Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kulit merupakan organ yang menutupi seluruh permukaan tubuh


manusia. Kulit memiliki fungsi yang sangat penting untuk perlindungan organ
bagian dalam tubuh terhadap rangsangan dari luar, baik rangsangan mekanis,
kimia, maupun radiasi.
Kulit terdiri atas epidermis atas dan dermis, yang terletak di atas
jaringan subkutan. Epidermis itu relatif tipis, rata-rata 0,1-0,2 milimeter
tebalnya, sedangkan dermis sekitar 2 milimeter. Dua lapisan ini dipisahkan
oleh suatu membran basal (Lu.C.Frank : 2006).
Berbagai jenis efek dapat terjadi akibat pajanan kulit itu sendiri, tetapi
ada beberapa yang mempengaruhi unsur tambahan kulit-rambut, kelenjar
sebasea, dan kelenjar keringat (Lu.C.Frank : 2006).
Obat lokal adalah zat yang kerjanya berdasarkan aktivitas lokal secara
fisik dan kimia. Banyak obat dalam kelompok ini digunakan dalam klinik. Obat
lokal untuk penyakit kulit yaitu Demulsen yang merupakan suatu obat yang
digunakan untuk meringankan adanya iritasi terutama pada membran mukosa
atau kulit lecet atau terjadi inflamasi (Anief, Moh : 200
Selain menyebabkan efek lokal di tempat kontak, suatu toksikan akan
menyebabkan kerusakan jika diserap oleh organisme itu. Absorpsi bisa terjadi
lewat kulit, paru-paru dan beberapa jalur lain. Salah satu jenis efek yang terjadi
akibat pejanan kulit terhadap toksikan adalah iritasi primer kulit. Iritasi adalah
suatu reaksi kulit terhadap zat kimia misalnya alkali kuat, asam kuat, pelarut,
dan detergen. Iritasi primer terjadi di tempat kontak dan umumnya pada
sentuhan pertama (Penyusun, Tim : 2011).
2

Berdasarkan pernyataan diatas, untuk mengetahui efek kosmetik dengan


melihat terjadinya iritasi primer terhadap kulit maka percobaan mengenai uji
iritasi kelinci (Oryctolagus cuniculus) dilakukan.
I.2 Maksud Percobaan
Adapun maksud dari percobaan kali ini adalah untuk mengetahui efek
obat Diamon dengan melihat terjadinya iritasi primer pada kulit hewan coba
kelinci (Oryctolagus cuniculus).

I.3 Tujuan Percobaan


Adapun tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui efek obat Diamon
dengan mengamati gejala toksiknya berupa edema dan eritema pada kulit hewan
coba kelinci (Oryctolagus cuniculus).

I.4 Prinsip Percobaan


Adapun prinsip percobaan ini adalah berdasarkan metode uji tempel
(Patch Test) pada kulit kelinci diberikan perlakuan yaitu pemberian zat uji
dengan mengolesi obat Diamon pada kulit kelinci sesuai dosis yang ditentukan,
lalu diperban dengan plester sehingga hewan coba tidak menelan senyawa uji,
dan dilakukan pengamatan gejala toksiknya selama 3 hari.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Iritasi
A. Definisi
Iritasi adalah suatu reaksi kulit terhadap zat kimia misalnya alkali
kuat, asam kuat, pelarut, dan detergen. Beratnya bermacam-macam dari
hyperemia, edema, dan vesikulasi sampai pemborokan. Iritasi primer terjadi
ditempat kontak dan umumnya pada sentuhan pertama. Karenanya, ini
berbeda dengan sensitisasi (Montagna, 1999).

B. Penyebab Terjadinya Iritasi

Hal-hal yang dapat menyebabkan iritasi :

1. Reaksi kulit terhadap bahan pengawet

Reaksi kulit terhadap bahan pengawet yang terdapat di dalam


kosmetika dan obat-obat oles, dapat berupa dermatitis (eksema) dengan
tanda-tanda kulit kering, bersisik, merah, berlepuh sampai basah atau
retak-retaknya kulit. Reaksi bisa ringan atau berat dan biasanya disertai
dengan rasa terbakar dan gatal.

Reaksi dapat timbul sebagai urtika atau kadang-kadang berupa


pembengkakan lokal. Sering terjadi timbulnya reaksi kulit pada
pemakaian pertama kali dari obat oles atau kosmetika pada kulit yang
terluka atau sedang mengalami iritasi.
4

2. Reaksi kulit terhadap sabun dan detergen

Reaksi kulit terhadap pemakaian sabun dan detergen dapat terjadi


berdasarkan iritasi kulit akibat pemakaian yang berlebihan. Terjadinya
iritasi kulit oleh pemakaian sabun kemungkinan disebabkan oleh sifat
alkalis sabun disertai dengan daya menghapus minyak dari kulit dan sifat
iritasi dari asam lemak. Pernah dilaporkan terjadinya depigmentasi kulit
oleh pemakaian sabun yang mengandung fenol. Sabun sebagai iritan
utama dapat merupakan faktor yang memperlambat penyembuhan dari
eksema pada tangan. Untuk menghindari reaksi iritasi ini, kurangi
pemakaian sabun.

3. Salah kosmetik

Kulit yang wajah sensitif cepat sekali memberikan reaksi iritasi


jika salah dalam merawatnya. Biasanya, kulit wajah yang sensitif akan
cepat memerah jika kosmetika yang dipakai tidak cocok. Terasa pedih
dan kemudian akan muncul bintik-bintik merah yang mengakibatkan
kulit menjadi mudah teriritasi. Alkohol yang terkandung dalam kosmetik
biasan sering menyebabkan iritasi.
(.http://rara87.wordpress.com/2008/11/28/iritasi/)

C. Metode Uji
Adapun metode uji yang dilakukan yaitu uji ini dikerjakan pada 2
ekor kelinci yang dibagi dalam dua kelompok. Daerah sepanjang punggung
dari masing-masing hewan uji yang meluas dari pangkal leher sampai
seperempat bagian belakang dicukur atau dihilangkan rambutnya . Pada salah
satu kelompok hewan, satu daerah yang luasnya lebih kurang dari dua inci
persegi dan kulit yang gundul itu digosok dengan insisi minor sepanjang
lapisan permukaan sel, yaitu insisi itu tidak sedemikian dalam sehingga
mengganggu kulitnya atau menimbulkan pendarahan. Apabila zat ujinya
5

berupa zat padat, maka zat itu dilarutkan dalam suatu pelarut misalnya
minyak nabati atau aquadest, dan 0,5 gram senyawa itu dimasukkan dibawah
alas kasa. Setelah interval 24 jam, zat pengikat dan alas kasanya diambil,
kemudiaan daerah pemejanan dievaluasi serta dievaluasi pada 72 jam terakhir
( Loonis, 1978 ). Hasil uji 24 jam dan 72 jam dari dua kelompok itu
digabungkan untuk mendapatkan indeks iritasi primer. Skor eritema dan
edema keseluruhannya ditambahkan dalam bacaan 24 jam dan 72 jam, dan
skor rata-rata untuk kulit utuh dan kulit lecet digabungkan, rata-rata gabungan
inilah yang disebut indeks iritasi primer. Cara ini berguana untuk
menempatkan senyawa dalam kelompok umum dari segi sifat iritannya.
Senyawa yang menghasilkan rata-rata gabungan, dua atau kurang hanya
sedikit merangsang, sementara senyawa dengan indeks 2 sampai 5 merupakan
iritan moderat, dan senyawa dengan skor diatas 6 dianggap iritan berat
( Hood, 1977 : McCresshdan Steinbergh , 1987 : OECD, 1987 cit Lu, 1995 ).
D. Eritema dan Edema
Eritema adalah suatu reaksi kulit yang timbul berupa kemerahan pada
kulit akibat efek samping dari penggunaan sediaan topikal. Eritema juga
merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh adanya bercak-bercak
kemerahan yang menonjol dan biasanya tersebar secara simetris di seluruh
tubuh. Gejalanya eritema (kemerahan) dan vesikulasi (berair), disertai rasa
gatal dan panas. ( Loomis, 1978 ).
Edema adalah suatu reaksi kulit yang timbul berupa pembengkakan
akibta efek samping dari penggunaan sediaan topikal.. Edema adalah
meningkatnya volume cairan di luar sel (ekstraseluler) dan di luar
pembuluh darah (ekstravaskular) disertai dengan penimbunan di jaringan
serosa. Edema adalah pembengkakan yang dapat diamati dari akumulasi
cairan dalam jaringan-jaringan tubuh ( Loomis, 1978 ).

II.2 Sediaan Topikal


6

A. Obat

Sediaan topikal adalah jenis – jenis sediaan yang dimaksudkan


pemakaiannya pada bagian kulit baik obat maupun kosmetik. Macam –
macam sediaan topical yaitu :

1. Lotion yaitu sediaan cair berupa suspense atau dispersi, digunakan


sebagai obat luar.

2. Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung


air tidak kurang dari 60 % dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.

3. Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan


digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus laarut atau terdispersi
homogen dalam dasar salep yang cocok (Depkes, 1979).

B. Kosmetik
Kosmetik adalah Sediaan/paduan bahan yang siap digunakan pada
bagian luar badan(epidermis, rambut, kuku, bibir &organ kelamin luar),
gigi dan rongga mulut untuk :membersihkan, menambah daya
tarik,mengubah penampilan, melindungi supaya dalam keadaan baik,
memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau
menyembuhkan penyakit (SK MENKES no 140/1991)

Hasil pengujian laboratorium BPOM RI tahun 2007 ditemukan 27


merk kosmetik mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam
kosmetik, yaitu merkuri, asam retinoat, dan hidroquinon. Bahan-bahan ini
dilarang penggunaannya dalam kosmetik karena berbahaya bagi kulit
( Anonim,2008 ).

1.Merkuri
Merkuri, raksa, atau timbal umumnya disalahgunakan sebagai produk
7

pemutih. Padahal, efek samping merkuri salah satunya adalah


hiperpigmentasi, yaitu munculnya bintik hitam pada kulit. Merkuri
termasuk logam berat berbahaya meskipun digunakan dalam
konsentrasi kecil. Pemakaian merkuri dapat menimbulkan berbagai hal,
mulai dari perubahan warna kulit, iritasi kulit, kerusakan permanen
pada susunan saraf, otak, ginjal, dan gangguan perkembangan janin.
Paparan merkuri jangka pendek pada dosis tinggi menyebabkan
muntah-muntah, diare, bahkan kerusakan ginjal. Merkuri merupakan zat
yang bersifat karsinogenik (suatu zat yang dapat mencetuskan kanker)
pada manusia.

2. Asam Retinoat

Selain itu, bahan yang sering disalahgunakan dalam kosmetik anti


jerawat adalah asam retinoat atau tretinoin. Zat ini mendorong
pengelupasan kulit dan pori yang tersumbat. Penggunaan asam retinoat
dapat menyebabkan kulit kering, rasa terbakar, dan memiliki efek
teratogenik, yaitu menimbulkan kecacatan pada janin. Tretinoin dapat
menyebabkan gejala serius yang disebut sindrom asam retinoat
(retinoic acid syndrome). Suatu sindrom yang ditandai dengan demam,
kesulitan bernafas, sakit pada bagian dada, terdapatnya cairan di sekitar
paru-paru dan jantung, serta hipoksia (kekurangan oksigen).
Penggunaan asam retinoat hanya diperbolehkan sebagai pengobatan (di
bawah pengawasan ketat dokter dan apoteker), namun tidak sebagai
kosmetik.

3. Hidroquinon
Penggunaan hidroquinon sebagai zat aktif dalam kosmetik yang
diperbolehkan adalah 2%. Hidrokuinon mengurangi pembentukan
melanosom (granul pigmen melanin) di sel pigmen kulit. Sediaan krim
8

hidrokuinon dapat mengandung natrium metabisulfit yang dapat


menyebabkan reaksi alergi serius. Efek samping yang dapat
ditimbulkan akibat penggunaan hidrokuinon yang berlebihan meliputi
rasa terbakar, gatal, kulit kering, atau alergi pada kulit yang terkena
kontak, bahkan perubahan warna kulit

II.3 Uraian Hewan Coba

A. Klasifikasi Hewan Kelinci ( Festing : 1979 )

Kingdom : Animalia
Fillum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Lagorhapha
Familia : Lapordidae
Genus : Orytolagus
Spesis : Orytolagus cuniculus

B. Karakteristik Hewan Kelinci ( Festing : 1979 )

Lama hidup : 8 tahun


Suhu tubuh normal : 39,5ºC
Volume darah : 5-66 %
Masa tumbuh : 38,5 hari
Masa puberitas : 4 bulan
Masa beranak : 5 kali dalam setahun
Masa hamil : 28-36 hari
Jumlah sekali lahir : 5-6 ekor
Frekuensi kelahiran : 3-4 kali/tahun
Luas permukaan tubuh : 12,89 kg
Bobot badan dewasa
 Jantan : 2-5 kg
9

 Betina : 4-6,5 kg
 Bobot lahir : 30-100 g

C. Morfologi Hewan Kelinci ( Festing : 1979 )

Kelinci (Orytolagus cuniculus) berpungung melengkung dan


berekor pendek, kepalanya pendek dengan daun telinga yang tegak keatas
akan tetapi ada beberapa jenis kelinci yang terkulai ke bawah. Kelinci
memiliki bibir yang bagian atasnya terbelah dan bergabung hingga
hidung, beberapa misa atau kumis panjang yang keras atau tepat di
hidung. Disekitar mata terdapat beberapa helai bulu mata yang panjang.
Telinga kelinci yang besar dan banyak terdapat saluran darah, kaki
belakang kelinci lebih panjang dan kuat dibanding dengan kaki depannya
yang berjari dan berkuku empat, kelinci merupakan hewab pelonoat.
Gigi kelinci tergolong unik, gigi akan terus tumbuh sepanjang
usianya. Apabila pertumbuhan gigi semakin panjang, untuk membatasi
pertumbuhan gigi, diusahakan makan yang keras seperti jagung yang
kering dan sepotong kayu sebagai sarana untuk mengasah gigi dan
kukunya.
Sebagian hewan herbivora, kelinci menyukai makanan berupa
rumput-rumputan dan daun yang kehijauan segar dengan gigi tergolong
unik yang akan terus tumbuh sepanjang usianya.
10

BAB III
METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan

A. Alat yang digunakan :

 Gunting
 Keranjang tempat kelinci
 Mistar
 Pensil
 Pisau cukur

B. Bahan yang digunakan :

 Aquadest
 Kasa perban
 Kertas
 Lapban
 Lap halus
 Plester
 Tissue
 Diamon
11

III.2. Cara kerja


A. Pencukuran kelinci
1. Buat 6 kotak berukuran 2 x 2 cm pada punggung kelinci, cukur masing-
masing kotak tersebut.
2. Beri batas yang jelas pada kotak tersebut
3. Punggung kelinci bagian kiri untuk kulit yang normal, sedangkan
punggung kelinci bagian kanan untuk kulit yang sengaja dileceti.
B. Pemberian zat uji
1. Sebelum dioleskan zat uji, kulit hewan uji dibersihkan pelan-pelan
dengan kapas bersih yang dibasahi air.
2. Lalu kulit diolesi dengan zat uji sesuai dengan dosis yang telah
ditentukan.
3. Setelah itu, keenam kotak tersebut ditutup dengan plastik tipis dan kasa
steril yang dibuat sedemikian rupa sehingga dipastikan hewan uji tidak
mengganggu bagian kulit yang telah diberikan perlakuan.
4. Berikan zat uji 1x sehari dan dilakukan pengamatan gejala toksik yang
terjadi terhadap hewan uji selama 3 hari.
12

BAB IV
HASIL PENGAMATAN

VI.1. Tabel Pengamatan


1. Kulit Normal
a. Kelinci I
 Eritema

Eritema Jam Ke – 24 Jam Ke - 48 Jam Ke -72


I 0 1 1
II 0 1 1
III 0 1 1

 Edema

Edema Jam Ke – 24 Jam Ke - 48 Jam Ke – 72


I 2 0 1
II 0 0 1
III 0 0 2

b. Kelinci II
 Eritema

Eritema Jam Ke – 24 Jam Ke - 48 Jam Ke -72


IV 0 0 1
 V 0 0 1 E
VI 0 0 0 d
ema

Edema Jam Ke – 24 Jam Ke - 48 Jam Ke – 72


IV 0 0 1
V 0 0 1
VI 0 0 0

2. KULIT LECET
a. Kelinci I
13

 Eritema

Eritem Jam Ke – 24 Jam Ke - 48 Jam Ke -72


a
 I 2 1 1 E
II 1 1 1 d
III 2 1 1
e
ma

Edem Jam Ke – 24 Jam Ke - 48 Jam Ke – 72


a
I 0 0 3
II 0 0 3
III 0 1 3

b. Kelinci II
 Eritema

Eritema Jam Ke – 24 Jam Ke - 48 Jam Ke -72


IV 1 1 2
 V 1 1 2 Ed
VI 0 1 0 em
a

Edem Jam Ke – 24 Jam Ke - 48 Jam Ke – 72


a
IV 0 1 1
V 0 1 1
VI 0 0 0

Keterangan :
Skor :
0 = Tanpa Edema/Eritema
1 = Edema/Eritema sangat sedikit atau hampir tidak ada
2 = Edema/Eritema sedikit ( tepi daerah berbatas jelas
3 = Edema/Eritema moderat
4 = Edema/Eritema berat
IV. 2 Pembahasan
14

Pada praktikum kali ini, percobaan yang dilakukan adalah uji iritasi
primer terhadap hewan uji kelinci dengan menggunakan kosmetik yang ada
dipasaran salah satunya kosmetik skin whitening diamond untuk mengetahui
tingkat keamanannya apakah layak digunakan atau tidak.oleh karena itu,
Sebelum dilakukan pengamatan terlebih dahulu hewan coba atau kelinci
dicukur dengan menggunakan gillite dengan membuat kotak berukuran 2 x 2
cm dipunggung kelinci, setelah itu punggung kelinci dibersihkan pelan-pelan
dengan aquadest. Setelah punggung kelinci dibersihkan lalu kulit kelinci diolesi
dengan zat uji sesuai dengan dosis yang ditentukan dimana punggung kiri dan
kanan kelinci pertama pada kotak I dioleskan zat uji sebanyak 1 kali, pada
kotak II dioleskan zat uji sebanyak 2 kali, sedangkan pada kotak III dioleskan
zat uji sebanyak 3 kali. Sedangkan pada punggung kiri dan kanan kelinci kedua
pada kotak IV dioleskan zat uji sebanyak 8 kali, pada kotak V dioleskan zat uji
sebanyak 16 kali, sedangkan pada kotak VI sebagai kontrol yaitu aquadest.
Kemudian kotak-kotak tersebut dilapisi dengan kasa steril untuk menjaga agar
hewan uji tidak dapat menelan senyawa zat uji yang diberikan. Setelah itu di
lakukan pengamatan gejala toksik selama 3 hari.
Pada hari pertama pengamatan, pada punggung kiri kelinci pertama
kotak I, II, dan III kulit normal pada jam ke 24 tidak terjadi Eritema tapi pada
kulit lecet terjadi eritema dan pada punggung kanan kelinci untuk kulit normal
kotak I terjadi edema sedangkan pada kotak II dan III tidak terjadi edema,
sedangkan pada kulit lecet tidak terjadi edema.
Pada pengamatan pertama pada punggung kiri kelinci kedua untuk
kulit normal pada jam ke 24 kotak IV, V, dan VI tidak terjadi eritema
sedangkan pada kulit lecet terjadi eritema pada kotak IV dan V. Sedangkan
pada punggung kanan kelinci untuk kulit normal tidak terjadi edema begitu
pula pada kulit lecet.
Pada hari kedua pengamatan pada jam ke 48, punggung kiri kelinci
pertama untuk kulit normal terjadi eritema begitu sebaliknya pada kulit lecet.
15

Sedangkan pada punggung kanan kelinci tidak terjadi edema,dan pada kulit
lecet kotak I dan II tidak terjadi edema sedangkan kotak III terjadi edema. Pada
kelinci kedua punggung kirinya untuk kulit normal tidak terjadi eritema,
sedangkan pada kulit lecet terjadi eritema. Dan pada punggung kanan kelinci
tidak terjadi edema sedangkan pada kulit lecet kotak IV dan V terjadi edema
sedangkan pada kotak VI tidak terjadi edema.
Pada hari ketiga pengamatan pada jam ke 78, punggung kiri kelinci
pertama untuk kulit normal terjadi eritema begitu sebaliknya pada kulit lecet
sedangkan pada punggung kanan kelinci untuk kulit normal terjadi edema
begitu pula pada kulit lecet. Pada kelinci kedua punggung kiri dan kanan untuk
kulit normal pada kotak IV dan V terjadi eritema begitu pula pada kulit lecet
sedangkan pada kotak VI untuk kulit normal dan kulit lecet tidak terjadi eritema
dan edema.
Dari hasil perhitungan indeks iritasi primer pada kelinci pertama
yaitu 6 yang merupakan iritasi berat, sedangkan pada kelinci kedua yaitu 3
yang merupaka iritan moderat. Jadi dapat disimpulkan ternyata zat uji yang
digunakan yaitu kosmetik skin whitening diamond mengandung bahan-bahan
yang mengiritasi kulit, sehingga kosmetik ini tidak layak digunakan dan bukan
merupakan kosmetik yang memenuhi kaidah farmasetika yakni aman dan
berkualitas.

BAB V
PENUTUP
16

V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1. Iritasi adalah suatu reaksi kulit terhadap zat kimia yang bersifat toksik
2. zat uji yang digunakan dalam percobaan uji iritasi primer dinyatakan tidak
aman digunakan karena merupakan iritasi berat dan moderat.

V.2 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan adalah diharapkan pada
praktikum kali ini sebaiknya dalam pemilihan kosmetik kita perlu mewaspadai
kosmetik yang dijual secara bebas di pasaran karena tidak semua kosmetik itu
aman maka untuk memilih kosmetik yang aman perlu diperhatikan tingkat
keamanannya agar tidak mengiritasi kulit.

DAFTAR PUSTAKA
17

Anief, Moh. 2000. ILMU MERACIK OBAT. Yogyakarta : UGM press.

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Depkes RI.

Festing. 1979. Anatomi Fisiologi Hewan. Jakarta : PT. Bineka Cipta.

Haryati Farida Msi, Apt. 2007 : TOKSIKOLOGI. Yogyakarta

Website :
Http/www.Alhamsyah.com
Http/www.artikel kedokteran.com
http://rara87.wordpress.com/2008/11/28/iritasi

Lampiran I
18

Perhitungan Uji Iritasi Pada Kulit Kelinci I


Rata-rata Eritema Normal =

Eritema Kulit Normal 24 jam+ Eritema Kulit Normal72 jam


2

0+3
=
2
= 1,5
Rata-rata Edema Normal =

Edema Kulit Normal 24 j am+ Edema Kulit Normal 72 jam


2

0+4
=
2
= 2
Eritema Kulit lecet 24 jam+ Eritema Kulit lecet 72 ja m
Rata-rata Eritema Lecet =
2

5+3
=
2
= 4
Edema Kulit lecet 24 jam+ Edema Kulit lecet 72 jam
Rata-rata Edema lecet =
2

0+9
=
2
= 4,5
Rata−Rata Eritema Normal+ Rata−Rata Eritema Lecet
Indeks Eritema Primer =
2

1,5+4
=
2
= 2,75
19

Rata−Rata Edema Normal+ Rata−Rata Edema Lecet


Indeks Edema Primer =
2

2+ 4,5
=
2
= 3,25

Perhitungan Uji Iritasi Pada Kulit Kelinci II


Rata-rata Eritema Normal =

Eritema Kulit Normal 24 jam+ Eritema Kulit Normal72 jam


2

0+2
=
2
= 1
Rata-rata Edema Normal =

Edema Kulit Normal 24 jam+ Edema Kulit Normal 72 j am


2

0+2
=
2
= 1
Rata-rata Eritema Lecet =

Eritema Kulit lecet 24 jam+ Eritema Kulit lecet 72 jam


2

2+ 4
=
2
= 3
Edema Kulit lecet 24 jam+ Edema Kulit lecet 72 jam
Rata-rata Edema lecet =
2
20

0+2
=
2
= 1
Indeks Eritema Primer =

Rata−Rata Eritema Normal+ Rata−Rata Eritema Lecet


2

1+ 3
=
2
= 2
Indeks Edema Primer =

Rata−Rata Edema Normal+ Rata−Rata Edema Lecet


2
1+ 1
=
2
= 1

Lampiran II
Gambar perlakuan pada saat pemberian zat uji
1. Kelinci pertama

I I Punggung Kelinci

II II
II

III
III III
III
21

2. Kelinci kedua

IV IV
IV IV
V V Punggung Kelinci
V V
VI VI
VI VI
Keterangan :
Bagian punggung kiri = Bagian kulit yang normal
Bagian punggung kanan = Bagian kulit yang lecet
Perlakuan :
I = Diberikan 0,25 gram zat uji
II = Diberikan 0,5 gram zat uji
III = Diberikan 1 gram zat uji
IV = Diberikan 2 gram zat uji
V = Diberikan 4 gram zat uji
VI = Diberikan aquadest sebagai kontrol negatif.

Anda mungkin juga menyukai