KELOMPOK : 4
LOKASI : BANJARAN IV
DOSEN PENDAMPNG : Dr. EMING SUDIANA, M.Si
ASISTEN : IKA YOGI
Nama NIM
Elisabet RRBH B1J008017
Andrian Putra Bahari B1J008018
Nevy Yunda Pratiwi B1J008019
Yudi Novianto B1J008020
Maman B1J008021
Hal
Daftar isi
Pendahuluan
EKOSISTEM
a. Tipe pemanfaatan lahan
b. Pemodelan interaksi antara faktor abiotik dan biotik
c. Deskripsi komponen penyusun ekosistem
KOMUNITAS
a. Kekayaan spesies
b. Kelimpahan atau kepadatan spesies
c. Dominansi
POPULASI
a. Struktur populasi
b. Piramida populasi berdasarkan ukuran
FAKTOR LINGKUNGAN
DISTRIBUSI ORGANISME
Daftar Pustaka
PENDAHULUAN
Kelompok Kerja
Setiap kelompok terdiri atas 5 mahasiswa yang bekerja bersama sama pada satu lokasi.
Anggota kelompok dibagi menjadi 2 tim kerja yang masing-masing akan bertanggung
jawab pada ekosistem perairan dan ekosistem daratan.
Ekosistem
Ekosistem perairan dan daratan dideskripsikan dengan membuat pemodelan interaksi
antara faktor abiotik dan biotik, serta menguraikan komponen penyusun pada ekosistem
tersebut pada setiap lokasi pengamatan.
A. Pemodelan interaksi antara faktor biotik dan abiotik
Cara kerja :
1. Mengamati tipe pemanfaatan lahan dan aktivitas warga masyarakat di daerah
sekitar sungai.
2. Menentukan tipe pemanfaatan lahan di daerah sekitar sungai dan aktivitas
warga masyarakat yang dominan.
3. Mengamati benda hidup dan mati yang ada di sekitar sungai dan mengamati
interaksi antara keduanya.
4. Membuat skema hubungan antara komponen abiotik dan biotik yang mungkin
terjadi di sungai berdasarkan data yang diperoleh.
B. Komponen penyusun ekosistem
Cara kerja :
1. Mengamati komponen biotik yang ada di sekitar sungai.
2. Menentukan peranan (fungsi ekologis) dari organisme yang tersebut.
Komunitas
Komunitas moluska pada ekosistem perairan dan bambu pada ekosistem daratan
dideskripsikan dengan menghitung jumlah spesies (kelimpahan atau kepadatan) serta
menentukan spesies yang dominan.
A. Pengambilan sampel moluska dan air
Cara kerja :
1. Mengambil sampel dengan metode kuadrat
2. Membuat kuadrat dengan jarak 0,5 x 0,5 m.
3. Meletakkan kuadrat tersebut pada lokasi yang menjadi habitat moluska, lalu
mengumpulkan moluska yang ada di dalam kuadrat.
4. Mengamati bentuk cangkangnya, warna, arah lingkarannya dan member kode,
kemudian mengidentifikasi dan menghitung di laboratorium.
B. Pengambilan sampel bambu sebagai tumbuhan tepian atau riparian
Cara kerja :
1. Mengambil sampel dengan metode kuadrat.
2. Membuat kuadrat dengan jarak 10 x 10 m.
3. Memilih lokasi yang menjadi habitat bambu.
4. Meletakkan kuadrat tersebut pada lokasi yang menjadi habitat bambu, lalu
mengamati daun pelepah, warna buluh, buliran, perbungaan dan durinya.
5. Mengambil photo pada masing-masing bagian dan beberapa contoh bagian
bambu untuk diidentifikasi di laboratorium serta menghitung jumlah bamboo yang
ada pada kuadrat.
Populasi
Populasi moluska dan bambu dapat dideskripsikan dengan membuat piramida
ukuran dari spesies yang dominan.
Cara kerja : Mengukur panjang dan menimbang bobot untuk moluska serta tinggi dan
diameter untuk bambu dari spesies yang dominan.
Faktor lingkungan
Cara kerja : Mengukur beberapa parameter lingkungan seperti temperatur udara,
air, kecepatan arus, tipe substrat, dan pH air pada ekosistem perairan atau temperatur
udara dan pH tanah untuk ekosistem daratan.
Tipe Pemanfaatan
Lokasi Aktivitas Masyarakat
Lahan
Mandi
Cuci
Lahan Pertanian Kakus
Sungai Banjaran 4
Lahan Pemukiman
Bertani
N
o Komponen Penyusun Organisme
Bambu, Lumut, Paku-pakuan,
Bayam, Padi, Rumput teki, remput
1 Produsen
Gajah, Colocasia sp., Iler, Pepaya,
Pisang
Paludestrina minuta, Tryonia
clathrata, Littoridina monroensis,
2 Makro Konsumer Tingkat I Kepiting, Udang kecil, Ikan-ikan
kecil, Ulat
Tabel 5. Kekayaan Spesies dan Kelimpahan Moluska atau Kekayaan spesies dan
Kepadatan Bambu
Jumlah
No Nama Spesies Individu
1 Bambu
Gigantochloa atter 20
2 Moluska
Paludestrina minuta 10
Littoridina monroensis 7
Tryonia clathrata 5
Moluska Bambu
No Panjang Bobot Tinggi (cm) (1 ruas= 30 Diameter
(cm) (gram) cm) (cm)
1 1,44 <1 1960 23,9
2 1,30 <1 2340 30
3 1,66 1 2210 29
4 3,40 2 1920 23,6
5 2,01 1 2420 30
6 1,23 <1 2180 27
7 1,60 <1 2020 25
8 2,25 1 2150 27
9 1,11 <1 2060 25,7
10 1,45 <1 2010 27,5
11 0,93 <1 2060 30
12 1,15 <1 2280 31
13 1,05 <1 1920 24,8
14 1,23 <1 2120 28,1
15 0,97 <1 1600 28
16 1,20 <1 1580 27
17 1,01 <1 1520 26
18 1,01 <1 1420 27,2
19 0,98 <1 2180 28,7
20 0,90 <1 1320 29
21 0,81 <1
22 0,63 <1
Tebel 8. Struktur Populasi
Tinggi(cm) Jumlah
1000-1500 2
1000-1500
1500-2000 6
2000-2500 12 1500-2000
(27-29)
Tabel 9. Distribusi Moluska
Hanya 3% air muka bumi ini adalah air tawar. Sebagian besar (kira-kira 99%) dari
padatnya dapat membeku dalam glasier dan es atau terbenam dalam akuifer. Sisanya
terdapat dalam danau, kolam, sungai, dan aliran, dan disitu menyediakan bermacam
habitat untuk komunitas hayati. Ekosistem air tawar digolongkan menjadi air tenang dan
air mengalir. Termasuk ekosistem air tenang adalah danau dan rawa, termasuk ekosistem
air mengalir adalah sungai.
Ekosistem air tawar memiliki ciri-ciri antara lain variasi suhu tidak menyolok,
penetrasi cahaya kurang, dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Macam tumbuhan yang
terbanyak adalah jenis ganggang, sedangkan lainnya tumbuhan biji. Hampir semua filum
hewan terdapat dalam air tawar. Organisme yang hidup di air tawar pada umumnya telah
beradaptasi. Hewan dan tumbuhan rendah yang hidup di habitat air, tekanan osmosisnya
sama dengan tekanan osmosis lingkungan atau isotonis.
Ekosistem air tawar dihuni oleh nekton. Nekton merupakan hewan yang bergerak
aktif dengan menggunakan otot yang kuat. Hewan tingkat tinggi yang hidup di ekosistem
air tawar, misalnya ikan, dalam mengatasi perbedaan tekanan osmosis melakukan
osmoregulasi untuk memelihara keseimbangan air dalam tubuhnya melalui sistem
ekskresi, insang dan pencernaan. Organisme lain yang hidup pada ekosistem air tawar
adalah plankton, neuston, perifiton dan bentos. Plankton terdiri atas fitoplankton dan
zooplankton; biasanya melayang-layang (bergerak pasif) mengikuti gerak aliran air.
Neuston merupakan organisme yang mengapung atau berenang di permukaan air atau
bertempat pada permukaan air, misalnya serangga air. Perifiton merupakan tumbuhan
atau hewan yang melekat/bergantung pada tumbuhan atau benda lain, misalnya keong.
Dan bentos adalah hewan dan tumbuhan yang hidup pada endapan. Bentos dapat sessil
(melekat) atau bergerak bebas, misalnya cacing dan remis.
Sungai merupakan ekosistem yang bersifat lotik. Ekosistem ini dipengaruhi oleh
aliran air dan adanya arus. Aliran air tidak dapat dipisahkan secara tegas walaupun arus
yang tertentu dan berkesinambungan adalah cirri utama habitat lotik. Kecepatan arus
dapat bervariasi di tempat yang berbeda dari suatu aliran air yang sama dan dari waktu
ke waktu. Sifat Komunitas Lotik Aliran air umunya menunjukkan 2 habitat utama, yaitu air
deras dan air tenang. Keanekaragaman flora dan fauna ekosistem sungai tinggi
menandakan kualitas air sungai tersebut baik/belum tercemar. Tetapi sebaliknya bila
keanekaragamannya kecil, sungai tersebut tercemar. Hewan bentos hidup relatif
menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu
kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Kelompok hewan tersebut dapat lebih
mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu. karena
hewan bentos terus menerus terdedah oleh air yang kualitasnya berubah-ubah. Diantara
hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan
perairan adalah jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro. Kelompok
ini lebih dikenal dengan makrozoobentos.
Keberadaan hewan bentos pada suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya
adalah produsen, yang merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan bentos.
Adapun faktor abiotik adalah fisika-kimia air yang diantaranya: suhu, arus, oksigen terlarut
(DO), kebutuhan oksigen biologi (BOD) dan kimia (COD), serta kandungan nitrogen (N),
kedalaman air, dan substrat dasar.
Organisme yang termasuk makrozoobentos diantaranya adalah: Crustacea,
Isopoda, Decapoda, Oligochaeta, Mollusca, Nematoda dan Annelida. Makrobentos yang
ditemukan pada dasar sungai Banjaran 4 (tengah) yang terdapat pada kuadrat yang telah
dibuat saat praktikum adalah kebanyakan dari kelas Crustacea, dan Mollusca. Spesies
makrobentos yang dapat ditemukan dari kelas Mollusca yaitu Paludestrina minuta,
Littoridina monroensis, dan Tryonia clathrata. Paludestrina minuta bercirikan memiliki alur
cangkang yang terlihat jelas, bagian radula memiliki gigi, cangkang berwarna kuning. Di
sungai Banjaran 2 (hulu) diperoleh spesies dari kelas Moluska yaitu Paludestrina minuta,
dan di sungai Banjaran 6 (hilir) yaitu Littoridina monroensis dan Pomatiopsis lapida.
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh data bahwa suhu udara di daratan sekitar
Sungai Banjaran 4 (tengah) yaitu sekitar 300C, sedangkan suhu di dalam air yaitu sekitar
320C. Sungai Banjaran 2 (hulu) yaitu sekitar 270C untuk suhu udara di sekitar sungai dan
di dalam air yaitu sekitar 240C. Sungai Banjaran 6 (hilir) yaitu sekitar 27,5 0C untuk suhu
udara di sekitar sungai dan di dalam air yaitu sekitar 26 0C.
Air mempunyai beberapa sifat unik yang berhubungan dengan panas yang secara
bersama-sama dapat mengurangi perubahan suhu sampai tingkat minimal, sehingga
perbedaan suhu dalam air lebih kecil dan perubahan yang terjadi lebih lambat daripada di
udara. Sifat-sifat yang penting antara lain :
1) Satu gram kalori (gkal) panas dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 ml (=1 gram)
air 1°C lebih tinggi (antara 15° dan 16°), hanya ammonia dan beberapa senyawa
lain mempunyai nilai lebih tinggi dari 1.
2) Panas fusi yang tinggi 80 kalori dibutuhkan untuk mengubah 1 gram es menjadi air
tanpa mengubah suhunya (dan sebaliknya).
3) Panas evaporasi yang tinggi. Sebagian besar sinar matahari digunakan untuk
evaporasi air dari ekosistem di dunia.
4) Kerapatan air tertinggi terjadi pada suhu 4°C, di atas dan di bawah suhu tersebut
air akan bekembang dan menjadi lebih ringan.
Suhu air paling baik dan efisien diukur dengan menggunakan sensor elektronis
seperti termistor. Suhu air dapat mempengaruhi sifat fisika kimia perairan maupun biologi,
antara lain kenaikan suhu dapat menurunkan kandungan oksigen serta menaikkan daya
toksik yang ada dalam suatu perairan. Suhu air mempengaruhi kandungan oksigen
terlarut dalam air. semakin tinggi suhu maka semakin kurang kandungan oksigen terlarut.
Suhu air mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses pertukaran zat atau
metabolisme dari makhluk hidup dan suhu juga mempengaruhi pertumbuhan plankton.
Perkembangan plankton optimal terjadi dalam kisaran suhu antara 25oC-30oC.
Dari penghitungan matematik sederhana, didapat bahwa kecepatan air Sungai
Banjaran 4 (tengah) sebesar 2,2 m/s, kecepatan air Sungai Banjaran 2 (hulu) sebesar
1,9 m/s, dan kecepatan air Sungai Banjaran 6 (hulu) sebesar 0,36 m/s.
Arus adalah faktor pembatas utama pada aliran deras. Kecepatan arus dapat
bervariasi di tempat yang berbeda dari suatu aliran air yang sama dan dari waktu ke
waktu. Di dalam aliran air yang besar, arus dapat berkurang sedemikian rupa sehingga
menyerupai air yang tergenang mengatur perbedaan di beberapa tempat dari suatu aliran
air. Kecepatan arus ditentukan oleh : kemiringan, kekasaran, kedalaman, dan kelebaran.
Semakin besar kemiringan arus maka kecepatan arus semakin meningkat, semakin besar
kekasaran, kedalaman, kelebaran maka kecepatan arus semakin cepat. Di samping itu,
arus sering kali amat menentukan distribusi gas yang vital, garam dan organisme kecil.
Peranan arus adalah:
a. membuat kehidupan kolam dan air deras amat berbeda
b. mengatur perbedaan di beberapa tempat dari suatu aliran air.
Dasar di air tenang yang lunak dan terus-menerus berubah umumnya membatasi
organisme bentik yang lebih kecil sampai bentuk penggali, tetapi bila kedalaman lebih
besar lagi, dimana gerakan air lebih lambat , maka lebih sesuai untuk nekton, neuston
dan plankton. Yang menentukan sifat komunitas serta kerapatan populasi dari komunitas
yang dominan diantaranya adalah tipe dasar substratnya, misalnya kerikil, tanah liat,
tanah berpasir, batuan utama atau pecahan batu.
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data bahwa di daratan sekitar sungai
Banjaran 4 (tengah) tipe tanahnya adalah tipe tanah berpasir, di daratan sekitar sungai
Banjaran 2 (hulu) yaitu tipe tanah lanau dan di daratan sekitar sungai Banjaran 6 (hilir)
diperoleh bahwa tipe tanahnya adalah tanah seresah. Kemudian untuk substrat dasar
sungainya, di Sungai Banjaran 4 (tengah) yaitu tanah berpasir, Sungai Banjaran 2 (hulu)
yaitu pasir bebatuan, dan Sungai Banjaran 6 (hilir) yaitu batu, pasir.
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data bahwa pH air di Sungai Banjaran 4
(tengah) yaitu 6 dan pH tanahnya 7. Sungai Banjaran 2 (hulu) diperoleh pH air yaitu 6 dan
pH tanah 7. Dan untuk pH air di Sungai Banjaran 6 (hilir) yaitu 6 dan pH tanahnya 6,8.
pH (Power of Hydrogen) adalah suatu parameter kimia perairan yang menunjukan
jumlah ion H+ yang terurai dalam air. Nilai pH menyatakan tingkat keasaman atau
mengukur konsentrasi aktivitas hidrogen ionnya Nilai pH juga berkaitan erat dengan
karbondioksida dan alkalinitas Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas
dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Keberadaan pH di perairan penting
untuk reaksi-reaksi kimia dan senyawa-senyawa yang mengandung racun perubahan
asam atau basa di perairan dapat mengganggu sistem keseimbangan ekologi.
Berdasarkan nilai kisaran pH menurut EPA (Environmental Protection Agency) untuk
kehidupan organisme air adalah 6,5 – 8,5.
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh spesies bambu di sekitar sungai Banjaran
4 (tengah) yaitu Gigantochloa atter, Banjaran 2 (hulu) yaitu Gigantochloa apus, dan
Banjaran 6 (hilir) spesies bambunya yaitu Dendrocalamus asper dan Gigantochloa atter.
Bambu ater tidak dijumpai ditanam secara meluas di Indonesia, biasanya orang
menanamnya hanya beberapa rumpun saja. Di Jawa Barat orang menyebut jenis bambu
ini sebagai bambu temen. Sedangkan, di Jawa Tengah orang sering juga menamakan
pring jowo, buluhnya berwarna hijau tua, dan hijau kehitam-hitaman. Bagaimana kita bisa
mengenal bambu ater? Rumpunnya sedikit agak rapat. Rumpun ini terdiri dari banyak
buluh yang tegak, tingginya sampai 20 meter. Garis tengah atau penampang buluh
sampai 7 cm, buluh yang muda mempunyai pelepah buluh yang bermiang coklat tua.
Waktu buluh menjadi dewasa, pelepah jatuh dengan sendirinya, sehingga buluhnya
bersih dari pelepah buluh. Panjang setiap ruas buluh adalah sekitar 15 sampai 60 cm,
sedangkan panjang daunnya antara 20 sampai 32 cm. Dengan lebar daun 2 sampai 2,25
cm. Tanaman in dapat tumbuh di daaerah-daerah dengan ketinggian dari 0 sampai 650
meter di atas permukaan laut. Bambu ater sering ditemukan di desa-desa, di pinggir
sungai ataupun di lereng bukit (Maradjo, 1977).
Untuk menanam atau memperbanyak bambu ater tidak sulit. Ia dapat diperbanyak
dengan potongan buluhnya. Dapat juga dengan stek atau akar rimpang, ataupun anak
tanaman yang tumbuh disamping tanaman induknya. Dalam waktu tiga tahun sesudah
penanaman, rumpunnya akan mempunyai kira-kira 20 batang bukub yang tumbuhnya
tegak , dengan ujungnya yang terkulai sedikit. Bagian dalam buluhnya mudah sekali
dimakan serangga dan menghasilkan bubuk. Tapi bila akan dibuat talang, atap dan lain-
lainnya, bagian dalamnya dihilangkan. Untuk mengawetkannya orang biasa merendam
buluh bambu ini dalam air tergenang selama beberapa hari (Maradjo, 1977).
Gambar Gigantochloa atter
Odum, E. P., 1979. Fundamentals of Ecology third Edition. Georgia: Saunders College
Publishing.
Sub Dinas Pengairan, 2003. Daftar Inventarisasi Jaringan Irigasi dan Inventarisasi Daerah
Irigasi dan Pedesaan. Dinas Pengairan Pertambangan dan Energi, Pemerintah
Kabupaten Banyumas, Purwokerto
Suroso, dkk., 2007. Evaluasi Kinerja Jaringan Irigasi Banjaran Untuk Meningkatkan
Efektifitas dan Efisiensi Pengelolaan Air Irigasi. Dinamika Teknik Sipil, Vol.7 : 55-
62.
KLASIFIKASI
4. Gigantochloa atter
Domain: Eukaryota - Whittaker & Margulis,1978 - eukaryotes
Kingdom: Plantae - Haeckel, 1866 - Plants
Subkingdom: Viridaeplantae - Cavalier-Smith, 1981
Phylum: Tracheophyta - Sinnott, 1935 Ex Cavalier-Smith, 1998 - Vascular Plants
Subphylum: Euphyllophytina
Infraphylum: Radiatopses - Kenrick & Crane, 1997
Class: Liliopsida - Scopoli, 1760
Subclass: Commelinidae - Takhtajan, 1967
Superorder: Poanae - (Small, 1903) Takhtajan, 1997 Ex Reveal & Doweld, 1999
Order: Poales - Small, 1903
Family: Poaceae - (R. Brown) Barnhart, 1895 - Grass Family
Genus: Gigantochloa - Kurz ex Munro, Trans. Linn. Soc. London. 26: 123. 1868. -
Gigantochloa
Specific epithet: atter - (Hassk.) Kurz
Botanical name: - Gigantochloa atter
(Anonim, 2010)