Anda di halaman 1dari 30

HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA

A. Sifat Hakikat Manusia

Sifat hakikat manusia menjadi bidang kajian filsafat, khususnya filsafat antrpologi. Hal ini
menjadi keharusan oleh karena pendidikan bukanlah sekedar soal praktek melainkan praktek
yang berlandasan dan bertjuan. Sedangkan landasan dan tujuan pendidikan itu sendiri
sifatnya filosofis normtif. Bersifat filosofis karena untuk mendapatkan landasan yang kukuh
diperluka adanya kajian yang bersfat mendasar,sistematis, dan unipersal dengan cirri hakiki
manusia. Bersfat normative karena pendidikan mempunyai tugas untuk
menumbuhkembangkan sifat hakikat manusia tersebut sebagai sesuatu yang bernilai luhur,
dan hal itu menjadi keharusan

1. Pengertian Sifat Hakikat Manusia

Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipil (jadi
bukan hanya gradual) membedakan manusia dari hewan. Meskipun antara manusia dan
hewan banyak kemiripan terutama jika dilihat dari segi biologisnya.

2. Wujud Sifat Hakikat Manusia

Pada bagian ini akan dipaparkan wujud sifat hakikat manusia (yang tidak dimiliki oleh
hewan) yang dikemukakan oleh paham eksistensialisme, dengan maksud menjadi masukan
dalam membenahi konsep pendidikan yaitu :

a. Kemampuan menyadari diri;


b. Kemampaun bereksitensi;
c. Pemilikan kata hati;
d. Moral;
e. Kemampuan bertanggung jawab;
f. Rasa kebebasan (kemerdekaan)
g. Kesediaan melaksanakan kewajiban dan enyadari hak;
h. Kemampuan menghayati kebahagiaan;
a. Kemampuan Menyadari Diri

Kaum Rasionalis menunjuk kunci perbedaan usia degan hewan pada adanya kemampuan
enyadari diri yang dimiliki oleh manusia. Berkat adnya kemampuan enyadari diriyang
dimiliki leh manusia maka manusia menyadaribahwa dirinya (akunya) memiliki cirri khas
atau karakteristik diri. Hal ini menyebabkan manusia dapat membedakandirinya dengan aku-
aku yang lain (ia, mereka) dan dengan non-aku (lingkungan fisik) di sekitarnya. Bahkan
bukan hanya membedakan, lebih dari itu manusia dapat membuat jarak (distansi) dengan
lingkungannya, baik yang berupa pribadi maupun nonpribadi/benda. Orang laion merupakan
pribadi-pribadi di sekitar, adpun pohon, batu, cuaca dan sebagainya merupakan lingkungan
nonpribadi. Kemampuan membuat jarak dengan lingkungannya berarah ganda, yaitu arah
kluar dan kedalam.

b. Kemampuan Bereksistensi

Dengan kluar dari dirinya, dan dengan membuat jarak antara aku dengan dirinya sebagai
objek, lalu melihat objek itusebagai sesuatu, berarti manusia itu dapat menembus atau
menerobos dan mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya. Kemampuan menerobos
ini bukan saja dalam kaitannya dengan soal ruang, melainkan juga dengan waktu. Dengan
demikian manusia tidak terbelenggu opleh tempat atau ruang ini (di sini) dan waktu ini
(sekarang), tapi dapat menembus ke “sana” dan “kemasa depan” ataupun “masa lampau”.
Kemampuan menempatkan diri dan menerobos inilah yang disebut kemampuan
bereksistensi. Justru karena manusia memiliki kemampuan bereksistensi inilah maka pada
manusia terdapat unsure kebebasan.

c. Kata Hati (Conscience of Man)

Kata hati atau Conscience of Man juga sering disebut dengan istilah hati nurani, lubuk hati,
suara hati, pelita hati dan sebainya. Conscience ialah “pengertian yang ikut serta” atau
“pengertian yang mengikut perbuatan”. Manusia memiliki pengertian yang mjenyertai
tentang apa yang akan, yang sedang, dan yang telah dibuatnya. Dengan sebutan “pelita hati”
atau “hati nurani” menunjukan bahwa kata hati itu adalah kemampuan pada diri manusia
yang member penerangan tentang baik buruknya perbuatan sebagai manusia.
d. Moral

Jika kata arti diartikan sebagai bentuk pengertian yang menyertai perbuatan, maka yang
dimaksud dengan moral (yang sering juga disebut etika) adalah perbuatan itu sendiri. Disini
tampak bahwa masih ada jarak antara katahati dengan moral. Artinya seseorang yang telah
memeilikikata hati yang tajambelum otomatis perbuatannya merupakan realisasi dari kata
hatinya itu. Untuk menjembatani jarak yang mengantarai keduanya masih ad aspek yang
diperlukan yaitu kemauan. Bukankah banyak orang memiliki moral (keberanian berbuat).
Itulah sebabnya maka pendidikan moral juga sering disebut pendidikan kemauan, yang oleh
M.J Langeveld dinamakan De opvoedeling omzichzelfs wil.

e. Tanggung Jawab

Ksediaan untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang menurut jawab, merupakan
pertanda darisifat orng yang bertanggung jawab kepada diri sendiri, tanggung jawab kepada
masyarakat, dan tanggung jawab kepada Tuahan. Tanggung jawab kepada diri sendiri berarti
menanggung tuntunan kata hati, misalnya dalam bentuk penyesalan yang mendalam.
Bertanggung jawab kepada masyarakat berarti menanggung tuntunan norma-norma social.
Bentuk tuntunannya berupa sanksi-sanksi social seperti cemohan masyarakat, hukuman
penjara, dan lain-lain. Bertanggung jawab kepada tuhan berartimenanggung tuntunan norma-
norma agama, misalnya perasaan, berdosa dan terkutuk.

f. Rasa Kebebasan

Merdeka adalah rasa bebas (tidak merasa terikat oleh sesuatu), tetapi sesuai dengan
tuntunankodrat manusia. Dalam pernyatan ini ad dua hal yang kliatannya saling bertentangan
yaitu “rasa bbebas” dan “sesuai dengan tuntunan kodrat manusia” yang berarti ad ikatan.

Kemerdekaan dalam arti yang sebenarnya memang berlangsung dalam keterikatan. Artinya,
bebas berbuat sepanjang tidak bertentangan dengan tuntuan kodrat manusia. Orng hanya
mungkin merasakan adanya kebebasan batin apbila ikatan-ikatan yang ad telah menyatu
dengan dirinya, dan menjiwai segenap perbuatanya. Dengan kata lain ikatan luar (yang
membelenggu) telah berubah menjadi ikatan dalam ( yang menggerakan). Pernyataan
tersebut menujukan bahwa merdeka tidak sama dengan berbuat bebas tanpa ikatan. Perbuatan
bebas membabi buta tanpa memperhatikan petunjuk kata hati, sebenarnya hanya merupakan
kebebasan semu. Sebab karena hanya kelihatan bebas, tetapi sebenarnya justru tidak bebas,
karena perbuatan seperti itu segera disusul dengan sanksi-sanksinya.

g. Kewajiban dan Hak

Kewajiban dan hak adalah dua macam gejalah yang timbulsebagai manifestasi dari manusia
sebagai mahluk social. Yang satu ada hanya oleh karena adanya yang lain. Tak ada hak dan
kewajiban. Jika seseorang mempunyai han untuk menuntut sesuatu tentu ada pihak lain yang
berkewajiban untuk memenuhi hak tersebut(yang pada saat itu belum dipenuhi). Artinya
meskipun hak tentang sesuatu itu ad, belum tenmtu seseorang mengetahuinya (misalnya hak
memperoleh perlindungan hokum). Dan meskipun sudah diketahui, belum tentu orang mau
mempergunakannya (misalnya hak cuti tahunan). Namun terlepas dari persoalan apakah hak
itu diketahui atau tidak, di balik itu tetap ad pihak yang berkewajiban untuk bersiap sedia
untuk memenuhinya.

h. Kemampuan Mengahayati Kebahagiaan

Kebahagiaan adalah suatu istilah yang lahir dalam kehidupan manusia. Penghayatan hidup
yang disebut “kebahagiaan” ini meskipun tidak mudah untuk dijabarkan tetapi tidak sulit
untuk dirasakan. Dapat diduga, bahwa hamper setiap orang pernah mengalami rasa bahagia.
Untu menjabarkan arti istila kebahagiaan sehingga cukup jelas dipahami serta memuaskan
semua pihaksesungguhnya tidak mudah. Ambillah missal tentang sebutan : senang, gembira,
bahagia, dan sejumlah istilah lain yang mirip dengan itu. Sebagian orang mungkin
menganggap bahwa sesorang yang sedang mengalami rasa senang atau gembira itulah
sedang mengalami kebahagiaan.

B. Dimensi-Dimensi Hakikat Manusia serta Potensi, Keunikan, dan Dinamikanya

Pada butir A telah diuraikan tentang sifat hakikat manusia. Pada bagian inisifat hakikat
tersebut akan dibahas lagi dimensi-dimensinya atau ditilik dari sisi lain. Akan ada 4 macam
dimensi yang akan dibahas, yaitu:

1. Dimensi Keindividualan
2. Dimensi Kesosialan
3. Dimensi Kesusilaan
4. Dimensi Keberagamaan

1. Dimensi Keindividualan

Lysen mengartikan individu sebagai”orng seorang”, sesuatu yang merupakan suatu keutuhan
yang tidak dapat dibagi-bagi (in devide). Selanjutnya individu diartikan sebagai pribadi.
(lysen, individu dan masyarakat: 4). Setiap anak manusia yang dilahirkantelah dikarunia
potensi untuk menjadi berbeda dari yang lain, atau menjadi (seperti) dirinya sendiri. Tidak
ada diri individu yang identik di muka bumi.

2. Dimensi Kesosialan

Setiap bayi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas. Demikian kata M.J Langeveld (M.J
Langeveld, 1955: 54). Pernyataan tersebut diartikan bahwa setiap anak dikarunia benih
kemungkinan untuk bergaul. Artinya, setiap orang bias saling berkomuniukasi yang pada
hakikatnya didalamnya terkandung unsure salingh member dan menerima. Bahkan menurut
Langeveld, adanya kesediaan untuk saling member dan saling menerima itu dipandang
sebagai kunci sukses pergaulan. Adanya dorongan untuk menerima dan member itu sudah
menggejala mulai pada masa bayi. Seorang bayi sudah dapat menyambut atau menerima
belaian ibunya dengan rasa senang. Kemudian sebagai balasan ia dapat memberikan
senyuman, khususnya pada ibunya. Kelak jika sudah dewasa dan menduduki status atau
pekerjaan tertentu, dorongan menerima dan member itu berubah menjadi kesadaran akan hak
yang harus diterima dan kewjiban yang harus dilaksanakan untuk kepentingan pihak lain
sebagai realisasi dari member.

3. Dimensi Kesusilaan

Susila berasal dari kata su dan sila artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akn tetapi, didalam
kehidupan masyarakat orang tidak cukup hanya berbuat yang pantas jika didalamyang pantas
atau sopan itu misalnya terkiandung kejahatan terselubung. Karena itu maka pengetian susila
berkembang sehinggaa memiliki perluasan arti menjadi kebaikan yang lebih. Dalam bahasa
ilmia sering digunakan dua mascam istilah yang mempunyai konotasi berbeda yaitu etiket
(persoalan kepantasan dan kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan)

4. Dimensi Keberagamaan

Pada hakikatnya manusia adalah mahluk religious. Sejak dahulu kala, sebelum manusia
mengenal agama mereka telah percaya bahwa diluar alam yang dapat dijangkau dengan
perantaraan alat indranya, diyakinin akan adanya supranatural yang menguasai hidup alam
semesta ini. Untuk dapat berkomunikasi dan mendekatkan diri kepada kekuatan tersebut
diciptakanlah mitos-mitos. Misalnya untuk meminta sesuatudari kekuatan-kekuatan tersebut
dilakukan bermacam-macam upacara, menyediakan sesajen-sesajen, dan memberikan
korban-korban.

C. Pengembangan Hakikat Dimensi Manusi

Seperti berulang kali dikatakan, sasaran pendidikan adalah manusia sehingga dengan
sendirinya pengembangan dimensi hakikat manusia menjadi tugas pendidikan.

Sehungan itu ada dua kemungkinan yang bias terjadi, yaitu:

1. Pengembangan yang utuh, dan


2. Pengembangan yang tidak utuh

1. Pengembangan yang utuh

Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua factor, yaitu
kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas pendidikan yang
disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangan. Meskipun ad
tendensipandangan modern yang cenbderung memberikan tekanan lebih pada pengaruh
factor lingkungan. Optimisme ini timbul berkat pengaruh perkembangan iptek yang sangat
pesat yang memberikan dampak kepada peningkatan perekayasaan pendidikan melalui
teknologi pendidikan.
2. Pengembangan Yang Tidak utuh

Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi didalam prose
pengembangan jika ada unsur dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk ditangani,
misalnya dimensi kesosialan didominasi oleh pengembagan dimensi keindividualan ataupun
domain efektif didominasi olehpengembangan dominan kognitif. Demikian pula secara
vertical ada domain tingkah laku yang terabaikan penanganannya.

D. Sosok Manusia Indonesia Seutuhnya

Pengertian manusia utuh sudah digambarkan pada butir C.1. sosok manusia Indonesia
seutuhnya telah dirumuskan didalam GBHN mengenai arah pembangunan jangkah panjang.
Di nyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan didalam rangkah pembanguanan
manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia. Hal ini berarti
bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar kemajuan lahiria, seperti pangan, sandang,
perumahan, kesehatan, ataupun kepuasanbatinia seperti pendidikan, rasa aman, bebas
mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab, atau rasa keadilan, melainkan keselarasan,
keserasian dan keseimbangan antara keduanya sekaligus batinia.
PENGERTIAN DAN UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN

A. Pengertian Pendidikan
1. Batasan Tentang Pendidikan

Pendidikan, seperti sifat sasarannyan yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya
yang kompleks itu, maka tidak sebuah batasan yang cukup memadai untuk menjelaskan arti
pendidikan secara lengkap. Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka
ragam, dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lain.. perbedaan tersbut mungkin
karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan atau karena
falsafah yang melandasinya.

a. Pendidikan sebagai Proses Transformasi Budaya

Sebagai proses transfortasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya
dari satugenerasi kegenerasi yang lain. Seperti bayi lahir sudah berada di suatu lingkungan
budaya tertentu. Didalam lingkungan masyarakat dimana seorang bayi dilahirkan telah
terdapat kebiasaan-kebiasaan tertentu, larangan-larangan dan anjuran, dan ajakan
tertentuseperti dikehendaki oleh masyarakat. Hal-hal tersebut mengenai banyak hal seperi
bahasa, cara menerima tamu, makanan, istrahat, bekerja, perkawinan, bnercocok tanam dan
seterusnya.

b. Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi

Sebagi proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai msuatu keigiatan yang
sistematis dan sisitemik terarah kepada terbentuknyakepribadian peserta didik.

Sistematis oleh karena proses pendidikan berlangsung melalui tahap-tahap bersinambungan


(prosedural) dan sistematik oleh karena berlangsung dalam semua sitasi kondisi, di smua
lingkungan yang saling mengisi (lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat)

c. Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Warga Negara

Pendidikan sebagai penyiapan waraga Negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang
terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga Negara yang baik. Tentu saja
waega yang baik di sini bersifat relative, tergantuntg kepada tujuan nasional dari masing-
masing bangsa, oleh karena masing-masing bangsa nmempunyai falsafah hidup yang
berbeda-beda.

Bagi kita warga Negara yang baik diartikan selaku pribadi yang tahu hak dan kewajiban
sebagi warga Negara, hal ini ditetapkan dalam undang-undang dasar 1945 pasal 27 yang
menyatakan bahwasegala warga Negara bersamaan kedudukanya didalam hokum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hokum dan pemerintahan itu dengan tak ad kecualinya.

d. Pendidikan sebagaiPenyiapan Tenaga Kerja

Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing pesrta
didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekeja. Pembekalan dasar berupa pembentukan
sikap, pengetahuan, dan ‘keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting dari
pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhajn pokok dalam kehidupan manusia. Bekerja
menjadi penumpang hidup seseorng dan keluarga sehingga tidak tergantungdan menggangu
orng lain. Melalaui kegiatan bekerja seseorang mendapat kepuasan bukan saja karena merima
imbalan melainkan juga karena seseorang dapat memberikan sesuatu kepada orng lain ( jasa
ataupun benda), bergaul, berkreasi, dan bersibuk diri. Kebenaran hal tersebut menjadi jelas
bila kita melihat hal yang sebaliknya, yaitu menganggur adalah musuh kehidupan.

e. Defenisi Pendidikan Menurut GBHN

GBHN 1988 BP 7 Pusat, 1990: 105) memberikan batasan tentang pendidikan nasional yang
berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pancasila serta Undang-Undang
dasar 1945 diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa,
mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, dan mandiri sehingga membangun dirinya dan
masyarakat sekelilingnya serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan
bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

2. Tujuan dan Proses Pendidikan


a. Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar
dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi yaitu
memberikan arh kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan suatu yang ingtin di
capai oleh segenap kegiatan pendidikan.

Tujuan pendidikan bersifat abstrak karena memuat nilai-nilai yang sifatnya abstrak.
Tujuan demikian bersifat umum, ideal, dan kandungannya sangat luas sehingga sangat
sulit untuk dilaksanakan didalam praktek. Sedangakan pendidikan harus berupa tidakan
yang ditujukan kepada peserta didik dalam kondisi tertentu, tempat tertentu, dan waktu
tertentu dengan menggunakan alat tertentu.
LANDASAN DAN ASAS-ASAS PENDIDIKAN SERTA PENERAPANNYA

A. Landasan Pendidikan

Pendidikan adalah suatu yang universal dan berlangsung terus tak terputus dari generasi ke
generasi dimana pun di dunia ini. Upaya memanusiakan manusia melalui pendidikan itu
diselenggarakan sesuai dengan pandangan hidup dan dalam latar social-kebudayaan setiap
masyarakat tertentu. Oleh kerena itu, meskipun pendidikan itu universal, namun terjadi
perbedaan-perbedaan tertentu sesuai dengan pandangan hidup dan latar sosiokultural tersebut.
Dengan kata lain, pendidikan diselenggarakan berlandaskan filsafat hidup serta berlandaskan
sosiokultural setiap masyarakat, termasuk di Indonesia. Kajian ketiga landasan itu (filosofis,
sosiologis, dan kultural) akan membekali setiap tenaga kependidikan dengan wawasan dan
pengetahuan yang tepat tentang bidang tugasnya.

1. Landasan filosofis

Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat
pendidikan itu, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok. Landasan filosofis adalah
landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat. Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa
Yunani, philein berarti mencintai, dan sophos atau sophis berarti hikma, arif, atau bijaksana.

Terdapat kaitan yang erat antara pendidikan dan filsafat kerena filsafat mencoba
merumuskan citra tentang manusia dan masyarakat, sedangkan pendidikan berusaha
mewujudkan citra itu. Filsafat pendidikan berupaya menjawab secara kritis dan mendasar
berbagai pernyataan pokok sekitar pokok pendidikan, seperti apa, mengapa, kemana, bagaimana
dan sebagainya dari pendidikan itu. Berbagai pandangan filosofis tentang manusia dan aliran
dunianya yang dikemukakan oleh berbagai aliran dalam filsafat ternyata sangat bervariasi,
bahkan kadang-kadang bertentangan. Berikut aliran-aliran filsafat:

- Esensialisme
- Esensialisme merupakan mazhab filsafat pendidikan yang menerapkan prinsip idealisme
dan realisme secara eklekis. Berdasarkan eklektisisme tersabut maka esensialisme
tersebut menitikberatkan penerapan prinsip idealisme atau realisme dengan tidak
meleburkan prisip-prinsipnya.

- Peranialisme
Ada persamaan antara peranialisme dan esensialisme, yakni keduanya membela
kurikulum tradisional yang berpusat pada mata pelajaran yang pokok-pokok (subjek
centered). Perbedaannya, ialah peranialisme menekankan keabadian teori kehikmatan,
yaitu pengetahuan, yang benar, keindahan, dan kecintaan kepada kebaikan. Oleh karena
itu, dinamakan peranialisme karena kurikulumnya berisi materi yang konstan atau
perenial.

- Pragmatisme dan Progresivisme


Progresivisme atau gerakan pendidikan progresif mengembangkan teori pendidikan yang
mendasarkan diri pada beberapa prinsip, anatara lain sebagai berikut:
 Anak harus bebas untuk berkembang secara wajar
 Pengalaman langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang minat belajar
 Guru harus menjadi seorang peneliti dan pembimbing kegiatan belajar
 Sekolah progresif harus merupakan satu laboratorium untuk melakukan reformasi
pedagogis dan eksperimentasi

- Rekonstruksionalisme
Mazhab rekonstruksionalisme adalah suatu kelanjutan yang logis dari cara
berpikir progresif dalam pendidikan. Individu tidak hanya belajar tentang pengalaman-
pengalaman kemasyarakatan masa kini di sekolah, tetapi haruslah memelopori
masyarakat kea rah masyarakat baru yang diinginkan. Dengan demikian, tidak setiap
individu dan kelompok akan memecahkan masalah kemasyarakatan secara sendiri-sendiri
sebagai ekses progresivisme.

2. Landasan Sosiologis
a. Pengertian tentang Landasan Sosiologis
Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antar dua individu, bahkan
dua generasi, yang memungkinkan generasi muda memperkembangkan diri. Kegiatan
pendidikan yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang dengan sengaja dibentuk oleh
masyarakat. Perhatian sosiologi pada kegiatan pendidikan semakin intensif.
b. Masyarakat Indonesia sebagai Landasan Sosiologis Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas)
Masyarakat mencakup sekelompok orang yang berinteraksi antarsesamanya,
saling tergantung dan terikat oleh nilai dan norma yang dipatuhi bersama, serta pada
umumnya bertempat tinggal di wilayah tertentu dan adakalanya mereka mempunyai
hubungan darah atau memiliki kepentingan bersama.

3. Landasan Kultural

Kebudayaan sebagai gagasan dan karya manusia beserta hasil budi dan karya itu kan selalu
terkait dengan pendidikan, utamanya belajar. Seperti diketahui, pendidikan di Indonesia tidak
memihak salah satu kutub pendapat tersebut, akan tetapi mengutamakan keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan antara aspek pelestarian nilai-nilai luhur sosial-kebudayaan dan
aspek pengembangan agar tetap jaya. Hal itu semakin penting apabila diingat bahwa kemajuan
teknologi komunikasi telah menyebabkan datangnya pengaruh kebudayaan dari luar semakin
deras.

4. Landasan Psikologis

Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologis


merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang pendidikan. Pada umunya landasan
psikologis dari pendidikan tersebut terutama tertuju pada pemahaman manusia, khususnya
tentang proses perkembangan dan proses belajar. Pemahaman peserta didik, utamanya yang
berkaitan dengan aspek kejiwaan, merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh
karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang
pendidikan, umpam pengetahuan tentanga aspek-aspek pribadi, urutan dan cirri-ciri pertumbuhan
setiap aspek, dan konsep tentang cara-cara paling tepat untuk mengembangjannya. Untuk
maksud itu psikologis menyediakan sejumlah informasi tentang kehidupan aspek pribadi.
Individu memiliki bakat, kemampuan, minat, kekuatan serta tempo, dan irama perkembangan
yang berbeda satu dengan yang lain.

5. Landasan Ilmiah dan Teknologis

Pendidikan serta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) mempunyai kaitan yang sangat erat.
Seperti kiota ketahui, iptek menjadi bagian utama dalam isi pengajaran; dengan kata lain,
pendidikan berperan sangat penting dalam pewarisan dan pengembangan iptek. Iptek merupakan
salah satu hasil dari usaha manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, yang telah
dimulai pada permulaan kehidupan manusia.

B. Asas-Asas Pokok Pendidikan

Asas-asas pendidikan merupakan suatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir,
baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan.

1) Asas Tut Wuri Handayani

Asas tut wuri handayani, yang kini menjadi semboyan Depdikbud, pada awalnya merupakan
salah satu dari “Asas 1992” yakni tujuh buah asas dari Perguruan Nasional Taman Siswa
(didirikan 3 Juli 1992). Sebagai asas pertama, tut wuri handayani merupakan inti dari Sistem
Among dari perguruan tinggi itu. Asas ataupun semboyan tut wuri handayani yang
dikumandangkan oleh Ki Hadjar Dewantara itu mendapat tanggapan positif dari Drs. R.M.P.
Sostrokartono (filsuf dan ahli bahasa) dengan menambahkan dua semboyan untuk
melengkapinya, yakni Ing ngarsa sung tulada (jika di depan, menjadi contoh), Ing madya
mangun karsa (jika di tengah-tengah, membangkitkan kehendak, hasrat atau motivasi).
Sedangkan tut wuri handayani ialah jika di belakang, mengikuti dengan awas.

2) Asas Belajar Sepanjang Hayat


Asas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari sisi lain
terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Kemampuan dan kemauan
menggunakan sumber-sumber belajar yang tersedian itu akan memberi peluang terwujudnya
belajar sepanjang hayat. Dan masyarakat yang mempunyai warga belajar sepanjang hayat
akan menjadi suatu masyarakat yang gemar belajar.

3) Asas Kemandirian dalam Belajar

Baik asas tut wuri handayani maupun belajar sepenjang hayat secari langsung erat kaitannya
dengan asas kemandirian dalam belajar. Asas tut wuri handayani pada prinsipnya bertolak
dari asumsi kemampuan siswa untuk mandiri, termasuk mandiri dlam belajar.
ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan memiliki nuansa berbeda antara
suatu daerah dengan daerah lain, sehingga banyak bermunculan pemikiran-pemikiran yang
dianggap sebagai penyesuaian proses pendidikan dengan kebutuhan yang diperlukan. Karenanya
banyak teori yang dikemukakan pada pemikir yang bermuara pada munculnya berbagai aliran
pendidikan.
Aliran-aliran pendidikan telah dimaulai sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok
manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan pendidikan
yang lebih baik dari orang tuanya. Di dalm kepustakaan tentang aliran-aliran pendidikan,
pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah dimulai dari zaman Yunani kuno sampai kini.
Oleh karena itu bahasan tersebut hanya dibatasi pada beberapa rumpun aliran klasik,
pengaruhnya sampai saat ini dan dua tonggak penting pendidikan di Indonesia.

A. ALIRAN KLASIK DAN GERAKAN BARU DALAM PENDIDIKAN

Aliran-aliran klasik yang dimaksud adalah aliran empirisme, nativisme, naturalisme, dan
konvergensi. Sampai saat ini aliran aliran tersebut masih sering digunakan walaupun
pengembangan-pengembangan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.

1. Aliran-aliran klasik dalam pendidikan dan pengaruhnya terhadap pemikiran pendidikan di


indonesia.

a. ESENSIALISME

Esensialisme adalah pendidikan yang di dasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada
sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-
ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam
memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka
untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme
memandang bahwapendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan
lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini
bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak
melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing. Dengan demikian Renaissance
adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebutesensialisme, karena itu
timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern.
Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan
dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai
manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman.

Tokoh-tokoh Esensialisme

1) Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831)

Georg Wilhelm Friedrich HegelHegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan
dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual.

2) George Santayana

George Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesa
dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena
minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu.

Pandangan Esensialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan


Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan
menitik beratkan pada aku. Menurut idealisme, bila seorang itu belajar pada taraf permulaan
adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif. Dari
mikrokosmos menuju ke makrokosmos. belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang
berkembang pada sendirinya sebagai substansi spiritual. Jiwa membina dan menciptakan diri
sendiri. Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada
landasan idiil dan organisasi yang kuat

b. PROGRESIVISME

Progresivisme adalah suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini
berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa
mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang
muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, William O. Stanley, Ernest Bayley,
Lawrence B. Thomas dan Frederick C. Neff. Progravisme mempunyai konsep yang didasari oleh
pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang
wajar dan dapat menghadapi dan mengatasi maslah-masalah yang bersifat menekan atau
mengancam adanya manusia itu sendiri (Barnadib, 1994:28).

Oleh karena kemajuan atau progres ini menjadi suatu statemen progrevisme, maka beberapa ilmu
pengetahuan yang mampu menumbuhkan kemajuan dipandang merupakan bagian utama dari
kebudayaan yang meliputi ilmu-ilmu hayat, antropologi, psikologi dan ilmu alam. Progresivisme
berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat
dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis.
Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman
baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi
untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah
kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan
kebutuhan. Progresvisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi
penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar “naturalistik”, hasil belajar “dunia nyata”
dan juga pengalaman teman sebaya.

Aliran progesivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia pendidikan saat ini. Aliran
ini telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik
diberikan kebaikan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan
kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang
lain (Ali, 1990: 146). Oleh karena itu, filsafat progesivisme tidak menyetujui pendidikan yang
otoriter. John Dewey memandang bahwa pendidikan sebagai proses dan sosialisasi (Suwarno,
1992: 62-63). Maksudnya sebagai proses pertumbuhan anak didik dapat mengambil kejadian-
kejadian dari pengalaman lingkungan sekitarnya. Maka dari itu, dinding pemisah antara sekolah
dan masyarakat perlu dihapuskan, sebab belajar yang baik tidak cukup di sekolah saja.
Dengan demikian, sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi pendidikannya berintegrasi dengan
lingkungan sekitar. Karena sekolah adalah bagian dari masyarakat. Dan untuk itu, sekolah harus
dapat mengupyakan pelestarian karakteristik atau kekhasan lingkungan sekolah sekitar atau daerah
di mana sekolah itu berada. Untuk dapat melestarikan usaha ini, sekolah harus menyajikan
program pendidikan yang dapat memberikan wawasan kepada anak didik tentang apa yang
menjadi karakteristik atau kekhususan daerah itu. Untuk itulah, fisafat progesivisme menghendaki
sis pendidikan dengan bentuk belajar “sekolah sambil berbuat” atau learning by doing (Zuhairini,
1991)

Dengan kata lain akal dan kecerdasan anak didik harus dikembangkan dengan baik. Perlu diketahui
pula bahwa sekolah tidak hanya berfungsi sebagai pemindahan pengetahuan (transfer of
knowledge), melainkan juga berfungsi sebagai pemindahan nilai-nilai (transfer of value), sehingga
anak menjadi terampildan berintelektual baik secara fisik maupun psikis. Untuk itulah sekat antara
sekolah dengan masyarakat harus dihilangkan.

Tokoh-tokoh Progresivisme
1. William James (11 Januari 1842 – 26 Agustus 1910)
James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi organik, harus
mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup. Dan dia menegaskan agar fungsi otak
atau pikiran itu dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam.
Jadi James menolong untuk membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis, dan
menempatkannya diatas dasar ilmu perilaku.

2. John Dewey (1859 – 1952)

Teori Dewey tentang sekolah adalah “Progressivism” yang lebih menekankan pada anak didik
danminatnya daripada mata pelajarannya sendiri. Maka muncullah “Child Centered Curiculum”,
dan “Child Centered School”. Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding masa
depanyang belum jelas

3. Hans Vaihinger (1852 – 1933)

Hans VaihingerMenurutnya tahu itu hanya mempunyai arti praktis. Persesuaian dengan
obyeknya tidak mungkin dibuktikan; satu-satunya ukuran bagi berpikir ialah gunanya (dalam
bahasa Yunani Pragma) untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia. Segala pengertian itu
sebenarnya buatan semata-mata; jika pengertian itu berguna. untuk menguasai dunia, bolehlah
dianggap benar, asal orang tahu saja bahwa kebenaran ini tidak lain kecuali kekeliruan yang
berguna saja.

Pandangan Progesivisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan Anak didik diberikan


kebebasan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan
yang terpendam dalam dirinya, tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain, Oleh
karena itu filsafat progressivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. Sebab, pendidikan
otoriter akan mematikan tunas-tunas para pelajar untuk hidup sebagai pribadi-pribadi yang
gembira menghadapi pelajaran. Dan sekaligus mematikan daya kreasi baik secara fisik maupun
psikis anak didik. filsafat progresivisme menghendaki jenis kurikulum yang bersifat luwes
(fleksibel) dan terbuka. Jadi kurikulum itu bisa diubah dan dibentuk sesuai dengan
zamannya.Sifat kurikulumnya adalah kurikulum yang dapat direvisi dan jenisnya yang memadai,
yaitu yang bersifat eksperimental atau tipe Core Curriculum. Kurikulum dipusatkan pada
pengalaman atau kurikulum eksperimental didasarkan atas manusia dalam hidupnya selalu
berinteraksi didalam lingkungan yang komplek. Progresivisme tidak menghendaki adanya mata
pelajaran yang diberikan terpisah, melainkan harus terintegrasi dalam unit. Dengan demikian
core curriculum mengandung ciri-ciri integrated curriculum, metode yang diutamakan yaitu
problem solving. Dengan adanya mata pelajaran yang terintegrasi dalam unit, diharapkan anak
dapat berkembang secara fisik maupun psikis dan dapat menjangkau aspek kognitif, afektif,
maupun psikomotor.

c. Aliran Perenialisme

Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh.
Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal atau selalu. Perenialisme lahir
sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme menentang pandangan
progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Jalan yang ditempuh oleh
kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang, dengan menggunakan kembali nilai
nilai atauprinsip prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat, kukuh pada
zaman kuno dan abad pertengahan.

Pandangan perenialisme tentang pendidikan Kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia
yang tidak menentu dan penuh kekacauan sertamambahayakan tidak ada satu pun yang lebih
bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik.
Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus
lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya padakebudayaan ideal yang telah teruji dan
tangguh. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan
keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal. Beberapa pandangan tokoh
perenialisme terhadap pendidikan:
1. Plato. Tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin yang sadar akan asas normative
dan melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan. Program pendidikan yang ideal harus
didasarkan atas paham adanya nafsu, kemauan, dan akal.

2. Aristoteles. Ia menganggap penting pembentukan kebiasaan pada tingkat pendidikan usia


muda dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral. Perkemhangan budi merupakan titik
pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya.

3. Thomas Aquinas. Thomas berpendapat pendidikan adalah menuntun kemampuan-


kemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata tergantung pada kesadaran tiap-tiap
individu. Seorang guru bertugad untuk menolong membangkitkan potensi yang masih
tersembunyi dari anak agar menjadi aktif dan nyataPendidikan adalah menuntun kemampuan-
kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau nyata.

d. Aliran Rekonstruksionisme

Kata Rekonstruksionisme bersal dari bahasa Inggris reconstruct, yang berarti menyusun kembali.
Dalam konteks filsafat pendidikan, rekonstruksionisme merupakan suatu aliran yang berusaha
merombak tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme
pada prinsipnya sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu berawal dari krisis kebudayaan
modern. Menurut Muhammad Noor Syam (1985: 340), kedua aliran tersebut memandang bahwa
keadaan sekarang merupakan zaman yang mempumyai kebudayaan yang terganggu oleh
kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran.

Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas


semua umat manusia. Karenanya, pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat
melalui pendidikan yang tepat akan membina kembali manusia dengan nilai dan norma yang
benar pula demi generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan
umat manusia. Di samping itu, aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa
merupakan suatu dunia yang diatur dan diperintah oleh rakyat secara demokratis, bukan dunia
yang dikuasai oleh golongan tertentu. Cita-cita demokrasi yang sesungguhnya tidak hanya teori,
tetapi mesti diwujudkan menjadi kenyataan, sehingga mampu meningkatkan kualitas kesehatan,
kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit,,
keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.

e. Aliran Empirisme

Tokoh aliran Empirisme adalah John Lock, filosof Inggris yang hidup pada tahun 1632-1704.
Teorinya dikenal dengan Tabulae rasae (meja lilin), yang menyebutkan bahwa anak yang lahir ke
dunia seperti kertas putih yang bersih. Kertas putih akan mempunyai corak dan tulisan yang
digores oleh lingkungan. Faktor bawaan dari orangtua (faktor keturunan) tidak dipentingkan.
Pengalaman diperoleh anak melalui hubungan dengan lingkungan (sosial, alam, dan budaya).
Pengaruh empiris yang diperoleh dari lingkungan berpengaruh besar terhadap perkembangan
anak. Menurut aliran ini, pendidik sebagai faktor luar memegang peranan sangat penting, sebab
pendidik menyediakan lingkungan pendidikan bagi anak, dan anak akan menerima pendidikan
sebagai pengalaman. Pengalaman tersebut akan membentuk tingkah laku, sikap, serta watak anak
sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. Misalnya: Suatu keluarga yang kaya raya
ingin memaksa anaknya menjadi pelukis. Segala alat diberikan dan pendidik ahli didatangkan.
Akan tetapi gagal, karena bakat melukis pada anak itu tidak ada. Akibatnya dalam diri anak
terjadi konflik, pendidikan mengalami kesukaran dan hasilnya tidak optimal. Contoh lain, ketika
dua anak kembar sejak lahir dipisahkan dan dibesarkan di lingkungan yang berbeda. Satu dari
mereka dididik di desa oleh keluarga petani golongan miskin, yang satu dididik di lingkungan
keluarga kaya yang hidup di kota dan disekolahkan di sekolah modern. Ternyata
pertumbuhannya tidak sama. Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman.
Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal, ada anak
yang berbakat dan berhasil meskipun lingkungan tidak mendukung.

f. Aliran Nativisme
Tokoh aliran Nativisme adalah Schopenhauer. la adalah filosof Jerman yang hidup pada tahun
1788-1880. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor
bawaan sejak lahir. Faktor lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan
perkembangan anak. Oleh karena itu, hasil pendidikan ditentukan oleh bakat yang di¬bawa sejak
lahir. Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu
sendiri. Nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia akan menjadi jahat,
dan sebaliknya jika anak memiliki bakat baik, ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak
sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.

Pandangan itu tidak menyimpang dari kenyataan. Misalnya, anak mirip orangtuanya secara fisik
dan akan mewarisi sifat dan bakat orangtua. Prinsipnya, pandangan Nativisme adalah pengakuan
tentang adanya daya asli yang telah terbentuk sejak manusia lahir ke dunia, yaitu daya-daya
psikologis dan fisiologis yang bersifatherediter, serta kemampuan dasar lainnya yang
kapasitasnya berbeda dalam diri tiap manusia. Ada yang tumbuh dan berkembang sampai pada
titik maksimal kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada titik tertentu. Misalnya,
seorang anak yang berasal dari orangtua yang ahli seni musik, akan berkembang menjadi
seniman musik yang mungkin melebihi ke-mampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai
pada setengah kemampuan orangtuanya. Coba simak cerita tentang anak manusia yang hidup di
bawah asuhan serigala. la bernama Robinson Crussoe. Crussoe sejak bayi hidup di tengah hutan
rimba belantara yang ganas. la tetap hidup dan berkembang atas bantuan air susu serigala sebagai
induknya. Serigala itu memberi Crussoe makanan sesuai selera serigala sampai dewasa.
Akhirnya, Crussoe mempunyai gaya hidup, bicara, ungkapan bahasa, dan watak seperti serigala,
padahal dia adalah anak manusia. Kenyataan ini pun membantah teori Nativisme, sebab
gambaran dalam cerita Robinson Crussoe itu telah membuktikan bahwa lingkungan dan didikan
membawa pengaruh besar terhadap perkembangan anak.

g. Aliran Naturalisme

Tokoh aliran ini adalah J.J. Rousseau. la adalah filosof Prancis yang hidup tahun 1712-1778.
Natu¬ralisme mempunyai pandangan bahwa setiap anak yang lahir di dunia mempunyai
pembawaan baik, namun pembawaan tersebut akan menjadi rusak karena pengaruh lingkungan,
sehingga aliran Naturalisme sering disebut Negativisme.
h. Aliran Konvergensi

Tokoh aliran Konvergensi adalah William Stem. la seorang tokoh pendidikan Jerman yang hidup
tahun 1871-1939. Aliran Konvergensi merupakan kompromi atau kombinasi dari aliran
Nativisme dan Empirisme. Aliran ini berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini telah memiliki
bakat baik dan buruk, sedangkan perkembangan anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh
lingkungan. Jadi, faktor pembawaan dan lingkungan sama-sama berperan penting. Anak yang
mempunyai pembawaan baik dan didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik akan menjadi
semakin baik. Sedangkan bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik
tanpa dukungan lingkungan yang sesuai bagi perkembangan bakat itu sendiri. Sebaliknya,
lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak secara optimal jika tidak
didukung oleh bakat baik yang dibawa anak. Dengan demikian, aliran Konvergensi menganggap
bahwa pendidikan sangat bergantung pada faktor pembawaan atau bakat dan lingkungan. Hanya
saja, William Stem tidak menerangkan seberapa besar perbandingan pengaruh kedua faktor
tersebut. Sampai sekarang pengaruh dari kedua faktor tersebut belum bisa ditetapkan.

i. Aliran Konstruktivisme

Gagasan pokok aliran ini diawali oleh Giambatista Vico, seorang epistemolog Italia. la
dipandang sebagai cikal-bakal lahirnya Konstruksionisme. la mengatakan bahwa Tuhan adalah
pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan (Paul Suparno, 1997: 24). Mengerti
berarti mengetahui sesuatu jika ia mengetahui. Hanya Tuhan yang dapat mengetahui segala
sesuatu karena dia pencipta segala sesuatu itu. Manusia hanya dapat mengetahui sesuatu yang
dikonstruksikan Tuhan. Bagi Vico, pengetahuan dapat menunjuk pada struktur konsep yang
dibentuk. Pengetahuan tidak bisa lepas dari subjek yang mengetahui. Aliran ini dikembangkan
oleh Jean Piaget. Melalui teori perkembangan kognitif, Piaget mengemukakan bahwa
pengetahuan merupakan interaksi kontinu antara individu satu dengan lingkungannya. Artinya,
pengetahuan merupakan suatu proses, bukan suatu barang. Menurut Piaget, mengerti adalah
proses adaptasi intelektual antara pengalaman dan ide baru dengan pengetahuan yang telah
dimilikinya, sehingga dapat terbentuk pengertian baru (Paul Supamo, 1997: 33). Piaget juga
berpendapat bahwa perkembangan kognitif dipengaruhi oleh tiga proses dasar, yaitu asimilasi,
akomodasi, dan ekuilibrasi. Asimilasi adalah perpaduan data baru dengan struktur kognitif yang
telah dimiliki. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif terhadap situasi baru, dan
ekuilibrasi adalah penyesuaian kembali yang secara terus-menerus dilakukan antara asimilasi dan
akomodasi (Suwardi, 2004: 24). Kesimpulannya, aliran ini menegaskan bahwa pengetahuan
mutlak diperoleh dari hasil konstruksi kognitif dalam diri seseorang; melalui pengalaman yang
diterima lewat pancaindra, yaitu indra penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman, dan perasa.
Dengan demikian, aliran ini menolak adanya transfer pengetahuan yang dilakukan dari seseorang
kepada orang lain, dengan alasan pengetahuan bukan barang yang bisa dipindahkan, sehingga
jika pembelajaran ditujukan untuk mentransfer ilmu, perbuatan itu akan sia-sia saja. Sebaliknya,
kondisi ini akan berbeda jika pembelajaran ini ditujukan untuk menggali pengalaman.

B. Gerakan Baru Pendidikan dan Pengaruhnya terhadap Pelaksanaan di Indonesia

a. Pengajaran Alam Sekitar


Gerakan pendidikan yang mendekatkan anak dengan sekitarnya adalah gerakan pengajaran alam
sekitar,perintis gerakan ini adalah Fr. A. Finger di Jerman dengan heimatkunde, dan J. Ligthart
di Belanda dengan Het Voll Leven.

b. Pengajaran Pusat Perhatian

Pengajaran pusat perhatian dirintis oleh Ovideminat Decroly dari Belgia dengan pengajaran
melalui pusat-pusat minat, disamping pendapatnya tentang pengajaran global. Decroly
menyumbangkan dua pendapat yang sangat berguna bagi pendidikan dan pengajaran, yaitu:
Metode Global dan Centre di interet.

c. Sekolah Kerja

Gerakan sekolah kerja dapat dipandang sebagai titik kulminasi dari pandangan-pandangan yang
mementingkan pendidikan keterampilan dalam pendidikan. J.A. Comenius menekankan agar
pendidikan mengembangkan pikiran, ingatan, bahasa, dan tangan. J.H. Pestalozzi mengajarkan
bermacam-macam mata pelajaran pertukaran di sekolahnya.
d. Pengajaran Proyek

Pengajaran proyek biasa pula digunakan sebagai salah satu metode mengajar di Indonesia, antara
lain dengan nam pengajaran proyek, pengajaran unit, dan sebagainya. Yang perlu ditekankan
bahwa pengajaran proyek akan menumbuhkan kemampuan untuk memandang dan memecahkan
persoalan secara konprehensif. Pendekatan multidisiplin tersebut makin lama makin penting,
utamanya masyarakat maju.

C. DUA ALIRAN POKOK PENDIDIKAN DI INDONESIA

Dua aliran pokok pendidikan di Indonesia itu di Indonesia itu dimaksudkan adalah Perguruan
Kebangsaan Taman Siswa dan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam. Kedua aliran tersebut
dipandang sebagai tonggak pemikiran tentang pendidikan di Indonesia.

1. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa


Perguruan Kebangsaan Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 Juli 1932
di yogyakarta, yakni dalam bentuk yayasan.

a. Asas dan Tujuan Taman Siswa


Asas Taman Siswa
a) Bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri dengan terbitnya persatuan dalam
peri kehidupan umum.
b) Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah yang dalam arti lahir dan batin
dapat memerdekan diri.
c) Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
d) Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat.
e) Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka harus mutlak harus
membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan.
f) Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya keiklasan lahir dan batin untuk mengobarkan
segala kepentinganpribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anak-anak.

Kemudian ditambahkan dengan asas kemerdekaan, asas kodrat alam, asas kebudayaan, asas
kebangsaan, dan asas kemanusiaan.

Tujuan Taman Siswa


a) Sebagai badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat tertib dan damai.
b) Membangun abak didik menjadi manusia yang merdeka lahir dan batin, luhur akal budinya,
serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dan bertanggung jawab
ataskeserasian bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya.

b. Upaya-upaya yang dilakukan Taman Siswa

Beberapa usaha yang dilakukan oleh Rtaman siswa adalah menyiapkan peserta didik yang cerdas
dan memiliki kecakapan hidup. Dalam ruang lingkup eksternal Taman siwa membentuk pusat-
pusat kegiatan kemasyarakatan.

c. Hasil-hasil yang Dicapai

Taman siswa telah berhasil menemukakan gagasan tentang pendidikan nasional, lembaga-
lembaga pendidikan dari Taman indria sampai Sarjana Wiyata. Taman siswa pun telah
melahirkan alumni-alumni besar di Indonesia.

2. Ruang Pendidik INS Kayu Tanam


Ruang Pendidik INS (Indonesia Nederlandsche School) didirikan oleh Mohammad Sjafei pada
tanggal 31 Oktober 1926 di Kayu Tanam (sumatera Barat).

a. Asas dan Tujuan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam


Pada awal didirikan, Ruang Pendidik INS mempunyai asas-asas sebagai berikut:
a) Berpikir logis dan rasional
b) Keaktifan atau kegiatan
c) Pendidikan masyarakat
d) Memperhatikan pembawaan anak
e) Menentang intelektualisme

Dasar-dasar tersebut kemudian disempurnakan dan mencakup berbagai hal, seperti: syarat-syarat
pendidikan yang efektif, tujuan yang ingin dicapai, dan sebagainya.

Tujuan Ruang pendidik INS Kayu Tanam adalah:


a) Mendidik rakyat ke arah kemerdekaan
b) Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
c) Mendidik para pemuda agar berguna untuk masyarakat
d) Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggung jawab.
e) Mengusahakan mandiri dalam pembiayaan.

b. Upaya-upaya Ruang Pendidik INS Kayu Tanam

Beberapa usaha yang dilakukan oleh Ruang Pendidik INS Kayu Tanam antara lain
menyelenggarakan berbagai jenjang pendidikan, menyiapkan tenaga guru atau pendidik, dan
penerbitan mjalah anak-anak Sendi, serta mencetak buku-buku pelajaran.

c. Hasil-hasil yang Dicapai Ruang Pendidik INS Kayu Tanam


Ruang Pendidik INS Kayu Tanam mengupayakan gagasan-gagasan tentang pendidikan nasional
(utamanya pendidikan keterampilan/kerajinan), beberapa ruang pendidikan (jenjang
persekolahan),dan sejumlah alumni.

Anda mungkin juga menyukai