Definisi
• merupakan penyakit infeksi yang
kronik, yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae yang bersifat
intraseluler obligat.
Etiologi penyakit
• Kuman penyebab penyakit ini adalah
Mycobacterium leprae yang
ditemukan oleh G.A Hansen pada
tahun 1874 di Norwegia. Bakteria ini
merupakan basil tahan asam dan
merupakan kuman Gram positif
• Kuman ini adalah kuman aerob,
berbentuk batang dengan ukuran 1-8
μ, lebar 0,2 – 0,5 μ, sifatnya tahan
asam sehingga tidak mudah untuk
diwarnai. Kuman ini hidup dalam sel
terutama jaringan yang bersuhu
dingin dan tidak dapat dikultur
dalam media buatan
Patogenesis
• daya patogenitas dan daya invasi yang
rendah, bermakna jumlah kuman yang
banyak belum tentu memberikan gejala
yang lebih berat, dan juga sebaliknya
• Masa tunas penyakit ini sangat
bervariasi, antara 40 hari – 40 tahun,
umunya beberapa tahun, biasanya 3-5
tahun
• Cara penularan belum benar-benar
dipastikan, tetapi dikatakan menular
secara inhalasi dan kontak langsung
antarkulit yang lama dan penyakit
Morbus Hansen ini bukanlah penyakit
keturunan
• M. leprae juga adalah merupakan
kuman obligat intraseluler, yang
menduduki histiosit dan sel-sel
endothel pada dermis dan sel-sel
Schwann di jaringan saraf
Klasifikasi Morbus Hansen
• Pausibasilar (PB) : ≤ 5 lesi pada kulit
dan pemeriksaan pada kerokan kulit
tidak ditemukan kuman tahan asam
atau pada pemeriksaan Indeks
Bakteri (IB) ditemukan kurang dari
+2. Yang termasuk dalam PB adalah I,
TT dan BT
Gambaran klinis
• Umumnya, gejala klinis pada
penyakit Morbus Hansen meliputi 5
A yaitu :
• Anestesi : menggunakan jarum
terhadap rasa nyeri, kapas untuk rasa
raba, atau pengujian pada suhu
(menggunakan 2 tabung reaksi yang
diisi air panas dan dingin)
• Anhidrosis : diperhatikan adanya daerah
yang dehidrasi di daerah lesi, dilakukan
pemeriksaan dengan pensil tinta (tanda
Gunawan)
• Atrofi
• Alopesia : sulit ditentukan pada pasien
yang berambut sedikit
• Akromia
Gambaran Klinis, Bakteriologik dan
Imunologik Morbus Hansen PB
• Kerusakan pada saraf perifer diperiksa
dengan melihat / menilai pembesaran,
konsistensi dan nyeri atau tidak
• N. fasialis, N. aurikularis magnus, N.
radialis, N. ulnaris, N. medianus, N.
poplitea lateralis, dan N. tibialis posterior
• Terjadi juga kelainan saraf yaitu
berupa gangguan sensibilitas pada
pasien MH. Pemeriksaan bisa
dilakukan dengan :
• Rasa raba (sentuhan kapas)
• Rasa suhu (panas & dingin) →
menggunakan 2 tabung reaksi yang
berisi air panas & dingin lalu
diletakkan di tempat lesi dan pasien
diminta untuk mendiferensasikannya
• Rasa sakit (tajam & tumpul) →
dengan goresan jarum
• Selain dari itu, juga terjadi pada pasien
MH adalah gangguan saraf motorik,
dimana terjadi :
• Atrofi otot thenar, hipothenar &
interphalangeal
• Claw Hand & Drop Wrist
• Drop Foot & Claw Toes
Reaksi Lepra
• Reaksi lepra tipe I (Reversal Reaction)
• Sering terjadi pada (TT-BB)
• Reaksi Down Grading oleh karena
imunitas penderita menurun,
sehingga proliferasi BTA >>, akan
timbul lesi – lesi baru → tipe L
• Reaksi Up Grading oleh karena
peningkatan imunitas penderita
sehingga lesinya tenang, hanya
terjadi peradangan akut → tipe T
Diagnosis
• Diagnosis Morbus Hansen dilakukan
berdasarkan gambaran klinis,
bakterioskopis, dan histopatologis
• Anamnesa teliti
- Keluhan utama / keluhan tambahan
- Riwayat kontak dengan penderita MH
- Latar belakang keluarga, latar
belakang sosio-ekonomi
• Pemeriksaan fisis
- Bercak pada kulit : macula
hipopigmentasi / eritematosa +
gangguan rasa raba, suhu dan nyeri
• Penebalan saraf dan atau nyeri disertai
dengan
–Gangguan sensoris → rasa nyeri sampai
mati rasa
–Gangguan motoris → paresis & paralisis
–Gangguan otonom → kulit kering dan
retak, edema & alopesia
Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan bakterioskopik
- Indeks Bakteri (IB)
- Indeks Morfologi (IM)
Jumlah solid x 100 % = …… %
Jumlah solid + nonsolid
Pemeriksaan histopatologik