Anda di halaman 1dari 12

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Candi Borobudur


1.. Sejarah Singkat Candi Borobudur
Keberadaan candi Borobudur ditemukan oleh Gubernur
Jenderal Sir Thomas Raffles pada tahun 1814. Saat itu Belanda dan
Inggris berperang dan sempat wilayah nusantara dipimpin oleh
Inggris. Saat Raffles berkunjung ke Semarang, ia mendapat
laporan ada bukit yang penuh dengan relief. Bersama dengan H.C.
Cornelius, seorang Belanda, disertai 200 orang dimulailah
pembersihan situs berbentuk bukit tersebut.
Tahun 1835 dan seterusnya mulailah tampak wujud
sebenarnya bagian atas candi, diteruskan bertahun-tahun hingga
dianggap selesai pada tahun 1850-an. Dan pada tahun 1873
seorang artis Belanda, F.C. Wilsen, menerbitkan monograf pertama
relief-relief candi Borobudur, hingga kemudian Isidore van
Kinsbergen memotret candi tersebut. Namun saat itu status dan
struktur candi Borobudur masih diyakini tak stabil.
Awal abad ke-20 dilakukan restorasi besar-besaran oleh
Theodoor van Erp, yang bertugas di Magelang, sekaligus
tergabung ke dalam Borobudur Commission. Erp melakukan
metoda yang disebut anastylosis, yaitu suatu metoda untuk
merekonstruksi bangunan tua bersejarah dengan perhitungan,
simulasi, dan disusun kembali dengan bantuan batu, plester, semen
untuk menahan struktur dan bagian yang telah hilang. Namun
upaya ini kurang sukses karena kurangnya dana, sehingga Erp
hanya fokus pada restorasi struktur dan drainase.
Tahun 1973 hingga 1984 UNESCO ikut membantu dalam
upaya restorasi dan pendanaan candi ini. Dibongkar lebih lengkap,
struktur tanah dan bukit diperkuat, serta kembali batu-batu disusun

4
hingga tampak kemegahannya hingga sekarang. UNESCO pun
memasukkannya ke dalam daftar World Heritage Site atau Warisan
Dunia UNESCO.
21 Januari 1985 beberapa stupa hancur karena serangan
ledakan bom. Beberapa waktu lalu pembangunan di sekeliling
candi juga menjadi isu kontroversial. Terakhir, kejadian gempa di
Yogyakarta tidak membuat kerusakan candi ini.
Dongeng setempat mengatakan Gunadharma memimpin
pembuatan candi ini di jaman Syailendra di akhir abad ke-8.
Menurut seorang akademisi Belanda, nama Gunadharma adalah
murni bahasa Sansekerta yang berarti dongeng rakyat tersebut
bersumber dari fakta sejarah, sebab dongeng rakyat yang semata-
mata dongeng hanya menampilkan figur nama lokal/setempat.
Candi Borobudur dibangun sebagai sebuah candi besar,
bukan sebuah komplek, yang jika dilihat tegak lurus dari atas
berbentuk sebuah mandala besar di atas tanah. Bentuk dasar candi
berukuran 123×123 meter, bertingkat 6 berbentuk bujur sangkar
dan 3 tingkat ke atasnya berbentuk lingkaran dan ditutup dengan
sebuah stupa besar.
Bahan dasar batu diambil dari sungai, dipahat, dibentuk
kubus dengan sistem kunci coakan dan sengkedan, tidak ada
penggunaan mortar atau bahan pelekat lainnya. Sebagai struktur
sebuah bukit menjadi tempat penyusunan batu-batu tersebut. Total
batu struktur dan termasuk reliefnya –seluas 2.500m2–
menghabiskan sekitar 55.000m3.
Gunadharma pun memikirkan sistem drainase, terutama
saat musim hujan di mana curah hujan daerah tropis sangat tinggi,
tetesan air hujan bisa mengalir deras dari puncak hingga ke bawah.
Di tiap tingkat, di setiap sudutnya dibuat 100 lubang air dalam
bentuk patung-patung yang unik.
Menurut para ilmuwan pembangunan candi ini memakan
waktu 50 tahun. Wajar jika legenda mengatakan Gunadharma

5
sebagai arsiteknya meminta tetap berada di candi tersebut, moksa
untuk menjaga kelestarian sebuah karya monumental, baik bagi
Gunadharma sendiri, bagi Samaratungga dan putrinya,
Pramudawardhani, dan bagi penerus wangsa Syailendra saat itu.
Yang masih menjadi misteri adalah kepastian mengapa
wilayah candi Borobudur adalah wilayah yang ditinggalkan. Saat
Raffles menemukan candi ini, wilayah tersebut adalah bukan
wilayah hunian, sebuah hal yang janggal ketika sebuah tempat
peribadatan besar umat Budha tapi tidak ada penduduknya. Bahkan
Majapahit atau pun Sunda Galuh tidak mencatat eksistensi candi
ini.
Para ilmuwan berkesimpulan Borobudur hilang karena
tertimbun ledakan Gunung Merapi di awal abad ke-11, diiringi
dengan pengungsian besar-besaran penduduk, menjadi wilayah
desertir. Namun pendapat ini pun masih belum bisa dipastikan oleh
para ilmuwan dan akademisi.

2.. Struktur Candi Borobudur


Bangunan Candi
Candi Borobudur dibuat/dibangun menggunakan batu
andesit sebanyak 55.000 m3. Bangunan candi Borobudur
berbentuk limas yang berundak-undak dengan tangga naik pada
keempat sisinya (timur,selatan,barat,dan utara). pada candi
Borobudur tidak ada ruangan dimana orang bisa masuk
melainkan hanya bisa naik sampai terasnya. Berikut rinciannya:
a. lebar bangunan candi Borobudur : 123 m
b. Panjang bangunan candi Borobudur : 123m
c. Pada sudut yang membelok : 113m
d. Tinggi bangunan candi : 34,5m
e. Pada kaki candi yang asli ditutup dengan batu sebanyak
12.750m3, sebagai selasar dan undakannya.

6
Candi Borobudur merupakan tiruan dari kehidupan pada
alam semesta, yang terbagi dalam tiga bagian besar yaitu
kamadhatu, rupadhatu, dan arupadhatu.

Patung Buddha
Patung budha di candi Borobudur berjumlah 504 buah,
dengan uraian sebagai berikut:
Patung budha yang berada pada relung-relung : 432 buah
sedangkan pada teras I,II,III : 72 buah . Jumlah 504 buah
Sekilas patung-patung budha itu tampak serupa
semuanya, tetapi sesungguhnya ada juga perbedaan-
perbedaannya. Perbedaan yang sangat jelas dan juga yang
membedakan satu dan yang lainya ialah sikap tangannya, yang
disebut mudra dan merupakan ciri khas untuk setiap patung.
Sikap tangan budha di candi Borobudur ada enam macam,
hanya saja oleh karena macam mudra yang dimiliki oleh patung-
patung yang menghadap semua arah (timur, selatan, barat, dan
utara) pada bagian rupadhatu maupun ada bagian arupadhatu
pada umumnya menggambarkan maksud yang sama, maka
jumlah mudra yang pokok ada lima. Kelima mudra itu ialah:
1. Bhumispara-mudra
2. Wara-mudra
3. Dhyana-mudra
4. Aphaya-mudra
5. Dharma cakra-mudra

7
Gambar 1. Lima Dhyani Buddha

Pada candi Borobudur selain patung budha juga terdapat patung singa,
jumlah patung singa seharusnya tidak kurang dari 32 patung, akan tetapi
bila dihitung sekarang mungkin jumlahnya kurang dari yang seharusnya
ada, karena berbagai sebab.Satu-satunya patung singa besar, berada pada
halaman sisi barat yang juga menghadap ke barat, seolah-oleh sedang
menjaga bangunan candi yang megah dan anggun.

3. Stupa
Stupa dalam candi Borobudur terdiri dari tiga macam:
1. Stupa induk
Stupa induk berukuran lebih besar dari stupa-stupa lainnya dan terletak
ditengah-tengah (paling atas) yang merupakan mahkota dari seluruh
monument bangunan candi Borobudur. Garis tengah ± 9,90m.
2. Stupa berlubang/ terawang

8
Lokasi Nama Relief Jumlah
Kaki Candi Asli Karwibhangga 160 Pigura
Tingkat I......... Dinding Lalitawistara 120 Pigura
Jataka /Awadana 120 Pigura
Langkan Jataka /Awadana 372 Pigura
Jataka /Awadana 128 Pigura
Tingkat II........ Dinding Gandawyuha 128 Pigura
Langkan Jataka /Awadana 100 Pigura
Tingkat III....... Dinding Gandawyuha 88 Pigura
Langkan Gandawyuha 88 Pigura
Tingkat IV....... Dinding Gandawyuha 84 Pigura
Langkan Gandawyuha 72 Pigura
Stupa berlubang atau terawang ialah stupa yang terdapat pada teras
I,II,dan III dimana di dalamnya terdapat patung budha. Di candi
Borobudur seluruh stupa berlubang jumlahnya 72 buah.
3. Stupa kecil
Stupa kecil hampir sama dengan stupa lainnya, hanya perbedaannya
yang menonjol adalah dalam ukurannya yang memang lebih kecil dari
stupa yang lainnya. Stupa ini seolah menjadi hiasan dari seluruh hiasan
candi. Jumlah stupa kecil ada 1472 buah.

4. Relief

Untuk tidak membingungkan dan agar jelas perlu digambarkan keberadaan


tentang relief – relief yang menghiasi candi Borobudur, sebagai berikut:

Jumlah Relief di Candi Borobudur 1460

2.3 Waktu Pemugaran Candi Borobudur

• 1814 - Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Britania Raya di


Jawa, mendengar adanya penemuan benda purbakala di desa Borobudur.
Raffles memerintahkan H.C. Cornelius untuk menyelidiki lokasi penemuan,
berupa bukit yang dipenuhi semak belukar.

9
Gambar 3. Borobudur pada pemugaran pertama

• 1873 - monografi pertama tentang candi diterbitkan.

• 1900 - pemerintahan Hindia Belanda menetapkan sebuah panitia


pemugaran dan perawatan candi Borobudur.

• 1907 - Theodoor van Erp memimpin pemugaran hingga tahun 1911.

• 1926 - Borobudur dipugar kembali, tapi terhenti pada tahun 1940 akibat
krisis malaise dan Perang Dunia II.

• 1956 - pemerintah Indonesia meminta bantuan UNESCO. Prof. Dr. C.


Coremans datang ke Indonesia dari Belgia untuk meneliti sebab-sebab
kerusakan Borobudur.

• 1963 - pemerintah Indonesia mengeluarkan surat keputusan untuk


memugar Borobudur, tapi berantakan setelah terjadi peristiwa G-30-S.

• 1968 - pada konferensi-15 di Perancis, UNESCO setuju untuk memberi


bantuan untuk menyelamatkan Borobudur.

• 1971 - pemerintah Indonesia membentuk badan pemugaran Borobudur


yang diketuai Prof.Ir.Roosseno.

• 1972 - International Consultative Committee dibentuk dengan melibatkan


berbagai negara dan Roosseno sebagai ketuanya. Komite yang disponsori
UNESCO menyediakan 5 juta dolar Amerika Serikat dari biaya
pemugaran 7.750 juta dolar Amerika Serikat. Sisanya ditanggung
Indonesia.

• 10 Agustus 1973 - Presiden Soeharto meresmikan dimulainya pemugaran


Borobudur; pemugaran selesai pada tahun 1984

• 21 Januari 1985 - terjadi serangan bom yang merusakkan beberapa stupa


pada Candi Borobudur yang kemudian segera diperbaiki kembali.

10
Serangan dilakukan oleh kelompok Islam ekstrem yang dipimpin Habib
Husein Ali Alhabsyi.

• 1991 - Borobudur ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO.

2.4 Kerusakan Candi Borobudur

Yang dimaksud dengan kerusakan benda cagar budaya adalah suatu proses
perubahan bentuk yang terjadi pada suatu benda dimana jenis dan sifat fisik
maupun kimiawinya tetap berubah. Sedangkan pelapukan adalah proses
penguraian dan perubahan dari bahan asli ke bahan lain dimana sifat fisik dan
kimia dari benda tersebut mengalami perubahan.

Kerusakan fisik

Kerusakan fisik adalah jenis kerusakan benda cagar budaya yang disebabkan
oleh faktor-faktor fisik misalnya: suhu, kelembapan, angin, air, hujan,
penguapan. Kerusakan yang diakibatkan faktor di atas antara lain
mengelupas, retak, pecah, dan lain-lain.

Kerusakan mekanis

Yang dimaksud dengan kerusakan mekanis adalah kerusakan benda cagar


budaya yang diakibatkan oleh gaya mekanis. kerusakan yang terjadi adalah
retak, geser, dan lain-lain.

Pelapukan khemis

Pelapukan khemis adalah pelapukan yang terjadi akibat dari proses atau
reaksi kimia. Faktor yang berperan adalah air, penguapan, suhu. Kerusakan
yang terjadi dapat berupa proses oksidasi, hidrasi, hidrolisis, karbonasi,
sulfatasi, dan lain-lain.

Pelapukan biologis

11
Pelapukan biologis adalah pelapukan yang erjadi akibat adanya kegiatan
mikroorganisme, seperti lumut, algae, jamur, bakteri, serangga, dan lain-lain.
Kerusakan yang ditimbulkan berup diskomposisi struktur benda, pelarutan
unsur dan mineral, dan lain-lain.

Penyebab kerusakan dan pelapukan benda cagar budayadapat dibedakan


menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal yang berpengaruh terhadap kerusakan dan pelapukan benda


meliputi: kualitas dan jenis bahan, tehnologi pembuatan/struktur bangunan,
letak/posisi bangunan, sifat tanah dasar, letak geografis.

Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap kerusakan dan pelapukan benda


meliputi faktor fisis, biologis, kimiawi, manusia, bencana alam dan lain
sebagainya.

2.5 Candi Borobudur sebagai Objek Wisata

Keputusan menjadikan Candi Borobudur sebagai salah satu daerah


tujuan wisata yang penting di Indonesia karena keberadaan bangunan ini
tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai yang melekat padanya yaitu nilai
ekonomi, estetika, asosiatif, informasi, historis, dan arkeologis (sumber :
(sumber: www.wisatamelayu.com)

Nilai ekonomi berkaitan dengan jika suatu peninggalan budaya dijadikan


objek wisata budaya, maka akan memberikan dampak ekonomi pada
lingkungan sekitarnya, terutama pada peningkatan penghasilan masyarakat
dan menambah devisa negara.

Nilai estetika (aesthetic value) adalah nilai keindahan yang dapat menarik
dan atau mendorong wisatawan untuk berkunjung ke tempat itu.

Nilai asosiatif (associative value) adalah asosiasinya dengan lingkungan atau


bangunan-bangunan lain yang ada di sekitarnya, atau sumber-sumber lain

12
seperti mata air, serta tinggi rendah lokasi candi. Keberadaan Sungai Elo dan
Sungai Progo yang dianggap suci oleh umat Buddha di Indonesia
diasosiasikan dengan Sungai Gangga dan Sungai Jamuna di India. Selain itu,
Candi Borobudur diyakini juga seperti bunga teratai di tengah danau.

Nilai informasi (information value), berhubungan dengan aspek teknologi,


filsafat, agama, etika, dan norma. Nilai informasi Candi Borobudur dapat
diamati dari aspek filosifi dari bentuk bangunan candi, latar belakang
keagamaan, pendidikan etika, dan norma yang diajarkan di dalam
penggambaran relief-relief candi.

Nilai historis (historic value) adalah nilai kesejarahan yang dimiliki suatu
objek atau peristiwa-peristiwa penting yang melibatkan objek tersebut. Nilai
historis bangunan Candi Borobudur dapat diketahui, baik dari sumber
tertulis, seperti prasasti dan karya sastra, maupun sumber tak tertulis,
misalnya gaya bangunan, seni area, dan unsur-unsur bangunan lainnya.

Nilai arkeologi (archaeological value) adalah nilai yang berkaitan dengan


bentuk arsitektur, tahapan pembangunan, dan temuan artefak di sekitarnya.
Bentuk arsitektur Candi Borobudur adalah perpaduan antara arsitektur
Indonesia asli yang ditandai dengan empat tingkat berundak menyerupai
punden yakni ciri khas bangunan yang diperuntukkan bagi pemujaan roh
nenek moyang (Soekmono, 1982) dengan arsitektur India yang dicirikan oleh
bentuk stupa sebagai puncaknya. Stupa sendiri adalah prototip dari makam
raja yang berbentuk kubah dari timbunan bata atau tanah yang disebut
"tumulus" (Brown, 1976).

2.6 Pengunjung Candi Borobudu

Pengunjung Candi Borobudur dari tahun ke tahun cenderung meningkat.


Baik turis domestic, maupun turis mancanegara. Berdasarkan laporan
tahunan Balai Studi dan Konservasi Borobudur, lima tahun pertama di era
delapan puluhan, rata-rata kunjungan ke Candi Borobudur berkisar antara
1.000.000 - 1.500.000 orang. Memasuki tahun sembilan puluhan, terjadi

13
kenaikan jumlah pengunjung yang sangat besar yaitu 1.750.000 - 2.500.000
orang. Puncak kunjungan pada tahun sembilan puluhan ini terjadi pada tahun
1997 dengan jumlah kunjungan mencapai 2.750.000 orang. Di penghujung
tahun sembilan puluhan situasi politik dan keamanan Indonesia kurang baik
yang disebabkan oleh gerakan reformasi untuk mengganti kepemimpinan
nasional. Akibat dari gerakan tersebut adalah tidak adanya jaminan
keamanan, kepastian hukum, dan kenyamanan berusaha. Kenyataan di atas
juga berpengaruh pada jumlah pengunjung Candi Borobudur. Masyarakat
takut mengadakan perjalanan karena di berbagai media massa diberitakan
bahwa kondisi keamanan di Candi Borobudur pada waktu itu sangat
memprihatinkan. Kelakuan pengasong yang memaksa wisatawan untuk
membeli dagangannya, munculnya preman-preman di tempat parkir, dan
terjadinya penodongan membuat orang takut untuk berwisata ke Candi
Borobudur bahkan di tempat-tempat wisata lainnya seperti Candi Prambanan.
Jumlah wisatawan hanya 1.500.000-an orang, sama dengan jumlah
wisatawan pada tahun delapan puluhan.

Kenyataan itu tidak berlangsung terlalu lama karena pada tahun 2000
terjadi lonjakan pengunjung mencapai 2.750.000 orang. Keberanian orang
datang berkunjung ke Candi Borobudur mulai pulih kembali karena jaminan
keamanan mulai terjaga.

Aksi teroris, yang terjadi di penghujung tahun 2001 dan 2002,


tampaknya tidak terlalu berpengaruh pada jumlah pengunjung Candi
Borobudur sampai pada tahun 2003. Pada tahun-tahun ini, jumlah
pengunjung Candi Borobudur menembus angka dua jutaan, bahkan tahun
2001 jumlah pengunjung candi Borobudur di atas 2.500.000 orang.

14
15

Anda mungkin juga menyukai