Anda di halaman 1dari 7

METODE KONSTRUKSI JALAN 2011

PEKERJAAN LASTON (Lapisan Aspal Beton)


Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakan diatas tanah
dasar yang telah dipadatkan. Lpaisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban
lalulintas dan menyebarkan nya kelapisan dibawahnya.

Konstruksi perkerasan lentur jalan raya terdiri atas lapisan-lapisan yang dapat
dikelompokan menjadi 4 (empat) bagian, seperti yang ditunjukan pada gambar :
1. Lapisan permukaan (surface course)
2. Lapis pondasi atas (base course)
3. Lapis pondasi bawah (subbase course)
4. Lapis tanah dasar (subgrade)

Sedangkan beban lalulintas yang bekerja diats konstruksi perkerasan dapat dibedakan
atas :
1. Muatan kendaraan berupa gaya vertiakal
2. Gaya rem kendaraan berupa gaya horizontal
3. Pukulan roda kendaraan berupa getaran-getaran

Oleh karena sifat penyebaran gaya maka muatan yang diterima oleh masing-masing
lapisan berbeda dan semakin kebawah semakin kecil. Lapisan permukanaan harus mampu
menerima seluruh jenis gaya yang bekerja, lapis pondasi atas menerima gaya vertikal dan
getaran, sedangkan tanah dasar dianggap hanya menerima gaya vertikal saja. Oleh karena itu
terdapat perbedaan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh masing-masing lapisan.

1 RANI FITRIANI (08124021)


TATANG BAHLAWAN (08124027)
TEDDI APRIYADI (08124028)
METODE KONSTRUKSI JALAN 2011
1. Lapis Permukaan (surface course)
Merupakan lapis yang paling atas dan berfungsi sebagai :
• Penahan beban roda, lapisan yang pertama kali menerima beban langsung dari roda
kendaraan. Lapisan ini harus memiliki stabilitas yang cukup serta fleksibilitas tinggi.

• Lapis kedap air, harus mampu menahan air supaya tidak meresap kedalam badan jalan.
• Lapis aus, yaitu lapisan yang mudah menjadi aus sehingga akan dapat melindungi ban karet
kendaraan dari pengaruh gesekan dengan jalan.
• Lapis yang mampu menyebarkan beban kendaraan ke lapis yang ada di bawahnya.

Salah satu jenis lapis permukaan (Lapisan bersifat struktural) yang umum digunakan di
Indonesia yaitu :
Laston (Lapis Aspal Beton) merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari cmapuran
agregat bergradasi menerus/tertutup dengan aspal keras, yang dicampur, dihampar dan
dipadatkan dengan suhu panas. Lapis perkerasan ini banyak digunakan pada lapis permukaan
jalan yang melayani lalu lintas berat, pada daerah tanjakan, pertemuan jalan, dll.
Laston memiliki sifat-sifat antara lain :
• fleksibilitas kurang menonjol
• stabilitas tinggi
Dari sekian banyak jenis lapis keras di atas, yang termasuk keluarga aspa panas (hot
mix) adalah : latasir, lataston, dan laston.

2. Lapis Fondasi
Lapis fondasi adalah lapis perkersan yang terletak di bawah lapis permukaan yang
berfungsi sebagai lapis yang mampu menyebarkan gaya-gaya yang berasal dari roda
kendaraan. Tambah tebal fondasi, gaya-gaya yang disebarkan fondasi ke tanah dasar lebih
luas.
Lapis fondasi dibagi menjadi dua lapis, yaitu Lapis Pondasi Atas (LPA) dan Lapis
Pondasi Bawah (LPB). Bahan lapis fondasi yang banyak dipakai adalah Sirtu (pasir batu) klas
A untuk LPA dan Sirtu klas B untuk LPB. Sirtu klas A memiliki kekerasan serta gradasi yang
lebih baik bila dibandingkan dengan sirtu klas B. Oleh karena itu harganya lebih mahal sirtu
klas A. Tujuan dari pembedaan mutu semata-mata karena alasan efisiensi.

PENGUJIAN KUALITAS ASPAL

Cara menentukan kualitas aspal dapat dilihat dari besar kecilnya nilai Penetrasi, Berat
jenis, Kelekatan aspal terhadap agregat, Titik nyala (clev and open cup) , Titik bakar, Titik
lembek, Kelarutan dalam cairan Carbon Tetra Chlorida (CCL4) dan Daktilitas.

1. Penetrasi.
Yaitu angka yang menunjukkan kekerasan aspal yang diukur dari kedalaman masuknya
jarum penetrasi yang diberi beban 100 gram selama 5 detik pada suhu ruang 25o C. semakin
besar nilai penetrasinya, maka semakin lunak aspal tersebut dan sebaliknya.

2. Berat Jenis
Yaitu angka yang menunjukkan perbandingan berat aspal dengan berat air pada volume yang
sama pada suhu ruang. Semakin besar nilai berat jenis aspal, maka semakin kecil kandungan
mineral minyak dan partikel lain di dalam aspal. Semakin tinggi nilai berat jenis aspal, maka
semakin baik kualitas aspalnya. Berat jenis aspal minimal sebesar 1,0000.

2 RANI FITRIANI (08124021)


TATANG BAHLAWAN (08124027)
TEDDI APRIYADI (08124028)
METODE KONSTRUKSI JALAN 2011
3. Kelekatan aspal terhadap agregat
Yaitu angka yang menunjukkan prosentase luasan permukaan agregat batu silikat yang masih
terselimuti oleh aspal setelah agergat tersebut direndam selama 24 jam. Kelekatan aspal yang
tinggi dapat diartikan bahwa aspal tersebut memiliki kemampuan yang tinggi untuk
melekatkan agregat sehingga semakin baik digunakan sebagai bahan ikat perkerasan. Nilai
kelekatan aspal yang baik minimal sebesar 85 %.

4. Titik nyala aspal


Yaitu angka yang menunjukkan temperature (suhu) aspal yang dipanaskan ketika dilewatkan
nyala penguji di atasnya terjadi kilatan api selama sekitar 5 detik. Syarat aspal AC 60/70 titik
nyala sebesar minimal 200 oC

5. Titik bakar aspal


Yaitu angka yang menyatakan besarnya suhu aspal yang dipanaskan ketika dileawatkan nyala
penguji diatas aspal terjadi kilatan api lebih dari 5 detik. Semakin tinggi titik nyala dan titik
bakar aspal, maka aspal tersebut semakin baik. Besarnya nilai titik nyala dan titik bakar tidak
berpengaruh terhadap kualitas perkerasan, karena pengujian ini hanya berhubungan dengan
keselamatan pelaksanaan khususnya pada saat pencampuran (mixing) terhadap bahaya
kebakaran.

6. Titik lembek aspal (Ring and Ball test)


Yaitu angka yang menunjukkan suhu (temparatur) ketika aspal menyentuh plat baja. Titik
lembek juga mengindikasikan tingkat kepekaan aspal terhadap perubahan temperature,
disamping itu titik lembek juga dipengaruhi oleh kandungan paraffin (lilin) yang terdapat
dalam aspal. Semakin tinggi kandungan paraffin pada aspal, maka semakin rendah titik
lembeknya dan aspal semakin peka terhadap perubahan suhu.

7. Kelarutan aspal dalam cairan Carbon Tetra Chlorida (CCl4)


Yaitu angka yang menunjukkan jumlah aspal yang larut dalam cairan CCl4 dalam prosen
setelah aspal digoncang atau dikocok selama minimal 20 menit. Angka kelarutan aspal juga
menunjukkan tingkat kemurnian aspal terhadap kandungan mineral lain. Semakin tinggi nilai
kelarutan aspal, maka aspal semakin baik.

8. Daktilitas aspal
Yaitu angka yang menunjukkan panjang aspal yang ditarik pada suhu 25o C dengan
kecepatan 5 cm/menit hingga aspal tersebut putus. Daktilitas yang tinggi mengindikasikan
bahwa aspal semakin lentur, sehingga semakin baik digunakan sebagai bahan ikat perkerasan.

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan pilihan jenis aspal yang
akan digunakan dalam membuat perkerasan adalah:
1. faktor lalu lintas
2. faktor iklim
3. peralatan yang tersedia
4. gradasi agregat
5. jarak angkut
6. volume pekerjaan
7. tuntutan lingkungan
8. tenaga kerja
9. lain –lain
3 RANI FITRIANI (08124021)
TATANG BAHLAWAN (08124027)
TEDDI APRIYADI (08124028)
METODE KONSTRUKSI JALAN 2011

1. Faktor lalu lintas


Faktor lalu lintas akan mempengaruhi jenis aspal yang akan digunakan adalah jumlah lintasan
lalu lintas yang diukur dengan ESAL (ekivalen standart axle load) dan kecepatan lalu lintas.

a. jumlah lintasan
Semakin banyak jumlah lintasan pada suatu jalan yang akan dibuat, maka jenis aspal
yang akan digunakan harus mempunyai viskositas yang tinggi yang ditunjukkan dengan nilai
penetrasi, karena nilai penetrasi yang rendah akan mempunyai nilai stabilitas yang lebih
tinggi dibandingkan nilai penetrasi yang tinggi.
Sebagai contoh untuk jalan negara atau jalan tol harusnya menggunakan aspal dengan nilai
penetrasi 40 –70 ( misal AC 40-50 atau AC 60-70). Apabila perkerasan yang melayani beban
lalu lintas yang cukup besar (>1 juta SAL) menggunakan aspal AC 80-100 atau penetrasi
yang lebih tinggi, maka akibat yang ditimbulkan adalah akan terjadi kerusakan yang lebih
cepat sebelum tercapai umur rencana. Adapun kerusakan yang mungkin terjadi diantaranya
adalah fracture dan rutting.

b. kecepatan kendaraan (speed)


Kecepatan kendaraan akan mempengaruhi lama pembebanan terhadap perkerasan.
Untuk perkerasan yang melayani kendaraan dengan kecepatan rendah seharusnya
menggunakan aspal dengan nilai penetrasi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan
perkerasan yang melayani kendaraan cepat. Sebagai contoh untuk perkerasan terminal
dimana banyak kendaraan yang parkir, sehingga lama pembebanan terhadap perkerasan
cukup tinggi, maka jenis aspal yang digunakan harus menggunakan aspal dengan penetrasi
rendah misal AC 40-50 atau AC 60-70. Adapun pengaruh kecepatan terhadap perkerasan
adalah sebagai berikut:
kecepatan akan mempengaruhi lama pembebanan dan berakibat pada perubahan temperatur
perkerasan yang akan berpengaruh pada nilai E perkerasan.
nilai modulus kekakuan perkerasan sangat tergantung oleh modulus kekakuan aspalnya yang
dipengaruhi oleh temperatur aspal dan lama pembebanan.
Akibat yang akan terjadi apabila salah dalam memilih aspal ditinjau dari kecepatan
kendaraan adalah terjadinya kerusakan perkerasan jenis deformasi seperti bleeding dan
rutting.
Untuk memilih aspal berdasarkan kecepatan lalu lintas apabila menggunakan aspal
jenis Performance Grade diperlukan koreksi sbb:
a. untuk lalu lintas lambat dan beban berhenti seperti tempat parkir, terminal masing masing
dinaikkan 1 grade.
b. Untuk jumlah lalu lintas (ESAL) 1 juta –30 juta atau >30 juta masing –masing dinaikkan 1
grade.

2. Iklim
Faktor iklim mempunyai peran yang cukup besar dalam menentukan jenis aspal yang akan
digunakan. Faktor iklim tersebut meliputi:
a. panas/dingin yang berhubungan dengan suhu udara yang akan mempengaruhi suhu
perkerasan
b. basah/kering yang akan mempengaruhi kadar air perkerasan.
c. Temperatur perkerasan yang dipengaruhi oleh temperatur udara dan letak geografis.
d. Ketinggian lokasi dari muka air laut yang akan mempengaruhi suhu udara dan tekanan
udara yang akhirnya akan berpengaruh terhadap temperatur perkerasan.
Memilih aspal berdasarkan suhu udara berhubungan dengan nilai penetrasi, pada daerah
4 RANI FITRIANI (08124021)
TATANG BAHLAWAN (08124027)
TEDDI APRIYADI (08124028)
METODE KONSTRUKSI JALAN 2011
dingin lebih cocok apabila digunakan aspal dengan penetrasi tinggi sedangkan pada daerah
tropis lebih cocok menggunakan aspal penetrasi rendah (viskositas tinggi). Kerusakan
perkerasan yang diakibatkan karena kesalahan pemilihan aspal pada kasus ini adalah
bleeding, deformasi, rutting. Untuk mengatasi apabila aspal yang tersedia tidak sesuai yang
diinginkan, maka dapat digunakan bahan aditive.

3. Peralatan yang tersedia (equipment) :


Peralatan untuk melaksanakan pekerjaan jalan yang harus dipertimbangkan dalam
memilih aspal meliputi :
*alat pencampur (AMP & molen)
*alat penggelar
*alat pemadat
alat yang akan digunakan akan berpengaruh terhadap produktifitas kerja dan pemilihan
jenis aspal. Semakin baik jenis alat yang digunakan maka semakin leluasa dalam memilih
jenis aspal, tetapi apabila alat yang tersedia kurang memadai, maka jenis aspal yang
digunakan harus memberikan kesempatan pangerjaan yang lebih lama. Sebagai contoh
apabila dilapangan alat yang tersedia hanya alat sederhana (alat pencampur, penggelar,
pemadat), maka aspal yang digunakan adalah aspal penetrasi 200,300 dst atau aspal cair jenis
SC dsb.
Akibat yang ditimbulkan apabila terjadi kesalahan pemilihan aspal melihat alat yang
tersedia, maka akan sulit untuk mendapatkan hasil yang optimal karena saat pencampuran,
penggelaran, pemadatan tidak memenuhi syarat khususnya syarat temperatur pencampuran,
penggelaran, pemadatan.

4. Gradasi agregat
Gradasi agregat dibedakan menjadi 3 yaitu : gradasi menerus (rapat), gradasi terbuka dan
gradasi timpang. Gradasi terbuka maupun gradasi timpang memiliki rongga yang lebih besar
jika dibandingkan dengan gradasi rapat, hal ini akan berpengaruh terhadap kemudahan aspal
untuk memasuki rongga antar butiran agregat. Jenis aspal yang cocok untuk gradasi timpang
maupun gradasi terbuka adalah aspal yang memiliki viskositas (kekentalan ) yang tinggi
sedangkan untuk gradasi rapat jenis aspal yang cocok adalah aspal dengan kekentalan sedang
sampai rendah. Disisi lain kebutuhan aspal pada gradasi timpang maupun gradasi terbuka
akan membutuhkan aspal yang lebih besar jika dibandingkan dengan gradasi menerus,
perbedaan tersebut disebabkan karena prosentase rongga antar agregat.

5. Jarak angkut antara AMP dengan lokasi pekerjaan.


Jarak angkut akan mempengaruhi dalam pemilihan jenis aspal, hal ini disebabkan karena
jarak angkut yang cukup jauh memungkinkan terjadinya penurunan temperatur yang cukup
besar sehingga untuk mendapatkan suhu pemadatan yang memenuhi syarat akan kesulitan.
Tetapi apabila suhu pencampuran dinaikkan untuk mendapatkan suhu pemadatan yang sesuai
dengan spesifikasi, maka aspalnya yang mengalami kerusakan akibat pemanasan yang
berlebihan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dalam menentukan jenis aspal untuk jarak
yang jauh seharusnya digunakan aspal yang tidak begitu peka terhadap perubahan temperatur,
misal dengan menggunakan bahan aditive atau menggunakan aspal cair maupun aspal emulsi.

6. Volume pekerjaan
Volume pekerjaan dibedakan antara volume kecil dan volume besar, hal ini akan berpengaruh
terhadap pemilihan jenis aspal yang akan digunakan. Untuk pekerjaan dengan volume kecil
tentunya alat yang digunakan untuk mencampur, menggelar maupun untuk memadatkan
adalah alat yang sederhana, sehingga aspal yang digunakan cukup aspal yang memungkinkan
5 RANI FITRIANI (08124021)
TATANG BAHLAWAN (08124027)
TEDDI APRIYADI (08124028)
METODE KONSTRUKSI JALAN 2011
digunakan alat yang sederhana tersebut. Jenis aspal yang cocok untuk kasus ini adalah aspal
cair, aspal emulsi maupun aspal Buton.

7. Tuntutan lingkungan
Tuntutan lingkungan menyangkut hal apakah dalam melaksanakan pekerjaan jalan tersebut
menimbulkan polusi yang dapat mengganggu lingkungan dimana pekerjaan tersebut
dilaksanakan. Sebagai contoh pekerjaan jalan pada sebuah rumah sakit, apabila aspal yang
digunakan merupakan aspal yang dapat menimbulkan polusi saat pelaksanaan, maka akan
mengganggu pasien. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dapat digunakan aspal cair atau
aspal emulsi yang dicampur secara dingin (Cold mix) sehingga tidak menimbulkan polusi
yang cukup besar.

8. Buruh (labour)
Tenaga kasar (buruh) sebaiknya dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan jenis aspal
yang akan digunakan. Hal ini disebabkan karena tenaga kasar yang tidak terlatih akan
membutuhkan waktu yang lebih lama dalam melakukan penggelaran sehingga dimungkinkan
akan terjadi penurunan suhu yang cukup besar yang berakibat suhu pemadatan menjadi
rendah. Hal ini berarti bahwa sebelum pemadatan dilakukan telah terjadi ikatan awal dan
akhirnya akan menyebabkan hasil pemadatan yang kurang baik. Untuk mengatasi hal ini,
maka aspal yang digunakan sebaiknya aspal yang kurang peka terhadap perubahan suhu
( dapat digunakan bahan aditive yang sesuai) atau menggunakan aspal emulsi maupun aspal
cair.

PERSYARATAN

Standar Rujukan
Standar Nasional Indonesia (SNI):
SNI 03-1968-1990 : Metode pengujian tentang analisis saringan agregat halus dan kasar.
SNI 03-2417-1991 : Metode pengujian keausan agregat dengan mesin abrasi Los Angeles.
SNI 06-2432-1991 : Metode pengujian daktilitas bahan-bahan aspal.
SNI 06-2433-1991 : Metode pengujian titik nyala dan titik bakar dengan alat cleveland open
cup.
SNI 06-2434-1991 : Metode pengujian titik lembek aspal dan ter.
SNI 03-2439-1991 : Metode pengujian kelekatan agregat terhadap aspal.
SNI 06-2440-1991 : Metode pengujian kehilangan berat minyak dan aspal dengan cara A.
SNI 06-2441-1991 : Metode pengujian berat jenis aspal padat.
SNI 06-2456-1991 : Metode pengujian penetrasi bahan-bahan bitumen.
SNI 03-3407-1994 : Metode pengujian sifat kekekalan bentuk batu terhadap larutan natrium
sulfat dan magnesium sulfat.
SNI 03-3640-1994 : Metode pengujian kadar aspal dengan cara ekstraksi menggunakan alat
soklet.
SNI 03-4142-1996 : Metode pengujian jumlah bahan dalam agregat yang lolos saringan
No.200 (0,075 mm).
SNI 03-4428-1997 : Metode pengujian agregat halus atau pasir yang mengandung bahan
plastis dengan cara setara pasir.
SNI 03-6399-2000 : Tata cara pengambilan contoh aspal.
SNI 03-6721-2002 : Metode pengujian kekentalan aspal cair dengan alat saybolt.
SNI 03-6757-2002 : Metode pengujian berat jenis nyata campuran beraspal padat
menggunakan benda uji kering permukaan jenuh.
6 RANI FITRIANI (08124021)
TATANG BAHLAWAN (08124027)
TEDDI APRIYADI (08124028)
METODE KONSTRUKSI JALAN 2011
SNI 03-6819-2002 : Spesifikasi agregat halus untuk campuran beraspal.
SNI 03-6877-2002 : Metode pengujian kadar rongga agregat halus yang tidak dipadatkan.
SNI 03-6885-2002 : Metode pengujian noda aspal minyak.
SNI 03-6893-2002 : Metode pengujian berat jenis maksimum campuran beraspal.
SNI 03-6894-2002 : Metode pengujian kadar aspal dan campuran beraspal cara sentrifius.
RSNI M-01-2003 : Metode pengujian campuran beraspal panas dengan alat Marshall.
RSNI M-04-2004 : Metode pengujian kelarutan aspal.
RSNI M-06-2004 : Cara uji campuran beraspal panas untuk ukuran agregat maksimum dari
25,4 mm (1 inci) sampai dengan 38 mm (1,5 inci) dengan alat Marshall
RSNI T-01-2005 : Cara uji butiran agregat kasar berbentuk pipih, lonjong atau pipih dan
lonjong.

AASHTO:
AASHTO T283-89 : Resistance of compacted bituminous mixture to moisture induced
damaged.
AASHTO T301-95 : Elastic recovery test of bituminous material by means of a ductilometer.
AASHTO T165-97 : Effect of water on cohesion of compacted bituminous paving mixtures.
ASTM:
ASTM E 102-93 : Saybolt furol viscosity of asphaltic material at high temperature.
British Standard:
BS 598 Part 104 (1989) : The compaction procedure used in the percentage refusal density
test.

7 RANI FITRIANI (08124021)


TATANG BAHLAWAN (08124027)
TEDDI APRIYADI (08124028)

Anda mungkin juga menyukai