Anda di halaman 1dari 121

1

1. PRENATAL DEVELOPMENT

Masa prenatal merupakan masa penting bagi kehidupan manusia, sebab:


1. Bakat/ pembawaan yang akan menjadi dasar bagi
perkembangan selanjutnya ditentukan pada masa ini.
2. Kondisi yang baik dari tubuh ibu selama masa ini membantu
perkembangan bakat dan potensi. Sedangkan kondisi yang tidak baik dapat
menghambat bahkan merusak perkembangan selanjutnya.
3. Pada masa ini calon orangtua menentukan sikapnya terhadap
anak yang akan lahir, yang akan mempengaruhi cara mendidik anak, terutama
pada masa permulaan kehidupan.

Prenatal Development dimulai saat sperma dan ovum bersatu (conception) membentuk
individu baru. Perubahan yang sangat banyak terjadi selama 38 minggu masa kehamilan
biasanya dibagi dalam 3 periode, yaitu:
1. Periode zygote
2. Periode embrio
3. Periode janin.

Periode Zygote
Periode ini berlangsung selama kurang lebih 2 minggu. Pada periode ini terbentuklah
blastocyst. Sel yang berada dibagian dalam yang dinamakan embryonic disk adalah
yang nantinya akan menjadi organisme baru. Lapisan luar dari sel yang dinamakan
trophoblast adalah yang nantinya akan menyediakan perlindungan menyeluruh dan
penyediaan nutrisi.
2

Implantasi Terjadi antara hari ke tujuh dan hari kesembilan. Pada tahap ini
terbentuklah amnion. Amnion membantu menjaga suhu pada
lingkungan prenatal tetap stabil dan menyadiakan perlindungan terhadap
segala bentuk hentakan yang disebabkan oleh pergerakan ibu. Pada
tahap ini juga terbentuk kuning telur yang akan menghasilkan sel-sel
darah merah sampai liver, limpa, dan tulang sumsum yang sedang
berkembang mengambil alih fungsinya.
Plasenta & Saat pembuluh-pembuluh darah muncul dari chorion (membran terluar
tali pusar yang membentuk perlindungan terhadap organisme) dan pembuluh-
pembuluh darah ini masuk ke dalam dinding uterus, suatu organ khusus
yang dinamakan plasenta mulai berkembang. Melalui plasenta
organisme dapat menerima makanan, oksigen dan zat-zat yang sudah
tidak terpakai lagi dapat dibuang. Plasenta terhubung dengan organisme
yang sedang berkembang melalui tali pusar. Pada saat berakhirnya
periode zygote, organisme yang sedang berkembang telah menemukan
makanan dan perlindungan didalam uterus.
3

Periode Embrio
Periode ini berlangsung mulai dari implantasi sampai minggu kedelapan kehamilan.
Setengah bulan Pada minggu pertama periode ini embryonic disk membentuk 3
terakhir dari lapisan sel:
bulan pertama 1. ectoderm; yang nantinya akan menjadi sistem syaraf dan
kehamilan kulit
2. mesoderm; yang nantinya akan menjadi otot, rangka tubuh,
sistem sirkulasi dan organ dalam tubuh
3. endoderm; yang nantinya akan menjadi sistem pencernaan,
paru-paru, saluran kencing dan kelenjar.
Mula-mula sistem syaraf adalah yang paling cepat berkembang.
Ectoderm membentuk suatu neural tube/ primitive spinal cord.
Produksi neuron terjadi dalam neural tube. Saat sistem syaraf
berkembang, jantung mulai memompa darah, otot, tulang
belakang, tulang rusuk dan saluran pencernaan mulai berkembang.
Bulan kedua Pertumbuhan organisme berlangsung dengan cepat. Mata, telinga,
masa kehamilan hidung, rahang dan leher mulai terbentuk. Organ-organ dalam juga
semakin jelas, pada masa ini liver dan limpa mengambil alih
pemroduksian sel darah merah sehingga kuning telur tidak lagi
dibutuhkan.
4

Periode Janin
Periode janin adalah fase pertumbuhan dan fase penyelesaian terakhir.
Bulan ketiga Organ-organ tubuh, otot-otot, dan sistem syaraf mulai terorganisir dan
masa tersambungkan satu sama lain. Memasuki minggu kedua belas, organ
kehamilan genital bagian luar mulai terbentuk dengan baik jenis kelamin dari
janin dapat dideteksi menggunakan ultrasound. Saat ini detak jantung
sudah menjadi lebih kuat dan dapat didengar melalui stethoscope. Pada
akhir bulan ketiga trimester pertama telah dilalui.
Trimester Antara minggu ke 17 dan 20, organisme sudah tumbuh cukup besar
kedua sehingga ibu dapat merasakan pergerakannya. Banyak organ-organ
tubuh yang sudah berkembang dengan baik dan perkembangan
terpenting terjadi pada otak. Pertumbuhan otak, berarti adanya
kapasitas tingkah laku yang baru. Saat janin berusia 20 minggu, janin
dapat distimuli seperti halnya terganggu oleh suara. Janin yang terlahir
pada waktu ini tetap saja tidah dapat bertahan hidup. Paru-parunya
belum siap sepenuhnya, otak belum dapat mengatur pernapasan dan
suhu tubuh.
5

Trimester Selama trimester terakhir ini, janin yang terlahir lebih awal memiliki
ketiga kesempatan untuk bertahan hidup. Saat dimana seorang bayi pertama kali
dapat bertahan hidup disebut dengan usia kelangsungan hidup (age of
viability). Meskipun begitu bayi yang lahir pada bulan ketujuh atau
kedelapan dari masa kehamilan tetap saja mengalami masalah dalam
bernafas, dan bantuan oksigen sangat diperlukan. Meski pusat pernafasan
yang ada diotak sudah siap, namun kantung-kantung kecil dalam paru-
paru belum siap untuk memompa dan menukar karbon dioksida menjadi
oksigen. Pada masa ini kepribadian juga mulai terbentuk. Pola aktivitas
dari janin sebelum dilahirkan memberikan prediksi mengenai
temperamennya. Janin yang pergerakannya antara periode diam dan aktif
cenderung menjadi bayi yang tenang dengan waktu tidur/bangun yang
dapat diprediksikan. Sebaliknya janin yang sangat aktif dalam jangka
waktu yang lama sangat mungkin menjadi bayi sukar untuk ditangani,
rewel, tidak menyukai hal-hal baru, tidak teratur dalam makan, tidur dan
sangat aktif.

Prenatal Environmental Influences


Meski lingkungan prenatal jauh lebih stabil dari lingkungan diluar kandungan, banyak
faktor yang dapat mempengaruhi embrio dan janin.

Teratogens
Asal kata: teras (Yunani) = bentuk yang cacat atau benda yang aneh sekali bentuknya.
Istilah teratogen merujuk pada setiap hal yang ada di lingkungan yang dapat
mengakibatkan kerusakan selama periode prenatal. Kerusakan yang diakibatkan oleh
teratogen tidaklah sederhana dan bersifat langsung, hal-hal tersebut dapat dipengaruhi
oleh:
1. Dosis, semakin banyak dosis yang digunakan dalam periode waktu yang lama
biasanya akan lebih menimbulkan efek negatif.
2. Turunan .
6

3. Hal-hal negative lainnya yang mempengaruhi seperti kurangnya nutrisi,


kurangnya perawatan kesehatan.
4. Usia, efek dari teratogen akan bervariasi sesuai dengan usia saat organisme
terkena teratogen.
Selama periode zygote, sebelum implantasi, teratogen jarang sekali memberikan
pengaruh yang kuat. Periode embrio adalah saat dimana biasanya kerusakan yang serius
terjadi, masa ini merupakan awal pembentukkan anggota tubuh. Selam periode janin,
kerusakan yang disebabkan oleh teratogen biasanya kecil. Meski demikian otak, mata,
dan organ genital masih sangat mungkin untuk terpengaruh. Efek dari teratogen tidak
hanya terbatas pada kerusakan fisik saja, beberapa efek kesehatan akan muncul secara
tidak kentara atau tertunda.

 Obat-Obatan Yang Dikonsumsi Dengan Atau Tanpa


Resep Dokter
Setiap obat yang dikonsumsi ibu, yang memiliki molekul yang cukup kecil untuk
menembus pelindung dari plasenta dapat masuk kedalam aliran darah embrio atau janin.
Obat-obatan tersebut diantaranya:
Obat Akibatnya
Thalidomide Cacat pada tangan dan kaki yang sedang berkembang pada tahap
embrio, saat anak-anak yang terkena thalidomide tumbuh dewasa
banyak yang tingkat intelegensinya berada dibawah rata-rata
Diethylstilbestrol Digunakan untuk mencegah keguguran. Anak perempuan dari ibu yang
(DES) mengkonsumsi obat ini pada saat dewasa terkena kanker vagina dan
cacat pada uterus. Saat mereka berusaha untuk memiliki anak,
kehamilan mereka lebih sering menghasilkan bayi premature, berat
bayi dibawah rata-rata dan keguguran dibandingkan wanita lain yang
tidak terkena efek DES. Sedangkan bagi pria menunjukkan
peningkatan resiko untuk terkena abnormalitas pada organ genital dan
kanker pada testis.
Aspirin Penggunaan obat ini secara teratur dapat berakibat rendahnya berat
bayi saat dilahirkan, kematian bayi saat dilahirkan, perkembangan
motorik yang sangat lamban, dan skor intelegensi yang rendah saat
early childhood.
Kafein Pengkonsumsian kafein yang berlebihan (melalui kopi, teh, soda dan
cokelat) juga dapat diasosiasikan dengan rendahnya berat bayi saat
7

dilahirkan, keguguran, newborn withdrawal symptoms (seperti lekas


marah dan muntah-muntah).

 Obat-obat ilegal
Yang termasuk dalam kategori ini adalah obat-obatan yang mengandung zat-zat adiktif
yang dapat mengubah suasana hati.
Obat Akibat
Kokain, heroin, Obat-obat tersebut dapat mengakibatkan kelahiran premature,
atau methadone berat badan bayi yang kurang, cacat fisik, kesulitan bernafas, dan
kematian saat dilahirkan. Pada saat dilahirkan bayi-bayi tersebut
terlahir sebagai ‘pecandu obat’, mereka seringkali demam, mudah
marah, dan sulit tidur. Pada tahun pertama bayi-bayi ini memiliki
perhatian yang kurang pada lingkungan sekitarnya dan
perkembangan motorik mereka lamban. Setelah melewati masa
kecilnya beberapa diantaranya menjadi lebih baik sedangkan yang
lain tetap gelisah dan kurang memperhatikan.
Crack (bentuk Bayi dari ibu yang menghisap (merokok) crack nampaknya akan
kokain yang lebih mengalami kerusakan pada sistem syaraf pusatnya dan berat badan
rendah secara yang rendah saat dilahirkan
kualitas)
Marijuana Penelitian yang dilakukan mengenai hubungan pemakaian
marijuana dengan berat badan yang rendah saat dilahirkan dan
kelahiran premature juga mengungkapkan beberapa hal:
pemakaian marijuana dapat mengakibatkan ukuran kepala bayi
yang kecil (ukuran pertumbuhan otak bayi), reaksi terkejut pada
bayi, gangguan tidur, sikap kurang memperhatikan.

 Tembakau
Efek dari rokok selama masa kehamilan yang paling sering dijumpai adalah kurangnya
berat badan bayi saat dilahirkan. Meski demikian tingkat keguguran, kelahiran
premature, gangguan jantung dan pernapasan saat tidur, kematian bayi, dan kanker pada
masa kanak-kanak juga meningkat.
Meski bayi dari ibu yang merokok saat dilahirkan nampak berada dalam kondisi fisik
yang bagus, namun perkembangan yang abnormal pada anak tetap mungkin saja terjadi.
8

Bayi dari ibu yang merokok kurang memperhatikan suara-suara yang ada di sekitarnya
dan menunjukkan ketegangan otot yang lebih dibandingkan bayi yang lain.
Nikotin, zat adiktif yang terdapat dalam tembakau memiliki efek mengecilkan
pembuluh darah, mengurangi aliran darah ke uterus yang menyebabkan plasenta
berkembang secara abnormal. Hal ini mengurangi transfer nutrisi sehingga janin kurang
bertambah bobotnya. Selain itu nikotin meningkatkan konsentrasi CO2 dalam aliran
darah, baik ibu maupun janin. Co2 menggantikan O2 dari sel darah merah. Hal ini
merusak sistem syaraf pusat dan mengurangi berat bayi saat dilahirkan.
Bayi dari ibu yang menjadi perokok pasif juga mungkin akan mengalami berat yang
kurang pada saat dilahirkan, kematian saat dilahirkan, dan kemungkinan besar
mengalami ketidakmampuan untuk memperhatikan dan belajar.

 Alkohol
Bayi yang berasal dari ibu yang mengkonsumsi alkoloh dalam jumlah yang banyak saat
kehamilan dapat mengalami Fetal Alcohol syndrome (FAS). Individu yang menyandang
FAS biasanya mengalami retardasi mental, ketidakmampuan melakukan koordinasi
motorik, atensi, memori, bahasa, perencanaan, dan problem solving. Ketidakmampuan
mental yang ada pada individu FAS adalah permanent.
Pola yang umumnya terjadi secara fisik: jarak antar mata yang jauh, kelopak mata yang
tidak terbuka penuh, bentuk hidung yang kecil dan menengadah, bibr atas yang tipis,
ukuran kepala yang kecil (menunjukkan bahwa otak belum sepenuhnya berkembang).

 Radiasi
Radiasi dapat menyebabkan terjadinya mutasi, merusak DNA pada ovum dan sperma.
Cacat yang disebabkan oleh radiasi ditunjukkan oleh anak-anak yang lahir dari wanita
Jepang yang sedang hamil, yang selamat dari peristiwa Hirosima–Nagasaki. Efek dari
radiasi adalah meningkatnya keguguran pada masa kehamilan, ukuran kepala bayi yang
kecil, kecacatan fisik, dan pertumbuhan fisik yang lamban.

 Polusi
9

Polutant Akibat
Merkuri Merupakan zat yang ditetapkan sebagai teratogen. Anak-anak
yang terkena dampak merkuri mengalami retardasi mental, cara
bicara yang abnormal, kesilitan dalam mengunyah dan menelan,
gerakan-gerakan yang tidak terkoordinasi. Hasil otopsi yang
dilakukan pada anak-anak yang meninggal menunjukkan adanya
kerusakan otak yang tersebar luas.
Lead (timah) Tingkat paparan yang tinggi dari timah dapat menyebabkan
kelahiran premature, berat badan yang rendah saat dilahirkan,
kerusakan otak, berbagai variasi cacat fisik. Selain itu bayi yang
terkena pengaruh timah secara samara-samar menunjukkan
perkembangan mental dan motorik yang kurang.
Polychlorinated Dapat mengakibatkan berat badan yang rendah pada saat
biphenyls (PCBs) dilahirkan, kulit yang kehitam-hitaman, kecacatan pada gusi dan
kuku, gelombang otak yang abnormal, perkembangan kognitif
yang tertunda.
10

 Penyakit-penyakit pada masa kehamilan


Penyakit-penyakit yang diderita oleh ibu pada saat kehamilan juga dapat berdampak
buruk.
PENYAKIT Keguguran Cacat Retardasi Kelahiran premature & berat
fisik mental badan yang kurang
Viral (disebabkan oleh virus)
AIDS +
Cacar + + +
Cytomegaloviru + + + +
s
Herpes + + + +
simplex 2
Gondong +
Rubella + + + +
Bacterial (penyakit yang disebabkan oleh bakteri)
Syphilis + + +
TBC + + +
Parasitic (penyakit yang disebabkan oleh parasit)
Malaria + +
Toxoplasma + + + +

 Faktor-Faktor Lain Yang Berasal Dari Ibu


Exercise Latihan yang teratur dapat meningkatkan berat bayi pada saat
dilahirkan, namun latihan yang dilakukan secara berlebih dapat
memberikan efek yang sebaliknya.
Nutrisi Pengaturan makanan yang baik membantu menjamin kesehatan ibu
dan bayi. Kurangnya nutrisi selain berakibat pada berat badan yang
kurang saat kalahiran tetapi juga kerusakan yang serius pada sistem
syaraf pusat, masalah kesehatan seumur hidup, dan seringkali bayi
mengalami penyakit pada sistem pernapasannya.
Stress emosional Saat ibu hamil mengalami stress emosional yang parah, bayi
mereka beresiko untuk mengalami berbagai kesulitan. Tingkat
anxiety yang intens dapat mengakibatkan keguguran, kelahiran
premature, berat badan yang kurang, bayi yang mudah marah,
penyakit pada sistem pernapasan, gangguan dalam pencernaan.
Cacat fisik yang mungkin diderita adalah bibir dan langit-langit
mulut yang terbelah, pengencangan pada saluran pengeluaran
11

Usia ibu saat Wanita yang menunda untuk memiliki anak menghadapi resiko
hamil & yang lebih besar untuk melahirkan bayi yang memiliki cacat
kelahiran kromosom dan kemungkinan untuk mengalami komplikasi saat
sebelumnya kehamilan.
12

2. PERKEMBANGAN MOTORIK &


KAPASITAS PERSEPTUAL

P erkembangan seorang bayi berlangsung dalam laju yang mengagumkan. Dalam


kurun waktu beberapa bulan semenjak dilahirkan, bayi nampak sebagai individu
yang “berbeda”, banyak sekali kemampuan yang sudah mereka kuasai. Pada
pembahasan berikut, kita akan membahas mengenai berbagai kemampuan
mengagumkan yang dimiliki bayi dan perkembangannya.

Gerak Refleks Pada Masa Bayi


Gerak refleks merupakan respon otomatis terhadap stimulus tertentu. Beberapa gerak
refleks yang dimiliki bayi memiliki fungsi untuk bertahan hidup. Contohnya, rooting
reflex, membantu bayi menemukan putting susu ibunya pada saat proses pamberian
ASI. Selanjutnya, jika gerak menelan tidak terjadi secara otomatis, maka bayi tidak
dapat bertahan hidup.
Selain memiliki fungsi untuk bertahan hidup, gerak refleks yang dimiliki bayi
membantu pencapaian interaksi yang memuaskan antara orangtua dengan bayi. Bayi
yang mencari, dan berhasil menemukan putting susu ibunya, menelan dengan mudah
selama proses feeding, dan menggenggam saat tangannya disentuh akan membuat
orangtua atau pengasuh memberikan respon dengan penuh perasaan dan merasa
kompeten sebagai caregivers.
13

Refleks Waktu
Eye blink Bayi akan segera menutup matanya saat ada cahaya atau Permanen
gerakan dekat matanya. Gerak ini dapat melindungi bayi dari
stimulasi yang terlalu kuat.
Rooting Bayi akan mengarahkan kepalanya pada sumber stimulasi, 3 minggu
contohnya seperti pada saat diberi sentuhan pada bagian pipi
dekat mulut. Gerak ini membantu bayi menemukan puting
susu ibunya
Sucking Secara ritmis bayi melakukan gerak ini ketika ada benda Permanen
dalam mulutnya. Gerak ini membantu proses feeding.
Swimming Bayi menggerakkan tangan dan kakinya seperti sedang 4-6 bulan
berenang ketika diletakkan dalam air. Gerak ini dapat
membantu bayi bertahan hidup ketika secara tidak sengaja
terjatuh dalam air.
Moro Bayi membuat gerakan “memeluk” dengan membungkukkan 6 bulan
badannya, melebarkan posisi kakinya, “melemparkan”
tangannya, kemudian menariknya kedalam, kearah
tubuhnya.gerak ini diperkirakan membantu bayi untuk tetap
dekat (cling) pada ibunya.
Palmar Bayi secara spontan menggenggam jari orang dewasa saat jari 3-4 bulan
grasp tersebut menyentuh dan ditekankan pada bagian telapak
tangan bayi. Gerak ini mempersiapkan bayi pada gerak
menggenggam yang bertujuan.
14

Refleks Waktu
Tonic Ketika kepala bayi diarahkan pada salah satu sisi pada saat ia 4 bulan
neck sedang berbaring, maka bayi berbaring pada posisi fencing- salah
satu tangan diletakkan didepan mata, pada sisi dimana kepala
diarahkan. Tangan lainnya tetap rileks. Gerak ini mempersiapkan
bayi pada gerak meraih yang bertujuan.
Stepping Pada saat bayi dipegang dalam posisi diberdirikan dan kakinya 2 bulan
dibiarkan menyentuh permukaan yang datar maka bayi akan
mengangkat kakinya secara bergantian. Gerak ini mempersiapkan
bayi untuk berjalan.
Babinski Pada saat bagian telapak kaki bayi di sentuh (dari arah jari kaki 8-12
menuju tumit) maka bayi akan merentangkan jari-jari kakinya. bulan

Kebanyakan gerak refleks yang dimiliki bayi menghilang pada usia 6 bulan. Para
peneliti mempercayai bahwa hal tersebut terjadi karena secara bertahap mulai bayi
mulai menunjukkan gerak yang bertujuan. Gerak refleks yang dimiliki bayi dapat
mengungkapkan kondisi system saraf yang dimiliki bayi. Bayi yang mengalami
kerusakan otak kemungkinan akan memiliki gerak refleks yang lemah atau sama sekali
tidak memilikinya. Dalam kasus-kasus tertentu gerak refleks pada bayi yang mengalami
kerusakan otak juga bisa nampak berlebihan dan kaku. Kerusakan otak juga dapat
dideteksi jika gerak refleks tetap muncul meski sudah melebihi waktu
perkembangannya dimana seharusnya gerak tersebut tidak muncul lagi.

Perkembangan Motorik
Ketrampilan motorik, sosial-emosional, kognisi dan bahasa sebenarnya berkembang
bersama-sama dan saling menunjang satu sama lain. Dengan setiap ketrampilan
motoriknya, bayi menguasai tubuh dan lingkungannya dengan cara yang baru.
Pencapaian motorik bayi mempunyai dampak yang besar pada relasi sosialnya. Contoh:
saat bayi dapat merangkak, orang tua mulai mengatur aktivitas anaknya dengan berkata
“tidak” dan mengekspresikan sedikit kemarahan dan ketidaksabaran. Berjalan, sering
mengacu pada “ujian dari keinginan” (testing of wills), dimana bayi usia 12 bulan mulai
menarik berbagai benda tanpa batas dan orang tua mulai mengatakan,”Saya katakan
15

jangan lakukan itu!” serta menandainya dengan berulangkali menarik tangan bayi dan
mengarahkan aktivitasnya.

Sequence Of Motor Development


Perkembangan motorik kasar (gross motor development) mengacu pada kontrol
terhadap aktivitas yang membantu bayi untuk bergerak mengelilingi (mengeksplorasi)
lingkungannya, seperti merangkak, berdiri dan berjalan. Kontras dengan perkembangan
motorik halus (fine motor development) dimana bayi harus melakukan gerakan yang
lebih kecil seperti meraih dan menggenggam.

MILESTONES GROSS dan FINE MOTOR DEVELOPMENT IN THE FIRST 2


YEARS
Rata-Rata Usia Rentang Usia Dimana 90%
Ketrampilan Motorik
Pencapaian Bayi Mencapainya
Mengangkat, menahan kepala 6 minggu 3 minggu – 4 bulan
tegak dan tenang
Ketika miring, dpt menopang 2 bulan 3 minggu – 4 bulan
badan dg tangan
Berguling dari samping ke 2 bulan 3 minggu – 5 bulan
belakang
Menggenggam kubus 3 bulan 3 minggu 2 – 7 bulan
Berguling dari belakang ke 4,5 bulan 2 – 7 bulan
samping
Duduk sendiri 7 bulan 5 – 9 bulan
Merangkak 7 bulan 5 – 11 bulan
Berdiri dengan bantuan 8 bulan 5 – 12 bulan
Bermain “menyiapkan kue” 9 bulan 3 minggu 7 – 15 bulan

Berdiri sendiri 11 bulan 9 – 16 bulan


Berjalan sendiri 11 bulan 3 minggu 9 – 17 bulan

Membuat menara dengan 2 13 bulan 3 minggu 10 – 19 bulan


balok
Mencoret2 dg bertenaga 14 bulan 10 – 21 bulan
(scribbles vigorously)
Berjalan menaiki tangga dg 16 bulan 12 – 23 bulan
bantuan
Melompat di tempat 23 bulan 2 minggu 17 – 30 bulan
16

Berjalan jinjit 25 bulan 16 – 30 bulan

Meskipun urutan (sequence) perkembangan motorik sebaiknya seragam, banyak


perbedaan indifidu yang muncul dari standard perkembangannya. Bila bayi terlambat
dalam perkembangan motorik halus (misalnya meraih) belum tertu ia juga terlambat
dalam perkembangan motorik kasar (misalnya merangkak atau berjalan). Kita perlu
memberi perhatian khusus apabila banyak ketrampilan motoriknya yang terlambat. Bila
kita lihat table maka akan kita lihat organisasi dan arah pencapaian ketrampilan motorik
pada bayi.
1. Kontrol terhadap kepala datangnya lebih dulu dibanding tangan dan selanjutnya
baru kaki, head-to-tail sequence ini disebut sebagai chephalocaudal trend
(suatu pola terorganisasi dari pertumbuhan fisik dan control motorik yang
prosesnya dari kepala hingga ke ekor).
2. Perkembangan motorik berproses dari dari tengah ke bagian luar tubuh. Kepala,
leher dan tangan dapat dikontrol lebih dulu dibanding jari. Ini disebut
proximodistal trend (suatu pola terorganisasi dari pertumbuhan fisik dan control
motorik yang prosesnya dari tengah ke bagian luar tubuh / center of the body
outward).

Ketrampilan Motorik Sebagai Sistem Dinamis


Menurut dynamic systems theory of motor development, penguasaan suatu ketrampilan
motorik mencakup juga perolehan peningkatan kompleks dalam system of action.
Ketika ketrampilan motorik bekerja sebagai suatu sistem, kemampuan yang terpisah
bercampur menjadi satu, bekerjasama satu dengan lainnya untuk memproduksi langkah
efektif dalam mengeksplorasi dan mengontrol lingkungan. Contoh: mengontrol kepala
dan dada bagian atas terkombinasi menjadi duduk dengan bantuan. Menendang,
menggerakkan kedua tangan dan kaki, serta meraih secara bertahap menjadi merangkak.
Selanjutnya merangkak, berdiri, dan melangkah bergabung menjadi berjalan sendiri.
Setiap keterampilan baru adalah suatu produk kerjasama dari faktor:
1. perkembangan sistem saraf pusat
2. kemungkinan yang terjadi dari gerakan tubuh
3. tujuan yang ingin dicapai anak pada pikirannya
4. dukungan lingkungan terhadap ketrampilan tersebut.
17

Perubahan pada elemen tersebut, membuat sistem kurang stabil dan anak akan mulai
mengeksplorasi dan memilih pola motorik baru yang lebih efektif.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan perubahan sangat beragam, seiring usia. Pada
minggu-minggu pertama kehidupan, pertumbuhan otak dan tubuh sangat mempengaruhi
bayi dalam mengontrol kepala, pundak dan badan bagian atas, tapi selanjutnya (seperti
dalam mengambil mainan melintasi ruangan) dukungan lingkungan (seperti pemberian
semangat dari orang tua, objek pada kehidupan bayi sehari-hari) mempunyai pengaruh
yang lebih besar. Waktu pertama kali muncul, ketrampilan sifatnya masih coba-coba
dan tidak stabil. Bayi harus menyempurnakannya agar ketrampilan itu menjadi halus
dan akurat. Oleh sebab itulah perkembangan motorik prosesnya tak dapat ditentukan
secara genetis.

Sistem Motorik Yang Dinamis Dalam Gerakan


Untuk mempelajari bayi yang menguasai tonggak perkembangan motoriknya, para ahli
memimpin microgenetic studies yang mengikuti bayi dari mulai mencoba ketrampilan
baru hingga ia melakukannya dengan halus dan tanpa usaha keras. Dengan strategi
tersebut Esther Thelen (1994) mengilustrasikan bagaimana bayi menemukan
ketrampilan motorik dengan memodifikasi dan mereorganisasi apa yang telah dapat
dilakukan tubuhnya untuk melakukan suatu tugas baru. Dia menempatkan bayi usia tiga
bulan di bawah mainan yang dapat bergerak. Pergelangan kaki bayi dihubungkan ke
bagian dari mainan dengan suatu tali elastis yang panjang. Bila bayi menendang maka
mainan itu dapat berputar. Bayi akan segera mempelajarinya dan akan menendang
dengan satu atau dua kaki sehingga mainan itu berputar, Namun bila tali elastis
dilepaskan maka bayi akan segera “menyerah” dalam menendang. Jadi dapat dikatakan
bahwa perkembangan motorik bayi merupakan akibat dari usaha pemecahan masalah
yang dilakukan secara aktif.

Variasi Budaya Dalam Perkembangan Motorik


Penelitian cross-cultural mendemostrasikan bagaimana kesempatan awal untuk
bergerak dan stimulasi dari lingkungan mempengaruhi perkembangan motorik. Wayne
Dennis (1960) mengobservasi anak-anak Iran yatim piatu yang tidak diberikan
lingkungan yang memotivasi mereka untuk memenuhi kebutuhannya. Mereka
18

diletakkan dalam “kandang” dan menghabiskan hari-harinya dalam posisi terlentang


tanpa mainan. Hasilnya mereka tidak bergerak atas kemauannya sendiri sampai usia dua
tahun. Ketika akhirnya mereka bergerak mereka banyak duduk dibandingkan
merangkak. Hanya 15% dari anak-anak tersebut yang berjalan pada usia 3-4 tahun.
Kontras dengan bayi-bayi orang Kipsigis dari Kenya dan orang Indian barat dari
Jamaica yang mengangkat kepala, duduk sendiri dan berjalan cenderung lebih cepat
dibandingkan dengan bayi-bayi dari Amerika utara. Orang tua mereka sangat
menstimulasi dan melatih dengan rutin bayi-bayinya sehingga mereka tumbuh sehat,
kuat dan atraktif secara fisik. Dengan demikian membuktikan bahwa perkembangan
motorik merupakan transaksi kompleks antara nature dan nurture dimana terjadi dialog
antara otak, tubuh, serta lingkungan fisik dan sosial.

Perkembangan Motorik Halus:


Meraih Dan Menggenggam
Dari seluruh ketrampilan motorik, meraih dengan keinginan sendiri (voluntary
reaching) memainkan peran yang terbesar pada perkembangan kognitif bayi. Sejak itu,
bayi membuka semua jalan baru dalam mengeksplorasi lingkungannya (Bushnell dan
Boudreau, 1993). Dengan meraih suatu obyek, memutarnya, dan melihat apa yang
terjadi apabila obyek itu dilepas, bayi belajar banyak sekali tentang tanda, suara, dan
merasakan suatu obyek. Perkembangan dari meraih dan menggenggam menyediakan
contoh yang menarik tentang bagaimana ketrampilan motorik berkembang, dimulai dari
motorik kasar dengan aktivitas yang tidak jelas mengarah pada penguasaan gerakan
motorik halus. Contohnya bayi yang baru lahir berusaha keras untuk membawa
tangannya ke arah visual field / area pandangannya. Mereka mempunyai tujuan yang
jelas tetapi miskin dalam mengkoordinasikan pukulan atau ayunan. Hal ini disebut
prereaching (gerakan bayi baru lahir yang mempunyai tujuan jelas, namun miskin
dalam koordinasi).

Perkembangan Meraih & Menggenggam


Usia Perkembangan Meraih
3 bulan Bersamaan dengan berkembangnya kontak mata serta control pada kepala dan
19

bahu, gerakan meraih muncul dan bertambah dalam akurasinya.


Bayi dapat meraih dan menggenggam benda meskipun lampu dipadamkan saat
5-6 bulan proses ia meraih benda tersebut.
Bayi mengurangi usahanya saat obyek berada dalam jangkauan.
Lengan mulai lebih mandiri, bayi dapat meraih dengan menggunakan satu
7 bulan
lengan.
Bayi dapat meraih benda yang tetap pada tempatnya meskipun dalam keadaan
9 bulan
gelap secara cepat dan akurat.

Tabel di atas menunjukkan bahwa gerakan meraih relatif tidak membutuhkan petunjuk
visual bagi lengan dan tangan, namun sebagian besar dikontrol oleh propriocention
(penghayatan terhadap gerakan dan lokasi dalam ruang, yang dibangkitkan oleh
stimulus dalam tubuh).

Usia Perkembangan Menggenggam


3-4 bulan Refleks menggenggam pada bayi yang baru lahir melemah, digantikan dengan
ulnar grasp (genggaman yang kikuk pada bayi, dimana jari-jari mengahadap
ke telapak tangan).
Bayi menyesuaikan genggamannya terhadap bentuk dan ukuran benda.
Kemampuan ini akan terus ditingkatkan hingga usia satu tahun.
4-5 bulan Bersamaan dengan kemahiran duduknya, mereka tak lagi membutuhkan
lengannya untuk menjaga keseimbangan tubuh. Kedua tangan digunakan untuk
mengeksplorasi obyek. Mulai dapat memindahkan mainan di antara kedua
tangan.
8-12 bulan Meraih dan menggenggam dipraktekkan dengan baik. Sebagai hasilnya, atensi
berpindah dari bagaimana mengkoordinasikan gerakan kearah apa yang terjadi
sebelum dan sesudah gerakan dilakukan.
1 tahun Muncul pincer grasp (genggaman yang terkoordinasi dengan baik pada akhir
tahun pertama, dimana jari jempol dan telunjuk digunakan secara berhadapan).
Bayi dapat mengambil obyek kecil (c: kismis, manik), memegang rumput pada
sisinya yang pipih, memutar knop, dan membuka serta menutup kotak kecil.
20

Perkembangan Kapasitas Perseptual


Pada penelitian White dan Helds, terdapat hubungan tertutup antara persepsi dan aksi
dalam menemukan ketrampilan baru. Untuk meraih obyek, mempertahankan
keseimbangan, atau bergerak melintasi berbagai permukaan, bayi harus secara
berkesinambungan mengkoordinasikan perilaku motorik dengan informasi
perseptualnya (Bertenthal,1996). Beraksi dan mengamati merupakan aspek yang tak
terpisahkan dari pengalaman. Aktivitas motorik memang mempunyai arti vital dalam
mengeksplorasi dan mempelajari lingkungan serta meningkatkan persepsi dengan
memberikan tambahan mengenai aktivitas yang lebih efektif, tetapi kesatuan antara
informasi motorik dan perceptual adalah dasar bagi system otak kita, keduanya saling
mendukung dalam perkembangannya.
Meneliti persepsi bayi memberikan tantangan istimewa karena mereka tak dapat
mendeskripsikan pengalamannya. Penelitian dapat menggunakan respon nonverbal
yang bervariasi dengan berbagai stimulasi. Peneliti juga menggunakan operant
conditioning untuk meneliti apakah bayi dapat mendiskriminasikan sesuatu secara pasti.
Contoh-contohnya akan kita lihat dengan mengekplorasi sensitivitas bayi terhadap
sentuhan, rasa, bau, suara, dan stimulasi visual.

Sentuhan (Touch)
Sentuhan adalah dasar dari interaksi antara orang tua dan bayi. Sentuhan menstimulasi
awal perkembangan fisik dan vital bagi perkembangan emosional. Oleh sebab itu tak
mengherankan apabila sensitivitas terhadap sentuhan telah berkembang dengan baik
ketika bayi dilahirkan. Bayi yang baru lahir berespon terhadap sentuhan terutama di
area sekitar mulut, telapak tangan, dan telapak kaki.
Saat lahir, bayi cukup sensitive terhadap rasa sakit. Bayi laki-laki yang disunat tanpa
diberikan anestesi (penahan rasa sakit), akan berespon dengan tangisan yang
melengking, penuh stress dan peningkatan yang dramatis dalam detak jantung, tekanan
darah, tangan berkeringat, dilatasi pupil, dan ketegangan otot (Jorgensen, 1999).
Pemberian putting susu akan membantu mengurangi tangisan dan ketidaknyamanan
bayi, untuk sementara waktu dan juga untuk jangka panjang. Bisa juga diberikan cairan
manis dan sentuhan yang lembut dari orang tua untuk mengurangi rasa sakitnya. Bayi
yang dibiarkan menderita rasa sakit yang parah seperti sunatan tanpa anestesi, pada
21

awal kelahiran akan memberi efek pada tingkah lakunya dalam menghadapi vaksinasi
pada usia 4-6 bulan.
Ketika sentuhan lebih membawa kenikmatan dibandingkan rasa sakit, maka hal ini akan
meningkatkan keterlibatan bayi terhadap lingkungannya. Dalam suatu penelitian,
perhatian yang lembut dari orang dewasa akan membuat bayi tersenyum dan
meningkatkan perhatiannya terhadap wajah orang dewasa.

Rasa Dan Bau (Taste And Smell)


Semua bayi dilahirkan ke dunia dengan kemampuan untuk mengkomunikasikan pilihan
rasa (rasa yang ia sukai) kepada pengasuhnya. Ekspresi muka menunjukkan bahwa bayi
yang baru lahir dapat membedakan beberapa rasa dasar. Seperti kebanyakan orang
dewasa, otot-otot muka mereka relaks saat merasakan manis, mengerutkan mulutnya
saat merasa asam, mulutnya terbuka melengkung dan lucu/aneh saat merasakan pahit
(Rosenstein dan Oster, 1988; Steiner, 1979). Reaksi ini penting untuk pertahanan hidup.

Rasa asin berbeda perkembangannya dari rasa manis, asam, atau pahit. Pada saat lahir
bayi menolak air asin, tapi sekitar usia empat bulan mereka memilih air asin dibanding
air tawar. Hal ini mempersiapkan mereka untuk menerima makanan padat. Selanjutnya,
rasa-rasa yang tidak disukai dapat diterima apabila mereka dibiasakan atau jika sedang
lapar. Contohnya bayi yang alergi susu sapi akan menerima rasa susu soya bila
dibiasakan.

Seperti halnya rasa, kesukaan terhadap bau tertentu dibawa sejak lahir. Sebagai contoh,
bau pisang atau coklat membuat bayi relaks dan berekspresi senang, sedangkan bau
telur busuk membuat bayi bermuka masam. Bayi yang baru lahir juga dapat
mengidentifikasi lokasi dari bau, dan apabila tidak menyenangkan mereka akan
mempertahankan dirinya dengan cara memalingkan muka dari arah bau tersebut.

Bayi yang baru lahir, dengan cepat akan menempatkan mukanya di antara payudara
ibunya dan segera menyusu. Bila putting susu terlepas dan salah satunya dibersihkan
maka ia akan segera mencari putting susu yang belum dibasuh. Hal ini menandakan ia
dituntun oleh bau-bauan.
22

Pada kesimpulannya, bayi yang masih kecil cukup mahir dalam mendeskriminasikan
rasa dan bau. Sayangnya hanya sedikit diketahui mengenai bagaimana perkembangan
kedua indera (pengecapan untuk merasa & penciuman untuk membau) sebagai hasil
dari kematangan otak dan pengalaman.

Balance And Self Movement

Untuk terlibat dan mengindera sekitarnya, bayi harus menyeimbangkan tubuhnya,


menyesuaikan gerakannya sehingga mereka tinggal dalam posisi yang stabil pada
permukaan termpat mereka duduk atau berdiri. Dalam membuat perubahan postur ini,
penting adanya ketiga sumber sinyal informasi sensoris yang dibutuhkan untuk
menyesuaikan posisi tubuh:

1. proprioceptive stimulation (bangkit dari dalam kulit, sendi, & otot-otot)

2. vestibular stimulation (bangkit dari semicircular canals dari telinga dalam)

3. optical flow stimulation (bangkit dari gerakan pada area pandangan/visual field)

Kebanyakan penelitian memfokuskan diri pada optical flow (gerakan dalam area
pandangan yang memberikan sinyal bahwa tubuh sedang bergerak, sehingga
mengarahkan tubuh untuk menyesuaikan posturnya agar tubuh tetap merasa tegak). Hal
ini karena optical flow dapat dimanipulasi dengan mudah. Ternyata bayi yang baru lahir
pun akan berusaha menyesuaikan gerakan tubuhnya untuk menyeimbangkan diri
terhadap lingkungannya. Bayi yang baru lahir akan menyesuaikan diri dengan gerakan
kepala sedangkan yang berusia 5-9 bulan akan menyesuaikan dengan gerakan tubuh
yang lebih kompleks seperti menggerakkan punggungnya dan mengayun dengan kuat.

Pendengaran

MILESTONES DEVELOPMENT OF HEARING


Usia Perkembangan Pendengaran

Lahir • Lebih suka bunyi yg kompleks dibandingkan suara saja.

• Dapat membedakan beberapa pola suara.


23

• Mengenali perbedaan hampir semua suara orang berbicara.

• Menengok kearah arah datangnya suara/bunyi secara umum.

• Mengorganisasikan bunyi ke dalam pola yang kompleks seperti frase


musik.
1-6
• Dapat mengidentifikasikan lokasi dari suara secara lebih tepat.
bulan
• Di akhir periode ini, dapat memisahkan suara orang yang tidak
digunakan dalam bahasanya sendiri.

Penglihatan (Vision)

Manusia bergantung pada penglihatan lebih dari indera lainnya untuk mengeksplorasi
lingkungan secara aktif, tapi indera ini yang paling belum matang saat bayi baru
dilahirkan. Struktur visual pada kedua mata dan otak berlanjut perkembangannya
setelah kelahiran. Contohnya bayi masih sangat rabun penglihatannya saat baru
dilahirkan.

Persepsi Tentang Ketepatan & Warna (Acuity & Color


Perception)

Karena struktur visual yang belum matang, bayi yang baru lahir tak dapat memfokuskan
matanya dengan baik atau dapat disebut mempunyai visual acuity (ketepatan dalam
diskriminasi visual) yang terbatas. Saat baru lahir bayi hanya dapat melihat obyek
dalam jarak 20 kaki sejelas penglihatan orang dewasa untuk jarak 400 kaki. Sedangkan
warna yang dapat dilihat oleh bayi yang baru lahir hanyalah abu-abu yang buram.
Perkembangan kemampuan visual bayi baru mendekati orang dewasa di usia 6 bulan.
24

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Pertumbuhan Fisik

 Hereditas (Heredity)

Pada kenyataan yang ada, selama pengaruh negative dari lingkungan seperti nutrisi
yang kurang atau penyakit tidak terlalu parah, anak-anak secara khas menunjukkan
catch-up-growth (pertumbuhan fisik yang kembali pada pola genetis yang telah
ditentukan sesudah tertunda oleh faktor lingkungan). Gen-gen mempengaruhi
pertumbuhan dengan mengontrol produksi tubuh akan sesuatu dan sensitivitas terhadap
hormone. Kadang-kadang mutasi mengganggu proses pertumbuhan, contoh: orang yang
menjadi kerdil atau terlalu tinggi (terjadi mutasi terhadap growth hormone (GH).

 Nutrisi (Nutrition)

Nutrisi penting bagi seluruh masa pertumbuhan, tetapi secara khusus genting untuk
masa pertumbuhan dua tahun pertama karena saat itu tubuh dan otak berkembang
sangat cepat. 25% dari total kalori yang diterima bayi digunakannya untuk bertumbuh.
Pada Negara-negara berkembang yang kesulitan bahan makanan, malnutrisi tersebar
dimana-mana. 4-7 % penduduknya biasanya menderita dua penyakit yang berkaitan
dengan makanan:

1. marasmus  suatu penyakit yang biasanya muncul pada tahun pertama


kehidupan yang disebabkan oleh makanan yang rendah kandungan semua nutrisi
esensialnya. Hal ini menyebabkan kondisi tubuh yang terlantar.

2. kwashiorkor  suatu penyakit yang biasanya muncul diantara 1-3 tahun


kehidupan yang disebabkan oleh makanan yang rendah kadar proteinnya.
Gejala-gejalanya antara lain pembesaran perut, kaki membengkak, rambut
rontok, kulit yang iritasi & kudisan, serta tubuh yang enggan bergerak.

Di Negara Amerika, 25% anak-anak menderita obesitas (suatu kondisi kelebihan 20%
peningkatan berat badan, berdasarkan usia anak, jenis kelamin, & perkembangan fisik).
25

Anak-anak dan orang dewasa yang menderita obesitas rata-rata tidak disukai dan
diidentikan sebagai orang malas, kotor, jelek, bodoh, orang yang ragu-ragu dan suka
berbohong.

Nutrisi & Manfaat ASI untuk Kesehatan

Manfaat Deskripsi

Dibandingkan dengan susu dari mamalia lainnya, susu manusia


Keseimbangan yang
mengandung lemak lebih tinggi & protein yang lebih rendah.
tepat bagi lemak &
Keseimbangan yang unik ini adalah kondisi ideal bagi
protein.
pembentukan myelin yang sangat cepat pada system otak.

Seorang ibu yang memberikan ASI bagi bayinya tak perlu


Pemberian nutrisi yang memberikan makanan lain sampai bayi berusia 6 bulan. Semua susu
komplit mamalia rendah kadar zat besinya, tetapi kandungan zat besi pada
ASI mudah diserap oleh system tubuh bayi. Oleh sebab itu susu
botol perlu diperkuat oleh formula zat besi.

Melalui ASI, antibody & agen tubuh yang melawan penyakit


ditransfer dari ibu ke bayi. Sebagai hasilnya, bayi yang minum ASI
Perlindungan terhadap lebih rendah resikonya terkena gangguan pernafasan, usus, &
penyakit reaksi alergi dibanding bayi yang minum susu botol. Komponen
susu manusia untuk perlindungan terhadap penyakit dapat
ditransfer dalam formula tetapi ASI tetap menyediakan imunitas
yang lebih tinggi.
Proteksi terhadap
ASI membantu terhindar dari malocclusion (suatu keadaan dimana
kekeliruan
rahang atas & bawah tidak bertemu dengan semestinya). ASI juga
pertumbuhan rahang &
melindungi gigi dari kerusakan akibat gula, hal ini biasa terjadi
kerusakan gigi.
pada bayi yang tertidur saat minum susu botol.

Bayi yang minum ASI mempunyai bakteri usus yang berbeda dari
Pencernaan yang baik
bayi yang minum susu botol. Oleh sebab itu mere jarang terkena
konstipasi atau diare.

Bayi yang minum ASI lebih mudah menerima makanan padat baru
Transisi yang lembut daripada bayi yang minum susu botol. Kemungkinannya adalah
bagi makanan padat karena mereka terbiasa dengan berbagai macam rasa makanan yang
dimakan oleh ibunya, yang terkandng dalam ASI yang mereka
minum.

Infeksi Penyakit (Infectious Disease)


26

Pada anak-anak yang memperoleh cukup nutrisi, penyakit tak akan mengganggu laju
pertumbuhan, tetapi pada anak-anak yang kekurangan nutrisi, kondisi malnutrisi akan
berinteraksi dengan penyakit mengakibatkan konsekuensi yang parah bagi
pertumbuhannya. Pada negara-negara berkembang, beberapa juta anak meninggal setiap
tahunnya karena diare yang disebabkan oleh pencemaran makanan dan kurangnya air
bersih. Salah satu hal yang dapat dilakukan dengan mudah dan murah adalah oral
rehydration therapy (ORT), suatu treatment terhadap diare, dimana anak yang sakit
diberikan glukosa, garam & air sebagai pengganti cairan tubuh yang hilang.

Kesehatan Emosional (Emotional Well-Being)

Kasih sayang dan stimulasi sama vitalnya bagi kesehatan tubuh seperti halnya makanan.
Dua kelainan pertumbuhan yang diakibatkan oleh kurangnya afeksi dan perhatian
adalah:

1. Non-organic failure to thrive (kegagalan nonorganis untuk bertumbuh dengan


baik)  suatu kelainan pertumbuhan yang biasanya muncul pada usia 18 bulan
yang disebabkan karena kurangnya afeksi & stimulasi. Fisiknya tampak
terlantar. Biasanya mereka apathy dan menghindar, memandang lekat pada
orang dewasa di dekatnya, secara cemas melihat setiap gerakan orang tersebut.
Mereka jarang tersenyum ketika ibunya mendekat dan memeluk erat-erat orang
bila digendong.

2. Psychosocial dwarfism  suatu kelainan pertumbuhan yang tampak antara usia


2-15 tahun. Dengan karakteristik tinggi tubuh dibawah ukuran rata-rata, berat
badan yang sesuai dengan tingginya, tulang yang tidak matang untuk usianya
dan penurunan hormone pertumbuhan yang diakibatkan oleh deprivasi
emosional.
27

3. PERKEMBANGAN KOGNITIF

P engertian mengenai kognisi merujuk pada proses yang terjadi didalam diri dan
produk dari pemikiran yang mengacu pada keadaan “mengetahui”. Hal ini
melibatkan semua aktivitas mental seperti: attending, remembring, symbolizing,
categorizing, planning, reasoning, problem solving, creating dan fantasizing.
Kemampuan penyesuaian dari kognisi yang belum matang memberikan implikasi yang
besar bagi pendidikan. Tindakan memaksakan anak untuk mencapai level yang lebih
tinggi akan merusak proses yang ada. Piaget merupakan salah satu tokoh yang pertama
kali menekankan pentingnya kesiapan untuk belajar, dalam hal ini anak dihadapkan
pada tugas dan tantangan yang sesuai dan dihindarkan dari stimulasi yang terlalu
banyak dan kompleks yang dapat membingungkan dan membuat anak kewalahan.

Piaget’s Cognitive-Developmental Theory


Menurut Piaget, bayi belum memiliki kognisi, melainkan mereka membuat dan
menyaring struktur psikologis (mengorganisir cara-cara untuk mengerti pengalaman
yang dapat membuat mereka lebih efektif dalam menyesuaikan diri terhadap dunia luar)
melalui persepsi dan aktivitas motorik mereka. Piaget memandang anak-anak sebagai
individu constructing, dimana segala pengetahuan mengenai dunianya didapat melalui
aktivitas mereka, maka teori ini sering disebut sebagai constructivist approach pada
cognitive development.

Karakteristik Dasar Dari Tahapan Kognisi Piaget


Piaget percaya bahwa anak melalui 4 tahapan perkembangan, mulai dari (1)
sensorimotor, (2) pre operational, (3) concrete operational, (4) formal operational
(pada tahap ini perilaku eksplorasi yang dilakukan anak berubah menjadi abstract,
logical intelligence pada masa adolesence dan adulthood). Keurutan dari tahapan Piaget
memiliki 3 karakteristik penting:
1. General theory, terdapat asumsi bahwa semua aspek dari kognisi berkembang
dalam suatu cara yang terintegrasi, melalui arah dan perubahan yang hampir
serupa.
28

2. Invariant, hal ini berarti tahapan yang ada selalu mengikuti urutan yang telah
ditetapkan dan tidak ada tahapan yang dapat dilewat.
3. Universal, tahapan yang ada dapat diasumsikan untuk menggambarkan tahapan
kognitif setiap anak-anak dimana saja.

Perubahan Kognitif Menurut Piaget


Menurut Piaget struktur psikologis (cara yang terorganisir untuk mengerti tentang
pengalaman yang ada, yang disebut sebagai skema) berubah sesuai dengan usia. Pada
mulanya skema berupa suatu pola tindakan sensorimotor. Contohnya saat kita melihat
bayi berumur 6 bulan melihat, menggenggam, dan menjatuhkan benda kita melihat
skema “menjatuhkan benda” yang masih kaku namun seiring dengan pertambahan usia
skema yang ada menjadi tindakan yang disengaja dan semakin kreatif dalam
pelaksanaannya. Lama kelamaan sebelum melakukan suatu tindakan anak
menunjukkan bahwa terlebih dahulu ia berpikir sebelum melakuakn hal tersebut.
Perubahan ini menandai perubahan dari pendekatan sensorimotor pada pendekatan
kognitif pada dunia sekitar yang didasarkan pada mental representation, atau
penggambaran didalam diri mengenai informasi yang dapat dimanipulasi oleh pikiran.
Mental representation yang memiliki pengaruh besar adalah:
1. Images, penggambaran secara mental terhadap benda, individu lain dan ruang.
Dengan menggunakan mental image kita dapat menelusuri kembali langkah-
langkah yang telah kita lakukan saat kita kehilangan suatu benda.
2. Concepts, merupakan kategori yang mengelompokkan benda-benda dan
kejadian-kejadian yang serupa. Kita dapat menjadi seorang pemikir yang lebih
efisien, dapat mengorganisir berbagai pengalaman yang ada menjadi sesuatu
yang lebih berarti, teratur, dan lebih mudah diingat.
Dalam teori Piaget ada 2 proses yang terlibat dalam perubahan dari sensorimotor pada
pre operational:
1. Adaptasi, melibatkan pembuatan skema melalui interaksi dengan dunia luar,
terdiri dari 2 aktivitas yang bersifat komplementer, yaitu :
* asimilasi: individu menggunakan skema yang ada untuk
mengintepretasikan dunia luar
* akomodasi: individu menyesuaikan skema lama dan membuat skema
baru untuk menghasilkan sesuatu yang lebih sesuai dengan lingkungan.
29

Keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi bervariasi dari waktu ke waktu.


Saat anak tidak mengalami perubahan yang berarti, mereka lebih banyak
melakukan asimilasi dibanding akomodasi. Piaget menyebut kondisi ini sebagai
keseimbangan kognitif, merujuk pada keadaan yang stabil, nyaman.
2. Organization: merupakan suatu pengaturan yang dilakukan didalam diri dan
menghubungkan antar skema sehingga dapat terbentuk suatu sistem kognitif
yang terhubung dengan kuat.

Tahap Sensori Motor (sejak lahir sampai usia 2


tahun)
Tahap sensorimotor terbagi dalam 6 tahap:
Sub tahapan Tingkah laku adaptif
sensorimotor
Reflexive schemes Newborn reflexes
(0-1 bulan)
Primary circular Kebiasan motorik sederhana yang berpusat pada sekitar tubuh
reactions (1-4 bulan) bayi, antisipasi kejadian yang terbatas, usaha pertama untuk
melakukan imitasi
Secondary circular Tindakan yang dilakukan ditujukan untuk memperoleh
reactions (4-8 bulan) pengulangan dari efek yang menyenangkan dari dunia sekitar;
pengimitasian tingkah laku yang familiar.
Coordination of Tingkah laku yang bertujuan/ goal directed, kemampuan untuk
secondary circular menemukan benda pada tempat pertamakali dimana benda
reactions (8-12 tersebut disembunyikan (object permanence), antisipasi
bulan) terhadap kejadian yang lebih maju, imitasi tingkah laku yang
dilakukan sedikit berbeda dengan yang dilakukan pertama kali.
Tertiary circular Eksplorasi terhadap benda dengan cara baru: mengimitasi
reactions (12-18 tingkah laku yang tidak familiar; kemampuan untuk mencari
bulan) benda yang disembunyikan pada beberapa tempat berbeda
Mental Penggambaran objek dan kejadian didalam diri, yang
representation (18 ditunjukkan oleh pemecahan masalah yang dilakukan dengan
bulan-2 tahun) segera; kemampuan untuk menemukan objek yang telah
dipindahkan saat tidak terlihat (invisible displacement), imitasi
yang tertunda, make-believe play
Perkembangan Sensorimotor
30

 Kesempatan melakukan pengulangan tingkah laku


Saat berumur 1 bulan bayi memasuki sub tahap 2, mereka mulai secara sukarela
memperoleh kendali atas tingkah laku mereka selama primary circular reaction,
melalui kesempatan untuk melakukan pengulangan, tingkah laku yang ada sebagian
besar dimotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan dasar. Konsekuensinya mereka
mengembangkan beberapa kebiasaan motorik sederhana seperti menghisap ibu jari atau
kepalan tangan. Selama sub tahap 3, bayi mulai belajar duduk, meraih dan
memanipulasi objek. Kemampuan motorik yang telah diperoleh ini berperan besar pada
pengalihan perhatian mereka pada dunia luar. Dengan menggunakan secondary circular
reaction, mereka berusaha untuk mengulang efek yang menyenangkan pada dunia luar
yang disebabkan oleh tingkah laku mereka.

 Tingkah laku yang bertujuan


Pada sub tahap 4, pengkombinasian skema yang sudah ada menjadi skema yang baru,
keurutan yang lebih kompleks. Bayi dapat terlibat dalam tingkah laku yang bertujuan,
atau yang berorientasi pada goal. Pada tahap ini bayi mengkoordinasikan skema dengan
sengaja untuk memecahkan permasalahan sederhana. Saat bayi dapat mengambil
kembali benda yang disembunyikan, menunjukkan bahwa bayi telah mulai menguasai
object permanence, meski begitu kesadaran mengenai hal ini belum seutuhnya dikuasai.
Bayi belum memiliki gambaran yang jelas mengenai benda sebagai sesuatu yang tetap
saat disembunyikan dari pandangan (A-not-B search error). Pada tahap ini bayi juga
telah memiliki kelebihan lain; bayi dapat dengan lebih baik mengantisipasi kejadian
yang ada sehingga kadang kala mereka menggunakan kemampuan mereka untuk suatu
tingkah laku yang bertujuan untuk mengubah kejadian tersebut. Selain itu bayi dapat
mengimitasi tingkah laku dengan sedikit berbeda dari yang biasa mereka lakukan.
Pada sub tahap 5 tertiary circular reactions muncul. Anak mengulang suatu tingkah
laku dengan variasi dan hasil yang baru. Karena pendekatan terhadap dunia luar
dilakukan dengan sengaja, anak menjadi problem solver yang lebih baik. Contohnya
mereka dapat memikirkan bagaimana caranya untuk memasukkan suatu benda dengan
pas pada lubang yang ada, menggunakan tongkat untuk meraih mainan yang berada
diluar jangkauan.
31

 Mental representation
Pada sub tahap 6, perkembangan sensori motor mencapai puncaknya melalui mental
representation. Tanda dari tercapainya kemampuan ini adalah anak dapat memperoleh
solusi dengan segera terhadap masalah, terkesan mereka bereksperimen dengan
berbagai tindakan yang akan dilakukan didalam pemikirannya. Selain itu kemampuan
ini menghasilkan beberapa kapasitas yang lain. Pertama hal ini mengacu pada kapasitas
untuk memecahkan masalah object permanence lebih lanjut yang melibatkan invisible
displacemant (menemukan benda yang dipindahkan saat tidak terlihat), kedua hal in
memungkinkan terjadinya deferred imitation kemampuan untuk mengingat dan meniru
tingkah laku dari model yang tidak ada. Terakhir hal ini memungkinkan untuk
terjadinya make believe play, dimana anak melakukan dan membayangkan aktivitas
yang ada.

Tahap Preoperational (2-7 Tahun)


Kemajuan Dalam Mental Representation
 Bahasa dan pemikiran
Piaget menganggap bahwa bahasa merupakan alat yang paling fleksibel dalam mental
representation namun Piaget tidak mempercayai bahwa bahasa memegang peranan
penting dalam perkembangan kognitif. Sebaliknya ia percaya bahwa aktivitas
semsorimotor mengarah pada penggambaran dalam diri dari pengalaman, yang
kemudian diberi label dalam bentuk bahasa. Dengan melepaskan pemikiran dari
tindakan, memungkinkan dilakukannya pemikiran yang lebih jauh dari yang
sebelumnya.

 Make believe play


Piaget percaya bahwa dengan berpura-pura, anak berlatih dan memperkuat skema baru
yang telah mereka miliki. Perkembangan dari make believe play:
1. Sejalan dengan waktu, permainan yang dilakukan semakin terlepas dari kondisi
kehidupan nyata yang telah diasosiasikan. Awal mulanya anak menggunakan
objek nyata, lama kelamaan mereka bermain tanpa menggunakan objek nyata.
2. Permainan menjadi semakin kurang berpusat pada umur. Saat anak pertamakali
berpura-pura, nampak bahwa hal tersebut ditujukan pada dirinya, contohnya
32

anak berpura-pura makan. Namun kemudian anak melakukannya pada benda


lain, contohnya anak berpura-pura memberi makan boneka.
3. Permainan semakin lama melibatkan kombinasi skema yang lebih kompleks.
Mulanya anak mungkin dapat berpura-pura minum dari cangkir, namun tidak
mengkombinasikannya dengan tindakan menuangkan dan meminum. Namun
kemudian anak mengkombinasikan skema berpura-pura dengan teman
sebayanya dalam sociodramatic play.
Keuntungan dari make believe play. Piaget menangkap aspek penting dari kegiatan ini
saat ia menelaah perannya dalam melatih skema representational. Ia juga mencatat
adanya pemfungsian emosi yang terintegrasi, suatu ciri yang ada dalam teori
psikoanalisa. Anak kecil seringkali mengalami kembali kejadian yang memicu anxiety,
seperti pergi ke dokter atau tindakan pendisiplinan dari orang tua, tapi dengan
memutarbalikkan peran yang ada anak dapat mengendalikan dan melakukan
kompensasi untuk pengalaman yang tidak menyenangkan tersebut. Permainan yang
dilakukan oleh anak tidak hanya merefleksikan tetapi juga memberi kontribusi terhadap
kognitif anak dan keterampilan sosial.

 Drawings
Kemajuan kognitif dan penekanan budaya pada pengekspresian secara artistik
mempengaruhi perkembangan dari representasi seni anak. Secara umum kegiatan
menggambar pada anak melalui keurutan sebagai berikut:
1. Scribbles (corat coret). Pada mulanya gerakan yang dilakukan, yang
menghasilkan coretan-coretan mengandung suatu representasi, contoh: coretan-
coretan yang melompat-lompat menjelaskan kelinci yang sedang melompat.
2. Representasi pertama dari bentuk.
3. Gambar yang semakin realistik. Anak kecil tidak menuntut suatu gambar yang
realistik, namun ketika kognitif dan motorik halus berkembang mereka belajar
untuk lebih realistik lagi.
Hubungan antara simbol dengan dunia nyata (dual representation) memandang objek
dalam dua hal, yaitu dalam arti sebenarnya dan sebagai simbol.
33

Keterbatasan Dalam Pemikiran Preoperasional


Pada tahap ini anak belum mampu melakukan operations (mental representation dari
suatu tindakan yang mengikuti aturan-atruan yang logis). Sebaliknya pemikiran mereka
masih kaku, terbatas pada satu aspek dari suatu situasi pada suatu waktu, yang secara
kuat mempengaruhi pemunculan segala sesuatu pada saat tersebut.
 Pemikiran yang egosentris dan animistik
Bagi Piaget kekurangan yang paling serius dalam pemikiran preoperasional, yang
merupakan dasar dari segala sesuatunya adalah sifat egosentris. Saat pertama kali anak
melakukan mental representation, mereka cenderung terfokus pada sudut pandang
mereka sendiri dan mengabaikan sudut pandang orang lain. Meski begitu mereka sering
mengasumsikan orang lain melihat, berpikir dan merasakan hal yang sama dengan
mereka. Sifat egosentris juga dikatakan bertanggung jawab atas pemikiran animistik
yang dimiliki anak. Anak percaya bahwa benda mati memiliki kualitas seperti makhluk
hidup, seperti berpikir, berharap, memiliki perasaan, dan tujuan seperti mereka.

 Ketidakmampuan untuk mempertahankan


Conservation merujuk pada pemikiran mengenai karakteristik fisik tertentu dari suatu
benda tetap sama meski penampilan luarnya berubah. Pemikiran yang paling tidak logis
dari pemikiran preoperasional adalah ireversibility. Anak pada tahap ini secara mental
tidal dapat melakukan beberapa tahap tingkah laku dan kemudian membalikkan tahapan
tersebut ke titik awal. Reversibility adalah bagian dapi pengoperasian secara logis.

 Kurangnya pengklasifikasian bertahap


Kurangnya pengoperasian secara logis membuat anak sulit untuk membuat klasifikasi
bertahap. Mereka tidak dapat mengorganisir benda kedalam kelas-kelas atau subklas
yang didasarkan pada persamaan atau perbedaan.

Tahap Concrete Operational (7-11 Tahun)


Piaget memandang tahap concrete operational sebagai suatu titik balik pada
perkembangan kognitif. Saat anak telah mencapai tahap ini, pemikiran mereka semakin
mendekati pemikiran orang dewasa. Menurut Piaget pada tahap ini pemikiran yang ada
lebih logis, fleksibel, dan terorganisir.
34

Pemikiran Concrete Operational


Dalam tahap ini anak dapat melakukan bermacam-macam hal:
1. Conservation
Kemampuan untuk mengetahui bahwa sesuatu memiliki ketetapan, menunjukkan bahwa
anak telah mampu untuk melakukan suatu pengoperasian. Dahulu anak tidak dapat
mengatakan bahwa air yang ada pada suatu wadah bila dipindahkan ke wadah lain yang
lebih lebar tanpa mengurangi atau memberikan penambahan maka jumlahnya akan tetap
sama. Saat ini anak dapat melakukan penjabaran, mengenali bahwa perubahan pada
suatu aspek pada air (ketinggiannya) dikompensasikan oleh perubahan pada aspek
lainnya (yaitu lebar wadah yang baru). Penjelasan ini juga menjelaskan kapasitas untuk
membayangkan bahwa air yang ada dapat dikembalikan ke wadah semula sebagai bukti
dari ketetapan (reversibility).

2. Pengklasifikasian yang bertahap


Saat berumur antara 7-10 tahun anak lebih menyadari adanya pengklasifikasian yang
bertahap dan dapat memusatkan perhatian pada hubungan antara kategori umum dengan
kategori yang lebih spesifik pada saat yang sama.

3. Seriation
Kemampuan untuk mengurutkan sesuatu secara kuantitatif seperti berdasarkan panjang
atau berat disebut sebagai seriation. Pada tahap ini anak juga dapat melakukan seriation
secara mental, suatu kemampuan yang disebut sebagai transitive inverence.

4. Kemampuan daya bayang ruang


Pada tahap ini anak lebih mengerti mengenai konsep ruang dibanding tahap
sebelumnya. Pengertian mengenai jarak mulai berkembang, dapat membedakan apakah
suatu benda berjarak lebih dekat atau lebih jauh bukannya mengecil atau membesar.
Anak mulai dapat menunjukkan arah yang harus ditempuh untuk mencapai suatu
tempat. Selain itu peta kognitif, yang merupakan representasi mental mengenai ruang
yang berskala besar juga mulai berkembang. Anak dapat menggambarkan penunjuk-
penunjuk jalan yang dilewati sepanjang perjalanan mereka dari rumah ke sekolah.
35

Keterbatasan Dalam Pemikiran Concrete Operational


Pada tahap ini anak berpikir dalam suatu cara yang terorganisir dan logis hanya pada
saat dihadapkan pada permasalahan yang konkret. Pengoperasian secara mental yang
mereka miliki tidak dapat diterapkan pada permasalahan abstrak (hal-hal yang tidak
nampak pada kenyataan). Contohnya anak memiliki kesulitan untuk memecahkan
permasalahan seperti: “Susan lebih tinggi dari Sally dan Sally lebih tinggi dari Mary.
Siapa yang paling tinggi?”
Piaget menggunakan istilah horizontal decalage yang berarti berkembang dalam suatu
tahapan untuk menggambarkan penguasaan konsep logika yang bertahap ini. Horizontal
decalage merupakan salah satu indikasi mengenai kesulitan anak yang berada dalam
tahap concrete operational untuk menyelesaikan permasalahan yang abstrak. Anak
yang berada dalam tahap ini tidak secara langsung memiliki prinsip logika yang umum
dan mengaplikasikannya dalam situasi yang relevan. Sebaliknya mereka nampak
menyelesaikan permasalahan logis yang ada secara terpisah.

Tahap Formal Operational (mulai dari usia 11 Tahun)


Kapasitas untuk berpikir secara abstrak dimulai pada sekitar usia 11 tahun. Pada tahap
ini benda atau kejadian-kejadian konkret tidak lagi diperlukan sebagai alat bantu dalam
berpikir.

Hypothetico-Deductive Reasoning
Hypothetico-deductive reasoning merupakan suatu bentuk problem solving dari tahap
formal operational. Anak mulai dari teori yang bersifat umum dari segala faktor yang
memungkinkan yang dapat mempengaruhi penyelesaian masalah dan membuat
hipotesis yang sesuai, yang telah mereka uji sesuai dengan keurutan yang ada. Piaget
mengilustrasikan hal ini dalam permasalahan “pendulum”.

Perencanaan
Pada tahap ini anak dapat mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan logis (dalam
bentuk verbal) tanpa melihat keadaan nyata. Meski Piaget tidak memandang bahasa
memegang peranan utama dalam perkembangan kognitif, namun ia mengakui bahwa
36

hal tersebut menjadi penting selama tahap ini. Pemikiran secara abstrak memerlukan
suatu sistem yang didasarkan pada bahasa sebagai representasi dari apa yang ada, yang
tidak mewakili dunia nyata seperti yang ada dalam proses matematika. Pemikiran secara
formal operational juga melibatkan kemampuan verbal mengenai konsep abstrak.
Orang dewasa menggunakan kapasitas ini saat mereka berusaha untuk mengetahui relasi
antara waktu, ruang, dan permasalahan dalam fisika dan kebebasan dalam berfilosofi
dan studi mengenai permasalahan sosial.

Konsekuensi Dari Pemikiran Abstrak


Piaget mempercayai bahwa bentuk baru dari sikap egosentris turut muncul seiring
dengan dicapainya tahapan ini, yaitu berupa ketidakmampuan untuk membedakan sudut
pandang yang dimiliki oleh diri sendiri dengan yang dimiliki oleh orang lain. Sebagai
contoh, seorang remaja membayangkan apa yang dipikirkan oleh orang lain. Dalam hal
ini muncul 2 gambaran dalam berelasi antara diri dengan orang lain yang terganggu.
Pertama disebut sebagai imaginary audience, yaitu keyakinan bahwa mereka adalah
pusat dari perhatian dan kepedulian orang lain. Gangguan kognitif yang kedua adalah
personal fable, yaitu keyakinan bahwa mereka spesial dan unik. Hal ini mengarahkan
mereka pada kesimpulan bahwa orang lain tidak mungkin dapat mengerti pemikiran dan
perasaan mereka.

Teori Piaget Dalam Pendidikan


Teori Piaget memiliki pengaruh yang besar dalam pendidikan, terutama dalam masa
pra-sekolah dan sekolah dasar. Berdasarkan teori ini didapat 3 prinsip, yaitu:
1. Discovery learning
Anak didorong untuk menemukan segala sesuatunya sendiri melalui interaksi
spontan dengan lingkungan. Guru diharapkan lebih banyak menyediakan
berbagai variasi aktivitas yang ditujukan untuk eksplorasi dibandingkan
memberikan materi yang telah dipersiapkan secara verbal.
37

2. Kepekaan terhadap kesiapan anak untuk belajar


Dalam hal ini tidak dilakukan percepatan pada perkembangan yang ada. Piaget
percaya bahwa pengalaman belajar yang sesuai membangun tingkat pemikiran
anak sesuai dengan kondisinya sekarang. Guru memperhatikan dan
mendengarkan siswa, memperkenalkan pengalaman yang memberikan
kesempatan kepada mereka untuk melatih skema berpikir yang baru. Tetapi guru
tidak boleh memaksakan keterampilan baru sebelum anak menunjukkan
ketertarikannya atau kesiapannya karena hal ini dapat berakibat pada
penerimaan yang dangkal dibanding pengertian yang seutuhnya.

3. Penerimaan terhadap perbedaan yang dimiliki setiap individu.


Semua anak melalui urutan yang sama dalam perkembangan, namun dalam
kecepatan yang berbeda. Guru harus merancang aktivitas untuk individu dan
kelompok kecil dibanding hanya melakukan perencanaan untuk seluruh kelas.
Guru mengevaluasi kemajuan yang diperoleh dengan membandingkan
kemampuan yang sebelumnya telah dimiliki oleh setiap anak.

Teori Sosiokultural Dari Vygotsky


Lev Vygotsky juga percaya bahwa anak adalah pencari pengetahuan yang aktif, namun
ia tidak memandang hal ini sebagai sesuatu yang berdiri sendiri. Dalam teorinya,
kondisi sosial dan budaya mempengaruhi kognisi anak, kognisi yang dimiliki oleh
manusia menjadi pembawaan dalam dasar bersosialisasi dan berbahasa. Menurut
Vygotsky bayi telah dipersiapkan dengan persepsi dasar, kemampuan untuk
memperhatikan, dan kapasitas memori seperti yang ada pada binatang. Hal-hal tersebut
berkembang pada 2 tahun pertama melalui kontak langsung dengan lingkungan.
Perkembangan bahasa yang cepat mengarah pada perubahan dalam berpikir.

Children’s Private Speech


Pada anak pra-sekolah seringkali didapati bahwa mereka berbicara pada diri sendiri saat
mereka bermain atau mengeksplorasi lingkungan.
38

Pandangan Piaget:
Piaget menamakan ungkapan-ungkapan ini sebagai egosentric speech, suatu istilah
untuk menggambarkan kayakinannya bahwa hal tersebut merupakan refleksi dari
ketidakmampuan pada tahap pre operational anak untuk membayangkan sudut pandang
orang lain. Piaget percaya bahwa kematangan kognitif dan pengalaman sosial tertentu
seperti pertentangan dengan teman sebaya pada akhirnya akan mengakhiri egosentric
speech. Melalui berargumen dengan teman sebaya, anak secara berulang melihat bahwa
orang lain memegang sudut pandang berbeda dari dirinya. Selanjutnya egosentric
speech secara bertahap menurun dan digantikan dengan social speech, dimana anak
dapat menyesuaikan apa yang mereka katakan kepada pendengarnya.

Pandangan Vygotsky
Vygotsky menentang keras kesimpulan yang dibuat Piaget. Ia memberikan alasan
bahwa anak belajar berbicara pada diri sendiri sebagai self gudance. Bahasa membantu
anak untuk berpikir mengenai aktivitas mental, perilaku, dan tindakan-tindakan tertentu.
Vygotsky menganggap hal tersebut sebagai dari semua proses kognitif.
Vygotsky menduga private speech berlangsung seiring dengan usia, berubah menjadi
bisikan dan gerakan mulut. Lebih jauh, anak yang dengan bebas menggunakan private
speech selama aktivitas yang menantang, menjadi lebih perhatian dan terlibat dan
menunjukkan perbaikan besar dalam penampilannya.

Dasar Sosial Perkembangan Kognitif


Vygotsky percaya bahwa semua proses kognitif yang lebih tinggi berkembang melalui
interaksi sosial. Melalui aktivitas bersama yang dilakukan dengan anggota msyarakat
yang lebih matang, anak belajar untuk semakin menguasai aktivitas yang ada dan
berpikir dalam cara yang memiliki arti dalam budayanya. Hal ini kemudian dijelakan
melalui zone of proximal development, yang merupakan suatu jajaran tugas yang belum
dapat dilakukan oleh anak seorang diri tapi dapat dilakukan dengan bantuan individu
yang lebih berpengalaman.

Interaksi sosial yang efektif


Untuk meningkatkan perkembangan kognitif, dalam interaksi sosial harus
terkandung beberapa komponen:
39

1. Intersubjectivity, merupakan suatu proses dimana dua orang partisipan yang


memulai suatu tugas dengan pengertian-pengertian berbeda, sampai pada suatu
pengertian yang dapat dibagikan.
2. Scaffolding, perubahan kualitas dari dukungan selama sesi pengajaran dimana
orang dewasa menyesuaikan bantuan yang mereka berikan agar sesuai dengan
tingkatan tampilan yang dapat ditunjukkan oleh anak. Instruksi langsung
ditawarkan saat adanya tugas baru, bantuan yang diberikan semakin dikurangi
seiring dengan meningkatnya kompetensi.

Pandangan Vygotsky Mengenai Make Believe Play


Sesuai dengan penekanannya mengenai pengalaman sosial dan bahasa sebagai unsur
vital dalam perkembangan kognitif, Vgotsky menganggap permainan berpura-pura
sebagai sesuatu yang unik, secara luas mempengaruhi zone of proxilmal development
dimana anak mencapai kemajuan dengan sendirinya saat mereka mencoba berbagai
keterampilan yang menantang. Menurut Vygotsky pada awalnya anak menciptakan
situasi imajiner, mereka belajar untuk bertingkah laku yang sesuai dengan ide yang ada,
bukan hanya sebagai respon dari stimulus eksternal. Objek substitusi menjadi penting
dalam proses ini. Saat berpura-pura, anak secara berkelanjutan menggunakan suatu
objek untuk menjadi individu lain. Unsur kedua dalam permainan berpura-pura adalah
aturan dasarnya yang alamiah, yang juga memperkuat kapasitas anak untuk berpikir
sebelum bertindak. Permainan ini menurut Vygotsky secara konstan menuntut anak
bertingkah laku berlawanan dengan impulsnya karena mereka harus menyesuaikan diri
kedalam situasi permainan.

Teori Vygotsky Dalam Pendidikan


Teori Vygotsky menawarkan pandangan baru dalam pengajaran dan pmbelajaran, yang
ditekankan pada pentingnya konteks sosial dan kolaborasi.
Persamaan yang ada antara teori Piaget dengan tori Vygotsky dalam pendidikan adalah
adanya kesempatan untuk secara aktif berpartisipasi dan penerimaan dari perbedaan-
perbedaan yang dimiliki oleh individu. Meski begitu penerapan dalam teori Vygotsky
berjalan diluar penerapan yang independen, mengungkapkan perlunya penemuan yang
dibantu. Guru membimbing proses pembelajaran yang dijalani oleh anak, merancang
40

intervensi bagi setiap zone of proximal development. Hal ini juga dilakukan oleh
kolaborasi dari teman sebaya.

Pengajaran Yang Timbal Balik


Merupakan suatu metode pengajaran yang didasarkan pada teori Vygotsky dimana guru
dan dua atau empat orang siswa berkolaborasi membentuk kelompok belajar.
Perbincangan yang terjadi membentuk zone of proxilam development dimana pengertian
dalam membaca meningkat.

Pembelajaran Secara Kooperatif


Meski pengajaran yang timbal balik menggunakan kolaborasi teman sebaya, guru hadir
untuk memberikan bimbingan, membantu untuk memastikan hal tersebut berjalan
dengan lancar. Saat ini kolaborasi teman sebaya banyak digunakan, namun beberapa
bukti menunjukkan perkembangan hanya terjadi dalam kondisi-kondisi tertentu. Faktor
yang penting dalam hal ini adalah pembelajaran secara kooperatif, yang merupakan
suatu lingkungan pembelajaran dimana kelompok-kelompok teman sebaya bekerja
menurut tujuan yang sama.
41

4. LANGUAGE DEVELOPMENT

B ahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang didalamnya kata-kata dan


symbol-simbol tertulis dikombinasikan dalam tata cara tertentu, hal tersebut
memampukan penggunanya menyampaikan pesan-pesan dalam jumlah yang tak
terbatas.
Bagian penting dari pembelajaran bahasa pada anak adalah perkembangan dari
communicative competence, yaitu kemampuan untuk mengekspresikan pikiran,
perasaan, dan tujuan tertentu dalam cara yang bermakna dan sesuai dengan budaya.

Teori-Teori Perkembangan Bahasa


Perspektif Behavioristik
Menurut penjelasan traditional learning, bahasa berkembang melalui prinsip
reinforcement. B. F. Skiner (1957) mengungkapkan bahwa orangtua atau pengasuh
secara selektif me-reinforce suara babbling anak yang paling mendekati perkataan
orang dewasa. Melalui perhatian pada suara-suara tertentu dan menunjukkan
persetujuan saat anak mengungkapkan hal tersebut, orangtua memberikan dorongan
pada anak untuk mengulanginya, demikian seterusnya. Apa yang diucapkan anak akan
semakin mendekati pengucapan orang dewasa.
Menurut Bandura (1989) dan Bullock (1983) proses belajar anak terutama adalah
melalui imitasi dan observasi. Menurut pandangan ini, anak memilih kata-kata, frase,
dan kalimat-kalimat secara langsung melalui imitasi terhadap apa yang mereka dengar.
Selanjutnya melalui reinforcement dan generalisasi, atau mengaplikasikan apa yang
sudah ia pelajari pada situasi baru, anak belajar kapan ia dapat menggunakan kata-kata
dan frase-frase tertentu.

Perspektif Nativistik
Seorang nativist yaitu Noam Chomsky (1968), menyatakan bahwa anak-anak terlahir
dengan struktur mental bawaan yang mengarahkan penguasaan bahasa mereka, secara
spesifik hal tersebut disebut sebagai grammar. Chomsky mengistilahkannya sebagai
42

language acquisition device (LAD). Tokoh-tokoh nativistik mengungkapkan mengenai


universal feature tertentu yang ada pada semua bahasa merupakan hal bawaan.
Contohnya, suatu kalimat pada semua bahasa mengandung subjek (subject), kata kerja
(verb), dan objek (object).
Hal lain yang mendukung pandangan nativistik adalah bukti bahwa manusia belajar
bahasa dengan lebih mudah dan cepat saat periode kritis (critical period) tertentu dari
perkembangan biologisnya. Suatu periode kritis adalah jangka waktu dimana anak peka
terhadap stimulus tertentu dari lingkungan yang tidak memberikan efek yang sama pada
dirinya sebelum atau sesudah jangka waktu tersebut. Periode kritis untuk belajar bahasa
dimulai dari masa infancy sampai pubertas.

Perspektif Interaksionis
Pandangan interaksionis fokus pada interaksi antara faktor biologis dengan faktor
lingkungan dalam penguasaan bahasa. Peran aktif dari anak dalam perkembangan
berbicaranya berjalan seiring dengan peran dari orangtua sebagai agen sosialisasi.
Penguasaan bahasa tidak terpisah dari aspek-aspek lain dari perkembangan.
Perkembagan bahasa terjadi dalam berbagai perilaku dan konteks perkembangan
dimana anak berusaha untuk menguasai tujuan-tujuan yang bermakna dan terlibat dalam
suatu relasi dengan orang lain. Meski faktor biologis dianggap sebagai kontributor
penting, pendekatan interaksionis tidak membuat asumsi-asumsi mengenai pengaruh
dari kontribusi yang bersifat bawaan tersebut. Dalam pandangan interaksionis,
perkembangan bahasa yang normal adalah hasil dari suatu keseimbangan yang rapuh
dari orangtua dan anak. Saat orangtua berbicara pada anak dengan memanfaatkan apa
yang sudah diketahui dan dimengerti oleh anak, secara drastis mereka meningkatkan
kesempatan anak untuk memahami suatu pesan yang baru.

Memfasilitasi Perkembangan Bahasa Anak


Jerome Bruner menyatakan bahwa lingkungan menyediakan suatu language acquisition
support system (LASS) bagi anak yang sedang belajar bahasa. Berbeda dengan
Chomsky, Bruner menekankan peran orangtua atau peran pengasuh sebagai fasilitator
dari penguasaan bahasa.
Terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan orang dewasa untuk memfasilitasi
penguasaan bahasa pada anak. Teknik-teknik yang ada mencakup:
43

1. Memainkan permainan nonverbal (playing nonverbal games)


Usaha yang dilakukan orangtua pertamakalinya untuk “berkomunikasi” dengan
anak dalam early nonlinguistic games adalah melalui permainan peek-a-boo.
Melalui permainan ini anak dapat mempelajari beberapa struktur tang ada dari
berbahasa seperti menunggu giliran. Karena permainan ini melibatkan perilaku
yang umum, diulang-ulang, dan mudah ditebak, hal tersebut juga membangun
dasar bagi aturan sistematik dari bahasa.

2. Menggunakan cara berbicara yang disederhanakan (using simplified speech)


Bagian lain dari LASS adalah kebiasaan orangtua untuk memodifikasi cara
berbicara mereka saat berbicara dengan bayi dan anak. Umumnya mereka
menggunakan gaya bicara yang disederhanakan, yang disebut dengan infant
directed, atau child directed speech. Orangtua berbicara menggunakan kalimat
pendek, sederhana yang merujuk pada benda dan kejadian yang nyata, dan
seringkali mengulang kata atau frase yang dianggap penting. Dalam gaya
berbicara ini, orangtua juga berbicara dengan lebih lambat dan dalam pitch yang
lebih tinggi, artikulasi lebih jelas, dan seringkali mengakhiri suatu kalimat
dengan intonasi yang meninggi. Grammar dan syntax yang disederhanakan
dapat menolong akan untuk mempelajari hubungan antara kata-kata dengan
berbagai benda dan juga memberikan beberapa pengertian kepada mereka
mengenai aturan segmentasi, yaitu bagaimana cara berbicara dibagi kedalam
kata, frase dan kalimat. Melalui cara berbicara yang dilebih-lebihkan, seperti
menempatkan kata-kata penting pada akhir kalimat, dan meninggikan pitch dan
intonasi tidak hanya membantu orang dewasa memperoleh perhatian dari bayi.
Cara berbicara yang disederhanakan cenderung untuk memunculkan tanda-
tanda dari emosi-emosi positif, seperti senyuman, dan dapat meningkatkan
peluang bahwa anak akan mengerti pesan yang disampaikan. Secara umum,
orangtua menyesuaikan cara berbicara mereka pada tingkat penguasaan bahasa
anak menggunakan kata-kata yang akan semakin divariasikan seiring dengan
kematangan anak.

3. Menggabungkan dan memberikan penghargaan pada apa yang diungkapkan


anak untuk membantu keterampilan komunikasinya.
44

Orangtua dapat memfasilitasi komunikasi mula-mula pada anak melalui


beberapa cara:
a. Expansion
Suatu teknik yang digunakan oleh orang dewasa dalam berbicara pada
anak, dalam hal ini mereka akan menirukan dan mengembangkan, atau
memberikan tambahan pada pernyataan yang dibuat anak.
Contoh:
Anak : Ayah teh
Orang dewasa : Ayah minum teh

b. Recast
Orang dewasa akan mengubah kalimat tidak lengkap yang diucapkan
anak menjadi bentuk tata bahasa yang lebih kompleks. Dengan
menggunakan teknik ini orangtua memberikan pengaruh baik dalam hal
mengkoreksi pengucapan anak dan membimbing mereka kedalam
penggunaan tata bahasa yang sesuai.

The Antecedents Of Language Development


Keterampilan dalam berkomunikasi tidak semata-mata diperoleh hanya dengan
mempelajari kata-kata. Untuk dapat mengerti perkembangan dari komunikasi, kita harus
mempertimbangkan berbagai suara yang dibuat oleh bayi sama halnya seperti berbagai
ekspresi wajah, pergerakan dan berbagai gesture yang ditampilkan sebelum mereka
mulai berbicara.

Preverbal Communication
Orangtua dan bayi seringkali terlibat dalam suatu jenis dialog dengan menggunakan
suara-suara, gerakan, senyuman, dan berbagai ekspresi wajah lainnya. Secara khusus
senyuman dianggap merupakan hal yang penting dalam membantu bayi belajar
bagaimana mengkoordinasikan vokalisasi yang ia miliki dan untuk menerjemahkan
berbagai ekspresi yang ada kedalam komunikasi yang efektif. Meski awalnya nampak
sebagai suatu “percakapan”, melalui penelitian lebih lanjut hal tersebut digambarkan
sebagai “pseudo conversation” atau “pseudo dialogues” karena hanya orang dewasa
yang bertanggung jawab dalam mempertahankan interaksi yang terjadi tersebut.
45

Bayi memiliki pengendalian yang terbatas atas kecepatan mereka dalam memberikan
reaksi sehingga orang dewasa turut campur tangan dalam siklus responsiveness dan
unresponsiveness yang dimiliki bayi. Contoh: saat bayi berceloteh dan ibunya
membalas dengan berbicara pada bayi, awalnya ibu menunggu respon dari bayi, namun
jika tidak ada respon yang diberikan maka ibu dapat memberikan arahan pada bayi
dengan mengubah ekspresinya, berbicara kembali, atau memberikan sentuhan yang
lembut. Dalam proses ini gesture dan ekspresi wajah memegang peranan penting.
Terdapat dua jenis gesture yang biasa digunakan bayi, yaitu:
1. Protodeclarative
gesture yang digunakan bayi untuk membuat sejenis pernyataan tentang
suatu benda.
2. Protoimperative
gesture yang digunakan oleh bayi atau anak kecil untuk membuat orang lain
melakukan apa yang ia inginkan.

Early Language Comprehension


Dasar untuk keterampilan bahasa reseptif muncul lebih dahulu. Sebelum bayi dapat
berbicara, bayi dapat secara selektif memberikan perhatian pada karakteristik tertentu
dari cara berbicara orang lain. Secara cepat bayi dapat menjadi pendengar yang terlatih.
Bahkan bayi berusia 2 tahun dapat membedakan suara ibunya dari suara wanita yang
tidak familiar baginya.

Babbling And Other Early Sounds


Tidak hanya keterampilan bahasa reseptif yang berkembang pesat pada masa infancy.
Secara aktif bayi memproduksi suara meski bukan merupakan bahasa. Suara-suara yang
dihasilkan bayi dalam tahun pertamanya terbagi dalam 4 tahap:
Tahap Mulai Deskripsi
Crying Saat lahir Tanda dari kondisi distress
Cooing Usia ± 1 bulan Suara yang terdengar “oo”, terjadi saat terjadi
transaksi sosial dengan pengasuh
Babbling Pertengahan tahun Jalinan dari kombinasi konsosnan - vokal
pertama
Patterned Menjelang akhir Jalinan dari pseudo words, terdiri dari fonem
speech tahun pertama bahasa yang digunakan sehari-hari, terdengar
seperti kata-kata
46

Komponen Bahasa
Bahasa terdiri dari 4 subsistem yang dikombinasikan oleh anak-anak menjadi suatu
sistem komunikasi yang fleksibel:
1. Phonology, komponen bahasa mengenai aturan untuk mengatur struktur
& keurutan bunyi ucapan.
2. Semantics, komponen bahasa mengenai pengertian arti kata & kombinasi
kata-kata.
3. Grammar, komponen bahasa mengenai syntax yaitu aturan penyusunan
kata-kata menjadi kalimat & morphology yaitu penggunaan tanda-tanda
gramatikal yang mengindikasikan angka, waktu, kejadian, orang, jenis kelamin,
kata aktif atau pasif, & arti lainnya.
4. Pragmatics, komponen bahasa mengenai aturan dalam melakukan
komunikasi yang tepat & efektif dengan orang lain.

Perkembangan Semantic (Arti Kata)


Perbendaharaan kata meningkat sangat pesat pada awal masa kanak-kanak (early
childhood). Perkembangan comprehension / tata bahasa (dalam perkembangan bahasa
berarti kata-kata dan kombinasinya yang dipahami anak-anak) berkembang mendahului
production (dalam perkembangan bahasa berarti kata-kata dan kombinasinya yang
dipergunakan oleh anak-anak). Kata-kata pertama dibentuk berlandaskan fondasi
kognitif dan emosional awal. Antara 18-24 bulan, penyebaran kosakata biasanya
membutuhkan tempat tersendiri. Untuk mengembangkannya dengan cepat, anak-anak
mempergunakan fast-mapping (dengan berani mengkaitkan suatu kata baru dengan
konsep dasar yang dijumpai).
Anak perempuan memperlihatkan pertumbuhan kosakata awal yang lebih cepat
dibandingkan anak laki-laki, anak yang relative enggan berkata-kata juga perlu waktu
untuk dapat berbicara. Ini biasanya juga dipengaruhi oleh lingkungan, contohnya ibu
biasanya banyak mengajak anak perempuan berbicara dibandingkan anak laki-laki.
Anak-anak dari golongan status sosial ekonomi yang rendah juga memiliki kosakata
yang lebih sedikit karena mereka lebih jarang mendapat stimulasi verbal. Selain itu
perbedaan individual juga tampak pada anak-anak referential style dan anak-anak
expressive style. Hampir semua anak-anak balita menggunakan referential style untuk
47

mempelajari bahasa, referential style yaitu suatu gaya belajar bahasa awal, dimana anak
balita menggunakan bahasa terutama untuk memberikan label pada obyek.
Beberapa anak menggunakan expressive style, yaitu suatu gaya belajar bahasa awal,
dimana dimana anak balita menggunakan bahasa terutama untuk berkata mengenai
perasaan dan kebutuhan orang, permulaan kosakatanya ditekankan pada pengucapan
dan kata-kata yang umum digunakan di lingkungannya. Dengan demikian kosakatanya
berkembang lambat. Kosakata awal secara tipikal ditekankan pada kata-kata benda,
tindakan (kata kerja) dan kejadian yang muncul segera setelah tindakan dilakukan.
Keurutannya dipengaruhi oleh perkembangan kognitif anak dan bagaimana orang
dewasa berbicara kepadanya.
Kesalahan yang biasanya terjadi saat anak belajar kata-kata baru adalah underextention
dan overextention. Underextention yaitu suatu kesalahan pada kosakata awal, dimana
suatu kata dipergunakan terlalu sempit yaitu hanya pada sekelompok kecil benda atau
situasi dibanding yang semestinya, contohnya anak 16 bulan menggunakan kata
‘beruang’ yang hanya ditujukan pada beruang “Teddy” yang erat hubungannya dengan
dirinya. Overextention yaitu suatu kesalahan pada kosakata awal, dimana suatu kata
dipergunakan terlalu luas yaitu pada sekelompok besar benda atau situasi dibanding
yang semestinya, contohnya kata ‘mobil’ untuk bis, kereta, truk, dan mobil pemadam
kebakaran. Pembentukan kata-kata baru dan metafora, mengijinkan anak-anak untuk
memperluas rentang arti kata yang dapat mereka ekspresikan.
Kosakata yang tumbuh pada middle childhood melampaui perkembangan kosakata
anak-anak prasekolah. Anak-anak sekolah dasar sudah mampu menangkap arti kata dari
definisi dan tata bahasa metafora serta humor secara luas. Remaja mampu mengartikan
secara abstrak, sehingga kosakata makin meluas dan memiliki apresiasi yang halus,
seperti ucapan yang mengandung arti ironi atau yang mengandung arti sarkastis.
Bagian yang special dari working memori adalah phonological store yaitu bagian
working memori yang mempertahankan informasi yang diperoleh dari pembicaraan,
pendukung dari perkembangan awal bahasa. Di atas usia lima tahun, pengetahuan
mengenai arti kata mempengaruhi seberapa cepat anak belajar pengucapan bahasa.
Berdasarkan lexical contrast theory (Eve Clarck, 1990,1993,1995) diasumsikan bahwa
ada 2 prinsip yang mengatur perkembangan semantic: conventionality yaitu keinginan
bawaan anak-anak untuk memperoleh kata-kata dan artinya dari komunitas bahasa
mereka; serta contrast yaitu penemuan arti kata oleh anak-anak dengan cara
mengkontraskan kata-kata baru dengan apa yang mereka ketahui sehingga tampak celah
48

pada kosakata mereka. Ellen Makman (1989,1992) percaya bahwa pertumbuhan awal
dari fase kosakata mengikuti principle of mutual exclusivity yaitu suatu asumsi bahwa
kata-kata mengacu pada kategori yang secara keseluruhan terpisah satu dengan yang
lainnya (tak ada yang overlap). Prinsip ini dapat berlaku apabila arti kata yang ada
memang secara konseptual mempunyai jarak seperti kata ‘jepit’ dan ‘terompet’.
Sedangkan Gleitman, 1990 mengatengahkan suatu hipotesis yaitu semantic
bootstrapping yang maksudnya interpretasi anak-anak terhadap arti suatu kata adalah
dengan mengobservasi bagaimana kata-kata digunakan secara sintaksis dalam suatu
struktur kalimat. Mereka juga menggunakan petunjuk sosial dari orang dewasa dan
informasi yang secara langsung tersedia. Contohnya saat orang dewasa berbicara, “Ini
adalah sebuah Citron” sambil menunjuk pada sebuah mobil berwarna kuning. Anak usia
21 bulan akan menginterpretasikan kata ‘citron’ itu sebagai suatu kata sifat dari obyek
(dalam hal ini citron=kuning).

PERKEMBANGAN GRAMMATICAL (TATA BAHASA)


Antara usia 1,5 – 2,5 tahun, anak-anak mengkombinasikan 2 kata untuk
mengekspresikan berbagai macam arti. Kalimat pertama ini disebut telegraphic speech
(ungkapan anak-anak dengan menggunakan dua kata seperti telegram yang hanya
menuliskan sedikit kata-kata dan hanya yang penting-penting saja). Kalimat demikian
mungkin tidak mengikuti aturan tata bahasa orang dewasa.
Setelah anak-anak dapat menggunakan lebih dari 2 kata, tata bahasa akan mulai
digunakan. Perkataan mereka akan disesuaikan sesuai dengan tata bahasa yang berlaku
pada bahasa mereka. Anak-anak yang berbahasa Inggris secara konsisten akan
menambahkan grammatical morphemes (tanda kecil yang merubah arti kata dalam
kalimat) seperti “John’s dog” dan “he is eating”. Hal ini digunakan untuk memenuhi
tuntutan kompleksitas dan struktur semantic. Sekali anak-anak mendapatkan aturan
morfologis yang umum, mereka kadang-kadang overregularize (menggunakan aturan
gramatikal yang umum terhadap kata-kata yang mendapat mengecualian). Berdasarkan
ekspresi, mereka dapat segera menguasai kata kerja bantu seperti kalimat negative dan
kalimat tanya.
Antara usia 3-6 tahun, variasi yang kompleks pada struktur kata dapat ditambahkan
oleh anak-anak. Hal ini disempurnakan pada masa middle childhood. Contohnya dalam
kalimat, “Ibu jemput saya, dan kita pergi ke taman”, selain itu mereka juga dapat
menggunakan kata ‘bila’ dan ‘kemudian’ pada relasi sementara dan ‘karena’ serta
49

‘sehingga’ pada relasi sebab-akibat. Bagaimana anak-anak memperoleh, membuat


strategi dan menguasai tata bahasa, bergantung pada dukungan lingkungannya.
Beberapa ahli percaya bahwa tata bahasa adalah produk dari perkembangan kognitif
secara umum. Di satu sisi, anak-anak bergantung pada kelengkapan bahasa untuk
mengetahui aturan tata bahasa dasar tetapi dalam semantic bootstrapping, mereka
menggunakan arti kata untuk mengetahui struktur kalimat. Yang lain percaya bahwa
anak-anak menguasai tata bahasa melalui observasi langsung terhadap struktur bahasa.
Connectionist model telah menguji ide mengenai pengaruh sistem syaraf pada
perkembangan tata bahasa, tetapi ternyata tak ada pengaruh khusus dari sistem kerja
syaraf yang dapat diperhitungkan secara signifikan terhadap perkembangan tata bahasa.
Sebagian ahli percaya pada teori Chomsky bahwa kemampuan bahasa telah dibawa oleh
anak-anak sejak lahir, termasuk tata bahasa, namun yang lainnya mengatakan bahwa
anak-anak hanya memiliki kemampuan bawaan berupa prosedur dalam menganalisa
bahasa, yang kemudian didukung oleh penemuan aturan tata bahasa.
Orang dewasa memberikan feedback kepada anak-anak mengenai kesalahan tata
bahasa melalui expansions (respon orang dewasa terhadap ungkapan anak-anak yang
meningkatkan kompleksitas perkataannya) dan recasts (respon orang dewasa yang
merestrukturisasi tata bahasa anak-anak yang tidak benar dalam berbicara sehingga
menjadi benar).

Perkembangan Pragmatic (Penggunaan Kata)


Percakapan dengan orang dewasa secara konsisten menjadi prediktor ukuran umum
perkembangan bahasa. Dua strategi yang membantu mempertahankan interaksi
diperkenalkan pada masa early dan middle childhood, yaitu turnabout (strategi
percakapan, dimana orang yang berbicara tak hanya berkomentar mengenai apa yang
dikatakan tetapi juga menambahkan pertanyaan untuk membuat partner bicara berespon
kembali) dan shading (strategi percakapan, dimana perubahan topik secara gradual
dimulai dengan memodifikasi fokus diskusi). Selama masa ini, pengertian anak-anak
mengenai illocutionary intent meningkat. Illocutionary intent adalah arti yang ingin
dikatakan oleh orang yang berbicara, meskipun bentuk dari ungkapannya tidak persis
seperti yang dimaksud. Selain itu anak-anak menemukan efektivitas yang lebih dari
referential communication skills (suatu kemampuan untuk memproduksi pesan verbal
yang jelas dan juga untuk mengenali arti pesan yang disampaikan orang lain secara
50

kurang jelas). Anak-anak prasekolah peka terhadap speech registers (adaptasi bahasa
terhadap ekspektansi/harapan sosial), bimbingan orang tua terhadap rutinitas kesopanan
anak di usia dini memperluas adaptasi tersebut.

Perkembangan Metalinguistic Awareness


Anak-anak prasekolah memperlihatkan permulaan dari metalinguistic awareness (suatu
kemampuan untuk berpikir mengenai bahasa sebagai suatu sistem), termasuk
didalamnya adalah kemampuan untuk berbicara mengenai berbagai hal dan
menggunakan bahasa, sekaligus juga memantau penggunaannya. Kemampuan untuk
berpikir mengenai bahasa sebagai suatu sistem dan pengertian mereka merupakan
predictor yang baik bagi perkembangan kosakata dan tata bahasa. Aspek yang spesifik
dari metalinguistic awareness adalah phonological awareness. Phonological awareness
adalah pengertian atas bunyi dari suatu bahasa dan hal-hal yang ada didalamnya, seperti
jumlah bunyi yang ada dalam satu kata.
Kemahiran utama dalam kemampuan metalinguistik terjadi pada masa middle
childhood. Kesiapan fonologis memprediksikan keberhasilan dalam mengeja dan
membaca.

Bilingualism: Belajar Dua Bahasa Pada Masa


Kanak-Kanak
Penguasaan 2 bahasa dalam waktu yang bersamaan (bilingualism) masih merupakan hal
yang menimbulkan perdebatan. Secara histories, orang Amerika berpandangan negative
terhadap anak bilingualism. Pandangan ini di’pompa’ oleh prasangka etnis. Anak-anak
yang lancar dalam dua bahasa biasanya memperoleh nilai lebih tinggi dalam analytical
reasoning, concept formation, cognitive flexibility, dan metalinguistic awareness.
Anak-anak ini juga dianggap memiliki berbagai keuntungan, seperti keterampilan
kognitif yang lebih maju, fleksibilitas yang lebih dalam berpikir, dan penerimaan yang
lebih dari teman dengan latar belakang berbeda. Meskipun demikian, bukti-bukti yang
menunjukkan keuntungan dari bilingualism harus diinterpretasikan dengan hati-hati.
Anak yang dapat dengan sukses menguasai berbagai bahasa mungkin hanya anak-anak
dari kelompok terpilih. Sampai saat ini tidak ada data mengenai berapa banyak anak
yang berusaha mempelajari beberapa bahasa dan kemudian menjadi bilingual. Dengan
51

kata lain sampel yang digunakan dalam mengeksplor keuntungan dari bilingualism
belum tentu representatif.
52

5. EMOTIONAL DEVELOPMENT

M ungkin kita pernah merasa senang, sedih, takut, atau marah sebagai reaksi atas
suatu kejadian, hal tersebut memunculkan emosi karena setidaknya pada saat
itu kita peduli terhadap hasil akhir yang ada.

Fungsi Emosi
Emosi mempersiapkan kita untuk bertingkah laku. Contohnya saat merasa senang kita
cenderung mendekatkan diri pada situasi tersebut, saat sedih kita bersikap pasif dan
menarik diri, rasa takut membuat kita menghindari situasi tersebut, dan rasa marah
memampukan kita mengatasi rintangan. Emosi mencerminkan kesiapan dalam
menentukan, mempertahankan, atau mengubah relasi kita terhadap lingkungan
berkenaan dengan hal-hal yang penting bagi kita.
Pendekatan functionalist, menekankan bahwa pemfungsian yang luas dari emosi adalah
untuk mengarahkan tindakan dalam mencapai tujuan pribadi. Kejadian-kejadian yang
ada secara pribadi dapat menjadi relevan dalam beberapa hal. Pertama, kita mungkin
telah memiliki tujuan yang ingin dicapai seperti mendapat hasil yang baik saat tes, maka
situasi tes mengarah pada emosi yang kuat. Kedua, tingkah laku sosial orang lain
mungkin dapat menjadi situasi yang signifikan, seperti saat seorang teman berkunjung
dan kita dengan ramah menyambutnya. Ketiga, suatu sensasi atau suatu pemikiran,
setiap pengehilatan, suara, rasa, bau, sentuhan, ingatan, atau imajinasi secara pribadi
dapat menjadi sesuatu yang relevan, menghasilkan emosi yang positif bila
menyenangkan dan emosi negatif bila tidak menyengkan. Penganut aliran ini
memandang emosi-emosi yang ada sebagai pusat dari segala aktivitas manusia, proses
kognitif, tingkah laku sosial, dan bahkan kesehatan fisik.

Emosi Dan Proses Kognitif


Reaksi-reaksi emosi dapat mengarah pada pada pembelajaran mengenai hal-hal yang
penting untuk bertahan hidup. Contohnya, seorang batita yang sedang berjalan tidak
perlu mendapatkan kejutan dari stopkontak atau jatuh dari tangga untuk mempelajari
bagaimana menghindari bahaya. Sebaliknya perintah yang diberikan secara tegas oleh
53

figur yang memberikan perhatian mengarahkan anak untuk belajar mengenai


tingkahlaku bagaimana melindungi diri sendiri. Emosi-emosi yang ada juga memiliki
pengaruh yang kuat terhadap ingatan. Hubungan antara emosi dan kognisi terjadi
secara timbal balik. Emosi-emosi yang ada terjalin bersama dengan proses kognitif.
Kedua hal tersebut dapat berlaku sebagai hasil dari suatu penguasaan dan sebagai dasar
dari pembelajaran tahap selanjutnya pada bayi.

Emosi Dan Perilaku Sosial


Reaksi emosi dari orang lain dapat mengatur perilaku sosial anak. Contohnya saat orang
tua menunjukkan wajah tanpa emosi, tidak mempedulikan, atau berada dalam kondisi
emosi yang tertekan maka bayi akan mencoba berbagai ekspresi wajah, mengeluarkan
suara-suara, dan gerakan-gerakan pada orang tuanya agar dapat memberikan reaksi.
Saat usaha-usaha yang dilakukan gagal, mereka berpaling, mengerutkan dahi dan
menangis.

Emosi Dan Kesehatan


Emosi dapat mempengaruhi kondisi fisik anak. Stress psikologis yang menetap dapat
dikaitkan dengan dengan berbagai masalah kesehatan mulai dari masa infancy sampai
adulthood. Sebagai contoh, stress meningkatkan detak jantung dan tekanan darah dan
menurunkan reaksi immune (reaksi yang mungkin menjelaskan kaitannya dengan
penyakit cardiovascular, infeksi, dan beberapa bentuk cancer). Stress juga mengurangi
aktivitas pencernaan, juga aliran darah ke otak, jantung, kaki dan tangan untuk
menggerakkan tubuh melakukan suatu tindakan. Sebagai konsekuensinya hal tersebut
dapat mengakibatkan masalah gastrointestinal, termasuk sembelit, diarea, colitis, dan
ulcers.

Ciri-Ciri Lain Dari Pendekatan Functionalist


Emosi juga dianggap penting dalam pemunculan self-awareness. Sebagai contoh
ketertarikan dan kegembiraan yang ditampilkan bayi saat berhadapan dengan hal-hal
54

baru membantu mereka mengembangkan suatu kepekaan menganai self-efficacy (suatu


kewaspadaan bahwa mereka dapat mempengaruhi kejadian-kejadian dalam dunia
sekitarnya). Saat kesadaran mengenai diri muncul maka terbukalah jalan bagi reaksi-
reaksi emosi yang baru. Untuk dapat menyesuaikan diri dengan dunia fisik dan sosial
yang ada anak secara bertahap harus mengendalikan emosi-emosinya, seperti yang
mereka lakukan pada perilaku motorik, kognitif dan perilaku sosial mereka. Dan mereka
belajar kapan waktu yang tepat untuk mengkomunikasikan perasaan dalam budayanya.

Perkembangan Ekspresi Emosi


Bayi tidak dapat menggambarkan perasaan mereka, menentukan dengan tepat emosi apa
yang mereka rasakan merupakan suatu tantangan. Meski suara dan gerak tubuh
memberikan beberapa informasi, ekspresi wajah menawarkan tanda-tanda yang lebih
terpercaya.
Apakah sejak dilahirkan bayi memiliki kemampuan untuk mengekspresikan emosi-
emosi dasar; yang langsung dapat dilihat melalui ekspresi wajah seperti senang,
ketertarikan, terkejut, takut, marah, sedih dan jijik?
Emosi-emosi dasar merupakan hal yang universal bagi manusia. Meski tanda-tanda dari
beberapa emosi dasar nampak, kehidupan emosi bayi awal mulanya secara global hanya
terdiri dari 2 hal, yaitu ketertarikan pada stimuli yang menyenangkan dan menarik diri
dari stimuli yang tidak menyenangkan. Seiring dengan berjalannya waktu emosi-emosi
yang ada semakin jelas, menjadi sinyal yang lebih terorganisir.

Hapiness
Kebahagiaan, yang dapat diartikan sebagai senyuman yang penuh kebahagiaan yang
kemudian diikuti dengan tawa yang gembira sekali, memberikan kontribusi pada
berbagai aspek perkembangan. Senyum dan tawa bayi saat mereka memperoleh
keterampilan baru, mengekspresikan kesenangan mereka terhadap penguasaan kognitif
dan motorik. Senyuman juga mendorong pengasuh untuk lebih affectionate dan lebih
merangsang bayi untuk tersenyum lagi. Kebahagiaan mengikat orang tua dan bayi
dalam suatu hubungan yang hangat, penuh dukungan yang membantu kompetensi
perkembangan bayi.
55

Pada akhir bulan pertama, senyum bayi pada hal yang menarik, namun hal tersebut
harus merupakan hal yang dinamis, menarik perhatian seperti objek yang terang
meloncat tiba-tiba melewati area pandang bayi. Pada usia 6 dan 10 bulan mulai muncul
social smile, senyum yang terjadi karena adanya stimulus dari wajah manusia, yang
segera diikuti oleh cooing yang menyenagkan.
Pada usia 2 sampai 3 bulan, bayi tersenyum dan melakukan cooing saat mereka
menemukan hal yang kebetulan terjadi antara perilaku mereka dan suatu kejadian.
Tawa, yang muncul sekitar usia 3 sampai 4 bulan mencerminkan pemrosesan informasi
yang cepat dibandingkan senyuman. Awalmulanya tawa terjadi sebagai respon terhadap
stimuli yang sangat aktif. Saat bayi semakin mengerti dunia sekitarnya, mereka tertawa
pada kejadian yang secara tidak kentara memiliki elemen kujutan seperti permainan
peek-aboo (ciluk-ba). Pada pertengahan tahun pertama senyum dan tawa bayi menjadi
lebih sering saat mereka berinteraksi dengan orang-orang yang dikenal. Pada usia 10
sampai 12 bulan bayi mulai memiliki berbagai senyuman yang bervariasi dalam
konteksnya. Selama tahun kedua, senyuman menjadi sinyal sosial.

Anger And Sadness


Bayi yang baru lahir merespon keadaan yang sukar secara umum sebagai variasi dari
berbagai pengalaman yang tidak menyenangkan, termasuk didalamnya rasa lapar,
prosedur medis yang menyakitkan, perubahan suhu tubuh, stimuli yang terlalu banyak
atau sangat kurang. Mulai dari usia 4-6 bulan sampai 2 tahun pengekspresian rasa
marah meningkat baik dalam frekuensi atau intensitas.
Mengapa rasa marah meningkat seiring dengan bertambahnya usia? Perkembangan
kognitif dan motorik sangat erat kaitannya dengan hal ini. Saat bayi telah memiliki
kapasitas untuk melakukan tindakan yang disengaja, mereka menilai kontrol yang
dilakukan dan efek yang dihasilkan. Bagi bayi dengan usia yanhg lebih tua mereka
dapat lebih baik dalam mengidentifikasi hal-hal yang merupakan stimulus yang tidak
menyenangkan atau hal yang menghalangi pencapaian tujuan. Konsekuensinya, amarah
mereka akan meningkat saat pengasuh yang diharapkan memberi rasa nyaman
menyebabkan situasi yang tidak menyenangkan. Kapasitas motorik baru memberi
kesempatan pada bayi untuk menggunakan energi yang didorong oleh rasa marah untuk
membela diri atau mengatasi hambatan.
56

Ekspresi sedih terjadi sebagai respon terhadap rasa sakit, pemindahan suatu objek dan
keterpisahan. Perasaan sedih umum terjadi saat bayi kehilangan pengasuh yang dekat,
penyayang atau saat komunikasi antara pengasuh dan bayi terganggu.

Fear
Rasa takut muncul pada setengah tahun terakhir dalam tahun pertama. Bayi dengan usia
yang lebih tua merasa ragu sebelum bermain dengan mainan baru, namun pada usia-usia
awal mereka akan meraih mainan baru tersebut dengan segera. Pengekspresian rasa
takut yang palin sering adalah rasa takut pada figur dewasa yang tidak dikenal yang
disebut sebagai stranger anxiety. Kewaspadaan bayi terhadap orang asing dipengaruhi
beberapa faktor: (1) temperamen bayi (2) pengalaman masa lalu dengan orang asing (3)
situasi saat ini. Budaya yang ada dapat memodifikasi stranger anxiety melalui berbagai
latihan. Saat kewaspadaan berkembang, bayu menggunakan pengasuh yang familiar
sebagai secure base dimana bayi dapat melakukan eksplorasi dan mendapat rasa aman
saat kondisi yang sukar terjadi. Sebagai bagian dari sistem adaptasi, pertemuan dengan
orang asing dapat membawa dua kecenderungan konflik pada bayi; yaitu: (1) approach,
menunjukkan ketertarikan dan keramahan (2) avoidance, menunjukkan rasa takut.
Tingkah laku bayi adalah keseimbangan antara kedua hal tersebut. Stranger anxiety dan
rasa takut lainnya menurun saat perkembangan kognitif memampukan anak untuk
secara efektif membedakan figur, situasi yang membahayakan atau tidak.

Self Conscious Emotions


Selain emosi-emosi dasar, manusia juga memiliki second high-order set of feelings,
yang didalamnya mencakup rasa malu, rasa bersalah, cemburu dan rasa bangga. Hal-hal
tersebut dinamakan emosi-emosi self conscious karena setiap hal tersebut menimbulkan
luka atau peningkatan terhadap kesadaran akan diri.
 Saat merasa malu, individu akan memiliki perasaan negatif tentang tingkah
lakunya atau hal-hal yangtelah dicapai.
 Rasa bersalah muncul saat individu tahu bahwa ia telah melukai orang lain dan
ia mau memperbaiki kesalahannya dan hubungannya dengan orang tersebut.
 Rasa bangga mencerminkan kebanggaan terhadap prestasi diri.
Emosi-emosi self conscious muncul pada akhir tahun kedua. Saat berusia 3 tahun,
emosi-emosi self conscious secar jelas derkaitan dengan evaluasi diri. Pola asuh
57

mempengaruhi reaksi awal dari evaluasi diri. Orang tua yang secara berulang memberi
feed back tentang hal-hal dan tampilan yang ditunjukkan anak memiliki anak yang
mengalami emosi-emosi self concious yanglebih intens (cenderung merasa malu setelah
mengalami kegagalan dan rasa bangga setelah mengalami keberhasilan).
Pada awal early childhood, rasa malu yang intens diasosiasikan dengan perasaan
‘personal inadequacy’ dan dihubungkan dengan ketidak mampuan dalam menyesuaikan
diri. Rasa bersalah selama terjadi pada situasi yang sesuai dan tidak disertai dengan rasa
malu dikaitkan dengan penyesuaian diri yang baik, karena rasa bersalah membantu anak
untuk menangkal impuls-impuls yang membahayakan. Rasa bersalah memotivasi anak
dengan perilaku menyimpang untuk memperbaiki kesalahan dan bertindak dengan lebih
banyak pertimbangan di masa mendatang.

Emotional Self-Regulation
Emotional self-regulation merupakan strategi untuk menyesuaikan kondisi emosi pada
level intensitas yang nyaman sehingga dapat mencapai tujuan.

Infancy
Pada masa infancy anak memiliki keterbatasan dalam meregulasi emosi, mereka dengan
mudah dipengaruhi stimulus internal atau eksternal, bergantung pada intervensi yang
menyejukkan dari pengasuh.
Pengasuh membantu bayi meregulasi emosi, mereka memberi kontribusi pada gaya
yang digunakan anak dalam melakukan regulasi diri.
Pada akhir tahun kedua, pencapaian dalam hal pengembangan diri dan bahasa mengarah
pada jalan baru untuk meregulasi emosi. Saat anak mampu memberi gambaran akan
keadaan dirinya, mereka dapat menuntun pengasuh untuk membantu mereka.
Contohnya saat mendengar cerita monster mereka merasa ‘takut’, karena itu ibu
memberi pelukan yang menenangkan.

Early Childhood
Setelah usia 2 tahun anak sering membicarakan perasaan mereka dan melakukan usaha
aktif untuk mengen dalikannya. Pada usia 3-4 tahun mereka dapat melakukan
verbalisasi terhadap variasi dari strategi yang digunakan untuk emotional self
regulation. Lingkungan sosial memberi pengaruh yang besar terhadap kapasitas anak
58

untuk mengatasi stress. Denagn mengamati bagaimana orang dewasa mengatasi


perasaannya , anak mempelajari strategi untuk meregulasi emosi. Percakapan antara
orang dewasa dengan anak juga menyediakan teknik untuk meregulasi perasaan. Selai
pola asuh, hal yang berpengaruh pada emotional self regulation adalah temperamen.

Midle Childhood & Adolesence


Pencapaian yang cepat dalam meregulasi emosi terjadi setelah anak masuk sekolah. Saat
anak membandingkan hal-hal yang telah ia capai dengan teman sekelasnya dan menjadi
lebih peduli terhadap persetujuan dari teman sebaya, mereka harus belajar untuk
mengatur emosi negatif yang mengancam ‘self worth’ yang mereka miliki. Rasa takut
pada anak usia sekolah juga dapat dibentuk oleh budaya, contohnya anak-anak di Cina
lebih tidak merasa takut akan kegagalan dan kritik dari orang dewasa dibanding anak-
anak Australia atau Amerika.
Saat berusia 10 tahun anak memiliki serangkaian teknik penyesuaian untuk mengatur
emosi. Pada situasi yang dapat dikontrol, mereka memandang problem solving dan
pencarian dukungan sosial sebagai strategi tebaik. Anak usia sekolah dan orang dewasa
lebih sering menggunakan strategi internal untuk emosi, perubahan yang terjadi karena
kemampuan yang telah berkembang pada pemikiran dan perasaan mereka. Saat regulasi
emosi telah berkembang dengan baik, individu yang berada dalam tahap dewasa muda
akan menggunakan sense of emotional self efficacy (perasaan mengandalikan
pengalaman emosionalnya).

Acquiring Emotional Display Rules


Untuk melakukan regulasi emosi, anak harus belajar untuk mengendalikan apa yang
mereka komunikasikan pada orang lain. Pada awalnya anak memodifikasi
pengekspresian emosi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi dan mereka
melebih-lebihkan perasaan yang mereka miliki (untuk mendapatkan perhatian atau hal-
hal menyenangkan lainnya). Segera setelah itu mereka meninggalkan tingkah laku
ekspresif dan menggantinya dengan reaksi lain seperti tersenyum saat merasa cemas
atau kecewa. Dalam masyarakat terdapat aturan-aturan mengenai pengekspresian emosi
yang mengatur kapan dimana dan bagaimana mengekspresikan emosi dengan sesuai.
Pada bulan-bulan pertama orang tua mendorong bayi untuk menekan emosi negatif
59

dengan seringnya mereka meniru ekspresi ketertarikan, bahagia, dan terkejut dan jarang
sekali meniru ekspresi marah dan sedih yang ditunjukkan bayi. Anak laki-laki akan
lebih sering mendapatkan latihan bagaimana mengendalikan rasa tidak bahagia
dibandingkan anak perempuan, hal ini dikarenakan anak laki-laki lebih sulit meregulasi
emosi negatif – anak perempuan secara emosi lebih ekspresif dan anak laki-laki secara
emosi lebih terkontrol.
Pada usia 3 tahun mereka dapat menunjukkan ekspresi yang sebenarnya tidak mereka
rasakan. ‘Topeng’ emosi ini secara garis besar terbatas hanya pada perasaan-perasaan
positif seperti bahagia dan terkejut. Bagi anak dan orang dewasa merasa bahwa berpura-
pura marah, sedih dan jijik adalah hal yang sulit.
Untuk membina hubungan yang harmonis, sebagian besar budaya mengajarkan anak
untuk mengkomunikasikan perasaan-perasaan positif dan menekan pengekspresian
emosi yang tidak menyenangkan. Budaya yang mementingkan kebersamaan akan
memberikan penekanan pada aturan-aturan pengekspresian emosi. Contohnya,
dibandingkan dengan orang Amerika, orang Jepang dan India dewasa menempatkan
pentingnya menutupi perasaan-perasaan negatif dan mereka sacara emosi lebih
terkontrol.

Mengerti Dan Merespon Emosi Orang Lain


Kemampuan pengekspresian emosi anak terkait pada kemampuan untuk mengarahkan
emotional cues dari orang lain.

Social Referencing
Dalam social referencing, anak mengandalkan reaksi emosi orang lain untuk menilai
situasi yang belum jelas. Figur ayah dan ibu adalah sumber yang secara efektif
seimbang dalam memberi info mengenai emosi pada bayi. Orang tua dapat
menggunakan referensi sosial untuk mengajarkan kepada anak mereka bagaimana
bereaksi terhadap kejadian sehari-hari. Referensi sosial juga memberikan kesempatan
pada anak untuk membandingkan pada kajian mereka tentang suatu kejadian dengan
orang lain. Referensi sosial membantu anak untuk tidak bertingkah laku hanya sebagai
reaksi dari pesan emosi orang lain. Mereka menggunakan sinyal-sinyal yang ada untuk
60

lebih mengetahui tentang keadaan orang lain dan pilihan untuk mengarahkan tingkah
laku mereka.

Emotional Understanding In Childhood


Berkembang pada masa pra-sekolah, saat mereka berbicara mengenai pengungkapan
emosi-emosi yang ada.

Perkembangan Kognitif Dan Pengertian Emosi


Pada masa pra-sekolah, apa yang dilakukan anak mengarah pada sebab akibat dan
sinyal-sinyal tingkah laku dari emosi dan seiring dengan waktu, pengertian mereka
menjadi lebih akurat dan kompleks. Anak pada masa ini jadi pandai dalam memprediksi
apa yang akan dilakukan kemudian oleh anak yang mengekspresikan emosi tertentu.
Mereka menyadari bahwa pemikiran dan perasaan memiliki hubungan, bahwa
seseorang yang diingatkan akan pengelaman sedih di masa lalu akan lebih mungkin
untuk merasa sedih. Pada anak timbul cara-cara yang efektif untuk mengurangi
perasaan-perasaan negatif orang lain seperti memeluknya untuk mengurangi kesedihan,
mereka juga memiliki kemampuan yang mengagumkan untuk menginterpretasikan,
memprediksi dan mengubah perasaan-perasaan orang lain. Anak pada usia 8/9 tahun
mengetahui bahwa seseorang dapat mengalami lebih dari 1 emosi pada saat yang sama,
dengan kata lain mereka dapat memiliki ‘mixed feelings’. Contohnya, melihat gambar
seorang anak yang sedang tersenyum disamping sepeda yang sudah rusak diartikan
sebagai anak tersebut bahagia karena ayahnya berjanji untuk memperbaiki sepedanya
yang rusak.
Penghargaan terhadap ‘mixed emotion’ membantu anak usia sekolah untuk menyadari
bahwa ekspresi orang belum tentu mencerminkan perasaan yang sebenarnya. Hal ini
yang meningkatkan kewaspadaan akan emosi-emosi self concious.

Social Experience And Emotional Understanding


Meski perkembangan kognitif membantu perkembangan emosi, pengalaman sosial juga
memberi kontribusi. Semakin banyak ibu memberi label emosi dan menjelaskannya
dalam percakapan dengan anak pra-sekolah, semakin banyak istilah emosi digunakan.
Diskusi dalam keluarga dimana anggota keluarga tidak setuju tentang suatu perasaan
61

membantu anak untuk memikirkan kembali pengalaman emosional yang pernah ia


akami dan merenungkan sebab akibatnya. Saat anak pra-sekolah belajar lebih banyak
tentang emosi melalui pembicaraan dengan orang dewasa, mereka mentransfer
pengetahuan tersebut pada konteks yang lain dan menjalin lebih banyak pembicaraan
tentang emosi dengan saudara dan teman, terutama saat ‘sociodramatic play’.
Permainan berpura-pura memberi kontribusi pada pengertian emosi, terutama saat anak
bermain dengan saudara. Intensitas alamiah dari hubungan persaudaraan, digabung
dengan seringnya bertingkah laku berpura-pura dalam permaina tersebut menjadikan hal
ini sebagai konteks yang baik bagi pembelajaran awal tentang emosi. Pengetahuan akan
emosi banyak membantu anak dalam usahanya bergaul dengan baik dengan orang lain.

Empathy And Simpathy


Empati merupakan kemampuan untuk mendeteksi emosi yang berbeda, untuk melihat
dalam perspektif orang lain dan merasakan apa yang dirasakan orang lain atau
memberikan respon emosi yang sama.
Pada awal masa pra-sekolah, empati adalah motivator penting dalam tingkah laku
prososial atau tingkah laku altruistik (tindakan-tindakan yang menguntungkan orang
lain tanpa mengharapkan balas jasa). Meski begitu empati tidak selalu menghasilkan
perbuatan baik atau suatu pertolongan. Pada beberapa anak, ikut berempati pada orang
dewasa atau teman sebaya yang dalam keadaan sukar. Sebagai konsekuensi dari hal ini
empati tidaklah sama dengan simpati (perasaan tentang keprihatinan atau kesedihan
orang lain).

Perkembangan Empati
Bayi akan cenderung ikut menangis sebagai respon dari tangisan bayi lain, yang
mungkin merupakan respon primitif dari empati. Komunikasi langsung antara bayi yang
terhubung secara emosi dengan pengasuhnya dipercaya sebagai dasar dari empati dan
kepedulian akan orang lain. Empati yang sebenarnya mengharuskan anak untuk
mengerti bahwa ‘the self’ yang mereka miliki berbeda dari orang lain. Saat
kewaspadaan diri berkembang, anak mulai berempati. Respon empati meningkat selama
tahun-tahun sekolah dasar karena anak mengerti akan luasnya jangkauan dari emosi dan
dapat menangkap berbagai tanda yang berkenaan dengan perasaan orang lain.
62

Kemampuan untuk berempati dengan orang yang miskin, tertekan dan sakit adalah
bentuk yang paling matang dari empati. Hal tersebut membutuhkan bentuk persepsi
yang lebih lanjut dimana pengertian anak akan orang lain mengarah pada kelanjutan
kehidupan emosional selain situasi saat ini.

Perbedaan Individu
Meski empati terjadi dan mengarahkan tingkah laku simpatik, prososial, atau distress
pribadi, respon-respon yang ada tersebut terkait dengan temperamen. Anak yang lebih
dapat bersosialisasi, asertif dan baik dalam meregulasi emosi adalah yang paling
mungkin membantu, berbagi dan menenangkan orang lain yang sedang berada dalam
keadaan sukar. Sebaliknya anak dengan regulasi emosi yang kurang lebih jarang
menunjukkan perhatian simpatik dan tingkah laku prososial. Anak yang bereaksi
dengan ekspresi wajah atau tanda-tanda fisiologis dari simpati seperti ekspresi prihatin
atau turunnya detak jantung biasanya bertingkah laku prososial saat ditawarkan
kesempatan untuk membantu. Anak yang menunjukkan eksprei wajah distress dan
reaksi fisik seperti meningkatnya detak jantung, dahi berkerut, menggigit bibir akan
lebih tidak bertingkah laku prososial.
Pola asuh memberi pengaruh pada empati dan simpati. Orang tua yang hangat dan
mendukung anaknya dan yang menunjukkan tingkah laku yang peka dan empatik pada
anak pra-sekolah akan memiliki anak yang lebih cepat bereaksi dalam cara yang
prihatin pada kondisi sukar yang dialami orang lain. Selain sebagai modeling simpati
orang tua dapat mengajarkan anak akan pentingnya kebaikan hati dan dapat
mengintervensi saat anak menunjukkan emosi yang tidak sesuai, yang memprediksi
tingkat yang lebih tinggi dari respon simpati.

Temperament And Development


Temperamen merupakan perubahan yang cenderung menetap pada kualitas dan
intensitas dari reaksi emosi, level aktivitas, perhatian, dan regulasi emosi.

Struktur Dari Temperamen


Terdapat 2 model temperamen:
1. Thomas and Chess
63

Dimensi Deskripsi dan contoh


Activity level Proporsi dari periode aktif sampai dengan periode periode tidak
aktif. Beberapa bayi selalu bergerak tapi ada yang sedikit bergerak
Rhythmicity Kebiasaan dari fungsi tubuh. Bayi tertidur, bangun, lapar dan
buang air besar pada jadwal yang teratur namun ada bayi yang
memiliki jadwal yang tidak dapat diprediksi.
Distractibility Tingkatan dimana stimulus dari lingkungan mengarahkan tingkah
laku bayi yang lapar berhenti menangis sesaat jika ditawarkan dot
atau mainan, tapi ada yang tetap menangis sampai diberi makan.
Approach/ Respon terhadap benda atau orang yang baru. Bayi menerima
withdrawal makanan, senyuman dan babble dari orang asing sedangkan ada
yang menarik diri dan menangis.
Adaptability Ada anak yang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan di
lingkungan meski beberapa bayi menarik diri saat dihadapkan pada
pengalaman baru, mereka cepat beradaptasi, menerima makanan
baru atau orang baru dilain kesempatan. Sedangkan yang lain akan
tetap rewel dan menangis.
Attention span Lamanya waktu yang dihabiskan untuk suatu aktivitas. Beberapa
and presistence bayi melihat suatu pergerakan atau bermain dalam waktu yang
lama. Sedangkan yang lain hilang ketertarikannya dalam beberapa
menit.
Intensity of Intensitas atau tingkat energi dari suatu respon. Bayi tertawa dan
reaction menangis dengan keras sementara ada juga yang bereaksi biasa
saja.
Threshold of Intensitas dari stimulasi dibutuhkan untukmeningkatkan suatu
responsiveness respon. Bayi akan terkejut karena perubahan kecil pada suara dan
cahaya sedangkan ada juga yangtidak begitu memperhatikan
perubahan tersebut.
Quality of mood Jumlah dari tingkah laku bersahabat dan gembira sebagai
tanggapan dari tingkah laku yang tidak menyenangkan atau tidak
ramah. Bayi sering tersenyum dan tertawa saat bermain dan
berinteraksi dengan orang lain sedangkan ada juga yang rewel dan
menangis.
64

Karakteristik yang ada pada model Thomas and Chess menghasilkan 3 tipe anak:
 Easy child, cepat mencapai rutinitas umum pada masa infancy, secara
umumlebih ceria dan gampang beradaptasi pada pengalaman baru.
 Difficult child, kegiatan sehari-hari yang tidat teratur, lamban dalam menerima
pengalaman baru, dan cenderung untuk bereaksi negatif dan intens.
 Slow to warm up child, tidak aktif, menunjukkan reaksi yang biasa saja, reaksi
yang rendah terhadap stimulus dari lingkungan, mood yang negatif dan lambat
menyesuaikan diri pada pengalaman baru.

2. Rothbart
Dimensi Deskripsi
Activity level Tingkat aktivitas motorik kasar
Soothability Pengurangan perilaku rewel, tangisan atau respon distress sampai
teknik menenangkan oleh pengasuh atau bayi.
Attention span/ Durasi dari orientasi atau ketertarikan
presistence
Fearful distress Kewaspadaan dan distress dalam respon sampai intensitas stimulus
baru, termasuk waktu yang dibutuhkan untuk menyesuaikan diri
pada situasi baru.
Irritable distress Rewel, tangisan dan distress yangmeningkat saat frustrasi terhadap
hal yang diinginkan.
Positive affect Frekuensi dari pengekspresian rasa bahagia dan kesenangan.

Dimensi dari Rothbart mewakili 3 kompone dari temperamen:


1. Emosi, yang ada dalam dimensi fearful distress, irritable distress, positive
affect, soothability
2. Attention, dalam dimensi attention span/ presistence
3. Action, dalam dimensi activity level
Komponen-komponen yang ada membentuk suatu sistem yang terintegrasi dari
kapasitas dan keterbatasan yang ada.

Stabilitas Dari Temperamen


65

Stabilitas temperamen secara umum bergerak dari tingkat rendah sampai moderat.
Mengapa temperamen tidak lebih stabil? Temperamen berkembang seiring dengan
bertambahnya usia. Saat bayi dapat lebih baik meregulasi perhatian dan emosinya,
banyak yang tadinya nampak resah menjadi lebih tenang dan puas. Temperamen awal
baik bila dicapai setelah tahun kedua, saat gaya dari cara merespon sudah lebih
terbentuk.

Pengaruh Genetik Dan Lingkungan


Kata temperamen memberi implikasi akan suatu dasar genetik bagi perkembangan
indivudu dalam kepribadiannya.
Heritability
Kembar identik akan lebih mirip dari pada kembar fraternal dalam hal luas jangkauan
dari trait temperamen dan pengukuran kepribadian. Kemiripan temperamen dan
kepribadian lebih rendah dibandingkan kemiripan intelligensi.

Non Shared Environment


Saudara kandung tumbuh dalam keluarga yang sama menunjukkan kemiripan yang
sedikit atau tidak ada kemiripan dalam temperamen dan kepribadian. Diasumsikan
bahwa shared environmental factors seperti suasana dalam rumah tidak memberi
kontribusi yang penting. Sebaliknya ahli tingkah laku genetik percaya bahwa non
shared fctors yang membawa keunikan pada setiap anak tidak berpengaruh pada
perkembangan kepribadian.

Cultural Variations
Bayi-bayi Asia lebihmenahan emosinya. Di Jepang, ibu percaya bahwa bayi dilahirkan
ke dunia sebagai makhluk yang independen yang harus belajar untuk bergantung pada
ibunya melalui kontak fisik yang dekat. Bagi ibu di Amerika Utara mereka harus
menjauhkan bayi-bayi mereka dari tingkah laku dependen menuju kemandirian. Ibu-ibu
dari Asia berinteraksi dengan lembut, menyejukkan, banyak melakukan kontak fisik dan
mengurangi emosi-emosi yang kuat pada bayinya. Sedangkan ibu-ibu Caucasian
menekankan perbedaan temperamen lebih awal pada bayinya.
66

Temperamen Sebagai Alat Memprediksi Tingkah


Laku Anak
Temperamental karakteristik dari ketertarikan dan ketekunan berhubungan dengan
belajar dan keterampilan kognitif segera setelah hal tersebut dapat diukur. Temperamen
juga memberi prediksi variasi penting dalam tingkah laku sosial. Contohnya: anamk
pra-sekolah yang sangat aktif, lebih dapat bergaul dengan teman sebayanya tapi mereka
juga lebih banyak terlibat dalam konflik dibanding teman sebayanya yang tidak seaktif
mereka.
Dalam beberapa kasus, tingkah laku sosial nampak sebagai hasil langsung dari
temperamen seperti pada kasus anak yang pemalu. Gaya temperamen sering menstimuli
reaksi-reaksi tertentu pada orang lain, dimana hal tersebut membentuk perkembangan
anak

Development Of Attachment
Attachment: ikatan afeksi yang kuat yang dimiliki manusia dengan orang yang spesial
dalam hidupnya.
Pada awalnya Freud menyatakan bahwa ikatan emosi yang dimiliki bayi pada ibunya
merupakan dasar dari segala hubungan dikemudian hari.

Teori Ethological Dari Bowlby


Teori ethological mengenai attachment memandang ikatan emosi yang dimiliki bayi
pada pengasuh yang familiar sebagai suatu respon yang berevolusi, yang
mengembangkan kelangsungan hidup melalui terjaminnya keselamatan dan kompetensi.
Menurut Bowlby, hubungan antara bayi dengan orang tua dimulai sebagai suatu
rangkaian sinyal-sinyal bawaan yang membawa orang dewasa pada bayinya.
Attachment berkembang dalam 4 tahap:
1. Preattachment phase (lahir – 6 minggu), sinyal yang ada dalam diri seperti
meraih, tersenyum, menangis dan menatap mata orang dewasa membantu bayi
mendekatkan diri dengan manusia lain. Bayi pada usia ini mengenali bau dan
suara ibunya. Meski demikian mereka belum memiliki keterikatan dengan
ibunya karena mereka tidak mempermasalahkan jika mereka ditinggal bersama
orang dewasa lain.
67

2. “Attachment- in- the- making” phase (6 minggu – 6—8 bulan), bayi merespon
dengan berbeda antara pengasuh yang familiar dan rang asing. Saat bayi
berinteraksi dengan orang tua dan mengalami kelegaan dari distress mereka
belajar bahwa tindakan mereka sendiri mempengaruhi tingkah laku orang-orang
di sekitarnya. Mereka mulai membangun rasa percaya. Namun meski mereka
mengenali orang tuanya, bayi tetap tidak protes jika terpisah dari orang tuanya.
3. Phase of “clear cut” attachment (6—8 bulan – 18 bulan—2 tahun), saat ini
attachment pada pengasuh yang familiar menjadi lebih nyata. Bayi menunjukkan
separation anxiety, mereka menjadi bingung saat orang dewasa tempat mereka
bergantung pergi.hal tersebut bergantung pada temperamen bayi, konteks dan
tingkah laku orang dewasa. Selain melakukan protes terhadap kepergian orang
dewasa bayi dan batita mencoba dengan keras untuk mempertahankan kehadiran
mereka.
4. Formation of reciprocal relationship (18 bulan—2 tahun - ...), pertumbuhan
yang cepat dalam tampilan dan bahasa memberi kesempatan pada batita untuk
mengerti beberapa faktor yang mempengaruhi kedatangan dan kepergian orang
tua dan memprediksi kapan mereka kembali. Efek dari hal ini adalah
menurunnya protes terhadap keterpisahan dari orang tua.
Diluar pengalaman mereka selama 4 fase tersebut, anak membentuk suatu ikatan afeksi
yang abadi dengan pengasuhnya yang dapat mereka gunakan sebagai ‘tempat aman’
selama orang tua tidak ada. Tampilan dari dalam diri ini menjadi bagian penting dalam
kepribadian. Hal ini menjadi suatu internal working model atau suatu rangkaian dari
harapan tentang ketersediaan akan figur attachment, keberadaannya dalam memberi
dukungan saat stress dan interaksi dengan figur- figur tersebut.

Stabilitas Dari Attachment


Bayi yang memiliki attachment yang dapat memberikan rasa aman akan lebih sering
mempertahankan status tersebut dibanding bayi yang tidak mendapat rasa aman, dimana
hubungannya dengan pengasuh dapat dikatakan rapuh dan tidak pasti. Bayi yang
mengalami disorganisasi/ disorientasi mendapatkan pola asuh yang negatif (suatu situasi
yang dapat mengganggu regulasi emosi, regulasi emosi menjadi parah sehingga bayi
terus menerus merasa bingung).
68

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Attachment


Security
Faktor-faktor yang dapat berpengaruh:
1. Opportunity for attachment. Kuatnya pengaruh dari ikatan afeksi yang dimiliki
bayi pada pengasuh yang familiar secara nyata lebih nampak saat hal tersebut
tidak ada. Perkembangan yang normal bergantung pada adanya ikatan yang
dekat dengan pengasuh saat tahun-tahun pertama.

2. quality of caregiving
 Sensitive caregivin, yaitu pemberian perhatian melibatkan respon yang tepat,
konsisten da sesuai dengan sinyal yang diberikan oleh bayi dan halus, peka
dalam penanganannya.
 Interactional synchrony, merupakan pola emosi yang dengan dati-hati dibentuk,
dimana pengasuh merespon sinyal dari bayi pada waktunya, berirama, sesuai
dan keduanya berada pada kondisi emosi yang sama, terutama kondisi yang
positif.

3. Infant characteristic. Pada keluarga yang miskin dan tertekan, bayi akan
mengalami attachment insecurity. Tapi saat orang tua memiliki waktu dan
kesabaran untuk merawat bayi dengan kebutuhan khusus dan memandang positif
pada bayinya, maka bayi tidak akan bermasalah dalam attachment security-nya.

4. Family contex
 Family circumstances, kelahiran dari saurada baru memberi iliutrasi bagaimana
kondisi keluarga dapat mempengaruhi kualitas attachment. Tersedianya
dukungan sosial terutama hubungan yang baik dengan orang tua dan hubungan
yang menguntungkan dengan pengasuh mengurangi stress dalam keluarga dan
lebih memberikan rasa aman.
69

 Parent’s internal working model


Type of Deskripsi Infant
maternal attachment
working model classification
Autonomous/ Ibu menunjukkan objektivitas dan keseimbangan Secure
secure dalam mendiskusikan pengalaman masa kecilnya
baik yang positif atau negatif. Mereka tidak
mengidealkan orang tuanya atau merasa marah
terhadap masa lalu, penjelasan yang diberika
masuk alak dan dapat dipercaya
Dismissing Ibu menilai kembali pentingnya attachment Avoidant
relationship yang dimilikinya. Mereka cenderung
mengidealkan orang tuanya tanpa dapat mengingat
pengalaman yang spesifik. Apa yang diingat
dibahas secara intelektual dengan sedikit pelibatan
emosi
Overinvolved Ibu membicarakan pengalaman masa lalu dengan Resistant
muatan emosi yang tinggi. Terkadang
mengekspresikan rasa marah terhadap orang tua.
Mereka nampak berlebihan dan bingung akan
attachment yang dimiliki dan tidak dapat
mendiskusikannya secara logis
Unresolved Ibu menunjukkan karakteristik dari ketiga pola Disorganized/
lainnya yang ada. Pada saat yang sama mereka disoriented
memberi alasan dengan cara yang tidak
terorganisir dan membingungkan saat
mendiskusikan kehilangan orang yang disayangi
atau physical dan sexual abuse yang dialami

Multiple Attachments: The Father’s Special Role


Bowlby percaya bahwa bayi memiliki predisposisi untuk mengarahkan tingkal laku
attachment yang dimiliki pada 1 orang yang khusus terutama saat mereka distress.
70

Ayah adalah figur yang tidak kentara pengaruhnya dalam kehidupan bayi, relasi yang
terbentuk adalah segera setelah kelahiran. Seperti pada ibu, pengasuhan dari ayah dapat
memberi prediksi akan secure attachment. Ayah lebih banyak menghabiskan waktu
untuk bermain dengan bayi. Permainan yang dilakukan ibu dan ayah berbeda. Ibu lebih
sering memberikan mainan, berbicara pada bayi dan melakukan permainan yang
konvensional seperti pat-a-cake dan peekaboo (ciluk-ba). Sedangkan ayah cenderung
lebih terlibat dalam permainan fisik, terutama dengan anak laki-laki. Saat ayah sebagai
pemberi perhatian utama mereka akan menahan gaya permainannya.

Attachment Dan Perkembangan Selanjutnya


Menurut teori psikoanalisa dan ethological perasaan yang ada dalam afeksi dan rasa
aman yang dihasilkan dari relasi attachment yang sehat mendukung semua aspek
perkembangan psikologi.
Attachment yang disorganized/ disoriented secara konsisten terkait dengan tingkah laku
agresi dan sikap bermusuhan pada early dan middle childhood.
Michael Lamb (1985), mengungkapkan mengenai kontinuitas dari pemberian perhatian
menentukan apakah rasa aman dari attachment berhubungan dengan perkembangan
selanjutnya. Saat orang tua merespon dengan peka, tidak hanya pada saat bayi tapi pada
tahun-tahun berikutnya, anak akan lebih berkembang dengan baik. Sebaliknya orang tua
yang tidak peka dalam memberi respon pada waktu yang lama akan meningkatkan
resiko terjadinya maladjustment.
71

6. SELF AND SOCIAL UNDERSTANDING

P ada bab ini akan dipelajari tentang social cognition, yaitu pikiran mengenai
karakteristik diri dan orang lain atau bagaimana anak-anak mengerti beraneka segi
dunia sosialnya. Hal-hal yang sebelumnya sudah kita ketahui mengenai perkembangan
kognitif anak akan diterapkan dalam bagaimana anak mengembangkan pengertian
mengenai dunia sosialnya. Pertama, social cognition berkembang dari hal yang konkret
menjadi abstrak. Hal-hal yang pertamakali disadari oleh anak adalah karakteristik-
karakteristik yang dapat diobservasi dari tampilan dan perilaku mereka sendiri atau
orang lain. Segera setelah itu anak menyadari adanya proses-proses internal seperti
keinginan-keinginan, beliefs, intensi, kemampuan, dan sikap. Kedua, seiring
bertambahnya usia, social cognition semakin terorganisir, anak mampu
mengintegrasikan perilaku-perilaku yang terpisah menjadi suatu cerminan dari
kepribadian dan identitas diri atau oranglain. Ketiga, anak merevisi ide-ide yang
dimiliki mengenai penyebab dari suatu perilaku, mulai dari penjelasan yang sederhana,
hanya dari satu pihak menjadi penjelasan yang kompleks, melibatkan hubungan timbal
balik yang memperhitungkan individu maupun situasi yang terlibat didalamnya. Pada
akhirnya, social cognition mengalami perubahan ke arah pengertian metakognisi. Saat
anak beranjak dewasa, pemikiran mereka tidak lagi terbatas pada realita sosial. Mereka
juga berpikir mengenai pemikiran sosial mereka sendiri maupun orang lain.

Munculnya Self Dan Perkembangan Self-


Concept (konsep diri)
Seorang filusuf, William James (1890/1963) mengidentifikasi bahwa self memiliki dua
aspek yang berbeda, I-self dan me-self.
I-self, suatu pengertian mengenai diri sebagai “yang mengenali” atau “yang tahu”
(knower) dan aktor. Hal ini mulai ada pada rekognisi bayi ketika tindakan mereka
mengakibatkan obyek dan orang lain bereaksi dalam cara yang dapat diprediksi. Hal ini
diikuti oleh realisasi dari:
 Self-Awareness yaitu self yang terpisah dari dunia sekitarnya dan memiliki
privasi, kehidupan dalam (inner life) yang tidak terjangkau oleh orang lain;
72

 Self-Continuity yaitu self yang tetap merupakan orang yang sama dari waktu ke
waktu;
 Self-Coherence yaitu self adalah satu (single), konsisten, dibatasi oleh keadaan
lahiriah/kenyataan; dan
 Self-Agency yaitu self yang mengontrol pikiran dan tindakannya sendiri.
Selama masa dua tahun berikutnya anak-anak BATITA mulai mengkonstruksi me-self
yaitu suatu pengertian mengenai diri sebagai obyek pengetahuan dan evaluasi. Terdiri
atas segala kualitas yang membuat dirinya unik, termasuk di dalamnya karakteristik
materi, psikologis dan sosial.
Pada akhir tahun kedua, self-recognition terbentuk dengan baik, sebagai pernyataan
dari reaksi BATITA terhadap gambaran dirinya sendiri dan penggunaan bahasa yang
ditujukan kea rah dirinya. Self-recognition yaitu persepsi mengenai diri sebagai
individu yang secara fisik terpisah keberadaannya, maksudnya mempunyai jarak dengan
orang lain dan benda/obyek. Dengan adanya self-recognition anak mengenali dirinya di
dalam foto serta hampir selalu menggunakan kata ganti orang pertama yaitu ‘aku’ atau
‘saya’.
Self-awareness berhubungan dengan perkembangan awal sosial dan emosional. Self-
awareness ini yang mendasari usaha awal untuk mengapresiasikan perspektif orang lain
terhadap diri, salah satu contohnya adalah empati dan tingkah laku sadar diri seperti
malu-malu. Self-awareness juga mendukung terjadinya perilaku imitatif seperti
imitative play, kompetisi antar teman untuk mendapatkan suatu obyek serta kerja sama.

The Categorical And Remembered Selves (diri


yang terkategorisasi dan diingat)
Perkembangan bahasa memberikan kemungkinan bagi anak usia 18-30 bulan untuk
mengkonstruksi categorical self yaitu klasifikasi awal self dengan cara yang mencolok
digunakan orang lain untuk membedakan, seperti usia, jenis kelamin, karakteristik fisik,
serta kebaikan dan keburukan. Percakapan dengan orang dewasa mengenai kejadian di
masa lalu dan permulaan tentang dirinya mengarahkan anak-anak untuk membuat suatu
ingatan autobiografi. Kisah hidup tentang diri ini disebut remembered self (kisah hidup
yang dibentuk melalui percakapan dengan orang dewasa mengenai masa lalu yang
mengarah ke suatu ingatan autobiografi).
73

The Inner Self: Young Children’s Theory Of


Mind
Ketika anak-anak mulai berpikir lebih banyak tentang dirinya dan orang lain, mereka
membentuk suatu teori berpikir yang naïf. Teorinya disebut sebagai desire theory of
mind yaitu suatu teori berpikir pada anak usia 2 – 3 tahun dimana mereka memahami
relasi dari keinginan, persepsi dan emosi tetapi mereka juga mengasumsikan bahwa
perilaku orang lain adalah semata-mata cerminan dari keinginan mereka. Dalam teori ini
mereka sadar akan inner self yaitu kesadaran akan imajinasi dan pikiran pribadi self,
namun gagal memperhitungkan pengaruh dari interpretasi kondisi mental seperti
pengaruh keyakinan terhadap perilaku.
Sekitar usia 4 tahun, teori berpikir anak-anak bergeser menjadi belief-desire theory of
mind yaitu suatu teori berpikir yang mempertimbangkan keyakinan dan keinginan
sebagai penentu perilaku. Ini mendekati perangkat psikologis orang dewasa sehari-hari.
Teori berpikir ini muncul setelah anak-anak mulai memahami tentang kejadian atau
tugas yang melibatkan false-belief (keyakinan yang salah) misalnya seorang anak
diberikan dua kotak, yang satu bertuliskan ‘plester’ yang lain tidak (plester diletakkan
pada kotak yang tak ada tulisannya). Saat ditanya dimana plester, anak akan menunjuk
pada kotak dengan tulisan plester meskipun dia belum melihat isinya. Dengan demikian
ia mulai mengerti bagaimana cara berpikir orang dewasa.
Perkembangan reasoning dari teori belief-desire dipengaruhi oleh berbagai factor,
termasuk perkembangan bahasa, kemampuan kognitif, berpikir fleksibel serta
perencanaan, bermain pura-pura, relasi sosial dengan saudara, teman dan orang dewasa.

Self-Concept (konsep diri)


Me-self berkembang seiring dengan anak-anak prasekolah mengkonstruksi self-concept
yaitu suatu set perlengkapan, kemampuan, sikap, dan nilai yang diyakini individu
sebagai penentu siapa dirinya. Dengan kata lain suatu set keyakinan mengenai
karakteristik miliknya. Pada kanak-kanak madya (middle childhood) self-concept
berubah dari fokus pada karakteristik yang terobservasi, emosi yang khas, dan sikap
menjadi terfokus pada sifat-sifat pribadi, karakteristik positif dan negative, serta social
comparisons yaitu penilaian terhadap kemampuan, perilaku dan penampilan seseorang
dalam relasinya terhadap kemampuan, perilaku serta penampilan orang lain.
74

Pengaruh Kognitif, Sosial, Dan Budaya Terhadap


Konsep Diri
Perubahan dalam self-concept didukung oleh perkembangan kognitif, kemampuan
pengambilan perspektif (perspective-taking skills) serta feedback dari orang lain.
Mengenai perspective-taking skills George Herbert Mead (1934) mengungkapkan
konsep tentang generalized other yaitu suatu perpaduan dari imajinasi kita mengenai
apa yang dipikirkan tentang kita oleh orang yang penting di dalam hidup kita. Hal ini
memberi sumbangsih terhadap self-concept yang membandingkan sifat-sifat pribadi.
Dalam mendeskripsikan dirinya, anak-anak yang ada dalam budaya individualistic
cenderung untuk lebih egois dan kompetitif, sedangkan anak-anak dalam budaya
kolektivistik akan cenderung memperhatikan kesejahteraan orang lain.

Milestones
Munculnya Self dan Perkembangan Self-Concept
Age Milestones
1-2 th.  Self-recognition terbentuk dengan baik
 Categorical self berkembang
3-5 th.  Remembered self dalam bentuk kisah kehidupan, berkembang
 Desire theory of mind berkembang kea rah belief-desire theory sebagai
indikasi matangnya/dapat dikuasainya false-belief tasks.
 Self-concept terfokus pada karakteristik yang terobservasi serta sikap
dan emosi yang khas.
6-10 th.  Self-concept terfokus pada sifat pribadi dan mencakup kedua atribut
positif serta negative.
 Social comparisons antar karakteristik individu muncul.

Self-Esteem: Sisi Evaluatif Dari Self-Concept


Komponen lain dari self-concept adalah self-esteem yaitu aspek dari self-concept yang
melibatkan penilaian tentang harga yang dimiliki seseorang dan perasaan yang berkaitan
dengan penilaian tersebut. Menurut Morris Rosenberg (1979) seseorang dengan self-
esteem yang tinggi secara fundamental merasa puas dengan tipe pribadinya, ia juga
dapat mengakui kekurangan/kesalahannya dengan harapan dapat memperbaikinya.

Satu Harga Diri Atau Banyak?


75

Pada pertengahan sekolah dasar, berdasarkan pengalaman mereka pada berbagai setting,
anak-anak membentuk sedikitnya empat self-esteem yang terpisah seperti: kompetensi
akademik, kompetensi, sosial, kompetensi fisik/atletik, dan penampilan fisik. Hal-hal
tersebut dibedakan dalam evaluasinya dan dikombinasikan untuk membentuk general
self-esteem. Struktur self-esteem bergantung pada informasi yang tersedia bagi anak-
anak dan kemampuannya untuk mengolah informasi tersebut. Semuanya itu diperhalus
seiring bertambahnya usia (Marsh, 1990).

General
General
self-
self-
esteem
esteem

Social Physical/
Physical/
Academic Social athletic Physical
Academic competenc athletic Physical
competenc competenc competenc appearance
appearance
competenc
ee competenc
ee ee

Other Relationshi
Relationshi Relationshi
Relationshi
Other Outdoor Various
school ppwith
with ppwith
with Outdoor Various
Reading
Reading Math
Math school peers parent games sports
subject peers parent games sports
subject

Perubahan Dalam Tingkatan Harga Diri: Peran Dari


Perbandingan Sosial
Hasil dari studi longitudinal dan scross-sectional menunjukkan bukti bahwa self-esteem
sangat tinggi pada masa early childhood. Selanjutnya mengalami penurunan melewati
tahun pertama sekolah dasar seiring dengan bertambahnya social comparisons yang
dilakukan anak. Sebagai konsekuensinya, self-esteem menyesuaikan diri ke tingkat yang
lebih realistis, sesuai dengan opini orang lain mengenai prestasi/hasil yang obyektif.
Untuk melindungi harga dirinya, sebagian besar anak-anak menyeimbangkan antara
informasi dari social comparisons dengan tujuan pribadi yang ingin diraihnya.

Hal-Hal Yang Mempengaruhi Harga Diri


 Budaya
76

Kekuatan budaya sangat luar biasa dalam mempengaruhi self-esteem. Contohnya


harapan/tuntutan stereotip terhadap gender mengenai daya tarik fisik dan prestasi sangat
mengganggu self-esteem bagi banyak anak perempuan. Pada masa remaja skor
penghargaan terhadap diri mereka lebih rendah daripada anak-laki-laki karena mereka
khawatir akan penampilannya dan merasa insecure akan kemampuannya (Crain,1996).

 Pengasuhan Anak (Child-rearing Practices)


Anak-anak dan remaja yang mempunyai orang tua dengan bersikap hangat, menerima
serta memberikan harapan yang masuk akal terhadap kematangan perilaku mereka,
merasa dirinya baik. Tetapi apabila dukungan orang tua merupakan sesuatu yang
bersyarat (biasanya bia orang tua mempunyai standard harapan yang tinggi) anak-anak
dan remaja justru sering terlibat perilaku yang mereka tahu salah.

Pembentukkan Identitas: Akan Jadi Siapa Saya?


Seorang ahli psikoanalisa yang pertama kali mengenali identity adalah Erik Erikson
(1950, 1968). Identity yaitu suatu konsepsi self yang terorganisasi baik serta terbentuk
atas nilai (values), keyakinan (beliefs), dan tujuan (goals), yang sungguh-sungguh
dijalankan oleh individu (atau yang terhadapnya individu mengikatkan diri). Empat
status identitas dari James Marcia (1966, 1980):
Status Deskripsi Contoh
identitas
Identity Status identitas dari para individu Bila seseorang ditanya apakah ia akan
achievement yang telah mengeksplorasi dan merubah cita-citanya bila ada kesempatan
mengikatkan diri terhadap nilai lain yang lebih baik, menjawab ia tidak akan
dan tujuan yang dipilih self. mengubah cita-citanya karena merasa cita-
citanya adalah sesuatu yang paling tepat
untuknya.
Moratorium Status identitas dari para individu Bila seseorang ditanya apakah dia pernah
yang sedang mengeksplorasi ragu terhadap kepercayaannya, menjawab
alternative dalam usaha untuk bahwa ia memang sedang meragukannya
menemukan nilai dan tujuan yang karena ia belum melihat tuhan ada di sana
akan membimbing hidup mereka. sedangkan begitu banyak kejahatan di dunia.
Identity Status identitas individu yang Bila seseorang ditanya mengenai keyakinan
foreclosure telah menerima nilai dan tujuan politiknya, menjawab bahwa ia sebenarnya
yang siap pakai yang dipilihkan tak terlalu yakin namun keluarganya
oleh otoritas bagi mereka. memang sejak dulu menyetujui hal itu.
Identity Status identitas dari para individu Bila seseorang ditanya mengenai sikapnya
diffusion yang tidak mempunyai ikatan terhadap peran gender yang nontradisional
kuat terhadap nilai dan tujuan seperti istri bekerja dan suami mengurus
77

serta tidak berusaha meraihnya. rumah tangga, menjawab bahwa ia tak


memiliki sikap tertentu terhadap hal itu dan
tak merasa terpengaruh olehnya.

Status Identitas Dan Kesejahteraan Psikologis


Status identitas identity achievement dan moratorium adalah status identitas yang secara
psikologis sehat dan mengarah kepada definisi self yang matang. Sedangkan identity
foreclosure dan identity diffusion adalah maladaptive. Orang muda dengan status identitas yang
sehat biasanya mempunyai self-esteem yang lebih tinggi serta lebih banyak berpikir kritis dan
abstrak. Orang-orang yang demikian mempunyai ideal self dan real self yang relatif sama.

Hal-Hal Yang Mempengaruhi Perkembangan Identitas


 Kepribadian
Status identitas yang diterangkan di atas merupakan konsekuensi dari karakteristik
individu. Contohnya anak yang berasumsi bahwa kebenaran adalah suatu yang absolute
akan cenderung untuk memiliki status identitas identity foreclosure.

 Keluarga
Anak-anak dan remaja yang mempunyai control perasaan yang baik biasanya
mempunyai orang tua yang memberikan dukungan secara emosional dan memberikan
kebebasan dalam berekplorasi. Hal ini setara dengan hubungan antara pola asuh dan
munculnya identitas.

 Teman sepergaulan
Sejak mempunyai teman sepergaulan anak-anak akan mengembangkan ide-ide dan
nilai-nilai mereka. Teman sepergaulan akan saling memberikan dukungan emosional
dalam perkembangan identitas dan mencontoh suatu peran sosial.

 Sekolah dan komunitas


Sekolah dan komunitas memberikan pengaruh yang bervariasi dalam perkembangan
identitas. Misalnya sekolah sangat mempengaruhi cara berpikir anak-anak dan
komunitas ekstrakulikuler memberikan kesempatan anak untuk mempelajari suatu peran
yang mempunyai tanggung jawab.
78

 Lingkungan sosial yang lebih besar


Konteks histories dan budaya yang lebih besar, mempengaruhi identitas individu.
Contohnya pada perang Amerika dan Vietnam yang menghancurkan banyak kehidupan
anak muda.

Berpikir Mengenai Orang Lain


Understanding Intentions
Selama tahun pertama kehidupan, anak-anak meninngkatkan kemampuannya untuk
membedakan tidakan yang mempunyai maksud tertentu dan yang tidak. Menginjak usia
4 tahun, mereka berpindah dari pemahaman akan perpaduan antara maksud dan perilaku
ke arah pemahaman terhadap kondisi dalam mentalnya yang berbeda dari kondisi
mental orang lain dengan melihat dari perilaku yang muncul. Selama masa middle
childhood anak-anak akan memahami dengan lebih baik bagaimana individu berusaha
memenuhi maksudnya.

Persepsi Individu
Person perception yaitu suatu cara individu untuk memperkirakan hubungan antara
orang lain dengan orang yang dikenalnya (akrab dengannya). Tentang masalah
pemahaman anak terhadap individu sebagai suatu pribadi, anak dibawah usia 8 tahun
biasanya berusaha memahami seseorang berfokus pada emosi dan sikap serta perilaku
dan tindakan nyata. Selanjutnya mereka akan menemukan konsistensi perilaku dan
mereka mulai mengenali sifat-sifat pribadi. Konsep dasar mengenai ras dan etnik
muncul pada usia prasekolah (3-4 tahun), dimana mereka mulai membedakan seseorang
yang kaya atau miskin dari karakteristik fisiknya. Menginjak usia sekolah dasar, anak-
anak akan menyerap sikap terhadap kelompok sosial, namun mereka tidak secara
langsung mengadopsi sikap orang tua dan teman sepergaulannya. Mereka hanya
mengambil informasi mengenai status kelompok sosial tertentu dari lingkungan
sekitarnya.

Perspective Taking
Perspective taking yaitu suatu kapasitas untuk mengimajinasikan apa yang mungkin
dipikirkan dan dirasakan oleh orang lain. Robert Selman mengembangkan lima tahap
kemampuan perspective taking anak.
79

TAHAP Rentang Deskripsi


usia
Level 0: Anak-anak dapat mengenali perbedaan
Undifferentiated 3-6 tahun pikiran dan perasaan antara dirinya dan orang
Perspective taking lain, tetapi mereka kadang-kadang bingung
antara keduanya.
Level 1: Anak-anak mengerti bahwa perspektif yang
Social- 4-9 tahun berbeda dapat terjadi karena perbedaan
informational informasi yang diterima oleh orang lain.
Perspective taking
Level 2: Anak-anak dapat menggunakan perspektif
Self-reflective 7-12 tahun orang lain dan juga melihat pikiran, perasaan,
Perspective taking dan perilaku mereka dari perspektif orang
lain. Mereka juga mengetahui bahwa orang
lain dapat melakukan hal yang sama.
Level 3: Anak-anak dapat melangkah keluar dari
Third-party 10-15 tahun situasi dua individu dan berimajinasi tentang
Perspective taking bagaimana bila dirinya dan orang lain dilihat
dari pihak ketiga.
Level 4: Individu mengerti bahwa Third-party
Societal 14-dewasa Perspective taking dapat dipengaruhi oleh
Perspective taking satu atau lebih system dari nilai sosial yang
lebih besar

Berpikir Mengenai Relasi Antar Individu: Mengerti


Tentang Konflik
Seiring dengan bertambahnya usia anak-anak menjadi lebih baik dalam memecahkan konflik
melalui social problem solving yaitu pemecahan konflik sosial dalam cara yang diterima oleh
orang lain dan juga memberi keuntungan bagi self (dirinya). Mencakup encoding (penyandian)
dan interpretasi petunjuk sosial, menjelaskan/menguraikan tujuan sosial, menciptakan dan
mengevaluasi strategi, serta memerankan suatu respon.
Saat anak-anak bermain, mereka menciptakan strategi untuk mengikuti permainan tersebut.
Respon-respon mereka ditandai sebagai berikut:
 Competent: permintaan yang sopan untuk bermain dan teman yang lain membahasnya.

 Aggressive: mengancam, menggunakan kekerasan fisik, dan membentak tanpa


meminta.
 Self-centered: pernyataan mengenai dirinya, seperti,”Hei, aku tahu bagaimana
memainkannya!”
80

 Passive : Malu-malu, menunggu respon, seperti menunggu dan berkeliaran di sekitar


tempat bermain.
 Appeals to authority: seperti contoh anak berkata,”Guru mengatakan saya dapat
bermain”.
Pelatihan dalam memecahkan masalah social dapat membantu anak untuk meningkatkan
relasinya dengan teman sebaya dan prestasi akademiknya.
81

7. DEVELOPMENT OF SEX
DIFFERENCES AND GENDER ROLES

P ada kebanyakan kelompok masyarakat, pria dan wanita berperilaku berbeda,


mendapatkan penilaian dan perlakuan yang berbeda dari orang lain, dan memiliki
peran yang berbeda. Namun, pada saat yang sama, banyak situasi dimana kedua gender
berperilaku serupa atau hamiper serupa, mendapatkan perlakuan yang sama dari orang
lain, dan memiliki peran yang serupa. Berdasarkan fenomena tersebut, apakah dapat
ditentukan sumber dari perbedaan dan persamaan yang muncul, menemukan cerminan
dari fenomena tersebut pada perilaku anak, dan menjabarkan proses-proses yang
berkontribusi pada perilaku yang berdasarkan pada pola-pola gender tertentu?
Beberapa pandangan teoritis berusaha untuk menjelaskan hal-hal tersebut. Pertama,
teori psikoanalisa dari Freud mengajukan bahwa melalui proses identifikasi, anak
memperoleh trait feminin atau maskulin dan berperilaku sesuai dengan identifikasi yang
dilakukan pada orangtua dengan jenis kelamin yang sama. Menurut Freud, anak
mengembangkan keingintahuan mengenai tubuh mereka pada usia lima atau enam
tahun. Hal tersebut mengarahkan mereka kesadaran akan adanya perbedaan anatomi
seksual pria dan wanita. Hasil observasi ini menjdai dasar dari pemikiran Freud
mengenai pentingnya periode ini terhadap pembentukkan identitas gender.
Pandangan yang kedua adalah cognitive social learning. Pandangan ini menyatakan
bahwa anak memperoleh identifikasi gender baik melalui pengarahan langsung dan
dorongan dari orangtua maupun imitasi yang dilakukan terhadap orangtua. Menurut
pandangan ini anak memperoleh pengertian mengenai gender pada usia yang muda, dan
fakta bahwa orangtua berperilaku berbeda terhadap bayi laki-laki dan perempuan
mereka sejak dilahirkan dianggap mempengaruhi pandangan ini.

Ketiga, gender-schema theory, yang merupakan suatu pendekatan information-


processing, mengungkapkan bahwa pada usia dua tahun enam bulan mulai
mengembangkan teori mereka sendiri mengenai gender differences dan gender-
appropriate behavior. Keempat, teori perkembangan dari Lawrence Kohlberg
menyatakan bahwa anak mengkategorikan diri mereka sendiri sebagai laki-laki atau
perempuan berdasarkan petunjuk fisik atau perilaku, dan kemudian mereka berperilaku
berdasarkan apa yang mereka pahami sebagai perilaku yang sesuai dengan gender
82

tertentu. Menurut Kohlberg, pada usia enam atau tujuh tahun anak baru dapat membuat
pilihan yang stabil mengenai tipe gendernya. Terakhir, evolutionary approach
mengenai psikologi menekankan pada prinsip-prinsip seleksi alamiah dan adaptasi.

Defining Sex And Gender


Sebelum membahas mengenai anak sebagai male (pria) atau female (wanita), kita perlu
meperjelas mengenai beberapa istilah yang mengarahkan penelitian dan pemikiran pada
area mengenai perbedaan gender. Istilah gender dan jenis kelamin seringkali
dipertukarkan dalam penggunaannya karena keduanya merujuk pada identitas sebagai
male atau female.
Secara tradisional istilah gender digunakan untuk merujuk pada permasalahan kognitif
dan sosial, sedangkan istilah jenis kelamin merujuk pada permasalahan biologis dan
psikologis. Namun, seringkali kedua hal ini sulit untuk dipisahkan. Meski demikian,
saat mendiskusikan karakteristik seksual primer dan sekunder atau secara spesifik
merujuk pada perilaku seksual tertentu, yang digunakan hanyalah istilah jenis kelamin.
Istilah-istilah lainnya yang akan menjadi pokok bahasan ialah:
 Gender typing, merupakan proses dimana anak memperoleh nilai-nilai, berbagai
motif dan perilaku-perilaku yang dianggap sesuai dengan gender pada budaya
tertentu.
 Gender-based beliefs, merupakan kumpulan ide dan ekspektasi mengenai
perilaku yang pantas untuk male atau female.
 Gender stereotypes, merupakan kepercayaan bahwa anggota dari suatu budaya
tertentu memiliki aturan-aturan mengenai bagaimana male dan female
seharusnya berperilaku, yaitu perilaku apa saja yang dapat diterima dan sesuai
untuk setiap jenis kelamin.
 Gender roles, merupakan kumpulan perilaku yang ditampilkan secara spesifik
oleh male atau female dalam budaya tertentu, yang ditampilkan dalam
kehidupan sehari-hari.
 Gender identity, persepsi mengenai diri sebagai maskulin atau feminin dan
memiliki karakteristik serta minat-minat yang sesuai dengan gender.
 Gender-role preferences, keinginan untuk memiliki karakteristik tipe gender
tertentu.
83

Pembentukan Stereotip Gender Pada Early


Childhood
Pada masa pra-sekolah anak mulai belajar tentang gender stereotypes dan gender
roles. Menurut Serbin (2001), sebelum anak dapat memberikan label secara konsisten
terhadap jenis kelaminnya, mereka melakukan stereotypes terhadap permainan yang
mereka lakukan. Seperti, anak laki-laki melihat kendaraan lebih lama dibandingkan
anak perempuan, sedangkan anak perempuan melihat boneka lebih lama dibandingkan
anak laki-laki. Pada usia 18 bulan – 3 tahun anak memberi label pada dirinya sendiri
dan orang lain dengan sebutan “anak laki-laki”, “anak perempuan”, “pria” dan “wanita”.
Setelah pengkategorian ini dikuasai, anak melalukan restrukturisasi terhadap apa yang
mereka maksud dalam bentuk aktivitas dan perilaku. Sebagai konsekuensinya, gender
stereotypes semakin meluas dan diperkuat. Anak pra-sekolah mengasosiasikan berbagai
mainan, pakaian, alat, benda-benda rumah tangga, permainan, pekerjaan, bahkan warna
sesuai dengan jenis kelamin dan bertolak belakang dengan lawan jenisnya. Kekakuan
dalam gender stereotypes yang dimiliki anak pra-sekolah membantu kita untuk
memahami beberapa perilaku sehari-hari yang dapat diobservasi. Penilaian sepihak
yang dilakukan anak pra-sekolah merupakan produk gabungan dari gender stereotype
yang berlaku di lingkungan dan keterbatasan kognitif anak, contohnya anggapan bahwa
anak perempuan tidak bisa jadi polisi & anak laki-laki tidak bisa mengurus bayi.
Secara spesifik mereka mengalami kesulitan untuk mengintegrasikan sumber informasi
yang menimbulkan konflik. Kebanyakan anak pra-sekolah belum menyadari bahwa
karakteristik yang diasosiasikan dengan jenis kelamin seseorang (seperti aktivitas,
mainan, pekerjaan, model rambut, dan pakaian) tidak menentukan apakah orang
tersebut male atau female. Mereka mengalami kesulitan untuk mengerti bahwa male dan
female dapat berbeda dalam tampilan fisik namun memiliki kesamaan dalam hal
lainnya.
84

Pembentukan Stereotip Gender Pada Middle


Childhood
Pada masa middle childhood dan adolescence, pengetahuan mengenai stereotypes
meningkat dalam area-area yang tidak terlihat secara nyata seperti dalam berbagai trait
kepribadian dan prestasi. Pada saat yang sama anak dengan usia yang lebih tua
menyadari bahwa atribut gender stereotypes merupakan hal yang diasosiasikan, bukan
menjelaskan mengenai gender tertentu. Kepercayaan yang terbentuk mengenai
karakteristik dan kapasitas yang mungkin bagi male dan female menjadi lebih fleksibel.
Anak mulai waspada terhadap banyaknya stereotip yang ada, terutama berfokus pada
aktivitas, pekerjaan, personality traits, dan area prestasi.
Contoh: saat diberikan pilihan-pilihan mengenai keterampilan yang harus dikuasai di
sekolah, anak menggolongkan bahwa kemampuan membaca, menulis, dan musik lebih
cocok bagi anak perempuan. Sedangkan matematika, atletik, dan mekanik lebih cocok
bagi anak laki-laki. Pada masa ini juga mulai muncul gender stereotype flexibility, yaitu
kepercayaan bahwa trait kepribadian/ aktivitas yang sama dapat ditampilkan oleh kedua
kelompok gender yang berbeda.

Pembentukan Stereotip & Adopsi Peran


Gender
Gender stereotype flexibility lebih menjadi prediktor dibandingkan dengan gender
stereotypes dalam mengadopsi peran gender. Kemungkinan anak untuk menyeberang
pada peran gender lain lebih dipengaruhi oleh keyakinannya akan sesuatu yang bisa
ditampilkan oleh kedua jenis kelamin dibanding dengan keyakinannya akan sesuatu
yang cocok/tidak bagi suatu jenis kelamin tertentu.

Hal-Hal Yang Mempengaruhi Pembentukan Stereotip


Gender & Adopsi Peran Gender
 Faktor Biologis
Dua sumber bukti yang mendukung:
1. Persamaan antar budaya dalam stereotip gender & adopsi peran gender.
2. Pengaruh hormone pada perilaku peran gender.
85

 Faktor Lingkungan
• Orang dewasa yang ada di sekitar anak (keluarga).
• Guru
• Lingkungan tempat tinggal (teman keluarga & tetangga).
• Teman yang berjenis kelamin sama
• Pengaruh saudara.

Identitas Gender
Faktor lain yang mempengaruhi pembentukan stereotip gender & perilaku peran gender
adalah gender identity, yaitu suatu persepsi mengenai diri sebagai relatif
maskulin/feminin dalam karakteristiknya. Ada sebagian kecil individu (khususnya
perempuan) yang mempunyai tipe identitas gender yang disebut androgyny, suatu tipe
identitas gender dimana inidvidu memiliki skor yang tinggi pada kedua karakteristik
kepribadian, baik maskulin atau feminine. Saat ini, pada umumnya komponen maskulin
dari androgyny bertanggung jawab atas asosiasi yang terjadi dengan penyesuaian secara
psikologis terhadap lingkungan.

Munculnya Identitas Gender


Sudut pandang social learning dan cognitive developmental berusaha untuk
memberikan penjelasan mengenai munculnya identitas gender. Menurut Social learning,
perilaku muncul sebelum persepsi diri (self perception), seperti yang terjadi pada anak
pra-sekolah yang menemukan respon yang sesuai dengan tipe gendernya melalui
modeling dan reinforcement. Pandangan cognitive developmental, menekankan bahwa
persepsi diri datangnya sebelum perilaku. Selama usia pra-sekolah anak menemukan
suatu apresiasi kognitif mengenai permanensi jenis kelamin.
Tahap perkembangan pengertian gender menurut Lawrence Kohlberg (1966):
 Tahap I, gender labeling. Anak pra-sekolah memberikan label pada gendernya
dan juga gender orang lain secara benar.
 Tahap II, gender stability. Anak pra-sekolah memiliki pengertian parsial
mengenai permanensi jenis kelamin, hal ini mencapai stabilitas seturut
bertambahnya waktu.
 Tahap III, gender consistency. Pada masa akhir pra-sekolah – awal sekolah
dasar, anak mampu menguasai ke-konstan-an gender.
86

Gender Schema Theory


Gender schema theory merupakan suatu pendekatan information-processing terhadap
pembentukkan tipe gender yang mengkombinasikan bentuk social learning dan
cognitive develomental. Teori ini menjelaskan bagaimana tekanan sosial dan kognisi
bekerja bersama-sama untuk mempengaruhi pembentukan stereotip, identitas peran
gender, dan adopsi gender.

Dalam Hal Apa Anak Laki-Laki Dan Perempuan Benar-Benar


Berbeda Dalam Atribut Stereotip Gendernya?

KARAKTERISTIK PERBEDAAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN JENIS


KELAMIN
Kemampuan verbal Anak perempuan lebih beruntung dalam perkembagan bahasa awal
& prestasi membaca di usia sekolah.
Kemampuan spasial Anak laki-laki memiliki kemampuan yang lebih baik dibanding anak
perempuan dalam kemampuan spasial tertentu --- bertahan
sepanjang rentang kehidupan.
Kemampuan Mulai masa remaja, anak laki-laki lebih baik dibanding anak
matematika perempuan dalam tes mathamatical reasoning. Perbedaan paling
besar terjadi pada murid-murid dengan prestasi tinggi – lebih banyak
jumlah anak laki-laki yang nilainya baik dalam matematika.
Prestasi sekolah Anak perempuan memiliki prestasi yang lebih baik dalam semua
subjek akademik di sekolah dasar. Setelah itu barulah perbedaan
tersebut menurun, pada tingkat SMP anak laki-laki mulai berprestasi
dalam matematika.
Motivasi berprestasi Perbedaan yang terkait dengan jenis kelamin dalam motiovasi
berprestasi berkaitan dengan tipe tugas. Anak laki-laki mersa diri
lebih kompeten & memiliki harapan yang lebih untuk sukses dalam
area “maskulin”. Sedangkan anak perempuan memiliki harapan &
standart yang lebih bagi dirinya dalam area “feminin”.
87

Sensitivitas emosional Anak perempuan lebih efektif dalam memberikan & menerima
informasi emosional, serta memiliki skor lebih tinggi pada self
reaport measures mengenai empati & simpati. Keberuntungan anak
perempuan dalam perilaku prososial adalah paling besar dalam hal
kebaikan, perhatian & sedikit perilaku membantu.

Ketakutan, Anak perempuan lebih takut & malu-malu dibanding anak laki-laki.
Malu-malu & Perbedaan ini telah muncul pada tahun pertama kehidupan. Di
Kecemasan sekolah, anak perempuan lebih cemas akan kegagalan & berusaha
keras menghindarinya. Secara kontras, anak laki-laki menjadi anak
yang suka mengambil resiko besar.
Pemenuhan Anak perempuan lebih siap dalam pemenuhan (keinginan) secara
(keinginan) & langsung dari orang dewasa & teman sepergaulan. Mereka juga lebih
Ketergantungan sering mencari bantuan dari orang dewasa & memiliki skor yang
lebih tinggi untuk dependency (ketergantungan) pada tes
kepribadian.
Level aktivitas Anak laki-laki lebih aktif dibanding anak perempuan.
Depresi Remaja perempuan menampilkan sindrom depresi yang lebih
banyak dibanding remaja laki-laki.
Agresi Anak laki-laki lebih menampilkan agresinya secara nyata, sedangkan
anak perempuan lebih kearah agresi dalam hubungan antar individu.
Remaja laki-laki lebih mudah untuk terjerumus dalam tindakan
antisosial & kriminal dibanding remaja perempuan .

Masalah Masalah lebih banyak terjadi pada anak laki-laki, termasuk masalah
perkembangan
kelainan berbicara & bahasa, ketidakmampuan dalam membaca, dan
masalah perilaku hiperaktivitas, perilaku bermusuhan dan cari
perhatian, serta ketidak matangan emosional & sosial. Lebih banyak
anak laki-laki yang dilahirkan dengan kelainan genetis,
ketidakmampuan fisik & keterbelakangan mental.
88

8. MORAL DEVELOPMENT

F aktor penentu dari moral dapat ditemukan baik dalam tingkat sosial atau
individual. Dalam moralitas terkandung komponen emosi, kognitif dan perilaku.

Morality As Rooted In Human Nature


Pada tahun 1970-an di dalam teori biologis mengenai perilaku sosial manusia, muncul
bidang baru yang disebut sebagai sociobiology. Menurut sociobiology, banyak tingkah
laku prososial yang berkaitan dengan tindakan moral seperti membantu, berbagi, dan
bekerja sama, sebenarnya memiliki akar dalam warisan genetika spesies kita (Wilson,
1975). Pandangan ini didukung dengan penelitian yang dilakukan ethologist, yang
mengobservasi binatang yang membantu temannya yang merupakan satu spesies,
meskipun hal itu dapat membahayakan keselamatannya. Diantara primata, simpanse
membagi daging yang diperolehnya lewat perjuangan kepada teman-temannya Selain
itu, mengadopsi anak simpanse lain yang kehilangan induknya. (Goodal, 1990).
Berdasarkan hal tersebut, ahli sosiobiologis menganggap bahwa hal tersebut berlaku
juga dalam perilaku prososial manusia.
Bagaimana gen mempengaruhi perilaku untuk melindungi kelompok sosial dan
kelangsungan hidup spesies? Meskipun tidak terlalu jelas prosesnya, namun banyak
yang mempercayai bahwa perilaku tersebut berkaitan dengan reaksi emosional
(Hoffman, 1981). Di bab sebelumnya telah dibahas bahwa bayi yang baru lahir
memperlihatkan tanda primitif dari empati, yaitu menangis saat bayi lain menangis. Saat
berumur dua tahun kepedulian empatik muncul, dan batita bereaksi terhadap distress,
tidak hanya pada tingkah laku yang mengancam keadaan dirinya tapi juga yang
mengancam orang lain. Kemungkinan emosi ini mendasari perilaku ealry sharing
(saling berbagi), dan juga perilaku prososial lainnya Penelitian pada siswa play group
berusia dua tahun menunjukkan bahwa mereka cenderung lebih sering berbagi ketika
mainannya sedikit, dibandingkan ketika mainannya banyak (Hay et.al., 1991). Sejalan
dengan teori sosiobiologis, kecenderungan untuk mengorbankan kepemilikiannya dalam
rangka kesejahteraan kelompok sudah muncul pada usia dini.
Namun seperti juga perilaku manusia yang lain, morality tidak bisa secara utuh
dijelaskan hanya dengan dasar biologis. Emosi-emosi yang relevan dengan moral
89

seperti rasa bangga, rasa bersalah, empati dan simpati membutuhkan dukungan dari
pengasuh agar bisa berkembang. Ekspresi emosi yang lebih matang juga tergantung
pada perkembangan kognitif individu. Perlu dipahami juga bahwa perasaan empati
(emosi) tidak selalu berkaitan dengan perilaku moral.

Morality As The Adoption Of Societal Norms


Terdapat dua perspektif yang akan dibahas di sini, yaitu teori psikoanalitik dan social
learning. Terdapat perbedaan pandangan mengenai bagaimana seorang anak menjadi
mahluk bermoral (moral being). Namun demikian terdapat kesamaan pandangan
diantara kedua pendekatan tersebut, bahwa perkembangan moral merupakan masalah
internalisasi (tergantung pada proses internalisasi), yaitu mengadopsi standar sosial
yang sudah ada sebagai standar dari kebenaran tindakannya sendiri. Kedua pandangan
ini juga memfokuskan perhatiannya pada bagaimana moralitas bergerak dari lingkungan
sosial kepada individu, yaitu bagaimana anak menerima norma, petunjuk mengenai
perilaku etis yang benar, yang dianut oleh oleh sebagian besar anggota yang ada di
dalam kelompok sosial mereka (Gibbs & Schnell, 1985).
Beberapa faktor yang mempengaruhi anak dalam mengadopsi standar sosial:
1. Gaya penerapan disiplin dari orang tua
2. Karakteristik anak (misalnya usia dan temperamen)
3. Karakteristik orang tua
4. Pandangan anak terhadap kelakuan buruk dan alasan-alasan dari tuntutan orang
tua

Psychoanalytic Theory
Menurut Sigmund Freud, moralitas berkembang antara usia 3-6 tahun, selama masa
Phallic, pada suatu masa dimana impuls seksual berpindah ke area genital dari tubuh,
dan munculnya Oedipus conflict. Anak laki-laki berharap memiliki ibunya seutuhnya
dan merasa cemburu dan memusuhi ayahnya. Sejalan dengan electra conflict yang
mencul pada anak perempuan, yang memusuhi ibunya dan ingin memiliki ayahnya.
Perasaan ini mengarahkan pada munculnya kecemasan, karena anak takut kehilangan
kasih sayang dari orang tuanya dan akan dihukum karena memiliki keinginan yang
tidak baik tersebut. Untuk mengatasi kecemasan, menghindari hukuman, dan
mempertahankan afeksi dari orang tua, anak membentuk superego, atau hati nurani,
90

melalui identifikasi dengan orang tua yang memiliki jenis kelamin sama. Hal ini berarti
bahwa anak mengambil karakteristik orang tuanya ke dalam kepribadiannya, standar
yang diinternalisasi yang merefleksikan norma sosial. Akhirnya anak mengarahkan
sikap permusuhan terhadap orang tua berjenis kelamin sama, kepada dirinya, yang akan
mengarahkan pada perasaan bersalah setiap kali super ego dilanggar (Freud,
1925/1961). Perkembangan moral sudah cukup berkembang dengan lengkap ketika
anak berusia 5 atau 6 tahun, dan super ego akan menguat pada masa middle childhood.

Social Learning Theory


Memandang terbentuknya perilaku moral sebagai hasil dari proses reinforcement dan
modeling, serupa dengan terbentuknya perilaku yang lain.

The Importance Of Modeling


Operant Conditioning, berdasarkan perspektif ini, anak mulai berperilaku sesuai dengan
standar moral orang dewasa karena orang tua dan guru menindak lanjuti kemunculan
“perilaku baik” anak dengan memberikan reinforcement dalam bentuk persetujuan,
afeksi dan reward lainnya. Namun demikian perspektif ini tidak cukup menjelaskan
kemunculan perilaku moral yang muncul pada usia dini. Karena untuk mendapatkan
reinforcement, perilaku tersebut pertama-tama harus muncul secara spontan
(berdasarkan perspektif ini).
Ahli Social Learning percaya bahwa anak pada umumnya belajar bertingkah laku sesuai
moral melalui modeling, mengobservasi dan meniru orang dewasa yang menampilkan
tingkah laku yang sesuai. Saat anak mempelajari suatu respon moral seperti berbagi,
mengatakan kebenaran, reinforcement dalam bentuk memuji tingkah laku tersebut (“itu
hal yang baik untuk dilakukan”) dan melekatkan perilaku baik ke dalam karakteristik
anak (“kamu anak yang baik dan perhatian sekali”), akan meningkatkan frekuensi
tingkahlaku tersebut (Mills & Grusec, 1989).
Beberapa karakteristik model-model afek yang ditiru anak:
1. Warmth dan responsiveness : anak prasekolah akan lebih meniru tingkah laku
prososial orang dewasa yang hangat dan responsif
2. Competence & power : anak mudah mengagumi sesuatu dan karenanya
cenderung untuk memilih model yang competent dan powerful untuk ditiru
91

3. Consistency between assertions and behavior : pada saat perkataan orang tua
tidak sejalan dengan perilakunya, anak pada umumnya memilih standar perilaku
yang ditampilkan orang dewasa. Misalnya, orang tua mengatakan tidak boleh
berbohong sementara ia sendiri berbohong, anak akan mengikuti prilaku
berbohong.

Effects Of Punishment
Hukuman bila sering digunakan hanya akan memberi hasil sementara, bukan perubahan
yang bertahan lama dalam perilaku anak. Anak yang berulang kali dikritik, dibentak
atau dipukul cenderung untuk menunjukkan kembali respon-respon yang tidak diterima
tersebut segera setelah tidak ada pengawasan dari orang dewasa. Anak dari orang tua
yang sering memberi hukuman cenderung menjadi agresif dan berprilaku menyimpang
diluar rumah.
Hukuman yang keras memberi efek yang tidak menyenangkan:
1. Orang tua yang memberi hukuman fisik berarti juga memberikan model
terhadap perilaku agresi.
2. Anak yang sering dihukum oleh orang tua akan menghindari orang tua sehingga
orang tua tidak banyak memiliki kesempatan untuk mengajarkan anak akan
tingkah laku yang diharapkan.
3. Saat hukuman “berhasil”, akan memberi reinforcement bagi orang tua untuk
semakin melakukannya. Karena itu orang tua yang suka menghukum anaknya
akan cenderung untuk menghukum dengan frekuensi yang semakin meningkat,
hal ini dapat berubah menjadi perlakuan kejam terhadap anak.

Alternative To Harsh Punishment


Beberapa alternative yang dapat dilakukan sebagai pengganti kritik dan hukuman fisik
bagi anak diantaranya:
a. Time out, memindahkan anak dari lingkungan, misalnya dengan
menyuruh anak untuk masuk kamar sampai mereka berperilaku sesuai dengan apa
yang diharapkan. Hal ini sangat berguna bila anak hilang kendali, hal ini juga
menawarkan periode “cooling off” bagi orang tua yang sedang marah.
92

b. Withdrawal of previleges, mencabut hak istimewa yang dimiliki anak


seperti mendapat uang jajan atau menonton di bioskop, hal ini sering mendapat
beberapa tentangan dari anak tapi hal tersebut menghindarkan orang tua untuk
menggunakan tindakan yang keras yang dapat menjadi tindak kekerasan.
Orang tua dapat menjadikan hukuman sebagai tindakan yang efektif dengan cara:
1. Konsisten. Saat orang tua memarahi anak pada suatu kesempatan tapi pada
kesempatan lain mengijinkan anak untuk bertingkah laku yang tidak sesuai akan
membuat anak bingung bagaimana berperilaku dan tingkah laku yang tidak
diterima tetap ada.
2. Hubungan yang hangat antara orang tua dengan anak. Anak-anak dari orang tua
yang perhatian akan mendapati interupsi dalam afeksi orang tua yang menyertai
hukuman sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan. Sebagai hasilnya mereka
akan berusaha untuk memperoleh kehangatan dan persetujuan kembali dari
orang tua secepatnya.
3. Penjelasan. Membantu anak untuk mengingat tingkah laku buruk dan
menghubungkannya dengan tingkah laku yang diharapkan di masa yang akan
datang.

Positive Relationship, Positive Discipline


Bentuk yang paling efektif dari disiplin mendorong tingkah laku yang baik. Bukannya
menunggu anak untuk bertingkah laku yang tidak sesuai, orang tua dapat membengun
relasi yang positif dan kooperatif dengan anak. Orang tua yang menggunakan disiplin
yang positif mengurangi kesempatan untuk bertingkah laku yang tidak sesuai. Orang tua
yang membantu anak dalam mempelajari tingkah laku yang dapat diterima dapat
menggunakan hal tersebut untuk menggantikan pemunculan tingkah laku yang dilarang,
secara umum hal tersebut mengurangi kebutuhan akan penggunaan hukuman.
93

Limitations Of “Morality As The Adoption Of


Societal Norms” Perspective
Teori yang menganggap moralitas sebagai suatu keseluruhan dari suatu norma yang
diinternalisasikan mendapatkan kritik karena standar yang ada kadangkala berlawanan
dengan prinsip etis dan tujuan sosial. Orang yang melanggar aturan karena merasa
bahwa aturan yang berlaku di lingkungan sosial tersebut tidak sejalan dengan hati
nuraninya, tidak bisa disebut sebagai immoral. Contohnya, Abraham Lincoln yang
menentang perbudakan, Marin Luther King yang menentang rasialisme.
Ahli perkembangan kognitif percaya bahwa bukan hanya identifikasi pada orang tua
atau pengajaran, modeling dan reinforcement yag merupakan alat utama dimana anak
menjadi bermoral. Bukan hanya menginternalisasikan aturan dan harapan yang ada,
pendekatan perkembangan kognitif mengasumsikan bahwa individu berkembang secara
moral melalui construction, proses yang secara aktif memperhatikan dan mangaitkan
berbagai sudut pandang pada situasi-situasi dimana timbul konflik sosial dan karena itu
memunculkan pengertian moral yang baru.

Morality As Social Understanding


Menurut sudut pandang perkembangan kognitif, kematangan kognitif dan pengalaman
sosial mengarah pada pengertian lebih lanjut tentang moral.

Piaget’s Theory Of Moral Development


Piaget mengidentifikasikan 2 tahapan besar dari pengertian moral
1. Heteronomous morality (5 – 10 tahun)
Anak memandang aturan sebagai sesuatu yang diturunkan oleh pihak yang
berwenang, memiliki keberadaan yang permanen, tidak dapat diubah dan
membutuhkan kepathan yang ketat.
Karena anak berpikir bahwa semua orang memandang aturan dengan cara yang
sama, pengertian moral mereka dikarakteristikkan dengan realism, pandangan
terhadap aturan sebagai ciri-ciri eksternal dari realita dibanding sebagai prinsip-
prinsip kooperatif yang dapat dimodifikasi semaunya.

2. Autonomous morality atau morality of cooperation (mulai usia 10 tahun)


94

Anak memandang aturan sebagai sesuatu yang fleksibel, prinsip yang mendapat
persetujuan sosial yang dapat direvisi agar sesuai dengan keinginan mayoritas.
Anak dengan usia yang lebih tua dan orang dewasa sudah melampaui tahap 1 dalam
memandang hubungan timbal balik sebagai harapan yang dapat menguntungkan.
Pengertian lebih lanjut ini disebut ideal reciprocity, suatu standar dari tingkah laku
adil yang didasarkan pada harapan yang menguntungkan dimana individu
mengekspresikan perhatian yang sama pada kesejahteraan orang lain seperti yang
dilakukan orang lain padanya.

Kohlberg’s Extention Of Piaget’s Theory


Kohlberg memunculkan moral dilema, menentukan apa yang harus dilakukan dan
mengapa hal tersebut dilakukan oleh individu.

The Clinical Interview


Moral judgement interview, suatu prosedur wawancara klinis untuk mengukur
pengertian moral dimana seseorang diberikan dilema moral yang menampilkan konflik
antara dua nilai moral dan diberi pertanyaan apa yang harus dilakukan oleh individu dan
alasannya.
Kohlberg menekankan bahwa cara individu memberi penjelasan tentang dilema moral
dan bukannya isi dari respon yang ada menensdbgvtukan kematangan moral.

A Questionnaire Approach
Sociomoral Reflection Measure – Short Form (SRM-SF), menanyakan individu untuk
mengevaluasi pentingnya nilai moral dan menghasilkan moral reasoning. Sebenarnya
moral reasoning dapat diukur tanpa menggunakan dilema.

Kohlberg’s Stages Of Moral Understanding


Kohlberg percaya bahwa pengertian moral dihasilkan oleh faktor-faktor yang sama
yang dianggap penting oleh Piaget dalam perkembangan kognitif:
1. Disequilibrium, secara aktif menghadapi isu moral dan menyadari kelemahan
pemikiran seseorang.
2. Gain in perspective taking, memberi kesempatan pada individu untuk
menyelesaikan konflik moral dalam cara yang lebih kompleks dan efektif.
95

Perkembangan moral menurut Kohlberg:


A. Preconventional Level
Moralitas dikontrol secara eksternal, didasarkan pada adanya punishment dan
reward dan power dari figur yang berwenang. Tingkah laku yang menghasilkan
hukuman dipandang buruk dan yang mengarah pada reward dipandang baik.
 Tahap 1
Punishment dan obedience orientation, fokus pada rasa takut terhadap pihak
berwenang dan menghindari hukuman sebagai alasan tingkah laku bermoral.
 Tahap 2
Instrumental purpose, anak mengetahui bahwa orang dapat memiliki sudut pandang
terhadap dilema moral, awalnya pengertian akan hal ini sangat konkret. Anak
memandang tindakan yang benar berasal dari self interest. Hubungan timbal balik
dimengerti sebagai pertukaran bantuan yang sepadan.

B. Conventional Level
Individu terus memandang konformitas terhadap aturan sosial sebagai hal penting
tapi bukan sebagai alasan dari self interest.
 Tahap 3
“good boy – good girl” orientation atau morality of interpersonal cooperation”,
individu ingin mempertahankan afeksi dan persetujuan dari teman dan saudara
dengan menjadi ”good person”, dapat dipercaya, loyal, dihormati, suka menolong
dan baik.
 Tahap 4
Social order maintaining orientation, individu menggunakan sudut pandang yang
lebih luas sesuai dengan aturan sosial. Pilihan moral tidak lagi bergantung pada
kedekatan pada orang lain. Sebaliknya aturan harus diberlakukan dengan cara yang
sama bagi setiap orang, dan setiap anggota masyarakat memiliki tugas pribadi untuk
menjalankannya. Individu percaya bahwa hukum tidak dapat dilanggar dalam
kondisi apapun karena hal tersebut merupakan hal penting untuk menjamin
ketertiban sosial.
96

C. Postconventional or Principled Level


Individu mendefinisikan moralitas sebagai suatu prinsip yang abstrak dan sebagai
nilai-nilai yang diterapkan pada segala situasi dan lapisan masyarakat.
 Tahap 5
Social contract orientation, individu memandang hukum dan aturan sebagai
instrumen yang fleksibel untuk mencapai tujuan manusia. Saat hukum konsisten
terhadap hak-hak individu dan minat kelompok mayoritas, setiap orang
mengikutinya karena adanya social contract orientation, partisipasi bebas dan
sukarela dalam sistem yang ada sebab hal tersebut membawa lebih banyak kebaikan
dibanding jika hal tersebut tidak ada.

 Tahap 6
Universal ethical principle orientation, tindakan yang benar didefinisikan oleh
prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri dari conscience (hati nurani) yang berlaku
valid bagi setiap orang, tanpa memandang persetujuan hukum dan sosial.

Influences On Moral Reasoning


 Personality
Karena memiliki pemikiran yang terbuka, orang muda lebih memiliki keterampilan
sosial, mereka lebih memiliki kesempatan untuk melakukan partisipasi sosial.
Sebaliknya orang dewasa yang memiliki kesulitan beradaptasi dengan pengalaman baru
akan lebih tertarik pada ide-ide moral dan pembenaran dari orang lain.

 Peer interaction
Interaksi dengan teman sebaya dapat meningkatkan pengertian moral. Menurut Piaget
konflik dengan teman sebaya mungkin memberi kontribusi untuk memperoleh moral
reasoning dengan cara membuat anak waspada terhadap sudut pandang orang lain.

 Child rearing practices


Child rearing practices diasosiasikan dengan moral reasoning yang matang,
mengkombinasikan kehangatan dengan pertukaran ide-ide. Orang tua yang tidak terlalu
memaksa anak dan tingkat kehangatan yang tinggi dan disiplin yang induktif dan
97

mendorong partisipasi dalam membuat keputusan dalam keluarga memiliki anak yang
secara moral lebih matang.
 Culture
Berdasarkan riset cross cultural individu yang lebih maju dalam teknologi, memiliki
budaya urban bergerak dalam tahapan Kohlberg yang lebih cepat dan maju pada
tingkatan selanjutnya dibanding individu dalam lingkungan nonindustrialized,
masyarakat pedesaan. Dalam masyarakat pedesaan moral cooperation didasarkan pada
relasi langsung antara individu.

Moral Reasoning And Behavior


Asumsi utama dari sudut pandang perkembangan kognitif adalah pengertian moral
seharusnya mempengaruhi motivasi moral. Berdasarkan hal ini, Kohlberg memprediksi
bahwa pemikiran moral dan tingkah lakunya harus berjalan beriringan pada tingkatan
yang lebih tinggi dari pengertian moral. Moral self relevance, tingkatan dimana
moralitas adalah pusat dari self concept juga mempengaruhi tingkah laku moral. Sintesa
dari moral concern dengan kesadaran akan self dapat memotivasi tindakan moral.

Moral Reasoning Of Young Children


Distinguishing Moral, Social-Conventional, And Moral
Domain
Pada usia 3 tahun anak mulai memiliki pemahaman awal mengenai keadilan. Anak pra-
sekolah dan anak usia sekolah awal mulai dapat membedakan moral imperatives,
standar yang melindungi hak dan kesejahteraan manusia kedalam 2 kelompok tindakan:
1. Social conventions: kebiasaan yang ditentukan oleh konsensus seperti table
manners, gaya berpakaian dan ritual-ritual dari interaksi sosial.
2. Matters of personal choice: perhatian yang tidak melanggar hak atau menyakiti
orang lain yang secara sosial tidak diregulasikan dan karena itu tergantung pada
individu sendiri.

Relation Of Personal And Moral Domains


98

Personal domain muncul seiring dengan self awareness pada saat tahun-tahun pra-
sekolah. Pada usia dua tahun anak mulai berusaha untuk menetapkan batasan antara self
dan individu lain melalui klaim akan suatu kepemilikan. Mereka dengan cepat belajar
bahwa orang tua dan guru bersedia untuk melakukan kompromi pada permasalahan
pribadi dan terkadang juga pada permasalahan social conventional, tetapi tidak pada
moral concerns.
Larry Nucci (1996) menyatakan bahwa anak memperoleh kontribusi personal pada
perkembangan moral karena hal tersebut mengacu pada konsep mengenai hak dan
kebebasan. Saat dewasa, individu baik secara pribadi atau budaya kolektif lebih banyak
berpikir tentang konflik antara kebebasan pribadi dan kewajiban dalam komunitas.

Distributive Justice
Merupakan belief tentang bagaimana membagi materi secara adil.
Konsep anak mengenai distributive justice berubah saat middle childhood, dari equality
(persamaan)  merit (jasa)  benevolence (kebaikan penuh). Ketidaksesuaian dengan
teman sebaya dan juga usaha untuk menyelesaikannya membuat anak menjadi lebih
sensitif terhadap sudut pandang orang lain, hal ini membantu mengembangkan ide-ide
anak tentang keadilan.

Development Of Self Control


Studi mengenai moral judgement mengungkapkan mengenai apa yang dipikirkan orang
mengenai apa yang seharusnya mereka lakukan dan alasannya saat mereka menghadapi
masalah moral. Apakah anak dan orang dewasa bertindak sesuai dengan belief yang
dimiliki tergantung pada karakteristik yang kita sebut sebagai willpower, firm resolve
atau juga disebut self control – menghambat impuls yang ada, yang digunakan dalam
tingkah laku yang melanggar standar moral. Terkadang hal ini juga disebut resistance
to temptation.

Beginnings Of Self Control


Untuk berperilaku dalam pembiasaan self control, anak harus memiliki kemampuan
untuk berpikir mengenai diri mereka sendiri sebagai makhluk yang autonomous yang
dapat mengarahkan tindakan mereka sendiri. Dan mereka harus memiliki kemampuan
99

dalam mempresentasikan dan mengingat arahan dari pengasuh dan menerapkannya


dalam tingkah laku mereka.
Bentuk awal dari self control muncul dalam bentuk: compliance – kesediaan untuk
patuh pada permintaan dan perintah dan kemampuan untuk melakukan delay
gratification – menunggu waktu yang tepat untuk terikat dalam suatu tindakan yang
menggiurkan untuk memperoleh benda yang diinginkan akan meningkat selama tahun
ketiga.

Development Of Self Control In Childhood And


Adolesence
Meski kapasitas untuk melakukan self control telah ada pada tahun ketiga namun hal
tersebut belum terbentuk utuh. Perkembangan kognitif khususnya perolehan
kemampuan untuk memperhatikan dan representasi mental memampukan anak untuk
menggunakan variasi dari strategi self instructional yang efektif untuk menolak godaan.

Strategies For Self Control


Walter Mischel (1996) mempelajari apa yang dipikirkan dan dikatakan anak pada
dirinya sendiri untuk meningkatkan penolakan terhadap godaan. Anak pra-sekolah
melakukan self control dengan teknik yang dapat mengalihkan perhatian mereka dari
benda yang diinginkan seperti menutup mata mereka, bernyanyi dan bahkan mencoba
untuk tidur. Mischel yang menemukan bahwa mengajarkan anak untuk
mentransformasikan stimulus dalam cara yang tidak menekankan kualitas yang ada
meningkatkan delay of gratification. Pada awal usia sekolah, anak menjadi lebih baik
dalam memikirkan strategi untuk menolak godaan. Pada saat ini self control berubah
menjadi kapasitas yang fleksibel bagi moral self regulation – kemampuan untuk
memonitor apa yang dilakukan, secara konstan menyesuaikan dengan kondisi yang ada
akan memunculkan kesempatan untuk melanggar standar yang ada dalam diri.

Knowledge Of Strategies
Kesadaran akan mentransformasikan ide muncul pada akhir perkembangan karen hal itu
membutuhkan kemampuan abstrak, hypothetical reasoning dari pemikiran formal
operational. Tapi saat hal ini muncul, hal tersebut memfasilitasi moral self regulation.
100

Individual Differences
Janet Metcalfe dan Walter Mischel (1999) mengungkapkan bahwa interaksi antara dua
sistem pemrosesan (“hot and cool”) mengatur perkembangan dari self control dan
diperhitungkan dalam perbedaan individu. Seiring dengan usia, emosi reaksi dari hot
system menjadi berhubungan dengan kognisi, reflective cool system. Saat suatu
pengalaman yang menimbulkan ketergugahan muncul, hubungan antara sistem yang
ada membuat individu mengalihkan energi yang ada dari hot processing ke cool
thinking, seperti strategi yang ada pada strategi untuk menolak godaan dan kesadaran
akan metacognitive.

The Other Side Of Self Control: Development Of


Aggression
Emergence Of Aggression
Pada setengah tahun terakhir dari tahun pertama bayi mengembangkan kapasitas untuk
mengidentifikasikan sumber dari rasa marah dan frustrasi dan keterampilan motorik
untuk menyerangnya. Pada awal tahun pra-sekolah ada dua tipe agresi yang muncul:
1. Instrumental aggression. Saat anak menginginkan suatu benda, hak khusus dan
ruang, mereka dalam usaha untuk mendapatkannya mendorong, berteriak atau
menyerang orang yang menghalangi.
2. Hostile aggression. Ditujukan untuk menyakiti orang lain. Hostile aggression
muncul dalam dua variasi :
a. Overt aggression: menyakiti orang lain melalui luka fisik atau ancaman
untuk melakukan hal tersebut
b. Relational aggression: menghancurkan hubungan dengan teman sebaya
seperti melakukan social exclusion atau menyebarkan rumor.

Aggression In Early And Middle Childhood


Bentuk agresi dan cara pengekspresiannya berubah pada saat usia pra-sekolah. Anak
laki-laki rata-rata lebih melakukan overt aggression dibanding anak perempuan, hal ini
merupakan suatu trend yang muncul di banyak budaya. Perkembangan peran gender
adalah penting. Saat anak 2 tahun perlahan-lahan sadar akan adanya gender stereotypes
(anak laki-laki dan perempuan diharapkan bertinglah laku berbeda) overt aggression
101

pada anak perempuan menurun jauh dibandingkan anak laki-laki. Tapi anak perempuan
pra-sekolah dan usia sekolahtidak lebih kurang agresi dibanding anak laki-laki.
Sebaliknya mereka lebih mengekspresikan tingkah laku menyerang dengan berbeda,
melalui rational aggression.

Stability Of Aggression
Meski beberapa anak terutama anak yang impulsif dan overactive secara terbuka
memiliki resiko untuk melakukan agresi terlepas apakah mereka bergantung pada
kondisi yang memunculkan tingkah laku tersebut atau tidak. Keluarga yang berselisih,
perhatian orang tua yang kurang dan tindak kekerasan yang dilihat anak secara kuat
dihubungkan dengan tindakan anti sosial.

Social Cognitive Deficits Distortion


Anak-anak yang agresif lebih sering melihat kesempatan untuk bertinglah laku
menyerang meski sebenarnya kesempatan tersebut tidak ada. Contohnya dalam situasi
dimana maksud dari teman sebaya tidak jelas, tindakan untuk menyakiti terjadi secara
tidak sengaja dan bahkan saat teman sebaya berusaha untuk menolong. Sebagai hasil
dari hal ini mereka melakukan penyerangan yang tidak diprovokasi yang memicu
terjadinya aggressive retaliation (pembalasan). Dibandingkan dengan anak laki-laki,
anak perempuan mendapat skor yang lebih tinggi dalam moral self relevance dan lebih
rendah dalam self serving cognitive distortions. Hal ini juga memberi kontribusi pada
rendahnya aktivitas antisosial yang dimiliki.

Helping Children And Parents Control Aggression


Coaching, Modeling And Reinforcing Alternative Behavior
Saat anak yang bertingkah laku agresif mulai berubah, orang tua harus diingatkan untuk
memberi perhatian pada mereka dan persetujuan untuk tindakan prososial. Siklus yang
bersifat memaksa antara orang tua dan anak yang agresif sangat meresap sehingga anak-
anak ini sering mendapat hukuman meski mereka bertingkah laku sesuai dengan
tuntutan.
102

Social Cognitive Interventions


Kurangnya social cognitive dan distorsi dari anak yang bertingkah laku agresif
menghalangi anak untuk bersimpati terhadap rasa sakit dan penderitaan orang lain, hal
ini menjadi inhibitor penting dari tingkah laku agresif. Fokus dari treatment social
cognitive terletak pada peningkatan pemrosesan informasi sosial pada anak muda
dengan perilaku anti sosial. Lebih lanjut, pelatihan dalam perspective taking akan sangat
membentu karena hal tersebut meningkatkan interpretasi yang lebih akurat akan social
cue dan perhatian simpatik untuk orang lain.

Comprehensive Approaches
Treatment yang efektif bagi anak dan orang dewasa dengan perilaku antisosial harus
ditangani dari berbagai segi, meliputi pelatihan pada orangtua, pengertian sosial
terhadap orang lain dan self control.
103

9. THE FAMILY

K eluarga adalah unit sosial dimana orang dewasa, pasangan suami istri dan anak
berbagi hak ekonomi, sosial, emosional, dan tanggung jawab serta komitmen
atau identifikasi antara satu dengan yang lainnya. Pada tahun pertama kehidupan anak,
satu-satunya relasi interpersonal yang ia miliki ialah dengan orangtua. Secara umum
orangtua memperkenalkan budaya, berbagai kepercayaan, nilai-nilai, dan berbagai sikap
kepada anak mereka dalam tata cara tertentu yang bersifat personal. Jelas bahwa
kepribadian orangtua, latar belakang keluarga, sikap, nilai-nilai, pendidikan, agama,
status sosial ekonomi dan gender mempengaruhi bagaimana mereka melakuakn
sosialisasi pada anak-anak mereka. Orangtua memegang peranan penting dalam proses
sosialisasi. Mereka akan memastikan standar perilaku, sikap, keterampilan, dan motif
yang dimiliki anak sejalan dengan apa yang diharapkan dan sesuai dengan perannya
dalam masyarakat.

Function Of The Family


Selain untuk meningkatkan kelangsungan hidup anggotanya, setiap unit keluarga juga
memiliki beberapa fungsi penting dalam masyarakat:
 Reproduction, menggantikan anggota keluarga yang telah meninggal
 Economic services, memproduksi dan mendistibusikan barang dan jasa
 Social order, menemukan berbagai prosedur untuk mengrangi konflik dan
mempertahankan ketertiban
 Socialization, melatih angota keluarga yang lebih muda untuk menjadi anggota
masyarakat yang kompeten dan mau berpartisipasi
 Emotional support, menolong orang lain mengatasi krisis emosi dan memupuk
suatu kesadaran akan komitmen dan tujuan dalam diri setiap orang

The Family As A Social System


Keluarga dipandang sebagai suatu hubungan interaksi yang kompleks yang dipengaruhi
oleh konteks sosial yang lebih luas. Menurut pandangan ini orang tua tidak secara
104

mekanik membentuk anak-anak mereka. Arti dari family system merujuk bahwa respon-
respon dari seluruh anggota keluarga saling berkaitan.

Direct Influences
Banyak penelitian menunjukkan bahwa saat orang tua berlaku tegas namun tetap sabar,
maka anak cenderung untuk menuruti apa yang diinginkan orang tua. Saat anak mau
bekerjasama terhadap apa yang diinginkan orang tua, orang tua akan berlaku hangat dan
lembut di masa yang akan datang. Sebaliknya orang tua yang menerapkan disiplin
dengan keras dan tidak sabar memiliki anak yang cenderung memberikan penolakan
dan melawan. Tingkah laku anak tersebut menjadi stress bagi orang tua, mereka
mungkin akan meningkatkan penggunaan hukuman, yang mengarah pada semakin
kacaunya tingkah laku anak. Tingkah laku dari salah satu anggota keluarga membantu
mempertahankan suatu bentuk interaksi terhadap anggota keluarga yang lain yang dapat
meningkatkan atau menurunkan kesejahteraan anak.

Indirect Influences
Pengaruh dari relasi dalam keluarga pada perkembangan anak menjadi semakin sulit
saat mempertimbangkan interaksi antara dua anggota keluarga dipengaruhi oleh
keberadaan orang lain saat itu. Bronfenbrenner menyebut indirect influences ini sebagai
effect of third parties. Pihak ketiga dapat berfungsi sebagai suport bagi perkembangan
anak atau sebaliknya. Contohnya, saat relasi pernikahan orang tua hangat dan penuh
perhatian, orang tua akan lebih banyak memuji dan menstimulasi anak dibanding
memarahi anak. Sebaliknya saat sebuah pernikahan renggang dan bersikap
bermusuhan, orang tua cenderung lebih tidak menanggapi apa yang dibutuhkan oleh
anak dan akan lebih mengkritik, mengekspresikan rasa marah, menghukum.
Anak yang terus menerus melihat konflik yang terjadi antar orang tua memperlihatkan
banyak masalah dalam tingkah lakunya, baik kesulitan untuk melakukan internalisasi
(terutama terjadi pada anak perempuan), seperti menyalahkan diri sendiri, merasa
khawatir dan takut, dan mencoba untuk memperbaiki hubungan orang tuanya dan
kesulitan untuk membedakan masalah diluar diri (terutama terjadi pada anak laki-laki),
termasuk didalamnya merasa terancam dan menunjukkan perilaku yang berlebihan dan
tindakan agresi dalam berelasi.
105

Adapting To Change
Saat anak memperoleh keterampilan baru, orang tua menyesuaikan bagaimana caranya
mereka memperlakukan anak. Perkembanga yang dimiliki orang tua juga
mempengaruhi anak. Kebanyakan orang tua menyadari bahwa anak mareka yang
beranjak dewasa akan segera meninggalkan rumah dan membangun kehidupan mereka
sendiri. Konsekuensinya, saat anak menekankan autonomi yang lebih besar, orang tua
lebih pada kebersamaan. Ketidakseimbangan ini meningkatkan perselisihan sampai
orang tua dan anak dapat saling mengakomodasi. Tidak ada unit sosial selain keluarga
yang

The Family System In Context


Perspektif social system memandang bahwa keluarga dipengaruhi oleh konteks sosial
yang ada dalam lingkungan sekitarnya. Hal ini dijelaskan oleh mesosystem dan
exosystem dalam model Bronfenbrenner, hubungan terhadap tetangga sekitar dan
lingkungan yang lebih luas – termasuk organisasi formal seperti sekolah, tempat kerja,
seperti juga jaringan sosial yang informal seperti sanak saudara, teman, tetangga akan
mempengaruhi hubungan antara orang tua dan anak.
Saat keluarga terikat dengan kuat pada konteks sosial yang ada di lingkungan sekitarnya
maka stress dalam keluarga dan masalah penyesuaian tingkah laku anak akan
berkurang. Bagaimana ikatan antara lingkungan tempat tinggal dan komunitas dapat
mengurangi stress dan meningkatkan perkembangan anak dapat dipengaruhi oleh:
 Parental interpersonal acceptance. Tetangga atau sanak saudara yang
mendengarkan dan berusaha untuk mengurangi keprihatinan orang tua
meningkatkan self estem yang dimiliki orang tua. Sebagai balasannya orang
tua akan berlaku lebih peka terhadap anak-anaknya.
 Parental access to valuable information and services. Seorang teman yang
menyarankan suatu pekerjaan atau tempat tinggal yang dapat dihuni atau
menjaga anak-anak saat orang tua disibukkan oleh masalah lain membantu
membuat peran ganda dari pasangan lebih mudah untuk dipenuhi.
 Child-rearing controls and role models. Teman, sanak saudara, dan anggota
komunitas masyarakat yag lain dapat memberi dorongan dan memberi
contoh akan cara-cara efektif dalam berinteraksi dengan anak-anak.
106

 Direct assistance with child rearing. Saat anak ikut berpartisipasi dalam
jaringan sosial yang dimiliki orang tua dan dan aktivitas dalam masyarakat
yang berorientasi pada anak, orang dewasa yang lain dapat mempengaruhi
anak secara langsung melalui kehangatan, stimulasi dan paparan yang lebih
luas terhadap model.

Styles Of Child Rearing


Child rearing styles merupakan susunan dari perilaku pengasuhan orangtua yang terjadi
dalam rentang situasi yang luas, karenanya menciptakan situasi yang meresap dan
bertahan lama dalam membesarkan anak.

Child-rearing Acceptance Control Autonomy granting


styles and
involvement
Authoritative Hangat, Memiliki tuntutan Mengijinkan anak membuat
responsif, yang masuk akal keputusan sesuai dengan
atentif, sabar mengenai kesiapan yang dimiliki.
dan peka kematangan, dan Mendorong anak untuk
terhadap secara konsisten mengekspresikan pikiran,
kebutuhan anak melaksanakan dan perasaan, dan keinginan. Saat
menjelaskan hal orang tua dan anak tidak
tersebut setuju akan suatu hal,
melakukan kesepakatan
mengenai keputusan yang
disepakati bersama apabila
memungkinkan
Authoritarian Dingin, Membuat banyak Membuat keputusan bagi
menolak dan tuntutan yang anak. Sangat jarang
seringkali memaksa dengan mendengarkan pandangan dari
merendahkan berteriak, anak mengenai suatu masalah
anak memerintah dan
mengkritik
Permissive Hangat namun Membuat beberapa Mengijinkan anak untuk
107

terlalu baik tuntutan atau tidak membuat keputusan sebelum


atau tidak sama sekali anak memiliki kesiapan untuk
perhatian itu
Uninvolved Secara emosi Membuet beberapa Acuh tak acuh terhadap
tidak ada ikatan tuntutan atau tidak keputusan yang dibuat dan
dan menarik sama sekali juga terhadap sudut pandang
diri anak.

Hubungan Antara Child-Rearing Styles Dengan


Perkembangan Dan Penyesuaian Diri
Child - Outcomes
Childhood Adolesence
rearing style
Authoritative Upbeat mood: self esteem Self esteem yang tinggi, kematangan
dan self control yang tinggi sosial dan moral, dan prestasi akademik
ketekunan dalam
pengerjaan tugas, dan
cooperativeness
Authoritarian Anxious, menarik diri, Penyesuaian diri yang kurang
unhappy mood: berperilaku dibanding teman seusianya yang
menyerang saat frustrasi dibesarkan dengan gaya authoritative
namun memiliki school performance
dan lebih tidak anti sosial dibanding
teman seusia yang dibesarkan dengan
gaya permissive dan uninvolved
Permissive Impulsif, tidak menurut, Self control dan school performance
pembangkang: menuntut yang sangat kurang: tingkah laku yang
dan bergantung pada orang menyimpang dan anti sosial
dewasa: kurang tekun
dalam pengerjaan tugas
Uninvolved Kurangnya attachment, Regulasi emosi yang sangat kurang:
kognisi dan kegiatan self esteem akademik yang sangat
bermain, kurangnya kurang dan dalam school performance:
keterampilan emosional dan tingkah laku anti sosial
108

sosial

Divorce
Bagi banyak orang, pada akhirnya perceraian akan mengarah pada hubungan dalam
keluarga yang baru. Sekitar 2/3 orang tua yang bercerai menikah kembali untuk yang
kedua kalinya. Sebagian anak-anak yang berada dalam situasi ini pada akhirnya
mengalami perubahan besar untuk ketiga kalinya yaitu berakhirnya pernikahan kedua
dari orang tua mereka. Dari hal-hal yang telah diungkapkan, perceraian bukan
merupakan situasi tunggal dalam kehidupan orang tua dan anak. Sebaliknya, perceraian
merupakan transisi yang mengarah pada berbagai variasi dari tatanan kehidupan yang
baru, disertai dengan perubahan dalam tempat tinggal, pendapatan, dan peran keluarga
dan tanggung jawab.

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Penyesuaian Diri Anak Terhadap Perceraian
Factor Description
Custodial Orang tua yang matang, memiliki penyesuaian diri yang baik akan
parents lebih dapat menghadapi stress, melindungi anak dari konflik yang
psychological terjadi, dan dapat melaksanakan pola asuh authoritative
health
Children’s characteristics
Age Anak usia pra-sekolah dan usia sekolah (awal) sering menyalahkan
diri mereka sendiri dan sering menunjukkan separation anxiety.
Anak dengan usia yang lebih tua dan adolescents mungkin juga
akan bereaksi dengan keras melalui tindakan merusak dan anti
sosial. Meski begitu beberapa menunjukkan tingkah laku yang
matang dan bertangung jawab
Temperament Anak dengan temperament yang sulit kurang dapat menghadapi
stress yang ada, menunjukkan kesulitan yang cukup bertahan lama
Sex Anak laki-laki yang berada dibawah pengasuhan ibu mengalami
masalah yang lebih parah dan cenderung bertahan lama dibanding
anak perempuan
Social support Kemampuan orang tua untuk mengesampingkan perilaku
menyerang yang dimiliki: berhubungan dengan orang tua yang tidak
memiliki hak asuh: dan relasi yang positif dengan extended family
109

members, guru, dan teman-teman mengarah pada perbaikan


terhadap perilaku anak

Immediate Consequences
Penelitian longitudinal menunjukkan bahwa transisi dari pernikahan menjadi perceraian
seringkali mengarah pada tingginya maternal stress, depresi, anxiety, dan situasi dalam
keluarga yang kacau yang disebut “minimal parenting”. Saat anak bereaksi terhadap
distress dan rasa marah terhadap kehidupan rumah yang tidak seaman dulu, sikap
disiplin mungkin akan berubah menjadi kasar dan tidak konsisten. Saat ayah hanya
sesekali melihat anak-anaknya, mereka akanberlaku permissive dan terlalu baik. Hal ini
seringkali menimbulkan konflik terhadap gaya pengasuhan ibu dan membuat tugas ibu
untuk mengatur aka dalam kehidupan sehari-hari menjadi semakin sulit. Tidaklah
mengherankan jika anak mengalami reaksi emosi yang menyakitkan.

Long Term Consequences


Beberapa penelitian secara keseluruhan mengindikasikan bahwa anak dari orang tua
yang bercerai memiliki self esteem, kompetensi sosial yang sedikit lebih rendah dari
anak-anak dengan orang tua yang orang tuanya masih menikah, dan juga anak-anak dari
orang tua yang bercerai memiliki masalah emosi dan perilaku. Baik untuk anak laki-laki
atau perempuan perceraian dihubungkan pada masalah adolescent sexuality dan
perkembangan dari ikatan intim. Anak yang beranjak dewasa yang mengalami
perceraian orang tua terutama yang lebih dari satu kali menunjukkan tingkat aktivitas
early sexual yang lebih tinggi dan adolescent parenthood, dan perceraian dalam
kehidupan dewasanya kelak.

Maternal Employment And Dual-Earner


Families
Selama bertahun-tahun perceraian diasosiasikan dengan tingginya jumlah ibu yang
bekerja. Namun dalam beberapa tahun terakhir, wanita dari segala sektor yang berasal
dari berbagai populasi, tidak hanya mereka yang masih sendiri atau miskin, pergi
bekerja dalam jumlah yang terus meningkat. Saat anak masih bayi, konsekuensi dari ibu
110

yang bekerja bagi anak dan remaja bergantung pada relasi antara orang tua dengan anak.
Kepuasan bekerja yang dimiliki ibu, dukungan yang ia peroleh dari pasangannya, jenis
kelamin anak, dan kualitas dari perhatian anak memiliki hubungan terhadap
kesejahteraan anak.

Maternal Employment And Child Development


Anak dari ibu yang menyukai pekerjaannya dan tetap memiliki komitmen terhadap
pengasuhan anak menunjukkan penyesuaian diri yang baik, kepekaan terhadap self-
esteem yang lebih tinggi, hubungan yang lebih positif terhadap keluarga dan teman
sebaya, kurang memiliki gender-stereotyped beliefs, dan mendapat nilai-nilai yang baik
di sekolah. Terutama pada anak perempuan mendapatkan keuntungan dari image
mengenai kompetensi wanita. Dan secara keseluruhan, anak perempuan dari ibu yang
bekerja mempersepsi peran wanita sebagai suatu hal yang lebih melibatkan kebebasan
untuk memilih, kepuasan, prestasi dan orientasi terhadap karir.

Support For Employed Parents And Their Families


Dalam keluarga yang kedua orang tuanya bekerja, kesediaan suami untuk berbagi
tanggung jawab membantu ibu untuk melaksanakan pengasuhan yang efektif. Ibu yang
bekerja dan orang tua yang sama-sama bekerja membutuhkan bantuan dalam seting
kerja dan masyarakat dalam perannya membesarkan anak.

Vulnerable Families: Child Maltreatment


Pada bagian ini kita akan melihat akibat dari kerusakan pada dukungan vital bagi
pengasuhan anak yang efektif dapat membuat anak dan orang tua menderita.

Incidence And Definitions


Child maltreatment dapat berupa:
 Physical abuse: penyerangan terhadap anak, seperti menendang, menggigit,
memukul atau menusuk, hal yang menimbulkan rasa sakit, luka, bilur,
memar, luka bakar, patah tulang dan luka lainnya.
111

 Sexual abuse: komentar-komentar sexual, melakukan intercourse, dan


bentuk lain dari eksploitasi sex.
 Physical neglect: kondisi-kondisi dalam kehidupansehari-hari dimana anak
tidak menerima cukup makanan, pakaian, perhatian anak kesehatan, dan
pengawasan.
 Emotional neglect: kegagalan dari pengasuh untuk memenuhi kebutuhan
anak akan afeksi dan dukungan emosi.
 Psychological abuse: tindakan seperti mengejek, mempermalukan,
mempersalahkan, atau menteror, hal-hal yang merusak fungsi kognitif,
emosi, dan sosial anak.
Meski para ahli mengetahui keberadaan lima tipe ini, namun mereka tidak setuju akan
frekuensi dan intensitas dari suatu tindakan yang dilakukan orang dewasa yang dapat
dikatakan maltreatment. Beberapa penyelidikan menganggap psychological dan sexual
abuse sebagai bentuk yang paling membawa kerusakan, namun psychological abuse
mungkin adalah hal yang paling umum terjadi mengingat hal tersebut selalu menyertai
pemunculan tipe-tipe yang lain.

Origins Of Child Maltreatment


Penelitian awal mengungkapkan bahwa child maltreatment berakar pada gangguan
psikologis orang dewasa. Namun hal tersebut segera menjadi jelas bahwa meski child
abuse merupakan hal yang umum terjad pada disturbed parents, namun seseorang yang
hanya memiliki tipe kepribadian “abusive” tidak ada. Terkadang bahkan orang tua
“normal” juga menyakiti anaknya. Dan juga orang tua yang mengalami abuse semasa
anak-anak tidak juga selalu mengulangi hal tersebut pada anaknya.

Faktor-Faktor Yang Berkaitan Dengan Child Maltreatment


Factor Description
Parent Psychological disturbance: penyalah gunaan alkohol dan obat-obatan:
characteristic sejarah masalalu akan child abuse semasa anak-anak: kepercayaan
terhadap disiplin yang keras dan dilakukan secara fisik: keinginan
112

untuk kebutuhan emosional yang belum terpenuhi melalui anak:


harapan yang tidak masuk akal dari tingkah laku anak: tingkat
pendidikan yang rendah.
Child Bayi yang prematur atau sakit-sakitan: memiliki temperamen yang
characteristic sulit: inattentive dan overactivity
Familiy Tingkat pendapatan yang rendah: kemiskinan: homeless: pernikahan
characteristic yang tidak stabil: isolasi sosial: siksaan fisik kepada ibu yang
dilakukan ayah atau pacar: seringnya berpindah tempat: keluarga besar
dengan jarak anak yang dekat: situasi kondisi hidup yang yang
overcrowded, kondisi rumah tangga yang disorganized: kurangnya
pekerjan yang tetap.
Community Beberapa penempatan: child-care centers, program-program preschool,
dan gereja sebagai pendukung keluarga: lingkungan tempat tinggal
yang penuh kekerasan.
Culture Persetujuan akan tindakan fisik dan kekerasan sebagai cara untuk
menyelesaikan masalah.

Consequences Of Child Maltreatment


Kondisi keluarga dari maltreated children membawa kerusakan pada regulasi emosi,
empati dan simpati, konsep diri, keterampilan sosial dan motivasi akademik. Seiring
dengan berjalannya waktu remaja menunjukkan masalah serius dalam belajar dan
penyesuaian diri, termasuk kegagalan dalam sekolah, depresi yang parah, tingkah laku
agresif, kesulitan dalam berelasi dengan teman sebaya, penyalahgunaan zat, dan
kenakalan remaja. Karakteristik keluarga yang secara kuat diasosiasikan dengan child
abuse adalah abuse terhadap pasangan, dimana hubungan antar orang tua diwarnai
dengan tindak kekerasan baik secara fisik atau psikologis. Kondisi rumah dari anak
yang mengalami child abuse dipenuhi dengan ksempatan untuk mempelajari
penggunaan tindakan agresif sebagai cara untuk mnyelesaikan masalah. Pesan-pesan
yang merendahkan yang disampaikan orang tua, dimana anak diejek, dipermalukan,
ditolak, atau diteror membawa dampak pada rendahnya self-esteem, anxiety yang tinggi,
perilaku menyalahkan diri sendiri, sikap oposisi, agresi, dan usaha untuk melarikan diri
dari rasa sakit psikologis yang berlebihan, saat sudah cukup parah dapat mendorong
tindakan bunuh diri pada remaja. Dalam seting sekolah maltreated children mengalami
masalah seirus dalam hal disiplin. Trauma terhadap abuse yang berulang dapat
113

mengarah pada perubahan psychophsiological, termasuk aktivitas gelombang otak yang


abnormal, peningkatan produksi stress hormones.
114

10. PEERS, MEDIA, AND SCHOOLING

D alam beberapa halhubungan antara anak dengan teman sebayanya berbeda


dengan hubungan mereka dengan orangtua. Secara umum jika dibandingkan
dengan hubungan dengan keluarga, terutama orangtua, hubungan yang dimiliki anak
dengan teman sebaya tidak berlangsung “permanen”.

Pentingnya Relasi Dengan Teman Sebaya


Relasi dengan orang tua dan teman sebaya (peer), saling melengkapi satu sama lain.
Ikatan orang tua-anak memberikan rasa aman untuk memasuki dunia pertemanan,
sedangkan interaksi dengan peer mengembangkan kemampuan sosial anak yang
awalnya diperoleh dari keluarga. Relasi dengan teman sebaya dapat menjadi sumber
penting akan rasa aman ketika anak menghadapi situasi yang mengancam, dan
memberikan kontribusi yang besar dalam perkembangan. Namun hal-hal tersebut akan
lebih efektif ketika dipadukan dengan sikap hangat dan dukungan dari orangtua.

Development Of Peer Sociability


Pada budaya dimana bayi dan batita secara rutin menjalin kontak dengan anak
seusianya, hubungan pertemanan dimulai sedari dini, secara bertahap berkembang
menjadi lebih kompleks, dan terdapat hubungan timbal balik yang lebih terkoordinir
antara anak dan orang dewasa. Perkembangan hubungan pertemanan didukung oleh
perkembangan kognitif, emosi, dan sosial anak. Namun hubungan pertemanan juga
mendukung perkembangan kognitif, emosi, dan sosial.

Bermula Pada Bayi Dan Batita


Meski terbatas, hubungan sosiabilitas sudah muncul pada dua tahun pertama, dan hal
tersebut dikembangkan oleh ikatan yang ada antara anak dengan pengasuhnya.
Sosiabilitas teman sebaya bermula pada bayi. Bentuknya melalui sentuhan, senyuman,
dan babbling, yang selanjutnya pada tahun kedua secara bertahap berkembang menjadi
interaksi yang terkoordinasi.
115

Melalui interaksi dengan orang dewasa yang memiliki kepekaan, bayi belajar untuk
menunjukkan dan menginterpretasikan emosi dalam hubungan pertemanan mereka yang
pertama. Sejalan dengan ide tersebut, batita yang memiliki orangtua yang bersikap
hangat akan terlibat dalam hubungan pertemanan yang luas. Mereka menunjukkan
prilaku sosial yang lebih kompeten seperti pada anak-anak prasekolah.

Tahun Prasekolah
Saat kesadaran diri anak meningkat, kemampuan komunikasi yang dimiliki sudah lebih
efektif, dan mereka lebih baik dalam memahami pemikiran dan perasaan orang lain,
jumlah dan kualitas pertemanan yang dimiliki mengalami perubahan. Mildred Parten
(1932) mengungkapkan bahwa perkembangan sosial anak berlangsung dalam tiga
tahap. Pada awalnya dimulai dengan nonsocial activity – perilaku yang tidak aktif,
hanya sebagai “pengamat” serta bermain seorang diri (solitary play). Lalu perilaku
tersebut beralih pada partisipasi sosial yang terbatas, yang disebut parallel play - suatu
bentuk partisipasi sosial yang terbatas, dimana anak-anak bermain berdekatan dengan
anak lainnya, dengan materi (mainan) yang sama tetapi tetapi tidak berusaha untuk
mempengaruhi perilaku mereka. Tahapan selanjutnya merupakan dua bentuk interaksi
sosial yang sesungguhnya, yaitu associative play - suatu bentuk partisipasi sosial yang
sebenarnya, dimana anak-anak terlibat dalam aktivitas yang terpisah tetapi berinteraksi
dengan bertukar mainan dan mengomentari perilaku anak lainnya. Selanjutnya,
cooperative play - suatu bentuk partisipasi sosial yang sebenarnya, dimana tindakan
anak-anak diarahkan pada tujuan bersama.
Walaupun ada tahapan sosiabilitas seperti di atas, tetapi anak-anak prasekolah tidak
mengikuti secara kaku tahapan tersebut. Solitary play dan parallel play menjadi hal
yang umum pada masa early childhood. Permainan sosiodrama (Sociodramatic play)
merupakan hal yang umum pada anak-anak prasekolah. Jenis permainan ini mendukung
perkembangan kognitif dan sosial.

Middle Childhood
Selama middle childhood, interaksi teman sebaya menjadi lebih sensitive dan mengarah
pada perspektif (pandangan) orang lain. Interaksi ini meningkat dan diatur oleh norma
prososial sehingga permainan yang mengacu pada aturan menjadi berkembang. Selain
itu rough-and-tumble play menjadi permainan yang umum. Rough-and-tumble play
116

yaitu suatu bentuk interaksi teman sebaya yang melibatkan kejar-mengejar dan
berkelahi antar teman. Pada evolusi sebelumnya mungkin penting dalam perkembangan
kemampuan berkelahi serta perkembangan dominance hierarchy yaitu suatu urutan
anggota yang stabil dalam suatu kelompok, yang memprediksikan siapa yang akan
menang bila timbul konflik.

Hal-Hal Yang Mempengaruhi Sosiabilitas Teman


Sebaya
Ada tiga hal yang mempengaruhi sosiabilitas teman sebaya yaitu:
1. Orang tua
Orang tua mempengaruhi sosiabilitas teman sebaya baik secara langsung maupun tidak
langsung. Secara langsung dengan melibatkan diri pada pergaulan anaknya dengan
teman sebaya mereka. Secara tidak langsung melalui pengasuhan dan perilaku bermain
mereka dengan anaknya. Anak-anak prasekolah cenderung untuk lebih kompeten secara
sosial bila orang tuanya sering turut mengatur pertemuan informal anaknya dengan
teman sebaya mereka atau menawarkan bimbingan bagaimana caranya berhadapan
dengan orang lain. Secure attachment, pengasuhan authoritative, disiplin induktif, serta
permainan orang tua-anak yang bersifat kooperatif dan positif secara emosional akan
mendukung secara positif hubungan anak dengan teman sebayanya.

2. Interaksi dengan teman berbeda usia


Interaksi demikian berguna bagi anak yang berusia lebih besar untuk mempraktekkan
perilaku prososial terhadap anak yang lebih muda, sebaliknya anak yang lebih muda
memiliki kesempatan belajar berbagai hal dari anak yang lebih tua.

3. Pengaruh budaya
Pada lingkungan kolektivistik, permainan imitatif dalam kelompok besar sering terjadi.
Apabila pengasuh dapat memberikan pendidikan dan pengetahuan mengenai dongeng,
stress individu, dan ekspresi diri, maka permainan sosiodrama akan lebih sering muncul
pada anak-anak. Hal ini sangat berguna untuk mengembangkan sosialisasi anak pada
lingkungan yang dunia orang dewasanya berjarak dengan dunia anak.
117

Friendship
Pemikiran Mengenai Persahabatan
Bagi anak-anak, persahabatan (friendship) pada awalnya merupakan merupakan suatu
yang konkret dan berdasar pada aktivitas yang menyenangkan. Friendship sendiri
berarti suatu hubungan dekat yang melibatkan pertemanan dimana masing-masing
partner ingin bersama-sama dengan yang lain.

Tiga tahap perkembangan persahabatan menurut William Damon (1988) :


 Level 1: Friendship as a handy playmate (sekitar 4 – 7 tahun)
Anak prasekolah mengerti suatu keunikan persahabatan. Teman merupakan
seseorang yang menyukainya, menghabiskan banyak waktu bermain dengannya dan
bersedia berbagi mainan dengannya.

 Level 2: Friendship as mutual trust & assistance (sekitar 8 – 10 tahun)


Selama masa middle childhood, konsep persahabatan menjadi lebih didasarkan pada
aspek psikologis. Anak-anak ingin bersama dengan sahabatnya karena mereka
saling menyukai kualitas kepribadiannya. Mereka saling mendukung dan
membantu.

 Level 3: Friendship as intimacy & loyalty (11 – 15 tahun dan dewasa)


Intimacy, anak remaja mencari kedekatan psikologis dan saling pengertian dari
sahabatnya. Loyal, untuk tetap bersama mereka dan tidak meninggalkan mereka
untuk orang lain (Buhrmester, 1996).

Karakteristik Persahabatan
Perubahan cara berpikir anak-anak mengenai persahabatan berkaitan dengan
persahabatan mereka yang sebenarnya. Seiring bertambahnya usia, teman cenderung
mirip dalam segi jenis kelamin, etnik, satus sosial ekonomi, dan kepribadian. Anak
perempuan, mengembangkan kedekatan emosional dalam persahabatan mereka lebih
daripada yang dilakukan anak- laki-laki, tetapi anak laki-laki yang androgenus
mengembangkan persahabatan yang intim seperti anak perempuan. Pada awal masa
remaja, sahabat sebaya yang populer dan tidak populer lebih diarahkan pada teman dari
118

jenis kelamin yang berbeda. Dibanding dengan anak perempuan, anak laki-laki akan
merasa lebih kompeten apabila mempunyai semakin banyak teman perempuan.

Persahabatan Dan Penyesuaian Diri


Kehangatan dan kepuasan dalam persahabatan mendukung konsep diri, persepsi yang
diambil dan perkembangan identitas. Selain itu, juga mendasari relasi yang intim,
dukungan dalam menghadapi tekanan hidup sehari-hari, serta memicu munculnya sikap
positif dalam berhadapan dan terlibat dengan sekolah Persahabatan yang agresif secara
serius merusak perkembangan dan penyesuaian diri.

Peer Acceptance
Peer acceptance yaitu derajat disukai / tidaknya atau patokan dari mana dilihatnya
seorang anak oleh kelompok teman sebayanya sebagai partner sosial yang berarti.
Teknik sosiometri membedakannya dalam empat tipe:
1. Popular children adalah anak yang disukai oleh teman sebayanya.
 Popular-prososial children, anak yang kompeten secara akademi dan
sosial
 Popular-antisosial children, anak yang secara umum mempunyai
kemampuan atletik, biasanya anak laki-laki yang sangat agresif dan tidak
berprestasi secara akademis.
2. Rejected children adalah anak yang secara aktif tidak disukai.
 Rejected aggressive children, anak yang memperlihatkan masalah kontak
sosial yang parah (severe conduct problems).
 Rejected withdrawn children, anak yang pasif dan aneh (kikuk,
canggung) serta beresiko sebagai peer victimization yaitu suatu bentuk
interaksi teman sebaya yang destruktif dimana anak tertentu menjadi
sasaran serangan verbal dan fisik berkali-kali atau bentuk penyiksaan
lainnya.
3. Controversial children, anak yang disukai dan juga tidak disukai. Anak-anak
demikian mempunyai campuran perilaku sosial yang positif dan negatif.
4. Neglected children, anak yang jarang dipilih, baik secara positif maupun
negatif. Walaupun anak-anak demikian sering memilih untuk bermain dengan
119

dirinya sendiri, biasanya mereka adalah anak yang kompeten secara sosial dan
mampu menyesuaikan diri dengan baik.
Seperti persahabatan, penerimaan teman sebaya mempengaruhi penyesuaian diri.
Biasanya anak-anak yang ditolak oleh temannya mengalami kesulitan penyesuaian diri.
Intervensi untuk menolong anak-anak yang ditolak dapat berupa bimbingan dalam
kemampuan sosial, pengajaran intensif terhadap segi akademisnya, serta intervensi
sosial-kognitif seperti pelatihan pengambilan pespektif dan pemecahan masalah sosial.

Peer Groups
Peer group yaitu teman-teman sebaya yang membentuk unit sosial dengan cara
memperbanyak nilai-nilai yang unik, standard perilaku, serta stuktur sosial dari
pemimpin dan pengikut / anggotanya.
Peer group munculnya pada akhir middle childhood. Mereka terorganisir berdasarkan
kedekatan (misalnya satu kelas), kesamaan jenis kelamin, kesamaan etnik, dan
popularitas.hubungan pertemanan berkontribusi pada perkembangan rasa percaya
(trust), kepekaan (sensitivity), dan kedekatan (intimacy). Sedangkan dalam peer group
anak-anak mempraktekkan kerjasama, kepemimpinan, keanggotaan, dan loyalitas
terhadap tujuan bersama.

Peer Relations & Sociability


Teman sebaya mendukung sebagai agen sosialisasi melalui reinforcement (penguatan),
modeling, tekanan langsung terhadap perilaku sosial anak untuk memenuhi tuntutan
konformitas. Konformitas teman sebaya lebih erat pada awal masa remaja. Tapi
bagaimanapun juga, teman sebaya jarang menuntut konformitas total, dan tekanan
teman sebaya kebanyakan terfokus pada waktu yang singkat dan masalah harian seperti
pakaian serta selera musik. Mereka tidak memiliki konflik yang menggunakan nilai
orang dewasa. Dibandingkan teman sebaya, orangtua memiliki pengaruh yang lebih
pada hal-hal yang mendasar seperti penanaman nilai dan rencana pendidikan.

Television
Anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya menonton TV daripada aktivitas
lainnya. Anak-anak dari sosial ekonomi rendah, etnik minoritas, serta anak dari
120

keluarga besar cenderung lebih sering menonton TV. Terlalu sering menonton TV
berkaitan dengan kesulitan bergaul dengan keluarga dan teman sebaya.
Perkembangan kognitif dan pengalaman menonton TV secara bertahap mengarahkan
pada pemahaman bahasa TV. Sebelum usia 8 tahun, anak-anak belum mampu
menangkap secara utuh ketidak-nyataan fiksi yang ada di TV, belum mampu
mengasimilasi iklan TV, serta belum mampu mengevaluasinya.
Dalam penelitian secara luas, terdapat indikasi bahwa kekerasan yang disajikan oleh TV
memicu perilaku agresi, toleransi terhadap perilaku agresi orang lain dan
berkembangnya sudut pandang yang berbahaya dan penuh kekerasan mengenai dunia
ini. TV juga mempengaruhi munculnya pemahaman yang stereotip mengenai keyakinan
akan etnik dan gender. Anak-anak dengan mudah dimanipulasi oleh TV dan tidak
memahami maksud dibalik iklan-iklan TV. Tetapi sebaliknya, apabila TV menyajikan
program yang bebas dari kekerasan dan mengandung pengembangan kemampuan
kognitif serta pendidikan seperti sesame street dan blue’s clues maka ini akan mudah
dipahami oleh anak-anak.

Computers
Komputer dapat memberi keuntungan kognitif yang melimpah. Dalam kelas anak-anak
sering disajikan penggunaan komputer secara kolaboratif. Ketika anak-anak kecil
menggunakan komputer untuk memproses kata, mereka memproduksi hasil kualitas
bacaan yang lebih baik dan bertahan lama. Dengan program komputer anak-anak dapat
meningkatkan variasi dan kualitas proses kognitifnya.
Di sisi lain, game komputer yang dapat meningkatkan konsentrasi dan kemampuan
spasial anak, ternyata juga dapat memicu munculnya perilaku agresi dan kekerasan
(terutama game yang menyajikan kekerasan). Selain itu dapat membuat anak-anak
kurang dapat membedakan dunia nyata dengan dunia virtual.

Schooling
Sekolah sangat mempengaruhi berbagai aspek perkembangan. Kelas dengan ukuran
kecil pada awal sekolah dasar dapat mengarahkan anak pada prestasi akademik yang
konsisten. Filosofi guru dalam mengajar memainkan peran besar dalam pengalaman
belajar anak. Anak-anak yang berusia lebih tua dalam suatu kelas tradisional memiliki
lebih sedikit prestasi akademik. Murid-murid pada kelas terbuka cenderung lebih kritis
121

dalam berpikir, lebih menghargai perbedaan individual dan memiliki sikap positif
terhadap sekolah. Anak-anak prasekolah (playgroup) dan taman kanak-kanak pada kelas
tradisional memiliki perilaku stress yang lebih banyak dan memiliki lebih sedikit
kebiasaan berprestasi pada jenjang sekolah selanjutnya.
Pengalaman prasekolah, gaya perilaku prososial yang bersahabat, sikap positif terhadap
sekolah, juga dukungan dari teman dan guru serta partisipasi dalam kelas dapat
memprediksikan prestasi yang tinggi di taman kanak-kanak. Sebaliknya, taman kanak-
kanak yang banyak memiliki anak-anak antisosial, gaya persahabatan yang saling
menghindar menghasilkan hubungan yang penuh konflik dengan guru serta menjadi
predictor bagi masalah akademis.
Interaksi guru dan murid mempengaruhi kemajuan akademis anak-anak. Instruksi yang
memberi dukungan terhadap pemikiran tingkat tinggi, memicu ketertarikan dan
keterlibatan siswa dalam kelas. Education self-fulfilling prophecies kebanyakan muncul
pada kelas yang memperluas kompetisi dan evaluasi public. Kelas demikian
berpengaruh besar pada anak-anak berprestasi rendah. Education self-fulfilling
prophecies yaitu suatu ide bahwa murid-murid boleh mengadopsi sikap positif atau
negatif guru terhadap mereka dan mulai berbuat sesuai dengan pandangan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai