Anda di halaman 1dari 30

SISTEM FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL

TERJABAR DALAM UUD PROKLAMASI 45


(DINAMIKA PEMBUDAYAAN DAN TANTANGANNYA) *

Khazanah kepustakaan mengakui bahwa sistem filsafat dapat berkembang sebagai


ideologi suatu bangsa. Lazimnya, sistem filsafat suatu bangsa dijadikan pandangan hidup
sebagai nilai terbaik, karenanya dijadikan filsafat hidup (Weltanschauung). Nilai
fundamental ini dipraktekkan sepanjang sejarah bangsanya; karenanya teruji kebenaran
dan keunggulannya; bahkan manunggal dengan budaya dan peradaban bangsa --- karena
itu pula diakui sebagai jiwa bangsa (Volksgeist) atau jatidiri nasional.
Nilai fundamental demikian, senantiasa menjadi sumber nilai dan sumber cita
nasional (=ideologi nasional) yang ditegakkan sebagai Sistem Kenegaraan sebagaimana
terjabar dalam UUD Negara. Semua warganegara dan lembaga-lembaga negara, yang
diwakili kepemimpinan nasional berkewajiban (imperatif) untuk menegakkan dan
membudayakan Asas Budaya dan Moral Filsafat Negara (Ideologi Nasional)!;
Bagi bangsa Indonesia filsafat Pancasila sebagai filsafat hidup dijadikan dasar negara
(filsafat negara; ideologi negara) sebagaimana dirumuskan dan disahkan oleh PPKI
sebagai the founding fathers dalam UUD Proklamasi 45. NKRI sebagai negara Proklamasi
berdasarkan Filsafat Pancasila; dalam makna, nilai sistem filsafat Pancasila sebagai
ideologi nasional dan konstitusi Proklamasi 45 manunggal dan fungsional dalam integritas
kebangsaan dan kenegaraan. Sejak Indonesia merdeka dapat diakui --- secara filosofis-
ideologis dan legal konstitusional --- bahwa NKRI Proklamasi 45 dengan predikat sebagai
Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45.
Kaidah fundamental filsafat negara berfungsi pula sebagai asas kerokhanian bangsa
dan negara; mulai ajaran hak asasi manusia (HAM) sampai teori negara; in casu : teori
kedaulatan di dalam negara. Maknanya, teori kedaulatan adalah jabaran dari ajaran atau
teori HAM; bagaimana kedudukan, hak dan kewajiban manusia di dalam negara bahkan
dalam alam semesta dan di hadapan Maha Pencipta. Terkandung pula makna bahwa
manusia (SDM) adalah subyek mandiri: subyek budaya (termasuk subyek hukum) dan
subyek moral.
Kedudukan SDM dalam ajaran HAM berdasarkan filsafat negaranya, dibentuklah
sistem kenegaraan (berkedaulatan rakyat / demokrasi; dan atau negara hukum). Sistem
kenegaraan ini ditegakkan dan dikembangkan secara niscaya (a priori, imperatif)
berdasarkan asas fundamental sistem filsafat dan atau ideologi nasional yang memberikan
identitas dan integritas bagaimana sistem hukum, sosial, politik, ekonomi dan
ketatanegaraan seutuhnya ditegakkan; dalam wawasan nasional dan internasional
(universal).
Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 memancarkan keunggulan sistem
kenegaraan Indonesia Raya (baik sebagai negara berkedaulatan rakyat, maupun sebagai
negara hukum); sehingga sempurna keunggulannya mulai nilai natural (SDA dan SDM),
dan kultural (sistem budaya, filsafat dan peradaban) sekaligus Sistem Kenegaraan yang
diwariskan sebagai peradaban bangsa yang bermartabat.
Visi-misi dan tantangan bangsa dan NKRI terutama mampu menegakkan integritas
Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 potensial didukung dengan berbagai
keunggulan; terutama integritas sebagai negara demokrasi dan negara hukum, demi
kesejahteraan dan keadilan sosial yang lebih bermartabat. Nilai-nilai fundamental:
filosofis-ideologis dan konstitusional secara imperatif menjadi amanat dan kewajiban
nasional untuk ditegakkan dan dibudayakan oleh SDM sebagai subyek dalam negara,
perwujudan integritas dan martabat nasional.

*
) Konsepsi Menghadapi Tantangan “Kebangkitan NEO-PKI/KGB”, Masukan untuk PERMAK Bandung
MNS, Lab. Pancasila UM, 2011
1
I. LATAR BELAKANG SEJARAH NILAI DAN FUNGSI SISTEM FILSAFAT
Budaya dan peradaban umat manusia berawal dan berpuncak dengan nilai-nilai filsafat
yang dikembangkan dan ditegakkan sebagai sistem ideologi. Maknanya nilai filsafat sebagai
jangkauan tertinggi pemikiran untuk menemukan hakekat kebenaran ( kebenaran hakiki;
karenanya dijadikan filsafat hidup, pandangan hidup, (Weltanschauung); sekaligus
memancarkan jiwa bangsa (Volksgeist), jatidiri bangsa dan martabat nasional!.
SDM yang mewarisi jiwa bangsa dan jatidiri nasional, demi cita-cita dan martabat
nasional akan membentuk kesatuan nasional (integritas nasional, martabat nasional,)
dengan kesetiaan dan kebanggaan nasional!. Semangat demikian dikenal sebagai jiwa
nasionalisme (wawasan kebangsaan, wawasan nasional, Nation State), sebagai martabat
nasional sebagai diamanatkan dalam UUD Proklamasi 45 seutuhnya sebagai visi-misi:
Mencerdaskan kehidupan bangsa (nation and character building)!. Untuk Indonesia Raya,
dalam integritas Wawasan Nusantara!
Integritas sistem filsafat Pancasila (=sistem ideologi nasional, ideologi negara) yang
memancarkan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat dan ideologi theisme-religious.
Bangsa Indonesia melalui PPKI dengan hikmat kebijaksanaan, kepemimpinan dan
kenegarawanan dengan mufakat menetapkan dan mengesahkan Sistem Kenegaraan
Pancasila dengan visi-misi sebagai diamanatkan dalam UUD Proklamasi 45.
Wawasan kebangsaan yang dijiwai sistem filsafat dan ideologi nasional (in casu : Filsafat
Pancasila) insyaAllah akan lebih tegar menghadapi berbagai tantangan zaman, karena integritas
Sistem Filsafat Pancasila sebagai asas-kerokhanian bangsa dan negara --- sekaligus sebagai
pandangan hidup (Weltanschauung), jiwa bangsa, jatidiri bangsa (Volksgeist) dan integritas
martabat nasional; terpancar dalam karakter kepribadian SDM yang berjiwa Pancasila
(theisme-religious)! Kesetiaan dan kebanggaan nasional atas nilai fundamental Filsafat
Pancasila, dengan sadar dan kebanggaan nasional semua komponen bangsa, bahkan
semua warganegara menegakkan dan membudayakan asas budaya dan moral Filsafat
Pancasila.
Jiwa dan semangat demikian, menjadi sumber motivasi dan energi nasional untuk
senantiasa menegakkan integritas sistem kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45
dengan visi-misi Pembudayaan Filsafat Pancasila dan ideologi nasional Indonesia Raya!
Maknanya, sebagai bangsa dan negara, kita menegakkan dan membudayakan asas budaya
dan moral politik (filsafat, ideologi) Pancasila. Secara formal dan fungsional, bermakna
sebagai sistem dan asas normatif etika dan moral politik nasional (berdasarkan) Filsafat
Pancasila.

A. Ajaran Sistem Filsafat Pancasila sebagai Sistem Ideologi Nasional.


Ajaran berbagai nilai filsafat --- sebelum berkembang sebagai sistem ideologi!---
terutama menampilkan nilai fundamental sebagai essensi dan integritas ajarannya; berupa
ajaran sistem filsafat: polytheisme, pantheisme, secularisme, dan atheisme …. yang
berpuncak sebagai ajaran monotheisme, universalisme --- sering disamakan sebagai sistem
filsafat : theisme-religious ---. Peradaban modern menyaksikan, bahwa sistem filsafat
Pancasila memancarkan identitas dan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat
monotheisme-religious!. Integritas ini secara fundamental dan intrinsik memancarkan
keunggulan sistem filsafat Pancasila sebagai bagian dari sistem filsafat Timur (yang berwatak
: theisme-religious).
Ajaran dan nilai filsafat amat mempengaruhi pikiran, budaya dan peradaban serta
moral umat manusia!. Semua sistem kenegaraan ditegakkan berdasarkan ajaran atau sistem
filsafat yang mereka anut (sebagai dasar negara, ideologi negara). Dalam dinamika berbagai
negara modern mempromosikan keunggulan masing-masing, dan terus memperjuangkan
supremasi ideologi dan dominasi sistem kenegaraannya: theokratisme, liberalisme-
kapitalisme, marxisme-komunisme-atheisme, zionisme; sosialisme, naziisme-fascisme,
fundamentalisme. Juga termasuk negara berdasarkan (nilai ajaran) agama: negara Islam …..
MNS, Lab. Pancasila UM, 2011
2
termasuk sistem ideologi Pancasila (=sistem kenegaraan Pancasila sebagai terjabar dalam
UUD Proklamasi 45). Bangsa Indonesia menegakkan sistem kenegaraan Pancasila-UUD
Proklamasi 45 sebagai aktualisasi filsafat hidup (Weltsanschauung) yang diamanatkan oleh
PPKI sebagai pendiri negara!.
Sistem filsafat dan atau ideologi secara a-priori ajarannya menjadi sumber dan
landasan Grandtheory (Metatheory dan Megatheory). Bagi bangsa merdeka dan berdaulat
sistem filsafat dan atau sistem ideologi ditegakkan sebagai sistem kenegaraan---
sebagaimana nampak dalam uraian di atas!---. Demikianlah, sistem filsafat Pancasila
ditegakkan sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 yang memancarkan
integritas dan keunggulan (berbagai keunggulan sebagai diuraikan dalam Bagian berikut).
Karenanya, secara filosofis-ideologis-konstitusional bersifat imperatif (mengikat,
memaksa) semua rakyat warganegara, lembaga negara, kepemimpinan nasional dan
produk kelembagaannya wajib dijiwai, bersumber, dilandasi dan dipandu oleh Dasar
Negara dan Ideologi Nasional Pancasila. Maknanya, siapapun dan organisasi apapun, yang
tidak setia untuk menegakkan nilai dasar negara dan ideologi negara Pancasila
dikategorikan: tidak setia (tidak loyal) atau mengkhianati/makar kepada bangsa dan
negara; atau melakukan separatism ideology!.

B. Integritas Sistem Filsafat Pancasila Sebagai Sistem Ideologi


Bangsa Indonesia sepanjang sejarahnya dijiwai nilai-nilai budaya dan moral Pancasila, yang
dikutip di muka merupakan sari dan puncak nilai sosio budaya Indonesia. Nilai mendasar ini
ialah filsafat hidup (Weltanschauung, Volksgeist) Indonesia Raya.
Sistem Filsafat Pancasila adalah sistem filsafat theisme-religious adalah asas
kerokhanian dan asas moral SDM Indonesia sekaligus sebagai keunggulan intrinsik dan
fungsional! Asas-asas moral fundamental ini menjadi sumber motivasi, asas budaya dan
moral politik bangsa dan NKRI dalam tatanan nasional dan global (internasional)!

Integritas Sistem Filsafat dan Ideologi (Negara) Pancasila


Berdasarkan kepercayaan dan cita-cita bangsa Indonesia, maka diakui sistem filsafat
Pancasila mengandung multi - fungsi dalam kehidupan bangsa, negara dan budaya Indonesia.

Kedudukan dan fungsi nilai dasar Pancasila, dapat dilukiskan sebagai berikut:

7. Sistem Nasional (cermati skema 4!)


6. Sistem Filsafat Pancasila, filsafat dan budaya Indonesia: asas
dan moral politik NKRI.
5. Ideologi Negara, ideologi nasional.
4. Dasar Negara (Proklamasi, Pembukaan UUD 45): asas
Nilai Dasar
kerokhanian bangsa, jiwa UUD 45; Grundnorm, basic norm,
Filsafat Pancasila sumber dari segala sumber hukum.
3. Jiwa dan kepribadian bangsa; jatidiri nasional (Volksgeist)
Indonesia.
2. Pandangan hidup bangsa (Weltanschauung).
1. Warisan sosio-budaya bangsa.

Skema 1

Sesungguhnya nilai dasar filsafat Pancasila demikian, telah terjabar secara filosofis-
ideologis dan konstitusional di dalam UUD Proklamasi (pra-amandemen) dan teruji dalam
dinamika perjuangan bangsa dan sosial politik 1945 – 1998 (1945 – 1949; 1949 – 1950; 1950 –
1959 dan 1959 – 1998). Reformasi 1998 sampai sekarang, mulai amandemen I – IV: 1999 –
2002 cukup mengandung distorsi dan kontroversial secara fundamental (filosofis-ideologis

MNS, Lab. Pancasila UM, 2011


3
dan konstitusional) sehingga praktek kepemimpinan dan pengelolaan nasional cukup
memprihatinkan.

1. Aktualisasi Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45;


2. Aktualisasi nilai kebangsaan dan kenegaraan Indonesia Raya, sebagai terlukis dalam
skema 1-2-3-4!
3. Secara ontologis-axiologis bangsa Indonesia belum secara signifikan melaksanakan
visi-misi yang diamanatkan oleh sistem filsafat Pancasila, sebagaimana terjabar
dalam UUD Proklamasi 45 ---terutama dalam era reformasi 1998 – sekarang
Dalam dinamika peradaban modern, sistem ideologi Pancasila berpacu merebut
supremasi ideologi demi integritas Indonesia Raya, daripada didominasi supremasi ideologi
liberalisme-kapitalisme yang berpuncak neo-imperialisme!

C. Asas, Budaya dan Moral Sistem Filsafat dan Ideologi Pancasila


Bangsa Indonesia dengan syukur dan kebanggaan nasional diberkati dengan berbagai
keunggulan nasional; sebagai terpancar dalam keunggulan integritas Sistem Kenegaraan
Pancasila-UUD Proklamasi 45 (sebagai terlukis dalam beberapa Skema dalam makalah
ini).
Integritas normatif-kultural-konstitusional terlukis dalam struktur nilai dalam NKRI
dan Nusantara Indonesia Raya, sebagai dijelaskan dalam skema 2.

Integritas Struktur Nilai dalam Sistem Kenegaraan RI

TAP MPR - RI

PASAL – PASAL
BATANG TUBUH P
E
U
N
Skema 2 U
J
P E M B U K A A N UUD 1945 D
E
1
L
MEMORANDUM NASIONAL (I) 9
A
Berdasarkan analisis normatif filosofis-ideologis dan konstitusional 4 demikian,
S
5
integritas nasional dan NKRI juga memprihatinkan. Karena, berbagai Ajabaran di dalam
FILSAFAT NEGARA DAN IDEOLOGI PANCASILA
amandemen UUD 45 (sebagai UUD 2002) b e l u m sesuai denganNamanat filosofis-
SOSIO – BUDAYA; FILSAFAT HIDUP
ideologis filsafat Pancasila secara intrinsik dan imperatif, sebagaimana kandungan integritas
BANGSA INDONESIA RAYA = SDM
nilai dalam Skema 1 dan 2. Terbukti UUD 2002, dihayati sebagai berbeda dengan nilai-nilai
ALH – SDA = NUSANTARA
fundamental filsafat Pancasila sebagaimana jabaran dalam UUD Proklamasi 45. Artinya,
terjadi penyimpangan (distorsi) yang melahirkan pula kontroversial dalam tatanan dan praktek
kenegaraan yang cukup memprihatinkan; terutama dalam fenomena praktek budaya: demokrasi
liberal dan ekonomi liberal, serta berbagai kontroversial budaya dan moral sosial politik!
Fenomena demikian adalah akibat degradasi nilai dalam konstitusi dan wawasan nasional,
dan Wawasan Nusantara serta Asas Kekeluargaan; bahkan degradasi kebanggaan mental
dan moral filsafat dan ideologi Pancasila! --- berbagai komponen bangsa tergoda dan terlanda
neo-liberalisme dengan memuja kebebasan (=liberalisme), atas nama demokrasi (demokrasi
liberal), HAM (HAM individualisme) yang bersumber dari sistem filsafat Natural Law Theory
yang melahirkan ideologi liberalisme-kapitalisme! ---.
Bila kita menilai dengan filsafat Pancasila, akan jelas perbedaan fundamental denga
ajaran HAM yang bersumber dari Sistem Filsafat Pancasila (hayati Bagian II Makalah ini).

MNS, Lab. Pancasila UM, 2011


4
Karenanya, visi-misi: Nation and Character Building adalah keniscayaan yang amat mendesak;
demi integritas SDM Indonesia Raya yang unggul-kompetitif-bermartabat!.

II. INTEGRITAS SISTEM KENEGARAAN PANCASILA--UUD PROKLAMASI 45


Sebagai aktualisasi sistem filsafat Pancasila dan atau sistem ideologi (nasional)
Pancasila secara ontologis dan axiologis dikembangkan dan ditegakkan sebagai integritas
Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dengan asas-asas fundamental berikut :
Sebagai aktualisasi sistem filsafat Pancasila dan atau sistem ideologi (nasional) Pancasila
secara ontologis dan axiologis dikembangkan dan ditegakkan sebagai integritas Sistem
Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dengan asas-asas fundamental berikut :
Sistem Filsafat Pancasila (sebagai Dasar Negara dan Ideologi Negara) mengandung
ajaran tentang hak asasi manusia (HAM) yang mengakui asas-asas :
1. Bahwa HAM adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa kepada umat manusia; sebagai
hak kodrati yang fundamental sebagai integritas martabat kepribadian manusia.
HAM, dianugerahkan untuk disyukuri, dinikmati dan dikembangkan ---untuk diabdikan
sebagai amal kebajikan selama hidupnya---.
2. Bahwa HAM adalah juga sebagai amanat untuk dipelihara (hidup sehat dan berjasa),
mengabdi kepada sesama manusia, berbakti kepada alam dan budaya; dan berkhidmat
kepada Allah Maha Pencipta Yang Maha Berdaulat. Karenanya, pribadi manusia
menerima HAM (sebagai anugerah) sekaligus sebagai amanat (berwujud : Kewajiban
Asasi Manusia = KAM). Jadi, HAM berdasarkan filsafat Pancasila ditegakkan oleh
setiap pribadi manusia dalam asas-keseimbangan HAM dan KAM ! Maknanya, pribadi
yang baik ialah yang menunaikan (amanat) KAM untuk menikmati (anugerah)
HAM.
Kesadaran martabat kepribadian manusia (SDM) berdasarkan filsafat Pancasila,
memancarkan integritas asas moral SDM Indonesia Raya sebagai subyek budaya, subyek
moral yang bermartabat. Maknanya, SDM warganegara Indonesia Raya menegakkan asas
kedaulatan rakyat yang bermartabat!

A. Sistem Filsafat Pancasila Sebagai Asas Kerokhanian Bangsa dan Negara


Filsafat Pancasila memberikan kedudukan yang tinggi dan mulia atas martabat
manusia, sebagai pancaran asas moral (sila I dan II); karenanya ajaran HAM berdasarkan
filsafat Pancasila yang bersumber asas normatif theisme-religious, secara fundamental sbb:
1. Bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II: hidup,
kemerdekaan dan hak milik/rezki); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh
umat manusia.
2. Bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan
kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat)
manusia menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta.
3. Kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah:
a. Manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha
Pencipta (sila I).
b. Manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta,
termasuk atas nasib dan takdir manusia; dan
c. Manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta (Tuhan
Yang Maha Esa), atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada
(kepribadian). Manusia terikat dengan hukum alam dan hukum moral !.
Tegaknya ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM;
sekaligus sebagai derajat (kualitas) moral dan martabat manusia.
Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas potensi
jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat anugerah

MNS, Lab. Pancasila UM, 2011


5
kerokhaniannya ---sebagai terpancar dari akal-budinuraninya--- sebagai subyek budaya
(termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2007: 147-160)
Berdasarkan ajaran suatu sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk wawasan
nasional) atas martabat manusia, menetapkan bagaimana sistem kenegaraan ditegakkan;
sebagaimana bangsa Indonesia menetapkan NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat (sistem
demokrasi) dan negara hukum (Rechtsstaat). Asas-asas fundamental ini memancarkan
identitas, integritas dan keunggulan sistem kenegaraan RI (berdasarkan) Pancasila – UUD 4,
sebagai sistem kenegaraan Pancasila.
Ajaran luhur filsafat Pancasila memancarkan identitas theisme-religious sebagai
keunggulan sistem filsafat Pancasila dan filsafat Timur umumnya --- karena sesuai dengan
potensi martabat dan integritas kepribadian manusia---.
Jadi, bagaimana sistem kenegaraan bangsa itu, ialah jabaran dan praktek dari ajaran sistem
filsafat dan atau sistem ideologi nasionalnya masing-masing. Berdasarkan asas demikian, kami
dengan mantap menyatakan NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila, dan terjabar
(pedoman penyelenggaraanya) dalam UUD Proklamasi 45 --- yang orisinal, bukan menyimpang
sebagai “ terjemahan “ era reformasi yang menjadi UUD 2002 --- yang kita rasakan amat sarat
kontroversial, bahkan menjadi budaya neo-liberalisme !
Secara filosofis-ideologis dan konstitusional inilah amanat nasional dalam visi-misi
Pendidikan dan Pembudayaan Filsafat Pancasila dan Ideologi Nasional! Visi-misi
mendasar dan luhur ini menjamin integritas SDM dalam Sistem Kenegaraan Pancasila-
UUD 45.

B. Dasar Negara Pancasila Sebagai Asas Kerokhanian Bangsa dan Sistem Ideologi
Nasional dalam Integritas UUD Proklamasi 45
Secara ontologis-axiologis (filsafat Pancasila) terjabar dalam UUD Proklamasi 45
secara imperatif (filosofis-ideologis dan konstitusional) bangsa dan NKRI adalah integral
(manunggal) dan bersifat t e t a p (integritas, jatidiri / Volksgeist) sebagai kepribadian dan
martabat nasional.
Tegaknya suatu bangsa dan negara ialah kemerdekaan dan kedaulatan sebagai wujud
kemandirian, integritas dan martabat nasional. Bagi bangsa Indonesia dapat dinyatakan sebagai:
Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila – UUD Proklamasi 45.
Dalam analisis kajian normatif-filosofis-ideologis dan konstitusional atas UUD
Proklamasi 45 dalam hukum ketatanegaraan RI, dapat diuraikan asas dan landasan filosofi-
ideologis dan konstitusional berikut:
1. Baik menurut teori umum hukum ketatanegaraan dari Nawiasky, maupun Hans Kelsen dan
Notonagoro diakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental yang bersifat
tetap; sekaligus sebagai norma tertinggi, sumber dari segala sumber hukum dalam negara.
Karenanya, kaidah ini tidak dapat diubah, oleh siapapun dan lembaga apapun, karena
kaidah ini ditetapkan hanya sekali oleh pendiri negara (Nawiasky1948: 31 – 52; Kelsen
1973: 127 – 135; 155 – 162; Notonagoro 1984: 57 – 70; 175 – 230; Soejadi 1999: 59 – 81).
Sebagai kaidah negara yang fundamental, sekaligus sebagai asas kerokhanian negara
dan jiwa konstitusi, nilai-nilai dumaksud bersifat imperatif (mengikat, memaksa). Artinya,
semua warga negara, organisasi infrastruktur dan suprastruktur dalam negara imperatif
untuk melaksanakan dan membudayakannya.
Sebaliknya, tiada seorangpun warga negara, maupun organisasi di dalam negara yang dapat
menyimpang dan atau melanggar asas normatif ini; apalagi merubahnya.
2. Dengan mengakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental, dan bagi
negara Proklamasi 17 Agustus 1945 (baca: NKRI) ialah berwujud: Pembukaan UUD
Proklamasi 45. Maknanya, PPKI sebagai pendiri negara mengakui dan mengamanatkan
bahwa atas nama bangsa Indonesia kita menegakkan sistem kenegaraan Pancasila –
UUD 45. Asas demikian terpancar dalam nilai-niai fundamental yang terkandung di dalam
Pembukaan UUD 45 sebagai kaidah filosofis-ideologis Pancasila seutuhnya. Karenanya
MNS, Lab. Pancasila UM, 2011
6
dengan jalan apapun, oleh lembaga apapun tidak dapat diubah. Karena Pembukaan
ditetapkan hanya 1x oleh pendiri negara (the founding fathers, PPKI) yang memiliki
legalitas dan otoritas pertama dan tertinggi (sebagai penyusun yang mengesahkan UUD
negara dan lembaga-lembaga negara). Artinya, mengubah Pembukaan dan atau dasar
negara berarti mengubah negara; berarti pula mengubah atau membubarkan negara
Proklamasi (membentuk negara baru; mengkhianati negara Proklamasi 17 Agustus 1945).
Siapapun dan organisasi apapun yang tidak mengamalkan dasar negara Pancasila ---beserta
jabarannya di dalam UUD negara---; bermakna tidak loyal dan tidak membela dasar
negara Pancasila; maka sikap dan tindakan demikian dapat dianggap sebagai makar (tidak
menerima ideologi negara dan UUD negara). Jadi, mereka dapat dianggap melakukan
separatisme ideologi dan atau mengkhianati negara.
3. Penghayatan kita diperjelas oleh amanat pendiri negara (PPKI) di dalam Penjelasan
UUD 45; terutama melalui uraian: keempat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 45
(sebagai asas kerokhanian negara (geistlichen Hinterground dan Weltanschauung ) bangsa
terutama:
"4. Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam "pembukaan" ialah negara
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan
pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti
kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
III. Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung
dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya.
Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-
Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita
hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis
(Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis.
Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-
pasalnya."

Jadi, kedudukan Pembukaan UUD 45 berfungsi sebagai perwujudan dasar negara


Pancasila; karenanya memiliki integritas filosofis-ideologis dan legalitas supremasi
otoritas secara konstitusional (terjabar dalam Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 45).
Asas demikian secara imprative berfungsi sebagai sumber dari segala sumber hukum, dan
kaidah negara yang fundamental (Grundnorm).
Sistem kenegaraan RI secara formal adalah kelembagaan nasional yang
bertujuan menegakkan asas normatif filosofis-ideologis (in casu dasar negara Pancasila)
sebagai kaidah fundamental dan asas kerokhanian negara di dalam kelembagaan negara
bangsa (nation state) sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 45 seutuhnya. Karenanya,
secara a priori (kodrati dan imperatif-filosofis-ideologis-konstitusional), bangsa dan
negara berkewajiban menegakkan, mengembangkan, membudayakan, mewariskan
dan melestarikannya!
Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dengan integritasnya sebagai
negara berkedaulatan rakyat (demokrasi Pancasila) dan negara hukum (Rechtsstaat)
berdasarkan moral Pancasila, wajarlah fungsional dalam praktek budaya demokrasi
Pancasila dan Negara hukum berdasarkan asas moral dan sistem hukum nasional
Pancasila. Maknanya, demokrasi berdasarkan moral Pancasila (UUD 45 Pasal 1, 2 dan 3;
serta Pasal 37). Negara hukum Indonesia menegakkan cita hukum (demi keadilan)
berdasarkan Sila I-II-V; oleh semua SDM Indonesia dan untuk kemanusiaan!
Visi-misi demikian hanya terwujud terutama dengan melaksanakan amanat
nation and character building sekaligus (sinergis) dengan membudayakan N-Sistem
Nasional (in casu: jabaran dasar Negara Pancasila dalam kehidupan berbangsa,
MNS, Lab. Pancasila UM, 2011
7
bernegara dan berbudaya); demi jatidiri bangsa dan integritas Sistem Kenegaraan
Pancasila-UUD Proklamasi 45 yang bermartabat!
Dinamika budaya sosial politik abad XXI, dipelopori ideologi liberalisme-kapitalisme
(neoliberalisme, dan neoimperialisme) atas nama kebebasan, demokrasi dan HAM, individu
manusia cenderung memuja kebebasan (=neoliberalisme!), sehingga kesetiaan (loyalitas) dan
kebanggaan nasionalnya mengalami degradasi; bahkan dapat terkikis!. (=fenomena
keruntuhan mental-moral-martabat nasional!)
Menyelamatkan integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 mutlak
dengan terlaksananya visi-misi Nation and Character Building, dalam wujud kepribadian
SDM Indonesia Raya unggul-kompetetif-bermartabat yang mampu menegakkan Ketahanan
Nasional dan integritas NKRI secara fundamental!
Sikap demikian, bukan hanya a-nasionalisme, dan a-moral (tidak sesuai dengan
kewajiban nasional warganegara untuk setia dan bela negara sebagai asas demokrasi: bahwa
bangsa, pemerintah dan negara adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat!. Negara
dan pemerintah tidak terjamin kedaulatannya, tanpa kesetiaan rakyat warganegaranya!.
Nilai-nilai Dasar Negara Pancasila terjabar dan diaktualisasi melalui Sistem
Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dan sebagai Sistem Ideologi Nasional Indonesia
Raya masa depan!
Asas-asas fundamental filosofis-ideologis dan konstitusional diatas, adalah jabaran
dan aktualisasi asas filsafat Pancasila (ontologis-axiologis), terutama :
1. Asas filsafat Pancasila sebagai sistem ideologi secara ontologis-axiologis tegak dalam
aktualisasi Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45
2. Menjamin ranah (in casu : HAM) privat dan publik berdasarkan asas keseimbangan
HAM dan KAM sebagai diamanatkan Bagian II seutuhnya!. Tegasnya, individualitas dan
komunitas berkembang dalam asas keseimbangan dalam wujud asas kekeluargaan sebagai
asas integralisme fungsional Filsafat Pancasila!
3. Menjiwai dan melandasi asas moral dan budaya politik nasional : politisi,
kepemimpinan nasional, bahkan warganegara dalam pergaulan nasional dan internasional
senantiasa menegakkan integritas moral dan martabat nasional!
4. Asas HAM, hak kemerdekaan (kebebasan) tetap dijamin selama warganegara,
golongan / parpol tetap setia (loyal, bangga) kepada dasar negara (ideologi negara)
Pancasila dan UUD Proklamasi 45 dalam asas ajaran HAM berdasarkan Filsafat
Pancasila (=Asas Keseimbangan HAM dan KAM)!.
5. Secara filosofis-ideologis dan UUD Pasal 29 bangsa dan NKRI menganggap ideologi
marxisme-komunisme-atheisme bertentangan dengan ideologi Pancasila yang
beridentitas theisme-religious; karenanya dikategorikan sebagai : separatisme ideologi
dan makar !
Sebaliknya, siapapun atas nama kebebasan (=liberalisme) dan demokrasi (=kedaulatan
rakyat) mengembangkan / memperjuangkan nilai ideologi selain ideologi negara Pancasila
(non-Pancasila), dikategorikan sebagai melakukan tindakan : separatisme ideologi, makar dan
atau mengkhianati sistem kenegaraan Pancasila! ---Waspadalah kepada berbagai sistem
ideologi yang mengancam integritas ideologi Pancasila, seperti : ideologi liberalisme-
kapitalisme, sekularisme; dan marxisme-komunisme-atheisme!--- karena semua bermuara:
neoimperialisme!.
Amanat filosofis-ideologis dan konstitusional Pancasila, integral (utuh) dalam UUD
Proklamasi 45, karenanya bersifat imperatif baik secara hukum, sosial-politik, ekonomi; bahkan
mental dan moral SDM Indonesia Raya. Asas fundamental demikian adalah bukti kesetiaan dan
kebanggan nasional. Sebaliknya, penyimpangan (distorsi) dan atau degradasi nasional, lebih-
lebih kesetiaan-ganda (=bicara sebagai warganegara Pancasila, dalam praktek
memperjuangkan ideologi neo-liberalisme, sekularisme, komunisme-atheisme).
Sesungguhnya, sikap dan tindakan demikian adalah separatisme ideologi (=mengkhianati dasar

MNS, Lab. Pancasila UM, 2011


8
negara dan ideologi Pancasila=makar!). Inilah makna fundamental dan imperatif dari asas
Bagian III A-B yang dimaksud oleh Notonagoro, Nawiasky dan Kelsen di atas!
Amanat menegakkan NKRI dalam integritas sebagai sistem kenegaraan Pancasila,
bermakna bahwa bangsa Indonesia (rakyat, warganegara RI) berkewajiban membela NKRI
dalam integritasnya sebagai sistem kenegaraan Pancasila ---antar sistem kenegaraan:
kapitalisme – liberalisme, dan marxisme – komunisme – atheisme --- yang dapat mengancam
integritas bangsa dan NKRI. Jadi, bangsa Indonesia senantiasa waspada dan siap bela negara atas
tantangan dan ancaman bangsa dan negara yang mengancam integritas ideologi Pancasila: baik
neoimperialisme Amerika maupun ideologi marxisme – komunisme – atheisme dari
manapun datangnya; termasuk kebangkitan PKI, neo-PKI atau KGB.

III. KEUNGGULAN NKRI SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILA-UUD


PROKLAMASI 45
Berdasarkan asas-asas ontologis-axiologis Pancasila (asas kerokhanian bangsa dan
negara, sebagai jatidiri nasional); maka aktualisasinya sebagai Sistem Kenegaraan
Pancasila-UUD Proklamasi 45 sesungguhnya diberkati oleh Allah Yang Maha Kuasa
(Pembukaan alinea 3) dengan berbagai keunggulan yang potensial menjadikan Indonesia
Raya dapat menjadi negara jaya-sentosa dan bermartabat!, sebagai terkandung dalam
pemikiran mendasar dalam Makalah ini.
A. Keunggulan Indonesia Raya
Bangsa dan negara Indonesia diberkati Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai
keunggulan yang wajib dikembangkan dan dilestarikan demi kesejahteraan rakyat dan
Ketahanan Nasional.
Keunggulan Indonesia Raya terpancar dari mulai alam nusantara, warisan budaya, sistem
filsafat dan ideologi sampai potensi kuantitas – kualitas SDM Indonesia
Kita bangsa Indonesia wajib bersyukur dan bangga atas berkat rahmat Allah Yang
Maha Kuasa bahwa bangsa dan NKRI diberkati dengan berbagai keunggulan potensial
(sebagai keunggulan natural dan kultural/SDA), terutama:
1. Keunggulan natural (alamiah): nusantara Indonesia amat luas (15 juta km2, 3 juta km2
daratan + 12 juta km2 lautan, dalam gugusan 17.584 pulau); amat subur dan nyaman
iklimnya; amat kaya sumber daya alam (SDA); amat strategis posisi geopolitiknya.
Kekayaan SDA alam khatulistiwa (berwujud: inersi matahari) terbesar, sebagai sumber inersi
masa depan! Juga SDA alam tropis (hutan tropis) sebagai paru-paru dunia, sumber O 2 demi
kehidupan dan kesehatan umat manusia!
2. SDA kelautan sebagai negara bahari (maritim, kelautan) di silang benua dan samudera
sebagai transpolitik-ekonomi dan kultural postmodernisme dan masa depan. SDA kelautan
dengan sumber protein hewani (ikan) menjadi sumber gizi dan energi umat manusia yang
tidak ternilai!
3. Keunggulan kuantitas-kualitas manusia (SDM) sebagai rakyat dan bangsa; merupakan
asset primer nasional: 238 juta (Sensus Nasional 2010) dengan karakteristika dan jatidiri
yang diwarisinya sebagai bangsa pejuang (ksatria)…… ---silahkan dievaluasi bagaimana
identitas dan kondisi kita sekarang!--- dalam era reformasi.
4. Keunggulan sosiokultural dengan puncak nilai filsafat hidup bangsa (terkenal sebagai
filsafat Pancasila) yang merupakan jatidiri nasional, jiwa bangsa, asas kerokhanian negara
dan sumber cita nasional sekaligus identitas dan integritas nasional.
5. Keunggulan historis; bahwa bangsa Indonesia memiliki sejarah keemasan: kejayaan negara
Sriwijaya (abad VII - XI); dan kejayaan negara Majapahit (abad XIII - XVI) dengan
wilayah kekuasaan kedaulatan geopolitik melebihi NKRI sekarang (dari Taiwan sampai
Madagaskar). Dengan nilai warisan filsafat Pancasila sebagai sari dan puncak budaya luhur
dan peradaban Indonesia Raya.

MNS, Lab. Pancasila UM, 2011


9
B. Keunggulan Sistem Kenegaraan Filsafat Pancasila Terjabar dalam UUD
Proklamasi 45
Keunggulan Sistem Filsafat Pancasila sebagai sistem ideologi negara (ideologi
nasional) terjabar dalam UUD Proklamasi 45, terutama:
Keunggulan sistem kenegaraan Pancasila sebagai negara Proklamasi 17 Agustus 1945;
terjabar dalam asas konstitusional UUD 45:
1. NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat (demokrasi);
2. NKRI sebagai negara hukum (Rechtsstaat);
3. NKRI sebagai negara bangsa (Nation State);
4. NKRI sebagai negara berasas kekeluargaan (paham persatuan, wawasan
nasional dan wawasan nusantara);
5. NKRI menegakkan sistem kenegaraan berdasarkan UUD Proklamasi 45 yang
memancarkan asas konstitusionalisme melalui tatanan kelembagaan dan kepemimpinan
nasional dengan identitas Indonesia, dengan asas budaya dan asas moral filsafat
Pancasila yang memancarkan identitas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-
religious. Asas demikian memancarkan keunggulan sistem filsafat Pancasila (sebagai
bagian dari sistem filsafat Timur) dalam menghadapi tantangan dan godaan masa
depan: neo-liberalisme, neo-kapitalisme dan neo-imperialisme serta neo-PKI dalam
pascamodernisme yang menggoda dan melanda bangsa-bangsa modern abad XXI.
Keunggulan potensial (A-B) demikian sinergis dan berpuncak dalam kepribadian
SDM Indonesia Raya sebagai penegak kemerdekaan dan kedaulatan NKRI yang memancarkan
budaya dan moral Pancasila dalam mewujudkan cita-cita nasional. Potensi nasional dan
keunggulan NKRI akan ditentukan oleh kuantitas-kualitas SDM yang memadai + UUD Negara
yang mantap terpercaya ---bukan kontroversial sebagaimana UUD 45 amandemen---.
Sistem kenegaraan RI secara formal adalah kelembagaan nasional yang bertujuan
mewujudkan asas normatif filosofis-ideologis (in casu dasar negara Pancasila) sebagai kaidah
fundamental dan asas kerokhanian negara di dalam kelembagaan negara bangsa (nation
state, negara nasional)!.
NKRI adalah negara bangsa (nation state) sebagai pengamalan sila III yakni nilai
Wawasan Nasional yang ditegakkan dalam NKRI dan Wawasan Nusantara. Jadi, aktualisasi
asas ontologis-axiologis filsafat Pancasila ditegakkan dalam sistem kenegaraan Pancasila
sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 45; diuraikan secara ringkas terlukis dalam skema
berikut :

Perwujudan Sistem NKRI (Berdasarkan) Pancasila - UUD 45*

TAP MPR

U U D 45

P A N C A S I L A
(MNS, 1985: 2005)
Skema 3
MNS, Lab. Pancasila UM, 2011
10
*) = NKRI sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45

C. Sistem Ideologi Pancasila ditegakkan dalam N-Sistem Nasional


Maknanya, secara das Sein und das Sollen dasar negara Pancasila (ideologi nasional)
sebagai terlukis dalam skema 3 dan 4, dikembangkan, ditegakkan dan dibudayakan dalam N-
Sistem Nasional sebagai aktualisasi integritas sistem kenegaraan Pancasila (UUD
Proklamasi 45).
Secara skematis, terlukis dalam skema berikut.

N-SISTEM NASIONAL
SISTEM HUKUM NASIONAL

SISTEM POLITIK SISTEM EKONOMI


N E G A R A H U K U M

FILSAFAT HUKUM
FILSAFAT NEGARA
SOSIO-BUDAYA & FILSAFAT HIDUP
NUSANTARA (ALH-SDA) & BANGSA (SDM) INDONESIA

*) = N = sejumlah sistem nasional, terutama:


1. Sistem filsafat Pancasila
2. Sistem ideologi Pancasila
3. Sistem Pendidikan Nasional (berdasarkan) Pancasila
4. Sistem hukum (berdasarkan) Pancasila
5. Sistem ekonomi Pancasila
6. Sistem politik Pancasila (= demokrasi Pancasila)
7. Sistem budaya Pancasila
8. Sistem Hankamnas, Hankamrata
(MNS, 1988)
Skema 4

Skema ini melukiskan bagaimana sistem filsafat Pancasila dijabarkan secara normatif-
konstitusional dan fungsional sebagai terlukis dalam struktur (nilai) kenegaraan yang
dimaksud komponen-komponen dalam skema 1-2-3-4 dimaksud !.
Sesungguhnya, menegakkan Sistem Nasional adalah imperatif dari Sistem Kenegaraan
Pancasila UUD Proklamasi 45---- sebagaimana sistem negara liberalisme-kapitalisme akan
menegakan sistem demokrasi-liberal dan ekonomi-liberal; sistem komunisme menegakan
sistem demokrasi-rakyat dan ekonomi-etatisme---! Sungguh, adalah mengingkari (baca:
mengkhianati dasar negara dan ideologi negara Pancasila, Indonesia: elite reformasi
mempraktekkan demokrasi liberal, dan ekonomi liberal)!. Karena kebijakan demikian,
keterpurukan multi-dimensional tak kunjung teratasi!. Karena secara mental-ideologis telah
terjadi konflik psikologis dan dilemma moral dari pejabat dan kepemimpinan nasional!
Secara filosofis-ideologis dan konstitusional (imperatif) Bangsa Indonesia
berkewajiban membudayakan (aktualisasi) kesetiaan dan kebanggan nasional dengan
menegakkan N-Sistem Nasional sebagai perwujudan jatidiri nasional dan integritas-martabat
Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45.

MNS, Lab. Pancasila UM, 2011


11
IV. AMANAT BUDAYA DAN MORAL FILSAFAT DAN IDEOLOGI PANCASILA-UUD
PROKLAMASI 45
Amanat budaya dan moral Filsafat Pancasila (baik sebagai Dasar Negara maupun
Ideologi Negara, Ideologi Nasional), sesungguhnya terjabar secara konstitusional di dalam
UUD Proklamasi 45. Maknanya, Dasar Negara Pancasila integral dan terjabar seutuhnya dalam
UUD Proklamasi 45 sebagai landasan legalitas dan pedoman pengamalan, pembudayaan dan
pewarisannya.

A. Asas Budaya dan Moral Kelembagaan Negara dan Kepemimpinan Nasional Indonesia
Raya
Secara filosofis-ideologis dan konstitusional maka kelembagaan negara dan
kepemimpinan nasional secara imperatif berkewajiban menegakkan dan membudayakan
asas budaya dan moral filsafat dan ideologi Pancasila-UUD Proklamasi 45 seutuhnya
(secara murni dan konsekuen); sebagai Asas Budaya dan Moral Nasional Indonesia Raya!

MEMBUDAYAKAN ASAS MORAL DAN ETIKA POLITIK PANCASILA

Asas-asas fundamental dimaksud, terutama secara normatif-integral meliputi:

1. Pembukaan UUD Proklamasi 45, istimewa alinea 3-4:


“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh
keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannnya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu
dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu
susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar
kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

2. Batang Tubuh (Pasal-Pasal) UUD Proklamasi 45; istimewa


a. Bab I Pasal 1 ayat: (1), (2) dan (3)
b. Bab II Pasal 2 dan 3
c. Bab VII Pasal 19, 20, 21 dan 22
d. Bab X Pasal 26, 27 dan 28;
e. BAB XI
AGAMA
Pasal 29
(1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.
f. Bab XIII Pasal 31 dan 32;
g. Bab XIV Pasal 33 dan 34

MNS, Lab. Pancasila UM, 2011


12
Ketentuan Konstitusional demikian adalah sebagai jabaran normatif: Asas
Kerokhanian (asas moral Pancasila dan martabat nasional) bangsa dan negara
Indonesia Raya.

3. Penjelasan UUD Proklamasi 45, istimewa


"4. Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam "pembukaan" ialah
negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.
Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang
mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk
memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-
cita moral rakyat yang luhur.
III. Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang
terkandung dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya.
Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita
hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang
tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis.
Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-
pasalnya."

Penghayatan kita diperjelas oleh amanat pendiri negara (PPKI) di dalam Penjelasan
UUD 45; terutama melalui uraian: keempat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 45 (sebagai
asas kerokhanian negara (geistlichen Hinterground dan Weltanschauung) bangsa terutama:
Asas-asas fundamental di atas mulai daripada asas dasar negara Pancasila sebagai
ideologi nasional, sampai asas konstitusional secara integral berfungsi sebagai asas
budaya, dan moral terpancar dalam etika politik Pancasila --- sebagai asas budaya dan
moral politik NKRI! ---. Asas budaya dan moral demikian inilah yang mengalami
distorsi bahkan degradasi dalam budaya dan moral politik elite NKRI dalam era
reformasi!
Jadi, kedudukan Pembukaan UUD 45 berfungsi sebagai perwujudan dasar negara
Pancasila; karenanya memiliki integritas filosofis-ideologis dan konstitusional sebagai
legalitas supremasi otoritas secara kenegaraan (terjabar dalam Batang Tubuh dan
Penjelasan UUD 45). Asas demikian secara imprative berfungsi sebagai sumber dari
segala sumber hukum, dan kaidah negara yang fundamental (Grundnorm) yang bersifat
tetap (tidak dapat diubah oleh siapapun dan lembaga apapun, dengan jalan apapun;
termasuk MPR hasil Pemilu!). Jadi, juga mengandung makna imperatif (wajib) bagi
kelembagaan negara dan kepemimpinan nasional—dengan semua jajarannya—untuk
melaksanakan, mengembangkan, membudayakan, mewariskan dan melestarikannya!
Berdasarkan asas normatif-filosofis-ideologis dan konstitusional di atas, secara
imperatif setiap elite, bahkan warganegara dalam NKRI berkewajiban untuk
imenegakkan dan membudayakan asas moral politik Dasar Negara Pancasila!

B. Asas-Asas Moral dan Etika Politik Nasional (Berdasarkan) Filsafat Pancasila


Secara filosofis-ideologis dan konstitusional, kewajiban nasional semua
warganegara dalam Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45, sebagai pusat
kesetiaan dan kebanggaan nasional, secara fundamental dan integral meliputi:
1. Menghayati dan menegakkan mental-moral SDM yang setia dan bangga dengan
Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45;
2. Kita warganegara setia dan bangga menegakkan dan membudayakan mental-moral
filsafat dan ideologi Pancasila sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 45.
MNS, Lab. Pancasila UM, 2011
13
3. Kita warganegara setia dan bangga dengan keunggulan-keunggulan Indonesia
Raya, dan dengan penuh tanggungjawab mewujudkan demi kesejahteraan rakyat dan
melestarikannya.

Jabaran dari pusat kesetiaan dan kebanggan nasional ini, dapat dirumuskan secara
mendasar:
1. Membudayakan asas budaya dan moral politik nasional berdasarkan Filsafat dan Ideologi
Pancasila.
Maknanya, semua organisasi sosial-politik dan budaya secara filosofis-ideologis dan
konstitusional (imperatif) formal dan fungsional senantiasa berdasarkan Filsafat dan
Ideologi Pancasila.
Sebaliknya, apabila ada organisasi berdasarkan asas non-Pancasila, akan melahirkan
masalah berikut:
a. Apa tujuan organisasi dimaksud?
b. Bagaimana kewajiban perjuangan pendukung organisasi tersebut kepada bangsa dan
negaranya (sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45)?
c. Dapatkah disimpulkan bahwa organisasi ini bertujuan untuk menegakkan ideologi
dan Sistem Kenegaraan Non-Pancasila. Karenanya, dikategorikan sebagai gerakan
separatism ideology (mengkhianati ideologi Negara; = makar!).
d. Sikap dan tindakan warganegara yang tidak setia dan bangga dengan filsafat dan
ideologi negaranya, berarti kesadaran nasionalnya telah runtuh! Dapat juga SDM
demikian mengalami konflik kejiwaan, split –personality; bahkan hypocrite!
Jadi, mereka bukanlah warganegara yang baik.
2. Setia dan bangga dengan (kebangsaannya) Indonesia Raya yang merdeka, berdaulat dan
bermartabat sebagai subyek dalam Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45,
diantara berbagai sistem kenegaraan bangsa-bangsa modern dalam dinamika
internasional!
3. Kesadaran dan tanggung jawab siap dan rela bela negara demi kemerdekaan dan
kedaulatan Indonesia Raya dalam integritas dan martabat Sistem Kenegaraan
Pancasila-UUD Proklamasi 45.
4. Kesadaran cinta dan bela negara dengan asas dan wawasan: Ketahanan Nasional dalam
asas Hankamnas-Hankamrata. Asas imperatif ini, adalah konsekuensi konstitusional
dari sistem negara berkedaulatan rakyat (=sistem demokrasi). = dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat dalam integritas negara-bangsa (nation state) dan wawasan
nusantara! Jadi, rakyat yang sadar demokrasi mengakui amanat dan kewajiban nasional
dan konstitusionalnya untuk bela negara demi ketahanan nasional—bukan menyerahkan
tanggung jawab hanya kepada TNI—!.
5. TNI adalah Tentara Nasional (baca: Tentara Rakyat Indonesia, Tentara Bangsa dan
Negara Indonesia). Jadi, TNI adalah bhayangkari dan ksatria pembela integritas
Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45. Maknanya, TNI senantiasa
sadar untuk menegakkan politik nasional (integritas budaya dan moral politik
negara); bukan membela politik partai politik yang berkuasa; melainkan membela
integritas moral-politik NKRI sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD
Proklamasi 45 dari tantangan internal maupun eksternal: separatism ideology,
ideologi yang bertentangan dengan Pancasila (marxisme-komunisme-atheisme;
ekstrim kiri maupun ekstrim kanan; termasuk neo-liberalisme dan neo-
imperialisme)!
6. Amanat filosofis-ideologis dan konstitusional dikukuhkan dalam TAP MPR RI No.
VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa (seyogyanya dipelopori
pembudayaannya oleh anggota MPR RI: DPR RI dan DPD RI) bersama Pimpinan dan
Anggota Kelembagaan Negara (Tinggi) dan jajarannya!

MNS, Lab. Pancasila UM, 2011


14
7. Amanat konstitusional dalam TAP MPR RI No. VII/MPR/1998 tentang Hak Asasi
Manusia (yang dijiwai ajaran HAM berdasarkan filsafat Pancasila)!.

Jadi, asas dan perangkat normatif dalam NKRI sesungguhnya sudah mantap dan
signifikan (bersumber dari Dasar Negara Pancasila-UUD Proklamasi 45); tantangan
nasional terutama bagaimana membudayakannya!

V. INTEGRITAS SISTEM KENEGARAAN PANCASILA DALAM TANTANGAN


GLOBALISASI-LIBERALISASI DAN POSTMODERNISME
Dinamika Globalisasi-Liberalisasi dan Postmodernisme sesungguhnya adalah
gelombang negara adidaya untuk merebut supremasi ideologi liberalisme-kapitalisme;
sebagai otoritas neo-imperialisme dunia. Dinamika ini juga sinergis dengan gelombang
Postmodernisme yang laksana badai menggoda dan melanda bangsa dan negara modern,
terutama bangsa negara berkembang. Fenomena dimaksud nampak dalam karsa elite untuk
mempelopori reformasi---karena merasa warisan nilai lama perlu di reformasi---, meskipun
ternyata menjadi bencana yang dapat meruntuhkan integritas nasional dan integritas
negara!.
Kita menyaksikan bagaimana reformasi glasnost dan perestroika yang dicanangkan
Michael Gorbachev di Unie Soviet kemudian r u n t u h menjadi negara tidak berdaya dan
“ m u r t a d “ dari ideologi marxisme-komunisme-atheisme! (McCoubrey & White 1996:117-
120). Dengan asas glasnost dan perestroika, negara Unie Soviet memberi kebebasan dan
membuka 5000 gereja bagi umat Kristiani dan 2500 masjid bagi umat Islam.

Catatan: Sejarah dunia menyaksikan: runtuhnya negara adidaya Unie Soviet menjadi negara
tidak berdaya, namun rakyatnya bersyukur dapat kembali memuja Tuhan (Agama, Theisme)
sehingga negara Rusia sekarang amat sangat meningkat kemakmuran dan kejayaannya.

A. Tantangan Nasional : Globalisasi-Liberalisasi dan Postmodernisme


Menyelamatkan bangsa dan NKRI dari tantangan demikian (baca: keruntuhan
sebagaimana yang dialami Unie Soviet), maka bangsa Indonesia wajib meningkatkan
kewaspadaan nasional dan ketahanan mental-ideologi Pancasila. Visi-misi demikian
terutama meningkatkan wawasan nasional dan kepercayaan nasional (kepercayaan diri) agar
SDM warganegara kita mampu mewaspadai tantangan: globalisasi-liberalisasi dan
postmodernisme dan neo-PKI/KGB!
Kemampuan menghadapi tantangan yang amat mendasar dan akan melanda kehidupan
nasional ---sosial-ekonomi dan politik, bahkan mental dan moral bangsa---maka benteng terakhir
yang diharapkan mampu bertahan ialah keyakinan nasional atas kebenaran dan kebaikan (baca:
keunggulan) dasar negara Pancasila baik sebagai jatidiri bangsa dan filsafat hidup bangsa
(Volksgeist, Weltanschauung), sekaligus sebagai dasar negara (ideologi negara, ideologi
nasional). Hanya dengan keyakinan nasional ini manusia Indonesia tegak-tegar dengan
keyakinannya yang benar dan terpercaya: bahwa sistem filsafat Pancasila sebagai bagian dari
filsafat Timur memancarkan identitas dan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat
theisme-religious. Sebagai jiwa UUD negara yang menjiwai dan melandasi budaya dan
moral politik Indonesia dalam integritas sistem kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45.
Bandingkan dengan ajaran filsafat kapitalisme-liberalisme yang beridentitas
individualisme-materialisme-sekularisme-pragmatisme (neo-imperialisme) akan hampa
spiritual religius sebagaimana juga identitas ideologi marxisme-komunisme-atheisme!
Kapitalisme-liberalisme memuja kebebasan dan HAM demi kapitalisme (baca: materi, kekayaan
sumber daya alam yang dikuasai neoimperialisme): dalam praktek politik dan ekonomi liberal,
yang menjajah Irak awal abad XXI ---negara adidaya yang bergaya pembela HAM di panggung
dunia!--- ternyata HAM yang HAMPA!. Mengapa bangsa-bangsa beradab, bahkan PBB sebagai
organisasi dunia yang beradab tetap bungkam ?!
MNS, Lab. Pancasila UM, 2011
15
Tantangan globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme dapat berwujud adanya
degradasi wawasan nasional dan wawasan ideologi nasional. Demikian pula adanya
degradasi mental ideologi, seperti budaya demokrasi liberal dan HAM individualisme-
egoisme--- bukan kesatuan dan kerukunan sebagai asas moral filsaafat dan ideologi
bangsanya---. Perhatikan beberapa fenomena sosial politik dan ekonomi (neo-liberal) dalam era
reformasi sebagai praktek budaya: kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme dalam
hampir semua bidang kehidupan Indonesia, bermuara sebagai neoimperialisme! Sinergis
dengan kondisi global maka dalam NKRI juga tantangan kebangkitan neo-PKI / KGB;!
1. Watak setiap ajaran filsafat dan ideologi dengan asas dogmatisme senantiasa merebut
supremasi dan dominasi atas berbagai ajaran filsafat dan ideologi yang dipandangnya
sebagai saingan. Ideologi kapitalisme-liberalisme yang dianut negara-negara Barat
sebenarnya telah merajai kehidupan berbagai bangsa dan negara: politik kolonialisme-
imperialisme. Karena itulah, ketika perang dunia II berakhir 1945, meskipun mereka
meraih kemenangan atas German dan Jepang, namun mereka kehilangan banyak negara
jajahan memproklamasikan kemerdekaan, termasuk Indonesia. Sejak itulah negara-
negara penganut ideologi kapitalisme-liberalisme menetapkan strategi politik neo-
imperialisme untuk melestarikan penguasaan ekonomi dan sumber daya alam dan SDM
di negara-negara jajahan yang bangkit merdeka; karenanya, mereka (Sekutu
menyusun strategi rekayasa global, 1947).
2. Melalui berbagai organisasi dunia, mulai PBB, World Bank dan IMF sampai APEC
dipelopori Amerika Serikat mereka tetap sebagai kesatuan Sekutu dan Unie Eropa dalam
perjuangan merebut supremasi politik dan ekonomi dunia (neo-imperialisme). Lebih-
lebih dengan berakhirnya perang dingin (1950-1990) mereka makin menunjukkan
supremasi politik neoimperialisme!
3. Hampir semua negara berkembang yang kondisi ipteks, industri dan ekonomi amat
tergantung kepada negara maju (G-8)---kemudian berkolaborasi dalam visi-misi
G-20---maka melalui bantuan modal pembangunan baik bilateral maupun multilateral,
seperti melalui IMF dan World Bank, termasuk IGGI kemudian CGI semuanya
mengandung strategi politik ekonomi negara Sekutu (USA dan UE).
4. Melalui kesepakatan APEC, mereka mempropagandakan doktrin ekonomi liberal, atas
nama ekonomi pasar ---tidak boleh ada proteksi demi peningkatan kemampuan dan
kemandirian---. Sementara potensi ekonomi berbagai negara berkembang tanpa proteksi,
tanpa daya saing yang memadai...... semuanya dilumpuhkan dan ditaklukkan. Tercapailah
politik supremasi ekonomi kapitalisme-liberalisme, sebagai neo-imperialisme.
5. Sesungguhnya sejak dimulai perang dingin (sekitar 1950 – 1985) Sekutu telah
menampilkan watak untuk merebut dominasi dan supremasi politik internasional.
Kondisi perang dingin yang amat panjang meskipun menguras dana dan biaya perang
(angkatan perang dan persenjataan), namun juga dijadikan media propaganda bahwa
otoritas supremasi politik dan ideologi dunia tetap dimiliki Blok Barat. Supremasi politik
dan ideologi ini juga didukung oleh supremasi ipteks .......sehingga banyak intelektual
negara berkembang (baca: negara GNB) yang belajar ipteks ke negara-negara blok Barat.
Sebagian intelektual kita itu telah tergoda dan terlanda wawasan politiknya,
sehingga sebagai elite reformasi mempraktekkan demokrasi liberal, ekonomi
liberal, bahkan juga budaya negara federal! Praktek budaya politik era reformasi lebih
memuja kebebasan (liberalisme, neo-lib) dan HAM individualistik! Akibatnya,
berkembanglah anarkhisme; sehingga HAM yang dipropagandakan (bersumber dari
neo--lib USA) dalam praktek = HAMPA ---. Kita menyaksikan bagaimana USA +
Sekutunya menjajah Irak, Afghanistan; dan selalu membela penindasan oleh zionisme
Yahudi (Israel) atas bangsa negara Palestina!
6. Demikian pula Pemerintah RI era reformasi, sama sekali tidak menegakkan asas moral
filsafat dan ideologi Pancasila yang mengandung ajaran theisme-religious, karena

MNS, Lab. Pancasila UM, 2011


16
ancaman sekularisme-neolib dan neo-PKI (marxisme-komunisme-atheisme) tidak
ditindak (dilarang) sebagai pelaksanaan
a. Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 dan dikukuhkan Tap MPR RI No.
I/MPR/2003 Pasal 2 dan Pasal 4.
b. Tap MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa; dan
c. Undang Undang No. 27 tahun 1999 tentang Keamanan Negara ( yang direvisi,
terutama Pasal 107a—107e).
7. NKRI era reformasi telah jauh menyimpang dari UUD Proklamasi 45 (menjadi UUD
2002) yang sarat kontroversial dengan budaya demokrasi liberal, ekonomi liberal,
moral liberal --- sehingga subur mafia hukum dan pajak, korupsi dan anarkhisme yang
bermuara disintegrasi nasional.

Ternyata kemudian, mereka telah dididik juga sebagai kader pengembang ideologi dan
politik ekonomi kapitalisme-liberalisme ---termasuk dalam NKRI---. Kepemimpina mereka
belum membuktikan keunggulannya dalam mengatasi multi –krisis nasional yang makin
menghimpit rakyat warga bangsa tercinta!. Kondisi buruk ini dapat menjadi lahan subur
bangkinya neo-PKI/KGB yang berpropaganda menjadi ”penyelamat ” kaum miskin dan buruh
tani dalam NKRI, melalui revolusi rakyat (proletar)!
Inilah fenomena dan bukti sebagian elite dalam NKRI tergoda dan terlanda
ideologi neo-liberalisme dan neo-komunisme! Apakah fenomena dan bukti aktual dalam
era reformasi sebagian elite reformasi memang berjuang untuk ideologi non-Pancasila
(baca : separatisme ideologi : ekstrim kiri, eksrim kanan dan neo-imperialisme) yang
mengancam integritas negara Pancasila?
Tantangan globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme yang sinergis dengan neo-
PKI/KGB (marxisme-komunisme-atheisme) t i d a k dihayati sebagai tantangan yang
mengancam integritas: kemerdekaan dan kedaulatan Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD
Proklamasi 45, termasuk mental dan moral SDM bangsa Indonesia Raya!
Bila demikian kondisinya, inilah tragedi reformasi; bahkan tragedi mental dan
moral bagi bangsa Indonesia Raya --- karena SDM kita diruntuhkan mental wawasan
nasional sekaligus moral theisme-religious: berganti menjadi: memuja kebebasan
(=liberalisme), demokrasi (demokrasi liberal); atas nama HAM (HAMPA=konflik
horizontal sampai anarkhisme)!
Dinamika dan tantangan demikian kita hadapi dengan kesetiaan dan kebanggaan
nasional, terutama menegakkan dan membudayakan Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD
Proklamasi 45; termasuk membudayakan Pilar-Pilar Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara yang menjadi program MPR sekarang!
Amanat nasional dan konstitusional ini menjadi makin mendesak, sebagai jawaban
(demi Ketahanan Nasional) sebagai terlukis dalam Skema 5.
Perhatikan dan hayati nilai dan tantangan neo-imperialisme dan neo-komunisme-
atheisme-etatisme sebagai terlukis dalam Skema 5!
Sesungguhnya inilah wujud tantangan dan ancaman dari supremasi ideologi neo-lib
yang berpuncak dengan neo-imperialisme (USA, UE sebagai Sekutunya) yang sinergis
dengan “Kebangkitan” Neo-PKI/KGB --- dengan gerakan “Pelurusan Sejarah” dan
menyebar fitnah keji --- bahwa PKI “hanyalah” korban dari penindasan Orde Baru dan
Soeharto! ---. Inilah fitnah ke-3:
1. Fitnah pertama: Kudeta PKI Madiun 18 September 1948, oleh PKI difitnah
rekayasa Hatta;
2. Fitnah kedua: Kudeta G30S/PKI 1 Oktober 1965 adalah oleh Dewan Jenderal
(sejak reformasi tokoh PKI mengatakan G30S = masalah internal AD); dan
3. Fitnah ketiga : Kudeta G30S/PKI 1 Oktober 1965 adalah Kudeta Soeharto dan
PKI hanyalah korban penindasan rezim Orde Baru.

MNS, Lab. Pancasila UM, 2011


17
Bagaimana usaha PKI membentuk opini dunia dan rakyat Indonesia untuk percaya
bahwa ketiga fitnah di atas versi PKI lah yang BENAR (valid). Semoga bangsa Indonesia
yang bermoral Pancasila dan dijiwai moral agama tetap percaya Kebenaran Sejarah
Nasional yang masih kita hayati sebagai tragedi nasional!
Percayalah, fitnah keji itu adalah budaya dan “moral” politik marxisme-
komunisme-atheisme di seluruh dunia!
Karena itu, waspadalah demi integritas Kemerdekaan dan Kedaulatan Sistem
Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dan SDM warganegaranya sebagai manusia
Pancasilais yang agamis (religious). PKI bangkit dari kuburnya berkat kebebasan yang
dianugerahkan oleh reformasi 1998, yang bagi kita pembela Filsafat Pancasila dan Ideologi
Negara Proklamasi, kita hayati sebagai jalan s e s a t yang amat memprihatinkan.

MNS, Lab. Pancasila UM, 2011


18
INTEGRITAS NASIONAL DAN NKRI SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILA

TAP – MPR *

NEO-IMPERIALISME
NEO-LIBERALISME NEO-KOMUNISME, NEO-PKI, KGB
SEKULARISME-PRAGMATISME U U D 45 KEDAULATAN NEGARA (= ETATISME),
DEMOKRASI LIBERAL, KOLEKTIVISME – INTERNASIONALISME
INDIVIDUALISME – AN. HAM MARXISME – KOMUNISME – ATHEISME,
KAPITALISME (MATERIALISME) P A N C A S I L A DIALEKTIKA–HISTORIS–MATERIALISME

ERA – REFORMASI
POSTMODERNISME
GLOBALISASI – LIBERALISASI

7. UU No. 27 TAHUN 1999 TENTANG KEAMANAN NEGARA (YANG DIREVISI):


TERUTAMA PASAL 107a – 107f. SEBAGAI JABARAN UUD 45 DAN TAP MPRS No.
XXV/MPRS/1966 (KARENANYA DAPAT DITEGAKKAN SEBAGAIMANA MESTINYA).
6. TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 jo. Tap MPR RI No. I/MPR/2003, Pasal 2 dan 4
5. UUD Proklamasi 45 SEUTUHNYA ……. (PEMBUKAAN, PASAL 29 DAN
PENJELASAN )
4. NKRI SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILA
3. DASAR NEGARA (IDEOLOGI NEGARA, IDEOLOGI NASIONAL) PANCASILA
2. FILSAFAT HIDUP (WELTANSCHAUUNG), JATIDIRI INDONESIA : PANCASILA
1. SOSIO – BUDAYA NUSANTARA INDONESIA

*) = UUD 45 Amandemen, dengan kelembagaan negara (tinggi) : = Presiden, MPR, DPR, DPD; MK, MA dan BPK (+ KY)
(MNS, 2007)
skema: 5
MNS, Lab. Pancasila UM, 2011
19
B. Tantangan Nasional dalam Era Reformasi
Pemerintahan dan kelembagaan negara era reformasi, bersama berbagai komponen
bangsa berkewajiban meningkatkan kewaspadaan nasional yang dapat mengancam integritas
nasional dan NKRI.
Tantangan nasional yang mendasar dan mendesak untuk dihadapi dan dipikirkan
alternatif pemecahannya, terutama:
1. Amandemen UUD 45 yang sarat kontroversial; baik filosofis-ideologis bukan
sebagai jabaran dasar negara Pancasila, juga secara konstitusional amandemen
cukup memprihatinkan karena berbagai konflik kelembagaan. Berdasarkan analisis
demikian berbagai kebijaksanaan negara dan strategi nasional, dan sudah tentu
program nasional mengalami distorsi nilai ---dari ajaran filsafat Pancasila, menjadi
praktek budaya kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme---. Terutama
demokrasi liberal dan ekonomi liberal……..bermuara sebagai supremasi neo-
imperialisme!
2. Elite reformasi dan kepemimpinan nasional hanya mempraktekkan budaya
demokrasi liberal atas nama HAM; yang aktual dalam tatanan dan fungsi
pemerintahan negara (suprastruktur dan infrastruktur sosial politik) hanyalah: praktek
budaya oligarchy, plutocracy.......bahkan sebagian rakyat mempraktekkan budaya
anarchy (anarkhisme)!
3. Rakyat Indonesia mengalami degradasi wawasan nasional ---bahkan juga degradasi
kepercayaan atas keunggulan dasar negara Pancasila, sebagai sistem ideologi
nasional---. Karenanya, elite reformasi mulai pusat sampai daerah mempraktekkan
budaya kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme. Jadi, rakyat dan bangsa
Indonesia mengalami erosi jatidiri nasional!
4. NKRI sebagai negara hukum, dalam praktek justru menjadi negara yang tidak
menegakkan kebenaran dan keadilan berdasarkan Pancasila – UUD 45. Praktek dan
“budaya” korupsi makin menggunung, mulai tingkat pusat sampai di berbagai daerah:
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kekayaan negara dan kekayaan PAD bukan
dimanfaatkan demi kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat, melainkan dinikmati oleh
elite reformasi. Demikian pula NKRI sebagai negara hukum, keadilan dan supremasi
hukum; termasuk HAM belum dapat ditegakkan.
5. Tokoh-tokoh nasional, baik dari infrastruktur (orsospol), maupun dalam
suprastruktur (lembaga legislatif dan eksekutif) hanya berkompetisi untuk merebut
jabatan dan kepemimpinan yang menjanjikan (melalui pemilu dan pilkada). Berbagai
rekayasa sosial politik diciptakan, mulai pemekaran daerah sampai usul amandemen
UUD 45 (tahap V) sekedar untuk mendapatkan legalitas dan otoritas kepemimpinan
demi kekuasaan. Sementara kondisi nasional rakyat Indonesia, dengan angka
kemiskinan dan pengangguran yang tetap menggunung belum ada konsepsi alternatif
strategis pemecahannya. Kondisi demikian dapat melahirkan konflik horisontal dan
vertikal, bahkan anarchisme sebagai fenomena sosio-ekonomi-psikologis rakyat
dalam wujud stress massal dan anarchisme!
6. Pemujaan demokrasi liberal atas nama kebebasan dan HAM telah mendorong
bangkitnya primordialisme kesukuan dan kedaerahan. Mulai praktek otoda dengan
budaya negara federal sampai semangat separatisme. Fenomena ini membuktikan
degradasi nasional telah makin parah dan mengancam integritas mental ideologi
Pancasila, integritas nasional dan integritas NKRI, dan integritas moral
(komponen pimpinan, manusia, bangsa) !
7. Momentum pemujaan kebebasan (neo-liberalisme) atas nama demokrasi dan HAM,
dimanfaatkan partai terlarang PKI untuk bangkit. Mulai gerakan “pelurusan sejarah”
---terutama G.30S/PKI--- sampai bangkitnya neo-PKI sebagai KGB melalui PRD dan

20 MNS, Lab.Pancasila UM, 2011


Papernas. Mereka semua melangkahi (baca: melecehkan Pancasila – UUD 45) dan
rambu-rambu (= asas-asas konstitusional) yang telah berlaku sejak 1966, terutama:
a. Bahwa filsafat dan ideologi Pancasila memancarkan integritas sebagai sistem
filsafat dan ideologi theisme-religious. Artinya, warga negara RI senantiasa
menegakkan moral dan budaya politik yang adil dan beradab yang dijiwai
moral Pancasila berhadapan dengan separatisme ideologi: marxisme-
komunisme-atheisme yang diperjuangkan neoPKI / KGB dan antek-anteknya.
b. UUD Proklamasi seutuhnya memancarkan nilai filsafat Pancasila: mulai
Pembukaan, Batang Tubuh (hayati: Pasal 29) dan Penjelasan UUD 45.
c. Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 dan dikukuhkan Tap MPR RI No.
I/MPR/2003 Pasal 2 dan Pasal 4.
d. Tap MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa; dan
e. Undang Undang No. 27 tahun 1999 tentang Keamanan Negara ( yang
direvisi, terutama Pasal 107a—107f).
Perhatikan dan hayati isi nilai dalam Skema 5, Bagian bawah.

C. Praktek dan Budaya Neo-Liberalisme Menggoda dan Melanda Rakyat dan


NKRI
Dunia postmodernisme makin menggoda dan melanda dunia melalui politik
supremasi ideologi. Kita semua senang dan bangga, menikmati kebebasan dan keterbukaan
atas nama demokrasi dan HAM, tanpa menyadari bahwa nilai-nilai neoliberalisme menggoda
dan melanda sehingga terjadi degradasi wawasan nasional, sampai degradasi mental dan
moral sebagian rakyat bahkan elite dalam era reformasi.
Sebagian elite reformasi bangga dengan praktek reformasi yang memuja kebebasan
(=liberalisme) atas nama demokrasi (demokrasi liberal) dan HAM (HAM yang dijiwai
individualisme, materialisme, sekularisme) sehingga rakyat Indonesia masih terhimpit dalam
krisis multi dimensional.
Harapan berbagai pihak dengan alam demokrasi dan keterbukaan, nasib rakyat akan
dapat diperbaiki menjadi lebih sejahtera dan adil sebagaimana amanat Pembukaan UUD 45 :
“ ........ memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa .... “ dapat
terlaksana, dalam makna SDM Indonesia cerdas dan bermoral! Tegasnya, bukan euforia
reformasi dengan budaya demokrasi neo-liberal dalam praktek oligarchy, plutocracy dan
anarchy…….berwujud konflik horisontal…..degradasi wawasan nasional dan moral
(korupsi menggunung) dapat bermuara disintegrasi bangsa dan NKRI.
Sesungguhnya, dalam era reformasi yang memuja kebebasan atas nama demokrasi dan HAM,
ternyata ekonomi rakyat makin terancam oleh kekuasaan neoimperialisme melalui ekonomi liberal.
Analisis ini dapat dihayati melalui bagaimana politik pendidikan nasional (UU RI No: 9 tahun 2009
tentang BHP sebagai kelanjutan PP No. 61 / 1999) yang membuat rakyat miskin makin tidak
mampu menjangkau. Meskipun UU tersebut dibatalkan oleh MK-RI, April 2010 namun praktek
budaya BHP cenderung tetap berlangsung --- termasuk adanya fungsi BLU ---!.
Bidang sosial ekonomi, silahkan dicermati dan dihayati Perpres No. 76 dan 77 tahun 2007
tentang PMDN dan PMA yang tertutup dan terbuka, yang mengancam hak-hak sosial ekonomi
bangsa; istimewa kesejahteraan generasi penerus!
Demokrasi liberal dengan biaya amat mahal beserta social cost yang cukup memprihatinkan
---konflik horisontal, sampai anarkhisme yang bermuara disintegrasi bangsa --- adalah tragedi
penyimpangan elite reformasi dalam menegakkan sistem kenegaraan Pancasila! ----lebih-lebih pasca
Amandemen UUD Proklamasi 45, menjadi : UUD 2002 !
“Kebijakan” elite reformasi di atas adalah kebijakan dan strategi sesat, yang
meruntuhkan integritas nasional dan integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD
Proklamasi 45. Inilah pengkhianatan reformasi kepada amanat Pembukaan UUD 45 alinea

21 MNS, Lab.Pancasila UM, 2011


ke-3 dan 4; Pasal 29, 33 dan 37 --- akibat tergoda dan terlanda ideologi neo-lib yang sinergis
dengan ideologi komunisme-atheisme!

VI. KEBIJAKAN DAN STRATEGI : PENDIDIKAN DAN PEMBUDAYAAN


FILSAFAT DAN IDEOLOGI (NEGARA) PANCASILA
Sesungguhnya sub thema ini adalah aktualisasi pembudayaan ontologis-
epistemologis-axiologis filsafat Pancasila seutuhnya demi integritas SDM Indonesia
Raya dan Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45.
Demi tegaknya integritas nilai filsafat Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
nasional ---dan tegaknya integritas Sistem Kenegaraan Pancasila--- negara berkewajiban
melaksanakan amanat Pendidikan dan Pembudayaan Filsafat Pancasila dan Ideologi
Nasional.
Demi SDM warganegara NKRI sebagai generasi penerus, penegak dan
bhayangkari negara Pancasila wajarlah semua rakyat warga bangsa Indonesia Raya
menghayati dan mengamalkan filsafat Pancasila (sebagai filsafat hidup, dasar negara,
ideologi negara!). Visi-Misi demikian makin mendesak sebagai kesiapan Ketahanan
Nasional sebagai wujud terbinanya Nation and Character Building, baik integritas SDM
sebagai subyek budaya, subyek hukum, dan subyek moral; sekaligus integritas Sistem
Nasional Pancasila! Hanya dengan integritas demikian keunggulan Sistem Kenegaraan
Pancasila-UUD Proklamasi 45 tegak sebagai martabat Indonesia Raya menghadapi
TANTANGAN GLOBALISASI-LIBERALISASI DAN POSTMODERNISME sebagai
terlukis dalam Skema 5.
Negara berkewajiban membentuk Kelembagaan yang melaksanakan visi-misi Pendidikan
dan Pembudayaan Filsafat Pancasila; dengan alternatif : lintas kelembagaan Kementerian
dan Non Kementerian, terutama : Kemendiknas, Kemenag, Kemendagri; Lemhannas,
Wantannas, LIPI; Kemeneg. Pemuda dan Olah Raga, Kemenkominfo.
Kelembagaan dimaksud dapat bekerjasama dan atau dibantu oleh berbagai PTN-PTS yang
diperlukan.

Pembudayaan dilaksanakan mulai dan melalui keluarga, media komunikasi (cetak dan
elektronika) dengan program : Mimbar Nasional Filsafat Pancasila. Maknanya, setiap
media elektronik khususnya, diminta Negara aktif berpartisipasi melaksankan
Pembudayaan Nilai Dasar Negara Pancasila (15 menit, 3x seminggu)!
Program dimaksud sinergis dengan peningkatan program Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKN) mulai pendidikan dasar sampai pendidikan menengah! Khusus
untuk Pendidikan Tinggi juga dikembangkan matakuliah : Filsafat Pancasila sebagai
Ideologi Nasional.
Amanat pendidikan dan pembudayaan Filsafat Pancasila sebagai Ideologi Nasional
sejiwa dengan visi-misi yang diamanatkan Pembukaan UUD Proklamasi 45 :
“......memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa ........” yang
dijabarkan sebagai : nation and character building. Karenanya, menjadi kewajiban moral
dan konstitusional (imperative) untuk kita laksanakan sebagai visi-misi Nasional
mendasar dan mendesak!.
Guna melaksanakan visi-misi ini secara memadai, mulai kelembagaan, tenaga pembina
dan dosen perlu dipersiapkan; termasuk : kurikulum dan kepustakaannya. Jadi,
Kelembagaan Pendidikan dan Pembudayaan Dasar Negara Pancasila dan Ideologi
Nasional merupakan peningkatan kesadaran asas kerokhanian bangsa sekaligus asas
moral politik nasional yang dapat tergoda dan terlanda dinamika globalisasi-liberalisas
dan postmodernisme; berwujud neo-imperialisme!

22 MNS, Lab.Pancasila UM, 2011


Dinamika globalisasi-liberalisas dan postmodernisme nampak dalam fenomena sosial
politik, ekonomi; bahkan mental dan moral berbagai komponen bangsa yang mengalami
degradasi wawasan nasional, dengan mempratekkan budaya neoliberalisme dan
sekularisme; demokrasi liberal, ekonomi liberal; HAM liberal dan individualistik; sampai
kebebasan moral (terutama: korupsi, konflik horisontal; termasuk antar suku dan
agama yang bermuara anarkhisme dan disintegrasi nasional!)
Sesungguhnya, kondisi dan fenomena demikian adalah tantangan nasional mendasar
dan mendesak; karena mengancam integritas mental dan moral SDM Indonesia Raya
sekaligus integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45!. Hanya dengan
subyek SDM bermoral Pancasila sebagai wujud Ketahanan Nasional untuk menjamin
integritas NKRI, wawasan nasional dan wawasan nusantara yang aktual dan
bermartabat.

VII. MEMORANDUM NASIONAL


Kewajiban nasional para pemimpin bangsa; lebih-lebih sesepuh (pejuang dan
pemimpin) bangsa --- sebagai amanat moral dan konstitusional --- demi integritas Sistem
Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dan integritas SDM generasi penerus, untuk
mengupayakan bagaimana menegakkan dan membudayakan nilai-nilai fundamental
Indonesia Raya.
Nilai-nilai fundamental Indonesia Raya demikian adalah sebagai tersurat dan
tersirat dalam thema makalah ini : “FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SISTEM
IDEOLOGI NASIONAL TERJABAR DALAM UUD PROKLAMASI 45 DINAMIKA
PEMBUDAYAAN DAN TANTANGANNYA (MEMBUDAYAKAN ASAS MORAL
DAN ETIKA POLITIK PANCASILA)”
Mulai dengan menegakkan budaya asas moral dan etika politik Pancasila bagi
kepemimpinan nasional --- kelembagaan tingkat Pusat sampai Daerah ---, juga meningkatkan
asas dan wawasan nasional dan ideologi nasional bagi generasi penerus, kita percaya dapat
mewariskan Negara Proklamasi dalam integritas sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-
UUD Proklamasi 45 seutuhnya.
Secara moral dan konstitusional (imperatif) dengan dipelopori elite Indonesia Raya di
atas, marilah kita laksanakan pembudayaan nilai filsafat Pancasila sebagai ideologi
nasional, sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 45; terutama melalui penghayatan dan
praktek nilai-nilai berikut.

A. Asas Budaya dan Moral Politik Pancasila


MEMORANDUM NASIONAL DAN MORAL
1. Sebagai bangsa kita berkewajiban bersyukur dan bangga atas anugerah dan amanat Allah
Yang Maha Kuasa berwujud Indonesia Raya dalam Nusantara Indonesia; mewarisi
budaya luhur dan unggul, sekaligus wilayah nusantara yang amat strategis, kaya SDA;
potensi unggul SDM dan luhur budaya, sistem filsafat dan ideologi Pancasila.
2. Kita bersyukur dan bangga nilai-nilai fundamental dikembangkan dan ditegakkan oleh
the founding fathers (PPKI) dalam integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD
Proklamasi 45 seutuhnya dengan keunggulan sistem negara berkedaulatan rakyat
(demokrasi Pancasila) dan negara hukum (Rechtsstaat); b u k a n neo-liberalisme
yang bermuara : neo-imperialisme!.
3. Kita bersyukur Indonesia Raya yang merdeka, berdaulat, bersatu dan cukup bermartabat
sebagai pancaran nilai filsafat Pancasila sebagai sistem filsafat theisme-religious
terjabar secara signifikan dalam UUD Proklamasi 45. Amanat konstitusional ini telah
ditegakkan mulai Proklamasi 45, Dekrit Presiden RI 5 Juli 1959; sampai Kebangkitan

23 MNS, Lab.Pancasila UM, 2011


Orde Baru dengan thema Melaksanakan Pancasila-UUD 45 secara Murni dan
Konsekuen!
4. Oleh berbagai komponen bangsa, kepemimpinan Orde Baru dianggap menyimpang
dari amanat nilai Pancasila-UUD 45, terutama berwujud KKN! Karenanya,
bangkitlah gerakan reformasi untuk mengikis fenomena dan praktek KKN!

Catatan : secara rasional, konstitusional dan moral tentulah hujatan itu berdasarkan
kaidah dan norma dasar (filsafat Pancasila dan UUD 45)! Tetapi, adalah ironis dan
tragis, norma dasar (Grundnorm) justru mengalami reformasi = diamandemen 1999
– 2002, yang sarat kontroversial bahkan degradasi nilai dan makna secara filosofis-
ideologis dan konstitusional.

5. Sebagai bangsa, kita berkewajiban mawas diri dan menilai (audit) apakah reformasi
sungguh benar (valid, terpercaya) dan demikian pula amandemen UUD 45 menjadi
UUD 2002. Kita menghayati bahwa kita mengalami degradasi wawasan nasional,
wawasan ideologis-filosofis dan wawasan konstitusional. .. yang bermuara konflik
horizontal bahkan dapat dibawah kekuasaan neo-imperialisme!
6. Sesungguhnya, reformasi dan amandemen akan kita pertanggungjawabkan secara
konstitusional dan moral, kepada : Allah Yang Mengamanatkan Kemerdekaan
Indonesia Raya, kepada generasi pendahulu yang berkorban demi bangsa; dan kita
juga bertanggungjawab pula kepada generasi masa depan (=pewaris dan pemilik
Indonesia Raya) : apakah akan menerimanya dalam keadaan merdeka, berdaulat,
sejahtera dan bermartabat? Ataukah justru dikuasai supremasi ideologi neo-
liberalisme dan neo-imperialisme!
7. Marilah kita menghayati nilai-nilai dalam uraian ringkas makalah ini seutuhnya;
dalam beberapa skema!. Bagaimana tanggungjawab konstitusional dan moral kita
apabila reformasi telah menyimpang secara filosofis-ideologis dan konstitusional
yang TERGODA DAN TERLANDA demokrasi liberal, ekonomi liberal (baca : neo-
lib); neo-imperialisme (sekularisme) yang sinergis dengan kebangkitan : neo-
PKI/KGB (atheisme!). Inilah TRAGEDI PERADABAN DAN MORAL
KEMANUSIAAN yang dapat terjadi bila reformasi TIDAK DI-AUDIT berdasarkan
asas filosofis-ideologis Pancasila yang dijiwai moral Ketuhanan Yang Maha Esa
(sebagai sistem filsafat theisme-religious)! Karenanya, visi-misi Nation and Character
Building diakui sebagai mendasar dan mendesak untuk diwujudkan!

B. Alternatif Pembudayaan Filsafat Pancasila sebagai Ideologi Nasional


ASAS MORAL DAN ETIKA POLITIK INDONESIA RAYA
(ASAS MORAL POLITIK PANCASILA)

Kami Bangsa Indonesia Raya bersyukur dan bangga mewarisi dan memiliki Sistem
Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 yang unggul-bermartabat. Keunggulan dan
martabat Indonesia Raya seutuhnya: meliputi keunggulan Indonesia Raya (Keunggulan SDM,
Natural/SDA dan Kultural) sinergis dengan keunggulan Sistem Kenegaraan Pancasila-
UUD Proklamasi 45.
Bahwa Kami sebagai bangsa dan warganegara berkewajiban untuk menegakkan dan
membudayakan Sistem Kenegaraan yang diberkati Tuhan Yang Maha Esa dalam “ASAS
MORAL DAN ETIKA POLITIK INDONESIA RAYA (ASAS MORAL POLITIK
PANCASILA)” demi melaksanakan anugerah dan amanat Allah Yang Maha Kuasa,
dengan kesadaran mendasar berikut.

24 MNS, Lab.Pancasila UM, 2011


I. Kita sebagai manusia dan bangsa bermartabat berkewajiban mengabdi kepada Tuhan
Maha Pencipta, yang menganugerahkan dan mengamanatkan hidup, keimanan,
kemerdekaan dan kesejahteraan dalam budaya dan peradaban, moral dan agama.
II. Kami sebagai manusia dan bangsa Indonesia Raya bersyukur dan bangga diberkati
dengan asas budaya dan Dasar Negara Pancasila sebagai amanat Tuhan Yang Maha Esa
untuk ditegakkan. Karenanya, kami sebagai manusia dan bangsa bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa
III. Kami senantiasa bersyukur dan bangga sebagai bangsa Indonesia Raya dengan
menyadari sepenuhnya bahwa kita adalah bagian integral dari martabat umat manusia
dan kemanusiaan sepanjang sejarah budaya dan peradaban. Karenanya, kami
berkewajiban untuk menegakkan kemerdekaan, perdamaian, persahabatan dan kerjasama
antar-bangsa sebagai perwujudan moral kemanusiaan yang bermartabat.

Sebagai warganegara dan bangsa Indonesia, kami berkewajiban menegakkan budaya dan
martabat Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45, dengan menegakkan dan
membudayakan Asas Moral Budaya Politik Pancasila:
1. Kami adalah manusia dan pribadi warganegara Indonesia Raya senantiasa bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Kami senantiasa menegakkan asas-asas HAM dan KAM demi martabat kemanusiaan
yang adil dan beradab.
3. Kami berkewajiban mengembangkan wawasan nasional dalam negara bangsa
dengan asas kekeluargaan dan wawasan nusantara demi integritas dan martabat
Indonesia Raya dalam integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi
45.
4. Kami menegakkan dan membudayakan Asas Kerakyatan sebagai amanat
kedaulatan rakyat (berdasarkan) Moral Dasar Negara Pancasila-UUD
Proklamasi 45 dalam budaya NKRI.
5. Kami dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab berkewajiban Membudayakan
Asas Moral Keadilan Sosial bagi Bangsa dan Rakyat Indonesia demi Martabat
Nasional dan Kemanusiaan.

PENUTUP
POKOK-POKOK PIKIRAN
Berdasarkan uraian ringkas makalah dengan thema : Sistem Filsafat dan Ideologi
Pancasila (Landasan Integritas Nasional dan Tegak sebagai Sistem Kenegaraan
Pancasila-UUD Proklamasi 45) secara mendasar dapat dirumuskan pokok-pokok pikiran
berikut :
1. Sistem Filsafat dan Ideologi Pancasila adalah bagian dari sistem filsafat Timur
yang memancarkan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious.
Ajaran filsafat Pancasila yang dikembangkan sebagai sistem ideologi nasional
dikembangkan dan ditegakkan dalam integritas Sistem Kenegaraan Pancasila (sebagai
terjabar dalam UUD Proklamasi 45).
2. Filsafat Pancasila sebagai asas kerokhanian bangsa dan NKRI memberikan
integritas keunggulan sistem kenegaraan Indonesia Raya.
Bahwa sesungguhnya UUD Negara adalah jabaran dari filsafat negara Pancasila
(Weltanschauung) sebagai ideologi nasional (ideologi negara); asas kerokhanian
bangsa dan negara; jatidiri bangsa. Karenanya menjadi asas normatif-filosofis-
ideologis-konstitusional bangsa; menjiwai dan melandasi cita budaya dan moral politik
nasional, sebagai terjabar dalam asas normatif-filosofis-ideologis-konstitusional dan
bersifat imperatif :

25 MNS, Lab.Pancasila UM, 2011


a. Negara kesatuan, negara bangsa (nation state, wawasan nasional dan wawasan
nusantara: sila III), ditegakkan sebagai NKRI.
b. Negara berkedaulatan rakyat (= negara demokrasi: asas normatif sila IV).
c. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan
yang adil dan beradab (sila I-II) sebagai asas moral kebangsaan dan kenegaraan
RI; ditegakkan sebagai budaya dan moral (manusia warga negara) politik Indonesia.
d. Negara berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat): asas supremasi hukum demi
keadilan dan keadilan sosial: oleh semua untuk semua (sila I-II-IV-V); sebagai
negara hukum Pancasila.
e. Negara berdasarkan asas kekeluargaan (paham persatuan: negara melindungi seluruh
tumpah darah Indonesia, dan seluruh rakyat Indonesia, negara mengatasi paham
golongan dan paham perseorangan: sila III-IV-V) dijiwai dan dilandasi sila I-II; dan
ditegakkan dalam sistem ekonomi Pancasila, sebagai demokrasi ekonomi dan
pemberdayaan rakyat sebagai SDM subyek penegak integritas NKRI dan Ketahanan
Nasional!.
3. Dinamika globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme bermuara supremasi (ideologi
neo-liberalisme) sebagai neo-imperialisme, menjadi tantangan nasional yang
mengancam integritas Sistem Kenegaraan Pancasila; sekaligus integritas mental-moral-
SDM Indonesia masa depan!. Tantangan ini makin mendesak karena sinergis dengan
fenomena kebangkitan neo-PKI / KGB dalam NKRI yang “cucitangan” atas tanggung
jawab G 30 S / PKI ---dengan dalih : “pelurusan sejarah”--- (versi PKI-atheisme)!
4. Secara ontologis-axiologis era reformasi jauh menyimpang dari kaidah fundamental
filsafat Pancasila dan ideologi Pancasila sebagai diamanatkan UUD Proklamasi 45 ---
yang telah diubah menjadi UUD 2002 ---. Karenanya, pemerintah dan elite reformasi
mempraktekkan budaya dan moral demokrasi liberal, ekonomi liberal ......bahkan
memuja kebebasan (=liberalisme), demokrasi liberal (bukan demokrasi berdasarkan
moral Pancasila); atas nama HAM (HAM yang individualistik, yang dipropagandakan
oleh USA sementara fenomena sosial politik global mereka menindas HAM, dengan
menjajah beberapa negara Timur Tengah : seperti Irak .... dan Afghanistan ! ). Fenomena
demikian menunjukkan HAM mereka hanyalah propaganda H A M P A !
5. Dinamika neo-liberalisme dan neo-imperialisme dalam era postmodernisme
---termasuk era reformasi--- menggoda dan melanda bangsa-bangsa, termasuk Indonesia !
Bilamana kita tidak tegak-tegar dengan integritas nilai filsafat Pancasila, rakyat kita
mengalami degradasi nasional ...... bahkan degradasi mental dan moral (theisme-
religious menjadi sekularisme; bahkan materialisme-kapitalisme-individualisme dan
atheisme!) Fenomena demikian bermuara sebagai bencana nasional, tragedi moral dan
peradaban bangsa-bangsa masa depan!
6. Multikrisis dimensional nasional dalam NKRI belum teratasi, kita dihimpit dengan
global crisis financial dari negara adidaya (USA dan UE) yang dapat memacu politik
supremasi neo-imperialisme dari ideologi neo-liberalisme dan neo-imperialisme!
7. Adalah kewajiban nasional, bahkan kewajiban moral kita semua --- terutama elite
reformasi dan Pemerintah --- untuk merenung dan mawasdiri sebagai audit nasional,
khususnya sebagai audit reformasi! Maknanya, apakah kita sudah sungguh-sungguh setia
dan bangga dengan sistem kenegaraan Pancasila sebagai diamanatkan PPKI dalam UUD
Proklamasi 45; ataukah kita telah tergoda dan terlanda oleh “kejayaan” negara
liberalisme-kapitalisme --- sehingga kita ikut membudayakan demokrasi liberal dan
ekonomi liberal (mungkin juga mental dan moral liberal), --- bermuara sebagai neo-
imperialisme! ---.

26 MNS, Lab.Pancasila UM, 2011


8. Pembudayaan Pilar-Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara secara
konstitusional dan imperatif adalah amanat filosofis-ideologis Pancasila-UUD
Proklamasi 45.
9. Visi-Misi demikian makin mendesak sebagai kesiapan Ketahanan Nasional sebagai
wujud terbinanya Nation and Character Building, baik integritas SDM sebagai subyek
budaya, subyek hukum, dan subyek moral; sekaligus integritas Sistem Nasional
Pancasila! Hanya dengan integritas demikian keunggulan Sistem Kenegaraan Pancasila-
UUD Proklamasi 45 tegak sebagai martabat Indonesia Raya menghadapi TANTANGAN
GLOBALISASI-LIBERALISASI DAN POSTMODERNISME sebagai terlukis dalam
Skema 5.
10. Sebagai bangsa yang mewarisi sistem filsafat Pancasila yang memancarkan
martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious, adalah kewajiban dan amanat
moral semua warganegara Indonesia Raya untuk menegakkan dan menunaikan amanat
fundamental sebagai asas kerokhanian bangsa dan negara, yang secara imperatif
konstitusional diamanatkan UUD Proklamasi 45 seutuhnya.
11. Aktualisasi asas-asas fundamental ini, terutama tegaknya asas moral
demokrasi Pancasila dan asas moral negara hukum, termasuk keadilan sosial dan
demokrasi ekonomi dalam kehidupan bangsa demi Ketahanan Nasional Indonesia
Raya yang aktual dan essensial dalam integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-
UUD Proklamasi 45.

Demikian sebagai bahan pertimbangan dan renungan kita generasi tua untuk
diwariskan dan diabdikan bagi generasi muda, generasi penerus bangsa!
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa mengayomi dan memberkati Indonesia
Raya dalam integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45, demi rakyat
dan bangsa Indonesia Raya yang jaya, adil dan bermartabat!

Malang, 29 Januari 2011


Laboratorium Pancasila
Universitas Negeri Malang (UM)
Ketua,
Mohammad Noor Syam
(Guru Besar Emeritus UM)

27 MNS, Lab.Pancasila UM, 2011


Kepustakaan:

Avey, Albert E. 1961: Handbook in the History of Philosophy, New York, Barnas & Noble,
Inc.
Center for Civic Education (CCE) 1994: Civitas National Standards For Civics and
Government, Calabasas, California, U.S Departement of Education.
Huston Smith, 1985: The Religions of Man, (Agama-Agama Manusia, terjemah oleh :
Saafroedin Bahar), Jakarta, PT. Midas Surya Grafindo.
Kartohadiprodjo, Soediman, 1983: Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, cetakan ke-4,
Bandung, Penerbit Alumni.
Kelsen, Hans 1973: General Theory of Law and State, New York, Russell & Russell
McCoubrey & Nigel D White 1996: Textbook on Jurisprudence (second edition), Glasgow,
Bell & Bain Ltd.
Mohammad Noor Syam 2007: Penjabaran Fislafat Pancasila dalam Filsafat Hukum
(sebagai Landasan Pembinaan Sistem Hukum Nasional), disertasi edisi III,
Malang, Laboratorium Pancasila.
------------------ 2000: Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia (Wawasan Sosio-
Kultural, Filosofis dan Konstitusional), edisi II, Malang Laboratorium Pancasila.
MPR RI: TAP MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
MPR RI: TAP MPR RI No. VII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
Murphy, Jeffrie G & Jules L. Coleman 1990: Philosophy of Law An Introduction to
Jurisprudence, San Francisco, Westview Press.
Nawiasky, Hans 1948: Allgemeine Rechtslehre als System der rechtlichen Grundbegriffe,
Zurich/Koln Verlagsanstalt Benziger & Co. AC.
Notonagoro, 1984: Pancasila Dasar Filsafat Negara, Jakarta, PT Bina Aksara, cetakan ke-6.
Radhakrishnan, Sarpavalli, et. al 1953: History of Philosophy Eastern and Western, London,
George Allen and Unwind Ltd.
UNO 1988: HUMAN RIGHTS, Universal Declaration of Human Rights, New York, UNO
UUD 1945, UUD 1945 Amandemen, Tap MPRS – MPR RI dan UU yang berlaku. (1966;
2001, 2003) dan PP RI No. 6 tahun 2005.
UU RI No. 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD.
UU RI No. 27 tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat. Dewan Perwakilan Daerah danDewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Wilk, Kurt (editor) 1950: The Legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin, New
York, Harvard College, University Press.

28 MNS, Lab.Pancasila UM, 2011


LAMPIRAN :
Untuk lebih memahami HAM berdasarkan ajaran Filsafat Pancasila, dilengkapi dengan
studi perbandingan dengan ajaran HAM berdasarkan Natural Law Theory (Teori Hukum
Alam) yang dianut Ideologi Liberalisme-Kapitalisme dan dengan ajaran HAM
berdasarkan Filsafat Idealisme Murni (Hegel) yang dianut ideologi marxisme-
komunisme-atheisme; perhatikan Skema 6-8 terlampir;
HAM BERDASARKAN FILSAFAT PANCASILA
(Asas Keseimbangan HAM dan KAM)

Manusia
Hak Asasi Manusia (HAM) Kewajiban Asasi Manusia (KAM)

1. Hak Hidup = Life HAM berdasarkan filsafat Pancasila


2. Hak Kemerdekaan = (1 - 7), termasuk HAKI dilandasi asas
Liberty KAM:
3. Hak Milik =
Property 1. Kewajiban mengakui dan
menerima bahwa Allah Yang Maha Esa
+ adalah Maha dan Sumber alam
Hak Pribadi (Personal rights) = hak hidup, semesta, termasuk manusia.
beragama, berkeluarga (cinta). 2. Kewajiban mengakui dan
Hak Ekonomi (Economical rights) = hak menerima Kedaulatan Allah Yang
memiliki, bekerja dan usaha, hidup-sejahtera, Maha Berdaulat (Kuasa) atas semesta,
kontrak kerja. termasuk nasib manusia.
Hak Hukum (Legal rights) = hak mendapat 3. Kewajiban berkhidmat
kewarganegaraan, hak mendapat keadilan, (berterima kasih/bersyukur) kepada
hak membela diri, praduga tak bersalah. Allah Yang Maha Rahman (dan
Hak Politik (Political rights) = hak mencintai Allah dan agama yang
berserikat-berkumpul, menyatakan pendapat diamanatkan-Nya).
lisan & tertulis, hak memilih & dipilih, hak 4. Kewajiban setia dan bangga
suaka politik. kepada bangsa negaranya;
Hak Sosial-budaya (Social-cultural rights) = kewajiban setia ideologi dan
hak mendapat & memilih pendidikan, hak konstitusi.
menikmati seni, hak cipta (HAKI), hak 5. Kewajiban bela negara, dan
menikmati mode. membayar pajak.

Asas HAM dan Substansi HAM di atas,


adalah pokok-pokok ajaran HAM HAM berdasarkan filsafat Pancasila
berdasarkan teori Hukum Alam (Natural (meliputi asas fundamental 1 - 7) dijiwai
theory) yang dianut negara Barat dan dilandasi asas keseimbangan HAM
(liberalisme-kapitalisme) dan KAM sebagai asas moral sistem
filsafat Pancasila yang beridentitas
theisme-religious.

(MNS, 2000: 85 – 98)


skema 6

29 MNS, Lab.Pancasila UM, 2011


HAM BERDASARKAN FILSAFAT PANCASILA
(DALAM BANDINGAN DENGAN: TEORI NATURAL LAW & TEORI HEGEL)

Allah Maha Pencipta Semesta, termasuk umat manusia,


Allah Yang Maha Berdaulat dan Maha Pengayom
(Maha Rahman dan Rahim)

HAM = ANUGERAH untuk disyukuri, dinikmati


Hak hidup, sekaligus sebagai AMANAT
Kemerdekaan, (= Kewajiban Asasi Manusia/KAM)
Hak Milik

Asas HAM seimbang dengan KAM


NKRI sebagai Sistem Negara Berkedaulatan Rakyat, dan
Sistem Negara Hukum (Rechtsstaat)

NATURAL LAW HEGEL THEORY


Sumber HAM = Tuhan (God)
Sumber HAM = Alam Semesta Life, Liberty & Property
Life For humankind, collectivity, State
Liberty (Theocratism, Etatism) for State
Property as Represents of God Idea.
For Men as Individuality -------------------------------------
Ditegakkan dalam sistem Dijiplak dan diterapkan Karl
demokrasi liberal – kapitalisme: Marx dalam Sistem Kedaulatan
Individualisme, Secularisme, Negara (Etatisme, Atheisme,
Pragmatisme Totalitarianisme)

(MNS, 1983 – 1993; 2003)

Skema 7

Catatan:
Dalam filsafat Islam, sesungguhnya HAM (hidup, kemerdekaan dan hak milik) sebagai
anugerah “hanyalah” untuk manusia secara universal. Martabat mulia dan agung manusia,
pada hakikatnya berwujud integritas keimanan sebagai martabat kerokhanian manusia.
Keimanan (dan ketakwaan) inilah sesungguhnya yang manjadi mahkota dan integritas
kemuliaan martabat manusia di hadapan Maha Pencipta dan Maha Berdaulat Jadi,
kategori keimanan adalah anugerah dan amanat khusus bagi pribadi manusia yang setia
dengan komitmen kerokhaniannya, sebagaimana dimaksud (Q 7: 172; dan 49: 17; 51: 56).
Sesungguhnya, hakekat HAM dalam asas keseimbangan dengan KAM ialah kemuliaan
martabat manusia jasmani-rohani, dan dunia-akhirat. Hakekat demikian menjamin
martabat HAM yang hidup dengan kerohaniannya dalam alam keabadian (akhirat),
yang dipercaya umat beragama (sekaligus sebagai pengamalan Dasar Negara
Pancasila, sila I dan II).

30 MNS, Lab.Pancasila UM, 2011

Anda mungkin juga menyukai