Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell


mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam
jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity).
Menurut etiopatogenesisnya, anemia diklasifikasikan menjadi empat kelompok,
yaitu : (1) anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang; (2)
anemia akibat hemoragi; (3) anemia hemolitik; (4) anemia dengan penyebab yang
tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks.

Data di WHO menyebutkan bahwa 30% penduduk di dunia menderita anemia


dan lebih dari setengah menderita anemia defisiensi besi. Di Indonesia, angka
kejadian anemia defisiensi besi 40,5% pada balita, 47,2% pada anak usia sekolah,
57,1% pada remaja putri dan 50,9% pada ibu hamil.

Anemia defisiensi besi termasuk ke dalam anemia karena gangguan


pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang. Anemia defisiensi besi adalah anemia
yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoiesis, karena
cadangan besi kosong yang pada akhirnya menyebabkan pembentukan hemoglobin
berkurang.

Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan penurunan massa


eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Harga
normal hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologik tergantung umur, jenis
kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat tinggal. WHO menetapkan cut-off
point anemia untuk keperluan penelitan lapangan untuk laki-laki dewasa < 13 g/dl,
wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl dan wanita hamil < 11 g/dl. Untuk keperluan
klinik di Indonesia dan negara berkembang lainnya, kriteria WHO sulit dilaksanakan
karena tidak praktis. Apabila kriteria WHO dipergunakan secara ketat maka sebagian
besar pasien yang mengunjungi poliklinik atau dirawat di rumah sakit akan
memerlukan pemeriksaan anemia lebih lanjut. Oleh karena itu beberapa peneliti di
Indonesia mengambil jalan tengah dengan memakai kriteria hemoglobin kurang dari
10 g/dl sebagai awal dari diagnosis anemia.

.Berdasarkan data di WHO dan angka kejadian anemia defisiensi yang tinggi
pada remaja putrid di Indonesia, maka kami melakukan penelitian pengukuran kadar
hemoglobin untuk mendapatkan gambaran angka kejadian anemia di kelas X-5
SMAN 5 Kota Cimahi.

1.2 Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka diidentifikasi permasalahan sebagai


berikut:

1. Bagaimana gambaran angka kejadian anemia pada siswa SMAN 5 Kota Cimahi?

2. Bagaimana gambaran karakteristik penderita anemia pada siswa SMAN 5 Kota


Cimahi?

1.3 Maksud dan Tujuan

1.3.1 Maksud

Maksud dari penelitian kami adalah untuk mengetahui gambaran angka


kejadian anemia pada siswa SMAN 5 Kota Cimahi.
1.3.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian kami adalah :

1. Untuk mengetahui angka kejadian anemia berdasarkan jenis kelamin.

2. Untuk mengetahui angka kejadian anemia berdasarkan asupan makanan.

3. Untuk mengetahui angka kejadian anemia berdasarkan pola menstruasi.

4. Untuk mengetahui angka kejadian anemia berdasarkan penyakit keturunan.

5. Untuk mengetahui angka kejadian anemia berdasarkan penyakit yang


menyebabkan anemia.

1. 4 Manfaat

1.4.1. Mahasiswa

1. Menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai Pemeriksaan Hb


Metode Talqvist sebagai pengaplikasian ilmu yang telah diperoleh pada
Blok 16 (Sistem Hematologi dan Imunologi Klinik).

2. Menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai penyakit anemia


sebagai pengaplikasian ilmu yang telah diperoleh pada Blok 16 (Sistem
Hematologi dan Imunologi Klinik).

3. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat sebagai


pengaplikasian ilmu yang telah diperoleh pada Blok 2 (Komunikasi
Efektif).

Anda mungkin juga menyukai