Anda di halaman 1dari 16

Aceh

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Artikel ini membutuhkan lebih banyak catatan kaki untuk pemastian.
Silakan bantu memperbaiki artikel ini dengan menambahkan catatan kaki.
Untuk kegunaan lain dari Darussalam, lihat Darussalam (disambiguasi).
Untuk kegunaan lain dari Aceh, lihat Aceh (disambiguasi).
Aceh
— Provinsi —

Lambang
Motto: "Pancacita"
(dari bahasa Sansekerta yang artinya "Lima cita-cita")

Peta lokasi Aceh


Negara Indonesia
Hari jadi 7 Desember 1959 (hari jadi)
UU RI No. 24/1956
UU RI No. 44/1999
Dasar hukum UU RI No. 18/2001
UU RI No. 11/2006 (Pemerintahan
Aceh)
Ibu kota Banda Aceh (dahulu Koetaradja)
1º 40' - 6º 30' LU
Koordinat
94º 40' - 98º 30' BT
Pemerintahan
- Gubernur drh. Irwandi Yusuf, M.Sc..
Luas
- Total 55.390 km2
Populasi (2010)[1]
- Total 4.486.570
- Kepadatan 81/km²
Demografi
Aceh, Gayo, Aneuk Jamee, Singkil,
Alas, Tamiang, Kluet, Devayan,
- Suku bangsa
Sigulai,Pakpak, Haloban, Lekon dan
Nias.[2][3]
- Agama Islam (99,85%), Kristen (0,15%)
Aceh, Gayo, Aneuk Jamee, Singkil,
Alas, Tamiang, Kluet, Devayan,
- Bahasa
Sigulai,Pakpak, Haloban, Lekon, Nias
dan Indonesia.[4][5]
Zona waktu WIB
Kabupaten 18
Kota 5
Kecamatan 227
Desa/kelurahan 5.862
Lagu daerah Bungong Jeumpa
Situs web http://www.acehprov.go.id/

Aceh[6] yang sebelumnya pernah disebut dengan nama Daerah Istimewa Aceh (1959-2001)
dan Nanggroe Aceh Darussalam (2001-2009) adalah provinsi paling barat di Indonesia.
Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri, berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di
Indonesia, karena alasan sejarah.[7] Daerah ini berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah
utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera Utara di
sebelah tenggara dan selatan.

Ibu kota Aceh ialah Banda Aceh. Pelabuhannya adalah Malahayati-Krueng Raya, Ulee
Lheue, Sabang, Lhokseumawe dan Langsa. Aceh merupakan kawasan yang paling buruk
dilanda gempa dan tsunami 26 Desember 2004. Beberapa tempat di pesisir pantai musnah
sama sekali. Yang terberat adalah Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Singkil
dan Simeulue.

Aceh mempunyai kekayaan sumber alam seperti minyak bumi dan gas alam. Sumber alam itu
terletak di Aceh Utara dan Aceh Timur. Aceh juga terkenal dengan sumber hutannya, yang
terletak di sepanjang jajaran Bukit Barisan, dari Kutacane, Aceh Tenggara, Seulawah, Aceh
Besar, sampai Ulu Masen di Aceh Jaya. Sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional
Gunung Leuser (TNGL) juga terdapat di Aceh Tenggara.

Daftar isi
[sembunyikan]

• 1 Sejarah
o 1.1 Kesultanan Aceh
o 1.2 Perang Aceh
o 1.3 Masa penjajahan
 1.3.1 Bangkitnya nasionalisme
o 1.4 Masa Republik Indonesia
o 1.5 Darul Islam / Tentara Islam Indonesia
o 1.6 Gerakan Aceh Merdeka
• 2 Kependudukan
o 2.1 Suku bangsa
o 2.2 Bahasa
o 2.3 Agama
• 3 Pendidikan
• 4 Pemerintahan
o 4.1 Sistem Pemerintahan Indonesia
o 4.2 Perwakilan
o 4.3 Sistem Pemerintahan Lokal Aceh
• 5 Sumber daya alam
• 6 Perekonomian
o 6.1 Pra-tsunami 2004
o 6.2 Pasca-tsunami 2004
o 6.3 Perbankan
o 6.4 Industri
o 6.5 Pertambangan
o 6.6 Pariwisata
• 7 Seni dan Budaya
o 7.1 Sastra
o 7.2 Senjata tradisional
o 7.3 Rumah Tradisional
o 7.4 Tarian
• 8 Makanan Khas
• 9 Pahlawan
o 9.1 Pahlawan Perempuan
o 9.2 Pahlawan Pria
• 10 Tokoh asal Aceh
• 11 Referensi
• 12 Lihat pula

• 13 Pranala luar

[sunting] Sejarah

Masjid Raya Baiturrahman


Artikel utama: Sejarah Aceh
Pada zaman kekuasaan zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam, Aceh
merupakan negeri yang amat kaya dan makmur. Menurut seorang penjelajah asal Perancis
yang tiba pada masa kejayaan Aceh di zaman tersebut, kekuasaan Aceh mencapai pesisir
barat Minangkabau hingga Perak. Kesultanan Aceh telah menjalin hubungan dengan
kerajaan-kerajaan di dunia Barat pada abad ke-16, termasuk Inggris, Ottoman, dan Belanda.

Kesultanan Aceh terlibat perebutan kekuasaan yang berkepanjangan sejak awal abad ke-16,
pertama dengan Portugal, lalu sejak abad ke-18 dengan Britania Raya (Inggris) dan Belanda.
Pada akhir abad ke-18, Aceh terpaksa menyerahkan wilayahnya di Kedah dan Pulau Pinang
di Semenanjung Melayu kepada Britania Raya.

Pada tahun 1824, Persetujuan Britania-Belanda ditandatangani, di mana Britania


menyerahkan wilayahnya di Sumatra kepada Belanda. Pihak Britania mengklaim bahwa
Aceh adalah koloni mereka, meskipun hal ini tidak benar. Pada tahun 1871, Britania
membiarkan Belanda untuk menjajah Aceh, kemungkinan untuk mencegah Perancis dari
mendapatkan kekuasaan di kawasan tersebut.

[sunting] Kesultanan Aceh

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kesultanan Aceh

Kesultanan Aceh merupakan kelanjutan dari Kesultanan Samudera Pasai yang hancur pada
abad ke-14. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota Kutaraja
(Banda Aceh). Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh telah mengukir masa
lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam
mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang
imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan
pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan
diplomatik dengan negara lain.

[sunting] Perang Aceh

Teuku Umar
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perang Aceh
Perang Aceh dimulai sejak Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873
setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik, namun tidak berhasil merebut wilayah
yang besar. Perang kembali berkobar pada tahun 1883, namun lagi-lagi gagal, dan pada 1892
dan 1893, pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh.

Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, seorang ahli yang berpura-pura masuk Islam dari
Universitas Leiden yang telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin
Aceh, kemudian memberikan saran kepada Belanda agar serangan mereka diarahkan kepada
para ulama, bukan kepada sultan. Saran ini ternyata berhasil. Pada tahun 1898, Joannes
Benedictus van Heutsz dinyatakan sebagai gubernur Aceh, dan bersama letnannya, Hendrikus
Colijn, merebut sebagian besar Aceh.

Sultan M. Dawud akhirnya meyerahkan diri kepada Belanda pada tahun 1903 setelah dua
istrinya, anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda. Kesultanan Aceh
akhirnya jatuh pada tahun 1904. Saat itu, Ibukota Aceh telah sepenuhnya direbut Belanda.
Namun perlawanan masih terus dilakukan oleh Panglima-panglima di pedalaman dan oleh
para Ulama Aceh sampai akhirnya jepang masuk dan menggantikan peran belanda.

Perang Aceh adalah perang yang paling banyak merugikan pihak belanda sepanjang sejarah
penjajahan Nusantara.

[sunting] Masa penjajahan

[sunting] Bangkitnya nasionalisme

Replika pesawat Dakota RI-001 Seulawah sumbangan rakyat Aceh di Lapangan Blang
Padang, Banda Aceh

Sementara pada masa kekuasaan Belanda, bangsa Aceh mulai mengadakan kerjasama dengan
wilayah-wilayah lain di Indonesia dan terlibat dalam berbagai gerakan nasionalis dan politik.
Aceh kian hari kian terlibat dalam gerakan nasionalis Indonesia. Saat Volksraad (parlemen)
dibentuk, Teuku Nyak Arif terpilih sebagai wakil pertama dari Aceh. (Nyak Arif lalu dilantik
sebagai gubernur Aceh oleh gubernur Sumatra pertama, Moehammad Hasan).

Saat Jepang mulai mengobarkan perang untuk mengusir kolonialis Eropa dari Asia, tokoh-
tokoh pejuang Aceh mengirim utusan ke pemimpin perang Jepang untuk membantu usaha
mengusir Belanda dari Aceh. Negosiasi dimulai di tahun 1940. Setelah beberapa rencana
pendaratan dibatalkan, akhirnya pada 9 Februari 1942 kekuatan militer Jepang mendarat di
wilayah Ujong Batee, Aceh Besar. Kedatangan mereka disambut oleh tokoh-tokoh pejuang
Aceh dan masyarakat umum. Masuknya Jepang ke Aceh membuat Belanda terusir secara
permanen dari tanah Aceh.

Awalnya Jepang bersikap baik dan hormat kepada masyarakat dan tokoh-tokoh Aceh, dan
menghormati kepercayaan dan adat istiadat Aceh yang bernafaskan Islam. Rakyat pun tidak
segan untuk membantu dan ikut serta dalam program-program pembangunan Jepang. Namun
ketika keadaan sudah membaik, pelecehan terhadap masyarakat Aceh khususnya kaum
perempuan mulai dilakukan oleh personil tentara Jepang. Rakyat Aceh yang beragama Islam
pun mulai diperintahkan untuk membungkuk ke arah matahari terbit di waktu pagi, sebuah
perilaku yang sangat bertentangan dengan akidah Islam. Karena itu pecahlah perlawanan
rakyat Aceh terhadap Jepang di seluruh daerah Aceh. contoh yang paling terkenal adalah
perlawanan yang dipimpin oleh Teungku Abdul Jalil, seorang ulama dari daerah Bayu, dekat
Lhokseumawe.

[sunting] Masa Republik Indonesia

Sejak tahun 1976, organisasi pembebasan bernama Gerakan Aceh Merdeka (GAM) telah
berusaha untuk memisahkan Aceh dari Indonesia melalui upaya militer. Pada 15 Agustus
2005, GAM dan pemerintah Indonesia akhirnya menandatangani persetujuan damai sehingga
mengakhiri konflik antara kedua pihak yang telah berlangsung selama hampir 30 tahun.

Pada 26 Desember 2004, sebuah gempa bumi besar menyebabkan tsunami yang melanda
sebagian besar pesisir barat Aceh, termasuk Banda Aceh, dan menyebabkan kematian ratusan
ribu jiwa.

Di samping itu, telah muncul aspirasi dari beberapa wilayah Aceh, khususnya di bagian barat,
selatan dan pedalaman untuk memisahkan diri dari Aceh dan membentuk provinsi-provinsi
baru.

[sunting] Darul Islam / Tentara Islam Indonesia

[sunting] Gerakan Aceh Merdeka

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Gerakan Aceh Merdeka

Pasca Gempa dan Tsunami 2004, yaitu pada 2005, Pemerintah Republik Indonesia dan
Gerakan Aceh Merdeka sepakat mengakhiri konflik di Aceh. Perjanjian ini ditandatangani di
Finlandia, dengan peran besar daripada mantan petinggi Finlandia, Marti Ahtisaari.

[sunting] Kependudukan
[sunting] Suku bangsa

Provinsi Aceh memiliki 13 suku asli, yaitu: Aceh, Gayo, Aneuk Jamee, Singkil, Alas,
Tamiang, Kluet, Devayan, Sigulai,Pakpak, Haloban, Lekon dan Nias.

Hasil sensus penduduk tahun 2000 menunjukkan hasil sebagai berikut: Aceh (50,32%), Jawa
(15,87%), Gayo (11,46%), Alas (3,89%), Singkil (2,55%), Simeulue (2,47%), Batak (2,26%),
Minangkabau (1,09%), Lain-lain (10,09%)[8]
[sunting] Bahasa

Kamus Bahasa Aceh - Indonesia

Propinsi Aceh memiliki 13 buah bahasa asli yaitu bahasa Aceh, Gayo, Aneuk Jamee, Singkil,
Alas, Tamiang, Kluet, Devayan, Sigulai,Pakpak, Haloban, Lekon dan Nias.

[sunting] Agama

Sebagian besar penduduk di Aceh menganut agama Islam. Dari ke 13 suku asli yang ada di
Aceh hanya suku Nias yang tidak semuanya memeluk agama Islam.

Agama lain yang dianut oleh penduduk di Aceh adalah agama Kristen yang dianut oleh
pendatang suku Batak dan sebagian warga Tionghoa yang kebanyakan bersuku Hakka.
Sedangkan sebagian lainnya tetap menganut agama Konghucu.

Selain itu provinsi Aceh memiliki keistimewaan dibandingkan dengan provinsi yang lain,
karena di provinsi ini Syariat Islam diberlakukan kepada sebagian besar warganya yang
menganut agama Islam.

[sunting] Pendidikan
Dalam hal pendidikan, sebenarnya provinsi ini mendapatkan status Istimewa selain dari D.I.
Yogyakarta. Namun perkembangan yang ada tidak menunjukkan kesesuaian antara status
yang diberikan dengan kenyataannya. Pendidikan di Aceh dapat dikatakan terpuruk. Salah
satu yang menyebabkannya adalah konflik yang berkepanjangan dan penganaktirian dari RI,
dengan sekian ribu sekolah dan institusi pendidikan lainnya menjadi korban. Pada UAN
(Ujian Akhir Nasional) 2005 ada ribuan siswa yang tidak lulus dan terpaksa mengikuti ujian
ulang.

Aceh juga memiliki sejumlah Perguruan Tinggi Negeri seperti

• Universitas Syiah Kuala


• IAIN Ar-Raniry
• Universitas Malikussaleh
• Politeknik Negeri Lhokseumawe

[sunting] Pemerintahan
Kabupaten dan Kota di Aceh
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pemerintahan Aceh dan Daftar gubernur Aceh

Sistem pemerintahan yang berlaku di Aceh saat ini ada 2, yaitu Sistem Pemerintahan Lokal
Aceh dan Sistem Pemerintahan Indonesia. Berdasarkan penjenjangan, perbedaan yang
tampak adalah adanya Pemerintahan Mukim di antara kecamatan dan gampong.

[sunting] Sistem Pemerintahan Indonesia

Sejak tahun 1999, Aceh telah mengalami beberapa pemekaran wilayah hingga sekarang
mencapai 5 pemerintahan kota dan 18 kabupaten sebagai berikut:

No. Kabupaten/Kota Pusat pemerintahan Kecamatan Desa (atau sederajat)


1 Kabupaten Aceh Barat Meulaboh 12 321
2 Kabupaten Aceh Barat Daya Blangpidie 9 132
3 Kabupaten Aceh Besar Kota Jantho 23 592
4 Kabupaten Aceh Jaya Calang 6 172
5 Kabupaten Aceh Selatan Tapak Tuan 16 369
6 Kabupaten Aceh Singkil Singkil 10 127
7 Kabupaten Aceh Tamiang Karang Baru 12 128
8 Kabupaten Aceh Tengah Takengon 14 268
9 Kabupaten Aceh Tenggara Kutacane 11 164
10 Kabupaten Aceh Timur Idi Rayeuk 21 580
11 Kabupaten Aceh Utara Lhoksukon 27 1.160
12 Kabupaten Bener Meriah Simpang Tiga Redelong 7 232
13 Kabupaten Bireuen Bireuen 17 514
14 Kabupaten Gayo Lues Blang Kejeren 11 97
15 Kabupaten Nagan Raya Suka Makmue 5 213
16 Kabupaten Pidie Sigli 22 946
17 Kabupaten Pidie Jaya Meureudu 8 215
18 Kabupaten Simeulue Sinabang 8 135
19 Kota Banda Aceh 9 80
20 Kota Langsa 5 52
21 Kota Lhokseumawe 4 67
22 Kota Sabang 2 18
23 Kota Subulussalam 5 74
Jumlah 264 6.656

[sunting] Perwakilan

Meuligoe, tempat kediaman gubernur Aceh

Berdasarkan Pemilihan Umum Legislatif 2009, Provinsi Aceh mengirimkan 13 anggota DPR,
dengan perincian: Partai Demokrat tujuh orang, PKS dan Partai Golkar masing-masing dua
orang, dan PAN serta PPP masing-masing satu orang.[9] Selain itu, empat anggota DPD yang
berasal dari Aceh adalah Tgk. Abdurrahman BTM., H.T. Bachrum Manyak, Dr. Ahmad F.
Hamid, M.S., dan Ir. H.T. A. Khalid, M.M.[10]

Pada tingkat provinsi, DPRA dengan 69 kursi tersedia dikuasai oleh Partai Aceh (33 kursi)[9].

Partai Kursi %
Partai Aceh 33 47,8
Partai Demokrat 10 14,5
Partai Golkar 8 11,6
PAN 5 7,3
PKS 4 5,8
PPP 3 4,4
Partai Daulat Aceh 1 1,5
PDI-P 1 1,5
PKPI 1 1,5
PBB 1 1,5
PKB 1 1,5
Partai Patriot 1 1,5
Total 69 100,0

[sunting] Sistem Pemerintahan Lokal Aceh

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sistem Pemerintahan Lokal Aceh

Sistem pemerintahan lokal Aceh terdiri dari gampông, mukim, nanggroë, sagoë dan
keurajeun.

[sunting] Sumber daya alam


• Minyak bumi
• Gas alam
• Emas
• Hutan
• Kayu
• Kopi
• Ikan
• Rempah-rempah

[sunting] Perekonomian
[sunting] Pra-tsunami 2004

Sebelum bencana tsunami 26 Desember 2004, perikanan merupakan salah satu pilar ekonomi
lokal di Aceh, menyumbangkan 6,5 persen dari Pendapatan Daerah Bruto (PDB) senilai 1,59
triliun pada tahun 2004 (Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh 2005). Potensi produksi
perikanan tangkap mencapai 120.209 ton/tahun sementara perikanan budidaya mencapai
15.454 ton/tahun pada tahun 2003 (Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh 2004). Produksi
perikanan tersebut merata, baik di Samudera Hindia maupun Selat Malaka.

Industri perikanan menyediakan lebih dari 100.000 lapangan kerja, 87 persen (87.783) di sub
sektor perikanan tangkap dan sisanya (14.461) di sub sektor perikanan budidaya. Sekitar
53.100 orang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian utama. Namun demikian, 60
persen adalah nelayan kecil menggunakan perahu berukuran kecil. Dari sekitar 18.800 unit
perahu/kapal ikan di Aceh, hanya 7.700 unit yang mampu melaut ke lepas pantai. Armada
perikanan tangkap berskala besar kebanyakan beroperasi di Aceh Utara, Aceh Timur,
Bireuen, Aceh Barat dan Aceh Selatan.

Menurut Nurasa et al. (1993), nelayan Aceh sebagian besar menggunakan alat tangkap
pancing (hook and line). Alat tangkap lain adalah pukat, jaring cincin (purse seine), pukat
darat, jaring insang, jaring payang, jaring dasar, jala dan lain-lain.

Infrastruktur penunjang industri ini meliputi satu pelabuhan perikanan besar di Banda Aceh,
10 pelabuhan pelelangan ikan (PPI) utama di 7 kabupaten/kota dan sejumlah tempat
pelelangan ikan (TPI) kecil di 18 kabupaten/kota. Selain itu terdapat 36.600 hektar tambak,
sebagian besar tambak semi intensif yang dimiliki petambak bermodal kecil. Tambak-tambak
ini tersebar di Aceh Utara, Pidie, Bireuen dan Aceh Timur.
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Indonesia mengelola sebuah pusat pendidikan
dan latihan (Pusdiklat) budidaya, sebuah pusat penelitian dan pengembangan (Puslitbang)
budidaya, sebuah laboratorium uji mutu perikanan dan sebuah kapal latih. Di tiap
kabupaten/kota, terdapat dinas perikanan dan kelautan. Total aset di sektor perikanan pra-
tsunami mencapai sekitar Rp 1,9 triliun.

[sunting] Pasca-tsunami 2004

Kerusakan akibat tsunami di Banda Aceh

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas (2005) memperkirakan 9563 unit


perahu hancur atau tenggelam, termasuk 3969 (41,5%) perahu tanpa motor, 2369 (24,8%)
perahu bermotor dan 3225 (33,7%) kapal motor besar (5-50 ton). Selain itu, 38 unit TPI rusak
berat dan 14.523 hektar tambak di 11 kabupaten/kota rusak berat. Diperkirakan total kerugian
langsung akibat bencana tsunami mencapai Rp 944.492,00 (50% dari nilai total aset),
sedangkan total nilai kerugian tak langsung mencapai Rp 3,8 milyar. Sebagian besar kerugian
berasal dari kerusakan tambak.

Kerusakan tambak budidaya tersebar merata. Bahkan di daerah yang tidak terlalu parah
dampak tsunaminya (misalnya di Aceh Selatan), tambak-tambak yang tergenang tidaklah
mudah diperbaiki dan digunakan kembali. Total kerugian mencapai Rp 466 milyar, sekitar 50
persen dari total kerugian sektor perikanan. Kerugian ekonomi paling besar berasal dari
hilangnya pendapatan dari sektor perikanan (tangkap dan budidaya). Hilangnya sejumlah
besar nelayan, hilang atau rusaknya sarana dan prasarana perikanan termasuk alat tangkap
dan perahu serta kerusakan tambak menjadikan angka kerugian sedemikian besarnya.

Kapal PLTD Apung yang dibawa oleh tsunami sampai ke darat

Diperkirakan produksi perikanan di Aceh akan anjlok hingga 60 persen. Proses pemulihan
diperkirakan membutuhkan waktu paling sedikit 5 tahun. Di subsektor perikanan tangkap,
bahkan diduga perlu waktu lebih lama (sekitar 10 tahun), karena banyaknya nelayan yang
hilang atau meninggal selain rusaknya sejumlah besar perahu atau alat tangkap. Berdasarkan
asumsi tersebut, total kerugian yang mungkin terjadi hingga sektor ini pulih total dan kembali
ke kondisi pra-tsunami diperkirakan mencapai Rp 3,8 triliun.

[sunting] Perbankan

Aceh terdapat dua kantor Bank Indonesia, bank sentral Republik Indonesia, yang dibuka di
Banda Aceh (kelas III) dan Lhokseumawe (kelas IV). Tugas Bank Indonesia yang terdiri dari
bidang moneter, sistem pembayaran, dan perbankan. Di daerah-daerah tugas Bank Indonesia
lebih dominan di bidang sistem pembayaran dan perbankan.

Di bidang sistem pembayaran menyelenggarakan sistem kliring dan BI-RTGS dan di bidang
perbankan mengawasi dan membina bank-bank agar beroperasi dengan sehat dan
menguntungkan.

[sunting] Industri

Aceh memiliki sejumlah industri besar di antaranya

• PT Arun: Kilang Pencairan Gas Alam


• PT PIM: Pabrik Pupuk Iskandar Muda
• PT AAF: Pabrik Pupuk Asean
• PT KKA: Pabrik Kertas
• PT SAI-Lafarge Semen Andalas
• ExxonMobil: Kilang Gas Alam

[sunting] Pertambangan

Emas di Woyla, Seunagan, Aceh Barat; Pisang Mas di Beutong, Payakolak, Takengon Aceh
Tengah Batubara di Kaway XI, di Semayan di Aceh Barat, Batugamping di Tanah Greuteu,
Aceh Besar; di Tapaktuan

[sunting] Pariwisata

• Masjid Raya Baiturrahman


• Graveyard in Bitay Village [1]
• Cut Nya Dien House [2]
• Indonesian Airline Monument. Seulawah-Indonesian First Airplane [3]
• Tsunami Monument & Garden [4]
• The Museum Aceh [5]
• Taman Putroe Phang
• Kuburan Kerkhoff
• Danau Laut Tawar
• Danau Aneuk Laot
• Iboih

[sunting] Seni dan Budaya


Aceh merupakan kawasan yang sangat kaya dengan seni budaya galibnya wilayah Indonesia
lainnya. Aceh mempunyai aneka seni budaya yang khas seperti tari-tarian, dan budaya
lainnya seperti:

• Didong (seni pertunjukan dari masyarakat Gayo)


• Meuseukee Eungkot (sebuah tradisi di wilayah Aceh Barat)
• Peusijuek (atau Tepung tawar dalam tradisi Melayu)

[sunting] Sastra
• Bustanussalatin
• Hikayat Prang Sabi
• Hikayat Malem Diwa
• Legenda Amat Rhah manyang
• Legenda Putroe Neng
• Legenda Magasang dan Magaseueng

[sunting] Senjata tradisional

Rencong adalah senjata tradisional Aceh, bentuknya menyerupai huruf L, dan bila dilihat
lebih dekat bentuknya merupakan kaligrafi tulisan bismillah. Rencong termasuk dalam
kategori dagger atau belati (bukan pisau ataupun pedang).

Selain rencong, bangsa Aceh juga memiliki beberapa senjata khas lainnya, seperti siwah,
geuliwang dan peudeueng.

[sunting] Rumah Tradisional

Rumah tradisional Aceh di Museum Aceh

Rumah tradisonal suku Aceh dinamakan Rumoh Aceh. Rumah adat ini bertipe rumah
panggung dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari rumah
Aceh yaitu seuramoë keuë (serambi depan), seuramoë teungoh (serambi tengah) dan
seuramoë likôt (serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu rumoh dapu
(rumah dapur).

[sunting] Tarian

Provinsi Aceh yang memiliki setidaknya 10 suku bangsa, memiliki kekayaan tari-tarian yang
sangat banyak dan juga sangat mengagumkan. Beberapa tarian yang terkenal di tingkat
nasional dan bahkan dunia merupakan tarian yang berasal dari Aceh, seperti Tari Rateb
Meuseukat dan Tari Saman.

Tarian Suku Aceh Tarian Suku Gayo

• Tari Laweut • Tari Saman


• Tari Likok Pulo • Tari Bines
• Tari Pho • Tari Didong
• Tari Ranup Lampuan • Tari Guel
• Tari Rapai Geleng • Tari Munalu
• Tari Rateb Meuseukat
• Tari Ratoh Duek • Tari Turun Ku Aih Aunen
• Tari Seudati
Tarian Suku Lainnya
• Tari Tarek Pukat
• Tari Ula-ula Lembing

• Tari Mesekat

Tari Seudati di Sama Langa tahun 1907

Tari Saman dari Gayo Lues

Tari Guel, khas Suku Gayo

Tari Didong

[sunting] Makanan Khas


Aceh mempunyai aneka jenis makanan yang khas. Antara lain timphan, gulai itik, kari
kambing yang lezat, Gulai Pliek U dan meuseukat yang langka. Di samping itu emping
melinjo asal kabupaten Pidie yang terkenal gurih, dodol Sabang yang dibuat dengan aneka
rasa, ketan durian (boh drien ngon bu leukat), serta bolu manis asal Peukan Bada, Aceh Besar
juga bisa jadi andalan bagi Aceh.

[sunting] Pahlawan
Cut Nyak Dien ketika ditangkap Belanda

Bangsa Aceh merupakan bangsa yang gigih dalam mempertahankan kemerdekaannya.


Kegigihan perang bangsa Aceh, dapat dilihat dan dibuktikan oleh sejumlah pahlawan (baik
pria maupun wanita), serta bukti-bukti lainnya (empat jenderal Belanda tewas dalam perang
Aceh, serta kuburan Kerkhoff yang pernah mencatat rekor sebagai kuburan Belanda terluas di
luar Negeri Belanda).

[sunting] Pahlawan Perempuan

• Cut Nyak Dhien


• Cut Nyak Meutia
• Laksamana Malahayati
• Pocut Baren
• Teungku Fakinah

[sunting] Pahlawan Pria

• Sultan Iskandar Muda


• Teungku Chik Di Tiro
• Teuku Umar
• Panglima Polem
• Teuku Nyak Arif

[sunting] Tokoh asal Aceh


Lihat pula Suku Aceh untuk tokoh-tokoh yang bukan berasal dari provinsi Aceh
namun berketurunan Aceh.

• Yap Thiam Hien


• Hamzah Fansuri
• Nuruddin ar-Raniri
• Syiah Kuala
• Syamsuddin al-Sumatrani
• Tun Sri Lanang
• Teungku Chik Pante Kulu
• Ismail al-Asyi
• Mr. T. Mohammad Hassan
• Mohamad Kasim Arifin
• Teungku Hasan Muhammad di Tiro
• P. Ramlee
• Teungku Ahmad Dewi

[sunting] Referensi

Anda mungkin juga menyukai