Anda di halaman 1dari 10

c c




  


Pengangkutan merupakan bidang yang vital dalam kehidupan masyarakat, dengan adanya
pengakutan berbagai kesulitan yang ditemui manusia dapat diselesaikan. Pentingnya
pengangkutan dalam kehidupan masyarakat, maka diperlukan hukum pengangkutan dalam hal
ini adalah hukum pengangkutan. Peristiwa penyelenggaraaan pengangkutan barang terjadi
karena adanya perjanjian. Terjadinya perjanjian pengangkutan didahului oleh serangkaian
perbuatan penawaran (ofter) dan penerimaan (acceptance) yang dilakukan oleh pengangkut dan
pengirim secara timbal balik. Serangkaian perbuatan tersebut dilakukan atas ³persetujuan´
bersama antara pengangkut dan pengirim .istilah pengangkutan juga tidak bisa kita samakan
dengan istilah Transportasi karena dalam istilah pengangkutan lebih dari sekedar memeberi
pelayanan tapi lebih juag memberikan tanggungjawab terhadap para konsumen yang telah
member kepercayaannya kepada si pengangkut.

Kendala merupakan sesuatu yang harus di atasi oleh si pengangkut karena dengan
meminimalkan semua resiko berarti dari segi pertangunggjawabn si pengangkut juga akan
berkurang oleh karena itu sebaik mungkin pelayanan transportasi dari berbagai suasana geografis
penting guna mencapai suatu pengangkutan yang baik dan member kepercayaan tinggi terhadap
penumpang.

Karena Indonesia adalah Negara kepulauan jadi di Negara Indonesia di kenal banyak alat
angkutan yang terbagi dari berbagai medan yaitu darat laut dan udara dan dari berbagai segi
medan angkutan itu angkutan darat lah yang memiliki konsumen terbanyak karena segala bentuk
interaksi berada di daratan, walaupun begitu juga daerah daratan juga tak menutup kemungkinan
mendapatkan resiko paling sedikit karena pada kenyataannya dari media informasi yang kita
dapat sudah terlalu banyak kejadian kecelakaan yang terjadi di wilaya daratan . ketepatan waktu
juga menjadi pilihan konsumen untuk memilih angkutan umum yang akan di gunakan dan dari
segi kecepatan mungkin angkutan udara masih yang menjadi juaranya yang kemudian di susul
kereta api . Tetapi dari kedua angkutan tersebut memiliki resiko yang amat tinggi karena yang
mungkin dari segi factor kecepatan tersebut yang menjadi factor penyebab utamanya. Oleh
karena itu sebagai penumpang atau sebagai konsumen dari pelaku transportasi sebaiknya kita
harus bisa memilih dengan cekatan dari segi guna dan efektifitas angkutan apa yang akan kita
gunakan.

ð  


 Resiko adalah jawaban dari segala bentuk pertanyaan yang tujukan kepada
pengangkutan. oleh karena itu pengangakut yang memiliki resiko transportasi yang kecil yang
akan mendapatkan sukses dari bisnis transportasi.
c c


Keadaan geografis Indonesia berupa daratan yang terdiri dari beriburibu pulau besar dan
kecil, dan berupa perairan yang terdiri dari sebagian besar laut dan sungai serta danau
memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan, dan udara guna menjangkau
seluruh wilayah negara. Kondisi angkutan tiga jalur tersebut mendorong dan menjadi alasan
penggunaan alat pengangkut modern yang digerakkan secara modern (Abdulkadir Muhammad,
1998: 7). Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, maka pembangunan di
segala bidang sangatlah penting peranannya. Kemajuan dan kelancaran di bidang pengangkutan
akan sangat menunjang pelaksanaan pembangunan berupa penyebaran kebutuhan pembangunan,
pemerataan pembangunan, dan distribusi hasil pembangunan di berbagai sektor ke seluruh
pelosok tanah air, misalnya sektor industri, perdagangan, pariwisata, pendidikan (Abdulkadir
Muhammad, 1998: 8).

Dari sini dapat kita bahas bagaimana pengangkut memiliki tangungjawab terhadap
penumpang yang mengalam kerugian.

        

Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat
tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik
turun pesawat udara. Apabila kerugian timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan dari
pengangkut atau orang yang dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang
timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi
tanggung jawabnya. Ahli waris atau korban sebagai akibat kejadian angkutan udara sebagaimana
dimaksud dapat melakukan penuntutan ke pengadilan untuk mendapatkan ganti kerugian
tambahan selain ganti kerugian yang telah ditetapkani

Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada
angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa
keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional. Pengangkut
bertanggung jawab atas tidak terangkutnya penumpang, sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan dengan alasan kapasitas pesawat udara. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud
dengan memberikan kompensasi kepada penumpang berupa:

   
        
    
  

     .


Yang dimaksud dengan "faktor cuaca" adalah hujan lebat, petir, badai, kabut, asap, jarak
pandang di bawah standar minimal, atau kecepatan angin yang melampaui standar maksimal
yang mengganggu keselamatan penerbangan.

Jumlah ganti kerugian untuk setiap penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap pada
tubuh, luka-luka pada tubuh ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Jumlah ganti kerugian
sebagaimana dimaksud adalah jumlah ganti kerugian yang diberikan oleh badan usaha angkutan
udara niaga di luar ganti kerugian yang diberikan oleh lembaga asuransi yang ditetapkan oleh
Pemerintah.Pengangkut dan penumpang dapat membuat persetujuan khusus untuk menetapkan
jumlah ganti kerugian yang lebih tinggi dari jumlah ganti kerugian.

Jumlah ganti kerugian untuk bagasi kabin sebagaimana dimaksud dalam ditetapkan
setinggitingginya sebesar kerugian nyata penumpang. Jumlah ganti kerugian untuk setiap bagasi
tercatat dan kargo sebagaimana dimaksud dalam ditetapkan dengan Peraturan Menteri.Besarnya
ganti kerugian untuk kerusakan atau kehilangan sebagian atau seluruh bagasi tercatat atau kargo
dihitung berdasarkan berat bagasi tercatat atau kargo yang dikirim yang hilang, musnah, atau
rusak. Apabila kerusakan atau kehilangan mengakibatkan seluruh bagasi atau seluruh kargo tidak
dapat digunakan lagi, pengangkut bertanggung jawab berdasarkan seluruh berat bagasi atau
kargo yang tidak dapat digunakan tersebut.Pengangkut dan penumpang dapat membuat
persetujuan khusus untuk menetapkan jumlah ganti kerugian yang lebih tinggi dari jumlah ganti
kerugian

Dalam hal seorang penumpang meninggal dunia yang berhak menerima ganti kerugian
adalah ahli waris penumpang tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal tidak ada ahli waris yang berhak menerima ganti kerugian, badan usaha angkutan
udara niaga menyerahkan ganti kerugian kepada negara setelah dikurangi biaya pengurusan
jenazah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Klaim atas kerusakan bagasi tercatat harus diajukan pada saat bagasi tercatat diambil oleh
penumpang. Klaim atas keterlambatan atau tidak diterimanya bagasi tercatat harus diajukan pada
saat bagasi tercatat seharusnya diambil oleh penumpang. Bagasi tercatat dinyatakan hilang
setelah 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak tiba di tempat tujuan. Klaim atas
kehilangan bagasi tercatat diajukan setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari kalender
terlampaui.

Penumpang, pemilik bagasi kabin, pemilik bagasi tercatat, pengirim kargo, dan/atau ahli
waris penumpang, yang menderita kerugian dapat mengajukan gugatan terhadap pengangkut di
pengadilan negeri di wilayah Indonesia dengan menggunakan hukum Indonesia. Hak untuk
menggugat kerugian yang diderita penumpang atau pengirim kepada pengangkut dinyatakan
kedaluwarsa dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung mulai tanggal seharusnya kargo dan
bagasi tersebut tiba ditempat tujuan.

ð        

Dengan menyadari pentingnya peranan transportasi, maka lalu lintas dan angkutan jalan
harus ditata dalam suatu sistem transportasi nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan
tersedianya jasa transportasi yang sesuai dengan tingkat kebutuhan lalu lintas dan pelayanan
angkutan yang tertib, nyaman, cepat, teratur, lancar dan dengan biaya yang terjangkau oleh daya
beli masyarakat. Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan kebijakan di bidang transportasi darat
yaitu dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
sebagai Pengganti UU No. 14 Tahun 1992, serta Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993
tentang Angkutan Jalan yang masih tetap berlaku meskipun PP No. 41 Tahun 1993 merupakan
peraturan pelaksanaan dari UU No. 14 tahun 2003 dikarenakan disebutkan dalam Pasal 324 UU
No. 22 Tahun 2009 bahwa : Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3480) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau
belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang inii

Dalam pasal 2 dan pasal 3 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (yang selanjutnya disingkat
dengan UULLAJ) mengatur asas dan tujuan pengangkutan. Adapun Asas penyelenggaraan lalu
lintas adalah diatur dalam Pasal 2 UULLAJ yakni :

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan memperhatikan:

a. asas transparan;
b. asas akuntabel;
c. asas berkelanjutan;
d. asas partisipatif;
e. asas bermanfaat;
f. asas efisien dan efektif;
g. asas seimbang;
h. asas terpadu; dan
i. asas mandiri.

Sedangkan Pasal 3 UULAJ menyebutkan mengenai tujuan dari Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
yakni :

a. terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan
terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan
kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung
tinggi martabat bangsa;

b. terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan

c. terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

Demikian juga dalam Paragraf 9 UULLAJ tentang Tata Cara Berlalu Lintas bagi Pengemudi
Kendaraan Bermotor Umum serta pasal 141 UULAJ tentang standar pelayanan angkutan orang
dan masih banyak pasal-pasal lainnya yang terkait dengan adanya upaya memberikan
penyelenggaraan jasa angkutan bagi pengguna jasa atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan pemakai jasa angkutan.

Pengguna jasa adalah setiap orang dan/ atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan
baik untuk angkutan orang maupun barang. Karena pengangkutan di sini merupakan
pengangkutan orang maka pengguna jasa untuk selanjutnya disebut penumpang. Sedangkan
pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan angkutan barang dan/
atau penumpang.

Pengertian lainnya adalah menurut Pasal 1 ayat 22 UULLAJ, yang disebut dengan Pengguna
Jasa adalah perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa Perusahaan Angkutan
Umum. Sedangkan yang disebut pengangkut dalam UULLAJ ini dipersamakan dengan
pengertian Perusahaan Angkutan Umum yakni di sebutkan dalam Pasal 1 ayat 21 yang berbunyi
: Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang
dan/atau barang dengan Kendaraan Bermotor Umum.

Dengan berlakunya UU No. 22 Tahun 2009 tersebut diharapkan dapt membantu mewujudkan
kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan jasa angkutan, baik itu
pengusaha angkutan, pekerja (sopir/ pengemudi) serta penumpang. Secara operasional kegiatan
penyelenggaraan pengangkutan dilakukan oleh pengemudi atau sopir angkutan dimana
pengemudi merupakan pihak yang mengikatkan diti untuk menjalankan kegiatan pengangkutan
atas perintah pengusaha angkutan atau pengangkut. Pengemudi dalam menjalankan tugasnya
mempunyai tanggung jawab untk dapat melaksanakan kewajibannya yaitu mengangkut
penumpang sampai pada tempat tujuan yang telah disepakati dengan selamat, artinya dalam
proses pemindahan tersebut dari satu tempat ke tempat tujuan dapat berlangsung tanpa hambatan
dan penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya, luka, sakit maupun meninggal
dunia. Sehingga tujuang pengangkutan dapat terlaksana dengan lancar dan sesuai dengan nilai
guna masyarakat.

Namun dalam kenyataannya masih sering pengemudi angkutan melakukan tindakan yang dinilai
dapat menimbulkan kerugian bagi penumpang, baik itu kerugian yang secara nyata dialami oleh
penumpang (kerugian materiil), maupun kerugian yang secara immateriil seperti kekecewaan
dan ketidaknyamanan yang dirasakan oleh penumpang. Misalnya saja tindakan pengemudi yang
mengemudi secara tidak wajar dalam arti saat menjalani tugasnya pengemudi dipengaruhi oleh
keadaan sakit, lelah, meminum sesuatu yang dapat mempengaruhi kemampuannya
mengemudikan kendaraan secara ugal-ugalan sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan dan
penumpang yang menjadi korban. Hal ini tentu saja melanggar pasal 23 ayat 1 (a) UULLAJ.
Tindakan lainnya adalah pengemudi melakukan penarikan tarif yang tidak sesuai dengan tarif
resmi, hal ini tentu saja melanggar pasal 42 UULLAJ tentang tarif. Misalnya saja di Surabaya
tarif resmi angkutan mikrolet yang ditentukan berdasarkan SK Walikota Surabaya No. 55/ 2002
adalah sebesar Rp. 1200. Namun dalam realitanya masih ada pengemudi menarik biaya angkutan
lebih dari tarif resmi. Atau tindakan lain seperti menurunkan di sembarang tempat yang
dikehendaki tanpa suatu alasan yang jelas, sehingga tujuan pengangkutan yang sebenarnya
diinginkan oleh penumpang tidak terlaksana. Hal ini tentu saja melanggar ketentuan pasal 45 (1)
UULLAJ mengenai tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang yang dimulai sejak
diangkutnya penumpang sampai di tempat tujuan. Dan adanya perilaku pengangkut yang
mengangkut penumpang melebihi kapasitas maksimum kendaraan. Dengan melihat kenyataan
tersebut, dapat diketahui bahwa dalam sektor pelayanan angkutan umum masih banyak
menyimpan permasalahan klasik. Dan dalam hal ini pengguna jasa sering menjadi korban
daripada perilaku pengangkut yang tidak bertanggung jawab.

  
 

Pasal › ayat 1 UUPK menentukan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya
yang menjamin adanya kepastian hukum untukmemberi perlindungan kepada konsumen.
Philipus M.Hadjon mengemukakan bahwa perlindungan hukum (bagi rakyat) dapat dibedakan
menjadi 2 (dua) yaitu  perlindungan hukum preventif dan perlindungan huku~n represif. Pada
yang pertama, kepada rakyat diberikan kese~npatan untuk mengajukan keberatan atau pendapa
sebelum suatu keputusan pemerintah men'lapat beutuk yang definitif.Oleh karena itu tujuan
perlindungan hukum yang preventif adalah untuk mencegah terjadinya sengketa, sedangkan
perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. (Hadjon, 1986: 14)

Pasal 1 ayat 2 UUPK menentukan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang /
jasa yang terse& dalam rnas~arakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Menurut Pasal 1 butir ‰dan
penjelasan UUPK pelaku usaha adalah "Setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah negara Republik Indonesia, baik sendiri,sendiri maupun
bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan dalam berbagai bidang ekonomi".
Pelaku usaha dimaksud adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang,
distributor, dan lain-lain.

Sebagai sumber hukum utama yang mengatur tentang perlindungan konsumen di Indonesia
adalah Undang-Undang (UU) No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang
mulai diberlakukan tanggal 20 April 1999, Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 42. Di luar
UUPK masih terdapat beberapa peraturan khusus yang dapat dijadikan sumber hukum yang
melindungi konsumen. Berdasarkan Pasal 64 UUPK tentang Ketentuan Peralihan dinyatakan

bahwa:

Segala ketentuan peraturm perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen


yang telah ada pada saat Undang-Undang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang
tidak diatur secara khusus dan atau tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-undang ini,

Dengan ketentuan terseb-lt berarti segala peraturan perundang.undangan yang telah ada pada saat
UUPK tersebut diundangkan yang bertujuan melindungi konsumen,masih tetap dapat
diberlakukan dengan syarat tidak diatur secara khusu: dan tidak bertentangan dengan UUPK ini.
Oleh karena itu berlakula'l asas „  „ 
 „ 
„ artinya jika sudah terdapat
aturan yang secara khusus mengaturnya maka peraturan khusus itulah yang pertama-tama
menjadi dasar hukum, baru kemudian UUPK diberlakukan jika aturan khusus tersebut belum
atau tidak mengaturnya.
c c

 ! "

Dalam studi ini menyimpulkan bahwa segala bentuk alat transportasi darat,udara maupun
lautan semua itu tak akan lepas dari perundang-undangan yang berlaku pada daerah
penetapannya. Hal itu terjadi guna melindungi konsumen atau penumpang yang mempercayakan
semuanya kepada si penyelenggara penganngkutan karena pada intinya semua itu y=tak akan
lepas dari bagaimana si pengangkut meminimalisasi resiko yang ada. Dengan minimalkan segala
resiko yang ada kepercayaan yang besar juga akan di berikan penumpang kepada si
pengangkut.oleh karena it dalam system pengangkutan selayaknya haruslah memperhatikan
segala detail tentang kenyamanan penumpang agar tercapainya perlindungan konsumen oleh si
penyelenggara angkutan

Anda mungkin juga menyukai