Anda di halaman 1dari 5

Impact Testing : Uji 

Impak
Uji impak adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat (rapid loading). Klo
ceritanya titanic itu, si kapal kan berada pada suhu rendah, sehingga menyebabkan materialnya
menjadi getas dan mudah patah. Kemudian di laut itu kan banyak beban (tekanan) dari arah
manapun. Ditambah lagi nabrak gunung es, langsung deh tegangan yang udah terkonsentrasi
karena pembebanan sebelumnya menyebabkan kapalnya terbelah dua..

Pada uji impak terjadi proses penyerapan energi yang besar ketika beban menumbuk spesimen.
Energi yang diserap material ini dapat dihitung dengan menggunakan prinsip perbedaan energi
potensial. Tapi klo di mesin ujinya udah nunjukin energi yang dapat diserap material, ya udah..
ga perlu ngitung manual.

Proses penyerapan energi ini akan diubah menjadi berbagai respon material, yaitu

 Deformasi plastis
 Efek Hysteresis
 Efek Inersia

Standar ASTM Uji Impak


Ada dua macam pengujian impak, yaitu

1. Charpy
2. Izod

Perbedaan charpy dengan izod adalah peletakan spesimen. Pengujian dengan menggunkan
charpy lebih akurat karena pada izod, pemegang spesimen juga turut menyerap energi, sehingga
energi yang terukur bukanlah energi yang mampu di serap material seutuhnya.

Faktor yang mempengaruhi kegagalan material pada pengujian impak adalah

 Notch

Notch pada material akan menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan pada daerah yang lancip
sehingga material lebih mudah patah. Selain itu notch juga akan menimbulkan triaxial stress.
Triaxial stress ini sangat berbahaya karena tidak akan terjadi deformasi plastis dna menyebabkan
material menjadi getas. Sehingga tidak ada tanda-tanda bahwa material akan mengalami
kegagalan.

 Temperatur

Pada temperatur tinggi material akan getas karena pengaruh vibrasi elektronnya yang semakin
rendah, begitupun sebaliknya.

 Strainrate
Jika pembebanan diberikan pada strain rate yang biasa-biasa saja, maka material akan sempat
mengalami deformasi plastis, karena pergerakan atomnya (dislokasi). Dislokasi akan bergerak
menuju ke batas butir lalu kemudian patah. Namun pada uji impak, strain rate yang diberikan
sangat tinggi sehingga dislokasi tidak sempat bergerak, apalagi terjadi deformasi plastis,
sehingga material akan mengalami patah transgranular, patahnya ditengah-tengah atom, bulan di
batas butir. Karena dislokasi ga sempat gerak ke batas butir.

Kemudian, dari hasil percobaan akan didapatkan energi dan temperatur. Dari data tersebut, kita
akan buat diagram harga impak terhadap temperatur. Energi akan berbanding lurus dengan harga
impak. Kemudian kita akan mendapakan temperatur transisi. Temperatur transisi adalah range
temperature dimana sifat material dapat berubah dari getas ke ulet jika material dipanaskan.

Temperatur transisi ini bergantung pada berbagai hal, salah satunya aspek metalurgi material,
yaitu kadar karbon. Material dengan kadar karbon yang tinggi akan semakin getas, dan harga
impaknya kecil, sehingga temperatur transisinya lebih besar. Temperatur transisi akan
mempengaruhi ketahanan material terhadap perubahan suhu. Jika temperatur transisinya kecil
maka material tersebut tidak tahan terhadap perubahan suhu.

Pada percobaan ini, ada 10 sampel, 5 baja dan 5 aluminium. 2 baja dipanaskan dan 2 lagi
didinginkan. begitu pula dengan aluminium.
Dipanaskan. Baja dan aluminium ini dipanaskan dengan menggunakan kompor listrik sampai
pada temperatur 200an derajat celcius. Kemudian sampel ini di beri beban impak dan… hasilnya
keempat sampel ini tidak patah seluruhnya, hanya sebagian. Terjadi pembengkokan pada sampel.
Mengapa sampel tidak patah? Hal ini ada pengaruhnya dengan suhu. Suhu yang semakin tinggi
menyebabkan vibrasi elektron semakin tinggi sehingga pergerakan elektron menjadi semakin
bebas. Dan energi untuk melakukan deformasi elastis semakin rendah. Hal inilah yang
menyebabkan spesimen tidak patah, melainkan hanya mengalami deformasi plastis.

Pada temperatur kamar. Spesimen nya gas diberi perlakuan apapun. Langsung diberi beban
impak dan spesimen nya patah ulet. Temperatur spesimen lebih rendah dari yang semula,
sehingga vibrasi elektronnya lebih rendah dan menyebabkan material menjadi agak lebih getas
jika dibandingkan dengan spesimen awal. Namun spesimen ini belum getas karena elektronnya
masih dapat bergerak hingga deformasi plastis.

Didinginkan. Pada pengujian ini, spesimen didinginkan dengan menggunakan nitrogen cair,
hingga mencapai suhu minus puluhan derajat. Kemudian spesimen diberi beban impak dan
terjadi patah getas. Hal ini terjadi karena vibrasi elektron yang melemah sehingga energi yang
dibutuhkan untuk elektron bergeran dan berdeformasi plastis lebih tinggi, sehingga terjadilah
patah getas pada material.

Analisis.

Pada baja dan aluminium terdapat perbedaan harga impak. Harga impak baja lebih tinggi
daripada aluminium menunjukkan bahwa ketangguhan baja lebih tinggi jika dibandingkan
dengan aluminium. Ketangguhan adalah kemampuan material untuk menyerap energy dan
berdeformasi plastis hingga patah.

Selain suhu, hal lain yang mempengaruhi harga impak suatu material adalah kadar
karbonnya. Material yang memiliki kadar karbon yang tinggi akan lebih getas. Hal ini akan
mempengaruhi harga impaknya dan temperature transisi. Material yang memiliki kadar karbon
tinggi akan memiliki temperature transisi yang lebih panjang jika dibandingkan dengan material
yang memiliki kadar karbon rendah. Temperatur transisi yang berbeda-beda ini akan
mempengaruhi ketahanan material terhadap perubahan suhu. Material yang memiliki
temperature transisi rendah maka material tersebut tidak akan tehan terhadap perubahan suhu.

Pada pembebanan impak ini, terjadi proses penyerapan energy yang besar. Penyerapan
energy ini akan diubah menjadi berbagai respon material seperti deformasi plastis, efek
hysteresis, dan inersia.

Sebuah system dengan hysteresis menunjukkan ‘rate-independent memory’, yaitu


kemampuan suatu material untuk “mengingat” bentuk atau sifat sebelum material tersebut
berubah karena pengaruh gaya dari luar material. Banyak system fisik yang menunjukkan
hysteresis yang alami. Misalnya sebuah besi yang diletakkan pada medan magnet akan memiliki
sifat magnet, bahkan setelah medan magnetnya dipindahkan. Ketika sekali di magnetisasi, besi
tersebut akan tetap memiliki sifat magnet. Untuk menghilangkan sifat magnetnya, dapat
dilakukan dengan menempatkannya pada medan magnet yang arahnya berlawanan. Efek
hysteresis ini biasanya terjadi jika material diberikan beban yang sangat cepat dan beban tersebut
pun dihilangkan dengan cepat.

Efek inersia adalah kemampuan suatu material untuk mempertahankan bentuknya ketika
diberikan gaya. Ketika diberikan pembebanan dengan strain rate yang tinggi material tersebut
tidak sempat untuk mempertahankan bentuknya dan akhirnya patah .

Anda mungkin juga menyukai