Anda di halaman 1dari 3

Berdakwah dengan segala bentuknya adalah wajib hukumnya bagi setiap Muslim.

Misalnya
amar ma’ruf nahi munkar, memperkuat aqidah Islamiyah umat, memberantas ide-ide kufur
dan aliran-aliran sesat, berjihad, memberi nasehat, bimbingan dan sebagainya. Hal ini
menunjukkan bahwa syarat atau hukum Islam tidak mewajibkan bagi umatnya untuk selalu
mendapatkan hasil semaksimal mungkin, akan tetapi usahanya harus sesuai dengan keahlian
dan kemmpuannya. Adapun orang yang diajak berdakwah dan bimbingan utamanya adalah
dalam lingkungan keluarga sendiri.
Sebagaimana yang tersirat dari firman-Nya, ``Hai orang-orang yang beriman, jagalah
dirimudan sanak kerabatmu dari siksa neraka,’’ (QS at-Tahrim : 6). Rasulullan SAW
bersabda, ``Sampaikanlah ajaranku kepada orang lain walaupun satu ayat,’’ (HR.a-Bukhari,
Shahidul Bukhary, Juz I, Daar Mathba’ah Asy-Sya’bi, t.th, hlm.7).
Dalam sebuah riwayat pernah diceritakan di masa seorang Wali Allah Ta’ala Hasan al-
Bashry r.a, dikatakan orang kepada Beliau, sesungguhnya ada beberapa orang yang tidak mau
memberi mauizhoh, enggan berdakwah bahkan bakhil untuk bersedekah dengan ilmunya. Di
antara alasan mereka adalah takut mengucapkan dan menyampaikan nasehat agama lantaran
khawatir tidak mampu mengamalkannya. Ada pula yang beralasan mendapat intimidasi dari
pelaku kriminal dan penguasa yang zholim. Seketika itu Hasan al-Bashry berkata, ``Siapakah
di antara kita yang melakukan (semua) apa yang ia ucapkan ? Syetan dan Iblis ingin menang
dengan cara ini (bahkan Iblis tertawa berhak-bahak), sehingga tidak ada seorang pun yang
memerintahkan kebaikan dan tidak ada lagi yang mencegah dari kemungkaran,’’ (Lathif al-
Ma’arif :1/17).
Imam al-Auza’i r.a berkata, saya mendengar Bilal ibn Sa’ad berkata, ``Sesungguhnya maksiat
itu jika tersembunyi hanya membahayakan bagi pelakunya saja. Jika maksiat dan pelakunya
terang-terangan dan tidak ada yang mengingkari maka membahayakan masyarakat,’’
(Syu’abul iman : 6/99). Allah SWT berfirman, ``Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan
yang tidakkhusus menimpaorang-orang yang zholim saja diantarakalian. Dan ketahuilah
bahwa Alloh amat kerassiksaan-Nya,’’ (QS : al-Anfal : 25). Rasulullah SAW bersabda,
``Sesungguhnya bila orang-orang melihat orang zholim kemudian mereka tidak mencegahnya
maka kemungkinan besar Alloh akan meratakan siksaan kepada mereka lantaran perbuatan
sizholim tadi,’’ (HR Abu Dawud, at-Tarmidzi & an-Nasa-i).
Begitu banyak sekali realitas yang mengindikasikan kebobrokan disegala sektor dan bidang
kehidupan. Baik diperlemen pemerintahan berikut sistem kufurnya maupun di masyarakat.
Aksi-asi anarkisme massa, kerusuhan masal, dan berbagai bentuk kejahatan maupun
kemaksiatan yang lebih banyak ditolerir ketimbang ditindak dengan sanksi yang tegas. Kalau
sudah begini ‘kemandulan umat’ tunggulah kehancuran bangsa ini dan bersiaplah menanti
azab dan murka Alloh SWT dengan berbagai bencana dan musibah.
Belenggu Dakwah
Dari kenyataan di atas, jelaslah betapa urgennya dakwah Islamiyah dilaksanakan oleh umat,
baik secara fadhiyah maupun jama’i. Kewajiban dakwah ini merupakan ittiba’ dengan
Rasulullah SAW, para shahabah, tabi’in, tabi’ut tabi’in, salafus sholeh dan para ulama-ulama
al-‘Amiliin dimasa dulu hingga sekarang ini. Tapi esensinya semudah itukah kita berdakwah?
Dalam siklus masyarakat tradisional terutama yang berada dikantung-kantung pedesaan,
dusun ataupun masyarakat terpencil dakwah Islam itu penuh dengan tantangan yang sangat
berat. Mengapa demikian ? dalam observasi dan analisa yang pernah penulis lakukan, ada
beberapa fakta dan data belenggu-belenggu dakwah dikalangan masyarakat tradisional, antara
lain :
Pertama, dakwah dengan menggunakan perangkat multi media dianggap mereka bid’ah
munkarat. Ini terjadi di sebuah desa di Kec. Selat, kabupaten Kapuas, Kalteng. Dakwah
dengan perangkat teknologi termasuk penggunaan multi media sangat ditentang oleh
masyarakat didesa tersebut bahkan diklaim tidak barokah.
Kedua, dakwah Islam terbelenggu disebabkan oleh sintemen madzhab, beda firqoh, beda
tariqoh dan beda organisasi. Reality show ini begitu nampak–bahkan masih kental khususnya
di Kalimantan Selatan dan Tengah. Fakta ini pernah terjadi di Kec. Selat, Desa Mambulau,
Kab. Kapuas yang melibatkan dua organisasi Islam NU VS Muhammdiyah. Di Banjarmasin
pun dapat kita amati begitu tajamnya diskriminatif antar sesama muslim. Lihatlah jadwal
khotib Jum’at berikut muazzim Jum’atnya di beberapa Media Massa. Telah akut
pengkavlingan antara da’i NU dan da’i Muhammadiyah. Seakan terasa sulit saling berbagi
dan berdakwah dalam kebersamaan. Ironisnya lagi saling menjatuhkan !
Ketiga, Belenggu dakwah disebabkan berkembangnya saat ini faham kufur ashabiyyah
(fanatisme kesukuan). Di banyak pedesaan di Kalimantan Selatan dan Tengah. Faham
Ashabiyyah ini telah mencabik – cabik dan menista harkat–martabat sesama muslim.
Anehnya sesame suku Banjar pun mereka diskriminatif padahal Cuma beda daerah atau
kampong. Faham ashabiyyah nampak jelas terlihat disetiap kampaye Pilkadal Kal-Sel 2010
ini. Diantaranya ada yang mengusung slogan ‘asli urang Banua’. Padahal Islam
‘mengharamkan’ ide kufur ashabiyyah ini. (Simak kitab Nizhomul Islam, karya asy-Syeikh
Taqiyuddin ini. (Simak kitab Nizhomul Islam, karya asy-Syeikh Taqiyuddin an-Nabhany.
Hlm 23).
Rasulllah SAW menegaskan dalam sabdanya, ``Bukan dari golongan kami orang – orang
yang menyerukan ‘ashabiyyah, orang yang berperang karena ‘ashabiyyah, serta orang yang
mati membela ‘ashabiyyah,’’ (HR Abu Dawud). Jelaslah ‘ashabiyyah hukumnya haram.
‘Ashabiyyah mengikat manusia pada kesukuan, nasionalisme demikian pula sekretarianisme
(‘Ashabiyyah, sebuah malapetaka Ir. M.R. Kurnia, MSi al – Wa’I, no. 08 th. 2001. Hlm 7).
Keempat, Kaum tradisionalis terpaut hanya pada urusan ibadah ritual. Dakwah Islam
dipersempit, kadang sebatas fikih ; tata cara wudhu dan amalan–amalan sunat lainnya.
Mengoreksi yang zholim, maraknya aliran sesat dan banyaknya umat yang menyimpang dari
koridor syari’ah Islam menjadi terabaikan. Lebih menyedihkan lagi banyak ulama, Kyai dan
para da’i berikut jama’ah majelis ta’limnya membela kebijakan penguasa yang kufur bahkan
zholim. Tidak sedikit kaum tradisionalis terjebak pada pragmatisme politik. Baik karena
uang, jabatan dan lainnya.
Kecenderungan kaum tradisionalis sangat berbahaya ketika dakwah Islam disandarkan pada
ketokohan atau figuritas. Dakwah semacam ini amat rapuh. Sebagai contoh : di Martapura,
Kab. Banjar ada seorang ulama memberanilah diri menggantikan posisi dakwah beliau.
Sebagian besar beralibi hanya anak atau keturunannya saja yang boleh mengisi pengajian
tersebut. Lebih parahnya lagi kaum tradisionalis sebatas memuji Rasul tanpa pernah
mempraktekkan hokum syari’ahnya. Kalau dicecar pertanyaan tentang wajibnya penegakkan
hokum Islam seperti qishash dan Khilafah Islam, mereka lebih banyak menolak dan dianggap
tidak relevan dipraktekkan diera modern sekarang ini. Kaum tradisionalis khususnya di
pedesaan Kal-Sel memposisikan dakwah sebagai sarana hiburan. Contoh : Saprah amal
dipadukan dengan orkes dangdut.
Dakwah dianggap bagus kalau banyak tertawanya, sekalipun ia seruannya kosong tanpa
makna. Kelima, kaum tradisionalis lebih banyak terpukau pada ajaran sufisme. Baik kalau
‘ulama – al-Amiliin yang ahli dibidang tersebut mengajarkannya.Tapi realitasnya banyak
terjadi penyimpangan bahkan kesesatan akibat keliru dalam belajar ilmu tashawuf. Banyak di
Kalimantan – Selatan pengajian ilmu tashawuf yang diajarkan secara terselubung dan
menyimpang dari al-Qur’a dan as-Sunnah. Ini perlu kita waspadai.
Keenam, kaum tradisionalis lebih gemar menyebarkan hadits palsu (maudhu’). Faktor lainnya
karena mereka tidak mempunyai kemampuan dibidang metodologi penelitian hadits (bukan
ulama ahli hadits). Kadang secara liar memberikan penafsiran al-Qur’an berdasarkan akal
semata dan hawa nafsu. Baik demi popularitas maupun harta dan kemewahan. Seperti kasus
Habib palsu H.Ahmad Jayadi (Guru Abung) di Amuntai, Kab. HST. Atau H. Ahmad Jailani
(Guru Ijai) yang dikenal dengan ajaran zakat ruhnya di Batu Tungku, Kec. Panyipatan, Kab.
Tala.
Ketujuh, Dakwah Islam ideologis terbelenggu oleh kiprah kaum tradisionalisme yang
mendewakan thogut demokrasi, nasionalisme, pluralisme dan materialisme. Kedelapan,
faham Ijazahisme ditampilkan untuk menjegal dan menistakan martabat sesame Muslim.
Akibatnya masyarakat awam takut azan, takut berdakwah dsbnya lantaran belum berijazah
atau belum bersanad sampai Rasulullah atau Malaikat Jibril. Selama 8 tahun penulis belajar
di pondon pesantren faham ijazahisme ini tidak pernah didengung–dengungkan para guru.
Oleh : al-Hafizh Hasanuddin MS S.Th.I
--------------------------------------
Forum Pena Intelektual (FPI) Borneo Kalsel, dan Pendiri Pondok Pesantren Tahfizhul Qur’an
al-Karomah, Tala.

Close
Forgot password?
Top of Form

Please put in your email: Send me my password!


Bottom of Form

Close message
Login
• This blog post
• All blog posts
Subscribe to this blog post's comments through...




RSS Feed
Subscribe via email
Email Addre

Subscribe
Subscribe to this blog's comments through...




RSS Feed
Subscribe via email

Subscribe

Anda mungkin juga menyukai