Anda di halaman 1dari 50

ANESTESI UMUM PADA

PERIAPPENDICULAR INFILTRAT

Oleh :
Mutia Farah Fawziah
G 0005130

Pembimbing:
Dr. R. TH Supraptomo, SpAn.
PERIAPPENDICULAR INFILTRAT
 Merupakan suatu komplikasi serius dari appendicitis
akut. Apabila appendicitis akut tidak ditangani secara
adekuat, akan terjadi Periappendicular infiltrate
sebagai lokalisasiinfeksi. Biasanya 3 hari setelah
appendicitis akut, massa lunak terbentuk pada regio
abdomen bawah kanan. Massa ini dibentuk oleh:
 Appendix dengan mesenteriumnya
 Omentum mayor
 Sebagian caecum
 Ileum terminal
 Colon sigmoid (jarang)
GEJALA DAN TANDA:

 Febris (-)
 Nyeri (-)
 Massa mengecil/menghilang
 Lekosit < 10.000
 LED mendekati normal
Anestesi Umum
 tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit
secara sentral disertai hilangnya kesadaran,
bersifat reversibel.
 Trias : hipnotik, analgesia & relaksasi otot.
Persiapan Pra Anestesi

Kunjungan pra anestesi mutlak harus


dilakukan dengan tujuan yaitu:
Persiapan Pra-Anestesi
Tujuan :
 Mempersiapkan mental dan fisik secara
optimal.
 Merencanakan dan memilih teknik serta
obat-obat anestesi yang sesuai dengan
fisik dan kehendak pasien.
 Menentukan status fisik dengan
klasifikasi ASA
Klasifikasi ASA :
 ASA I: Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa
kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka
mortalitas 2%.
 ASA II: Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan
sedang. Angka mortalitas 16%.
 ASA III: Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas
harian terbatas. Angka mortalitas 38%.
 ASA IV: Pasien dengan gangguan sistemik berat yang
mengancam jiwa. Angka mortalitas 68%.
 ASA V: Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan
operasi hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam
24 jam tanpa operasi / dengan operasi. Angka mortalitas
98%.
 ASA VI: Pasien mati otak yang organ tubuhnya akan diambil
(didonorkan)
Pemeriksaan pre-operasi anestesi
 Anamnesis : identitas, keluhan, RPS, RPD, R.
obat, R. anestesi & op, R. kebiasaan
 Pemeriksaan fisik : psikis, gizi, TB & BB, VS,
airway, jantung, paru, abdomen, ekstremitas.
 Pemeriksaan penunjang : darah, urin, rontgen,
EKG.
Premedikasi Anestesi
Tujuan :
 Memberikan rasa nyaman.

 menghilangkan rasa khawatir.

 membuat amnesia.

 memberikan analgesia.

 mencegah muntah.

 memperlancar induksi.

 mengurangi jumlah obat-obat anesthesia.

 menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan.

 mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas.


Obat Premedikasi Anestesi
 Narkotik analgetik, misal morfin, pethidin.
 Transquillizer (Benzodiazepin), misal diazepam
dan midazolam.
 Barbiturat, misal pentobarbital, penobarbital,
sekobarbital.
 Antikolinergik, misal atropin dan hiosin.
 Antihistamin, misal prometazine.
 Antasida, misal gelusil
 H2 reseptor antagonis, misal cimetidine.
Induksi
 saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya stadium
pembedahan.

Propofol
 Vasodilatasi perifer → ↓ tekanan arteri sistemik (80%) → kembali N

dg intubasi
 ≠ merusak fungsi hati dan ginjal

 obat induksi anestesi cepat, didistribusikan & dieliminasi secara cepat

 ↓ aliran darah ke otak, metabolisme otak dan TIK

 ≠ efek analgesik

 jarang terdapat mual dan muntah

 Efek samping : sistem pernafasan , kardiovaskuler, SSP

 Dosis : 2,5mg/kgBB
Pemeliharaan

Isofluran
 merelaksasi otot → memudahkan intubasi

 potensiasi dg obat pelumpuh otot non-

depolarisasi
 ≠ aritmia

 kadar 0.5 - 3%

 Tidak hepatotoksik maupun nefrotoksik


Obat Pelumpuh Otot
Depolarisasi Non-depolarisasi
 Ada fasikulasi otot  Tidak ada fasikulasi otot
 Berpotensiasi dengan  Berpotensiasi dengan
antikolinesterase hipokalemia, hipotermia, obat
 Tidak menunjukkan anestetik inhalasi, eter,
kelumpuhan bertahap pada halothane, enfluran, isoflurane
 Menunjukkan kelumpuhan
perangsangan tunggal atau
tetanik yang bertahap pada
 Belum dapat diatasi dengan obat perangsangan tunggal / tetanik
 Dapat diantagonis oleh
spesifik
 Kelumpuhan berkurang dengan
antikolinesterase
 Contoh: tracrium (atrakurium
penambahan obat pelumpuh otot
besilat), pavulon (pankuronium
non depolarisasi dan asidosis
bromida), norkuron
 Contoh: suksametonium
(pankuronium bromida),
(suksinil kolin) esmeron (rokuronium bromida).
Obat Pelumpuh Otot
Obat pelumpuh otot yang digunakan dalam
kasus ini adalah:

Atrakurium besilat (Trachrium)


Obat pelumpuh otot non depolarisasi yang
relatif baru.
Mulai kerja pada dosis intubasi 2-3 menit,
Lama kerja antrakium dengan dosis relaksasi
15-35 menit.
Dimetabolisme di plasma (darah) melalui
reaksi kimia Hoffman
Pemberian berulang tidak menyebabkan
dosis kumulasi.
Intubasi Endotrakeal
 Suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam
trakea, sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas
mudah dikendalikan.

Tujuan :
 Mempermudah pemberian anestesi.
 Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas.
 Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.
 Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.
 Pemakaian ventilasi yang lama.
 Mengatasi obstruksi laring akut.
Terapi Cairan
 Prinsip dasar : cairan yang diberikan harus
mendekati jumlah dan komposisi cairan yang
hilang.
 Tujuan :
1. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit &
darah yang hilang selama operasi.
2. Mengatasi syok & kelainan yang
ditimbulkan karena terapi yang diberikan.
 Dibagi menjadi : pra-op, durante-op, post-op
Pre-op
 Kebutuhan cairan untuk dewasa : 2 ml /

kg BB / jam. Setiap kenaikan suhu 10C →


(+)10-15 %.
Durante-op
 Ringan = 4 ml / kgBB / jam.
 Sedang = 6 ml / kgBB / jam
 Berat= 8 ml / kgBB / jam.
Post-op
 Sesuai dengan defisit cairan selama

operasi + kebutuhan sehari-hari.


Pemulihan
 Di ruang pulih sadar atau recovery room → batu
loncatan sebelum pasien dipindahkan ke
bangsal atau ICU → sehingga terhindar dari
komplikasi akibat operasi atau anestesi.
 Perlu dilakukan skoring :
1. GA : Aldrete / Steward

2. RA : Bromage
Aldrete Scoring System
No. Kriteria Skor
1 Aktivitas  Mampu menggerakkan ke-4 ekstremitas atas 2
motorik perintah atau secara sadar.
 Mampu menggerakkan 2 ekstremitas atas 1
perintah atau secara sadar.
 Tidak mampu menggerakkan ekstremitas atas 0
perintah atau secara sadar.
2 Respirasi  Nafas adekuat dan dapat batuk 2
 Nafas kurang adekuat/distress/hipoventilasi 1
 Apneu/tidak bernafas 0
3 Sirkulasi  Tekanan darah berbeda ± 20% dari semula 2
 Tekanan darah berbeda ± 20-50% dari semula 1
 Tekanan darah berbeda >50% dari semula 0
4 Kesadaran  Sadar penuh 2
 Bangun jika dipanggil 1
 Tidak ada respon atau belum sadar 0
5 Warna kulit  Kemerahan atau seperti semula 2
 Pucat 1
 Sianosis 0
Steward Scoring System

No. Kriteria Skor


1 Kesadaran  Bangun 2
 Respon terhadap stimuli 1
 Tak ada respon 0

2 Jalan napas  Batuk atas perintah atau menangis 2


 Mempertahankan jalan nafas dengan baik 1
 Perlu bantuan untuk mempertahankan jalan 0
nafas
3 Gerakan  Menggerakkan anggota badan dengan tujuan 2
 Gerakan tanpa maksud 1
 Tidak bergerak 0
Bromage Scoring System
Kriteria Skor

Gerakan penuh dari tungkai 0

Tak mampu ekstensi tungkai 1

Tak mampu fleksi lutut 2

Tak mampu fleksi pergelangan kaki 3

Bromage skor ≤ 2  boleh pindah ke ruang perawatan


LAPORAN KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny.SS
Umur :63 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Diagnosis pre op : Suspect tumor caecum DD
periappendicular infiltrat
Macam operasi : Laparotomi eksplorasi
Macam anestesi : General anestesi
Tanggal masuk : 3 Desember 2010
Tanggal operasi : 13 Desember 2010
Berat badan : 40 kg
PEMERIKSAAN PRA ANESTESI
KELUHAN UTAMA:
benjolan pada perut kanan bawah
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:
sejak 1 bulan SMRS, pasien merasakan timbul benjolan, benjolan
awalnya hanya sebesar kelingking namun lama kelamaan semakin
membesar hingga sebesar sosis. Benjolan juga terasa nyeri, nyeri
dirasakan hilang timbul mulai dari bagian bawah umbilicus sampai
menjalar ke perut bagian kanan atas, nyeri tidak berkurang dengan
istirahat dan semakin menghebat saat benjolan ditekan atau
berjalan. Nyeri timbul disertai gejala panas, serta mual muntah
setelah makan. Sudah pernah diperiksakan ke dokter, dan diberi
obat namun nyeri hanya sedikit berkurang. Sejak sebulan yang lalu
pasien juga mengeluh nafsu makan sangat berkurang karena mual
setiap habis makan dan berat badan menurun hingga 5 kg. Tidak
ada gangguan pada BAB maupun BAK.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
 R. Hipertensi : +, sejak 12 tahun yg lalu (terkontrol)
 R. Penyakit gula : disangkal
 R. Penyakit jantung: disangkal
 R. Alergi : disangkal
 R. Sesak napas : disangkal
 R. Penyakit hati : +, dinyatakan hepatitis B dan sirosis hati
sejak 2 th yll
 R. Mondok : +, terakhir 8 bl yll
 R. Operasi : +, 1 th yll di RS Bandung
 R. Merokok : disangkaL
 R. Minum alkohol : disangkal
 R. Pemakaian narkoba: disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : baik, compos mentis, gizi kesan
kurang
Tanda Vital
 Tekanan darah : 120/60 mmHg
 Nadi : 84 x/menit
 Respirasi : 20 x/menit
 Suhu : 37,2 ° C
 Nyeri : (+), sedang, pada massa di
regio inguinal dextra
BB = 40 kg
 Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/), reflek
cahaya (+/+), pupil isokor(3mm/3mm)
 Hidung : sekret (-), darah (-)
 Jalan Nafas: tersumbat (-), ompong (-), gigi palsu(-), oedem
(-), kekakuan sendi rahang (-), kaku leher (-),mallampatti I,
gigi protusi (-).
 Leher: glandula thyroid tidak membesar, JVP tidak
meningkat, TMD > 6 cm
 Thorax : retraksi (-)
Paru
I : pengembangan dada kanan = kiri
P : fremitus raba kanan = kiri
P : sonor/sonor
A : SDV (+/+), ST (-/-)
Jantung
I : IC tidak tampak
P : IC tidak kuat angkat
P : batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
 Abdomen

I : DP//DD, tampak benjolan di regio inguinal dx, warna sama dengan


kulit sekitar, darm contour/darm steifung (-)
A : BU (+) normal
P : timpani, nyeri ketok (+) pada massa
P : supel, nyeri tekan (+) pada massa, massa ukuran 10x6x5 cm,
lonjong, permukaan rata,terfiksir, fluktuasi (+), nyeri lepas (-), hepar
tidak terabah, lien membesar 2 schuffner
 Ekstremitas

oedem - - akral dingin - -


- - - -
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
tanggal 9 Desember 2010
Pemeriksaan 4 DES 2010 satuan rujukan

Hb 10,5 gr/dl 13-16

AL 10600 mm3 5000-10000

Hct 29 Vol % 40-43

AT 129ribu /uL 150-450 ribu

LED 1 jam 7 Mm/jam 0-20

Gol.darah O

PT 11,1 10-15 Detik

APTT 31,2 20-4- Detik

HbsAg positif
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
tanggal 9 Desember 2010
SGOT 41 U/L 0-35

SGPT 26 U/L 0-45

Protein total 7,50 g/dl 6,20-8,1

Albumin 3,30 g/dl 3,20-4,60

Ureum 35 g/dl < 50

Kreatinin 1,0 Mg/dl 0,6 – 1,2

Natrium 129 Mmol/l 136-145

Kalium 3,4 Mmol/l 3,3-5,1

Clorida 92 Mmol/l 98-106

Tumor marker AFP 4,87 IU/ml < 5,81

Tumor marker CEA 2,33 Ng/ml <3


PEMERIKSAAN PENUNJANG
 EKG : sinus rhytm 84 x/menit
 Foto Thorax : CTR 52%, cardiomegali,
compenasatio cordis
 Colon in loop : tak ada kelainan
 USG : sirosis hati dengan
splenomegali
KESIMPULAN
Kelainan sistemik : (+)

Kegawatan : (-)

Status fisik ASA : II


 
RENCANA ANESTESI
1. PERSIAPAN OPERASI
a. Persetujuan operasi tertulis
b. puasa 6 jam pre operasi
c. infus RL 20 tetes/menit
2. Jenis anestesi : General anestesi
3. Teknik anestesi : semi closed inhalasi dengan ET No. 7,0
dengan cuffed
4. Premedikasi : Fentanyl 30mcg
5. Induksi : Propofol 50-50-20 mg
6. Maintenance : O2:Airbar=2L:1L/menit; Isofluran 1-2vol%
7 Pelumpuh otot : Atracurium 20 mg IV, maintenance 10 mg
8. Monitoring : Tanda vital selama operasi tiap 5 menit,
cairan, dan perdarahan
TATALAKSANA ANESTESI
DI RUANG PERSIAPAN

- cek persetujuan operasi


- periksa tanda vital dan keadaan umum
- lama puasa > 6 jam
- cek obat-obat dan alat anestesi
- infus. RL
- pakaian pasien diganti dengan pakaian operasi
- posisi terlentang

 
DI RUANG OPERASI
Jam Tindakan
12.20 Pasien ditidurkan di ruang operasi dengan posisi telentang, manset,
monitor, dan lead EKG dipasang, dilakukan premedikasi fentanyl 30
mcg IV
12.30 Dilakukan induksi propofol 120 mg, kepala diekstensikan, facemask
dipasang dengan O2 6L/mnt. Setelah refleks bulu mata menghilang
masukkan atracurium 20 mg, setelah tenang dilakukan intubasi dengan
ET No. 7,0 dan guedel, balon ET dikembangkan. Setelah terpasang baik
dihubungkan dengan mesin anestesi untuk mengalirkan O2:Airbar
2L:1L/menit
12.35 Anestesi sudah cukup dalam (nafas teratur, pupil terfiksasi sentral dan
midriasis, ambubag terlihat nafas spontan teratur, ahli bedah
dipersilakan memulai operasi, selama operasi dimonitoring tanda vital
dan Sa O2 tiap 5 menit.
12.40 Infus RL habis, diganti RL 500 ml
13.00 Respirasi mulai spontan, masukan Atracurium 10 mg
13.05 Infus RL habis, diganti RL 500 ml
Jam Tindakan
13.10 Respirasi mulai spontan, masukan Atracurium 10 mg
13.20 Respirasi mulai spontan, masukan Atracurium 10 mg

13.30 Respirasi mulai spontan, masukan Atracurium 10 mg

13.40 Respirasi mulai spontan, masukan Atracurium 10 mg


13.50 Infus RL habis, diganti RL 500 ml
13.55 Respirasi mulai spontan, masukan Atracurium 10 mg
14.15 Respirasi mulai spontan, masukan Atracurium 10 mg
14.30 Operasi selesai, alat anestesi dilepas, penderita dipindahkan ke ruang RR
MONITORING
Jam Tensi Nadi Sa02

12.20 102/74 82 100

12.25 111/72 90 100

12.30 107/72 85 100

12.35 104/70 82 100

12.40 101/73 84 100

12.45 90/64 78 100

12.50 100/77 81 100

12.55 111/64 80 100

13.00 127/69 101 100

13.05 110/70 88 100

13.10 107/65 74 100

13.15 103/65 78 100


MONITORING
13.25 112/70 83

13.30 118/71 80

13.35 120/72 78

13.40 113/71 78

13.45 110/71 78

13.50 110/73 79

13.55 115/73 80

14.00 123/82 94

14.05 112/74 87

14.10 111/64 86

14.15 127/69 92

14.20 120/64 90
RUANG PULIH SADAR
 Jam 14.35 : pasien dipindahkan ke ruang pulih sadar
dalam keadaan posisi terlentang, masih terpasang ET
dan Guedel, diberikan O2 2 liter/menit., lendir dihisap
dan tanda–tanda vital dimonitoring tiap 5 menit.
 Jam 14.40 : Pasien sadar penuh dan dilakukan
ekstubasi.
 Jam 14.50 : Skor Aldrette 10, pasien dipindah ke
bangsal.
 Instruksi Pasca Anestesi
 Rawat pasien posisi terlentang, kontrol vital sign. Bila
tensi turun di bawah 90/60 mmHg, infus dipercepat.
 Lain-lain
 Antibiotik dari bagian bedah.
 Analgetik dari bagian bedah.
 Puasa sampai dengan flatus.
 Post operasi cek Hb, bila < 10 mg/dL, transfusi
sampai dengan Hb > 10 mg/dL.
 Kontrol balance cairan.
 Monitor vital sign.
PEMBAHASAN
 SEGI MEDIS
 Adanya kelainan sistemik berupa penyakit hepatitis
dan penyakit sirosis hati yang sedang diderita
penderita dapat mempengaruhi mekanisme
farmakodinamika obat sehingga dapat meningkatkan
toksisitas obat maupun memperburuk keadaan pasien
sehingga pemilihan obat harus dipilih yang
bioavailibilitasnya tidak mempengaruhi sistem
hepatik.
 Meningkatnya laju metabolisme tubuh karena radang,
dimana kebutuhan cairan dapat meningkat, sehingga
pasien dapat mengalami dehidrasi.
 SEGI BEDAH
 Pembedahan yang dilakukan adalah laparotomi
eksplorasi untuk menyingkirkan differential diagnosis
sekaligus mengatasi penyebab.
 Kemungkinan perdarahan durante dan post operasi.
 Iatrogenik (resiko kerusakan organ akibat pembedahan)
 Dalam mengantisipasi hal tersebut, maka perlu
dipersiapkan jenis dan teknik anestesi yang aman
untuk operasi yang lama, juga perlu dipersiapkan
darah untuk mengatasi perdarahan tetapi pada pasien
ini belum diberikan darah.
SEGI ANESTESI
 Pemeriksaan pra anestesi

 Puasa lebih dari 6 jam untuk operasi

 Pemeriksaan laboratorium darah

 Dari hal tersebut diatas permasalahan yang timbul adalah :

 Bagaimana memperbaiki keadaan umum penderita sebelum

dilakukan anestesi dan operasi.


 Macam dan dosis obat anestesi yang bagaimana yang sesuai

dengan keadaan umum penderita.


 Dalam memperbaiki keadaan umum dan mempersiapkan operasi

pada penderita perlu dilakukan:


 Pemasangan infus untuk terapi cairan sejak pasien masuk RS.

 Puasa paling tidak 6 jam untuk mengosongkan lambung,

sehingga bahaya muntah dan aspirasi dapat dihindarkan.


 Jenis anestesi yang dipilih adalah general anestesi karena pada

operasi ini diperlukan hilangnya kesadaran, rasa sakit dan


amnesia.
 Teknik anestesi semi closed inhalasi dengan pemasangan
endotrakheal tube, dan perencanaan ini sudah tepat
karena bila dengan face mask bahaya aspirasi dan
terganggunya jalan nafas lebih besar. Pada kasus ini
dipakai semi closed anestesi karena memiliki beberapa
keuntungan yaitu :
 Konsentrasi inspirasi relatif konstan
 Konservasi panas dan uap
 Menurunkan polusi kamar
 Menurunkan resiko ledakan dengan obat yang mudah
terbakar
 Selama operasi dipasang ET.
 Premedikasi
 Untuk mengurangi rasa sakit pra bedah dan pasca
bedah, mengurangi kebutuhan obat anestesi dan
memudahkan induksi digunakan Fentanyl 30 mcg
I.V.
 Induksi
 Pada kasus ini digunakan Propofol 120 mg, karena
propofol mempunyai efek anestesi yang segera
tercapai efek analgesi yang kuat, akan tetapi efek
hipnotiknya kurang disertai penerimaan keadaan
lingkungan yang salah. Pada kardiovaskular akan
terjadi aktivitas saraf simpatis yang meningkat dan
depresi baroreseptor sehingga tekanan darah akan
naik. Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal.
 Atracrium untuk pemasangan ET, berguna
untuk mengurangi cedera dan untuk
memudahkan tindakan bedah dan ventilasi
kendali. Dipilih preparat ini karena memiliki
keunggulan tidak mempunyai efek kumulasi
pada pemberian berulang dan tidak
menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler
yang bermakna juga karena metabolismenya
terjadi didalam darah (plasma) melalui reaksi
kimia Hoffman dan tidak bergantung pada
fungsi hati dan ginjal.
 Maintenance
 Dipakai 02 dan airbar dengan perbandingan 2 L/mnt :
1 L/mnt dan Isofluran 1-2 vol %
TERAPI CAIRAN
 Defisit cairan karena puasa 6 jam
2 cc x 40 x 6 = 480 cc
 Kebutuhan cairan selama operasi besar =
kebutuhan dasar selama operasi + kebutuhan
operasi besar = (2 cc x 40 kg x 2 jam) + (8cc x 40 kg
x 2 jam) = 160 cc + 640 cc = 800 cc
 Perdarahan yang terjadi =  100 cc
 EBV = 70 cc x 40 kg = 2800 cc
 Jadi kehilangan darah = 100/2800 x 100% = 3,57 %
 Diganti dengan cairan kristaloid 3 x 100 cc = 300
cc
 Kebutuhan cairan total = 480 + 800 + 300 = 1580
cc
 Cairan yang sudah diberikan :
 Pra anestesi : 100 cc
 Saat anestesi : 1500 cc
 Total cairan yang masuk = 1600 cc
 Jumlah cairan ini sudah memenuhi kebutuhan
pasien sebelum dan sesudah operasi.
KESIMPULAN
 Pada makalah ini disajikan kasus pengelolaan anestesi
umum pada operasi laparotomi eksplorasi pada
penderita dewasa perempuan, umur 63 tahun, status
fisik ASA II. Dengan diagnosis periappendicular
infiltrat dengan menggunakan teknik closed anestesi
dengan ET no 7,0.
 Dalam kasus ini selama operasi berlangsung tidak ada
hambatan yang berarti dan segi anestesi maupun dari
tindakan operasinya. Selama di ruangan pemulihan
juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan
serius.
  
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai