Anda di halaman 1dari 10

Panduan Sholat Gerhana

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka hingga akhir
zaman.

Malam hari ini, bertepatan dengan pergantian tahun akan terjadi gerhana bulan parsial
-yang dapat disaksikan dari seluruh daerah di Indonesia-. Begitu pula 14 hari kemudian
akan terjadi gerhana matahari -namun hanya dapat disaksikan dari sebagian daerah.-
Berikut info selengkapnya.

Info Gerhana Januari 2010

Berdasarkan perkiraan, akan terjadi gerhana sebanyak dua kali di awal tahun ini yaitu
gerhana bulan pada 1 Januari 2010 dan gerhana matahari pada 15 Januari 2010.
Untuk gerhana bulan yang pertama dapat dinikmati oleh seluruh daerah di Indonesia pada
1 Januari 2010 dinihari.
"Di seluruh wilayah Indonesia bisa mengamatinya," ujar peneliti utama astronomi dan
astrofisika Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaludin,
ketika dihubungi detikcom, Senin (28/12/2009).
Thomas menjelaskan, gerhana Bulan yang terjadi sekitar satu jam tersebut bisa dinikmati
sepanjang di wilayah tersebut masih memasuki waktu malam.
"Mulai pukul 01.53 WIB hingga 02.53 WIB di seluruh wilayah yang waktu itu malam hari
bisa mengamati," terang Thomas.
Menurut Thomas, gerhana Bulan tersebut tidak terlalu besar. Bulatan Bulan yang tertutup
bayangan Bumi hanya sekitar 7 persen.
Untuk gerhana yang kedua yaitu gerhana matahari terjadi pada 15 Januari 2010. Gerhana
tersebut adalah gerhana cincin (annular), namun di Indonesia yang tampak adalah gerhana
sebagian (parsial). Akibatnya hanya kawasan tertentu di Indonesia saja yang bisa
menyaksikannya.
"Gerhana cincin itu hanya melintas di Afrika bagian selatan, India, Thailand dan China. Di
Indonesia, di Sumatera, Kalimantan, Jawa bagian barat dan tengah serta Sulawesi bagian
utara," ujarnya.
Gerhana Matahari ini terlihat pada sore hari. "Di Indonesia tergantung wilayahnya, baru
ada sekitar pukul 3 - 4 sore. Di Indonesia Tengah sekitar pukul 4 hingga 5 sore," terang
Thomas.
Penampakan gerhana Matahari di masing-masing wilayah Indonesia juga berbeda-beda. Di
Jawa penampakan hanya mencapai sekitar 10 persen, di Kalimantan sekitar 5-20 persen, di
Sulawesi hanya 0-7 persen.
"Sumatera mencapai 10-60 persen, yang paling baik di Aceh sekitar 60 persen," tutupnya. 1

Bagi yang Menyaksikan Gerhana Hendaklah Melaksanakan Shalat Gerhana

Jika seseorang menyaksikan gerhana, hendaklah ia melaksanakan shalat gerhana


sebagaimana tata cara yang nanti akan kami utarakan, insya Allah.
Lalu apa hukum shalat gerhana? Pendapat yang terkuat, bagi siapa saja yang melihat
gerhana dengan mata telanjang, maka ia wajib melaksanakan shalat gerhana.
Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

َّ ‫فَإِ َذا َرأَ ْيتُ ُموهُ َما فَا ْفزَ عُوا إِلَى ال‬
‫صالَ ِة‬

”Jika kalian melihat gerhana tersebut (matahari atau bulan) , maka bersegeralah untuk
melaksanakan shalat.”2

Karena dari hadits-hadits yang menceritakan mengenai shalat gerhana mengandung kata
perintah (jika kalian melihat gerhana tersebut, shalatlah: kalimat ini mengandung
perintah). Padahal menurut kaedah ushul fiqih, hukum asal perintah adalah wajib.
Pendapat yang menyatakan wajib inilah yang dipilih oleh Asy Syaukani, Shidiq Hasan
Khoon, dan Syaikh Al Albani rahimahumullah.

Catatan: Jika di suatu daerah tidak nampak gerhana, maka tidak ada keharusan
melaksanakan shalat gerhana. Karena shalat gerhana ini diharuskan bagi siapa saja yang
melihatnya sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas.

Waktu Pelaksanaan Shalat Gerhana

Waktu pelaksanaan shalat gerhana adalah mulai ketika gerhana muncul sampai gerhana
tersebut hilang.
Dari Al Mughiroh bin Syu’bah, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

َ ‫ فَإِ َذا َرأَ ْيتُ ُموهُ َما فَا ْدعُوا هَّللا َ َو‬، ‫ت أَ َح ٍد َوالَ لِ َحيَاتِ ِه‬
‫صلُّوا‬ ِ ْ‫ان لِ َمو‬ ِ ‫س َو ْالقَ َم َر آيَتَا ِن ِم ْن آيَا‬
ِ َ‫ الَ يَ ْن َك ِسف‬، ِ ‫ت هَّللا‬ َ ‫إِ َّن ال َّش ْم‬
‫َحتَّى يَ ْن َجلِ َى‬

”Matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Kedua
gerhana tersebut tidak terjadi karena kematian atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihat
keduanya, berdo’alah pada Allah, lalu shalatlah hingga gerhana tersebut hilang (berakhir).”3
Shalat gerhana juga boleh dilakukan pada waktu terlarang untuk shalat. Jadi, jika gerhana
muncul setelah Ashar, padahal waktu tersebut adalah waktu terlarang untuk shalat, maka
shalat gerhana tetap boleh dilaksanakan. Dalilnya adalah:

َّ ‫فَإِ َذا َرأَ ْيتُ ُموهُ َما فَا ْفزَ عُوا إِلَى ال‬
‫صالَ ِة‬

”Jika kalian melihat kedua gerhana matahari dan bulan, bersegeralah menunaikan shalat.”4

Dalam hadits ini tidak dibatasi waktunya. Kapan saja melihat gerhana termasuk waktu
terlarang untuk shalat, maka shalat gerhana tersebut tetap dilaksanakan.

Hal-hal yang Dianjurkan Ketika Terjadi Gerhana

Pertama: perbanyaklah dzikir, istighfar, takbir, sedekah dan bentuk ketaatan lainnya.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

، ‫ فَإِ َذا َرأَ ْيتُ ْم َذلِكَ فَا ْدعُوا هَّللا َ َو َكبِّرُوا‬، ‫ت أَ َح ٍد َوالَ لِ َحيَاتِ ِه‬ ِ َ‫ الَ يَ ْنخَ ِسف‬، ِ ‫ت هَّللا‬
ِ ْ‫ان لِ َمو‬ ِ ‫س َو ْالقَ َم َر آيَت‬
ِ ‫َان ِم ْن آيَا‬ َ ‫إِ َّن ال َّش ْم‬
‫ص َّدقُوا‬َ َ‫صلُّوا َوت‬َ ‫َو‬
”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan
Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika
melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan
bersedekahlah.”5

Kedua: keluar mengerjakan shalat gerhana secara berjama’ah di masjid.

Salah satu dalil yang menunjukkan hal ini sebagaimana dalam hadits dari ’Aisyah
bahwasanya Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengendari kendaraan di pagi hari lalu
terjadilah gerhana. Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melewati kamar istrinya (yang
dekat dengan masjid), lalu beliau berdiri dan menunaikan shalat. 6 Dalam riwayat lain
dikatakan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mendatangi tempat shalatnya (yaitu
masjidnya) yang biasa dia shalat di situ.7
Ibnu Hajar mengatakan, ”Yang sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam
adalah mengerjakan shalat gerhana di masjid. Seandainya tidak demikian, tentu shalat
tersebut lebih tepat dilaksanakan di tanah lapang agar nanti lebih mudah melihat
berakhirnya gerhana.”8

Lalu apakah mengerjakan dengan jama’ah merupakan syarat shalat gerhana? Perhatikan
penjelasan menarik berikut.

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin mengatakan, ”Shalat gerhana secara jama’ah
bukanlah syarat. Jika seseorang berada di rumah, dia juga boleh melaksanakan shalat
gerhana di rumah. Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam,
َ َ‫فَإِ َذا َرأَ ْيتُ ْم ف‬
‫صلُّوا‬

”Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka shalatlah”. 9

Dalam hadits ini, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam tidak mengatakan, ”(Jika kalian
melihatnya), shalatlah kalian di masjid.” Oleh karena itu, hal ini menunjukkan bahwa shalat
gerhana diperintahkan untuk dikerjakan walaupun seseorang melakukan shalat tersebut
sendirian. Namun, tidak diragukan lagi bahwa menunaikan shalat tersebut secara
berjama’ah tentu saja lebih utama (afdhol). Bahkan lebih utama jika shalat tersebut
dilaksanakan di masjid karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengerjakan shalat
tersebut di masjid dan mengajak para sahabat untuk melaksanakannya di masjid. Ingatlah,
dengan banyaknya jama’ah akan lebih menambah kekhusu’an. Dan banyaknya jama’ah juga
adalah sebab terijabahnya (terkabulnya) do’a.”10

Ketiga: wanita juga boleh shalat gerhana bersama kaum pria

Dari Asma` binti Abi Bakr, beliau berkata,

‫ فَإِ َذا النَّاسُ قِيَا ٌم‬، ُ‫ت ال َّش ْمس‬ ِ َ‫ ِحينَ خَ َسف‬- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ َزوْ َج النَّبِ ِّى‬- ‫ رضى هللا عنها‬- َ‫ْت عَائِ َشة‬ ُ ‫أَتَي‬
ٌ‫ت آيَة‬ُ ‫ فَقُ ْل‬. ِ ‫ت ُسب َْحانَ هَّللا‬
ْ َ‫ َوقَال‬، ‫ت بِيَ ِدهَا إِلَى ال َّس َما ِء‬ْ ‫اس فَأ َ َشا َر‬ ُ ‫صلِّى فَقُ ْل‬
ِ َّ‫ت َما لِلن‬ َ ُ‫ َوإِ َذا ِه َى قَائِ َمةٌ ت‬، َ‫صلُّون‬
َ ُ‫ي‬
َ ْ‫ى‬ َ
‫ارت أ ن َع ْم‬ ْ َ ‫فأش‬َ َ َ

“Saya mendatangi Aisyah radhiyallahu ‘anha -isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- ketika
terjadi gerhana matahari. Saat itu manusia tengah menegakkan shalat. Ketika Aisyah turut
berdiri untuk melakukan sholat, saya bertanya: “Kenapa orang-orang ini?” Aisyah
mengisyaratkan tangannya ke langit seraya berkata, “Subhanallah (Maha Suci Allah)”. Saya
bertanya: “Tanda (gerhana)?” Aisyah lalu memberikan isyarat untuk mengatakan iya.” 11

Bukhari membawakan hadits ini pada bab:

ِ ‫صالَ ِة النِّ َسا ِء َم َع الرِّ َجا ِل فِى ْال ُكس‬


‫ُوف‬ َ
”Shalat wanita bersama kaum pria ketika terjadi gerhana matahari.”

Ibnu Hajar mengatakan,

َ ‫ ي‬: ‫أَ َشا َر بِهَ ِذ ِه التَّرْ َج َمة إِلَى َر ّد قَوْ ل َم ْن َمنَ َع َذلِكَ َوقَا َل‬
‫ُصلِّينَ فُ َرادَى‬

”Judul bab ini adalah sebagai sanggahan untuk orang-orang yang melarang wanita tidak
boleh shalat gerhana bersama kaum pria, mereka hanya diperbolehkan shalat sendiri.” 12

Kesimpulannya, wanita boleh ikut serta melakukan shalat gerhana bersama kaum pria di
masjid. Namun, jika ditakutkan keluarnya wanita tersebut akan membawa fitnah
(menggoda kaum pria), maka sebaiknya mereka shalat sendiri di rumah. 13
Keempat: menyeru jama’ah dengan panggilan ’ash sholatu jaami’ah’ dan tidak ada adzan
maupun iqomah.

Dari ’Aisyah radhiyallahu ’anha, beliau mengatakan,

.‫ فَاجتَ َمعُوا‬،‫ الصالَةَ َجا ِم َعة‬:‫ث ُمنَاديا ً يُنَا ِدي‬


َ ‫ فَبَ َع‬،‫ت َعلَى َع ْه ِد َرسو ِل هللاِ صلى هللا عليه وسلم‬ ْ َ‫أن ال َّشمس َخ َسف‬
َّ
‫ت‬
ٍ ‫ت في رك َعتَين َوأرب َع َس َجدَا‬ َّ
ٍ ‫ َوتَقَ َّد َم فَ َكب َّر َوصلى أربَ َع َر َك َعا‬.
“Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan bahwa pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah terjadi gerhana matahari. Beliau lalu mengutus seseorang untuk memanggil
jama’ah dengan: ‘ASH SHALATU JAMI’AH’ (mari kita lakukan shalat berjama’ah). Orang-
orang lantas berkumpul. Nabi lalu maju dan bertakbir. Beliau melakukan empat kali ruku’
dan empat kali sujud dalam dua raka’at.”14 Dalam hadits ini tidak diperintahkan untuk
mengumandangkan adzan dan iqomah. Jadi, adzan dan iqomah tidak ada dalam shalat
gerhana.

Kelima: berkhutbah setelah shalat gerhana

Disunnahkah setelah shalat gerhana untuk berkhutbah, sebagaimana yang dipilih oleh
Imam Asy Syafi’i, Ishaq, dan banyak sahabat15. Hal ini berdasarkan hadits:

‫صلَّى َرسُو ُل‬ َ َ‫ فَقَا َم ف‬.‫ت الشمسُ َعلَى عَه ِد َرسُول هللا صلى هللا عليه وسلم‬ ِ َ‫ خَ َسف‬:‫ت‬ ْ َ‫ع َْن عَائِشةَ َرضي هللا َع ْنهَا قَال‬
ُ ُ
،‫ ث َّم قَا َم فَأطَا َل القيَا َم َوهو ُدونَ القِيَام األ َّو ِل‬،َ‫ ث َّم َر َك َع فَأطَا َل الرُّ ُكوع‬،‫ال القِيَام‬
َ َ‫هللا صلى هللا عليه وسلم بالنَّاس فَأط‬
ْ ُ
ْ ‫ ثم فَ َع َل في الرك َع ِة‬،َ‫ ثم َس َج َد فَأطَا َل ال ُّسجُود‬،‫وع األ َّو ِل‬
‫األخ َرى ِمثل َما‬ ِ ‫ثم َر َك َع فَأطَا َل الرُّ كو َع وه َُو ُدونَ الرُّ ُك‬
‫الناس فَ َح ِم َد هللا وأثنَى عَلي ِه ثم قا َل‬
َ ‫خَطب‬
َ َ‫ ف‬، ُ‫ت ال َّش ْمس‬
ِ ‫انصرفَ َوقَ ْد ان َجل‬ َ ‫ ثُ َّم‬،‫فَ َعل في الر ْك َع ِة األولى‬:

" ‫ فَإ َذا َرأيت ْم ذلك فَادعُوا هللا َوكبروا‬.‫ َوالَ لِ َحيَاتِ ِه‬.‫ت أحد‬ ِ َ‫َسف‬
ِ ‫ان لِ َمو‬ ِ ‫إن ال َّشمس و القَ َمر آيتا ِن ِم ْن آيَا‬
ِ ‫ت هللا الَ ت ْنخ‬
َ َ‫صلُّوا َوت‬
‫ص َّد قوا‬ َ ‫" َو‬.

،‫ يَا أمةَ ُم َحمد‬.ُ‫ وهللا َما ِم ْن أ َحد أ ََْْغيَ ُر ِمنَ هللا ُسب َْحانَهُ من أن يَ ْزنَي َع ْب ُدهُ أوْ تَزني أ َمتُه‬: " ‫ " يَا أمةَ ُمح َّمد‬:‫ثم قال‬
ً‫ضح ْكتُ ْم قَليالً َولَبَ َكيتم كثِيرا‬
َ ‫" َوهللا لو تَعْل ُمونَ َما أعلم ل‬.
Dari Aisyah, beliau menuturkan bahwa gerhana matahari pernah terjadi pada masa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit
dan mengimami manusia dan beliau memanjangkan berdiri. Kemuadian beliau ruku’ dan
memperpanjang ruku’nya. Kemudian beliau berdiri lagi dan memperpanjang berdiri tersebut
namun lebih singkat dari berdiri yang sebelumnya. Kemudian beliau ruku’ kembali dan
memperpanjang ruku’ tersebut namun lebih singkat dari ruku’ yang sebelumnya. Kemudian
beliau sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada raka’at berikutnya, beliau
mengerjakannya seperti raka’at pertama. Lantas beliau beranjak (usai mengerjakan shalat
tadi), sedangkan matahari telah nampak.
Setelah itu beliau berkhotbah di hadapan orang banyak, beliau memuji dan menyanjung
Allah, kemudian bersabda,
”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan
Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika
melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan
bersedekahlah.”

Nabi selanjutnya bersabda,


”Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang pun yang lebih cemburu daripada
Allah karena ada seorang hamba baik laki-laki maupun perempuan yang berzina. Wahai
Umat Muhammad, demi Allah, jika kalian mengetahui yang aku ketahui, niscaya kalian akan
sedikit tertawa dan banyak menangis.”16

Khutbah yang dilakukan adalah sekali sebagaimana shalat ’ied, bukan dua kali khutbah.
Inilah pendapat yang benar sebagaimana dipilih oleh Imam Asy Syafi’i. 17

Tata Cara Shalat Gerhana

Shalat gerhana dilakukan sebanyak dua raka’at dan ini berdasarkan kesepakatan para
ulama. Namun, para ulama berselisih mengenai tata caranya.

Ada yang mengatakan bahwa shalat gerhana dilakukan sebagaimana shalat sunnah biasa,
dengan dua raka’at dan setiap raka’at ada sekali ruku’, dua kali sujud. Ada juga yang
berpendapat bahwa shalat gerhana dilakukan dengan dua raka’at dan setiap raka’at ada
dua kali ruku’, dua kali sujud. Pendapat yang terakhir inilah yang lebih kuat sebagaimana
yang dipilih oleh mayoritas ulama.18

Hal ini berdasarkan hadits-hadits tegas yang telah kami sebutkan:


“Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan bahwa pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah terjadi gerhana matahari. Beliau lalu mengutus seseorang untuk menyeru
‘ASH SHALATU JAMI’AH’ (mari kita lakukan shalat berjama’ah). Orang-orang lantas
berkumpul. Nabi lalu maju dan bertakbir. Beliau melakukan empat kali ruku’ dan empat
kali sujud dalam dua raka’at.”19

“Aisyah menuturkan bahwa gerhana matahari pernah terjadi pada masa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan
mengimami manusia dan beliau memanjangkan berdiri. Kemuadian beliau ruku’ dan
memperpanjang ruku’nya. Kemudian beliau berdiri lagi dan memperpanjang berdiri
tersebut namun lebih singkat dari berdiri yang sebelumnya. Kemudian beliau ruku’
kembali dan memperpanjang ruku’ tersebut namun lebih singkat dari ruku’ yang
sebelumnya. Kemudian beliau sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada raka’at
berikutnya beliau mengerjakannya seperti raka’at pertama. Lantas beliau beranjak (usai
mengerjakan shalat tadi), sedangkan matahari telah nampak.”20
Ringkasnya, tata cara shalat gerhana -sama seperti shalat biasa dan bacaannya pun sama-,
urutannya sebagai berikut.
[1] Berniat di dalam hati dan tidak dilafadzkan karena melafadzkan niat termasuk perkara
yang tidak ada tuntunannya dari Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam dan beliau
shallallahu ’alaihi wa sallam juga tidak pernah mengajarkannya lafadz niat pada shalat
tertentu kepada para sahabatnya.

[2] Takbiratul ihram yaitu bertakbir sebagaimana shalat biasa.

[3] Membaca do’a istiftah dan berta’awudz, kemudian membaca surat Al Fatihah dan
membaca surat yang panjang (seperti surat Al Baqarah) sambil dijaherkan (dikeraskan
suaranya, bukan lirih) sebagaimana terdapat dalam hadits Aisyah:

ِ ‫صالَ ِة ْال ُخس‬


‫ُوف بِقِ َرا َءتِ ِه‬ َ ‫ فِى‬- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َجهَ َر النَّبِ ُّى‬
”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menjaherkan bacaannya ketika shalat gerhana.” (HR.
Bukhari no. 1065 dan Muslim no. 901)

[4] Kemudian ruku’ sambil memanjangkannya.

[5] Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal) sambil mengucapkan ’SAMI’ALLAHU LIMAN
HAMIDAH, RABBANA WA LAKAL HAMD’

[6] Setelah i’tidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca surat Al
Fatihah dan surat yang panjang. Berdiri yang kedua ini lebih singkat dari yang pertama.

[7] Kemudian ruku’ kembali (ruku’ kedua) yang panjangnya lebih pendek dari ruku’
sebelumnya.

[8] Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal).

[9] Kemudian sujud yang panjangnya sebagaimana ruku’, lalu duduk di antara dua sujud
kemudian sujud kembali.

[10] Kemudian bangkit dari sujud lalu mengerjakan raka’at kedua sebagaimana raka’at
pertama hanya saja bacaan dan gerakan-gerakannya lebih singkat dari sebelumnya.

[11] Tasyahud.

[12] Salam.

[13] Setelah itu imam menyampaikan khutbah kepada para jama’ah yang berisi anjuran
untuk berdzikir, berdo’a, beristighfar, sedekah, dan membebaskan budak. 21
Nasehat Terakhir

Saudaraku, takutlah dengan fenomena alami ini. Sikap yang tepat ketika fenomena gerhana
ini adalah takut, khawatir akan terjadi hari kiamat. Bukan kebiasaan orang seperti
kebiasaan orang sekarang ini yang hanya ingin menyaksikan peristiwa gerhana dengan
membuat album kenangan fenomena tersebut, tanpa mau mengindahkan tuntunan dan
ajakan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika itu. Siapa tahu peristiwa ini adalah tanda
datangnya bencana atau adzab, atau tanda semakin dekatnya hari kiamat. Lihatlah yang
dilakukan oleh Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam:

ُ‫ فَقَا َم فَ ِزعًا يَ ْخ َشى أَ ْن تَ ُكونَ السَّا َعة‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ت ال َّش ْمسُ فِى َز َم ِن النَّبِ ِّى‬ ِ َ‫ع َْن أَبِى ُمو َسى قَا َل خَ َسف‬
ِ ‫ال « إِ َّن هَ ِذ ِه اآليَا‬
‫ت‬ َ َ‫ط ثُ َّم ق‬ ُّ َ‫صالَ ٍة ق‬ َ ‫وع َو ُسجُو ٍد َما َرأَ ْيتُهُ يَ ْف َعلُهُ فِى‬ ٍ ‫ط َو ِل قِيَ ٍام َو ُر ُك‬ ْ َ ‫صلِّى بِأ‬
َ ُ‫َحتَّى أَتَى ْال َم ْس ِج َد فَقَا َم ي‬
‫ت أَ َح ٍد َوالَ لِ َحيَاتِ ِه َولَ ِك َّن هَّللا َ يُرْ ِسلُهَا يُخ َِّوفُ بِهَا ِعبَا َدهُ فَإِ َذا َرأَ ْيتُ ْم ِم ْنهَا َش ْيئًا فَا ْف َزعُوا‬ِ ْ‫الَّتِى يُرْ ِس ُل هَّللا ُ الَ تَ ُكونُ لِ َمو‬
ِ َ‫إِلَى ِذ ْك ِر ِه َو ُدعَائِ ِه َوا ْستِ ْغف‬
‫ار ِه‬

Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu menuturkan, ”Pernah terjadi gerhana matahari
pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi lantas berdiri takut karena
khawatir akan terjadi hari kiamat, sehingga beliau pun mendatangi masjid kemudian beliau
mengerjakan shalat dengan berdiri, ruku’ dan sujud yang lama. Aku belum pernah melihat
beliau melakukan shalat sedemikian rupa.”
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda,”Sesungguhnya ini adalah tanda-tanda
kekuasaan Allah yang ditunjukkan-Nya. Gerhana tersebut tidaklah terjadi karena kematian
atau hidupnya seseorang. Akan tetapi Allah menjadikan demikian untuk menakuti hamba-
hamba-Nya. Jika kalian melihat sebagian dari gerhana tersebut, maka bersegeralah untuk
berdzikir, berdo’a dan memohon ampun kepada Allah.” 22

An Nawawi rahimahullah menjelaskan mengenai maksud kenapa Nabi shallallahu ’alaihi


wa sallam takut, khawatir terjadi hari kiamat. Beliau rahimahullah menjelaskan dengan
beberapa alasan, di antaranya:
Gerhana tersebut merupakan tanda yang muncul sebelum tanda-tanda kiamat seperti
terbitnya matahari dari barat atau keluarnya Dajjal. Atau mungkin gerhana tersebut
merupakan sebagian tanda kiamat. 23
Hendaknya seorang mukmin merasa takut kepada Allah, khawatir akan tertimpa adzab-
Nya. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam saja sangat takut ketika itu, padahal kita semua tahu
bersama bahwa beliau shallallahu ’alaihi wa sallam adalah hamba yang paling dicintai
Allah. Lalu mengapa kita hanya melewati fenomena semacam ini dengan perasaan biasa
saja, mungkin hanya diisi dengan perkara yang tidak bermanfaat dan sia-sia, bahkan
mungkin diisi dengan berbuat maksiat. Na’udzu billahi min dzalik.

Demikian penjelasan ringkas kami mengenai shalat gerhana . Semoga bermanfaat.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal


Artikel Rumaysho.com
Wisma MTI, Pogung Kidul, sekretariat YPIA, 14 Muharram 1431 H

Footnote:

1 Sumber bacaan: detik.com

2 HR. Bukhari no. 1047

3 HR. Bukhari no. 1060 dan Muslim no. 904

4 HR. Bukhari no. 1047

5 HR. Bukhari no. 1044

6 HR. Bukhari no. 1050

7 Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1/343

8 Fathul Bari, 4/10

9 HR. Bukhari no. 1043

10 Syarhul Mumthi’, 2/430

11 HR. Bukhari no. 1053

12 Fathul Bari, 4/6

13 Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1/345

14 HR. Muslim no. 901

15 Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1/435

16 HR. Bukhari, no. 1044

17 Lihat Syarhul Mumthi’, 2/433

18 Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1/435-437

19 HR. Muslim no. 901

20 HR. Bukhari, no. 1044


21 Lihat Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim, 349-356, Darul Fikr dan Shohih Fiqih Sunnah, 1/438

22 HR. Muslim no. 912

23 Syarh Muslim, 3/322

Anda mungkin juga menyukai