DEFINISI
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang di sebabkan oleh mycobacterium tuberculosis
yaitu suatu bakteri tahan asam yang bersifat sistemik. Bisa mengenai organ tubuh dengan
lokasi terbanyak adalah di paru karena bacteri ini adalah aerob, paru sebagai lokasi
infeksi primer dan membentuk primer kompleks TB (PKTB).
EPIDEMIOLOGI
Sejak tahun 1990, diadakan deteksi terhadap penyakit yang kembali muncul dan menjadi
masalah dinegara maju. Salah satu di antaranya adalah TB WHO memperkirakan bahwa
sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh M. tuberculosis dengan angka tertinggi di
Afrika,Asia, dan Amerika latin.
Tuberculosis terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di Negara
berkembang, tetapi juga di negara maju. Tuberculosis tetap merupakan salah satu
penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas, baik di Negara berkembang
maupun di Negara maju. Ada tiga hal yang mempengaruhi epidemiologi TB setelah
tahun 1990, yaitu perubahan strategi pengendalian, infeksi HIV, dan perubahan populasi
yang cepat.(buku ajar respirologi anak)
INSIDENSI
Menurut perkiraan WHO pada tahun 1999, jumlah kasus TB baru di Indonesia adalah
583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian sekitar 140.000 orang pertahun.
WHO memperkirakan bahwa TB merupakan penyakit infeksi yang paling banyak
menyebabkan kematian pada anak dan orang dewasa. Kematian akibat TB paling banyak
daripada kematian akibat malaria dan AODS. Pada wanita, kematian akibat TB lebih
banyak dibandingkan kematian kehamilan, persalinan dan nifas.
Jumlah seluruh kasus TB anak dari tujuh rumah sakit Pusat Pendidikan di Indonesia
selama 5 tahun (1998-2002) adalah 1086 penyandang TB dengan angka kematian yang
bervariasi dari 0%-14,1%. Kelompok usia terbanyak adalah 12-60 bulan (42,9),
sedangkan unruk bayi <12 bulan didapatkan 16,5%.
Karena sulitnya menegakan diagnosis TB pada anak, data TB anak sangat terbatas,
termsuk di Indonesia. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, WHO sedang melakukan
upaya dengan cara membuat consensus diagnosis di berbagai Negara. Dengan adanya
konsensus ini, diharapkan diagnosis TB anak dapat ditegakan, sehingga kemungkinan
“overdiagnosis” atau “underdiagnosis” dapat diperkecil sehingga angka prevalensi
pastinya dapat diketahui.
ETIOLOGI
PKTB dapat disebabkan oleh Mycobacterium Tubercolusis, M bovis, M afrikanum, M
canetri, sedangkan penurunan system pertahanan tubuh atau belum sempurnanya system
pertahanan tubuh pada anak yang belum sempurna, dapat menyebabkan mudahnya
bakteri TB masuk. Dan biasanya penyulit yang menyertai adalah diagnosis PKTB.
PATOGENESIS
Basil tbc masuk melalui penderita inhalasi droplet batuk penderita tbc BTA
positive lalu masuk paru sebagai (port d’entre). Berkembang biak didalam alveoli,
sebagian besar mati dan sebagian masih tetap hidup dalam sel fagosit yang non active,
selanjutnya masuk ke aliran limfe ke lymfonodiregional termasuk hilus paru, lalu basil ini
berkembang biak dan membesar dalam 2-12 minggu dan terjadi pula hipersensasi.
Keadaan tersebut disebut dengan kompleks primer tbc (PKTB). Pada saat terjadi komplek
primer, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah terjadi kompleks primer,
imunitas tubuh terhadap TB terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya
hipersensitifitas tuberkuloprotein, yaitu uji tuberculin positif. Setelah imunitas selular
terbentuk PKTB ini bisa sembuh total bila daya tubuh kuat dan meninggsalkan jaringan
fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis kaseosa yang terselebung. Bisa juga
basil berkembang biak bila daya tubuh rendah dengan proses perkejuan yang betlanjut
makin luas.
FAKTOR RESIKO
Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya
penyakit TB pada anak. Factor-faktor tersebut dibagi menjadi factor risiko infeksi dan
factor resiko progresi infeksi menjadi penyakit.
• Risiko infeksi TB
Factor resiko terjadinya penyakit TB antara lain adalah anak yang terpajan dengan
orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis , kemiskinan,
lingkungan yang tidak sehat (hygiene dan sanitasi tidak baik), dan tempat
penampungan umum (panti asuhan, penjara, atau panti perawatan lain), yang banyak
terdapat pasien TB dewasa aktif.
Sumber infeksi TB pada anak yang terpenting adalah pajanan terhadap orang
dewasa yang infeksius, terutama dengan BTA positif. Berarti bayi dari seorang ibu
dengan BTA sputum positif memiliki resiko tertinggi terinfeksi TB. Semakin erat
bayi tersebut dengan ibunya, semakin besar pula kemungkinan bayi tersebut terkena
percik droplet yang infeksius.
Pasien TB jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa
disekitarnya. Hal ini dikarenakan kuman TB sangat jarang di temukan di dalam
secret endobronkial pasien anak.
• Resiko sakit TB
Anak dengan infeksi TB tidak selalu sakit TB. Berikut ini adalah factor-faktor yang
dapat berkembangnya infeksi TB menjadi sakit TB. Factor resiko yang pertama
adalah usia. Anak yang berusia <5 tahun mempunyai resiko lebih besar menaglami
progesi infeksi menjadi sakit TB karena imunitas selulernya belum matur atau
berkembang sempurna. Akan tetapi resiko sakit TB ini akan berkurang seiring
bertambahnya usia.
Factor resiko selanjutnya adalah infeksi baru yang ditandai dengan adanya
konversi tuberculin (dari negatif menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir, factor
resiko lainnya adalah malnutrisi, imunokompremais (misalnya pada infeksi HIV,
keganasan, transplantasi organ, dan pengobatan imunosupresi), DM, dan gagal
ginjal.
GAMBARAN KLINIS
DIAGNOSIS
Diagnosis tbc pada anak pastinya bila ditemukan basil tbc (BTA). Basil tbc bisa
diketemukan lewat ludah atau kurasan lambung atau biopsy, tetapi untuk menemukan
BTA pada anak sangat sulit sehingga diagnosis tbc pada anak didasarkan pada
anamnesis, gejala klinis,uji tuberculin, pemeriksaan laboratorium darah, dan gambaran
radiologis.
Anamnesi ditanyakan apakah penderita ada kontak dengan penderita TB BTA pos atau
dekat dengan orang dewasa dengan batuk batuk lama (>2 minggu) atau batuk darah
Pemeriksaan penunjang:
I. Uji Tuberkulin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik yang
kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB (telah
ada kompleks primer dalam tubuhnya dan telah terbentuk imunitas selular terhadap TB),
maka akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena
vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin dan terakumulasinya sel-sel inflamasi di daerah
suntikan. Ukuran indurasi dan bentuk reaksi tuberkulin tidak dapat menentukan tingkat
aktivitas dan beratnya proses penyakit.
Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT-
232TU atau PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan
dilakukan 48—72 jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang
timbul, bukan hiperemi/eritemanya. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk
menentukan tepi indurasi, ditandai dengan pulpen, kemudian diameter transversal
indurasi diukur dengan alat pengukur transparan, dan hasilnya dinyatakan dalani
milimeter. Jika tidak timbul indurasi sama sekali, hasilnya dilaporkan sebagai 0 mm,
jangan hanya dilaporkan sebagai negative. Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan
diameter indurasi > 10 mm dinyatakan positif tanpa menghiraukan penyebabnya.
Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10—15 mm
dinyatakan uji tuberkulin positif, kemungkinan besar karena infeksi TB alamiah, tetapi
masih mungkin disebabkan oleh BCGnya. Akan tetapi, bila ukuran indurasi >15 mm,
hasil positif ini sangat mungkin karena infeksi TB alamiah. Pada keadaan tertentu, yaitu
tertekannya sistem imun (imunokompromais), maka cut off-point hasil positif yang
digunakan adalah ≥5 mm.
Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada tiga keadaan sebagai berikut:
1. Infeksi TB alamiah
a. infeksi TB tanpa sakit TB (infeksi TB laten)
b. infeksi TB dan sakit TB
c. TB yang telah sembuh.
2. lmunisasi BCG (infeksi TB buatan).
3. Infeksi mikobakterium atipik.
Uji tuberkulin negatif dapat dijumpai pada tiga keadaan berikut:
1. Tidak ada infeksi TB.
2. Dalam masa inkubasi infeksi TB.
3. Anergi.
II. Uji interferon
Didasarkan adanya pelepasan sitokin inflamasi yang dihasilkan oleh sel limfosit T
yang sebelumnya telah tersensitisasi antigen M. tuberculosis. Pada uji tuberculin, antigen
M. tb yang disuntikkan di bawah lapisan epidermis menyebabkan infiltrasi limfosit dan
dilepaskannya sitokin inflamasi. Reaksi inflamasi ini menyebabkan akumulasi sel-sel
inflamasi dan menyebabkan terjadinya indurasi pada tempat penyuntikan.
III. Radiologis
Gambaran foto toraks pada TB tidak khas; kelainan-kelainan radiologis pada TB
dapat juga dijumpai pada penyakit lain. Sebaliknya, foto toraks yang normal (tidak
terdetek secara radiologis) tidak dapat menyingkirkan diagnosis TB jika klinis dan
pemeriksaan penunjang lain mendukung. Secara umum gambaran radiologis yang
sugestif TB adalah : pembesaran kelenjar hilus dengan/tanpa infiltrate, konsolidasi
segmental, milier, kalsifikasi dengan infiltrate, atelektasis, infiltrate, efusi pleura,
tuberkuloma.
IV. Mikrobiologis
Diagnosis pasti TB ditegakkan bila ditemukan kuman TB pada pemeriksaan
mikrobiologis. pemeriksaan mikrobiologis yang dilakukan terdiri dari dua macam:
pemeriksaan mikrobiologis apusan langsung untuk BTA dan pemeriksaan biakan kuman
M. tubercuosis
V. Patologi Anatomi
Menunjukkan gambaran granuloma yang ukurannya kecil, terbentuk dari agregasi sel
epitelloid yang dikelilingi limfosit. Granuloma tersebut memiliki karakteristik area
nekrosis kaseosa di tegah granuloma. Gambaran khas lainnya ditemukannya
multinucleated giant cell (sel datia langerhans).
ALUR DETEKSI DINI
1. Riwayat kontak penderita BTA positive
2. reaksi cepat BCG
3. berat badan tidak meningkat dalam 1 bulan meski mendapat gizi seimbang dan
nafsu makan yang menurun
4. demam lama dengan atau tanpa sebab yang jelas
5. batuk lama atau tanpa
6. pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang spesifik
7. konjungtivitis
8. uji tuberculin positive
9. gambaran ro-foto:suggestive positive TB
Bila ada 3 gejala atau lebih di ats maka positive TB
3 tanda/lebih
Dianggap TB
Beri OAT
Observasi 2 bulan
Membaik Memburuk
Rujuk ke RS
PENATALAKSANAAN
Beberapa hal penting dalam penatalaksanaan TB anak adalah:
• Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan dalam
monoterapi
• Pemberian gizi yang kuat
• Mencari penyakit penyerta dan jika ada ditatalaksana secara simultan.
Tatalaksana medikamentosa TB anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan
profilaksis (pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan
profilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer atau anak yang
terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder)).
Paduan Obat Terapi TB Anak
Prinsip dasar terapi TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu
relatif lama (6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan
pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan (4 bulan kecuali pada TB berat). Pemberian
paduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk
membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pemberian obat jangka
panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
kekambuhan. OAT diberikan setiap hari dengan paduan obat yaitu rifampisin, isoniazid
dan pirazinamid. Pada fase intensif diberikan rifampisin, isoniazid dan pirazinamid.
Sedangkan pada fase lanjutan diberikan rifampisin dan isoniazid. Untuk kasus TB
tertentu yaitu : TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB endobronkial, meningitis
TB, dan peritonitis TB diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg
BB/hari, dibagi 3 dosis. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis
penuh dilanjutkan taffering off dalam jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian
steroid adalah untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah terjadinya perlekatan
jaringan.
Kategori Anak (2RHZ/ 4RH)
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam
waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun
tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.
Dosis OAT Kombipak pada anak
Jenis Obat BB BB BB
< 10 kg 10 - 19 kg 20 - 32 kg
Isoniasid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampicin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirasinamid 150 mg 300 mg 600 mg
KASUS
Seorang anak perempuan berumur dua tahun enam bulan di bawa ibunya ke rumah sakit
(RS) dengan keluhan demam sejak 1 minggu yang lalu, 8 bulan sebelumnya hingga
sekarang anak tidak mengalami kenaikan berat badannya bahkan sampai dibawah garis
merah KMS, 3 bulan yang lalu anak pernah batuk, pilek, disertai dengan diare. Meski
setiap sakit tidak lama dan bisa sembuh sendiri namun mudah kambuh kembali, ibu juga
mengeluh anak sulit makan. Penderita tinggal bersama pamannya yang sedang
mengalami batuk dan sedang dalam pengobatan rutin. Hsil pemeriksaan fisik berat badan
didapatkan 10 kg dan panjang badan 80 cm dan terdapat pembesaran limfonodi didaerah
leher, axial, namun bila ditekan tidak sakit.