Anda di halaman 1dari 101

SOSIOLOGI HUKUM

Prof. Dr. Tb. Ronny Rahman Nitibaskara


Dr. Bambang Widodo Umar
BUKU ACUAN :
 A.A.G. Peters & Koesriani. 1988. Hukum & Perkembangan Sosisl.I, II, III.
Pustaka Sinar Hrapan. Jakarta.
 Alvin S. Johnson. Sosiologi Hukum. Rineka Cipta. Jakarta.
 Kelly H. Delos.1979. Deviant Behavior. St. Marti’s Press. New York.
 Soerjono Soekanto. 1994. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. PT. Raya
Grafindo Persada . Jakarta.
 Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara. 2001. Catatan Kriminalitas. Jayabaya
University Press. Jakarta.
 Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara. 2001. Ketika Kejahatan Berdaulat.
Peradaban. Jakarta.
 Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara. 2002. Paradoksal Konflik dan
Otonomi Daerah. Peradaban. Jakarta.
 Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara, 2006. Tegakan Hukum, Gunakan
Hukum, Gramedia. Jakarta.
MODUL BELAJAR
1.Pemahaman Sosiologi Hukum
2.Pendekatan Sosiologi Hukum
3.Hukum & Moralitas
4.Hukum Modern & Rasional
5.Hukum & Keadilan Sosial
6.Hukum Dalam Konteks Perubahan Sosial
7.Teori-teori Sosiologi Hukum
8.Realita Penegakan Hukum
9.Supremasi Hukum
ARTI SOSIOLOGI HUKUM
 Ilmu pengetahuan ttg interaksi manusia yg berkaitan
dg hukum dlm kehidupan bermasyarakat.

PEMAHAMANNYA :
 Interaksi Manusia mengandung tiga unsur, yaitu :
Tindakan (act), sesuatu (thing), dan makna
(meaning).
 Hukum yg dimaksud bukan saja hukum dlm arti
tertulis tetapi juga yg tidak tertulis, baik menyangkut
falsafah, intelektualitas, maupun jiwa yg melatar
belakangi penerapan hukum.
MASYARAKAT

NILAI NORMA
MENTALITA (AKTIVITAS JIWA, UKURAN TTG SEJUMLAH PERI-
CARA BERFIKIR, BERPERASAAN) LAKU YG DITERIMA & DISEPA-
YG TERBENTUK DR PERILAKU KATI SECARA UMUM OLEH
MASYARAKAT
MANUSIA MENJADI SEJUMLAH
(VOLKWAYS, MORES, CUSTOMS,
ANGGAPAN LAWS).

BENTUK-BENTUK INTERELASI INDIVIDU DLM MASYARAKATAT:

KERJASAMA (COOPERATION), PENYESUAIAN (ACCOMODATION),


PERSAINGAN (COMPETATION), PERTENTANGAN (CONFLICT),
PENGUASAAN (DOMINATION).
PERKEMBANGAN HUKUM DI DLM
MASYARAKAT
 Merupakan himpunan moralitas & wahana utk
mencapai cita2 sosial (Durkheim). Masa itu hk
dianggap satu-satunya perekat sosial.
 Hukum sbg alat paksa pemegang kekuasaan,
dipengaruhi olh kepentingan ideal, material,
dan kepentingan kelompok-2 dlm masyarakat
shg menjadi struktur sosial (Weber).
 Masyarakat sll berubah, keberadaan hukum hrs
mengabdi kpd kepentingan rakyat utk
menekan kaum borjuis (Karl Marx).
MANFAAT MEMPELAJARI SOSIOLOGI
HUKUM
 Mengetahui dan memahami perkembangan hukum positif
(tertulis/tdk tertulis) di dlm ngr/masyarakat.
 Mengetahui efektifitas berlakunya hukum positif di dalam
masyarakat.
 Mampu menganalisis penerapan hukum di dalam
masyarakat.
 Mampu mengkonstruksikan fenomena hukum yg terjadi di
masyarakat.
 Mampu mempetakan masalah-masalah sosial dalam kaitan
dengan penerapan hukum di masyarakat.
PENDEKATAN SOSIOLOGI HUKUM
(Malinowski)
KOMPONEN QUID JURIS QUID FACTI

Fokus Peraturan-Peraturan Struktur Sosial


Proses Logika Akal budi
Orientasi Kepentingan Moral
Perspektif Seragam Bervariasi
Kegunaan Praktis Alamiah
Tujuan Pengendalian Keseimbangan

PENGEMBANGAN HK TDK TERLEPAS DR ASPEK NORMATIF DAN


SOSIOLOGIS. DALAM KENYATAAN KEDUA MODEL TSB SALING TERKAIT,
SALING MELENGKAPI, DAN SALING KONTRADIKSI DLM APLIKASI
 Hukum memiliki jangkuan luas dlm
kehidupan. Pakar/ oraktisi hukum cenderung
berorientasi ke “quit juris” (kebenaran
normatif).
 Masyarakat – potensi harmoni – konflik.
Pakar sosiologi cenderung nerorientasi ke
“quid facti” (kebenaran empiris).
 Kebenaran : ditentukan olh kekuasaan atau
disahkan olh sistem politik.
 Kebenaran sosiologi hkm: kesesuaian antara
fakta empiris dg teori yg dijadikan ukuran
utk melihat kebenaran.
PERILAKU NORMATIF
(Emile Durkheim)
ATMOSPHERE
Suasana KEWIBAWAAN HUKUM

STRUKTUR
Pengembangan
& UNITY LEMBAGA KEPATUHAN
Pemeliharaan Kekompakan PENEGAK HUKUM HUKUM
FUNGSI/TUGAS

PRESSURE
Desakan
OBYEKTIF
PENDEKATAN SUBYEKTIF
SOSIOLOGIS

PERILAKU

KRITIS TERPOLA
KREATIF INSTRUMENTAL
PERILAKU SOSIOLOGIS
(Emile Durkheim)

PER
ILA
KU
• Mengarahkan

MA
• Mengubah

SA
• Kepaduan (cohesiveness) • Mengendalikan
• Komitmen (commitment)

DA
PERILAKU MASA LALU

TA
NG
POTENSI
MANUSIA

Ikut serta / tdk sibuk

N
• Apa yg jadi motif dg kegiatan sendiri An

PA
• Bgm pola perilakunya Me da

RA
• Apa ciri individu Jk mu tdk
bu han kul dpt

TE
ku ya bo

KU
blj la
•M rd

LA
• M em r

RI
e m co b

PE
pr a
ak
te
kk
an
SISTEM HUKUM
(Friedman)
Adl seperangkat operasional hukum yg meliputi sub-
sistem hk, struktur hukum, & budaya hukum
 Substansi hukum meliputi : aturan, norma, & pola

perilaku (hk yg tertulis & hk yg berlaku – hidup dalam


masyarakat).
 Struktur Hukum meliputi : tatanan daripada elemen

lembaga hukum (kerangka organisasi & tingkatan dr


lembaga kepolisian, kejaksaan, kehakiman,
pemasyarakatan, kepengacaraan).
 Budaya hukum meliputi : nilai-nilai, norma-norma &

lembaga-lembaga yg menjadi dasar daripada sikap


perilaku hamba hukum.
RAGAM SISTEM HUKUM
(Eric L. Ricgard)
 Civil law (Eropa Kontinental) : hukum berdasarkan kode
sipil yg terkodifikasi.
 Common law (Anglo Saxon) : hukum berdasarkan
kebiasaan.
 Islamic Law (Timur Tengah) : hukum berdasarkan
Syariah Islam yg bersumber dari Al-Quran & Hadis.
 Socialist law : hukum yg mendasari kepentingan umum.
 Far East law (Timur Jauh) : hukum berdasarkan
perpaduan antara civil law, cammon law, dan hukum
Islam.
FUNGSI HUKUM DI DLM MASYARAKAT
1. SBG SARANA KONTROL SOSIAL.
Suatu proses yg dilakukan utk mempengaruhi orang-2 agar
berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yg disepakati bersama.
Kontrol sosial dijalankan dg menggerakkan bbrg aktivitas alat
ngr utk mempertahankan pola hubungan & kaedah-2 yg ada.
2. Pendekatan Autonomy.
Fokusnya adl kajian thd ideologi, prinsip-2, doktrin-2, dik prof
hk yg mandiri dkm kaitan manajmen, orgs dll.
3. SBG SARANA REKAYASA SOSIAL.
Suatu proses yg dilakukan utk mengubah perilaku
masyarakat, bukan utk memecahkan masalah sosial.
4. Pendekatan value free.
Fokusnya adl kajian tgd isu-2 ttg keadilan kelas, pola-2
diskriminasi rasial. Hk dlm upy pemecahan mslh sosial spt
kemiskinan, kelas pekerja, jender, anak-2, manula & gol yg
tertindas.
INTERDEPENDENSI HUKUM

1. Hukum dg Organisasi.
2. Hukum & keadilan sosial.
3. Hukum & kekuasaan.
INTERDEPENDENSI HUKUM DG
ORGANISASI

HUKUM

Input ke dlm Out put dari


organisasi organisasi adl
adl input out put bagi
bagi peraturan peraturan

ORGANISASI
INTERDEPENDENSI HUKUM DG
KEADILAN SOSIAL
perilaku individu +

Tuntutan individu -

INDIVIDU kesejahteraan > 0 MASYARAKAT


Berbagai inisiatif & kreatif +

perilaku organisasi -
Kontribusi warga masyarakat +

INDIVIDU kesejahteraan < 0 MASYARAKAT


Berbagai pembatasan sikap perilaku -
INTERDEPENDENSI HUKUM DG
KEKUASAAN

HUKUM

Intput lemahnya Input menguatnya


Hukum adl output Hukum adl
menguatnya Output melemahnya
kekuasaan kekuasaan

KEKUASAAN

Kelangsungan hidup individu tergantung daripada kuatnya


hukum
HUKUM DAN MORALITAS
(Emile Durkheim)

Keteraturan Kepentingan
tindakan Kolektif

Masyarakat Masyarakat
Moralitas
milieu Sui genneris

Keterikatan
Otoritas
kelompok

Disiplin Otonomi

Ilmu
HUKUM DLM KONTEKS PERUBAHAN SOSIAL

SOLIDARITAS SOSIAL

MEKANIS ORGANIS
Masy.sederhana

KESADARAN KOLEKTIF
Masyarakat segmental (Collective Conscience) Masyarakat modern

HUKUM REPRESIF HUKUM RESTITUTIF


PERUBAHAN SOSIAL vs NETRALITAS HUKUM

ARUS POLITIK GLOBAL

TUJUAN HUKUM
1. KEADILAN SOSIAL PERUBAHAN MASALAH NETRALITAS
2. KEBENARAN
SOSIAL SOSIAL HUKUM
3. KEMANFAATAN SOSIAL

PEMBANGUNAN NAS
FENOMENA SOSIOLOGI HUKUM
 Hak atas non-diskriminasi (atas dasar jenis kelamin,
gender, dan /atau kemampuan melahirkan anak, ras,
kebangsaaan dst)
 Hak atas perlakuan sama antara laki-laki dan
perempuan (dalam bidang khusus, seperti lapangan
kerja, sistem peradilan dll)
 Hak untuk bebas dari kekerasan
 Hak sipil dan politik lainnya (berkumpul, mengelaurkan
pendapat dll)
 Hak atas pembagian waris bagi wanita.
 Perubahan tata-nilai dlm kesenian (musik)
 Perkawinan sesasama jenis. dll
HUKUM SBG ALAT KEJAHATAN

Law as a tool of crime, perbuatan jahat dg menggunakan


hukum sbg alatnya sulit dilacak karena diselubungi olh hk dan
berada dlm hukum.
Judicial activism
Kecendrungan hakim mengembangkan atau memperluas
pengertian hukum & peraturan konstitusi yg berlaku dgn
gunakan interpretsi hukum mnrt pendapatnya
Kecendrungan para penegak hukum utk mengarah ke upaya
memperluas/mempersempit pengertian peraturan hkm &
ketetapan konstitusi diluar kehendak pembuat peraturan
hukum & ketetapan tsb
 Judicial crime
Kejahatan yg dilakukan aparat penegak hukum,
yg salah guanakn jabatan yg buat org bersalah
atau tidak.
 Criminal lawyer, jadi langganan para penjahat

&penjahat terorganisir. =>merekayasa alibi,


pengaruhi polisi dlm buat berita acara,
menakuti saksi, menyuap hakim, ancam hakim
Extra judicial crime
 Lembaga yg terbentuk krn ketidakpuasan
masy thdp kinerja penegak hukum
 Masy tdk percaya integritas moral para
penegak hkm krn aparat tlah lakukan salgun
wewenang
MASALAH SOSIAL
Secara umum masalah sosial merupakan penyimpangan
perilaku individu maupun lembaga di dalam masyarakat
yg dirasakan mengganggu, berbahaya dan merugikan
bagi kepentingan orang banyak atau masyarakat umum.

BIDANG-BIDANG PERMASALAHAN SOSIAL :

1. Folkways → Perangkat peran - Fungsi lembaga.


2. Mores → Perilaku peran - Peran lembaga.
3. Customs → Kegagalan berperan - Pros pelembagan.
4. Laws → Konflik peran - Kepentingan -
lembaga.
ALIENASI
(Ketidakberdayaan, ketidakberartian,
ketiadaan norma, keterpencilan, keterasingan,
ketidakseimbangan diri)

Keterasingan diri atas karyanya di dlm


masyarakat atau kelompok, disertai
perasaan tanpa norma, tanpa arti, tanpa daya,
tanpa kemampuan, tanpa perhatian, merasa
rendah diri, terisolasi, dan tersingkir dlm
kehidupan.
ANOMI
 Kondisi masyarakat yang tidak memiliki
seperangkat norma dan sistem nilai yang
dihayati kebenarannya, berlaku scr konsisten,
dan digunakan sebagai pedoman oleh warga
masyarakatnya.
 Nilai-nilai lama telah ditinggalkan sedangkan
nilai baru belum terbentuk.
 Cara menerapkan nilai lama tidak sesuai
dengan perkembangan, sedangkan cara baru
belum ada.
ANOMALI
 Anomali adalah proses penyimpangan fungsi-
fungsi lembaga dalam masyarakat yg tdk
segera diperbaiki peranannya sehingga
menimbulkan kegalauan atau keadaan anomi.
 Bentuknya berupa pelanggaran thd norma-
norma sosial yg tlh melembaga atau mapan,
tidak ada sanksi yg efektif, & tidak melakukan
perubahan scr substansial cara utk mengatasi
masalah.
INVOLUSI
 Involusi adalah kemunduran, kemerosotan kebudayaan
kr ketidakseimbangan yang terjadi di dalam kehidupan
sosial sudah mencapai bentuk yang pasti, namun tidak
berhasil diseimbangkan atau diubah menjadi suatu pola
baru, justru terus berkembang hingga menjadi semakin
rumit.

 Bentuknya berupa peningkatan teknik melangsungkan


kehidupan atas dasar ketertutupan (exclucivisme), dlm
konteks mekanisme daya tahan masyarakat (defence-
mechanisme), hingga sikap sosial mengalami
dehumanisasi, kepekaan sosial menghilang, persepsi
sosial menjadi kabur, kebanggan hanya pada lambang-
lambang kesuksesan, mabuk kekuasaan, materi dan
panik
POLARISASI
 Proses terjadinya dua lapisan dalam masyarakat
(lapisan atas dan lapisan bawah) yang menunjukkan
perbedaan sikap dan kemampuan dalam merespon
ilmu pengetahuan dan teknologi serta hasil-hasil
pembangunan sedemikian rupa, sehingga tingkat
kesejahteraan dan kemampuan kedua lapisan itu jauh
berbeda.

 Bentuk a.l adl kesenjangan dlm kesejahteraan,


pendidikan, akses dlm berpolitik dll.
STEREOTIPE
 Kesan (pandangan salah, prasangka) tentang ciri-
ciri tertentu (khusus) kelompok luar yang telah
diterima secara luas oleh masyarakat.
 Citra kaku tentang suatu kelompok ras atau budaya
yang dianut tanpa memperhatikan kebenaran citra
tersebut.
 Kecenderungan bahwa sesuatu yang dipercayai
orang besifat terlalu menyederhanakan dan tidak
peka terhadap fakta obyektif.
 Stereotype mungkin ada benarnya, tetapi tidak
seluruhnya benar.
PATOLOGI SOSIAL

 Semua tingkah laku yg bertentangan dg norma kebaikan, stabilitas lokal,


pola kesedarhanaan, moralitas, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup
rukun bertetangga, disiplin, kebaikan dan hukum formal (Penyakit
Masyarakat).

 Perkembangan tdk seimbang dr macam-2 bag kebudayaan, shg


melahirkan kesenjangan sosial, kelambatan kultural (cultur lag),
disorganisasi sosial, hingga disintegrasi sosial.

 Inter-dependensi antara disorganisasi sosial dan lingkungan budaya yg


buruk merupakan rangsangan bagi orang normal menjadi sakit sosial
(sosiopatik).

 Bentuknya : Kemiskinan, Kejahatan, Pelacuran, Alkoholisme, Narkotika,


Perjugian, Pelacuran
EROSION PATRON-CLIENT BOND
Pengikisan hubungan ketergantungan antara
Klien (yang dipimpin, dilindungi, anggota)
terhadap Patron (Pelindung, Pemimpin)
disebabkan oleh menguatnya nilai kesadaran
rasional di satu sisi, di sisi laian melemahnya
nilai ketauladanan dan rasa tanggungjawab)
Patron sbg pengaruh dr orientasi materi yg
menonjol, serta berfikir dan bertindak scr
ekonomis.
KRISIS
 Krisis adalah proses melemahnya daya
pengikat sosial berupa nilai-nilai, lembaga-
lembaga, fungsi-fungsi, status-status, peranan-
peranan, mekanisme, cara-cara hidup dalam
masyarakat
 Bentuknya berupa kontradiksi-kontradiksi sikap
dan tindakan dlm bentuk arogan, brutal,
agresif, anarkhi di masyarakat dalam
menghadapi setiap kebijakan yg dianggap tidak
selaras dengan pendapat umum
CRIME
 Crime is societal problem not criminal justice
problem (Radcliff Brown).
 Tindakan yang bertentangan dg rasa solidaritas
kelompok (Thomas).
 Pelanggaran thd perasaan ttg kasihan dan kejujuran
(Garofalo).
 Konsep kejahatan sering dilihat dr aspek kegarangan
tindakan (Feloni = kejahatan serius; Misdemeanor =
kejahatan yg kurang serius)
Organized Crime : Suatu tindak kejahatan yg
dilakukan oleh sekelompok orang scr sistematis
(semacam modus operandi).
Criminal Organization : Suatu organisasi yg
didirikan oleh para penjahat utk mengoptimalkan
pencapaian tujuan (punya struktur organisasi yg
jelas, memiliki keanggotaan tetap, menggunakan
peralatan teknologi, memiliki aksi kejahatan yang
berkelanjutan, menggunakan akumulasi kekuasaan
State Organized Crime : tindakan yg menurut hk
ditentukan sbg kejahatan & dilakukan olh pejabat
pmrth dlm menunaikan tugas dr negara.
Crime againts humanity : 1) kejahatan perang; 2)
pembersihan etnik (genocide; 3) perbudaan dll.
TIPE KEJAHATAN PD MASYARAKAT INDUSTRI
 Penyelundupan (smuggling) sbg bentuk kejahatan
konvesional yg berdimensi baru, memanfaatkan
teknologi komunikasi, transpotasi (kapal curah,
container, cargo air transportation, diplomatic bag dll).
 Penyebaran hama & penyakit mll bahan makanan
import kadaluarsa, baik berasal dr ngr pengeksport yg
kondisi alat angkutnya buruk, maupun yg tertahan di
pelabuhan tujuan.
 Pasar gelap (black market) barang-2 terlarang spt
makanan, minuman, drug mll pengemasan & peredaran
yg tdk konvensional (pembuangan limbah 3B, debt
collector).
 Pemalsuan merk dagang terkenal &
pembajakan hak paten.
 Penggelapan pajak, pemalsuan restitusi pajak.
 Penyalahgunaan credit card, pecurian pulsa
telp, money laundry.
 Pelecehan sex dan child abused, kejahatan yg
bersumber dr tekanan psikologis akibat kerja
berat & diburu wakt.
 Cyber crime (kejahatan maya.
 Kejahatan asuransi.
TERORISME
 Strategi untuk mencapai suatu tujuan dengan
menggunakan cara kekerasan atau ancaman
kekerasan utk memaksa pemerintah, penguasa &
rakyat dengan menimbulkan rasa takut.
 Digunakan olh kelompok yg hanya memperoleh
dukungan kecil, tetapi memiliki keyakinan yang
teguh atas kebenaran tujutannya.
 Berbagai tujuan terorisme : menarik perhatian
dunia, mengacaukan stabilitas pemerintahan,
mendukung revolusi, dan balas dendam.
WHITE COLLOR CRIME
 Ciri-2 WCC menurut Laura Snider :
- Dilakukan dlm konteks kewenangan.
- Berlindung di balik jabatan.
- Akibat yg ditimbulkan meluas.
- Menguntungkan diri sendiri maupun kelompok.
- Dilakukan dlm konteks sindikat.
 Label yg mengandung pesan moral & politik utk kejahatan yg
dilakukan olh orang-2 yg memiliki kedudukan sosial tinggi &
terhormat dlm pekerjaannya (para pengusaha & eksekutif).
 Kegiatan tdk sah tanpa menggunakan kekerasan scr langsung
teruama menyangkut penipuan, penyesatan, penyembunyian
informasi, penggelapan dan manipulasi.
 WCC menggugurkan teori yg menyatakan pelaku kriminal adl
orang-2 yg berasal dr kelas sosial & ekonomi rendah.
PENCEGAHAN KEJAHATAN
 Perasaan takut thd pelaku kejahatan (karena niat &
peluang berbuat jahat longgar), shg perasaan aman
masyarakat terganggu.
 Akar masalah kejahatan menyangkut Faktor Korelatif
Kriminogen.

 Pencegahan kejahatan adalah upaya bersama yang


dilakukan oleh aparat dan masyarakat umum dalam
menjaga kelembagaan sosial, sistem sosial, dan peran-
peran masyarakat melalui mekanisme yg telah
melembaga untuk mewujudkan perasaan aman.
 Pencegahan = antisipansi sebelum masalah
terjadi, penanganan kejahatan pada hulu
permasalahan.
 Mencegah orang menjadi penjahat & menjadi
korban kejahatan.
 Mengendalikan keadaan agar tidak
dimanfaatkan utk berbuat jahat.
 Pengenalan metode penanganan kejahatan,
serta peluang terjadinya kejahatan sejak dini
(sejak anak-anak melalui pembinan terhadap
kenakalan remaja.
JUDICIAL ACTIVISM
 Kecenderungan hakim mengembangkan atau
memperluas pengertian hukum dan peraturan
konstitusi yang berlaku dengan menggunakan
interpretasi hukum mnrt pendapatnya.
 Kecenderungan para penegak hukum untuk
mengarah ke upaya memperluas atau
mempersempit pengertian peraturan hukum
dan ketetapan konstitusi di luar kehendak
pembuat peraturan hukum dan ketetapan
tersebut.
JUDICIAL CRIME
Kejahatan yang dilakukan olh aparat
penegak hukum dlm konteks jabatan dan
kekuasaannya untuk menetapkan
seseorang atau sekelompok orang salah
atau tdk salah dg cara menyimpangkan
perkara dari tujuan hukum, dengan
menguntungkan diri sendiri & merugikan
fihak lain yg berperkara serta merusak
tatanan hukum.
CRIMINAL LAWYER
Aktivitas lawyer yang menjadi langganan para
penjahat khususnya penjahat yg terorganisir.
Pekerjaan mereka a.l : merekayasa alibi,
mengatur pertemuan yb bersifat tersembunyi,
mempengaruhi polisi dlm membuat berita acara,
menakut-nakuti saksi, mengaburkan peristiwa/
perkara melalui mass media, menyuap aparat
gakkum, hingga mengancam hakim.
EXTRA JUDICIAL CRIME
 Lembaga yg terbentuk kr ketidakpuasan
masyarakat atas kinerja para penegak hukum.
 Masyarakat tdk mempercayai integritas moral
para penegak hukum kr aparat tlah melakukan
penyalahgunaan wewenang & memberi
perlindungan thd praktek-2 kejahatan.
 Masyarakat mengganggap tindakannya mrpkn
tindakan suci (mahatma) & mrpkn hk positif.
 Masyarakat melakukan upaya penegakan
hukum menurut pandangan & cara-cara mereka
sendiri.
PERILAKU KOLEKTIF
(Horton & Hunt, Smelser, Kornblum, Light, Keller)
 Tindakan yg dilakukan scr bersama olh sejumlah
orang, bersifat temporer (tdk bersifat rutin), tdk
terorganisasi. Cenderung tdk terkendali.
 Sebagai tanggapan atas rangsangan tertentu atau
dipicu olh suatu rangsangan yg sama (peristiwa,
benda, ide), sangat dimungkinkan merusak dan
berlaku kriminal.
 Contoh : Kerumunan berubah menjadi penjarahan.
 Penjarahan di New York – 1977, Los Angeles –
1992, 10 Mei 1963 di Bandung, 13-15 Mei 1998 di
Jakarta.
 Perlu disiapkan teknik pengendalian kerumunan.
PANIK
 Kondisi emosional yg diwarnai olh keputus-asaan &
ketakutan yg tdk terkendali, disertai penyelematan
diri scr kolektif yg didasari olh sikap histeris.
 Terjadi pd pok yg mengalami keletihan kr tekanan
jiwa (stress) berkepanjangan, berada dalam keadaan
sangat berbahaya & hanya memiliki kemungkinan
membebaskan diri scr terbatas.
 Setiap orang menempuh cara utk melindungi dirinya
sendiri.
 Peran “kepemimpinan” sangat penting dlm suasana
kepanikan (mengorganisasi agr kerjasama; hilangkan
ketidak pastian dg cara memberi arahan & bangun
percaya diri).
DESAS-DESUS
 Berita yang menyebar secara cepat & tidak
berdasarkan fakta (kenyataan), dr soal moral hingga
soal negara.
 Disebarkan kr dasarnya orang perlu & suka.
 Tercipta manakala terjadi ketegangan sosial.
 Dpt merusak nama baik (reputasi), kaburkan tujuan,
lemahkan semangat – digunakan utk propaganda.
 Tdk dpt dibantah scr efektif dg menggunakan
penjelasan yg benar.
 Desas-desus yg berlangsung lama & diterima sbg
kebenaran bisa menjadi legenda.
GERAKAN SOSIAL
 Perilaku kolektif yg melakukan kegiatan dg kadar
kesinabungan tertentu utk menunjang atau menolak
perubahan yg terjadi di masyarakat atau kelompok.
 Awal mula gerakan dilakukan olh suatu kelompok yg
merasa tdk puas thd suatu keadaan; pribadi kecewa;
penyaluran kegagalan; atau mereka yg merasa hidup
kurang berarti.
 Semula bentuk gerakan tidak terorganisasi, terarah
dan terencana selanjutnya terorganisasi.
 Contoh: Gerakan perpindahan, gerakan ekspresif,
gerakan utopia, gerakan reformasi, gerakan
revolusioner, KAMI 1966, Reformasi 1998.
 Gerakan ini setelah satu - dua dasawarsa mengalami
penurunan
CIVIL DISOBEDIENCE
 Pembangkangan sipil adl penyimpangan hk
secara umum dan terbuka karena terdorong
oleh kata hati serta pandangan moral, disertai
dengan kesediaan menerima sanksi hukum.
 Aksi tsb merupakan teknik paksaan tanpa
paksaan yang menggunakan tuntutan dr
sejumlah orang yang rela menderita demi
menegakkan suatu pandangan moral.
 Pembangkangan sipil disebabkan kr muncul-
nya kasus-2 yang berkaitan dengan adanya
perasaan kurang puas atas sistem hukum
yang tidak adil.
 Aksi ini merupakan tindakan politik yang
bukan merupakan tindakan kekerasan dengan
tujuan untuk mengubah hukum atau
kebijakan pemerintah.
 Pembangkan sipil diilhami oleh pemikiran bhw
keadilan yg berlaku di masyarakat hanya
untuk golongan tertentu saja dan kurang
memperhatikan golongan yang lain.
 Pembangkangan sipil bisa mencapai tuntutan
yang dikehendaki apabila memiliki disiplin diri
yg kuat dari para pelaku, dan tdk mengarah
ke tindakan kekerasan.
 Cara ini umumnya berlaku di negara-negara
demokrasi di mana para pelaku telah memiliki
kesadaran cukup tinggi dlm hidup bernegara.
Dengan kata lain tuntutannya benar-benar utk
kepentingan bangsa dan negara.
 Social disobidience = Paksaan tanpa kekerasan
(nonviolent coercion) sbg teknik perlawanan
(non resistance) atau perlawanan pasif (pasif
resistance).
 Sasarannya ialah membangkitkan perasaan
simpati masyarakat dan mempermalukan partai
dominan agar partai dominan mau membuat
kelonggaran.
 Ada masa dan situasi tertentu di mana aksi
kekerasan lebih sering berhasil daripada aksi
tanpa kekerasan.
HUMAN SECURITY
(Keamanan Manusia)
MULTI FASET KEAMANAN MANUSIA :
 Keamanan kultural & agama.
 Keamanan harta milik.
 Keamanan hak-hak manusia.
 Keamanan perempuan. Anak

dan lansia.
 Keamanan kerja.
 Keamanan keluarga & Kediaman.
 Keamanan makanan.
 Keamanan perjalanan.
 Keamanan informasi.
 Keamanan hak cipta.
 Keamanan pendidikan.
 Keamanan kesehatan. Jiwa & bencana.
PENDEKATAN DLM KEAMANAN MANUSIA :
 Pengusangan perang.

 Pengusangan kekerasan.

 Demokratisasi politik, ekonomi & hukum (peradilan)

 Keadilan hukum.

 Pelestarian lingkungan.

 Penyelesaian konflik scr damai.

 Perubahan umur kerja.

 Multikulturalisme & multirelijionisme.

 Hak manusia dg relativism kultural.

 Ekoteknologi.
INDUSTRI KEAMANAN :
 Asuransi (pendidikan, usia lanjut, rumah,
kendaraan, kecelakaan, harta, pekerjaan,
perjalanan).
 Pengawalan, patroli, jaga malam.

 Detektif swasta.

 Pengamanan fisik (pagar, kunci, alarm, mata

elektronik, senjata api, foto kamera).


 Praktek dokter.

 Akutansi.
TANTANGAN KEAMANAN MANUSIA MASA DEPAN :
 Pangan, air, tanah, udara.

 Ekologi.

 Informasi.

 Kemiskinan mayoritas.

 Hak intelektual.

 Bencana alam.

 Perpecahan keluarga.

 Kesehatan.

 Radikalisasi agama.

 Terorisme.

 Trans-nasitional crime.

 Keseimbangan biomassa.
PROBLEM SOSIAL MASA KINI
 Upaya mempersenjatai diri dan upaya mengurangi
persenjataan (armament and disarment)
 Masalah Hak Asasi Manusia
 Alih teknologi, inflasi, tawar-menawar secara kolektif
(collective bargaining)
 Biaya pemerintahan (government budgeting),
 Inovasi kelembagaan (institutional innovation),
 Restrukturisasi sosial (social restructuring)
 Keikutsertaan buruh dalam mengelola perusahaan, juga
dalam hal penentuan kebijaksanan (codetermination)
serta keterlibatan buruh dlm manajemen (worker’s self
management)
KONFIGURASI PROBLEM SOSIAL

GRAND THEORY MASALAH KELEMBAGAAN


PROBLEM MAKRO
STRATEGIS

MIDDLE RANCE THEORY PROBLEM MESSO MASALAH ORGANISASI


TAKTIS

MASALAH
LOWER THEORY INDIVIDU
PROBLEM MIKRO
TEKNIS
 Masalah Makro :
- Hak Atas Kekayaan Intelektual.
- Fungsi Lembaga Arbritase.
- Sistem Kepolisian Nasional.
 Masalah Messo :
- Persaingan Usaha.
- Kepailitan Perusahaan.
- Transaksi Bisnis Nasional – Internasional.
- Peranan lembaga.
- Perbankan.
 Masalah Mikro :
- Perlidungan konsumen.
- Perlindungan wanita.
- PHK.
- Kenakalan remaja.
Contoh: MASALAH-2 SOSIAL YURIDIS
 Hak Atas Kekayaan Intelektual berdasarkan UU No.7
Tahun 1987 tentang Hak Cipta (Tinjauan dari teori
fungsional).
 Eksistensi Badan Arbritase Nasional Indonesia Dalam
Penyelesaian Sengketa (Tijauan dari teori konflik…).
 Sistem Kepolisian Nasional Indonesia Dalam
Kerangka Penegakan Hukum (Tinjauan dari teori
konflik…).
 Konspirasi Tender Dalam Hukum Persaingan Usaha
(tinjauan dari teori konspirasi).
 Tanggungjawab Kepailitan Perusahaan (Tijauan dari
teori differential association)
 Kontrak Investasi Antara Perusahaan Nasional
dengan Investor……(Tinjauan dari teori funsional)
 Peranan KPK Dalam Mendinamisir CJS Guna
Mengoptimalkan Pemberantasan Korusi di Indonesia
Tinjauan dari teori fungsional).
 Koordinasi Kerja Antara Polri dan BC Dalam
Pemberantasan Tindak Pidana Penyelundupan di…
(Tinjauan dari teori fungsional).
 Transfer Dana Secara Elektronik Melalui Kartu Kredit
(tinjauan dari teori pertukaran)
 Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pengguna
Produk ……(Tinjauan dari teori konflik…)
 Perlidungan Hukum Terhadap Wanita Korban
Kejahatan Perkosaan Tinjauan dari teori social reality
of crime).
 PHK Terhadap Karyawan Yang Melanggar Perjanjian
Kerja (tinjauan dari teori konflik…).
 Keputusan Hakim Atas Tindak Pidana Yang Dilakukan
Oleh Anak-anak (Tinjauan dari teori social reality of
crime).
 Tindak Pidana Aborsi Ditinjau Dari UU No. 23 Tahun
1992 Tentang Kesehatan (Tinjauan dari teori kontrol
sosial).
 Penanggulangan Narkotika Di Lingkungan Remaja
Berdasarkan UU No.22 Tahun 1991 Tinjauan dari
teori kontrol sosial).
 Sikap Para Gelandangan Terhadap perilaku Seks
(Tinjauan dari teori differential assosiation).
 Konflik Ambon Ditinjau dari teori Konflik….
 Fenomena Inul Daratista Dalam Konteks Pornoaksi
Ditinjau dari teori Anomi.
 Analisis Terorisme Di Indonesia (Ditinjau dari teori
konflik…).
 Ada Tommy Di Tenabang Ditinjau dari teori
funsionalist R.K Merton.
 Kiprah Ustad Abu Ba’asir Ditinjau dari teori labeling.
 Tawuran Antar Warga Masyarakat Desa Gabus Dan
Dese Jatimulyo (Tinjauan dari teori anomi R.K.
Merton).
 Pemberian Release & Discharge Ditinjau dari Teori
Social Reality of Crime.

 Kejahatan Carding Ditinjau Dari Teori Differential


Association.
 Tindak Pidana Korupsi Yang Melibatkan Akbar
Tanjung Ditinjau Dari Teori Labeling.
 Rudy Ramli Dalam Kasus Bank Bali Ditinjau Dari
Teori Differential Association.
 Analisis Kasus Teluk Buyat Ditinjau Dari Teori Konflik.
 Kelompok Kapak Merah Ditinjau Dari Teori
Differential Association.
 KKN H.M Soeharto Ditinjau Dari Teori Social Reality
Of Crime.
 Eksistensi Hukum Internasional Pasca Agreasi
Amerika Serikat Ke Irak (Tinjauan dari teori konflik).
 Pegawai Tengah Karier Sebagai Change Leader The
Telkom Way 135 Menuju Transformasi Customer
Centric Company (Tinjauan dari teori pertukaran).
Grand Theory TEORI FUNGSIONAL
(Durkheim, A. Comte, M. Weber, T. Parsons, H.
Spenser)
 Kohesi sosial dalam masyarakat :
 Di setiap masyarakat senantiasa dijumpai suatu
keterkaitan (kohesi). Dalam masyarakat seperti itu
terdapat pengelompokan intermedier atas
lembaga‑lembaga kemasyarakatan, sehingga di
dalamnya ada semacam struktur tertentu.
 Jika dalam pengelompokan membagi nilai dengan
norma‑norma yang sama, maka masyarakat memiliki
aturan dalam pergaulan hidup, di mana orang‑orang
mempunyai ikatan erat dalam pengelompokan
intermedier, sehingga mereka mengindahkan
nilai‑nilai dan norma pergaulan hidup tersebut.
Grand Theory
TEORI KONFLIK
(Hobbes, Karl Maarx, Galtung, Dahrendorf, Simmel,
Coser, Slotkin)
 Konflik merupakan fenomena yg normal dan
natural.
 Konflik dpt menimbulkan keadaan tidak enak,
meresahkan, menegangkan, menakutkan
namun syarat bagi suatu perubahan.
 Konflik sosial merupakan pertentangan antara
dua pihak atau lebih yang menyangkut
masalah ekonomi, kekuasaan, keyakinan
agama, ras.
Lower Theory

 Teori‑teori Under Control atau teori‑teori untuk


mengkaji perilaku jahat seperti teori Disorganisasi
Sosial, teori Netralisasi dan teori Kontrol Sosial. Teori
ini secara umum membahas mengapa ada orang
melanggar hukum meskipun kebanyakan orang tidak
demikian.
 Teori‑teori Kultur, Status dan Opportunity seperti
teori Status Frustasi, teori Kultur Kelas dan teori
Opportunity yang menekankan mengapa adanya
sebagian kecil orang menentang aturan yang telah
ditetapkan masyarakat di mana mereka tinggal.
 Teori Over Control yang terdiri dari teori Labeling,
teori Konflik Kelompok dan teori Marxis. Teori ini
lebih menekankan kepada masalah mengapa orang
bereaksi terhadap kejahatan.
ANOMI
(Emile Durkheim)

Anomi adalah keadaan deregulation dalam


masyarakat, karena tidak ditaatinya aturan ‑aturan
yang telah mapan (aturan lama ditinggalkan
sedangkan aturan baru belum ada), kehidupan
menjadi seolah-olah tanpa pedoman, orang sulit
manangkap apa yang diharapkan dari orang lain
baik untuk bersikap maupun bertindak, sehingga
keadaan menjadi galau atau membingungkan.
ANOMI
(R.K.MERTON)
 Innovation (pembaharuan) adalah keadaan di mana tujuan
dalam masyrakat diakui dan dipelihara, akan tetapi tdk terjadi
perubahan sarana yang dipergunakan untuk mencapai
tujuan. Masyarakat masih ada yang percaya dengan cara-
cara lama untuk mencapai tujuan, namun beralih
menggunakan sarana baru jika menemui halangan terhadap
cara yang digunakan untuk mencapai kesusksesan.
 Conformity (menyetujui) adalah suatu keadaan di mana
warga masyarakat menerima tujuan dan sarana‑sarana baru
(legitimate mean) yang berkembang di masyarakat karena
ada tekanan sosial. Di sisi lain meskipun masyarakat memiliki
sarana yang terbatas tetapi tidak melakukan penyimpangan,
mereka melanjutkan pencapaian tujuan hidup dan percaya
atas legitimasi sarana-sarana konvensional dengan mana
kesusksesan akan dicapai.
 Ritualism (tatacara keagamaan) yaitu keadaan di mana warga
masyarakat yang telah menerima tujuan dan sarana-sarana
baru, namun sarana­sarana baru tidak kunjung diadakan.
Masyarakat meredakan ketegangan dengan menurunkan
skala aspirasi sampai pada batas yang bisa mereka capai
daripada mengejar tujuan budaya kesuksesan yg hanya ilusi.
 Retreatism (penarikan diri) yaitu keadaan di mana warga
masyarakat melepaskan tujuan budaya sukses dan sarana-
sarana sah. Warga masyarakat mulai menyesuaikan diri dari
menurut cara-cara sendiri, misalnya dengan mabok-mabokan,
pecandu narkoba hingga puncaknya bunuh diri.
 Rebellion (pemberontakan) yaitu keadaan di mana tujuan dan
sarana yang terdapat dalam masyarakat ditolak, berusaha
untuk mengganti atau mengubah seluruhnya. Meraka juga
menginginkan utk mengubah sistem melalui social disobidien
(pembangkangan sosial).
EXCHANGE THEORY
(Peter Blau)
Premis-premisnya :
 Pertukaran sosial tidak simetris, ttp dilandasi olh sistem
stratifikasi berdasarkan kekuasaan dan wewenang.
 Perbedaan status dlm masyarakat berakibat adanya
perbedaan transaksi dalam pertukaran antar warga, status yg
rendah ditentukan olh status yg tinggi.
 Legitimasi pemimpin dlm masyarakat tdk menjamin para
anggota merasa puas thd kepemimpinannya, atau
memahami apa yang diharuskan olh pimpinan, karena setiap
pertukaran salalu diikuti oleh pamrih atau balasan.
 Kekuasaan dan otoritas dalam masyarakat sangat tergantung
pd hasil perbandingan cost dan reward yg menguntungkan
semua pihak.
 Dalam organisasi hubungan yg asimetris dilestarikan melalui
kekuasaan yg memaksa.
TEORI KONTROL SOSIAL
(Reiss)
Lahirnya teori Kontrol Sosial dilatarbelakangi oleh
tiga aspek perkembangan dalam masyarakat : (1)
Adanya reaksi dari teori labeling dan konflik yang
dilandasi tingkah laku kriminal. Sebagaimana acuan,
teori ini kurang menganalisis masalah kriminal dan
hanya mengarah pada subyek perilaku menyimpang;
(2) Munculnya studi tentang criminal justice sebagai
suatu ilmu telah mempengaruhi hukum menjadi lebih
pragmatis serta berorientasi pada sistem; dan (3)
Teori Kontrol Sosial dikaitkan dg teknik penelitian,
khususnya terhadap tingkah laku remaja, yakni self
report survey.
TEORI KONTROL SOSIAL
(Nye)
 Menurut Nye, manusia diberi kendali supaya tidak
melakukan pelanggaran, proses sosialisasi yang
adequat (memadai) akan mengurangi terjadinya
delinkuensi. Pendidikan terhadap seseorang untuk
melakukan pengekangan keinginan (impulse). selain
itu, kontrol intemal dan ekstemal harus kuat utk
membangun ketaatan terhadap hukum
(law‑abiding).
 Premis teori Kontrol Sosial :
 1. Harus ada kontrol intemal maupun ekstemal.
 2 . Manusia diberikan kaidah‑kaidah supaya tidak
melakukan pelanggaran.
 3. Proses sosialisasi yang ade quat (memadai) akan
mengurangi terjadinya delinkuen.
 4. Ketaatan thd hukum (law abiding).
TEORI LABELING
(Micholowsky)
 Premis-premis teori Labeling sebagai berikut :
 1. Kejahatan merupakan kualitas dari reaksi masyarakat atas
tingkah laku seseorang.
 2. Reaksi itu menyebabkan tindakan seseorang dicap sebagai
penjahat.
 3. Umumnya tingkah laku seseorang yang dicap jahat
menyebabkan orangnya juga diperlakukan sebagai penjahat.
 4. Seseorang yang dicap dan diperlakukan sebagai penjahat
terjadi dalam proses interaksi, di mana interaksi tersebut
diartikan sebagai hubungan timbal balik antara individu, antar
kelompok dan antar individu dan kelompok.
 5. Terdapat kecenderungan di mana seseorang atau
kelompok yang dicap sebagai penjahat akan menyesuaikan
diri dengan cap yang disandangnya.
 Teori Labeling Howard S. Becker menekankan dua
aspek:
 (1) Penjelasan tentang mengapa dan bagaimana
orang‑orang tertentu sampai diberi cap atau label
sebagai penjahat; dan (2) Pengaruh daripada label itu
sebagai konsekuensi penyimpangan tingkah laku,
perilaku seseorang bisa sungguh2 menjadi jahat jika
orang itu di cap jahat.
 Edwin Lemert membedakan tiga penyimpangan, yaitu:
(1) Individual deviation, di mana timbulnya
penyimpangan diakibatkan oleh karena tekanan psikis
dari dalam; (2)Situational deviation, sebagai hasil stres
atau tekanan dari keadaan; dan (3) Systematic
deviation, sebagai pola‑pola perilaku kejahatan
terorganisir dalarn sub‑sub kultur atau sistem tingkah
laku.
 Pada dasarnya teori labeling menggambarkan:
 (1) Tidak ada satupun perbuatan yang pada dasarnya
bersifat kriminal; (2) Predikat kejahatan dilakukan oleh
kelompok yang dominan atau kelompok penguasa; (3)
Penerapan aturan tentang kejahatan dilakukan untuk
kepentingan pihak yang berkuasa; (4) Orang tidak
menjadi penjahat karena melanggar hukum, tetapi
karena ditetapkan demikian oleh penguasa; dan (5)
Pada dasarnya semua orang pernah melakukan
kejahatan, sehingga tidak patut jika dibuat kategori
orang jahat dan orang tidak jahat. Premis tersebut
menggambarkan bahwa sesungguhnya tidak ada orang
yang bisa dikatakan jahat apabila tidak terdapat aturan
yang dibat oleh penguasa untuk menyatakan bahwa
sesuatu tindakan yang dilakukan seseorang atau
sekelompok orang diklasifikasikan sebagai kejahatan.
DIFFERENTIAL ASSOCIATION THEORY
(Edwin H. Sutherland)

Sembilan premis perilaku jahat :


 1. Perilaku kejahatan adalah perilaku yang dipelajari,
bukan warisan.
 2. Perilaku kejahatan dipelajari dalam interaksi dengan
orang lain dalam suatu proses komu­nikasi. Komunikasi
tersebut dapat bersifat lisan atau dengan bahasa tubuh).
 3. Bagian terpenting dalam proses mempelajari perilaku
kejahatan terjadi dalam hubungan personal yang intim.
Secara negatif ini berarti bahwa komunikasi interpersonal
seperti melalui bioskop, surat kabar, secara relatif tidak
berperanan penting dalam terjadinya kejahatan).
 4. Ketika perilaku kejahatan dipelajari, maka yang
dipelajari termasuk: (a) teknik melakukan kejahatan, (b)
motif-­motif, dorongan‑dorongan, alasan‑alasan
pembenar dan sikap‑sikap tertentu).
 5. Arah dan motif dorongan itu dipelajari melalui
definisi-­definisi dari peraturan hukum. Dalam suatu
masyarakat, kadang seseorang dikelilingi oleh
orang‑orang yang secara bersa­maan melihat apa yang
diatur dalam peraturan hukum sebagai sesuatu yang
perlu diperhatikan dan dipatuhi, namun kadang ia
dikelilingi orang‑orang yang melihat aturan hukurn
sebagai sesuatu yang memberikan peluang dilakukannya
kejahatan.
 6. Seseorang menjadi delinkuen karena ekses pola‑pola
pikir yang lebih melihat aturan hukurn sebagai pernberi
peluang melakukan kejahatan daripada melihat hukurn
sebagai sesuatu yang harus diperhatikan dan dipatuhi)
 7. Asosiasi Diferensial bervariasi dalam frekuensi,
durasi, prioritas serta intensitasnya.
 8. Proses mempelajari perilaku jahat diperoleh
lewat hubungan dengan pola‑pola kejahatan dan
mekanisme yang lazim terjadi dalam setiap
proses belajar secara urnum.
 9. Sementara itu perilaku jahat merupakan
ekspresi dari kebutuhan nilai umum, namun tidak
dijelaskan bahwa perilaku yang bukan jahatpun
merupakan ekspresi dari kebutuhan dan nilai ‑nilai
umum yang sama.
SOCIAL REALITY OF CRIME THEORY
(Richard Quinney)
 Premis 1: Definisi ttg tindak kejahatan (perilaku yg
melanggar hukum) adalah perilaku manusia yang
diciptakan oleh para pelaku yang berwenang dalam
masyarakat yang terorganisasi secara politik, atau
kualifikasi atas perilaku yang melanggar hukum
dirumuskan oleh warga‑warga masyarakat yang
mempunyai kekuasaan.
 Premis 2: Kejahatan adalah gambaran perilaku yang
bertentangan dengan kepentingan kelompok
masyarakat yang memiliki kekuasaan untuk
membentuk kebijakan publik, atau perumusan
pelanggaran hukum merupakan perumusan tentang
perilaku yang bertentangan dengan kepentingan
pihak‑pihak yang membuat perumusan.
 Premis 3: Definisi tindak kejahatan diterapkan di
dalam masyarakat yang memiliki kekuasaan untuk
membentuk pelaksanaan dan administrasi hukum
pidana. Kepentingan penguasa ikut mencampuri di
semua tahap dimana kejahatan itu diciptakan.
 Premis 4: Pola aksi tindakan melanggar hukum atau
tidak tergantung pada faktor : (1) kesempatan
dalam masyarakat; (2) pengalaman belajar; (3)
identifikasi pada pihak‑pihak lain; (4) konsep diri.
 Premis 5: Pemahaman ttg tindak kejahatan dibentuk
dan diserap ke dalam kelompok-­kelompok
masyarakat lewat sarana komunikasi.
CULTURE CONFLICT THEORY
(Thorsten Sellin)

 Premis 1: Bertemunya dua budaya besar.


Konflik budaya dapat terjadi apabila ada benturan aturan pada batas
daerah budaya yang berdampingan. Pertemuan tersebut
mengakibatkan terjadinya kontak budaya diantara mereka baik
dalam kaitan agama, orientasi kerja, cara berdagang dan budaya
minum-minuman keras, judi dan lain-lain yang dapat mernperlemah
budaya kedua belah fihak.
 Premis 2: Budaya besar menguasai budaya kecil.
Konflik budaya dapat juga terjadi bila satu budaya memperluas
daerah berlakunya ke budaya lain. Hal ini terjadi biasanya dengan
menggunakan undang­undang dimana suatu kelompok budaya
diperlakukan untuk daerah lain.
 Premis 3: Anggota dari suatu budaya pindah kebudaya lain.
Konflik budaya timbul karena orang‑orang yang hidup dalam budaya
tertentu pindah ke lain budaya yang berbeda.
SUB-CULTURE THEORY
 Teori sub‑culture membahas kenakalan remaja
serta perkembangan dari berbagai tipe gang
anak-anak di AS.
 Teori sub‑culture dipengaruhi oleh kondisi
intelektual (intelectual heritage) aliran Chicago,
konsep anomie Robert K. Merton dan Solomon
Kobrin yang melakukan penelitian terhadap
hubungan antara gang jalanan dengan orang
laki‑laki yang berasal dari komunitas kelas bawah
(lower class). Hasil penelitiannya menunjukkan
ada kaitan antara hierarki politis dengan
kejahatan teroganisir.
Ada dua teori sub-culture
 Teori Delinquent Sub‑Culture
 Albert K. Cohen dalarn bukunya Delinquent Boys
(1955) berusaha memecahkan masalah kenakalan
remaja dengan meggabungkan teori Disorganivasi
Sosial dari Shaw dan McKay, teori Differential
Association Edwin H. Sutherland dengan teori
Anomie R.K. Merton. Cohen menyimpulkan bahwa
kondisi tsb menyebabkan terjadinya peningkatan
perilaku delinkuen kalangan remaja di daerah kumuh
(slum). Konklusinya menyebutkan bahwa perilaku
delinkuen di kalangan remaja kelas bawah
merupakan cermin ketidak puasan warga terhadap
norma dan nilai kelompok kelas menengah yang
mendominasi kultur Amerika.
 Teori Differential Opportunity (Perbedaan kesempatan)
 Teori ini dikernukakan oleh Richard A.Cloward dan Leyod E.
Ohlin yang membahas perilaku delinkuen remaja (gang) di
Amerika. Menurut Cloward, deviasi perilkau remaja itu
terjadi karena ada perbedaan kesernpatan yang dimiliki
anak‑anak untuk mencapai tujuan hidupnya.
 Tiga tipe gang kenakalan remaja: (1) Criminal Sub-
Sulture, bilamana masyarakat terintegrasi dg baik, mk gang
akan berlaku sebagai kelompok yang belajar dari orang
dewasa. Aspek itu berkorelasi dengan organisasi kriminal;
(2) Retreatist Sub‑culture, remaja tidak memiliki struktur
kesempatan shg banyak melakukan perilaku menyimpang
(mabuk‑mabukan, penyalahgunaan narkoba, dan lain
sebagainya); (3) Conflict Sub‑culture, terdapat dalam
masyarakat yang tidak terintegrasi sehingga para remaja
menunjukkan perilaku bebas. Ciri khas gang ini adl
kekerasan, perampasan harta benda, dan perilaku
menyimpang lainnya.
TEORI KEKERASAN KOLEKTIF
(Tilly)
 Kekerasan Kolektif Primitif – pada dasarnya non politis,
ruang lingkupnya terbatas pada st komunitas lokal
(contoh : pengeroyokan thd pencopet yg tertangkap
tangan).
 Kekerasan Kolektif Reaksioner – merupakan reaksi thd
penguasa, pelaku dan pendukungnya tdk semata-mata
berasal dr st komunitas lokal, melainkan siapa saja yg
merasa sesuai dg tujuan kolektif atau tdk setuju dg
sistem yg tdk adil (contoh : demonstrasi buruh)
 Kekerasan Kolektif Modern – merupakan sarana utk
mencapai tujuan politis atau ekonomis dlm masyarakat
(contohnya: kerusuhan 14 Mei 1998 di Jakarta).
TEORI KONSPIRASI
(Mathias Brockers)
 Mutasi dlm kehidupan tdk saja terjadi atas dsr
pertarungan atau persaingan soal keberadaan, ttp juga
persekutuan & kerjasama yg justru memungkinkan
terjadinya evolusi.
 Dlm kehidupan A bersepakat dg B tanpa diketahui C utk
memperoleh keuntungan adl wajar.
 Konspirasi mengandung bujukan atau rayuan, bukan
sekedar bernada sama. Kata-kata yg saling terkait
membuat hal-hal yg rumit menjadi sederhana.
 Jika tidak ada bukti yg difinitif, kebenaran harus diuji scr
berulang-ulang.
 Kecenderungan melempar tggjwb mslh yg
rumit & menyengsarakan merupakan ciri
perilaku manusia.
 Misteri yg tdk mampu dijelaskan scr logika
akan dilarikan kpd “sdh kehendak Tuhan” sbg
Sang Pencipta.
 Konspirasi membuat masalah yg rumit
menjadi sederhana, dan menjadi alat ideal utk
propaganda.
 Syak wasangka adl suatu keraguan, kritik dpt
dijadikan bukti bagi realitas utk kemajuan.
REALITAS HUKUM
(Law on books & Law in action)
Terjadinya perbedaan karena :
 Apakah “pola tingkah laku sosial” tlh mengungkapkan materi
hk yg diumuskan dlm peraturan.
 Apakah keputusan pengadilan sama dg apa yg diharuskan
dlm peraturan.
 Apakah tujuan yg dikehendaki hukum sama dg efek
peraturan itu dlm kehidupan masyarakat.

* SIKAP AMBIVALEN MERUPAKAN PENGHALANG BAGI TEGAKNYA HUKUM


* KEKUASAAN YG TDK BERPARADIGMA HK MERUPAKAN PELUANG TERJADINYA
PELANGGARAN HAM
(D.L KIMBAL)
CIVIL LAW
(Eropa Kontinental)
PERSPEKTIF HUKUM
Peranan ngr dlm
pembuatan UU dominan
KOMPONEN CAMMON LAW CIVIL LAW
Hk tertulis sbg
andalan bagi Partisipatif dg Sentralistik karena
kepastian hk mengundangkan pembuatannya lbh
PEMBUATAN seluas-luasnya banyak ditentukan
parmas baik scr olh lbg-2 ngr trtm
individu maupun pemerintah
kelompok

ORIENTASI MASYARAKAT
Aspiratif,
Positivis instrumen
talis dlm arti isinya
memenuhi kehen- lbh mencerminkan
FUNGSI dak masyarakat kehendak atau alt
yg dkontestasikan justifikasi atas pro
scr demokratis gram yg akan
dilakukan pmrth
CAMMON LAW
(Anglo Saxon) Interpretatif krn
Hk tertulis & konvensi Limitatif karena hanya memuat
memuat kttn prin- mslh-2 pokok utk
Mendapat tempat yg sip scr rinci & ketat ditafsirkan dg prtn
penting PELUANG shg tdk dpt diinter- rendah yg dibuat
Hakim dpt membuat hk mll pretasikan scr sepi- olh pemrth, dmn
hak olh pmrth, interpretasi seke-
Vonis-2 tanpa hrs terikat kecuali hal-2 teknis dar menyangkut
pd hk tertulis hal-2 teknis
KEADILAN DIUTAMAKAN
PENDEKATAN HUKUM (Donald Black)
KRITERIA YURISPRUDESIAL SOSIOLOGICAL

Fokus Peraturan-Peraturan Struktur Sosial


Proses Logika Perilaku
Cakupan Universal Bervariasi
Perspektif Partisipan Pengamat
Kegunaan Praktis Alamiah
Tujuan Pengendalian Keseimbangan

PENGEMBANGAN HK TDK TERLEPAS DR ASPEK NORMATIF DAN


SOSIOLOGIS. DALAM KENYATAAN KEDUA MODEL TSB SALING TERKAIT,
SALING MELENGKAPI, DAN SALING MEMBERIKAN SUMBANGAN DLM
APLIKASI
HUKUM

* Perwujudan nilai-2 normatif (abstrak)


* Instrumen utk pengendalian sosial

SOSIOLOGI

Memenuhi kebutuhan konkrit (aturan main)


dalam kehidupan msyarakat
 Hukum memiliki daya mengatur jika scr reltif sdh
dipersatukan dlm kelompok-2 sosial, apalagi dlm
sistem sosial.
 Hukum bersifat memaksa ttp paksaan itu bukanlah
merupakan syarat utama, kemanfaatanlah yang
menjadi ukuran utama.
 Pemaksaan itu lebih utk melindungi sistem sosial
daripada hukum.
 Obyek Sosiologi hukum : karakteristik hukum
masyarakat, ideologi, kelembagaan sosial,
organisasi formal dan sosial, dan dinamika sosial.
ALIH-ALIH PELEMBAGAAN HUKUM
GOVERNMENT

POLITIC (Subyektivasi)

RULE MAKING
INSTITUTION

FEED BACK STATE NORM (Obyektivasi)


Rule
Occupation
RULE MAKING
INSTITUTION

SANCTION (Internalisasi)

ALL OTHER SOCIETAL


ALL PERSONAL FORCE
FILSAFAT
KEBENARAN :
 Absolut (kitab suci).
 Otoriter (kekuasaan, kedudukan : Presiden, Panglima, Gubernur dll).
 Mistik (Dewa, paranormal, dukun dll).
 Logika rasional (pemikiran manusia=wisdom).
 Ilmiah (pakar, ilmuwan).

Indrawi
BENAR
Fakta sosial apa
Filsafat mempertentangkan mengapa
Materi/Bentuk bagaimana
PERUBAHAN
Sifat

Anda mungkin juga menyukai