PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Secara historis, agama telah memainkan peranan besar dalam merangsang
aksi-aksi sosial dan politik untuk melawan kekuasaan politik dan ideologi negara
yang sangat dominan. Selama periode kolonial, banyak sekali gerak sosial yang
berdasarkan agama ditujukan untuk mengingkari hegemoni negara dan
menegaskan ruangan sosial dan politik mereka sendiri. Banyak gerakan
milenarian di Indonesia didasarkan pada ajaran-ajaran eskatologis agama,
misalnya seperti Imam Mahdiisme atau gerakan Ratu Adil yang semuanya
bertujuan untuk menegakkan sebuah masyarakat yang ideal, bebas dari ketidak
adilan sosial dan penidasan politik yang dilakukan negara.
Kendatipun gerakan-gerakan ini sebagian besar tidak berorganisasi
dengan baik, tak sistematis dalam program-programnya, dan karenanya dengan
mudah bisa digasak oleh negara, tapi signifikansinya sebagai perlawanan sosial
dari masyarakat sipil tidak bisa diabaikan begitu saja. Gerakan-gerakan itu
memperlihatkan kemampuan masyarakat sipil untuk melawan ideologi dominan
dan praktek-praktek negara.
Perkembangan kesadaran keagamaan sebagai suatu struktur makna yang
khas dan mampu menyediakan mode pemahaman diri secara sosial dan politik,
juga mempengaruhi munculnya nasionalisme Indonesia. Melihat kembali lahirnya
nasionalisme Indonesia modern, suatu gagasan yang dirumuskan dengan
interprestasi sekuler, ia terutama diartikulasikan menurut bentuk solidaritas dan
sentimen keagamaan.
Dengan demikian, nasinalisme sebagai suatu bentuk ³masyarakat yang
dibayangkan´ ({ { {
mengutip Aderson, adalah perluasan yang
tak terpisahkan dari gagasan solidaritas keagamaan. Misalnya, dalam diskursus
poltik Islam, konsep mengenai nasionalisme tidak bisa dipisahkan dari gagasan
tentang ³umat:´. Bukan karena kebetulan jika Syarikat Islam
c SOSIOLOGI
(SI) pada 1912 menjadi organisasi sosial pertama yang berhasil menanamkan
benih nasionalisme Indonesia di kalangan masyarakat bahwa dan cendekiawan-
cendikiawan kelas menengah. Meskipun kemudian nasionalisme Indonesia telah
mengalami, transformasi sejak 1930-an dan tidak lagi diinterprestasikan dengan
suatu pemahaman keagamaan pengaruh
dari gagasan-gagasan keagamaan tetap saja tampak.
Ñ SOSIOLOGI
BAB II
PEMBAHASAN
1
. Ferdinand Tonnies, ? {
?
, terjemahan oleh Charles P. Loomis dalam
{, New York: American Book Company, 1940.
ÿ SOSIOLOGI
| 666 6666 666666
666 6 666 6 66
66 6 66
6 6 666 6 6 6 6
6 666 6 6 6
66 6 666 6 6 6
6 6 666 6 666 6 666 6 6
6 6
6 666 6 6
6 6
66 66666
Organisasi keagamaan yang khusus merupakan agama yang didirikan dan
yang paling khas, berawal dari tokoh kharismatik dan sejumlah pengikut. Analisa
yang kita perlukan ialah analisa abstrak yang mencoba memisahkan pandangan
umum tentang struktur dan pengalaman keagamaan, yakni mengidentifikasi
unsur-unsur yang umum dari pengalaman tersebut.
Tetapi, dalam studi agama juga penting untuk mengetahui isi khusus dari
pengalaman keagamaan atau apa yang disebut oleh para ahli teologi sebagai
³Wahyu´ (revelation).
ë SOSIOLOGI
yang lebih kabur seperti keluarga. Agama yang terorganisasi secara khusus ini
lahir sebagai akibat dari kecenderungan umum kea rah pengkhususan fungsional.
Yang kedua, meningkatnya pengalaman keagamaan yang mengambil bentuk
dalam berbagai corak organisasi keagamaan baruÑ. Dengan demikian,
perkembangan organisasi keagamaan yang khusus menunjukkan pengaruh umum
dalam proses kemasyarakatan dan perubahan-perubahan kedalamn beragama yang
disebut terakhir sering tidak berhubungan dengan yang disebut pertama.
Ritus, keyakinan dan corak organisasi keagamaan yang baru akan berbeda
dari masing-masing kelompok keagamaan yang ada dalam masyarakat. Pada
umumnya agama baru itu menunjukkan pemisahan dengan masa lalu dan
memuliakan semangat kesatuan dan persatuan yang baru.
Aliran yang mucul dewasa ini disebabkan oleh adanya kesadaran akan krisis
kejiwaan manusia modern. Mereka mencari makna hidup, sambil merenungkan
akar tradisi kerohanian dalam agama mereka sendiri yang menopang penemuan
makna itu. Ada semacam ketakutan eksistensial yang mengancam diri kita di
tengah situasi krisis, sarat teror, konflik dan kekerasan sampai tragedi
pembunuhan yang menjadi menu keseharian hidup kita.
2
. Wach, The Sociology of Religion, hal 109.
3
. Wach, The Sociology of Religion, hal 110.
§ SOSIOLOGI
Marak munculnya gerakan-gerakan keagamaan yang baru u {{
), membuat kita bertanya-tanya apakah institusi agama sudah tidak
relevan lagi bagi kehidupan individu. Jawaban awal yang diberikan mungkin saja
adalah bahwa hal ini terkait erat dengan perubahan sosial dalam masyarakat dan
agama, seperti radikalisme, fundamentalisme, sekularisasi, dan perubahan sosial
({ ) lainnya. Akibat perubahan dan pergerakan sosial ({
) yang begitu cepat
666 6666666 66
6
Ú SOSIOLOGI
Bisa dikatakan hal ini merupakan gejala wajar akan adanya suatu usaha
untuk bereaksi terhadap perubahan sosial yang begitu radikal dan mengancam
keberadaan manusia yang senatiasa membutuhkan pegangan. Usaha itu secara
umum berbentuk keinginan kuat untuk kembali merindukan hal-hal rohani,
spiritual, Ilahi yang dirasakan dapat menimbulkan rasa aman pada dunia dewasa
ini yang sarat akan perubahan yang begitu cepat. Mengapa kemudian muncul
gerakan-gerakan spiritual, karena pada saat yang sama ketika keinginan itu begitu
kuat, kepercayaan terhadap agama-agama besar yang dinilai kaku karena terpaku
pada doktrin menurun. Agama-agama doktrin tidak menarik lagi karena orang
tidak dituntut untuk kreatif, hanya mengikuti kaidah dan tatanan yang sudah baku.
Agama-agama formal dinilai tidak terlalu menjawab kebutuhan mereka.
D SOSIOLOGI
6
66 6 6 6 6 6
6 66
6
6 666 6 6 6
66 "6 "
6 6 6 6 66 66
6 66666 6 6 6"
6
6 6 6 6 6 6 6 6
6 6 666
6"
6666 666
#
6 6666666
6
"
66 6 66 6 666 6 6
6 66
66 6666 666#66
6 6666#6"66"
6
SOSIOLOGI
Ñ $666 6666 6"6
è SOSIOLOGI
2. Pergerakan Islam atau yang mengatas namakan Islam
c SOSIOLOGI
m $66 66"6
66 6 666m
6666%
cc SOSIOLOGI
Misalnya Jamaah Masjid Salman ITB, Jamaah masjid Asy Syuhada
Jogja, Jamaah masjid ARH Salemba, dll atau Daarut Tauhid dengan
tokohnya Abdullah Gymnastiar, Hidayatullah (berpusat di Kalimantan
dan Surabaya) yang sekarang ini mulai berkibar dengan majalah
websitenya, At Tahieriyyah dan Asy Syafi¶iyah yang berangkat dari
komunitas NU Betawi.
Isa Bugis /Inkarrussunnah : yaitu gerakan yang hanya mau menerima Al-
Qur¶an sebagai rujukan dan menolak Al-Hadits. Gerakan ini kecil saja
namun karena penyimpangannya ia sering dianggap µduri dalam daging µ
oleh para tokoh harakah Islam di Indonesia ini.
Islam Jama¶ah, yang diduga sebagai gerakan sempalan bikinan Ali
Murtopo atas intruksi Soeharto tahun 1970-an. Pengaruhnya juga kecil
sekali, terutama setelah tokoh utamanya Nurhassan Ubaidillah meninggal
dunia. Juga karena penyimpangannya gerakan ini sama dianggap µduri
dalam daging¶ ummat terutama karena mengkafirkan yang selain jamaah
mereka.
Gerakan Islam Posmo (Post Modern ) yang dikembangkan oleh murid-
murid kumpulan orientalis barat (Yahudi Nasrani). Titik tekan mereka
pada percampuran ideologi rasionalisme, sufisme/spiritulisme, pluralisme,
humanisme dan sekularisme. Tokoh-tokoh mereka dianggap sebagai
µcendikiawan muslim¶, namun nota bene mereka belajar Islam justru dari
orientalis Yahudi dan Nasrani di manca negara. Ide-ide atau wacana-
wacana mereka seringkali sudah keluar dari garis batas keislaman
seseorang, misalnya lontaran untuk menerima semua agama sebagai sama
benar.
cÑ SOSIOLOGI
Prospek Ke Depan :
Masa depan umat ditangan umat itu sendiri, sesuai dengan QS 13:11:
Optimisme lain datangnya dari semangat para pemuda Indonesia yang sejak
awal tahun 80-an telah menunjukkkan kegairahan untuk kembali kepada Islam
yang benar. Kini [para pemuda generasi awal tersebut telah memasuki usia
setengah baya (40-an)] dan mulai mengambil posisi-posisi penting di masyarakat,
mereka telah nyata-nyata mempengaruhi keseluruhan wajah umat Islam Indonesia
masa kini. Masih ada satu lagi optimisme terbaru yang semakin membawa
harapan bagi umat, yakni tumbuhnya semangat untuk berdialog dan membuka
diri.
cÿ SOSIOLOGI
2.5 GERAKAN ARUS BESAR DAN GERAKAN SEMPALAN
cë SOSIOLOGI
Bassam Tibi (1990 : 125) menjelaskan, gerakan revitalisasi dalam konteks
Islam sebagai suatu gerakan masyarakat setempat (muslim) yang intinya menolak
kekuatan baru Eropa. Gerakan ini ditandai dengan semangat menjadikan Islam
sebagai acuan gerakan anti kolonial dan sebagai ideologi jihad umat. Dengan kata
lain, revitalisasi agama pada hakekatnya merupakan upaya umat beragama (Islam)
'merangkul agama' (religious mindedness). Caranya dengan mereformasi,
redifinisi atau reinterpretasi terhadap doktrin agama untuk mencapai 'konsolidasi
spiritual' (Geertz, 1982 : 24, Tibbi, 1990 : 125). Suatu upaya pengukuhan kembali
nilai-nilai keagamaan yang dikhawatirkan akan hilang.
Kelompok Arus Besar ialah kelompok atau gerakan pemikiran yang relatif
mapan di suatu komunitas masyarakat. Umumnya pemikiran tentang keagamaan
dan atau metode aksinya dianut oleh kebanyakan umat beragama. Adapun
kelompok arus kecil ialah kelompok yang berada di luar gerakan Islam status quo,
pemikiran keagamaannya menyempal dari pemikiran kebiasaan umat beragama
umumnya, dan dianut oleh sebagian kecil umat beragama. Kelompok arus besar
ini secara garis besar dapat dibagi ke dalam 2 kelompok.
c§ SOSIOLOGI
Kedua, Kelompok yang menghendaki agar umat Islam kembali kepada nilai-
nilai Islam awal. Kelompok ini bisa disebut dengan revivalis atau fundamentalis.
Kelompok kedua dapat dibagi ke dalam (1) kelompok yang berusaha kembali ke
tradisi Islam secara ketat dan menganggap perubahan dari luar Islam sebagai
ancama terhadap nilai tradisional. Karena itu, mereka berusaha menarik diri dari
proses pembaratan (internasionalisasi). Sub kelompok ini biasa disebut dengan
revivalis tradisional. Sub kelompok yang lain adalah kelompok revivalis yang
disamping berusaha melindungi warisan masa lalu, sekaligus bersikap kreatif-
positif. Mereka memahami bahwa tantangan dari Barat bukan hanya di bidang
intelektual, namun juga di bidang politik-sosial-ekonomi. Karena itu umat Islam
harus memberi jawaban secara total, mengakar dan konfrontatif. Islam harus
menjadi gerakan sosial-politik.
cÚ SOSIOLOGI
Jika dilihat faktor-faktor yang memicu munculnya kelompok arus besar atau
Islam/agama mapan (selanjutnya disingkat dengan KIM/KAM) dan KSI, di satu
sisi dapat diambil garis pemisah, namun di sisi lain KSI tetap segaris dengan KIM.
Hal ini karena keduanya sebagai bagian dari kesadaran balik atau revitalisasi
agama akibat globalisasi nilai Barat yang sekuler-materialistik-rasionalistik, dan
respon penguatan identitas diri. Kedua kelompok itu sama-sama merasakan
adanya proses degradasi peran agama akibat hegemoni nilai-nilai Barat.
Hanya saja pra kondisi kemunculan KSK/I agak lebih kompleks.
Selain itu KSK/I juga seperti pada KIM sama-sama sebagai upaya penguatan
dan penonjolan identitas diri di tengah upaya dominasi pihak luar. Perbedaannya,
pada KIM kungkungan eksternal itu lebih pada penguatan identitas dari hegemoni
nilai Barat. Adapun pada KSK/I ditambah dengan penguatan identitas diri dari
KIM itu sendiri. Mereka tidak puas terhadap KIM dan bahkan tidak percaya lagi
terhadap respon yang diberikan oleh KIM dalam menghadapi berbagai persoalan
dampak globalisasi (Rakhmat, 1992 : 300-301).
cD SOSIOLOGI
mereka menemukan sosok pemimpin dan orang ideal yang memberikan tempat
berlindung yang aman. Di dalamnya mereka dapat saling mengungkapkan
perasaan secara kekeluargaan.
Max Weber membedakan antara gereja, yang rasional terus menerus operasi,
asosiasi wajib yang mengklaim otoritas monopoli, dan sekte,''sebuah asosiasi
sukarela yang mengakui orang-orang hanya dengan kualifikasi agama
tertentu''(Weber 1978, hal 56). ''Seseorang menjadi anggota gereja karena
kelahiran. Tetapi sekte membuat keanggotaan tergantung pada entri kontrak
dalam beberapa'' jemaat tertentu (hal. 456). Mahasiswa Weber, Ernst Troeltsch
(1961), mengembangkan tipologi dari konsep-konsep ini dan beberapa variasi
tipologi gereja-sekte telah digunakan berulang kali dalam mempelajari US
organisasi keagamaan.
c SOSIOLOGI
Negara´ (1954, hal 19) dan yang dipekerjakan pola, demokratis asosiasional
dalam mengejar penentangan mereka karena itu adalah satu-satunya cara terbuka
bagi mereka. Niebuhr melihat bahwa karakter organisasi sektarian murni jarang
berlangsung lebih dari satu generasi. Sebagai anak-anak dilahirkan kepada
anggota sukarela dari generasi pertama,
{
{ {{
{{{
# { {{
{
{
{
#{
{{ $ {
{{
{{{
{{{ {{{
{
{ { {{
{{
{ { #{{
{
{{
{ {
{
{
{{
{{{ {
{ # % {
# {
#{{
{
{ {
{ {
{
u{ &'()
&'*+
cè SOSIOLOGI
keaslian pribadi, keyakinan dan selfidentity (hal. 85). 1970-an melihat banyak
penelitian besar tentang rekrutmen dan mobilisasi oleh organisasi keagamaan.
Sebuah perspektif teoretis yang relatif baru dalam sosiologi organisasi dan sosial
gerakan-sumber mobilisasi-telah menerangi banyak dari adegan saat ini gerakan
keagamaan baru. Bromley dan Shupe melakukan mobilisasi sumber daya analisis
rinci dari Gereja Unifikasi. Mereka berpendapat bahwa salah satu elemen kunci
dalam pendirian gereja di Amerika Serikat adalah pengembangan tim
penggalangan dana mobile (1979).
Ñ SOSIOLOGI
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Ñc SOSIOLOGI
DAFTAR PUSTAKA
d
d
d
#%
./
012d1''%,)3
$*
4
5
ÑÑ SOSIOLOGI