketika mereka mengintip bukan ular yang
dilihatnya tetapi lelaki tampan. Timbul perasaan iri dalam diri mereka. Mereka ingin
memfitnah adiknya. Mereka mengendap ke dalam gua dan mencuri kulit ular itu.
Mereka membakar kulit ular tersebut. Mereka mengira dengan demikian ksatria itu
akan marah dan mengusir adiknya itu. Tetapi yang terjadi justru kebalikannya.
Dengan dibakarnya kulit ular tersebut, secara tidak sengaja mereka membebaskan
pangeran itu dari kutukan.
Ketika menemukan kulit ular itu terbakar, pangeran menjadi sangat gembira.
Ia berlari dan memeluk si Bungsu. Di ceritakannya bahwa sihir pamannya itu akan
sirna kalau ada orang yang secara suka rela membakar kulit ular itu.
Kemudian, si Ular n¶Daung yang sudah selamanya menjadi Pangeran
Alamsjah memboyong si Bungsu ke istananya. Pamannya yang jahat diusir dari
istana. Si Bungsu pun kemudian mengajak keluarganya tinggal di istana. Tetapi dua
kakaknya yang sirik menolak karena merasa malu akan perbuatannya.

Sumber : ÷ 
   
 
c   
Pada jaman dahulu, di pulau Timor, Nusa Tenggara Timur, hiduplah seorang
petani dengan isteri dan empat belas anaknya. Tujuh orang anaknya laki-laki dan
tujuh orang perempuan.Walaupun mereka memiliki kebun yang besar, hasil kebun
tersebut tidak mencukupi kebutuhan keluarga tersebut. Sebabnya adalah tanaman
yang ada sering dirusak oleh seekor babi hutan.Petani tersebut menugaskan pada anak
laki-lakinya untuk bergiliran menjaga kebun mereka dari babi hutan. Kecuali Suri
Ikun, keenam saudara laki-lakinya adalah penakut dan dengki. Begita mendengar
dengusan babi hutan, maka mereka akan lari meninggalkan kebunnya.Lain halnya
dengan Suri Ikun, begitu mendengar babi itu datang, ia lalu mengambil busur dan
memanahnya. Setelah hewan itu mati, ia membawanya kerumah. Disana sudah
menunggu saudara-saudaranya. Saudaranya yang tertua bertugas membagi- bagikan
daging babi hutan tersebut. Karena dengkinya, ia hanya memberi Suri Ikun kepala
dari hewan itu. Sudah tentu tidak banyak daging yang bisa diperoleh dari bagian
kepala. Selanjutnya, ia meminta Suri Ikun bersamannya mencari gerinda milik
ayahnya yang tertinggal di tengah hutan. Waktu itu hari sudah mulai malam. Hutan
tersebut menurut cerita di malam hari dihuni oleh para hantu jahat. Dengan perasaan
takut iapun berjalan mengikuti kakaknya. Ia tidak tahu bahwa kakaknya mengambil
jalan lain yang menuju kerumah. Tinggallah Suri Ikun yang makin lama makin masuk
ke tengah hutan. Berulang kali ia memanggil nama kakaknya. Panggilan itu dijawab
oleh hantu-hantu hutan. Mereka sengaja menyesatkan Suri Ikun. Setelah berada
ditengah- tengah hutan lalu, hantu-hantu tersebut menangkapnya. Ia tidak langsung
dimakan, karena menurut hantu-hantu itu ia masih terlalu kurus. Ia kemudian
dikurung ditengah gua. Ia diberi makan dengan teratur. Gua itu gelap sekali. Namun
untunglah ada celah disampingnya, sehingga Suri Ikun masih ada sinar yang masuk
ke dalam gua. Dari celah tersebut Suri Ikun melihat ada dua ekor anak burung yang
kelaparan. Iapun membagi makanannya dengan mereka. Setelah sekian tahun,
burung- burung itupun tumbuh menjadi burung yang sangat besar dan kuat. Mereka
ingin mem- bebaskan Suri Ikun. Pada suatu ketika, hantu-hantu itu membuka pintu
gua, dua burung tersebut menyerang dan mencederai hantu hantu tersebut. Lalu
mereka menerbangkan Suri Ikun ke daerah yang berbukit-bukit tinggi.
Dengan kekuatan gaibnya, Burung-burung tersebut menciptakan istana
lengkap dengan pengawal dan pelayan istana. Disanalah untuk selanjutnya Suri Ikun
berbahagia.

Sumber : ÷ 
   
 
cc   c 
Di Bali, hidup seorang raja yang bergelar Sri Bagening. Sang Raja memiliki
banyak istri, dan istri terakhirnya bernama Ni Luh Pasek. Ni Luh Pasek berasal dari
Desa Panji, dan masih keturunan Kyai Pasek Gobleng. Suatu waktu, Ni Luh Pasek
mengandung. Oleh suaminya, ia dititipkan kepada Kyai Jelantik Bogol. Tak berapa
lama, anaknya pun lahir. Anak itu diberi nama I Gede Pasekan. I Gede Pasekan
mempunyai wibawa besar sehingga sangat dicintai dan dihormati oleh pemuka
masyarakat maupun masyarakat biasa.
Suatu hari, ketika usianya menginjak dua puluh tahun, ayahnya berkata pada-
nya, ³Anakku, sekarang pergilah engkau ke Den Bukit di daerah Panji.´
³Mengapa ayah?´
³Karena di sanalah tempat kelahiran ibumu.´
Sebelum berangkat, ayah angkatnya memberikan dua buah senjata bertuah,
yaitu sebilah keris bernama Ki Baru Semang dan sebatang tombak bernama Ki
Tunjung Tutur. Dalam perjalanannya, I Gede Pasekan diiringi oleh empat puluh
pengawal yang dipimpin Ki Dumpiung dan Ki Dosot. Ketika sampai di daerah yang
disebut Batu Menyan, mereka bermalam dengan dijaga ketat oleh para pengawal
secara bergantian.
Saat tengah malam, tiba-tiba datang makhluk ajaib penghuni hutan. Dia
mengangkat I Gede Pasekan ke atas pundaknya sehingga I Gede Pasekan dapat me-
lihat pemandangan lepas ke lautan dan daratan yang terbentang di hadapannya. Ke-
tika dia memandang ke arah timur dan barat laut, ia melihat pulau yang amat jauh.
Ketika melihat ke arah selatan pemandangannya dihalangi oleh gunung. Setelah
makhluk itu pergi kemudian terdengar bisikan.
³I Gusti, sesungguhnya apa yang telah engkau lihat akan menjadi daerah ke-
kuasaanmu.´
Keesokan harinya rombongan itu melanjutkan perjalanan. Meski sulit dan pe-
nuh rintangan akhirnya rombongan I Gede Pasekan berhasil mencapai tujuan, yaitu
Desa Panji, tempat kelahiran ibunya.
Suatu hari, ada sebuah perahu Bugis yang terdampar di pantai
Panimbangan.Warga setempat yang dimintai tolong tak mampu mengangkatnya.
Keesokan harinya orang Bugis pemilik perahu itu meminta tolong pada I
Gede Pasekan.
³Tolonglah kami, Tuan. Jika Tuan berhasil mengangkat perahu kami, se-
bagian muatan itu akan kami serahkan kepada Tuan sebagai upahnya.´
³Kalau itu keinginan kalian, saya akan berusaha mengangkat perahu itu,´
jawab I Gede Pasekan.
I Gede Pasekan segera memusatkan pikiran. Dengan kekuatan gaibnya,
perahu yang kandas itu berhasil diangkatnya. Sebagai ungkapan rasa terima kasih,
orang Bugis itu memberikan hadiah berupa setengah dari isi perahu itu kepada I Gede
Pasekan. Di antara hadiah itu terdapat dua buah gong besar. Sejak saat itu I Gede
Pasekan menjadi orang kaya dan bergelar I Gusti Panji Sakti.
Kekuasaan I Gede Pasekan mulai meluas dan menyebar sampai ke mana-
mana. Dia pun mendirikan kerajan baru di Den Bukit. Kira-kira abad ke-17, ibukota
kerajaan itu disebut orang dengan nama Sukasada. Kerajaaan I Gede Pasekan itu ber-
kembang hingga ke utara. Daerah itu banyak ditumbuhi pohon buleleng. Oleh karena
itu, pusat kerajaan beralih ke wilayah itu. Wilayah itu pun diberi nama Buleleng.
Di Buleleng dibangun sebuah istana megah yang diberi nama Singaraja. Nama
ini menunjukkan bahwa penghuninya adalah seorang raja yang gagah perkasa laksana
singa. Namun, ada pendapat yang mengatakan bahwa nama Singaraja artinya tempat
persinggahan raja. Barangkali ketika sang Raja masih di Sukasada, sering singgah di
sana. Jadi, kata Singaraja berasal dari kata    .

     V V  


   
Pada jaman dahulu, Sungai Tulang Bawang sangat terkenal akan keganasan
buayanya. Sehingga orang yang berlayar disana maupun para penduduk yang tinggal
disana perlu untuk sangat berhati-hati. Menurut cerita, sudah banyak manusia yang
hilang begitu saja disana.
Pada suatu hari, kejadian yang menyedihkan itu terulang kembali. Orang yang
hilang itu adalah seorang gadis rupawan yang bernama Aminah. Anehnya, meskipun
penduduk seluryh kampung tepi Sungai Tulang Bawang mencarinya. Tidak ada jejak
yang tertinggal. Sepertinya ia sirna ditelan bumi.
Nun jauh dari kejadian itu, di dalam sebuah gua besar tergoleklah Aminah. Ia
baru saja tersadar dari pingsannya. Betapa terkejutnya ia ketika menyadari bahwa gua
itu dipenuhi oleh harta benda yang ternilai harganya. Ada permata, emas, intan,
maupun pakaian yang indah-indah. Harta benda itu mengeluarkan sinar yang
berkilauan.
Belum habis rasa takjubnya, dari sudut gua terdengarlah sebuah suara yang
besar, "janganlah takut gadis rupawan! Meskipun aku berwujud buaya, sebenarnya
aku adalah manusia sepertimu juga. Aku dikutuk menjadi buaya karena perbuatanku
dulu yang sangat jahat. Namaku dulu adalah Somad, perampok ulung di Sungai
Tulang Bawang. Dulu aku selalu merampok setiap saudagar yang berlayar disini.
Semua hasil rampokanku kusimpan dalam gua ini. Kalau aku butuh makanan maka
harta itu kujual sedikit di pasar desa tepi sungai. Tidak ada seorangpun yang tahu
bahwa aku telah membangun terowongan di balik gua ini. Terowongan itu
menghubungkan gua ini dengan desa tersebut."
Tanpa disengaja, si buaya perompak tersebut sudah membuka rahasia gua
tempat kediamannya. Secara seksama Aminah menyimak dan mengingat keterangan
berharga itu. Buaya itu selalu memberinya hadiah perhiasan. Harapannya adalah agar
Aminah mau tetap tinggal bersamanya. Namun keinginan Aminah untuk segera
kembali ke kampung halamannya makin menjadi-jadi.
Pada suatu hari, buaya perompak tersebut sedikit lengah. Ia tertidur dan
meninggalkan pintu guanya terbuka. Si Aminah pun keluar sambil berjingkat-jingkat.
Di balik gua itu ditemukannya sebuah terowongan yang sempit. Setelah cukup lama
menelusuri terowongan itu, tiba-tiba ia melihat sinar matahari. Betapa gembiranya ia
ketika keluar dari mulut terowongan itu. Disana Aminah ditolong oleh penduduk desa
yang mencari rotan. Lalu Aminah memberi mereka hadiah sebagian perhiasan yang
dibawanya. Aminah akhirnya bisa kembali ke desanya dengan selamat. Ia pun
selanjutnya hidup tenteram disana.

     V V 



   
Tersebutlah kisah sebuah kerajaan bernama Amuntai di Kalimantan Selatan.
Kerajaan itu diperintah oleh dua bersaudara. Raja yang lebih tua bernama Patmaraga,
atau diberi julukan Raja Tua. Adiknya si Raja muda bernama Sukmaraga. Kedua raja
tersebut belum mempunyai putera ataupun puteri.
Namun diantara keduanya, Sukmaraga yang berkeinginan besar untuk
mempunyai putera. Setiap malam ia dan permaisurinya memohon kepada para dewa
agar dikarunia sepasang putera kembar. Keinginan tersebut rupanya akan dikabulkan
oleh para dewa. Ia mendapat petunjuk untuk pergi bertapa ke sebuah pulau di dekat
kota Banjarmasin. Di dalam pertapaannya, ia mendapat wangsit agar meminta
istrinya menyantap bunga Kastuba. Sukmaraga pun mengikuti perintah itu. Benar
seperti petunjuk para dewa, beberapa bulan kemudian permaisurinya hamil. Ia
melahirkan sepasang bayi kembar yang sangat elok wajahnya.
Mendengar hal tersebut, timbul keinginan Raja Tua untuk mempunyai putera
pula. Kemudian ia pun memohon kepada para dewa agar dikarunia putera. Raja Tua
bermimpi disuruh dewa bertapa di Candi Agung, yang terletak di luar kota Amuntai.
Raja Tua pun mengikuti petunjuk itu. Ketika selesai menjalankan pertapaan, dalam
perjalanan pulang ia menemukan sorang bayi perempuan sedang terapung-apung di
sebuah sungai. Bayi tersebut terapung-apung diatas segumpalan buih. Oleh karena
itu, bayi yang sangat elok itu kelak bergelar Puteri Junjung Buih.
Raja Tua lalu memerintahkan pengetua istana, Datuk Pujung, untuk
mengambil bayi tersebut. Namun alangkah terkejutnya rombongan kerajaan tersebut,
karena bayi itu sudah dapat berbicara. Sebelum diangkat dari buih-buih itu, bayi
tersebut meminta untuk ditenunkan selembar kain dan sehelai selimut yang harus
diselesaikan dalam waktu setengah hari. Ia juga meminta untuk dijemput dengan
empat puluh orang wanita cantik.
Raja Tuapun lalu menyayembarakan permintaan bayi tersebut. Ia berjanji
untuk mengangkat orang yang dapat memenuhi permintaan bayi tersebut menjadi
pengasuh dari puteri ini. Sayembara itu akhirnya dimenangkan oleh seorang wanita
bernama Ratu Kuripan. Selain pandai menenun, iapun memiliki kekuatan gaib. Bukan
hanya ia dapat memenuhi persyaratan waktu yang singkat itu, Ratu Kuripan pun
menyelesaikan pekerjaannya dengan sangat mengagumkan. Kain dan selimut yang
ditenunnnya sangatlah indah. Seperti yang dijanjikan, kemudian Raja Tua
mengangkat Ratu Kuripan menjadi pengasuh si puteri Junjung Buih. Ia ikut
berperanan besar dalam hampir setiap keputusan penting menyangkut sang puteri.

     V V 


   
Dikisahkan pada jaman Aryo Menak hidup, pulau Madura masih sangat
subur. Hutannya sangat lebat. Ladang-ladang padi menguning. Aryo Menak adalah
seorang pemuda yang sangat gemar mengembara ke tengah hutan. Pada suatu bulan
purnama, ketika dia beristirahat dibawah pohon di dekat sebuah danau, dilihatnya
cahaya sangat terang berpendar di pinggir danau itu. Perlahan-lahan ia mendekati
sumber cahaya tadi. Alangkah terkejutnya, ketika dilihatnya tujuh orang bidadari
sedang mandi dan bersenda gurau disana.
Ia sangat terpesona oleh kecantikan mereka. Timbul keinginannya untuk
memiliki seorang diantara mereka. Iapun mengendap-endap, kemudian dengan
secepatnya diambil sebuah selendang dari bidadari-bidadari itu.
Tak lama kemudian, para bidadari itu selesai mandi dan bergegas mengambil
pakaiannya masing-masing. Merekapun terbang ke istananya di sorga kecuali yang
termuda. Bidadari itu tidak dapat terbang tanpa selendangnya. Iapun sedih dan
menangis.
Aryo Menak kemudian mendekatinya. Ia berpura-pura tidak tahu apa yang
terjadi. Ditanyakannya apa yang terjadi pada bidadari itu. Lalu ia mengatakan: "Ini
mungkin sudah kehendak para dewa agar bidadari berdiam di bumi untuk sementara
waktu. Janganlah bersedih. Saya akan berjanji menemani dan menghiburmu."
Bidadari itu rupanya percaya dengan omongan Arya Menak. Iapun tidak
menolak ketika Arya Menak menawarkan padanya untuk tinggal di rumah Arya
Menak. Selanjutnya Arya Menak melamarnya. Bidadari itupun menerimanya.
Dikisahkan, bahwa bidadari itu masih memiliki kekuatan gaib. Ia dapat
memasak sepanci nasi hanya dari sebutir beras. Syaratnya adalah Arya Menak tidak
boleh menyaksikannya.
Pada suatu hari, Arya Menak menjadi penasaran. Beras di lumbungnya tidak
pernah berkurang meskipun bidadari memasaknya setiap hari. Ketika isterinya tidak
ada dirumah, ia mengendap ke dapur dan membuka panci tempat isterinya memasak
nasi. Tindakan ini membuat kekuatan gaib isterinya sirna.
Bidadari sangat terkejut mengetahui apa yang terjadi. Mulai saat itu, ia harus
memasak beras dari lumbungnya Arya Menak. Lama kelamaan beras itupun makin
berkurang. Pada suatu hari, dasar lumbungnya sudah kelihatan. Alangkah terkejutnya
bidadari itu ketika dilihatnya tersembul selendangnya yang hilang. Begitu melihat
selendang tersebut, timbul keinginannya untuk pulang ke sorga. Pada suatu malam, ia
mengenakan kembali semua pakaian sorganya. Tubuhnya menjadi ringan, iapun
dapat terbang ke istananya.
Arya Menak menjadi sangat sedih. Karena keingintahuannya, bidadari
meninggalkannya. Sejak saat itu ia dan anak keturunannya berpantang untuk
memakan nasi.

     V V 


   
Alkisah pada zaman dahulu kala, berdiri sebuah kerajaan yang sangat besar
yang bernama Prambanan. Rakyat Prambanan sangat damai dan makmur di bawah
kepemimpinan raja yang bernama Prabu Baka. Kerajaan-kerajaan kecil di wilayah
sekitar Prambanan juga sangat tunduk dan menghormati kepemimpinan Prabu Baka.
Sementara itu di lain tempat, ada satu kerajaan yang tak kalah besarnya
dengan kerajaan Prambanan, yakni kerajaan Pengging. Kerajaan tersebut terkenal
sangat arogan dan ingin selalu memperluas wilayah kekuasaanya. Kerajaan Pengging
mempunyai seorang ksatria sakti yang bernama Bondowoso. Dia mempunyai senjata
sakti yang bernama Bandung, sehingga Bondowoso terkenal dengan sebutan
Bandung Bondowoso. Selain mempunyai senjata yang sakti, Bandung Bondowoso
juga mempunyai bala tentara berupa Jin. Bala tentara tersebut yang digunakan
Bandung Bondowoso untuk membantunya untuk menyerang kerajaan lain dan
memenuhi segala keinginannya.
Hingga Suatu ketika, Raja Pengging yang arogan memanggil Bandung
Bondowoso. Raja Pengging itu kemudian memerintahkan Bandung Bondowoso
untuk menyerang Kerajaan Prambanan. Keesokan harinya Bandung Bondowoso
memanggil balatentaranya yang berupa Jin untuk berkumpul, dan langsung berangkat
ke Kerajaan Prambanan.
Setibanya di Prambanan, mereka langsung menyerbu masuk ke dalam istana
Prambanan. Prabu Baka dan pasukannya kalang kabut, karena mereka kurang
persiapan. Akhirnya Bandung Bondowoso berhasil menduduki Kerajaan Prambanan,
dan Prabu Baka tewas karena terkena senjata Bandung Bondowoso.
Kemenangan Bandung Bondowoso dan pasukannya disambut gembira oleh
Raja Pengging. Kemudian Raja Pengging pun mengamanatkan Bandung Bondowoso
untuk menempati Istana Prambanan dan mengurus segala isinya,termasuk keluarga
Prabu Baka.
Pada saat Bandung Bondowoso tinggal di Istana Kerajaan Prambanan, dia
melihat seorang wanita yang sangat cantik jelita. Wanita tersebut adalah Roro
Jonggrang, putri dari Prabu Baka. Saat melihat Roro Jonggrang, Bandung
Bondowoso mulai jatuh hati. Dengan tanpa berpikir panjang lagi, Bandung
Bondowoso langsung memanggil dan melamar Roro Jonggrang.
³Wahai Roro Jonggrang, bersediakah seandainya dikau menjadi
permaisuriku?´, Tanya Bandung Bondowoso pada Roro Jonggrang.
Mendengar pertanyaan dari Bandung Bondowoso tersebut, Roro Jonggrang
hanya terdiam dan kelihatan bingung. Sebenarnya dia sangat membenci Bandung
Bondowoso, karena telah membunuh ayahnya yang sangat dicintainya. Tetapi di sisi
lain, Roro Jonggrang merasa takut menolak lamaran Bandung Bondowoso. Akhirnya
setelah berfikir sejenak, Roro Jonggrang pun menemukan satu cara supaya Bandung
Bondowoso tidak jadi menikahinya.
³Baiklah,aku menerima lamaranmu. Tetapi setelah kamu memenuhi satu
syarat dariku´,jawab Roro Jonggrang.
³Apakah syaratmu itu Roro Jonggrang?´, Tanya Bandung Bandawasa.
³Buatkan aku seribu candi dan dua buah sumur dalam waktu satu malam´,
Jawab Roro Jonggrang.
Mendengar syarat yang diajukan Roro Jonggrang tersebut, Bandung
Bondowoso pun langsung menyetujuinya. Dia merasa bahwa itu adalah syarat yang
sangat mudah baginya, karena Bandung Bondowoso mempunyai balatentara Jin yang
sangat banyak.
Pada malam harinya, Bandung Bandawasa mulai mengumpulkan
balatentaranya. Dalam waktu sekejap, balatentara yang berupa Jin tersebut datang.
Setelah mendengar perintah dari Bandung Bondowoso, para balatentara itu langsung
membangun candi dan sumur dengan sangat cepat.
Roro Jonggrang yang menyaksikan pembangunan candi mulai gelisah dan
ketakutan, karena dalam dua per tiga malam, tinggal tiga buah candi dan sebuah
sumur saja yang belum mereka selesaikan.
Roro Jonggrang kemudian berpikir keras, mencari cara supaya Bandung
Bondowoso tidak dapat memenuhi persyaratannya.
Setelah berpikir keras, Roro Jonggrang akhirnya menemukan jalan keluar.
Dia akan membuat suasana menjadi seperti pagi,sehingga para Jin tersebut
menghentikan pembuatan candi.
Roro Jonggrang segera memanggil semua dayang-dayang yang ada di istana.
Dayang-dayang tersebut diberi tugas Roro Jonggrang untuk membakar jerami,
membunyikan lesung, serta menaburkan bunga yang berbau semerbak mewangi.
Mendengar perintah dari Roro Jonggrang, dayang-dayang segera membakar
jerami. Tak lama kemudian langit tampak kemerah merahan, dan lesung pun mulai
dibunyikan. Bau harum bunga yang disebar mulai tercium, dan ayam pun mulai
berkokok.
Melihat langit memerah, bunyi lesung, dan bau harumnya bunga tersebut,
maka balatentara Bandung Bondowoso mulai pergi meninggalkan pekerjaannya.
Mereka pikir hari sudah mulai pagi, dan mereka pun harus pergi.
Melihat Balatentaranya pergi, Bandung Bondowoso berteriak: ³Hai
balatentaraku, hari belum pagi. Kembalilah untuk menyelesaikan pembangunan candi
ini !!!´
Para Jin tersebut tetap pergi, dan tidak menghiraukan teriakan Bandung
Bondowoso. Bandung Bondowoso pun merasa sangat kesal, dan akhirnya
menyelesaikan pembangunan candi yang tersisa. Namun sungguh sial, belum selesai
pembangunan candi tersebut, pagi sudah datang. Bandung Bondowoso pun gagal
memenuhi syarat dari Roro Jonggrang.
Mengetahui kegagalan Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang lalu
menghampiri Bandung Bondowoso. ³Kamu gagal memenuhi syarat dariku, Bandung
Bondowoso´, kata Roro Jonggrang.
Mendengar kata Roro Jonggrang tersebut, Bandung Bondowoso sangat
marah. Dengan nada sangat keras, Bandung Bondowoso berkata: ³Kau curang Roro
Jonggrang. Sebenarnya engkaulah yang menggagalkan pembangunan seribu candi
ini. Oleh karena itu, Engkau aku kutuk menjadi arca yang ada di dalam candi yang
keseribu !´
Berkat kesaktian Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang berubah menjadi
arca/patung. Wujud arca tersebut hingga kini dapat disaksikan di dalam kompleks
candi Prambanan, dan nama candi tersebut dikenal dengan nama candi Roro
Jonggrang. Sementara candi-candi yang berada di sekitarnya disebut dengan Candi
Sewu atau Candi Seribu.

  
  
     
 !" #!

Anda mungkin juga menyukai