Anda di halaman 1dari 5

Demensia atau yang lebih dikenal masyarakat sebagai pikun sering dianggap proses yang normal pada orang

tua,

karena merupakan proses penuaan.

Pada kenyataannya sebagian besar demensia ini dapat dicegah atau diobati karena bersifat reversible atau potensial

reversible bila terdeteksi dini dan dilakukan penatalaksanaan yang tepat.

Artikel ini akan membahas Demensia Vaskuler yang merupakan 50% jenis Demensia dikawasan Asia.

MAKIN lama usia harapan hidup (life expectancy) makin meningkat. Tahun 1990 usia harapan hidup 59,8 tahun,

dengan kelompok usia lanjut ( lansia) 5,5%. Tahun 2000, usia harapan hidup 65 tahun, dengan kelompok lansia 7,28 %.

Sedangkan tahun 2020 usia harapan hidup diperkirakan 71,1 tahun dengan  kelompok lansia 11,34 % (diperkirakan

berjumlah sebanyak 28 juta jiwa), ini merupakan peringkat tertinggi keempat setelah Republik Rakyat Cina (RRC), India

dan Amerika Latin. Dari kelompok lansia tersebut 15 % adalah penderita demensia.

Dengan demikiaan dapat dimengerti bahwa meningkatnya usia harapan hidup akan meningkatkan pula populasi

demensia.

Pengaruh lain dari meningkatnya usia harapan hidup adalah meningkat pula penyakit kardiovakuler antara lain stroke

yang  meningkat pada usia 65 tahun dan telah diketahui/disepakati sebagai penyebab demensia vaskuler.

Lansia selain mengalami kemunduran fisik juga sering mengalami kemunduran fungsi intelektual. Demensia yang

dikenal sebagai pikun adalah suatu kemunduran intelektual berat dan progresif yang akan mengganggu fungsi sosial,

pekerjaan dan aktivitas harian seseorang.

Demensia dapat disebabkan oleh berbagai sebab, antara lain oleh penyakit yang menyangkut kesehatan umum seperti

penyakit jantung, paru, ginjal, gangguan darah, infeksi, gangguan nutrisi, berbagai keadaan keracunan serta kelainan

otak primer seperti stroke, infeksi dan proses degenerasi.

Sebagian besar demensia ini bersifat reversible atau potensial reversible bila terdeteksi dini, dengan kata lain dapat

sembuh bila dilakukan penatalaksanaan yang tepat sebelum terlambat.

Atas dasar neuropatologi, demensia dibedakan menjadi dua kelompok ialah vaskuler (misalnya Demensia pasca stroke)

dan demensia nonvaskuler (misalnya Demensia Alzheimer’s). Namun dalam beberapa hal masih sulit dibedakan

terutama pada aspek faktor penyebab, gejala klinis, maupun penanganannya karena sering terjadi keadaan yang

tumpang tindih.

Kesulitan tersebut dibuktikan bahwa ternyata  20-30% demensia Alzheimer’s juga mempunyai faktor risiko vaskuler

(gangguan yang diakibatkan adanya masalah pembuluh darah) umum misal hipertensi/ darah tinggi, kadar kolesterol

dan homosistein yang tinggi secara bersamaan.

Bila dibanding dengan demensia Alzheimer’s (DA) maupun demensia jenis lain (demensia Lewy bodies) maka demensia

Vaskuler (DVa) menempati urutan kedua (15- 20 %).

Angka ini sangat bervariasi karena di Amerika dan Eropa DVa adalah 20-30 %, sedangkan di Asia justru  50% adalah

DVa  dan apabila dilihat  dari etiologinya Demensia Pasca Stroke merupakan 15-30% dari demensia vaskuler.

Faktor Risiko Usia lanjut ditambah riwayat stroke sebelumnya, pendidikan rendah dan penyakit alzheimer asimtomatik

secara konsisten meningkatkan risiko demensia pasca stroke. Penelitian 10 tahun terakhir menunjukan bahwa
prevalensi demensia hampir 5% pada populasi usia di atas 65 tahun dan menunjukan peningkatan yang kuat sesuai

bertambahnya usia, meningkat 14% pada usia 65-69 tahun dan  24% – 50 % pada usia  85 tahun ke atas. Peneliti lain

mendapatkan risiko kumulatif setelah 3 tahun adalah 30%.

Telah disepakati hipertensi sebagai faktor risiko terhadap stroke dan penyakit jantung koroner. Juga telah terbukti pula

bahwa pengobatan hipertensi pada usia lanjut dapat menurunkan secara bermakna angka kejadian stroke dan kematian

kardiovaskuler. Pada tahun terakhir ini telah diketahui pula bahwa demensia dan penurunan fungsi kognitif juga

bertambah sebagai akibat dari hipertensi..

Pada salah satu penelitian yang membandingkan antara 40 penderita stroke demensia dini dengan 31 penderita stroke

non demensia menyimpulkan bahwa ternyata hipertensi terdapat paling sering  pada penderita dengan demensia.

Hasil-hasil penelitian lain menunjukkan bahwa kemungkinan terjadi demensia pada:

Usia di atas  75 tahun adalah 2,5 kali lebih besar bila dibandingkan dengan usia yang lebih muda; Etnis Asia, Caribia

atau Afrika 1.9ñ3.4 kali lebih besar dibandingkan dengan etnis lain;

kelainan di belahan otak kiri 1,6 kali lebih besar daripada kanan; kelainan lapangan pandang 2 kali lebih besar daripada

yang lapangan pandangnya normal dan pada inkontinensia urine (gangguan kencing) 4,8 kali lebih besar dibanding

yang tak mengalami kelainan.

Faktor risiko lain yang dikaitkan dengan demensia vaskuler adalah:

Atrial fibrilasi (gangguan irama jantung), Diabetes mellitus (kencing manis), Beratnya stroke (severity of stroke at

admission), Gangguan fungsi kognitif sebelumnya (premorbid cognitive impairment) dan Pendidikan rendah (reduced

years of education).

Gejala Klinik Karena penyebab demensia vaskuler bermacam-macam maka dapat dimengerti bahwa gejala klinisnya

juga bervariasi. Pada demensia vaskuler pasca stroke, sering terjadi kelainan lain (tergantung lokasi kelainannya)

seperti hemiparesis (lemah sesisi tubuh), hemianopsia (hilang separo lapangan pandang),  paresis saraf cranial

(kelemahan saraf otak) dapat menyebabkan disartria (pelo), disfagia (sulit menelan) dan lain-lain.

Didapatkan pula defisit fungsi kognitif seperti afasia (gangguan berbahasa), apraksia (ganggaun gerak tangkas),

visuospasial (gangguan kemampuan pandang ruang), atensi dan konsentrasi.

Selain hal-hal tersebut diatas tentu saja didapatkan gangguan kognitif defisit memori (yang paling menonjol) dan

disertai dengan gangguan satu atau lebih fungsi kognitif yang lain.

Gejala klinis psikiatri yang  nampak pada semua jenis demensia adalah  BPSD (Behavioral  and  Psychological Symptoms

of Dementias ) berupa gejala psikologis dan masalah perilaku.

Gejala psikologis yang sering dijumpai adalah perubahan kepribadian, depresi, apati, mania, ansietas, waham,

halusinasi, iritablitas, dan disforia.

Sedangkan masalah perilaku yang sering ditemui adalah agitasi, agresifitas, wandering (mengembara), aktifitas tak

bertujuan (purposeless activity), pesta minuman keras (binge eating), hyperorality, inkontinensia urine dan gangguan

tidur.

Beberapa peneliti mendapatkan kejadian depresi pasca sroke pada tahun pertama sekitar 50%. dan separuh dari kasus

ini mengalami  depresi minor ditandai dengan  menonjolnya  tanda psikologis dari pada  keluhan somatiknya.
Waktu timbulnya gejala klinis Demensia vaskuler setelah terjaninya stroke bervariasi antara 2 minggu  sampai  3 bulan

bahkan bisa sampai 15  bulan.

Sedangkan Multi Infark Demensia (MID) salah satu demensia vaskuler yang tejadinya lambat (insidious) mirip dengan

demensia Alzheimer’s.

Diagnosis Setidaknya ada 3 pertanyaan yang menjadi pertimbangan untuk menegakkan seseorang menderita demensia.

Pertanyaan pertama, apakah pasien penderita demensia ?

Dikatakan menderita demensia apabila terdapat gangguan/kelemahan memori ditambah satu atau lebih domain

kognitif : afasia, apraksia, agnosia, atau gangguan eksekutif.

Dan apakah gangguan tesebut mempengaruhi fungsi sosial atau pekerjaanya. Pertanyaan kedua, apakah penderira

menderita demensia  saja atau ada komorbid dengan keadaan lain?

Keadaaan lain tersebut misalnya delirium (bingung), depresi, penyalagunaann zat/obat-obatan, keadaan / penyakit 

yang mendahului sebagai penyebab utama.

Dan pertanyaan ketiga, apa penyebab demensia  pada penderita tersebut ? ada penyakit-penyakit umum yang dapat

menyebabkan demensia tetapi juga ada penyakit  yang tidak biasa.

Beberapa pemeriksaan akan dilakukan untuk menegakkan diagnosis berupa pemeriksaan klinik, fisik, neuropsikologi

dan behaviour yang berkaitan dengan demensia.

Pemeriksaan lain adalah laboratorium darah dan pencitraan otak baik untuk pencitraan struktural (misalnya dengan CT

Scan atau MRI) maupun fungsional.

Penatalaksanaan Upaya mengontrol faktor risiko vaskuler yang sekaligus sebagai faktor risiko stroke merupakan

strategi optimal dalam pencegahan demensia vaskuler.

Tujuan / sasaran dan upaya penanganan demensia vaskuler, diantaranya adalah upaya pencegahan serangan ulang

stroke dengan penanganan faktor risiko stroke, hal ini juga merupakan upaya menghambat progresifitasnnya.

Beberapa penelitian berskala besar membuktikan bahwa pengobatan hipertensi dengan penggunaan obat anti

hipertensi  dan penggunaan statin secara bermakna dapat mengurangi insiden demensia pada kelompok lansia.

Demikian juga kontrol terhadap faktor risiko vaskuler yang lain seperti merokok, hiperfibrinogenemia, ortostatik

hipotensi, aritmia jantung, penyakit jantung kongestif, obstructive sleep apnea (tidur ngorok) dan faktor hemorheologi

(hiperviskositas) serta kontrol kadar gula pada penderita DM.

Selain pengendalian faktor-faktor tersebut di atas adalah pengobatan simtomatik untuk memperbaiki keluhan dan

gejala gangguan kognitif/ demensianya.

Sedangkan terapi non farmakologik yang dapat dilakukan adalah dukungan dari keluarga, manipulasi lingkungan dan

penanganan pasien (berupa latihan & rehabilitasi)

Prognosis Prognosis tergantung pada beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain demensia pre stroke, atrial

fibrilasi, gagal jantung dan beratnya stroke.

Juga berat ringannya masalah kecacatan fisik yang menyebabkan kesulitan ambulasi, mungkin gangguan proses

menelan meningkatkan risiko aspirasi pneumonia, kondisi tirah baring lama dapat menimbulkan dekubitus dan

masalah behavioral/ perilaku.


Pada beberapa penelitian menunjukan bahwa usia harapan hidup lebih pendek 50% pada penderita laki-laki. Kematian

bisa disebabkan oleh komplikasi demensianya, penyakit kardivaskuler serta penyebab lain termasuk keganasan. Dalam

observasi selama 4 tahun ternyata gangguan kognitif berhubungan secara bermakna dengan kecacatan dan kematian.

Akhir-akhir ini terbukti bahwa demensia juga merupakan faktor risiko stroke, dan demensia pasca stroke mempunyai

pengaruh buruk pada harapan hidup penderita jangka panjang .(13)

– dr. Dwi Pudjonarko ”Onang”, M.Kes, Sp.S, Spesialis Saraf,  Dosen pada Bag/ SMF Ilmu Penyakit Saraf Fak. Kedokteran

Undip/ RSUP. Dr. Kariadi Semarang


http://rikzaramadhan.wordpress.com/category/kesehatan/

LATAR BELAKANG
Permasalahan kesehatan yang dihadapi sampai saat ini cukup kompleks, karena upaya kesehatan belum dapat
menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007
diketahui penyebab kematian di Indonesia untuk semua umur, telah terjadi pergeseran dari penyakit menular
ke penyakit tidak menular, yaitu penyebab kematian pada untuk usia > 5 tahun, penyebab kematian yang
terbanyak adalah stroke, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Hasil Riskesdas 2007 juga menggambarkan
hubungan penyakit degeneratif seperti sindroma metabolik, stroke, hipertensi, obesitas dan penyakit jantung
dengan status sosial ekonomi masyarakat (pendidikan, kemiskinan, dan lain-lain). Prevalensi gizi buruk yang
berada di atas rata-rata nasional (5,4%) ditemukan pada 21 provinsi dan 216 kabupaten/kota. Sedangkan
berdasarkan gabungan hasil pengukuran gizi buruk dan gizi kurang Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa
sebanyak 19 provinsi mempunyai prevalensi gizi buruk dan gizi kurang di atas prevalensi nasional sebesar
18,4%. Namun demikian, target rencana pembangunan jangka menengah untuk pencapaian program perbaikan
gizi yang diproyeksikan sebesar 20%, dan target Millenium Development Goals sebesar 18,5% pada 2015,
telah dapat dicapai pada 2007.

Sehubungan dengan hal tersebut, perlu terus ditingkatkan upaya-upaya untuk memperluas jangkauan dan
mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan mutu pelayanan yang baik, berkelanjutan dan
dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama keluarga miskin rawan kesehatan/risiko tinggi. Upaya
pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat melalui upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan
pengembangan. Salah satu upaya kesehatan pengembangan yang dilakukan oleh Puskesmas Harapan Raya
adalah program Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas). Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan
RI Nomor: 128/Menkes/SK/II/Tahun 2004 tentang kebijakan dasar Puskesmas, upaya perawatan kesehatan
masyarakat merupakan upaya program pengembangan yang kegiatannya terintegrasi dalam upaya kesehatan
wajib maupun upaya kesehatan pengembangan.
Perawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas) merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan dasar yang
dilaksanakan oleh Puskesmas. Perkesmas dilakukan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan dasar.
Pelaksanaan Perkesmas bertujuan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah
kesehatan yang dihadapi, sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal. Untuk mengupayakan terbinanya
kesehatan masyarakat, maka diharapkan 40 % keluarga rawan kesehatan memperoleh kunjungan rumah dan
pembinaan kesehatan oleh tenaga kesehatan melalui kegiatan perkesmas.

Sasaran perawatan kesehatan masyarakat adalah individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang
mempunyai masalah kesehatan akibat faktor ketidaktahuan, ketidakmauan maupun ketidakmampuan dalam
menyelesaikan masalah kesehatannya. Prioritas sasaran adalah yang mempunyai masalah kesehatan terkait
dengan masalah kesehatan prioritas daerah yaitu belum kontak dengan sarana pelayanan kesehatan atau sudah
memanfaatkan tetapi memerlukan tindak lanjut. Fokus utama pada keluarga rawan kesehatan yaitu keluarga
miskin yang rentan dan keluarga yang termasuk resiko tinggi.4 Keluarga yang tidak mendapat pelayanan
perkesmas merupakan beban sosial dan ekonomi serta dapat berdampak buruk terhadap masyarakat lainnya.
Pemerintah memiliki tanggung jawab melindungi kesehatan masyarakat dan memberikan akses ke pelayanan
kesehatan terutama bagi keluarga yang memiliki hambatan untuk mencapai pusat-pusat pelayanan kesehatan.
Penduduk rawan ini telah menjadi salah satu bagian sasaran program Perkesmas di Puskesmas.

Berdasarkan penelitian Septino (2007) diketahui beberapa masalah Perkesmas yang dihadapi pada Puskesmas-
Puskesmas di Indonesia antara lain laporan yang tidak sesuai dari Puskesmas, Puskesmas yang tidak membuat
rencana tahunan dan jumlah sasaran tidak dilakukan pendataan. Tentang masalah dana, Dinas Kesehatan
memberikan dana secara block grand ke Puskesmas berdasarkan usulan kegiatan yang mereka buat.
Selanjutnya, tentang sarana dan prasarana seperti Public Health Nursing (PHN) kit, obat, buku pedoman dan
formulir laporan sudah tersedia, tetapi pencapaiannya masih rendah.

http://belibis-a17.com/2010/05/11/public-health-nursing/

Anda mungkin juga menyukai