Anda di halaman 1dari 6

Wawasan Manajemen Organisasi Profesi Kesehatan

Wawasan Manajemen Organisasi Profesi Kesehatan


Menuju Kemandirian*

Oleh
Ansor Usman
(Ketua Bidang Organisasi & Humas DPP IKATEMI)

Sumber daya manusia organisasi Profesi Kesehatan harus memiliki 3 kecerdasan dalam
mengelola lembaga pendidikan, karena hal ini langsung bersentuhan dengan pengelolaan
makhluk hidup (manusia) yang unik. Adapun ketiga kecerdasan itu adalah sebagai berikut :
Emotional Quotient (EQ)
Spiritual Quotient (SQ)
Intelligence Quotient (IQ)
Kebutuhan ketiga kecerdasan itu adalah merupakan suatu keharusan bagi seluruh aktifis
organisasi profesi kesehatan agar dapat mencapai suatu tujuan yang optimal bagi organisasi
profesi yang bermartabat, bermoral, berkualitas dan tangguh menghadapi tantangan di masa
depan.
Disamping ketiga kecerdasan tersebut diatas organisasi profesi memerlukan juga wawasan
lain seperti :
1. Wawasan Manajemen Sumber Daya Manusia.
2. Wawasan Manajemen Keuangan.
3. Wawasan Manajemen Umum.
4. Wawasan Kemandirian organisasi profesi

Pendahuluan
Pertumbuhan profesi dan demikian juga kaum profesional merupakan fakta penting yang
menyertai system pembagian kerja dalam masyarakat industrial modern.” Suatu masyarakat
yang melancarkan industrialisasi,” kata seorang sosiolog terkemuka,”adalah masyarakat yang
menjalankan profesionalisasi.”Profesi, karenanya, memperoleh kedudukan istimewa dalam
kehidupan masyarakat. Kepadanya sering dilekatkan atribut-atribut yang sarat nilai, seperti
memberi pelayanan altruistic dan memiliki otonomi. Kaum professional malah kerap ditunjuk
sebagai pelopor dan pengawal demokrasi.
Terence J. Jhonson menganggap semua atribut itu sekedar mitos. Dengan mengajukan
kerangka analis sebagai alternative terhadap pendekatan lama - teori ciri dan teori fungsional
- ia sebaliknya menunjukan bahwa tidak jarang kaum professional justru menjadi alat
eksploitatif. “Di bawah kondisi sekarang profesionalisme telah mengalami kemerosotan,”
kata Johnson, yang bekerja sebagai peneliti tamu pada Institute of Commonwealth Studies,
Universitas London.
Organisasi profesi merupakan suatu organisasi sosial formal tingkat tertinggi. Fungsi sosial
formal tersebut menjadikan organisasi profesi sebagai lembaga peradaban, sehingga
diharapkan terjadi proses yang mengarah kepada pemberdayaan manusia akan terjadi dalam
kegiatan organisasi profesi tersebut.
Syarat utama agar proses organisasi profesi dapat terjadi dengan baik sesuai dengan misinya
dalam standar profesi adalah suasana professional. Berbagai kebijakan dibuat untuk menjadi
rambu-rambu kegiatan yang tetap bertumpu kepada norma yang ditetapkan bersama,
sehingga mampu menghasilkan produk nyata maupun maya sesuai dengan misi Standar
organisasi Profesi. Pola penyusunan berbagai kegiatan harus dilaksanakan atas dasar
masukan dari komunitas profesi. Jadi harus disusun mekanisme agar semua masukan dari
bawah dapat tertampung dengan baik dan diimplementasikan dalam wujud berbagai
kebijakan untuk digunakan sebagai rencana penyusunan kegiatan. Rencana strategi kegiatan
agar dijamin dapat berjalan harus disertai rencana pendanaannya.

Suasana Profesional
Suasana kegiatan organisasi profesi merupakan acuan utama penataan sistem di organisasi
profesi agar misi dari organisasi profesi dapat berjalan. Susana kegiatan organisasi profesi
hanya mungkin berjalan jika proses aktifitas secara utuh terjadi di dalam lembaga organisasi
profesi itu sendiri. Proses secara utuh artinya titik berat kegiatan ada di dalam lembaga.
Artinya para pengurus, aktifis atau voluntir tidak hanya bekerja untuk kepentingan sendiri,
melainkan berbagai kegiatan lainnya sedapat mungkin dilakukan di dalam lembaga organisasi
profesi. Jadi dalam hal anggota organisasi profesi selain bekerja di dalam tempatnya masing-
masing dapat belajar dengan melihat bagaimana para aktifis organisasi profesi bekerja sesuai
dengan standard profesi. Agar segalanya berjalan dengan baik harus dilakukan
pemberdayaan.
Paradigma dalam usaha memperoleh nilai tambah bagi para pengurus organisasi profesi yang
selama ini dilakukan diluar kelembagaan organisasi profesi diubah dengan paradigma baru
yaitu menarik nilai tambah masuk ke lembaga organisasi profesi dengan harapan seluruh
jajaran aktifis /anggota profesi bisa diberdayakan.

Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah suatu proses yang harus dilalui agar setiap individu dalam lembaga dan
lembaganya dapat secara optimal melaksanakan fungsinya sehingga dihasilkan produk yang
optimal pula. Setidaknya ada sepuluh cara untuk melakukan proses pemberdayaan, yaitu:
• pembagian tanggung jawab
• pembagian wewenang
• pemberdayaan
• latihan dan pengembangan
• pemberian informasi dan pengetahuan
• umpan balik
• penghargaan
• kepercayaan
• pengertian belajar dari kegagalan
• pemberian rasa hormat

Pemberdayaan merupakan kegiatan yang harus dilaksanakan di organisasi profesi dengan


tujuan agar suasana profesional akan tercipta dengan baik. Individu maupun institusi yang
telah berdaya dapat melaksanakan tugasnya dimana semua tindakan bersifat cerdas, artinya
tahu apa yang dikerjakannya dengan seluruh konsekuensinya.

Mutu
Mutu adalah syarat dasar untuk kegiatan organisasi profesi. Mutu produk yang baik hanya
dapat diperoleh melalui proses yang baik pula. Produk akan menjadi komoditas setelah
melalui standar mutu yang tertentu sesuai dengan keinginan konsumen. Untuk organisasi
profesi mutu hanya dapat dicapai jika di dalam proses pelatihan tercipta suasana profesional
yang wajar di kelembagaan.
Suasana kelembagaan ialah suasana dimana seluruh kegiatan kelembagaan organisasi profesi
terjadi. Acuan ini menjadikan aktifis sebagai sumber daya utama di organisasi profesi
berdasarkan standar-standar International. Sehubungan dengan itu keberadaan aktifis profesi
di kelembagaan untuk melakukan kegiatan pelatihan profesional (termasuk penelitian),
manajerial, dan kegiatan lain merupakan keharusan agar tercipta suasana professional di
organisasi profesi. Pengujian apakah suatu organisasi profesi telah melampaui standar mutu
minimum sehingga masyarakat dan pemerintah bertindak sebagai konsumen yang dengan
sengaja harus melakukan transaksi produk kepada lembaga organisasi profesi tersebut, karena
organisasi profesi menjadi badan hukum.
Agar otonomi organisasi profesi dapat berjalan, pola pikir kegiatan yang berbasis kepada
suasana profesional perlu lebih dilakukan secara intensif sehingga dapat dilakukan
pengukuran-pengukuran kinerja. Kinerja yang baik nantinya akan menjadi dasar untuk
menghasilkan berbagai produk yang bernilai sehingga dapat menjadi komoditas. Kata kunci
agar hal ini dapat berjalan ialah sumber daya manusia harus berdaya, sehingga dapat mengerti
dengan benar arti dari kemandirian suatu organisasi profesi.

Kemandirian
Kemandirian organisasi profesi adalah kemampuan untuk mandiri dalam menyusun berbagai
urusan rumah tangganya (internal dan eksternal) termasuk program kegiatan maupun
kemampuan untuk menyusun kegiatan pendanaan.
Kegiatan organisasi profesi sementara ini meliputi kegiatan pendidikan, penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat. Kemandirian dalam menyusun kegiatan pendidikan
mencakup masalah pembukaan program-program pemberdayaan pelatihan anggota,
penyusunan standar profesi maupun kegiatan proses pembelajaran. Acuan yang digunakan
ialah mutu, sehingga di dalam mengadakan program tersebut telah mempertimbangkan
produk yang akan relevan terhadap kebutuhan konsumen. Hal yang sama untuk penyusunan
kurikulum ditujukan untuk pendidikan keahlian dan ketrampilan yang sesuai dan dapat
memenuhi akreditasi yang berlaku di masyarakat. Arah kegiatan yang mengacu kepada
proses merupakan hal yang fundamental, sehingga produk yang baik (lulusan, pola pikir,
wawasan, prosedur dan lain-lain) hanya diperoleh dari proses belajar mengajar yang baik dan
efisien pula. Pola akreditasi yang benar sudah seharusnya jika mencakup akreditasi dari
proses yang dihasilkan daripada hanya masukan dan keluarannya saja. Dalam kasus
pengukurannya, semuanya dibuat berbasis kepada kinerja sehingga efisiensi serta
akuntabilitas telah mudah diukur.
Mandiri dalam kegiatan pendanaan merupakan cara berpikir agar semua kegiatan dapat
dilakukan secara efisien dan akuntabilitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Artinya bukan
berarti organisasi profesi membiayai dirinya sendiri (secara bisnis) karena misi organisasi
profesi tetap harus dijalankan, melainkan mampu menggalang dana masyarakat termasuk
pemerintah untuk membiayai kegiatannya berdasarkan kepada “kontrak” yang jelas. Disini
akuntabilitas proses produksi yang diberikan dari organisasi profesi sudah melampaui batas
mutu, sehingga telah menjadi komoditas. Pemerintah dalam menyalurkan dana kepada
organisasi profesi dengan tujuan agar ahli yang bermutu dapat tersedia di masyarakat. Di sisi
lain masyarakat industri yang berkewajiban mendukung pendidikan dapat memperoleh hasil
dari berbagai produk organisasi profesi (sumber daya manusia atau sumber daya maya
lainnya) dalam pola kerja “kontrak” yang keduanya saling bertanggung jawab hal serupa
hubungan antara organisasi profesi dan pemerintah. Pola ini memungkinkan masyarakat luar
negeri berpartisipasi dalam pelaksanaan lembaga organisasi profesi di Indonesia.

Pemikiran Pengelolaan Sumberdaya Organisasi profesi untuk Kemandirian


Pola untuk mengelola sumberdaya organisasi profesi harus terintegrasi, namun transparan
dan akuntabel. Kemandirian organisasi profesi tenaga kesehatan, sekarang belum terwujud
karena belum lahirnya Undang-Undang tenaga kesehatan, sehingga perlu pola yang
terintegrasi antara organisasi profesi dan pemerintah dan untuk diacu dalam mengelola
sumber daya organisasi profesi.
Berdasarkan Keputusan Departemen Kesehatan mendirikan Pusat Pemberdayaan Profesi dan
Tenaga Kesehatan Luar Negeri sehingga berbagai pengelolaan pemberdayaan organisasi
profesi dilakukan secara terkonsentrasi. Sehubungan dengan hal tersebut organisasi profesi
perlu menyesuaikan diri agar berbagai kegiatan kelembagaan secara langsung maupun tidak
langsung dapat mendukung terhadap kegiatan di daerah sehingga dana yang ada dapat
digunakan secara efisien dan secara komplementer dapat mendukung kegiatan daerah
(PEMDA) dan organisasi profesi tersebut yang bersifat kemitraan.
Pola yang lebih baik lagi terjadi jika ada sinkronisasi antara Anggaran Belanja Pemerintah
Daerah dan berbagai kegiatan organisasi profesi dapat saling mendukung. Untuk itu pola
kerja penyusunannya perlu dimengerti masyarakat organisasi profesi. Berbagai asset
organisasi profesi mulai dari sumberdaya manusia, infra struktur maupun sumberdaya maya
lainnya merupakan modal yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Namun pola
integrasi harus tetap dipegang maksudnya agar seluruh kegiatan dapat dipantau untuk
transparansi, dan akuntabilitasnya dapat dipertanggung jawabkan.
Dalam penyusunan neraca organisasi profesi di masa depan cara berpikir “surplus” dan
digunakan dalam pengembangan maupun menutup penyusutan asset organisasi tersebut.
Kemandirian organisasi profesi hanya mungkin dijalankan jika segala kegiatan dapat terukur.
Agar dapat terukur diperlukan integrasi, dan agar seluruh masyarakat dapat memantau
diperlukan transparansi. Jika proses tersebut telah dijalankan secara efisien akan terlihat dari
hasil pemantauan dan akuntabilitasnya dapat dipertanggung jawabkan dengan melihat
berbagai variabel selama proses dijalankan.
Kata-kata kunci dalam mengelola pengertian sumber daya manusia dalam organisasi profesi
menuju kemandirian adalah sebagai berikut :
Institusionalisasi, transparansi, akuntabilitas, profesionalisme
Institusionalisasi
Inventarisasi potensi organisasi profesi kesehatan
1. Keuangan, semua dana yang beredar di dalam kelembagaan harus tercatat.
Pengelolaan menyeluruh, berjenjang dan berdasarkan perencanaan pendanaan sesuai kontrak.
2. Sumber daya manusia.
Inventarisasi kegiatan SDM organisasi profesi kesehatan
3. Fasilitas organisasi profesi kesehatan
Inventarisasi fasilitas organisasi profesi kesehatan
4. Perencanaan sesuai akuntansi berbagai bidang

Transparansi
• Seluruh kegiatan atas – bawah dan bawah – atas “diketahui”
• Seluruh kegiatan intern dan ekstern “diketahui”

Akuntabilitas
• Seluruh kegiatan organisasi profesi kesehatan didefinisikan dan diukur kinerjanya (Dana,
SDM, Fasilitas)

Profesionalisme
• Seluruh kegiatan organisasi profesi kesehatan berdasarkan norma professional dan norma
lain sesuai kepentingannya misalnya norma bisnis untuk keuangan.

Tantangan dan Kendala


Tantangan yang dihadapi organisasi profesi kesehatan untuk saat sekarang adalah bahwa
organisasi organisasi profesi kesehatan harus dapat menjadi organisasi yang dinamis dan
adaptif yang berbasis kepada proses. Dinamika eksternal yang mempengaruhi organisasi
profesi kesehatan perlu diantisipasi secara bijak agar dapat diserap untuk berbagai
penyesuaian menuju kemajuan. Dalam masalah ini kendala yang dihadapi organisasi profesi
kesehatan adalah organisasi sekarang yang kaku dan cenderung berbasis kepada produknya
saja.
Akibat perkembangan iptek terjadi berbagai perubahan yang sangat cepat di berbagai bidang.
Kenyataan yang ada sekarang ini organisasi organisasi profesi bekerja dengan lamban dan
tidak akurat. Pengaruh globalisasi yang telah mulai terasa pada saat ini memaksa dalam
berbagai kegiatan terjadi proses persaingan yang tajam. organisasi profesi sekarang ini
termasuk organisasi profesi kesehatan hanya mampu melakukan inovasi maupun kreativitas
yang rendah.
Dari sisi lain, sumberdaya manusia harus dibuat menjadi modal dasar yang memiliki nilai
tertinggi, sementara itu kendala yang terjadi adalah bahwa telah kita ketahui tentang kualitas
sumberdaya manusia kita yang secara umum masih relatif rendah.
Orientasi dari produk harus mengarah kepada pasar, sementara itu orientasi yang terjadi pada
saat ini cenderung mengarah kepada kepentingan tertentu saja.
Karena segala sesuatunya berlaku secara universal standarisasi merupakan hal yang harus
diterapkan dengan mengacu kepada standar yang berlaku secara umum dan universal.
Sementara itu kita ketahui bahwa dalam sistem yang kita anut standar yang mengacu kepada
kinerja belum bisa kita laksanakan.

Organisasi profesi kesehatan Harus Bagaimana ?


Kedepan organisasi profesi kesehatan harus mengarahkan berbagai usaha agar memiliki
kebebasan (atau kemerdekaan ?). Dengan wahana tersebut organisasi profesi kesehatan dapat
menjadikan dirinya sebagai organisasi yang kreatif yang berani untuk melakukan berbagai
inovasi positif.
Berbagai inovasi ini akan mencakup masalah program dan proses profesional yang mampu
bersaing mengantisipasi perubahan di luar maupun di dalam organisasi profesi kesehatan.
Secara organisasi profesi kesehatan perlu dan harus menjadi organisasi yang memiliki sifat
selalu mampu menyesuaikan diri dengan berbagai keadaan untuk menuju ke depan. Agar
keinginan secara cepat namun akurat dengan berbagai catatan yang baik.
Di dalam melaksanakan berbagai kegiatannya secara formal diperlukan kelenturan yang
selalu memperhatikan situasi pasar. Dari sisi dana pengalokasian tidak dapat lagi diatur
secara kaku agar menjadi lebih efisien.
Keseluruhan uraian di atas hanya mungkin dilaksanakan dengan menggunakan kendaraan
otonomi di dalam pengertian yang benar.

Penutup
Sebagai konsekuensi dari uraian di atas organisasi profesi kesehatan harus berani secara jujur
melakukan evaluasi diri. organisasi profesi kesehatan tidak bisa lagi bersandar kepada
keunggulan yang banyak, namun harus fokus kepada bidang teknologi tertentu saja.
Perubahan paradigma berpikir harus dilakukan, artinya bahwa sosok yang unggul bukan
berarti mempunyai kemampuan di berbagai bidang, melainkan biasanya fokus pada bidang
tertentu saja. Ini sebagai tulang punggung sedangkan bidang-bidang lain berfungsi sebagai
“enabler (pengumpan)”. Agar hal ini dapat berjalan, organisasi profesi kesehatan sebaiknya
dapat menentukan potensi dirinya dimana secara kuantitatif (bukan hanya dikatakan, namun
berdasarkan data) melalui kajian parameter yang berlaku universal, sesudah itu barulah
organisasi profesi kesehatan dapat menentukan keunggulannya. Paradigma baru lainnya
adalah meskipun suatu bidang bertindak sebagai “enabler” jika berkinerja tinggi justru akan
menjadi pengumpan yang diunggulkan.

Daftar Pustaka

_____________, 2002, Pendidikan Berbasis Kompetensi, Editor Alexander Jatmiko Wibowo


dan Fandy Tjiptono, Universitas Atmajaya Yogyakarta

Agustian, A,G, 2001, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ
Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, Penerbit Arga, Jakarta

Ginting, C, 2003, Kiat Belajar di Perguruan Tinggi, PT Gramedia Widiasarana Indonesia,


Jakarta

Hendrajaya, L, 1998, Tridharma, Wawasan Teknologi dan Dinamika Masyarakat dalam


Reformasi Diri Perguruan Tinggi, Kumpulan pidato, sambutan dan tulisan rektor Institut
Teknologi Bandung 1997 (Buku 1), Penerbit ITB, Bandung

Hendrajaya, L, 2000, Tridharma, Wawasan Teknologi dan Dinamika Masyarakat dalam


Reformasi Diri Perguruan Tinggi Berani Melangkah dan Mengevaluasi Diri, Kumpulan
pidato, sambutan dan tulisan rektor Institut Teknologi Bandung 1998 – 1999 (Buku 2),
Penerbit ITB, Bandung

Maksum, A dan Ruhendi, L,Y, 2004, Paradigma Pendidikan Universal di Era Modern dan
Post-Modern Mencari “Visi Baru” atas “Realitas Baru” Pendidikan Kita, Penerbit IRCiSoD,
Yogyakarta

Santoso, Dj, 2000, Wawasan Manajemen Perguruan Tinggi (Menuju Kemandirian),


Kumpulan pemikiran, makalah, pidato, sambutan Pembantu Rektor Bidang Administrasi
Umum ITB, Penerbit ITB, Bandung

Strike, K, A dan Soltis, J,F, 2003, Etika Profesi Kependidikan, Alih Bahasa F. Sinaradi,
Penerbit Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Sukirman, S, 2004, Tuntunan Belajar di Perguruan Tinggi, Edisi Ketiga, Pelangi Cendekia,
Jakarta

Syahatah, H, 2004, Kiat Islami Meraih Prestasi, Gema Insani, Jakarta

Tilaar, H,A,R, 2004, Manajemen Pendidikan Nasional Kajian Pendidikan Masa Depan, PT
Remaja Rosdakarya, Bandung

Terence, J, Johnson,1991, Profesi dan Kekuasaan, PT Utama Grafiti, 199, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai