Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1‘ LATAR BELAKANG
Secara historis, agama telah memainkan peranan besar dalam merangsang
aksi-aksi sosial dan politik untuk melawan kekuasaan politik dan ideologi negara
yang sangat dominan. Selama periode kolonial, banyak sekali gerak sosial yang
berdasarkan agama ditujukan untuk mengingkari hegemoni negara dan
menegaskan ruangan sosial dan politik mereka sendiri. Banyak gerakan
milenarian di Indonesia didasarkan pada ajaran-ajaran eskatologis agama,
misalnya seperti Imam Mahdiisme atau gerakan Ratu Adil yang semuanya
bertujuan untuk menegakkan sebuah masyarakat yang ideal, bebas dari ketidak
adilan sosial dan penidasan politik yang dilakukan negara.
Kendatipun gerakan-gerakan ini sebagian besar tidak berorganisasi
dengan baik, tak sistematis dalam program-programnya, dan karenanya dengan
mudah bisa digasak oleh negara, tapi signifikansinya sebagai perlawanan sosial
dari masyarakat sipil tidak bisa diabaikan begitu saja. Gerakan-gerakan itu
memperlihatkan kemampuan masyarakat sipil untuk melawan ideologi dominan
dan praktek-praktek negara.
Perkembangan kesadaran keagamaan sebagai suatu struktur makna yang
khas dan mampu menyediakan mode pemahaman diri secara sosial dan politik,
juga mempengaruhi munculnya nasionalisme Indonesia. Melihat kembali lahirnya
nasionalisme Indonesia modern, suatu gagasan yang dirumuskan dengan
interprestasi sekuler, ia terutama diartikulasikan menurut bentuk solidaritas dan
sentimen keagamaan.
Dengan demikian, nasinalisme sebagai suatu bentuk ³masyarakat yang
dibayangkan´ ({ {  {
 mengutip Aderson, adalah perluasan yang
tak terpisahkan dari gagasan solidaritas keagamaan. Misalnya, dalam diskursus
poltik Islam, konsep mengenai nasionalisme tidak bisa dipisahkan dari gagasan
tentang ³umat:´. Bukan karena kebetulan jika Syarikat Islam

c SOSIOLOGI
(SI) pada 1912 menjadi organisasi sosial pertama yang berhasil menanamkan
benih nasionalisme Indonesia di kalangan masyarakat bahwa dan cendekiawan-
cendikiawan kelas menengah. Meskipun kemudian nasionalisme Indonesia telah
mengalami, transformasi sejak 1930-an dan tidak lagi diinterprestasikan dengan
suatu pemahaman keagamaan pengaruh
dari gagasan-gagasan keagamaan tetap saja tampak.

1.2‘ RUMUSAN MASALAH

‘ Apakah yang dimaksud dengan Gerakan Keagamaan?


‘ Sebutkan macam-macam Gerakan Keagamaan?
‘ Apakah yang dimaksud dengan Gerakan Arus Besar dan Gerakan
Sempalan?
‘ Bagaimana tipologi Gerakan Keagamaan?
‘ Apa saja Sumber dan Mobilitas Gerakan Keagamaan?

Ñ SOSIOLOGI
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PELEMBAGAAN AGAMA


Didalam masyarakat terdapat dua jenis utama organisasi keagamaan.
Didalam masyarakat primitif dan purba, 6 66 66 
6 6 
  6   6 6  6 66  6 6 6 6
6 6 66  

 6 66  66 6   6 6
 
 66  6 6 666 Pada masyarakat ini, agama merupakan
salah satu aspek kehidupan semua kelompok sosial. Akan tetapi, dalam
perkembangan masyarakat, para spesialis dan magis tampil lebih awal dan dalam
masyarakat tuna aksara individualis keagamaan juga ditemukan.
Lama-kelamaan tampillah organisasi yang fungsi utamanya adalah
mengelola masalah keagamaan. Organisasi keagamaan yang khusus ini pada
umumnya dijumpai di masyarakat dimana fungsi diferensiasi internal dan
stratifikasi yang ditimbulkan oleh perkembangan agama telah berkembang.
Kehadiran organisasi keagamaan yang khusus demikian itu menunjukkan salah
satu aspek dari semakin meningkatnya pembagian kerja dan spesifikasi fungsi
yang merupakan atribut penting masyarakat perkotaan.
Didalam masyarakat tradisional, kelompok sosial yang serupa memberikan
kesempatan untuk memuaskan kebutuhan ekspresif dan adaptif, sedangkan di
masyarakat modern, organisasi untuk memenuhi kebutuhan adaptif cenderung
dibuat terpisah dari organisasi yang memberi jalan ke luar bagi kebutuhan
ekspresif. Tonnies menyebut tipe organisasi sosial yang disebut pertama itu
³Gemeinschaft´, sedangkan yang terakhir disebut ³Gesellschaft´. Organisasi
keagamaan yang khusus cenderung tampil sebagai bagian perkembangan dari
Gesellschft.

1
. Ferdinand Tonnies, ? {
  ?
, terjemahan oleh Charles P. Loomis dalam
  

{ , New York: American Book Company, 1940.

ÿ SOSIOLOGI
| 666 666 6  666 666
 666 6 666 6  66
 
 66  6 66
  6 6  666 6 6 6  6
6 666 6  6 6
 66 6 666 6  6 6
 6 6  666 6 666  6 666 6  6
6 6 

6  666 6 6   6   6
66 66666
Organisasi keagamaan yang khusus merupakan agama yang didirikan dan
yang paling khas, berawal dari tokoh kharismatik dan sejumlah pengikut. Analisa
yang kita perlukan ialah analisa abstrak yang mencoba memisahkan pandangan
umum tentang struktur dan pengalaman keagamaan, yakni mengidentifikasi
unsur-unsur yang umum dari pengalaman tersebut.
Tetapi, dalam studi agama juga penting untuk mengetahui isi khusus dari
pengalaman keagamaan atau apa yang disebut oleh para ahli teologi sebagai
³Wahyu´ (revelation).

2.2 TAMPILNYA ORGANISASI KEAGAMAAN


Di dalam masyarakat primitif, agama telah memperluas secara merata ke
berbagai kegiatan dan hubungan sosial masyarakat. Ada dua faktor yang
cenderung untuk memacukan perubahan dari situasi agama primitif dan kuno serta
berciri kelompok baik agama maupun sosial kearah agama yang terorganisasi
secara khusus.
Pertama, meningkatnya secara total ³ Perubahan Batin´ atau kedalaman
beragama (inner differentiation). Karena pembagian kerja dalam masyarakat kian
berkembang yang kemudian malahirkan alokasi fungsi, alokasi fasilitas serta
system imbal jasa yang kian riwet, maka masyarakat cenderung mengembangkan
suatu tingkat spesifikas fungsi yang lebih tinggi.
Dan kemudian tampillah kelompok-kelompok dengan tujuan yang lebih
jelas dan terperinci untuk melaksanakan berbagai kegiatan, seperti produksi,
pendidikan dan sejenisnya, yang sebelumnnya ditangani oleh kelompok-kelompok

ë SOSIOLOGI
yang lebih kabur seperti keluarga. Agama yang terorganisasi secara khusus ini
lahir sebagai akibat dari kecenderungan umum kea rah pengkhususan fungsional.
Yang kedua, meningkatnya pengalaman keagamaan yang mengambil bentuk
dalam berbagai corak organisasi keagamaan baruÑ. Dengan demikian,
perkembangan organisasi keagamaan yang khusus menunjukkan pengaruh umum
dalam proses kemasyarakatan dan perubahan-perubahan kedalamn beragama yang
disebut terakhir sering tidak berhubungan dengan yang disebut pertama.
Ritus, keyakinan dan corak organisasi keagamaan yang baru akan berbeda
dari masing-masing kelompok keagamaan yang ada dalam masyarakat. Pada
umumnya agama baru itu menunjukkan pemisahan dengan masa lalu dan
memuliakan semangat kesatuan dan persatuan yang baru.

2.3 GERAKAN KEAGAMAAN DAN PEMIKIRANNYA

Pada dasarnya gerakan keagamaan ini muncul dapat sebagai pemberontakan


terhadap institusi agama yang tidak memberikan jawaban baru atas pertanyaan
manusia yang ikut serta dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
(modernitas). Pemberontakan ini bisa dilakukan dengan mendirikan agama/aliran
tandingan yang melawan agama asli (bidaah), mengadakan sinkretis atas ajaran
agama-agama, atau mencari jawaban baru dengan mendirikan aliran spiritualitas
baru. Maraknya dan kehebohan akibataliran itu bisa terlihat dalam peristiwa
Ahmadiyah, Rasul Keren Betawi, Lia Eden, Dunia Baru, dll.

Aliran yang mucul dewasa ini disebabkan oleh adanya kesadaran akan krisis
kejiwaan manusia modern. Mereka mencari makna hidup, sambil merenungkan
akar tradisi kerohanian dalam agama mereka sendiri yang menopang penemuan
makna itu. Ada semacam ketakutan eksistensial yang mengancam diri kita di
tengah situasi krisis, sarat teror, konflik dan kekerasan sampai tragedi
pembunuhan yang menjadi menu keseharian hidup kita.

2
. Wach, The Sociology of Religion, hal 109.
3
. Wach, The Sociology of Religion, hal 110.

§ SOSIOLOGI
Marak munculnya gerakan-gerakan keagamaan yang baru u  {{ 
 
), membuat kita bertanya-tanya apakah institusi agama sudah tidak
relevan lagi bagi kehidupan individu. Jawaban awal yang diberikan mungkin saja
adalah bahwa hal ini terkait erat dengan perubahan sosial dalam masyarakat dan
agama, seperti radikalisme, fundamentalisme, sekularisasi, dan perubahan sosial
({ ) lainnya. Akibat perubahan dan pergerakan sosial ({
 
) yang begitu cepat 
666  6 666666 66
  6

666 66666 6


6 Modernitas dan segala hal yang
dibawanya mengubah begitu banyak sistem dalam masyarakat dan cara pandang
masyarakat terhadap institusi-institusi sosial seperti agama. Bisa dikatakan bahwa
perubahan sistem sosial turut membawa perubahan bagi cara pandang dan cara
bersikap seseorang terhadap penghayatan keagamaan. 6 
6 

  6 6   6    66 6 66 Orang yang
berbeda agama bisa saja mempunyai penghayatan yang sama, demikian pula
orang yang sama agama tapi penghayatannya bisa berbeda. 
6
   6 66 6  6 6 6 66 6  6  6  66
  666 666666 6!6

Romo Mangun (alm) mengatakan bahwa manusia modern yang sering


dicemooh sebagai sekular, pada hakikatnya mencari kemungkinan religiositas
yang lebih otentik, lebih mengerti lebih tahu diri terhadap kemahakuasaan Tuhan.
Fritjof Capra, dalam ¬ ¬ { {
 (1980) menulis: ³  { {
 {{  {     
   { {{
{
{   
{
{{  
  {
  
{
 
  
    {       {  { 
 {
{     { 
{  {{{{    

Perubahan paradigmatik yang dimaksud adalah paradigma positivistik yang amat
percaya bahwa metode ilmiah rasional mekanis adalah satu-satunya pendekatan
yang sahih.

Ú SOSIOLOGI
Bisa dikatakan hal ini merupakan gejala wajar akan adanya suatu usaha
untuk bereaksi terhadap perubahan sosial yang begitu radikal dan mengancam
keberadaan manusia yang senatiasa membutuhkan pegangan. Usaha itu secara
umum berbentuk keinginan kuat untuk kembali merindukan hal-hal rohani,
spiritual, Ilahi yang dirasakan dapat menimbulkan rasa aman pada dunia dewasa
ini yang sarat akan perubahan yang begitu cepat. Mengapa kemudian muncul
gerakan-gerakan spiritual, karena pada saat yang sama ketika keinginan itu begitu
kuat, kepercayaan terhadap agama-agama besar yang dinilai kaku karena terpaku
pada doktrin menurun. Agama-agama doktrin tidak menarik lagi karena orang
tidak dituntut untuk kreatif, hanya mengikuti kaidah dan tatanan yang sudah baku.
Agama-agama formal dinilai tidak terlalu menjawab kebutuhan mereka.

Untuk itu, agama-agama tradisional setidaknya perlu meredefiniskan


kembali gaya beragama dan penerapannya nilai-nilai kehidupan. Yang perlu
diusahakan oleh para agamawan sekarang ini, demi keagungan Tuhan dan
pengangkatan manusia ialah pendewasaan sikap religius, adalah penghancuran
sisa-sisa mental takhayul, munafik, dan sikap mencemoohkan keyakinan orang
lain. Ketidakdewasaan dalam agama adalah sama sekali tidak religius, sebab
orang semacam itu mengklaim diri sebagai Tuhan yang menentukan secara final
nasib orang di akhirat. Manusia yang dewasa religiositasnya tidak suka
menghakimi. Dari sana kita perlu mengkritisi dan menumbuhkan kesadaran baru
bahwa sikap beragama dan beriman yang otentik serta meyakinkan bukan lagi
melulu tertentu dalam rumus-rumus dogma yang diklaim paling benar (ortodoksi),
melainkan lebih di dalam praktek dan amal konkret secara benar (ortopraksis).

Buku ³GERAKAN KEAGAMAAN DAN PEMIKIRAN´ yang dimuat oleh


WAMY, memuat sebanyak mungkin gerakan keagaman maupun pemikiran yang
ada di dunia ini. Namun demikian, tidak semua gerakan dan pemikiran tersebut
berpengaruh sampai ke Indonesia.

D SOSIOLOGI
 6 
66   6 6  6 6 6

6 66 
6
 6  6 66 6  6 6
 66 "6  "
6  6 6 6 66  66  
6 6 6666 6 6 6  "
6
6  6 6 6  6  6 6 6  
6 6 66 6 
6"
666 6 666 
  
# 6 6666666 6 
"
66  6 66 6 666 6 6 
6  66
6 6 6666 66 6 #66
6 6 666#6"6 6"
6 

Tulisan ini bukan dimaksud untuk menghujat siapapun dan golongan


manapun, namun dibuat untuk memberikan sekelumit informasi guna memahami
medan dakwah Islamiyah di Indonesia ini. Tulisan ini juga tidak dapat menarik
garis yang nyata antara gerakan-gerakan yang diuraikan sebab pada hakekatnya
memang selalu saja terjadi irisan dan saling pengaruh antara satu dengan lainnya,
bahkan belakangan tampak berkoalisi, sebagai contoh adalah koalisi antara kaum
nasrani misionaris dengan Syiah Imamiyah dan Islam Posmo, bahkan dengan
Komunis pada gerakan PRD, atau koalisi Islam Posmo, kabatinan dan Syiah
Imamiyah pada kelompok pengajian Neo-Sufisme. Atau warna yang kental antara
Nu dan Habaib pada sebagian jamaah masjid di Jawa. Secara garis besar
pembagian/pengelompokkan pergerakan tersebut sebagai berikut:

A.‘ GERAKAN KEAGAMAAN


‘ $666 666"6

a)‘ Yang dipengaruhi manhaj Ahlussunnnah


Contoh : Hizbut Tahrir, dakwah Salafy, Ikhwanul Muslimin, Jamaah
Tabligh dll
b)‘ Yang dipengaruhi selain Ahlussunnah.
Contoh : gerakan Baha¶Iyah yang dipengaruhi Syiah di Iraq dan
gerakan Syiah Imamiyah di Iran dll.

ΠSOSIOLOGI
Ñ $666 666 6  6"6

a)‘ Gerakan yang dipengaruhi agama Ahli Kitab


Contoh : Yudaisme, Mormon dll
b)‘ Gerakan keagamaan yang non Ahli kitab.
Contoh : Buddhisme, Panteisme, Taoisme dll.

B. GERAKAN ANTI AGAMA

Contohnya : Komunisme, Darwinisme, Sekulerisme dll.

Pada kenyataannya, selalu saja ada percampuran disana-sini dan kemudian


menghasilkan sebuah gerakan baru, sebagai contoh klasik adalah bagaimana
lahirnya sekularisme dari dunia Kristen yang kemudiaan juga mempengaruhi umat
Islam, juga tentang lahirnya gerakan Zionisme yang sekuler. Untuk selanjutnya
pembahasan akan difokuskan pada peta pergerakan di Indonesia.

2.4 GARIS BESAR PETA PERGERAKAN KEAGAMAAN DI


INDONESIA

Secara garis besar peta pergerakan dapat dibagi sebagai berikut:

1. Pergerakan non Islam masih dapat dibagi menjadi:

ë‘ Pergerakan keagamaan lain


ë‘ Gerakan Sosialis Komunis
ë‘ Pergerakan LSM-LSM

è SOSIOLOGI
2. Pergerakan Islam atau yang mengatas namakan Islam

ë‘ yang menganut manhaj Ahlusunnah Waljamaah


ë‘ yang sudah keluar dari manhaj tersebut
ë‘ Jika dilihat dari asalnya, dapat juga dibagi menjadi pergerakan yang
berasal dari luar negeri(bersifat internaional/alamiyah). Dan ada juga
yang bersifat regional/mahalliyah.

Gerakan±Gerakan Yang Masih Sesuai Dengan As-Sholah Manhaj Ahlus


Sunnah Wal Jamaah: Yang termasuk 4 gerakan besar dan bersifat
µalamiyah/internasional dan masih menganut manhaj Ahlus Sunnah Wal-Jamaah :
Salafy, Hizbut Tahrir, Jamaah Tablligh dan Ikhwanul Muslimin.

Sedangkan gerakan yang bersifat internasional tetapi tidak termasuk manhaj


Ahlus Sunnah adalah gerakan Syiah (tsana Asyariyah yang bersifat di Iran),
gerakan Ahmadiyah, gerakan Bahaiyah yang baru diresmikan oleh Gus Dur
(mantan presiden RI), Tarekat Naqsabandiyah yang dipimpin Haqqani yang
pernah berkunjung ke Indonesia dll.

Keempat pergerakan Islam Internasional Ahlus Sunnah sudah dirasakan


kehadirannya sejak Islam di Indonesia. Misalnya pada tahun 1947 sejumlah tokoh
pergerakan kemerdekaan Indonesia sudah berinteraksi dengan jamaah Ikhwanul
Muslimin di Mesir. yaitu KH. Agus Salim berkunjung ke markas Ikhwanul
Muslimin di Kairo bersama Muhammad Rasyidi. Meskipun tidak terang-terangan
menggunakan nama yang sama namun hubungannya dengan masing-masing
induk pergerakan di negara asal mereka tampak pada:

(1) Buku-buku yang menjadi rujukan.

(2) Manhaj /metodologi perjuangan yang digunakan .

(3) Interaksi dengan personil dari pergerakan pusat.

c SOSIOLOGI
m‘ $66 66"6 
6 6 6 666m
6666%

*‘ Masyumi, yaitu federasi Gerakan Islam Indonesia pada tahun 1950-an .


Selanjutnya gerakan ini terurai menjadi banyak sekali fraksi dan
masing-masing berdiri sendiri-sendiri. Sedangkan Masyumi-nya
sendiri baru pada pemillu 1999 namanya muncul kembali.
*‘ Nahdatul Ulama yang memisahkan diri dari Masyumi pada
pemilu1955 dan sekarang berbasis di pesantern-pesantren khususnya
daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
*‘ Muhammadiyah, yang titik tekannya pada sektor sosial dan
pendidikan.
*‘ Al-Irsyad, yang menjadi wadah para keturunan arab yang masih
mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW.
*‘ NII (Negara Indonesia atau DI/TII), yang berorientasi politik non
kompromi terhadap NKRI dan bersifat militeristik. NII ini dahulu
berasal dari organiasasi Syariat Islam zaman Pra kemerdekaan,
kemudian berpisah jalan dengan tokoh-tokoh kemerdekaan lain sejak
tahun 1949.
*‘ Gerakan yang berbasis pelajar dan mahasiswa seperti HMI, PII dan
µgerakan Tarbiyah¶ (begitulah nama yang diberikan oleh sebagian
orang terhadap gerakan yang berbasis kelompok-kelompok
kecil/halaqoh) telah lama menyemarakan blantika dakwah Islam dan
berhadapan langsung dengan gerakan yang bersifat anti agama seperti
gerakan independen (marak tahun 70-an akhir dan awal 80-an) yang
sekuler dan neo-komunisme (pasca reformasi) d kampus-kampus dan
sekolah-sekolah.
*‘ Gerakan atau perkumpulan kecil-kecil yang kadang hilang dan timbul
dan bersifat setempat. Disebut µkecil¶ atau setempat dilihat dari daya
pengaruhnya kepada keseluruhan umat Islam Indonesia yang terbatas
pada daerah tertentu atau kalangan tertentu atau karena figure tertentu.

cc SOSIOLOGI
Misalnya Jamaah Masjid Salman ITB, Jamaah masjid Asy Syuhada
Jogja, Jamaah masjid ARH Salemba, dll atau Daarut Tauhid dengan
tokohnya Abdullah Gymnastiar, Hidayatullah (berpusat di Kalimantan
dan Surabaya) yang sekarang ini mulai berkibar dengan majalah
websitenya, At Tahieriyyah dan Asy Syafi¶iyah yang berangkat dari
komunitas NU Betawi.

 $66 66  


6 6  6  6  6 66 m
6&6'666666%

‘ Isa Bugis /Inkarrussunnah : yaitu gerakan yang hanya mau menerima Al-
Qur¶an sebagai rujukan dan menolak Al-Hadits. Gerakan ini kecil saja
namun karena penyimpangannya ia sering dianggap µduri dalam daging µ
oleh para tokoh harakah Islam di Indonesia ini.
‘ Islam Jama¶ah, yang diduga sebagai gerakan sempalan bikinan Ali
Murtopo atas intruksi Soeharto tahun 1970-an. Pengaruhnya juga kecil
sekali, terutama setelah tokoh utamanya Nurhassan Ubaidillah meninggal
dunia. Juga karena penyimpangannya gerakan ini sama dianggap µduri
dalam daging¶ ummat terutama karena mengkafirkan yang selain jamaah
mereka.
‘ Gerakan Islam Posmo (Post Modern ) yang dikembangkan oleh murid-
murid kumpulan orientalis barat (Yahudi Nasrani). Titik tekan mereka
pada percampuran ideologi rasionalisme, sufisme/spiritulisme, pluralisme,
humanisme dan sekularisme. Tokoh-tokoh mereka dianggap sebagai
µcendikiawan muslim¶, namun nota bene mereka belajar Islam justru dari
orientalis Yahudi dan Nasrani di manca negara. Ide-ide atau wacana-
wacana mereka seringkali sudah keluar dari garis batas keislaman
seseorang, misalnya lontaran untuk menerima semua agama sebagai sama
benar.

cÑ SOSIOLOGI
Prospek Ke Depan :

Masa depan umat ditangan umat itu sendiri, sesuai dengan QS 13:11:

G     


{     
   { 
      {{  {{ ! { 
{   
  
   
    

  {{
{ { {{"

Betapapun rumitnya peta pergerakan Islam di Indonesia, baik karena


tercampurnya dan maraknya haq dan batil, betapapun kebodohan umat Islam
secara umum yang merupakan batu ganjalan besar bagi kebangkitan umat namun
optimisme tetap tampak di sela-sela kekhawatiran dan kerisauan tersebut. Era
reformasi yang dikaruniai Allah SWT kepada umat Islam Indonesia membuka
kesempatan yang luas bagi siapa saja untuk menampilkan diri dan isi fikirannya,
dan karena kita umat Islam meyakini bahwa Islam itu benar dan satu-satunya yang
benar, maka kita semua harus yakin bahwa justru pada akhirnya umat akan
memilih yang benar, yaitu dinul Islam yang fitrah dan tak peduli wajah apapun
yang dipakai dan dari manapun kebenaran itu datangnya.

Optimisme lain datangnya dari semangat para pemuda Indonesia yang sejak
awal tahun 80-an telah menunjukkkan kegairahan untuk kembali kepada Islam
yang benar. Kini [para pemuda generasi awal tersebut telah memasuki usia
setengah baya (40-an)] dan mulai mengambil posisi-posisi penting di masyarakat,
mereka telah nyata-nyata mempengaruhi keseluruhan wajah umat Islam Indonesia
masa kini. Masih ada satu lagi optimisme terbaru yang semakin membawa
harapan bagi umat, yakni tumbuhnya semangat untuk berdialog dan membuka
diri.

cÿ SOSIOLOGI
2.5 GERAKAN ARUS BESAR DAN GERAKAN SEMPALAN

Menjelang millenium ketiga umat manusia terus dihadapkan berbagai


persoalan yang kian rumit. Persoalan-persoalan baru terus bermunculan dan
tumpang-tindih dengan persoalan lama. Perkembangan peradaban manusia telah
dan akan memasuki era pasca industri dan globalisasi dengan gejala
karakteiristiknya. Revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia ketiga,
melalui mega proyek developmentalisme, telah banyak mengancam kebudayaan
tradisional dan akar-akar kehidupan sosial yang selama ini berkembang dalam
masyarakat. Hal ini terjadi seiring dengan kemajuan teknologi komunikasi-
informasi yang mengandaikan dunia sebagai sebuah desa (desa-global). Setiap
individu dan kelompok dapat berinteraksi dengan akselerasi yang sangat cepat,
simultan dan mengglobal.

Dalam proses globalisasi terkandung juga akumulasi berbagai nilai dan


norma dari masyarakat dunia, sehingga memungkinkan munculnya konflik dan
integrasi sosial budaya dari berbagai komunitas, baik etnis, agama dan bangsa.
Tulisan ini menyoroti globalisasi dalam kaitannya dengan posisi agama. Lebih
khusus lagi mempertanyakan mengenai pengaruh globalisasi terhadap
kemungkinan terjadinya degradasi dan revitalisasi agama oleh umat beragama.
Kemudian dikaitkan dengan munculnya kasus gerakan sempalan keagamaan
Islam dan gerakan arus besar atau gerakan Islam mapan.

Proses globalisasi telah menimbulkan degradasi peran agama, alienasi,


hilangnya nilai komunalitas secara pengaburan identitas dan nilai lokal dan
agama. Umat beragama dihadapkan kepada perubahan sosial-budaya yang drastis
yang menjungkir-balikkan peranan agama. Walaupun begitu adanya hegemoni
nilai sekuler dalam proses globalisasi justru telah menimbulkan apa yang disebut
Kuntowijoyo (1987 : 95) sebagai kesadaran-balik atau terjadi penguatan identitas
dalam bentuk revitalisasi agama. Naisbitt dan Aburdene (1990: 254-255)
menyebutkan bahwa, proses globalisasi diiringi pula dengan bangkitnya kembali
kehidupan agama termasuk Islam.

cë SOSIOLOGI
Bassam Tibi (1990 : 125) menjelaskan, gerakan revitalisasi dalam konteks
Islam sebagai suatu gerakan masyarakat setempat (muslim) yang intinya menolak
kekuatan baru Eropa. Gerakan ini ditandai dengan semangat menjadikan Islam
sebagai acuan gerakan anti kolonial dan sebagai ideologi jihad umat. Dengan kata
lain, revitalisasi agama pada hakekatnya merupakan upaya umat beragama (Islam)
'merangkul agama' (religious mindedness). Caranya dengan mereformasi,
redifinisi atau reinterpretasi terhadap doktrin agama untuk mencapai 'konsolidasi
spiritual' (Geertz, 1982 : 24, Tibbi, 1990 : 125). Suatu upaya pengukuhan kembali
nilai-nilai keagamaan yang dikhawatirkan akan hilang.

Revitalisasi agama (Islam) telah memunculkan berbagai aliran dan gerakan.


Hal ini terjadi karena adanya perbedaan paradigma dari tiap kelompok muslim
dalam melihat proses globalisasi. Bahkan terjadi variasi dalam pengelompokan
aliran tersebut. Dengan melihat kepada kemungkinan faktor yang paling dominan
mempengaruhi timbulnya kelompok-kelompok revitalis Islam, dan dengan
melihat kepada kuantitas pendukungnya, maka respon umat beragama telah
bermuka ganda yaitu melahirkan kelompok arus besar dan kelompok arus kecil.

Kelompok Arus Besar ialah kelompok atau gerakan pemikiran yang relatif
mapan di suatu komunitas masyarakat. Umumnya pemikiran tentang keagamaan
dan atau metode aksinya dianut oleh kebanyakan umat beragama. Adapun
kelompok arus kecil ialah kelompok yang berada di luar gerakan Islam status quo,
pemikiran keagamaannya menyempal dari pemikiran kebiasaan umat beragama
umumnya, dan dianut oleh sebagian kecil umat beragama. Kelompok arus besar
ini secara garis besar dapat dibagi ke dalam 2 kelompok.

Pertama, kelompok yang mengakomodasikan nilai-nilai modernitas atau


iptek kedalam pangkuan Islam. Kelompok ini biasa disebut dengan kaun
modernis-reformis.

c§ SOSIOLOGI
Kedua, Kelompok yang menghendaki agar umat Islam kembali kepada nilai-
nilai Islam awal. Kelompok ini bisa disebut dengan revivalis atau fundamentalis.
Kelompok kedua dapat dibagi ke dalam (1) kelompok yang berusaha kembali ke
tradisi Islam secara ketat dan menganggap perubahan dari luar Islam sebagai
ancama terhadap nilai tradisional. Karena itu, mereka berusaha menarik diri dari
proses pembaratan (internasionalisasi). Sub kelompok ini biasa disebut dengan
revivalis tradisional. Sub kelompok yang lain adalah kelompok revivalis yang
disamping berusaha melindungi warisan masa lalu, sekaligus bersikap kreatif-
positif. Mereka memahami bahwa tantangan dari Barat bukan hanya di bidang
intelektual, namun juga di bidang politik-sosial-ekonomi. Karena itu umat Islam
harus memberi jawaban secara total, mengakar dan konfrontatif. Islam harus
menjadi gerakan sosial-politik.

Kelompok Arus Kecil dapat dilihat pada gerakan sempalan


keagamaan/Islam (KSK/I), gerakan ultra fanatik dan ekstrim dan karenanya sering
mencela dan bahkan mengkafirkan kelompok agama di luar dirinya. Cara dalam
merealisasikan pemikiran/ide-idenya sangat unik misalnya dengan kekerasan.
Kelompok ini bersifat eksklusif, dan solidaritas internalnya sangat tinggi. Ajaran,
sikap dan perilaku sosial-keagamaannya berbeda dengan arus besar yang ada.
Misalnya, kasus Islam Jama'ah (sekarang menjadi Lembaga Dakwah Islam
Indonesia /LDII), kelompok kajian keagamaan tertentu (seperti usroh, halaqah),
Al-Qiyadah Al-Islamiyah, Lia Eden.

Sementara GSK di bidang politik kekerasan seperti kasus Imron dan


kawan-kawan, atau Imam Samudera dan Amrozi. Dalam agama lain, dengan ciri
yang relatif sama dapat dilihat pada kasus 'Children of God (Kristen) yang
berkembang di Indonesia tahun 80-an. Demikian juga kasus David Koresh di
Amerika yang melakukan bunuh diri massal atau juga kasus 'Gereja Setan' di
Sulawesi Utara atau Sekte Kiamat di Bandung beberapa waktu yang lalu.

cÚ SOSIOLOGI
Jika dilihat faktor-faktor yang memicu munculnya kelompok arus besar atau
Islam/agama mapan (selanjutnya disingkat dengan KIM/KAM) dan KSI, di satu
sisi dapat diambil garis pemisah, namun di sisi lain KSI tetap segaris dengan KIM.
Hal ini karena keduanya sebagai bagian dari kesadaran balik atau revitalisasi
agama akibat globalisasi nilai Barat yang sekuler-materialistik-rasionalistik, dan
respon penguatan identitas diri. Kedua kelompok itu sama-sama merasakan
adanya proses degradasi peran agama akibat hegemoni nilai-nilai Barat.
Hanya saja pra kondisi kemunculan KSK/I agak lebih kompleks.

Faktor eksternal yang mempengaruhinya, selain akibat proses rasionalisasi


dan sekularisasi seperti terdapat pada KIM, juga adanya alienasi dan hilangnya
nilai-nilai komunalitas akibat urbanisasi. Perasaan tidak bermakna ditambah
dengan sifat individualistik pada masyarakat industri perkotaan telah meruntuhkan
nilai-nilai kebersamaan, dan kohesi sosial. Semua tindakan manusia menjadi ter-
rasionalisasi dan menyirnakan hubungan emosional. Kondisi ini menimbulkan
kesadaran kultural berupa kesadaran akan makna penting nilai guyub,
kebersamaan dan solidaritas antar individu.

Selain itu KSK/I juga seperti pada KIM sama-sama sebagai upaya penguatan
dan penonjolan identitas diri di tengah upaya dominasi pihak luar. Perbedaannya,
pada KIM kungkungan eksternal itu lebih pada penguatan identitas dari hegemoni
nilai Barat. Adapun pada KSK/I ditambah dengan penguatan identitas diri dari
KIM itu sendiri. Mereka tidak puas terhadap KIM dan bahkan tidak percaya lagi
terhadap respon yang diberikan oleh KIM dalam menghadapi berbagai persoalan
dampak globalisasi (Rakhmat, 1992 : 300-301).

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penonjolan identitas dalam kasus


KSK/I ini bukan sekedar karena mereka mendapat serangan kultural dari
komunitas lain, namun juga karena tidak kepuasan dan ketidakperyaan mereka
terhadap KIM. Mereka melihat dalam KIM sudah terjadi krisis internal seperti
krisis keikhlasan, krisis pendirian dan krisis solidaritas kepada umat Islam
(Rakhmat , 1992 : 301). Dalam proses krisis kepercayaan terhadap KIM, akhirnya

cD SOSIOLOGI
mereka menemukan sosok pemimpin dan orang ideal yang memberikan tempat
berlindung yang aman. Di dalamnya mereka dapat saling mengungkapkan
perasaan secara kekeluargaan.

2.6 ORGANISASI KEAGAMAAN DALAM KONTEKS SOSIOLOGI

Organisasi-organisasi keagamaan memberikan pola untuk interaksi individu


agama. kekuatan perubahan sosial pola-pola ini, namun pada gilirannya, aksi
kolektif orang-orang religius pengaruh masyarakat. Sosiolog melihat organisasi
keagamaan telah tertarik terutama dalam kepentingan mereka sebagai struktur
masuk akal bahwa keyakinan tertentu angkat dan nilai-nilai (Berger 1967) dan
sebagai struktur aksi yang memobilisasi orang untuk mencari perubahan sosial.

Sampai tahun 1970-an pendekatan sosiologis kepada organisasi keagamaan


dipandu terutama oleh tipologi gereja-sekte. Kerangka teori ini membantu untuk
menjelaskan jumlah dan berbagai badan-badan keagamaan dan perbedaan dalam
perilaku mereka dengan mengacu pada kelas sosial para pemeluknya.

Max Weber membedakan antara gereja, yang rasional terus menerus operasi,
asosiasi wajib yang mengklaim otoritas monopoli, dan sekte,''sebuah asosiasi
sukarela yang mengakui orang-orang hanya dengan kualifikasi agama
tertentu''(Weber 1978, hal 56). ''Seseorang menjadi anggota gereja karena
kelahiran. Tetapi sekte membuat keanggotaan tergantung pada entri kontrak
dalam beberapa'' jemaat tertentu (hal. 456). Mahasiswa Weber, Ernst Troeltsch
(1961), mengembangkan tipologi dari konsep-konsep ini dan beberapa variasi
tipologi gereja-sekte telah digunakan berulang kali dalam mempelajari US
organisasi keagamaan.

Dalam tradisi Weberian, H. Richard Niebuhr menekankan sumber sosiologis


pembentukan sekte dan cara di mana kekuatan sosial cenderung untuk mengubah
sekte ke gereja. Dia berargumen bahwa sekte berasal ''Dalam pemberontakan
agama orang miskin, dari mereka yang tanpa perwakilan efektif dalam gereja atau

cΠSOSIOLOGI
Negara´ (1954, hal 19) dan yang dipekerjakan pola, demokratis asosiasional
dalam mengejar penentangan mereka karena itu adalah satu-satunya cara terbuka
bagi mereka. Niebuhr melihat bahwa karakter organisasi sektarian murni jarang
berlangsung lebih dari satu generasi. Sebagai anak-anak dilahirkan kepada
anggota sukarela dari generasi pertama,


    { 
 {     {{ 
{{{ 
#   {   {{
{

 
 {
{
 
 #{
{{ $ {  
  {{

{{{ 
   
     {{ {  {{{ 
{
{ { {{ {{  
{ { #{{
 {
 {{
 { {

{
  {
{{
{{{ { 
{    #   %  {

   #  { 
 #{{ 
{

 {  {  
{ {
{
 u{ &'()  &'*+ 

Karya Nancy Ammerman's melanjutkan tradisi penelitian yang berkaitan


evolusi gereja latar belakang kelas sosial. Ammerman jejak bangkitnya
fundamentalisme di Southern Baptist Convention ke erosi dukungan budaya untuk
kepercayaan tradisional. Dia menemukan fundamentalisme yang menurun dengan
peningkatan tingkat pendidikan dan dengan tingkat peningkatan pendapatan. Tapi
banyak di tepi transisi ini cenderung merespon dengan keyakinan fundamentalis
merangkul lebih keras daripada sebelumnya (Ammerman 1986, p. 487).

Menurut James Beck,''Pertanyaan derajat mana setiap organisasi tertentu


adalah seperti gereja atau sekte-seperti diambil serius untuk apa yang tersirat
tentang kapasitas organisasi untuk bertahan di dunia modern, (1984 hal 85 )´. The
berteori gereja-sekte didominasi oleh pertimbangan rasionalisasi dan kompromi.
Beckford mendeteksi pergeseran fokus dari sosiolog belajar organisasi keagamaan
pada 1970-an terhadap kapasitas organisasi keagamaan untuk menumbuhkan rasa

cè SOSIOLOGI
keaslian pribadi, keyakinan dan selfidentity (hal. 85). 1970-an melihat banyak
penelitian besar tentang rekrutmen dan mobilisasi oleh organisasi keagamaan.

Banyak studi ini difokuskan pada pertumbuhan dan penurunan organisasi


tradisional, tetapi banyak orang lain ditangani dengan gerakan-gerakan
keagamaan yang baru, atau setidaknya baru pada adegan AS. Beckford mengacu
pada sejumlah penulis yang telah menemukan bahwa formasi cultlike sesuai untuk
usia ditandai dengan rasionalisasi, birokratisasi, dan privatisasi.

Artinya, kelompok-kelompok kecil orang budi daya agama esoterik secara


pribadi adalah fleksibel dan mudah beradaptasi dengan kondisi yang sangat
mobile dan cepat berubah masyarakat. Beberapa sarjana telah dikaitkan kultus
kemampuan untuk menginspirasi dan memobilisasi anggotanya untuk bentuk khas
mereka dari organisasi.

Dalam beberapa tahun terakhir lebih menekankan ditempatkan pada


menerapkan teori organisasi umum untuk organisasi keagamaan. Banyak studi
terbaru organisasi keagamaan yang ditandai dengan pendekatan open-sistem, yang
melihat organisasi sebagai organisme adaptif di lingkungan yang mengancam
(Scherer 1980). Pertanyaan beradaptasi dengan dunia modern dan inspirasi dan
mobilisasi pengikut datang bersama-sama dalam studi Gereja Katolik Roma.

John Seidler dan Katherine Meyer (1989) memeriksa akomodasi yang


denominasi ke dunia modern, banyak yang melibatkan perubahan struktural yang
penting, seperti dewan imam, dan perubahan lain yang memungkinkan baik imam
dan orang awam untuk memiliki lebih mengatakan dalam pengoperasian gereja .

Sebuah perspektif teoretis yang relatif baru dalam sosiologi organisasi dan sosial
gerakan-sumber mobilisasi-telah menerangi banyak dari adegan saat ini gerakan
keagamaan baru. Bromley dan Shupe melakukan mobilisasi sumber daya analisis
rinci dari Gereja Unifikasi. Mereka berpendapat bahwa salah satu elemen kunci
dalam pendirian gereja di Amerika Serikat adalah pengembangan tim
penggalangan dana mobile (1979).

Ñ SOSIOLOGI
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Didalam masyarakat terdapat dua jenis utama organisasi keagamaan.


Didalam masyarakat primitif dan purba, agama merupakan fenomena yang
menyebar, berbagai bentuk perkumpulan manusia, misalnya mulai dari keluarga
sampai ke kelompok kerja dalam beberapa hal penting sangat religious atau
bersifat keagamaan. Pada masyarakat inni, agama merupakan salah satu aspek
kehidupan semua kelompok sosial.
Sebagian besar gerakan-gerakan tersebut telah masuk baik secara terang-
terangan maupun tersembunyi ke Indonesia dan sebagian lagi masih bersifat
semangat regional dan karenanya belum dikenal di Indonesia. Sesampainya
gerakan maupun fikroh tersebut ke bumi pertiwi, mereka pun mengalami
percampuran dan pelarutan.
Kelompok Arus Besar ialah kelompok atau gerakan pemikiran yang relatif
mapan di suatu komunitas masyarakat. Umumnya pemikiran tentang keagamaan
dan atau metode aksinya dianut oleh kebanyakan umat beragama.
Adapun kelompok arus kecil ialah kelompok yang berada di luar gerakan
Islam status quo, pemikiran keagamaannya menyempal dari pemikiran kebiasaan
umat beragama umumnya, dan dianut oleh sebagian kecil umat beragama.

Ñc SOSIOLOGI
DAFTAR PUSTAKA

d  
    

d  
     
  

     

d   


d        !"
!
#$         
 ! 
#%  !& 
'

d  
 #%  
   

 

d     ( $    ) 


 *
   ) "  
 +
 , 
 ) 
*  ,   -    

./
 012d  1''%,   )  3  $ * 4

5 



ÑÑ SOSIOLOGI

Anda mungkin juga menyukai