Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

INVENTORY DAERAH ALIRAN SUNGAI


DI KABUPATEN BANYUMAS

KELOMPOK : 4
LOKASI : BANJARAN IV
DOSEN PENDAMPNG : Dr. EMING SUDIANA, M.Si
ASISTEN : IKA YOGI

Nama NIM
Elisabet RRBH B1J008017
Andrian Putra Bahari B1J008018
Nevy Yunda Pratiwi B1J008019
Yudi Novianto B1J008020
Maman B1J008021

Laboratorium Ekologi, Fakultas Biologi


Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto
2010
Daftar Isi

Hal

Daftar isi

Pendahuluan

Materi dan Metode

Hasil dan Pembahasan

EKOSISTEM
a. Tipe pemanfaatan lahan
b. Pemodelan interaksi antara faktor abiotik dan biotik
c. Deskripsi komponen penyusun ekosistem

KOMUNITAS
a. Kekayaan spesies
b. Kelimpahan atau kepadatan spesies
c. Dominansi

POPULASI
a. Struktur populasi
b. Piramida populasi berdasarkan ukuran

FAKTOR LINGKUNGAN

DISTRIBUSI ORGANISME

Daftar Pustaka
PENDAHULUAN

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan


lingkungannya dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani oikos (habitat) dan logos
(ilmu). Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup
maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali
dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 - 1914). Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari
sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya. Ekologi merupakan cabang ilmu
yang masih relatif baru, yang baru muncul pada tahun 70-an. Akan tetapi, ekologi
mempunyai pengaruh yang besar terhadap cabang biologinya. Ekologi mempelajari
bagaimana makhluk hidup dapat mempertahankan kehidupannya dengan mengadakan
hubungan antar makhluk hidup dengan benda tak hidup di dalam tempat hidupnya atau
lingkungannya. Ekologi, biologi dan ilmu kehidupan lainnya saling melengkapi dengan
zoologi dan botani yang menggambarkan hal bahwa ekologi mencoba memperkirakan,
dan ekonomi energi yang menggambarkan kebanyakan rantai makanan manusia dan
tingkat tropik (Anonim, 2010).
Menurut Odum (1979) dalam bukunya Fundamentals of Ecology, lingkungan hidup
didasarkan atas beberapa konsep ekologi dasar seperti konsep: biotik, abiotik, ekosistem,
produktifitas, biomasa, hokum thermodinamika I dan II, siklus biogeokimiawi dan konsep
factor pembatas. Dalam komunitas ada konsep biodiversitas, pada populasi ada konsep
carrying capacity, pada spesies ada konsep distribusi dan interaksi serta konsep suksesi
dan klimaks.
Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk
hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi dan
merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan. Pembahasan ekologi tidak lepas
dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor
abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembaban, cahaya, dan topografi,
sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan,
tumbuhan, dan mikroba.
Ekosistem merupakan suatu interaksi yang kompleks dan memiliki penyusun yang
beragam. Di bumi ada bermacam-macam ekosistem. Dilihat dari susunan dan fungsinya,
suatu ekosistem tersusun atas komponen sebagai berikut:
a. Komponen autotrof
Autotrof adalah organisme yang mampu menyediakan/mensintesis makanan
sendiri yang berupa bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan energi
seperti matahari dan kimia.
b. Komponen heterotrof
Heterotrof merupakan organisme yang memanfaatkan bahan-bahan organik
sebagai makanannya dan bahan tersebut disediakan oleh organisme lain.
c. Bahan tak hidup (abiotik)
Bahan tak hidup yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri dari tanah, air, udara,
sinar matahari.
d. Pengurai (dekomposer).
Pengurai adalah organisme heterotrof yang menguraikan bahan organik yang
berasal dari organisme mati (bahan organik kompleks).

Gambar Model Ekosistem


Secara garis besar ekosistem dibedakan menjadi ekosistem darat dan ekosistem
perairan. Ekosistem darat ialah ekosistem yang lingkungan fisiknya berupa daratan.
Berdasarkan letak geografisnya (garis lintangnya), ekosistem darat dibedakan menjadi
beberapa bioma, yaitu bioma gurun, bioma padang rumput, bioma hutan basah, bioma
hutan gugur, bioma taiga, dan bioma tundra. Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain
variasi suhu tidak menyolok, penetrasi cahaya kurang, dan terpengaruh oleh iklim dan
cuaca. Macam tumbuhan yang terbanyak adalah jenis ganggang, sedangkan lainnya
tumbuhan biji. Hampir semua filum hewan terdapat dalam air tawar. Organisme yang
hidup di air tawar pada umumnya telah beradaptasi. Ekosistem air tawar digolongkan
menjadi air tenang dan air mengalir. Termasuk ekosistem air tenang adalah danau dan
rawa, termasuk ekosistem air mengalir adalah sungai. (Anonim, 2010)

Gambar Berbagai Organisme Air Tawar Berdasarkan Cara Hidupnya


Sungai adalah suatu badan air yang mengalir ke satu arah. Air sungai dingin dan
jernih serta mengandung sedikit sedimen dan makanan. Aliran air dan gelombang secara
konstan memberikan oksigen pada air. Suhu air bervariasi sesuai dengan ketinggian dan
garis lintang. Komposisi komunitas hewan juga berbeda antara sungai, anak sungai, dan
hilir. Di anak sungai sering dijumpai Man air tawar. Di hilir sering dijumpai ikan kucing dan
gurame. Organisme sungai dapat bertahan tidak terbawa arus karena mengalami
adaptasi evolusioner. Misalnya bertubuh tipis dorsoventral dan dapat melekat pada batu.
Sungai Banjaran merupakan anak sungai Logawa yang mengalir dari arah utara
ke arah selatan dan bermuara pada sungai Serayu di daerah Patikraja. Luas Daerah
Aliran Sungai (DAS) kira-kira 47.16 Km2. DAS Banjaran terletak di Kabupaten Banyumas
yang meliputi enam Kecamatan yaitu Kecamatan Baturraden, Kedungbanteng,
Purwokerto Utara, Purwokerto Barat, Purwokerto Selatan, Purwokerto Timur, dan
Patikraja (Balai PSDA Purwokerto, 2004).
Daerah Irigasi Banjaran yang mempunyai luas potensial 1.432 Ha dan Daerah
Irigasi (DI) terluas ketiga setelah DI Serayu dan DI Tajum ini merupakan potensi pertanian
untuk menunjang ketahanan pangan di Kabupaten Banyumas maupun di Jawa Tengah.
DI Banjaran merupakan daerah irigasi teknis yang mengambil air dari sumber air sungai
Banjaran melalui bendung tetap yaitu bendung Banjaran. Dengan sistem irigasi
permukaan, DI Banjaran direncanakan (didesain) mengairi aeral pertanian di empat
kecamatan yang berada di Kabupaten Banyumas yaitu Kecamatan Kecamatan
Purwokerto Barat, Purwokerto Selatan, Patikraja dan Kalibagor (Sub Dinas Pengairan,
2003).

Peta CA AWLR Kober – Sungai Banjaran


(Sumber : Balai PSDA Purwokrto, 2004)
Gambar Lokasi Sungai Banjaran 4 (Bagian Tengah)
MATERI DAN METODE

Peralatan yang digunakan


Peralatan yang digunakan antara lain : termometer 2 buah (udara dan air), patok 2
set (moluska dan bambu), botol kosong 2 buah (untuk kecepatan arus dan sampel air),
tali raffia 3 utas (untuk kecepatan arus, kuadrat 0,5 x 0,5 m dan 10 x 10 m), kantong
plastik untuk sampel moluska, bambu, dan tanah, kertas pH dan soiltester, penggaris,
timbangan dan kamera.

Kelompok Kerja
Setiap kelompok terdiri atas 5 mahasiswa yang bekerja bersama sama pada satu lokasi.
Anggota kelompok dibagi menjadi 2 tim kerja yang masing-masing akan bertanggung
jawab pada ekosistem perairan dan ekosistem daratan.

Ekosistem
Ekosistem perairan dan daratan dideskripsikan dengan membuat pemodelan interaksi
antara faktor abiotik dan biotik, serta menguraikan komponen penyusun pada ekosistem
tersebut pada setiap lokasi pengamatan.
A. Pemodelan interaksi antara faktor biotik dan abiotik
Cara kerja :
1. Mengamati tipe pemanfaatan lahan dan aktivitas warga masyarakat di daerah
sekitar sungai.
2. Menentukan tipe pemanfaatan lahan di daerah sekitar sungai dan aktivitas
warga masyarakat yang dominan.
3. Mengamati benda hidup dan mati yang ada di sekitar sungai dan mengamati
interaksi antara keduanya.
4. Membuat skema hubungan antara komponen abiotik dan biotik yang mungkin
terjadi di sungai berdasarkan data yang diperoleh.
B. Komponen penyusun ekosistem
Cara kerja :
1. Mengamati komponen biotik yang ada di sekitar sungai.
2. Menentukan peranan (fungsi ekologis) dari organisme yang tersebut.

Komunitas
Komunitas moluska pada ekosistem perairan dan bambu pada ekosistem daratan
dideskripsikan dengan menghitung jumlah spesies (kelimpahan atau kepadatan) serta
menentukan spesies yang dominan.
A. Pengambilan sampel moluska dan air
Cara kerja :
1. Mengambil sampel dengan metode kuadrat
2. Membuat kuadrat dengan jarak 0,5 x 0,5 m.
3. Meletakkan kuadrat tersebut pada lokasi yang menjadi habitat moluska, lalu
mengumpulkan moluska yang ada di dalam kuadrat.
4. Mengamati bentuk cangkangnya, warna, arah lingkarannya dan member kode,
kemudian mengidentifikasi dan menghitung di laboratorium.
B. Pengambilan sampel bambu sebagai tumbuhan tepian atau riparian
Cara kerja :
1. Mengambil sampel dengan metode kuadrat.
2. Membuat kuadrat dengan jarak 10 x 10 m.
3. Memilih lokasi yang menjadi habitat bambu.
4. Meletakkan kuadrat tersebut pada lokasi yang menjadi habitat bambu, lalu
mengamati daun pelepah, warna buluh, buliran, perbungaan dan durinya.
5. Mengambil photo pada masing-masing bagian dan beberapa contoh bagian
bambu untuk diidentifikasi di laboratorium serta menghitung jumlah bamboo yang
ada pada kuadrat.

Populasi
Populasi moluska dan bambu dapat dideskripsikan dengan membuat piramida
ukuran dari spesies yang dominan.
Cara kerja : Mengukur panjang dan menimbang bobot untuk moluska serta tinggi dan
diameter untuk bambu dari spesies yang dominan.

Faktor lingkungan
Cara kerja : Mengukur beberapa parameter lingkungan seperti temperatur udara,
air, kecepatan arus, tipe substrat, dan pH air pada ekosistem perairan atau temperatur
udara dan pH tanah untuk ekosistem daratan.

Distribusi organisme dan faktor lingkungannya


Distribusi moluska atau bambu dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya
dapat digambarkan dengan menggunakan data tambahan dari dua kelompok lain yang
bekerja pada lokasi yang lain tapi pada sungai yang sama namun bukan dari lokasi yang
berurutan.
HASIL

Tabel 1. Tipe Pemanfaatan Lahan

Tipe Pemanfaatan
Lokasi Aktivitas Masyarakat
Lahan
 Mandi
 Cuci
 Lahan Pertanian  Kakus
Sungai Banjaran 4
 Lahan Pemukiman
 Bertani

Tabel 2. Komponen abiotik dan biotik


No Faktor Abiotik Faktor Biotik
1 Cahaya matahari Pohon Kelapa (Cocos nucifera)
2 Kelembaban Pisang (Musa sp.)
 3 pH Bambu (Gigantochloa atter)
 4 Tanah Paku-pakuan (Pterydophyta)
 5 Batu Lumut (Bryophyta)
 6 Air Jamur (Fungi)
 7 Udara Colocasia sp.
 8 Oksigen Putri malu (Mimosa pudica)
 9 Karbondioksida Pepaya (Carica papaya)
 1
0 Unsur-unsur organik Singkong (Manihot utillisima)
 1
1 Unsur- unsur anorganik Rumput teki (Cyperus sp.)
 1
2 Jembatan Rumput gajah (Themeda gigantea)
 1
3 Plastik Pohon tebu
 1
4 Pasir Alang-alang
 1
5 Aspal Padi (Oryza sativa)
 1
6 Botol bekas Pohon Iler
 1
7 Motor Bunga tembelek
 1
8 Besi Bayam (Amaranthus sp.)
 1
9 Pohon mengkudu (Morinda citrifolia)
 2
0 Pohon karsem
 2
1   Paludestrina minuta
 2
2   Tryonia clathrata
 2
3   Littoridina monroensis
 2
4   Udang kecil
 2
5   Cacing
 2
6   Ikan-ikan kecil
 2
7   Kepiting (Scyla sp.)
 2
8   Bakteri
29 Manusia
30 Burung
31 Ulat

Tabel 3. Skema Hubungan Faktor Abiotik dan biotik


Tabel 4. Komponen Penyusun Ekosistem

N
o Komponen Penyusun Organisme
Bambu, Lumut, Paku-pakuan,
Bayam, Padi, Rumput teki, remput
1 Produsen
Gajah, Colocasia sp., Iler, Pepaya,
Pisang
Paludestrina minuta, Tryonia
clathrata, Littoridina monroensis,
2 Makro Konsumer Tingkat I Kepiting, Udang kecil, Ikan-ikan
kecil, Ulat

3 Makro Konsumer Tingkat II Burung


4 Dekomposer Jamur, Bakteri, Cacing

Tabel 5. Kekayaan Spesies dan Kelimpahan Moluska atau Kekayaan spesies dan
Kepadatan Bambu

Jumlah
No Nama Spesies Individu
 1  Bambu  
  Gigantochloa atter 20
 2 Moluska 
  Paludestrina minuta 10
  Littoridina monroensis 7
Tryonia clathrata 5

Tabel 6. Populasi yang Dominan

Lokasi Spesies yang Dominan


sungai Banjaran 4 Moluska (Paludestrina minuta) : 10 individu/ 250 cm
(bagian tengah) Bambu (Gigantochloa atter) : 67 individu/ 100 m
Tabel 7. Ukuran Moluska dan Bambu

Moluska Bambu
No Panjang Bobot Tinggi (cm) (1 ruas= 30 Diameter
(cm) (gram) cm) (cm)
1 1,44 <1 1960 23,9
2 1,30 <1 2340 30
3 1,66 1 2210 29
4 3,40 2 1920 23,6
5 2,01 1 2420 30
6 1,23 <1 2180 27
7 1,60 <1 2020 25
8 2,25 1 2150 27
9 1,11 <1 2060 25,7
10 1,45 <1 2010 27,5
11 0,93 <1 2060 30
12 1,15 <1 2280 31
13 1,05 <1 1920 24,8
14 1,23 <1 2120 28,1
15 0,97 <1 1600 28
16 1,20 <1 1580 27
17 1,01 <1 1520 26
18 1,01 <1 1420 27,2
19 0,98 <1 2180 28,7
20 0,90 <1 1320 29
21 0,81 <1
22 0,63 <1
Tebel 8. Struktur Populasi

a. Struktur Bobot Moluska


(2)
Bobot(gram Jumlah
)
<1 19 (1)
1 2
2 1 (<1)

b. Struktur Panjang Moluska

Panjang (cm) Jumlah


0-1 6 (3-4)
(2-3)
1-2 13
2-3 2 (0-1)
3-4 1
(1-2)
c. Struktur Tinggi Bambu

Tinggi(cm) Jumlah
1000-1500 2
1000-1500
1500-2000 6
2000-2500 12 1500-2000

d. Struktur Diameter Bambu


2000-2500
Panjang(cm
) Jumlah
23-25 4 (29-31)
25-27 5
27-29 8 (23-25)
29-31 3 (25-27)

(27-29)
Tabel 9. Distribusi Moluska

No Nama Spesies Hulu Tengah Hillir


1 Paludestrina minuta 20 10 -
2 Littoridina monroensis - 7 29
3 Tryonia clathrata - 5 -
4 Pomatiopsis lapida - - 69

Tabel 10. Distribusi Bambu

No Nama Spesies Hulu Tengah Hillir


1 Gigantochloa atter - 20 10
2 Dentrocalamus asper - - 22
3 Gigantochloa apus 12 - -

Tabel 11. Faktor Lingkungan

No Parameter Hulu Tengah Hilir


1 Temperatur
  a. Darat 270 C 300 C 27,50 C
  b. Sungai 240 C 320 C 260 C
2 kecepatan arus 1,9 m/s 2,2 m/s 0,36 m/s
3 pH
  Tanah 7 7 6,8
  Air 6 6 6
4 Tipe Substrat
Pasir Tanah
Air Batu, Pasir
  berbatuan berpasir
Tanah Tanah,
Tanah Lanau
  berpasir Seresah
PEMBAHASAN

Hanya 3% air muka bumi ini adalah air tawar. Sebagian besar (kira-kira 99%) dari
padatnya dapat membeku dalam glasier dan es atau terbenam dalam akuifer. Sisanya
terdapat dalam danau, kolam, sungai, dan aliran, dan disitu menyediakan bermacam
habitat untuk komunitas hayati. Ekosistem air tawar digolongkan menjadi air tenang dan
air mengalir. Termasuk ekosistem air tenang adalah danau dan rawa, termasuk ekosistem
air mengalir adalah sungai.
Ekosistem air tawar memiliki ciri-ciri antara lain variasi suhu tidak menyolok,
penetrasi cahaya kurang, dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Macam tumbuhan yang
terbanyak adalah jenis ganggang, sedangkan lainnya tumbuhan biji. Hampir semua filum
hewan terdapat dalam air tawar. Organisme yang hidup di air tawar pada umumnya telah
beradaptasi. Hewan dan tumbuhan rendah yang hidup di habitat air, tekanan osmosisnya
sama dengan tekanan osmosis lingkungan atau isotonis.
Ekosistem air tawar dihuni oleh nekton. Nekton merupakan hewan yang bergerak
aktif dengan menggunakan otot yang kuat. Hewan tingkat tinggi yang hidup di ekosistem
air tawar, misalnya ikan, dalam mengatasi perbedaan tekanan osmosis melakukan
osmoregulasi untuk memelihara keseimbangan air dalam tubuhnya melalui sistem
ekskresi, insang dan pencernaan. Organisme lain yang hidup pada ekosistem air tawar
adalah plankton, neuston, perifiton dan bentos. Plankton terdiri atas fitoplankton dan
zooplankton; biasanya melayang-layang (bergerak pasif) mengikuti gerak aliran air.
Neuston merupakan organisme yang mengapung atau berenang di permukaan air atau
bertempat pada permukaan air, misalnya serangga air. Perifiton merupakan tumbuhan
atau hewan yang melekat/bergantung pada tumbuhan atau benda lain, misalnya keong.
Dan bentos adalah hewan dan tumbuhan yang hidup pada endapan. Bentos dapat sessil
(melekat) atau bergerak bebas, misalnya cacing dan remis.
Sungai merupakan ekosistem yang bersifat lotik. Ekosistem ini dipengaruhi oleh
aliran air dan adanya arus. Aliran air tidak dapat dipisahkan secara tegas walaupun arus
yang tertentu dan berkesinambungan adalah cirri utama habitat lotik. Kecepatan arus
dapat bervariasi di tempat yang berbeda dari suatu aliran air yang sama dan dari waktu
ke waktu. Sifat Komunitas Lotik Aliran air umunya menunjukkan 2 habitat utama, yaitu air
deras dan air tenang. Keanekaragaman flora dan fauna ekosistem sungai tinggi
menandakan kualitas air sungai tersebut baik/belum tercemar. Tetapi sebaliknya bila
keanekaragamannya kecil, sungai tersebut tercemar. Hewan bentos hidup relatif
menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu
kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Kelompok hewan tersebut dapat lebih
mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu. karena
hewan bentos terus menerus terdedah oleh air yang kualitasnya berubah-ubah. Diantara
hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan
perairan adalah jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro. Kelompok
ini lebih dikenal dengan makrozoobentos.
Keberadaan hewan bentos pada suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya
adalah produsen, yang merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan bentos.
Adapun faktor abiotik adalah fisika-kimia air yang diantaranya: suhu, arus, oksigen terlarut
(DO), kebutuhan oksigen biologi (BOD) dan kimia (COD), serta kandungan nitrogen (N),
kedalaman air, dan substrat dasar.
Organisme yang termasuk makrozoobentos diantaranya adalah: Crustacea,
Isopoda, Decapoda, Oligochaeta, Mollusca, Nematoda dan Annelida. Makrobentos yang
ditemukan pada dasar sungai Banjaran 4 (tengah) yang terdapat pada kuadrat yang telah
dibuat saat praktikum adalah kebanyakan dari kelas Crustacea, dan Mollusca. Spesies
makrobentos yang dapat ditemukan dari kelas Mollusca yaitu Paludestrina minuta,
Littoridina monroensis, dan Tryonia clathrata. Paludestrina minuta bercirikan memiliki alur
cangkang yang terlihat jelas, bagian radula memiliki gigi, cangkang berwarna kuning. Di
sungai Banjaran 2 (hulu) diperoleh spesies dari kelas Moluska yaitu Paludestrina minuta,
dan di sungai Banjaran 6 (hilir) yaitu Littoridina monroensis dan Pomatiopsis lapida.
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh data bahwa suhu udara di daratan sekitar
Sungai Banjaran 4 (tengah) yaitu sekitar 300C, sedangkan suhu di dalam air yaitu sekitar
320C. Sungai Banjaran 2 (hulu) yaitu sekitar 270C untuk suhu udara di sekitar sungai dan
di dalam air yaitu sekitar 240C. Sungai Banjaran 6 (hilir) yaitu sekitar 27,5 0C untuk suhu
udara di sekitar sungai dan di dalam air yaitu sekitar 26 0C.
Air mempunyai beberapa sifat unik yang berhubungan dengan panas yang secara
bersama-sama dapat mengurangi perubahan suhu sampai tingkat minimal, sehingga
perbedaan suhu dalam air lebih kecil dan perubahan yang terjadi lebih lambat daripada di
udara. Sifat-sifat yang penting antara lain :
1) Satu gram kalori (gkal) panas dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 ml (=1 gram)
air 1°C lebih tinggi (antara 15° dan 16°), hanya ammonia dan beberapa senyawa
lain mempunyai nilai lebih tinggi dari 1.
2) Panas fusi yang tinggi 80 kalori dibutuhkan untuk mengubah 1 gram es menjadi air
tanpa mengubah suhunya (dan sebaliknya).
3) Panas evaporasi yang tinggi. Sebagian besar sinar matahari digunakan untuk
evaporasi air dari ekosistem di dunia.
4) Kerapatan air tertinggi terjadi pada suhu 4°C, di atas dan di bawah suhu tersebut
air akan bekembang dan menjadi lebih ringan.
Suhu air paling baik dan efisien diukur dengan menggunakan sensor elektronis
seperti termistor. Suhu air dapat mempengaruhi sifat fisika kimia perairan maupun biologi,
antara lain kenaikan suhu dapat menurunkan kandungan oksigen serta menaikkan daya
toksik yang ada dalam suatu perairan. Suhu air mempengaruhi kandungan oksigen
terlarut dalam air. semakin tinggi suhu maka semakin kurang kandungan oksigen terlarut.
Suhu air mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses pertukaran zat atau
metabolisme dari makhluk hidup dan suhu juga mempengaruhi pertumbuhan plankton.
Perkembangan plankton optimal terjadi dalam kisaran suhu antara 25oC-30oC.
Dari penghitungan matematik sederhana, didapat bahwa kecepatan air Sungai
Banjaran 4 (tengah) sebesar 2,2 m/s, kecepatan air Sungai Banjaran 2 (hulu) sebesar
1,9 m/s, dan kecepatan air Sungai Banjaran 6 (hulu) sebesar 0,36 m/s.
Arus adalah faktor pembatas utama pada aliran deras. Kecepatan arus dapat
bervariasi di tempat yang berbeda dari suatu aliran air yang sama dan dari waktu ke
waktu. Di dalam aliran air yang besar, arus dapat berkurang sedemikian rupa sehingga
menyerupai air yang tergenang mengatur perbedaan di beberapa tempat dari suatu aliran
air. Kecepatan arus ditentukan oleh : kemiringan, kekasaran, kedalaman, dan kelebaran.
Semakin besar kemiringan arus maka kecepatan arus semakin meningkat, semakin besar
kekasaran, kedalaman, kelebaran maka kecepatan arus semakin cepat. Di samping itu,
arus sering kali amat menentukan distribusi gas yang vital, garam dan organisme kecil.
Peranan arus adalah:
a. membuat kehidupan kolam dan air deras amat berbeda
b. mengatur perbedaan di beberapa tempat dari suatu aliran air.
Dasar di air tenang yang lunak dan terus-menerus berubah umumnya membatasi
organisme bentik yang lebih kecil sampai bentuk penggali, tetapi bila kedalaman lebih
besar lagi, dimana gerakan air lebih lambat , maka lebih sesuai untuk nekton, neuston
dan plankton. Yang menentukan sifat komunitas serta kerapatan populasi dari komunitas
yang dominan diantaranya adalah tipe dasar substratnya, misalnya kerikil, tanah liat,
tanah berpasir, batuan utama atau pecahan batu.
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data bahwa di daratan sekitar sungai
Banjaran 4 (tengah) tipe tanahnya adalah tipe tanah berpasir, di daratan sekitar sungai
Banjaran 2 (hulu) yaitu tipe tanah lanau dan di daratan sekitar sungai Banjaran 6 (hilir)
diperoleh bahwa tipe tanahnya adalah tanah seresah. Kemudian untuk substrat dasar
sungainya, di Sungai Banjaran 4 (tengah) yaitu tanah berpasir, Sungai Banjaran 2 (hulu)
yaitu pasir bebatuan, dan Sungai Banjaran 6 (hilir) yaitu batu, pasir.
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data bahwa pH air di Sungai Banjaran 4
(tengah) yaitu 6 dan pH tanahnya 7. Sungai Banjaran 2 (hulu) diperoleh pH air yaitu 6 dan
pH tanah 7. Dan untuk pH air di Sungai Banjaran 6 (hilir) yaitu 6 dan pH tanahnya 6,8.
pH (Power of Hydrogen) adalah suatu parameter kimia perairan yang menunjukan
jumlah ion H+ yang terurai dalam air. Nilai pH menyatakan tingkat keasaman atau
mengukur konsentrasi aktivitas hidrogen ionnya Nilai pH juga berkaitan erat dengan
karbondioksida dan alkalinitas Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas
dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Keberadaan pH di perairan penting
untuk reaksi-reaksi kimia dan senyawa-senyawa yang mengandung racun perubahan
asam atau basa di perairan dapat mengganggu sistem keseimbangan ekologi.
Berdasarkan nilai kisaran pH menurut EPA (Environmental Protection Agency) untuk
kehidupan organisme air adalah 6,5 – 8,5.
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh spesies bambu di sekitar sungai Banjaran
4 (tengah) yaitu Gigantochloa atter, Banjaran 2 (hulu) yaitu Gigantochloa apus, dan
Banjaran 6 (hilir) spesies bambunya yaitu Dendrocalamus asper dan Gigantochloa atter.
Bambu ater tidak dijumpai ditanam secara meluas di Indonesia, biasanya orang
menanamnya hanya beberapa rumpun saja. Di Jawa Barat orang menyebut jenis bambu
ini sebagai bambu temen. Sedangkan, di Jawa Tengah orang sering juga menamakan
pring jowo, buluhnya berwarna hijau tua, dan hijau kehitam-hitaman. Bagaimana kita bisa
mengenal bambu ater? Rumpunnya sedikit agak rapat. Rumpun ini terdiri dari banyak
buluh yang tegak, tingginya sampai 20 meter. Garis tengah atau penampang buluh
sampai 7 cm, buluh yang muda mempunyai pelepah buluh yang bermiang coklat tua.
Waktu buluh menjadi dewasa, pelepah jatuh dengan sendirinya, sehingga buluhnya
bersih dari pelepah buluh. Panjang setiap ruas buluh adalah sekitar 15 sampai 60 cm,
sedangkan panjang daunnya antara 20 sampai 32 cm. Dengan lebar daun 2 sampai 2,25
cm. Tanaman in dapat tumbuh di daaerah-daerah dengan ketinggian dari 0 sampai 650
meter di atas permukaan laut. Bambu ater sering ditemukan di desa-desa, di pinggir
sungai ataupun di lereng bukit (Maradjo, 1977).
Untuk menanam atau memperbanyak bambu ater tidak sulit. Ia dapat diperbanyak
dengan potongan buluhnya. Dapat juga dengan stek atau akar rimpang, ataupun anak
tanaman yang tumbuh disamping tanaman induknya. Dalam waktu tiga tahun sesudah
penanaman, rumpunnya akan mempunyai kira-kira 20 batang bukub yang tumbuhnya
tegak , dengan ujungnya yang terkulai sedikit. Bagian dalam buluhnya mudah sekali
dimakan serangga dan menghasilkan bubuk. Tapi bila akan dibuat talang, atap dan lain-
lainnya, bagian dalamnya dihilangkan. Untuk mengawetkannya orang biasa merendam
buluh bambu ini dalam air tergenang selama beberapa hari (Maradjo, 1977).
Gambar Gigantochloa atter

Contoh gambar Rantai Makanan di daerah sungai:


KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan kelompok 4 di daerah Sungai


Banjaran 4 (tengah), maka dapat diambil kesimpulan :
1. Terdapat perbedaan antara lokasi hulu, tengah dan hilir dari Sungai Banjaran yang
dapat dilihat dari distribusi moluska dan bambu beserta faktor-faktor lingkungan
yang mempengaruhinya.
2. Ekosistem air di sungai Banjaran 4 (tengah): suhu air di Sungai Banjaran 4
(tengah) yaitu sekitar 320C, kecepatan air sebesar 2,2 m/s, pH air 6 dan tipe
tanahnya adalah tanah berpasir. Spesies Mollusca yang dapat ditemukan dan
lebih dominan di Sungai Banjaran 4 (tengah) antara lain Paludestrina minuta,
Littoridina monroensis, dan Tryonia clathrata.
3. Ekosistem daratan di sepanjang sungai banjaran 2: bahwa suhu udara di daratan
di sekitar sungai Banjaran 4 (tengah) yaitu sekitar 300C, pH tanah 7, dan tipe
tanahnya adalah tanah berpasir. Spesies bambu yang dapat ditemukan di Sungai
Banjaran 4 (tengah) adalah Gigantochloa atter.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010. Arti Ekologi. http://id.wikipedia.org/wiki/Ekologi. Diakses pada tanggal 20


November 2010.
______, 2010. Ekosistem Darat. http://www.acehblogger.org/EkosistemDarat. Diakses
pada tanggal 20 November 2010.
______, 2010. Gigantochloa atter. http://zipcodezoo.com/Animals/P/Gigantochloa_atter.
Diakses pada tanggal 24 November 2010.
______, 2010. Littoridina monroensis.
http://zipcodezoo.com/Animals/P/Littoridina_monroensis. Diakses pada tanggal 24
November 2010.
______, 2010. Paludestrina minuta.
http://zipcodezoo.com/Animals/P/Paludestrina_minuta. Diakses pada tanggal 24
November 2010.
______, 2010. Susunan dan Komponen Ekosistem. http://zuzoqu.wordpress.com.
Diakses pada tanggal 25 November 2010.
______, 2010. Tryonia clathrata. http://zipcodezoo.com/Animals/P/Tryonia_clathrata.
Diakses pada tanggal 24 November 2010.
Balai PSDA Serayu Citanduy, 2005. Data Daerah Irigasi Kabupaten Banyumas. Dinas
PSDA Jawa Tengah, Purwokerto.
Basukriadi, Adi. 2010. Populasi, Ekosistem, Biosfir. http://kambing.ui.ac.id. Diakses
tanggal 24 November 2010.
Maradjo, Marah. 1977. Tanaman Bambu. Jakarta: P.T. Karya Nusantara.

Odum, E. P., 1979. Fundamentals of Ecology third Edition. Georgia: Saunders College
Publishing.
Sub Dinas Pengairan, 2003. Daftar Inventarisasi Jaringan Irigasi dan Inventarisasi Daerah
Irigasi dan Pedesaan. Dinas Pengairan Pertambangan dan Energi, Pemerintah
Kabupaten Banyumas, Purwokerto
Suroso, dkk., 2007. Evaluasi Kinerja Jaringan Irigasi Banjaran Untuk Meningkatkan
Efektifitas dan Efisiensi Pengelolaan Air Irigasi. Dinamika Teknik Sipil, Vol.7 : 55-
62.
KLASIFIKASI

1. Paludestrina minuta Totten.


Domain: Eukaryota - Whittaker & Margulis,1978
Kingdom: Animalia - Linnaeus, 1758 - animals
Subkingdom: Bilateria - (Hatschek, 1888) Cavalier-Smith, 1983
Branch: Protostomia - Grobben, 1908
Infrakingdom: Lophotrochozoa
Superphylum: Eutrochozoa
Phylum: Mollusca - (Linnaeus, 1758) Cuvier, 1795 - Molluscs
Class: Gastropoda - Cuvier, 1795 - Snails and Slugs
Subclass: Orthogastropoda - Ponder & Lindberg, 1996
Superorder: Caenogastropoda - Cox, 1960
Order: Neotaenioglossa - Ponder & Lindberg, 1997
Suborder: Hypsogastropoda - Ponder & Lindberg, 1997
Infraorder: Littorinimorpha - Golikov & Starobogatov, 1975
Superfamily: Rissooidea - J.e. Gray, 1847
Family: Hydrobiidae - Troschel, 1857
Genus: Paludestrina
Specific name: minuta - Totten
Scientific name: - Paludestrina minuta Totten
2. Littoridina monroensis Frnfld.
Domain: Eukaryota - Whittaker & Margulis,1978
Kingdom: Animalia - Linnaeus, 1758 - animals
Subkingdom: Bilateria - (Hatschek, 1888) Cavalier-Smith, 1983
Branch: Protostomia - Grobben, 1908
Infrakingdom: Lophotrochozoa
Superphylum: Eutrochozoa
Phylum: Mollusca - (Linnaeus, 1758) Cuvier, 1795 - Molluscs
Class: Gastropoda - Cuvier, 1795 - Snails and Slugs
Subclass: Orthogastropoda - Ponder & Lindberg, 1996
Superorder: Caenogastropoda - Cox, 1960
Order: Caenogastropoda - Ponder & Lindberg, 1997
Suborder: Hypsogastropoda - Ponder & Lindberg, 1997
Infraorder: Littorinimorpha - Golikov & Starobogatov, 1975
Superfamily: Rissooidea - J.e. Gray, 1847
Family: Hydrobiidae - Troschel, 1857
Genus: Littoridina
Specific name: monroensis - Frnfld
Scientific name: - Littoridina monroensis Frnfld
3. Tryonia clathrata
Kingdom: Animalia
Phylum: Mollusca
Class: Gastropoda
(unranked): clade Caenogastropoda
clade Hypsogastropoda
clade Littorinimorpha
Superfamily: Rissooidea
Family: Hydrobiidae
Genus: Tryonia
Species: T. clathrata
Binomial name Tryonia clathrata
Stimpson, 1865

4. Gigantochloa atter
Domain: Eukaryota - Whittaker & Margulis,1978 - eukaryotes
Kingdom: Plantae - Haeckel, 1866 - Plants
Subkingdom: Viridaeplantae - Cavalier-Smith, 1981
Phylum: Tracheophyta - Sinnott, 1935 Ex Cavalier-Smith, 1998 - Vascular Plants
Subphylum: Euphyllophytina
Infraphylum: Radiatopses - Kenrick & Crane, 1997
Class: Liliopsida - Scopoli, 1760
Subclass: Commelinidae - Takhtajan, 1967
Superorder: Poanae - (Small, 1903) Takhtajan, 1997 Ex Reveal & Doweld, 1999
Order: Poales - Small, 1903
Family: Poaceae - (R. Brown) Barnhart, 1895 - Grass Family
Genus: Gigantochloa - Kurz ex Munro, Trans. Linn. Soc. London. 26: 123. 1868. -
Gigantochloa
Specific epithet: atter - (Hassk.) Kurz
Botanical name: - Gigantochloa atter
(Anonim, 2010)

Anda mungkin juga menyukai