Anda di halaman 1dari 5

PRINSIP KEMOTERAPI KANKER 

(I)

Filed under: Bedah,med papers — ningrum @ 7:19 pm

I.      Siklus sel dan aktivitas obat

1. Siklus sel digambarkan dalam Gambar 1.1 dan didiskusikan dalam Bab 1, Biologi
Kanker dan Onkogen: Primer, bagian I.A.1. Kebanyakan sel harus melalui siklus sel
untuk bisa dibunuh oleh kemoterapi dan terapi radiasi. Banyak agen-agen sitotoksik
bekerja pada lebih dari satu fase siklus sel, termasuk yang diklasifikasikan sebagai fase
spesifik. Contoh obat yang aktif dalam fase spesifik siklus sel adalah sebagai berikut
1. Fase G0 : glukokortikoid untuk limfosit matur
2. Fase G1 : L-asparaginase
3. Fase S    : procarbazine dan antimetabolit
4. Fase G2 : bleomycin dan alkaloid tumbuhan
5. Fase M   : alkaloid tumbuhan
2. Kategori obat. Agen-agen sitotoksik secara garis besar dikategorikan berdasarkan
aktivitas mereka sehubungan dengan siklus perkembangan sel.
1. Fase non-spesifik
1. Obat-obat non-spesifik siklus membunuh sel yang tidak membelah (misal
hormon steroid, antibiotik antitumor selain bleomycin)
2. Spesifik siklus, obat nonspesifik-fase efektif hanya jika sel melalui siklus
generasi, namun mereka dapat menimbulkan cedera pada titik manapun
dari siklus (misal agen alkilasi)
3. Farmakokinetik. Nonspesifik siklus dan spesifik siklus, obat-obat fase
nonspesifik umumnya memiliki kurva respon-dosis linier: semakin banyak
jumlah obat yang diberikan, semakin besar fraksi sel yang dibunuh.
2. Fase spesifik
1. Spesifik siklus, obat fase-spesifik efektif hanya jika muncul selama fase
khusus siklus sel.
2. Farmakokinetik. Spesifik-siklus, obat-obat fase spesifik mencapai batasan
dalam kemampuan membunuh-sel, namun efeknya merupakan fungsi
kedua waktu dan konsentrasi (Gambar 4.1). Diatas level dosis tertentu,
peningkatan berikutnya pada dosis obat tidak menyebabkan lebih banyak
sel yang mati. Jika konsentrasi obat dipertahankan selama beberapa waktu,
lebih banyak sel memasuki fase letal spesifik dari siklus dan mati.
3. Populasi kinetik. Pertumbuhan tumor bergantung pada ukuran pool proliferasi sel dan
jumlah sel yang mati secara spontan. Semakin besar massa tumor, semakin besar
persentase sel yang tidak membelah dan yang mati dan semakin lama waktu bagi rata-
rata sel untuk membelah. Gambar 4.2 memperlihatkan kurva perumbuhan tumor teoritik
(gompertzian). Beberapa ciri kurva berbentuk-sigmoid pada koordinat logaritma adalah
sebagai berikut:
1. Angka pertumbuhan (waktu ganda) adalah cepat selama stadium pertumbuhan
awal dan eksponensial. Ketika tumor kecil dan tumbuh dengan cepat, sebuah
proporsi sel relatif tinggi mengalami pembelahan; yaitu, fraksi pertumbuhan
(rasio pembelahan terhadap sel total) adalah tinggi.
2. Fraksi pertumbuhan menurun seiring tumor bertambah besar dan rupanya harus
meningkat setelah terapi yang mengurangi volume tumor. Angka pertumbuhan
secara nyata stabil karena restriksi ruang, availabilitas nutrisi, dan suplai darah.
3. 1 x 109 sel mewakili 1 g jaringan dan jumlah terkecil sel tumor menuntut dapat
dideteksi secara klinis (ekuivalen terhadap massa berdiameter 1 cm yang
ditemukan pada film sinar-X atau pada pemeriksaan payudara). Tumor dengan
1012 dan 1013 sel (sekitar 2 – 20 lb kanker) biasanya menyebabkan kerusakan
organ vital dan kematian pasien.
4. 50% reduksi massa tumor mewakili hanya 1/3 log pengurangan volume tumor.
Sebagai contoh, sebuah massa tumor pada film sinar-X terdiri dari 8 x 1010 sel
yang berkurang setengah volumenya dengan kemoterapi masih terdiri dari 4 x
1010 sel.

II.      Karakteristik biologis sel kanker dapat dieksploitasi untuk menjadikan mereka rentan
terhadap terapi obat. Meskipun proliferasi sel maligna terjadi dalam ketiadaan kontrol
pertumbuhan internal dan eksternal yang normal, sel-sel kanker bergantung pada mekanisme
yang sama seperti pembelahan sel yang ditemukan pada sel normal. Gangguan pada mekanisme
tersebut mengarah pada kematian sel didalam kedua jaringan normal dan maligna.

1. Eksploitasi apoptosis pada kanker (lihat Bab I, Biologi Kanker dan Onkogen: Primer,
bagian II.A). Sel-sel kanker dengan mekanisme utuh untuk apoptosis dapat dipaksa
mengalami apoptosis dengan kerusakan ireversibel pada DNA mereka. Terapi radiasi dan
kebanyakan agen antineoplastik sitotoksik membunuh sel kanker dengan dengan merusak
sel dan memicu apoptosis. Normalnya, ketika sel induk kanker dirusak, “template”
selular untuk produksi fenotip maligna hilang atau rusak; karenanya, sel-sel ini tidak akan
digantikan oleh jenis mereka lagi. Hilangnya sel jaringan normal sebagai akibat dari
kerusakan DNA memicu proliferasi sel jaringan normal dan penggantian sel yang hilang
dalam perilaku membatasi-diri.
2. Eksploitasi pada proliferasi faktor kontrol pada kanker. Pengubah respon biologi
telah digunakan terutama untuk merangsang sistem imun sel terpilih, yang kemudian
memperlihatkan aktivitas antikanker. Pengubah ini termasuk, interferon, interleukin, dan
beberapa faktor pertumbuhan.
3. Ekslpoitasi maturasi abnormal pada sel kanker
1. Langsung bertindak faktor-faktor maturasi menekan sel yang belum lengkap
berdiferensiasi menjadi matang sepenuhnya. Teknik ini dicontohkan oleh asam
trans retinoat untuk pengobatan leukemia promielositik akut. Agen lainnya seperti
vitamin D dan cytocine arabinoside, dapat memicu maturasi beberapa tipe sel
induk leukemik secara in vitro.
2. Pemusnahan sel induk dapat meninggalkan populasi sel matur, yang kemudian
melengkapi diferensiasinya menjadi jaringan non-maligna matur. Fenoma ini
tampak pada temuan sisa massa tumor sel-sel teratoma benigna setelah
berhasilnya pengobatan tumor sel germinal.
4. Hambatan angiogenesis: eksploitasi ketergantungan sel-sel kanker untuk memicu
pembentukan suplai darah mereka sendiri untuk berproliferasi (lihat Bab 1, Biologi
Kanker dan Onkogen: Primer, bagian II.D). Hambatan angiogenesis sedang aktif dikejar
sebagai alat untuk pengobatan kanker.
1. Hambatan angiogenesis memiliki potensi dalam mengontrol pertumbuhan tumor
dengan membatasi suplai darah tumor, dengan hanya efek terbatas pada
revaskularisasi normal.
2. Penetralan efek antiapoptosis faktor pertumbuhan endotel vaskular dapat
mencegah akumulasi cacat genetik yang dapat menjadikan kanker lebih agresif
seiring berjalannya waktu.
3. Banyak penghambat angiogenesis yang telah diketahui. Beberapa dari agen-agen
ini bermanfaat dalam terapi kanker, termasuk pentostatin, interferon,
glukokortikoid, dan suramin. Ekstrak kartilago, heparin, dan vitamin D adalah
penghambat angiogenesis tumor dalam sistem eksperimental; tak satupun dari
agen-agen ini yang terlihat memiliki efektivitas klinis

Prinsip Kemoterapi Kanker (II)

Filed under: Bedah,med papers — ningrum @ 1:00 am

III. Mekanisme Resistensi Obat

1. Heterogenitas sel tumor. Mutasi gen spontan terjadi dalam subpopulasi sel-sel kanker
sebelum mereka terpapar kemoterapi. Beberapa dari subpopulasi ini tahan terhadap obat
dan tumbuh menjadi tipe sel pendahulu setelah kemoterapi mengeliminasi batas sel
sensitif. Hipotesis Goldie-Coldman mengindikasikan bahwa probabilitas populasi tumor
yang terdiri atas sel-sel resisten adalah sebuah fungsi dari jumlah total kemunculan sel.
Hipotesis ini menegaskan kemungkinan tinggi akan adanya mutan resisten-obat pada saat
presentasi klinis.
2. Resistensi obat tunggal
1. Enzim katabolik. Pemaparan terhadap obat dapat memicu pembentukan enzim
katabolik yang menyebabkan resistensi obat. Obat dikatabolisme lebih cepat
didalam sel dengan amplifikasi gen oleh DNA pada enzim katabolik spesifik.
Contohnya termasuk meningkatnya dihidrofolat reduktase, yang memetabolisme
metotreksat; deaminase, yang menonaktifkan cytarabine; dan glutathione (GSH),
yang menonaktifkan agen-agen alkilasi.
2. GSH penting untuk sintesis prekursor DNA. Meningkatnya level enzim GSH
telah ditemukan pada berbagai kanker dan bukan pada jaringan normal yang
mengelilinginya. GSH dan enzimnya mengeruk radikal bebas dan tampaknya
memainkan beberapa peranan dalam menonaktifkan agen-agen alkilasi melalui
ikatan langsung, peningkatan metabolisme, detoksifikasi, atau perbaikan
kerusakan DNA.
3. Resistensi terhadap penghambat topoisomerase dapat berkembang dengan
berkurangnya akses obat ke enzim, perubahan struktur atau aktivitas enzim,
menningkatnya angka perbaikan DNA, dan sebagai akibat dari aksi protein
resistensi multi-obat (lihat bagian C berikut).
4. Protein transpor. Pemaparan terhadap obat dapat memicu produksi transpor
protein yang mengarah pada resistensi obat. Sebagai akibatnya, sejumlah kecil
obat memasuki sel atau sejumlah besar dibawa keluar sel karena perubahan
adaptif dalam transpor membran sel. Contohnya adalah transpor metotreksat dan
gen resisten-multiobat.
3. Resistensi multi-obat. Resistensi pada banyak agen, khususnya antimetabolit, dapat
diakibatkan perubahan mutasional unik pada agen tersebut. Dalam kasus lainnya,
perubahan mutasional tunggal setelah pemaparan terhadap obat tunggal dapat
menyebabkan resistensi yang tampaknya tidak berhubungan dengan agen
kemoterapeutik.
1. Gen P-170 dan mdr-I. Proses resistensi multiobat tampaknya terjadi sebagai
akibat induksi atau amplifikasi gen mdr-I. Produk gen adalah membran
glikoprotein 170-dalton (P-170), yang berfungsi sebagai pompa dan dengan cepat
mengekspor kimia hidrofobik keluar dari sel. P-170 adalah produk sel normal
dengan resistensi menetap terhadap kemoterapi, termasuk sel-sel ginjal, kolon,
dan adrenal. Membran glikoprotein P-170 dapat diinduksi dan menengahi
penghabisan alkaloid vinka, antrasiklin, aktinomisin D, epipodofilotoksin, dan
kolkisin. Ketika terpapar oleh salah satu obat-obat ini, sel menjadi resisten
terhadap obat lainnya namun tetap sensitif terhadap obat dari kelas lainnya (misal
agen alkilasi atau antimetabolit. CCB (misal verapamil), amiodarone, kuinidin,
siklosporin, fenotiazin, dan agen-agen lainnya telah dipelajari untuk kemampuan
mereka membalik atau menghambat efek P-170.
2. Hilangnyan apoptosis sebagai mekanisme resistensi obat. Semua sel, termasuk sel
kanker, harus memiliki mekanisme utuh untuk replikasi dan perbaikan untuk
mencegah hilangnya informasi yang penting untuk kelangsungan hidup. Pada
ketiadaan apoptosis utuh, sel-sel kanker dapat terus melalui pembelahan sel
sekuensial dan mengakumulasi nukleotida yang tidak-cocok dan mutasi DNA
progresif. Hilangnya apoptosis dimanifestasi dengan meningkatnya aneuploidi
yang selalu dilihat sebagai kanker yang menjadi lebih agresif dan dengan
frekuensi mutasi yang sangat tinggi pada gen supresor p53.

a. p53 adalah protein supresor tumor dan merupakan penginduksi apoptosis poten didalam sel
yang kerusakan DNA-nya telah terjadi. Agen perusak-DNA menyebabkan peningkatan level p53
didalam sel normal. Ketika sel terpapar oleh agen yang merusak DNA, p53 menyebabkan
tahanan siklus sel dalam fase diam (G1 dan G2), mencegah progresi ke fase sintetik DNA (S).
Fungsi p53 ini diduga penting dalam melestarikan integritas genom selular.

p53 tipe-liar menekan penyelenggara gen mdr-I, sementara mutan protein p53 dapat merangsang
penyelenggaranya. Mutasi pada gen p53 terjadi pada lebih dari 50% tumor manusia. Berbagai
tumor yang mengekspresikan mutan p53 atau menghapus p53 resisten terhadap jangakauan luas
agen-agen antikanker. Disregulasi jalur p53 bisa jadi sebuah mekanisme mencolok resistensi
obat akibat produksi berlebihan produk gen yang bertanggung jawab memasuki fase-S dan
pertumbuhan sel cepat.

b. Bcl-2 merupakan supresor poten kematian sel apoptotik. Permutasi ekspresi Bcl-2 (atau gen
yang berhubungan) dapat menyebabkan baik represi ataupun promosi apoptosis yang dipicu oleh
sinar-g atau agen-agen kemoterapi. Mekanisme proliferasi abnormal lain pada sel-sel kanker
dapat menyebabkan cacat genetik yang menyebabkan mutasi dan hilangnya fungsi gen yang
bertanggungjawab untuk apoptosis.
c. Aktivasi NF-kB (faktor nuklear-kappa B) mengakibatkan supresi poten dari apoptotik
potensial sejumlah stimuli eksternal, termasuk berbagai sitokin, TNF-a, kemoterapi, sinar-X dan
sinar-g (dan sebaliknya). Hubungan antara status p53 , NF-kB, Bcl-2, dan sensitivitas kemoterapi
adalah kompleks.

Anda mungkin juga menyukai