Anda di halaman 1dari 11

ORIENTASI DAN STRATEGI ETNIS KARO DALAM MENCAPAI

KEKUASAAN DI SUMATERA UTARA

(Studi kasus:PEMILU Legislatif di Sumatera Utara 2009)

Disusun oleh :

Kelompok III :
Kiki Siregar
Yaogi Edward
Evi Rizki
Utari Sitorus
Rita Silalahi
Maria Sembiring
Chen Lorida
Elisabeth
Alnio

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah


1 Bagaimana cara yang dilakukan calon legislatif terpilih dari etnis karo
untuk mendapatkan dukungan?
2 Bagaimana keterlibatan etnis dalam pemilihan legislative?

1.3 Tujuan
Ada pun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1 Untuk memenuhi tugas antropologi politik yang dilaksanakan di
departemen ilmu politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Uniersitas
Sumatera Utara.
2 Untuk mengetahui bagaimana strategi calon legislatif dan mengetahui
keterlibatan etnis dalam pemilihan anggota legislative tahun 2009.

1.4 Kerangka Teori


1. 4. 1 Kekuasaan
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau
kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan
kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi
kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok
untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan
keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan
merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan
berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan
Surbakti,1992).1
1
www.wikipedia.com
Dalam pemerintahan mempunya makna yang berbeda:
"kekuasaan" didefinisikan sebagai "kemampuan untuk memengaruhi
seseorang untuk melakukan sesuatu yang bila tidak dilakukan", akan tetapi
"kewenangan" ini akan mengacu pada klaim legitimasi, pembenaran dan
hak untuk melakukan kekuasaan. Sebagai contoh masyarakat boleh jadi
memiliki kekuatan untuk menghukum para kriminal dengan hukuman mati
tanpa sebuah peradilan sedangkan orang-orang yang beradab percaya pada
aturan hukum dan perundangan-undangan dan menganggap bahwa hanya
dalam suatu pengadilan yang menurut ketenttuan hukum yang dapat
memiliki kewenangan untuk memerintahkan sebuah hukuman mati.
Dalam perkembangan ilmu-ilmu sosial, kekuasaan telah dijadikan
subjek penelitian dalam berbagai empiris pengaturan, keluarga
(kewenangan orangtua), kelompok-kelompok kecil (kewenangan
kepemimpinan informal), dalam organisasi seperti sekolah, tentara,
industri dan birokrat (birokrasi dalam organisasi pemerintah) dan
masyarakat luas atau organisasi inklusif, mulai dari masyarakat yang
paling primitif sampai dengan negara, bangsa-bangsa modern atau
organisasi (kewenangan politik). Kekuasaan cenderung korup adalah
ungkapan yang sering kita dengar, atau dalam bahasa Inggrisnya adalah
Power tends to corrupct.
Menguraikan konsep kekuasaan politik kita perlu melihat pada
kedua elemennya, yakni kekuasaan dari akar kata kuasa dan politik yang
berasal dari bahasa Yunani Politeia (berarti kiat memimpin kota (polis)).
Sedangkan kuasa dan kekuasaan kerapa dikaitkan dengan kemampuan
untuk membuat gerak yang tanpa kehadiran kuasa (kekuasaan) tidak akan
terjadi, misalnya kita bisa menyuruh adik kita berdiri yang tak akan dia
lakukan tanpa perintah kita (untuk saat itu) maka kita memiliki kekuasaan
atas adik kita. Kekuasaan politik dengan demikian adalah kemampuan
untuk membuat masyarakat dan negara membuat keputusan yang tanpa
kehadiran kekuasaan tersebut tidak akan dibuat oleh mereka.
Bila seseorang, suatu organisasi, atau suatu partai politik bisa
mengorganisasi sehingga berbagai badan negara yang relevan misalnya
membuat aturan yang melarang atau mewajibkan suatu hal atau perkara
maka mereka mempunyai kekuasaan politik.
Variasi yang dekat dari kekuasaan politik adalah kewenangan
(authority), kemampuan untuk membuat orang lain melakukan suatu hal
dengan dasar hukum atau mandat yang diperoleh dari suatu kuasa. Seorang
polisi yang bisa menghentian mobil di jalan tidak berarti dia memiliki
kekuasaan tetapi dia memiliki kewenangan yang diperolehnya dari UU
Lalu Lintas, sehingga bila seorang pemegang kewenangan melaksankan
kewenangannya tidak sesuai dengan mandat peraturan yang ia jalankan
maka dia telah menyalahgunakan wewenangnya, dan untuk itu dia bisa
dituntut dan dikenakan sanksi.
Sedangkan kekuasaan politik, tidak berdasar dari UU tetapi harus
dilakukan dalam kerangka hukum yang berlaku sehingga bisa tetap
menjadi penggunaan kekuasaan yang konstitusional.

1. 4. 2 Etnisitas
Etnisitas adalah sebuah konsep kultural yang berpusat pada
pembagian norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan, simbol dan praktik-
praktik kultural. Formasi kelompok etnis menyandarkan dirinya pada
pembagian penanda-penanda kultral yang dibangun dalam di bawah
konteks sejarah, sosial, dan politik yang khusus, yang mendorong perasaan
saling memiliki, yang menciptakan mitos-mitos leluhur. Mengikuti
argumen anti-esensialis, adalah jelas bahwa kelompok etnis tidaklah
mendasarkan dirinya pada garis primordial atau karakteristik kultural yang
bersifat universal, melainkan sebuah praktik diskursif. Etnisitas mewujud
dalam bagaimana cara kita berbicara tentang identitas kelompok, tanda-
tanda dan simbol-simbol yang kita pakai dalam mengidentifikasi
kelompok.2
2
https://basyarat.wordpress.com/2011/02/07/etnisitas-dalam-eksistensi-negara/
Konsep etnisitas bersifat relasional yang berkaitan dengan
identifikasi diri dan asal-usul sosial. Apa yang kita pikirkan sebagai
identitas kita tergantung kepada apa yang kita pikir-kan sebagai bukan
kita. Orang Jawa bukanlah orang Sunda, Madura, Batak, Tionghoa, dll.
Konsekuensinya, etnisitas akan lebih baik dipahami sebagai proses
penciptaan batas-batas formasi dan ditegakkan dalam kondisi sosio-
historis yang spesifik.
Lewat proses interaksi antara manusia satu dengan yang lain
tercipta bahasa, tatanan sosial, tradisi, norma-norma, dan sebagainya.
Menurut budayawan WS. Rendra (2001), manusia dibekali "daya hidup"
yang memungkinkan dirinya untuk bertahan. Dalam konteks budaya, daya
hidup yang dimaksud di sini adalah kemampuan berorganisasi dan
berkoordinasi. Peran-peran penting salah satu figur atau kelompok tertentu
dalam sebuah komunitas sosial menciptakan strata yang membedakan
seseorang atau kelompok tertentu dengan yang lain. Berangkat dari sinilah
lahir sistem kekuasaan (politik).
Dengan demikian, kekuasaan itu sendiri merupakan produk
budaya. Setiap bangsa memiliki sistem kekuasaan sendiri. Tetapi, sejarah
merupakan proses dialogis yang melibatkan manusia dengan realitas
kehidupan yang kompleks dan dinamis. Sejarawan Ahmad Syafi'i Ma'arif
(2003) mendefinisikan sejarah sebagai rekaman interaksi dan dialog jiwa
dan pikiran dengan realitas kehidupan manusia yang berlangsung secara
dinamis dan kreatif dalam ruang dan waktu tertentu.
Proses dialogis inilah yang senantiasa menopang stamina
kebudayaan suatu bangsa. Daya hidup atau stamina kebudayaan senantiasa
bergerak secara dinamis seiring dengan kodrat alam. Manusia hidup
seirama dengan dinamika dan keharmonisan alam. Stamina kebudayaan
akan senantiasa harmonis dan terjaga manakala manusia mampu
berkoordinasi dan berorganisasi dengan seluruh makhluk, termasuk dalam
konteks hubungan antarmanusia. Akan tetapi, manakala manusia tidak
mampu berkoordinasi dan berorganisasi dengan yang lain?karena motif
politik tertentu? maka stamina kebudayaan terus menurun.3
Dalam konteks sosial, khususnya berkaitan dengan sistem politik
dan kekuasaan, ketika kemampuan berkoordinasi dan berorganisasi sudah
diabaikan, maka daya hidup ini menjelma menjadi semangat
"individualisme" dan "absolutisme." Manusia merasa sudah cukup dengan
dirinya sendiri, tidak butuh orang lain. Kekuasaannya hanya untuk dirinya
sendiri dan cenderung mengabaikan kepentingan orang lain.
Secara politik, stamina kebudayaan yang kian menurun cenderung
berseberangan dengan konsep demokrasi. Ketika kemampuan
berkoordinasi dan berorganisasi dengan orang lain kian menurun, lahirlah
individualisme dan absolutisme. Kekuasaan kemudian terpusat kepada
satu tokoh atau kelompok tertentu sehingga orang lain terabaikan.
Kristalisasi kekuasaan kemudian menciptakan absolutisme. Dengan
demikian, ketika stamina kebudayaan kian menurun, maka sebuah bangsa
sedang meninggalkan nilai-nilai demokratis.
Dalam konteks budaya, stamina kebudayaan yang menurun
berseberangan dengan tata keseimbangan hukum alam. Sejarah tidak
menjadi dinamis dan kebudayaan tidak tumbuh dan berkembang. Dengan
menguatnya semangat individualisme dan absolutisme, kekuasaan rezim
semakin kuat. Setiap rezim selalu merepresentasikan kebudayaan tertentu.
Sebab, antara kebudayaan dengan kekuasaan memiliki hubungan strategis
yang saling menguntungkan. Edward Said banyak mengkaji pola
hubungan ini. Sistem politik memiliki kaitan erat dengan budaya yang
dimiliki oleh bangsa tersebut (Shella Walia, 2003).
1. 4. 3 Kekuasaan Dalam Masyarakat Karo
Kekuasaan dalam masyarakat karo tidaklah sama dengan konsep
kekuasaan dalam mayarakat Karo, dimana struktur masyarakat Karo
berintikan runggu dari Kalimbubu, senina, anak beru yang disebut Daliken
Sitelu. Daliken sitelu mempunyai fungsi dan kedudukan senantiasa
3
http://gerakantajdid.blogspot.com/2010/01/kebudayaan-dan-relasi-kekuasaan.html
bertukar yang memberi keputusan adat baik secara umum maupun dalam
pemerintah.
Etnis Karo merupakan salah sat etnis yang terdiri dalam tubuh
bangsa Indonesia. Etnis Karo mempunyai tata cara bermasyarakat melalui
forum permusyawaratan yang spesifik Karo disebut Runggu. Hubungan
kekerbatan pada masyarakat Karo sangatlah erat yang diperoleh melalui
keturunan, perkawinan dan cara perkenalan yang disebut Ertitur yang
berpedoman pada Merga dan beru serta bere. Biasanya orang yang
melakukan Ertitur selain kepada orang yang saling belum mengenal
maupun untuk mengetahui tinggi rendahnya tingkat orang lain dari kita
dalam pergaulan.

Max Weber menyatakan bahwa kekuasaan adalah kemampuan


mengeliminasi berbagai kebiasaan dan keingina orang lain. Caranya dapat
berupa paksaan, menyakiti, memanipulasi, membujuk dan sebagainya.
Bila konsep kekuasaan dilihat dari terminology masyarakat Karo maka
konsep tersebut harus diamati dalam nilai-nilai kebudayaan masyarakat
yang bersangkutan. Dalam masyarakat Karo nilai kebudayaan yang
melandasi setiap aktivitas kegiatan manusia terutama yang mengatur
hubungan dengan masyarakat sekitarnya dengan Merga Siliima, Deliken
Si Telu, dan Tutur Si Waluh. Masing-masing memiliki kewenangan hak
dan tanggung jawab. Artinya ada atau tidak ada kegiatan masing-masing
kelompok sudah mengerti akan tugas-tugas dan tanggungjawabnya.
BAB II
PENYAJIAN DATA

2. 1 Calon Anggota Legislatif Dari Etnis Karo Pada Pemilu Legislatif 2009
DPRD Sumatera Utara
DAPIL NAMA CALON PARTAI JUMLAH
SUARA
I - - -
Ir Eva Juniati Nathasa Partai Republik
4496 dari 11832
Ginting, Msi Nusantara
Drs. Iman Swadiri
Partai Golkar 4971 dari 51683
Ginting
Pdt. Metia Ginting, SH Partai Demokrat 5254 dari 208118
Partai Pengusaha
Jusuf Sabar Sembiring,
dan Pekerja 2394 dari 5537
BBA
Indonesia
Partai Gerakan
Pinta Tarigan 1899 dari 18947
Indonesia Raya
Darwin Tarigan Partai Golkar 1463 dari 51683
Partai
Saraswati Carolina
Pembanguna 95 dari 3974
Sitepu, SE
Indonesia Baru
Partai Demokrasi
H. M Yusuf Ketaren Indonesia 5166 dari 53137
Perjuangan
II Partai Demokrasi
Drs. Budi Mulya
Indonesia 2558 dari 53137
Bangun
Perjuangan
Partai Demokrasi
Drs. Masa Bakti Sitepu Indonesia 6517 dari 53137
Perjuangan
Partai Demokrasi
Sabar Bangun Indonesia 5198 dari 53137
Perjuangan
Partai Demokrasi
dr. Selamat Sebayang Indonesia 630 dari 53137
Perjuangan
Partai Kasih
Irmata Sitepu, ST Demokrasi 170 dari 5972
Indonesia
Sayang Bangun Partai Republikan 3001 dari 11832
III - - -
IV - - -
Partai Nasional
Rudi Sitepu S. sos Indonesia 300 dari 636
Marhaenisme
V Partai Demokrasi
Agustinus Sembiring,
Indonesia 454 dari 1096
SE
Kebangsaan
Irma Julita Ginting Partai Golkar 2962 dari 57513
VI - - -
VII - - -
Partai Perjuangan
VIII Venieke Sembiring 53 dari 13692
Indonesia Baru
Efrata Febrina
Partai Buruh 93 dari 4057
Sembiring
Soryria Tarigan Partai Persatuan
1898 dari 19356
Rakyat Nasional
Partai Nasional
IX Drs. Luther Tarigan Benteng
825 dari 6532
Kerakyatan
Indonesia
Ringkas Tarigan, SE Partai Demokrasi
Indonesia 2274 dari 47413
Perjuangan
Drs. Dermawan Partai Damai
9268 dari
Sembiring Sejahtera
Partai Demokrasi
X Ir. Taufan Agung
Indonesia 14303 dari
Ginting
Perjuangan
Layari Sinukaban Partai Demokrat 17244 dari
XI H. Saleh Bangun Partai Demokrat 51509 dari
Ferry Suando Tanuray Partai Bulan
4669 dari
Kaban, SE Bintang
Timbas Tarigan Partai Keadilan 7442 dari
Sejahtera

2. 2 Etnis Karo yang Terdaftar Sebagai Calon Anggota Legislatif


Dari 1991 calon anggota legislatif yang terdaftar di KPU provinsi
Sumatera Utara ada sebanyak 6 orang calon terpilih dari Etnis Karo yang
ditetapkan sebagai anggota legislatif priode 2009- 2014.
JUMLAH
DAPIL NAMA CALON PARTAI
SUARA
I - - -
II - - -
III - - -
IV - - -
V - - -
VI - - -
VII - - -
VIII - - -
IX - - -
Drs. Dermawan Partai Damai
9268
Sembiring Sejahtera
Partai Demokrasi
X Ir. Taufan Agung
Indonesia 14303
Ginting
Perjuangan
Layari Sinukaban Partai Demokrat 17244
H. Saleh Bangun Partai Demokrat 51509
Ferry Suando Tanuray Partai Bulan
4669
XI Kaban, SE Bintang
Partai Keadilan
Timbas Tarigan 7442
Sejahtera

Anda mungkin juga menyukai