Anda di halaman 1dari 8

SEJARAH PENDEKATAN GEOGRAFI PERKOTAAN SESUAI

DENGAN DEFINISI

Oleh Tika Yulianidar, 0806454033

Pendahuluan

Menurut Pacione, geografi perkotaan berusaha untuk menjelaskan disribusi kota kecil
dan kota besar serta persamaan sosio-spasial dan perbedaan yang ada di dalamnya. Perkotaan
menunjukkan ciri-ciri umum yang berbeda-beda hanya dalam luas derajat yang terpengaruh
dalam susunan tertentu. Kota terdiri dari area pemukiman, jalur transportasi, kegiatan
ekonomi, pelayanan infrastruktur, dan area komersial dan bangunan-bangunan umum. Kota
juga menunjukkan masalah-masalah umum dari berbagai sudut, seperti rumah yang terlalu
banyak, penurunan ekonomi, kemiskinan, kemiskinan, wabah penyakit, polarisasi sosial,
kemacetan lalu lintas, dan polusi lingkungan. Secara singkat, banyak karakteristik dan
menjadi perhatian dalam perkotaan.

Oleh karena itu, geografi perkotaan sangat perlu untuk dipelajari karena geografi
perkotaan memberikan pemahaman tentang lingkingan hidup dari populasi dunia mayoritas.
Pengetahuan tentang geografi perkotaan ini sangat penting bagi mahasiswa maupun warga
dunia karena perkotaan adalah fenomena yang kompleks. Geografi perkotaan menguraikan
kompleksitas tersebut dengan menjelaskan distribusi kota kecil dan kota besar serta
persamaan sosio-spatial dan perbedaan yang ada di dalam ruang-ruang perkotaan.

Sedangkan menurut Hall, geografi perkotaan secara umum merupakan segala sesuatu
yang dilakukan oleh ahli geografi perkotaan. Terdapat sejumlah fokus dalam geografi
perkotaan. Short meringkas fokus ini menjadi tiga, yaitu Descriptive Concerns, Interpretive
Concerns, dan Explanatory Concerns. Descriptive Concerns menyangkut tentang pengenalan
dan uraian dari struktur internal area perkotaan dan proses operasinya atau hubungan antara
area perkotaan. Interpretive concerns menyangkut tentang penelitian perbedaan cara manusia
memahami dan memberi reaksi pada pola dan proses tersebut dan dasar interpretasi ini
sehingga manusia melakukan tindakan. Explanatory Concerns berusaha untuk menjelaskan
asal-usul dan proses pola-pola tersebut yang menyangkut penelitian proses sosial dan
perbedaan manifestasi dalam keadaan tertentu.
Sejarah singkat Geografi Perkotaan Menurut Michael Pacione

Menurut Pacione, geografi perkotaan merupakan cabang dari ilmu geografi yang
menarik peneliti dan mahasiswa dalam jumlah yang signifikan dan memproduksi besar dan
memperluas volume publikasi kerja untuk membantu mengerti kota. Geografi perkotaan
adalah subdisiplin dinamis yang terdiri dari kombinasi ide-ide dan pendekatan-pendekatan,
konsep saat ini dan isu-isu yang masih sedang dikerjakan.

Sejak tahun 1970-an ruang lingkup geografi perkotaan berkembang secara cepat. Di
satu sisi, keragaman meningkat adalah sumber kelemahan potensial yang dapat menyebabkan
perpecahan pada akhirnya. Di sisi lain, luasnya perspektif memperkuat posisi geografi
perkotaan sebagai fokus integratif untuk penelitian di kota. Geografi perkotaan memiliki
pendekatan studi kota dari sejumlah perspektif filosofi.

Pendekatan dalam Geografi Perkotaan

1. Environtalism:
Mengkaji hubungan antara manusia dengan lingkungan. Menurut Daldjoeni, pendekatan
environtalism memiliki kedekatan dengan pendekatan ekologis yang dipelopori oleh Burgess
dan Park yang menyatakan bahwa secara khusus terdapat pembagian-pembagian kota yang
disebut neighbourhood serta pola spasial dari struktur masyarakatnya.
Selama separuh abad pertama kedua puluh, perhatian utama geografi perkotaan
dicerminkan pada perhatian geografis yang lebih umum dalam hubungan antara manusia dan
lingkungan dan deskripsi regional. Namun, pada pertengahan abad kedua puluh, fokus utama
dari geografi perkotaan adalah landuse dan isu-isu yang terkait. Mata pelajaran pertama dari
“pergeseran paradigma” untuk mempengaruhi geografi perkotaan berkeinginan melakukan
investigasi geografis lebih ilmiah. Ini menyebabkan adanya filsafat mengenai positivism.
2. Positism:
Penyelidikan yang dilakukan berdasarkan pengujian hipotesis, penggunaan statistik dan
pembangunan teori.
3. Behaviouralism
Pendekatan yang berusaha memahami hubungan antara lingkungan perkotaan dengan
perilaku spasial manusia dengan menggunakan proses kognitif dan pengambilan keputusan.
Namun, behaviouralism tidak sepenuhnya melepaskan diri dari tradisi positivism. Sebagai
akibatnya, behaviouralism menarik banyak kritik yang sama yang telah ditujukan pada
positivism, khususnya kegagalan untuk memahami dan menjelaskan ambiguitas, kekumuhan,
dan dinamika kehidupan sehari-hari.
4. Humanism:
Pendekatan ini menunjukkan bahwa individu sebagai tujuan dari agen perubahan di kota
daripada sebagai responden pasif untuk stimuli eksternal. Sasaran dari pendekatan
humanistic adalah untuk memahami perilaku sosial manusia menggunakan metodologi yang
menyelidiki pengalaman subjektif manusia di dunia.
5. Structuralism:
Strukturalism adalah istilah umum untuk seperangkat prinsip dan prosedur yang
dirancang untuk memaparkan penyebab pola perilaku manusia. Dalam praktiknya, ini
menjelaskan fenomena yang diamati tidak dapat ditemukan melalui studi empiris saja tetapi
harus dicari dengan pengujian dari struktur sosial, ekonomi, dan politik yang berlaku.
Pendekatan ini memandang “kota” dalam kelas-kelas, sehingga menghasilkan pusatdan
bukan pusat (baik fisik maupun manusia).
6. Managerialism:
Pendekatan yang mengelola dan mengatur penggunaan sumberdaya yang ada untuk
kepentingan tertentu.
7. Postmodernism:
Pendekatan ini mengkaji perbedaan dan keunikan suatu wilayah atau kelompok
masyarakat untuk kepentingan setiap kelompok baru.
8. Moral philosophy:
Pendekatan normatif yang menitikberatkan pada “apa yang seharusnya” bukan pada “apa
yang terjadi”. Pendekatan ini berdasarkan filsafat moral atau etika. Pendekatan ini ditujukan
untuk mengkaji secara kritis dasar moral masyarakat.

Sejarah singkat Geografi Perkotaan Menurut Tim Hall

Hall mengatakan dalam bukunya bahwa geografi perkotaan memiliki karakteristik


sepanjang sejarahnya dengan berbagai perubahan radikal dalam penelitian perkotaan. Dalam
filosofinya, pergeseran radikal didukung berbagai pendekatan. Pendekatan-pendekatan
tersebut memberikan penekanan yang berbeda-beda. Hall membagi pendekatan ini menjadi
dua menurut waktunya, yaitu pendekatan pra-modern dan pendekatan modern. Berikut ini
review singkat pendekatan utama dalam geografi perkotaan abad kedua puluh.
Pendekatan Pra-Modern

1. Tempat dan Situasi


Pendekatan ini muncul sejak awal abad ke dua puluh yang fokus utamanya terkait
dengan karakteristik fisik sebagai faktor yang menentukan di dalam suatu lokasi dan
perkembangan dari suatu pemukiman.
2. Morfologi Perkotaan
Pendekatan ini merupakan akar penting dari Geografi Perkotaan yang berkembang
secara cepat di Universitas German pada awal abad kedua puluh. Pendekatan ini
mengutamakan pendekatan deskriptif yang berusaha untuk memahami perkembangan
perkotaan melalui penelitian dari fase pertumbuhan area perkotaan, yaitu dengan
menggunakan bangunan-bangunan dan ukuran petak bangunan. Hal tersebut
bertujuan untuk mengklasifikasikan area perkotaan sesuai fase pertumbuhannya.

Pendekatan Modern

Dua pendekatan yang dijelaskan di atas berhubungan pada masa pertumbuhan geografi
perkotaan. Pendekatan yang lebih beragam dan signifikan serta mendominasi pada pasca
1950-an. Pada dasarnya, pendekatan-pendekatan tersebut berusaha untuk meneliti macam-
macam pola dan proses perkotaan yang merupakan hasil dari kombinasi pilihan manusia dan
tindakan manusia serta proses sosial yang lebih luas yang terjadi beserta kendala-kendalanya.
Oleh karena itu, pendekatan-pendekatan ini mengekspolrasi 3 hal. Pertama, mengkaji
mengenai cara manusia untuk membuat pilihan tentang berbagai hal, seperti dimana akan
berbelanja, dimana akan tinggal, dan sebagainya, sehingga akan timbul sebuah keputusan
yang mempengaruhi pola dan proses perkotaan. Kedua, pendekatan ini mengeksplorasi
kendala yang mungkin ada pada pilihan tersebut dan kendala tersebut mungkin muncul akibat
pengaruh urbanisasi. Ketiga, pendekatan-pendekatan tersebut mempertimbangkan hasil dari
hubungan antara pilihan dan kendala. Pilihan dan kendala adalah tema dominan geografi
perkotaan pada periode pasca 1950-an.

Pendekatan Positivis

Walaupun filosofi positivis muncul pada tahun 1820-an, namun mempengaruhi


geografi perkotaan dari tahun 1950-an. Pendekatan ini merupakan refleksi dari pendekatan
ilmiah pada ilmu-ilmu sosial dan peningkatan kapasitas komputer yang memungkinkan untuk
memenipulasi data statistik yang kompleks. Pendekatan ini didasarkan pada keyakinan bahwa
tingkah laku manusia ditentukan oleh hukum universal dan regulasi dasar. Tujuan dari
pendekatan ini adalah untuk mengungkap hukum-hukum universal dan cara untuk
menghasilkan pola-pola geografis yang tampak. Pendekatan ini terbbagi atas dua, yaitu
pendekatan ekologis dan pendekatan neo-klasik.

Pendekatan ekologis didasarkan atas keyakinan bahwa perilaku manusia ditentukan


oleh prinsip ekologis, yaitu kelompok yang paling kuat (dalam hal ini dilhat dari pendapatan),
akan mendapatkan posisi yang paling menguntungkan di area perkotaan, contohnya lokasi
pemukiman. Pendekatan ekologis berkembang selama tahun 1960-an dimana model zona
konsentrik Burges dan penggunaan lahan Hoyt disempurnakan dengan kecanggihan
komputer. Namun, pada tahun 1970-an pendekatan ini dikritik karena gagal untuk
mengungkapkan mengenai masalah pertumbuhan yang terlihat di kota sehingga digantikan
oleh pendekatan lain (Ley 1983).

Aplikasi yang menarik dikembangkan oleh Mann pada tahun 1965 di kota Inggris
dengan innovasi menggunakan model Burgess dan Hoyt yang dikombinasikan dengan pola
konsentrik dan kelompok pemukiman sektoral. Model ini dapat menjelaskan daerah yang
berada di luar wilayah perkotaan dapat mengembangkan pola yang mendekati zona
konsentris layaknya perkotaan. Modifikasi ini juga menjelaskan adanya tindakan yang
dilakukan oleh masyarakat perkotaan (lokal) dalam penyediaan perumahan dan industrialisasi
yang nantinya akan memberikan pencemaran lingkungan.

Pendekatan neo-klasik didasarkan atas keyakinan bahwa tingkah laku manusia


dimotivasi oleh sesuatu hal yang dapat diprediksi. Pendekatan ini yakin bahwa tingkah laku
ini di kendalikan oleh kekuatan yang rasional. Dengan adanya rasionalitas setiap keputusan
dapat diambil dengan tujuan meminimalkan biaya dan memaksimalkan keuntungan baik uang
dan waktu.

Kota-kota akan dihasilkan oleh model positif, baik kota dengan tipe rapi, teratur, dan
memiliki zona homogen. Pendekatan ini memiliki kekurangan, hal ini dikarenakan model
yang ada hanya menggambarkan asumsi yang terlalu sederhana dimana motivasi-motivasi
dan factor-faktor yang penting dalam perilaku masyarakat diabaikan. Pendekatan ini gagal
untuk memahami dan menjelaskan nilai-nilai penting dan subjektif yang memotivasi tingkah
laku manusia. Sehingga pada tahun 1970-an dan 1980-an muncul pendekatan humanism yang
dapat menjawab pertanyaan tentang kompleksitas dari perilaku masyarakat.
Pendekatan Behavioural dan Humanistik

Kedua pendekatan ini dikembangkan sebagai kritik terhadap kekurangan dari


pendekatan positivis. Kedua pendekatan ini bersatu dalam keyakinan bahwa manusia dan
cara dimana mereka memahami lingkungan mereka harus berpusat pada kedua pendekatan
ini. Namun, kedua pendekatan ini berbeda jauh dalam cara mereka masuk ke hal tersebut.
Pendekatan behavouralist dapat dipandang sebagai kelanjutan dari pendekatan positivist.
Mereka berusaha untuk memperluas konsep positivisme tentang perilaku manusia dan untuk
mengartikulasi lebih banyak nilia-nilai, tujuan dan motivasi yang melandasi perilaku
manusia. Namun, meskipun demikian, mereka masih mengungkap hukum, seperti perilaku
manusia secara umum. Pendekatan behavioural berusaha untuk menelaah tingkah laku
manusia dipengaruhi oleh pengetahuan subjektif lingkungan.

Pendekatan Humanistik berasal dari latar belakang filosofis yang berbeda. Mereka
berusaha untuk memahami hubungan secara mendalam, subjektif, dan sangat kompleks
antara individu, kelompok, tempat dan bentang alam. Dari pendekatan ilmiah tahun 1950-an
dan 1960-an, pendekatan humanistik menghasilkan teknik yang lebih terkait dengan sastra
untuk memahami hubungan antara manusia dan lingkungan. Ini ditunjukkan dengan lukisan,
foto, film, puisi, novel, buku harian dan biografi. Pengaruh humanisme terhadap geografi
perkotaan sangat terbatas.Kebanyakan humanistik bekerja pada masyarakat pedesaan atau
pra-industri. Humanisme berkembang di geografi perkotaan sebagian besar sebagai kritik
terhadap monoton, dan landscape kota modern.

Kedua pendekatan ini, terlepas dari perbedaan-perbedaan mereka, kurang


memperhatikan hasil dari model deskriptif urban form, dan lebih banyak memperhatikan
hasil dari pandangan penafsiran hubungan antara manusia dan lingkungan. Bagaimanapun,
terdapat keterbatasan dalam pendekatan mereka sendiri, dan kritik dari strukturalis,
pendekatan ini dilakukan kembali dengan kegagalan mereka yang digunakan untuk
mempertimbangkan kendala-kendala untuk pengambilan keputusan, membuat dan
menyikapi, agar terbatas dampaknya dalam jangka panjang terhadap subjek tersebut.

Pendekatan Strukturalis

Pendekatan ini melihat hubungan sosial dan hubungan keruangan. Karl Marx
mengembangkan analisis struktural dimana ia melihat rangkaian sejarah ‘mode produksi’,
yang terdapat hubungan structural tertentu antara basis ekonomi dan struktrul sosial. Basis
ekonomi dapat mengontrol dan menentukan perubahan dalam struktur sosial.

Pada tahun 1960-an muncul pengaruh dari Neo-Marxis terhadap ilmu-ilmu sosial
dimana pada saat itu ditekankan dalam memecahkan masalah sosial yang ada diperkotaan.
Terdapat dua tokoh yang mengembangkan dari paham Neo-Marxis yaitu Manuel Castelles
dan David Harvey. Manuel Castells menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara struktur
ekonomi, struktur sosial, dan struktur keruangan. Struktur keruangan disini berfungsi dalam
melengkapi analisis dari hubungan antara struktur ekonomi dengan struktur sosial yang ada di
masyarakat perkotaan. David Harley berusaha menjelaskan siklus sejarah perkembangan
perkotaan sebagai representasi dari akumulasi resolusi dalam berbagai ‘sirkuit modal’.
Menurut Harley, Pendekatan strukturalis mencoba menghubungkan struktur perkotaan yang
digunakan dalam menstruktur ekonomi yang lebih luas. Teori ekonomi yang Marxis yang
diterapkan oleh Harvey melihat bahwa lingkungan dibangun sebagai tempat untuk resolusi
sementara di kota-kota kapitalis.

Namun, pendekatan ini memang memiliki keterbatasan. Dalam tinjauan Savage dan
Warde (1993:48-50) kontribusi Harvey untuk kerangka geografi perkotaan sejumlah
keterbatasan ini. Cerita Harvey baik dari pendirian lingkungan dan perjuangan sosial sangat
berat sebelah. Pendekatan ini menghilangkan sejumlah dimensi penting. Harvey
mengusulkan bahwa ibukota beralih di dalam suatu rangkaian sehingga menyebabkan
perubahan lokasi. Hal ini tidak selalu demikian. Hal ini mengabaikan konversi kepemilikan,
sebagai contoh pabrik-pabrik menjadi gedung pusat perbelanjaan. Para pekerja yang berasal
dari pabrik-pabrik tersebut tidak akan bisa mendapatkan pekerjaan di pusat perbelanjaan.
Bahkan sekalipun jika mereka lakukan, penghasilan mereka tidak mungkin akan sama dengan
yang mereka terima di pekerjaan sebelumnya. Cerita Harvey tentang perjuangan sosial sangat
bergantung pada konseptualisme garis perjuangan ini.nHarvey tidak memperhitungkan
kelompok berdasarkan garis selain kelompok. Terdapat banyak kasus dari kelompok
berdasarkan jenis kelamin, etnis dan seksualitas yang memiliki pengaruh signifikan pada
proses restrukturisasi perkotaan. Sebagai contoh, Manchester di UK, dan New York,
Minneapolis, San Fransisco dan kota-kota lain di USA memiliki kelompok-kelompok gay
yang berpengaruh dalam perkembangan daerah mereka. Harvey telah gagal untuk
mempertahankan setiap program penelitian yang telah dia lakukan dimana tidak memberikan
penjelasan kongkret dari restrukturisasi perkotaan.
Sosiologi Perkotaan

Hubungan antara geografi perkotaan dan sosiologi perkotaan sangat erat kaitannya
secara tradisional. Sosiologi perkotaan, layaknya geografi perkotaan, telah jauh dari statis dan
telah melewati sejumlah perkembangan teori dan perdebatan. Sosiologi perkotaan sangat
berpengaruh dalam praktek geografi sosial perkotaan. Beberapa karya yang paling
berpengaruh dalam sosiologi perkotaan berasal dari sebuah badan pekerjaan yang disebut
neo-Weberian, yang mencerminkan pengaruh sosiolog Max Weber, yang menawarkan
perspektif kota sebagai tempat regulasi dan alokasi sumberdaya yang terbatas. John Rex dan
Robert Moore menyelidiki konsep ‘kelompok pemukiman’ melalui penelitian etnis minoritas
dan akses terhadap pemukiman. Dengan adanya pioneer penyelidikan tersebut, muncullah
studi klasik Ras, Masyakat, dan Konflik: Sebuah studi Sparkbrook dan Kolonial Imigran di
Inggris yang berpendapat bahwa akses manusia terhadap perumahan tidak hanya tergantung
pada pekerjaan saja, tetapi juga sejumlah faktor lain seperti etnis.

DAFTAR PUSTAKA

Pacione, Michael. 2005. Urban Geography 2nd Edition : A Global Perspective. London dan
New York : Routledge.

Hall, Tim. 2006. Urban Geography 3rd Edition. London dan New York : Routledge.

Anda mungkin juga menyukai