*
) Konsepsi Menghadapi Tantangan “Kebangkitan NEO-PKI/KGB”, Masukan untuk PERMAK Bandung
MNS, Lab. Pancasila UM, 2011
1
I. LATAR BELAKANG SEJARAH NILAI DAN FUNGSI SISTEM FILSAFAT
Budaya dan peradaban umat manusia berawal dan berpuncak dengan nilai-nilai filsafat
yang dikembangkan dan ditegakkan sebagai sistem ideologi. Maknanya nilai filsafat sebagai
jangkauan tertinggi pemikiran untuk menemukan hakekat kebenaran ( kebenaran hakiki;
karenanya dijadikan filsafat hidup, pandangan hidup, (Weltanschauung); sekaligus
memancarkan jiwa bangsa (Volksgeist), jatidiri bangsa dan martabat nasional!.
SDM yang mewarisi jiwa bangsa dan jatidiri nasional, demi cita-cita dan martabat
nasional akan membentuk kesatuan nasional (integritas nasional, martabat nasional,)
dengan kesetiaan dan kebanggaan nasional!. Semangat demikian dikenal sebagai jiwa
nasionalisme (wawasan kebangsaan, wawasan nasional, Nation State), sebagai martabat
nasional sebagai diamanatkan dalam UUD Proklamasi 45 seutuhnya sebagai visi-misi:
Mencerdaskan kehidupan bangsa (nation and character building)!. Untuk Indonesia Raya,
dalam integritas Wawasan Nusantara!
Integritas sistem filsafat Pancasila (=sistem ideologi nasional, ideologi negara) yang
memancarkan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat dan ideologi theisme-religious.
Bangsa Indonesia melalui PPKI dengan hikmat kebijaksanaan, kepemimpinan dan
kenegarawanan dengan mufakat menetapkan dan mengesahkan Sistem Kenegaraan
Pancasila dengan visi-misi sebagai diamanatkan dalam UUD Proklamasi 45.
Wawasan kebangsaan yang dijiwai sistem filsafat dan ideologi nasional (in casu : Filsafat
Pancasila) insyaAllah akan lebih tegar menghadapi berbagai tantangan zaman, karena integritas
Sistem Filsafat Pancasila sebagai asas-kerokhanian bangsa dan negara --- sekaligus sebagai
pandangan hidup (Weltanschauung), jiwa bangsa, jatidiri bangsa (Volksgeist) dan integritas
martabat nasional; terpancar dalam karakter kepribadian SDM yang berjiwa Pancasila
(theisme-religious)! Kesetiaan dan kebanggaan nasional atas nilai fundamental Filsafat
Pancasila, dengan sadar dan kebanggaan nasional semua komponen bangsa, bahkan
semua warganegara menegakkan dan membudayakan asas budaya dan moral Filsafat
Pancasila.
Jiwa dan semangat demikian, menjadi sumber motivasi dan energi nasional untuk
senantiasa menegakkan integritas sistem kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45
dengan visi-misi Pembudayaan Filsafat Pancasila dan ideologi nasional Indonesia Raya!
Maknanya, sebagai bangsa dan negara, kita menegakkan dan membudayakan asas budaya
dan moral politik (filsafat, ideologi) Pancasila. Secara formal dan fungsional, bermakna
sebagai sistem dan asas normatif etika dan moral politik nasional (berdasarkan) Filsafat
Pancasila.
Kedudukan dan fungsi nilai dasar Pancasila, dapat dilukiskan sebagai berikut:
Skema 1
Sesungguhnya nilai dasar filsafat Pancasila demikian, telah terjabar secara filosofis-
ideologis dan konstitusional di dalam UUD Proklamasi (pra-amandemen) dan teruji dalam
dinamika perjuangan bangsa dan sosial politik 1945 – 1998 (1945 – 1949; 1949 – 1950; 1950 –
1959 dan 1959 – 1998). Reformasi 1998 sampai sekarang, mulai amandemen I – IV: 1999 –
2002 cukup mengandung distorsi dan kontroversial secara fundamental (filosofis-ideologis
TAP MPR - RI
PASAL – PASAL
BATANG TUBUH P
E
U
N
Skema 2 U
J
P E M B U K A A N UUD 1945 D
E
1
L
MEMORANDUM NASIONAL (I) 9
A
Berdasarkan analisis normatif filosofis-ideologis dan konstitusional 4 demikian,
S
5
integritas nasional dan NKRI juga memprihatinkan. Karena, berbagai Ajabaran di dalam
FILSAFAT NEGARA DAN IDEOLOGI PANCASILA
amandemen UUD 45 (sebagai UUD 2002) b e l u m sesuai denganNamanat filosofis-
SOSIO – BUDAYA; FILSAFAT HIDUP
ideologis filsafat Pancasila secara intrinsik dan imperatif, sebagaimana kandungan integritas
BANGSA INDONESIA RAYA = SDM
nilai dalam Skema 1 dan 2. Terbukti UUD 2002, dihayati sebagai berbeda dengan nilai-nilai
ALH – SDA = NUSANTARA
fundamental filsafat Pancasila sebagaimana jabaran dalam UUD Proklamasi 45. Artinya,
terjadi penyimpangan (distorsi) yang melahirkan pula kontroversial dalam tatanan dan praktek
kenegaraan yang cukup memprihatinkan; terutama dalam fenomena praktek budaya: demokrasi
liberal dan ekonomi liberal, serta berbagai kontroversial budaya dan moral sosial politik!
Fenomena demikian adalah akibat degradasi nilai dalam konstitusi dan wawasan nasional,
dan Wawasan Nusantara serta Asas Kekeluargaan; bahkan degradasi kebanggaan mental
dan moral filsafat dan ideologi Pancasila! --- berbagai komponen bangsa tergoda dan terlanda
neo-liberalisme dengan memuja kebebasan (=liberalisme), atas nama demokrasi (demokrasi
liberal), HAM (HAM individualisme) yang bersumber dari sistem filsafat Natural Law Theory
yang melahirkan ideologi liberalisme-kapitalisme! ---.
Bila kita menilai dengan filsafat Pancasila, akan jelas perbedaan fundamental denga
ajaran HAM yang bersumber dari Sistem Filsafat Pancasila (hayati Bagian II Makalah ini).
B. Dasar Negara Pancasila Sebagai Asas Kerokhanian Bangsa dan Sistem Ideologi
Nasional dalam Integritas UUD Proklamasi 45
Secara ontologis-axiologis (filsafat Pancasila) terjabar dalam UUD Proklamasi 45
secara imperatif (filosofis-ideologis dan konstitusional) bangsa dan NKRI adalah integral
(manunggal) dan bersifat t e t a p (integritas, jatidiri / Volksgeist) sebagai kepribadian dan
martabat nasional.
Tegaknya suatu bangsa dan negara ialah kemerdekaan dan kedaulatan sebagai wujud
kemandirian, integritas dan martabat nasional. Bagi bangsa Indonesia dapat dinyatakan sebagai:
Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila – UUD Proklamasi 45.
Dalam analisis kajian normatif-filosofis-ideologis dan konstitusional atas UUD
Proklamasi 45 dalam hukum ketatanegaraan RI, dapat diuraikan asas dan landasan filosofi-
ideologis dan konstitusional berikut:
1. Baik menurut teori umum hukum ketatanegaraan dari Nawiasky, maupun Hans Kelsen dan
Notonagoro diakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental yang bersifat
tetap; sekaligus sebagai norma tertinggi, sumber dari segala sumber hukum dalam negara.
Karenanya, kaidah ini tidak dapat diubah, oleh siapapun dan lembaga apapun, karena
kaidah ini ditetapkan hanya sekali oleh pendiri negara (Nawiasky1948: 31 – 52; Kelsen
1973: 127 – 135; 155 – 162; Notonagoro 1984: 57 – 70; 175 – 230; Soejadi 1999: 59 – 81).
Sebagai kaidah negara yang fundamental, sekaligus sebagai asas kerokhanian negara
dan jiwa konstitusi, nilai-nilai dumaksud bersifat imperatif (mengikat, memaksa). Artinya,
semua warga negara, organisasi infrastruktur dan suprastruktur dalam negara imperatif
untuk melaksanakan dan membudayakannya.
Sebaliknya, tiada seorangpun warga negara, maupun organisasi di dalam negara yang dapat
menyimpang dan atau melanggar asas normatif ini; apalagi merubahnya.
2. Dengan mengakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental, dan bagi
negara Proklamasi 17 Agustus 1945 (baca: NKRI) ialah berwujud: Pembukaan UUD
Proklamasi 45. Maknanya, PPKI sebagai pendiri negara mengakui dan mengamanatkan
bahwa atas nama bangsa Indonesia kita menegakkan sistem kenegaraan Pancasila –
UUD 45. Asas demikian terpancar dalam nilai-niai fundamental yang terkandung di dalam
Pembukaan UUD 45 sebagai kaidah filosofis-ideologis Pancasila seutuhnya. Karenanya
MNS, Lab. Pancasila UM, 2011
6
dengan jalan apapun, oleh lembaga apapun tidak dapat diubah. Karena Pembukaan
ditetapkan hanya 1x oleh pendiri negara (the founding fathers, PPKI) yang memiliki
legalitas dan otoritas pertama dan tertinggi (sebagai penyusun yang mengesahkan UUD
negara dan lembaga-lembaga negara). Artinya, mengubah Pembukaan dan atau dasar
negara berarti mengubah negara; berarti pula mengubah atau membubarkan negara
Proklamasi (membentuk negara baru; mengkhianati negara Proklamasi 17 Agustus 1945).
Siapapun dan organisasi apapun yang tidak mengamalkan dasar negara Pancasila ---beserta
jabarannya di dalam UUD negara---; bermakna tidak loyal dan tidak membela dasar
negara Pancasila; maka sikap dan tindakan demikian dapat dianggap sebagai makar (tidak
menerima ideologi negara dan UUD negara). Jadi, mereka dapat dianggap melakukan
separatisme ideologi dan atau mengkhianati negara.
3. Penghayatan kita diperjelas oleh amanat pendiri negara (PPKI) di dalam Penjelasan
UUD 45; terutama melalui uraian: keempat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 45
(sebagai asas kerokhanian negara (geistlichen Hinterground dan Weltanschauung ) bangsa
terutama:
"4. Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam "pembukaan" ialah negara
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan
pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti
kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
III. Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung
dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya.
Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-
Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita
hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis
(Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis.
Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-
pasalnya."
TAP MPR
U U D 45
P A N C A S I L A
(MNS, 1985: 2005)
Skema 3
MNS, Lab. Pancasila UM, 2011
10
*) = NKRI sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45
N-SISTEM NASIONAL
SISTEM HUKUM NASIONAL
FILSAFAT HUKUM
FILSAFAT NEGARA
SOSIO-BUDAYA & FILSAFAT HIDUP
NUSANTARA (ALH-SDA) & BANGSA (SDM) INDONESIA
Skema ini melukiskan bagaimana sistem filsafat Pancasila dijabarkan secara normatif-
konstitusional dan fungsional sebagai terlukis dalam struktur (nilai) kenegaraan yang
dimaksud komponen-komponen dalam skema 1-2-3-4 dimaksud !.
Sesungguhnya, menegakkan Sistem Nasional adalah imperatif dari Sistem Kenegaraan
Pancasila UUD Proklamasi 45---- sebagaimana sistem negara liberalisme-kapitalisme akan
menegakan sistem demokrasi-liberal dan ekonomi-liberal; sistem komunisme menegakan
sistem demokrasi-rakyat dan ekonomi-etatisme---! Sungguh, adalah mengingkari (baca:
mengkhianati dasar negara dan ideologi negara Pancasila, Indonesia: elite reformasi
mempraktekkan demokrasi liberal, dan ekonomi liberal)!. Karena kebijakan demikian,
keterpurukan multi-dimensional tak kunjung teratasi!. Karena secara mental-ideologis telah
terjadi konflik psikologis dan dilemma moral dari pejabat dan kepemimpinan nasional!
Secara filosofis-ideologis dan konstitusional (imperatif) Bangsa Indonesia
berkewajiban membudayakan (aktualisasi) kesetiaan dan kebanggan nasional dengan
menegakkan N-Sistem Nasional sebagai perwujudan jatidiri nasional dan integritas-martabat
Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45.
A. Asas Budaya dan Moral Kelembagaan Negara dan Kepemimpinan Nasional Indonesia
Raya
Secara filosofis-ideologis dan konstitusional maka kelembagaan negara dan
kepemimpinan nasional secara imperatif berkewajiban menegakkan dan membudayakan
asas budaya dan moral filsafat dan ideologi Pancasila-UUD Proklamasi 45 seutuhnya
(secara murni dan konsekuen); sebagai Asas Budaya dan Moral Nasional Indonesia Raya!
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu
dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu
susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar
kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Penghayatan kita diperjelas oleh amanat pendiri negara (PPKI) di dalam Penjelasan
UUD 45; terutama melalui uraian: keempat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 45 (sebagai
asas kerokhanian negara (geistlichen Hinterground dan Weltanschauung) bangsa terutama:
Asas-asas fundamental di atas mulai daripada asas dasar negara Pancasila sebagai
ideologi nasional, sampai asas konstitusional secara integral berfungsi sebagai asas
budaya, dan moral terpancar dalam etika politik Pancasila --- sebagai asas budaya dan
moral politik NKRI! ---. Asas budaya dan moral demikian inilah yang mengalami
distorsi bahkan degradasi dalam budaya dan moral politik elite NKRI dalam era
reformasi!
Jadi, kedudukan Pembukaan UUD 45 berfungsi sebagai perwujudan dasar negara
Pancasila; karenanya memiliki integritas filosofis-ideologis dan konstitusional sebagai
legalitas supremasi otoritas secara kenegaraan (terjabar dalam Batang Tubuh dan
Penjelasan UUD 45). Asas demikian secara imprative berfungsi sebagai sumber dari
segala sumber hukum, dan kaidah negara yang fundamental (Grundnorm) yang bersifat
tetap (tidak dapat diubah oleh siapapun dan lembaga apapun, dengan jalan apapun;
termasuk MPR hasil Pemilu!). Jadi, juga mengandung makna imperatif (wajib) bagi
kelembagaan negara dan kepemimpinan nasional—dengan semua jajarannya—untuk
melaksanakan, mengembangkan, membudayakan, mewariskan dan melestarikannya!
Berdasarkan asas normatif-filosofis-ideologis dan konstitusional di atas, secara
imperatif setiap elite, bahkan warganegara dalam NKRI berkewajiban untuk
imenegakkan dan membudayakan asas moral politik Dasar Negara Pancasila!
Jabaran dari pusat kesetiaan dan kebanggan nasional ini, dapat dirumuskan secara
mendasar:
1. Membudayakan asas budaya dan moral politik nasional berdasarkan Filsafat dan Ideologi
Pancasila.
Maknanya, semua organisasi sosial-politik dan budaya secara filosofis-ideologis dan
konstitusional (imperatif) formal dan fungsional senantiasa berdasarkan Filsafat dan
Ideologi Pancasila.
Sebaliknya, apabila ada organisasi berdasarkan asas non-Pancasila, akan melahirkan
masalah berikut:
a. Apa tujuan organisasi dimaksud?
b. Bagaimana kewajiban perjuangan pendukung organisasi tersebut kepada bangsa dan
negaranya (sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45)?
c. Dapatkah disimpulkan bahwa organisasi ini bertujuan untuk menegakkan ideologi
dan Sistem Kenegaraan Non-Pancasila. Karenanya, dikategorikan sebagai gerakan
separatism ideology (mengkhianati ideologi Negara; = makar!).
d. Sikap dan tindakan warganegara yang tidak setia dan bangga dengan filsafat dan
ideologi negaranya, berarti kesadaran nasionalnya telah runtuh! Dapat juga SDM
demikian mengalami konflik kejiwaan, split –personality; bahkan hypocrite!
Jadi, mereka bukanlah warganegara yang baik.
2. Setia dan bangga dengan (kebangsaannya) Indonesia Raya yang merdeka, berdaulat dan
bermartabat sebagai subyek dalam Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45,
diantara berbagai sistem kenegaraan bangsa-bangsa modern dalam dinamika
internasional!
3. Kesadaran dan tanggung jawab siap dan rela bela negara demi kemerdekaan dan
kedaulatan Indonesia Raya dalam integritas dan martabat Sistem Kenegaraan
Pancasila-UUD Proklamasi 45.
4. Kesadaran cinta dan bela negara dengan asas dan wawasan: Ketahanan Nasional dalam
asas Hankamnas-Hankamrata. Asas imperatif ini, adalah konsekuensi konstitusional
dari sistem negara berkedaulatan rakyat (=sistem demokrasi). = dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat dalam integritas negara-bangsa (nation state) dan wawasan
nusantara! Jadi, rakyat yang sadar demokrasi mengakui amanat dan kewajiban nasional
dan konstitusionalnya untuk bela negara demi ketahanan nasional—bukan menyerahkan
tanggung jawab hanya kepada TNI—!.
5. TNI adalah Tentara Nasional (baca: Tentara Rakyat Indonesia, Tentara Bangsa dan
Negara Indonesia). Jadi, TNI adalah bhayangkari dan ksatria pembela integritas
Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45. Maknanya, TNI senantiasa
sadar untuk menegakkan politik nasional (integritas budaya dan moral politik
negara); bukan membela politik partai politik yang berkuasa; melainkan membela
integritas moral-politik NKRI sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD
Proklamasi 45 dari tantangan internal maupun eksternal: separatism ideology,
ideologi yang bertentangan dengan Pancasila (marxisme-komunisme-atheisme;
ekstrim kiri maupun ekstrim kanan; termasuk neo-liberalisme dan neo-
imperialisme)!
6. Amanat filosofis-ideologis dan konstitusional dikukuhkan dalam TAP MPR RI No.
VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa (seyogyanya dipelopori
pembudayaannya oleh anggota MPR RI: DPR RI dan DPD RI) bersama Pimpinan dan
Anggota Kelembagaan Negara (Tinggi) dan jajarannya!
Jadi, asas dan perangkat normatif dalam NKRI sesungguhnya sudah mantap dan
signifikan (bersumber dari Dasar Negara Pancasila-UUD Proklamasi 45); tantangan
nasional terutama bagaimana membudayakannya!
Catatan: Sejarah dunia menyaksikan: runtuhnya negara adidaya Unie Soviet menjadi negara
tidak berdaya, namun rakyatnya bersyukur dapat kembali memuja Tuhan (Agama, Theisme)
sehingga negara Rusia sekarang amat sangat meningkat kemakmuran dan kejayaannya.
Ternyata kemudian, mereka telah dididik juga sebagai kader pengembang ideologi dan
politik ekonomi kapitalisme-liberalisme ---termasuk dalam NKRI---. Kepemimpina mereka
belum membuktikan keunggulannya dalam mengatasi multi –krisis nasional yang makin
menghimpit rakyat warga bangsa tercinta!. Kondisi buruk ini dapat menjadi lahan subur
bangkinya neo-PKI/KGB yang berpropaganda menjadi ”penyelamat ” kaum miskin dan buruh
tani dalam NKRI, melalui revolusi rakyat (proletar)!
Inilah fenomena dan bukti sebagian elite dalam NKRI tergoda dan terlanda
ideologi neo-liberalisme dan neo-komunisme! Apakah fenomena dan bukti aktual dalam
era reformasi sebagian elite reformasi memang berjuang untuk ideologi non-Pancasila
(baca : separatisme ideologi : ekstrim kiri, eksrim kanan dan neo-imperialisme) yang
mengancam integritas negara Pancasila?
Tantangan globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme yang sinergis dengan neo-
PKI/KGB (marxisme-komunisme-atheisme) t i d a k dihayati sebagai tantangan yang
mengancam integritas: kemerdekaan dan kedaulatan Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD
Proklamasi 45, termasuk mental dan moral SDM bangsa Indonesia Raya!
Bila demikian kondisinya, inilah tragedi reformasi; bahkan tragedi mental dan
moral bagi bangsa Indonesia Raya --- karena SDM kita diruntuhkan mental wawasan
nasional sekaligus moral theisme-religious: berganti menjadi: memuja kebebasan
(=liberalisme), demokrasi (demokrasi liberal); atas nama HAM (HAMPA=konflik
horizontal sampai anarkhisme)!
Dinamika dan tantangan demikian kita hadapi dengan kesetiaan dan kebanggaan
nasional, terutama menegakkan dan membudayakan Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD
Proklamasi 45; termasuk membudayakan Pilar-Pilar Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara yang menjadi program MPR sekarang!
Amanat nasional dan konstitusional ini menjadi makin mendesak, sebagai jawaban
(demi Ketahanan Nasional) sebagai terlukis dalam Skema 5.
Perhatikan dan hayati nilai dan tantangan neo-imperialisme dan neo-komunisme-
atheisme-etatisme sebagai terlukis dalam Skema 5!
Sesungguhnya inilah wujud tantangan dan ancaman dari supremasi ideologi neo-lib
yang berpuncak dengan neo-imperialisme (USA, UE sebagai Sekutunya) yang sinergis
dengan “Kebangkitan” Neo-PKI/KGB --- dengan gerakan “Pelurusan Sejarah” dan
menyebar fitnah keji --- bahwa PKI “hanyalah” korban dari penindasan Orde Baru dan
Soeharto! ---. Inilah fitnah ke-3:
1. Fitnah pertama: Kudeta PKI Madiun 18 September 1948, oleh PKI difitnah
rekayasa Hatta;
2. Fitnah kedua: Kudeta G30S/PKI 1 Oktober 1965 adalah oleh Dewan Jenderal
(sejak reformasi tokoh PKI mengatakan G30S = masalah internal AD); dan
3. Fitnah ketiga : Kudeta G30S/PKI 1 Oktober 1965 adalah Kudeta Soeharto dan
PKI hanyalah korban penindasan rezim Orde Baru.
TAP – MPR *
NEO-IMPERIALISME
NEO-LIBERALISME NEO-KOMUNISME, NEO-PKI, KGB
SEKULARISME-PRAGMATISME U U D 45 KEDAULATAN NEGARA (= ETATISME),
DEMOKRASI LIBERAL, KOLEKTIVISME – INTERNASIONALISME
INDIVIDUALISME – AN. HAM MARXISME – KOMUNISME – ATHEISME,
KAPITALISME (MATERIALISME) P A N C A S I L A DIALEKTIKA–HISTORIS–MATERIALISME
ERA – REFORMASI
POSTMODERNISME
GLOBALISASI – LIBERALISASI
*) = UUD 45 Amandemen, dengan kelembagaan negara (tinggi) : = Presiden, MPR, DPR, DPD; MK, MA dan BPK (+ KY)
(MNS, 2007)
skema: 5
MNS, Lab. Pancasila UM, 2011
19
B. Tantangan Nasional dalam Era Reformasi
Pemerintahan dan kelembagaan negara era reformasi, bersama berbagai komponen
bangsa berkewajiban meningkatkan kewaspadaan nasional yang dapat mengancam integritas
nasional dan NKRI.
Tantangan nasional yang mendasar dan mendesak untuk dihadapi dan dipikirkan
alternatif pemecahannya, terutama:
1. Amandemen UUD 45 yang sarat kontroversial; baik filosofis-ideologis bukan
sebagai jabaran dasar negara Pancasila, juga secara konstitusional amandemen
cukup memprihatinkan karena berbagai konflik kelembagaan. Berdasarkan analisis
demikian berbagai kebijaksanaan negara dan strategi nasional, dan sudah tentu
program nasional mengalami distorsi nilai ---dari ajaran filsafat Pancasila, menjadi
praktek budaya kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme---. Terutama
demokrasi liberal dan ekonomi liberal……..bermuara sebagai supremasi neo-
imperialisme!
2. Elite reformasi dan kepemimpinan nasional hanya mempraktekkan budaya
demokrasi liberal atas nama HAM; yang aktual dalam tatanan dan fungsi
pemerintahan negara (suprastruktur dan infrastruktur sosial politik) hanyalah: praktek
budaya oligarchy, plutocracy.......bahkan sebagian rakyat mempraktekkan budaya
anarchy (anarkhisme)!
3. Rakyat Indonesia mengalami degradasi wawasan nasional ---bahkan juga degradasi
kepercayaan atas keunggulan dasar negara Pancasila, sebagai sistem ideologi
nasional---. Karenanya, elite reformasi mulai pusat sampai daerah mempraktekkan
budaya kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme. Jadi, rakyat dan bangsa
Indonesia mengalami erosi jatidiri nasional!
4. NKRI sebagai negara hukum, dalam praktek justru menjadi negara yang tidak
menegakkan kebenaran dan keadilan berdasarkan Pancasila – UUD 45. Praktek dan
“budaya” korupsi makin menggunung, mulai tingkat pusat sampai di berbagai daerah:
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kekayaan negara dan kekayaan PAD bukan
dimanfaatkan demi kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat, melainkan dinikmati oleh
elite reformasi. Demikian pula NKRI sebagai negara hukum, keadilan dan supremasi
hukum; termasuk HAM belum dapat ditegakkan.
5. Tokoh-tokoh nasional, baik dari infrastruktur (orsospol), maupun dalam
suprastruktur (lembaga legislatif dan eksekutif) hanya berkompetisi untuk merebut
jabatan dan kepemimpinan yang menjanjikan (melalui pemilu dan pilkada). Berbagai
rekayasa sosial politik diciptakan, mulai pemekaran daerah sampai usul amandemen
UUD 45 (tahap V) sekedar untuk mendapatkan legalitas dan otoritas kepemimpinan
demi kekuasaan. Sementara kondisi nasional rakyat Indonesia, dengan angka
kemiskinan dan pengangguran yang tetap menggunung belum ada konsepsi alternatif
strategis pemecahannya. Kondisi demikian dapat melahirkan konflik horisontal dan
vertikal, bahkan anarchisme sebagai fenomena sosio-ekonomi-psikologis rakyat
dalam wujud stress massal dan anarchisme!
6. Pemujaan demokrasi liberal atas nama kebebasan dan HAM telah mendorong
bangkitnya primordialisme kesukuan dan kedaerahan. Mulai praktek otoda dengan
budaya negara federal sampai semangat separatisme. Fenomena ini membuktikan
degradasi nasional telah makin parah dan mengancam integritas mental ideologi
Pancasila, integritas nasional dan integritas NKRI, dan integritas moral
(komponen pimpinan, manusia, bangsa) !
7. Momentum pemujaan kebebasan (neo-liberalisme) atas nama demokrasi dan HAM,
dimanfaatkan partai terlarang PKI untuk bangkit. Mulai gerakan “pelurusan sejarah”
---terutama G.30S/PKI--- sampai bangkitnya neo-PKI sebagai KGB melalui PRD dan
Pembudayaan dilaksanakan mulai dan melalui keluarga, media komunikasi (cetak dan
elektronika) dengan program : Mimbar Nasional Filsafat Pancasila. Maknanya, setiap
media elektronik khususnya, diminta Negara aktif berpartisipasi melaksankan
Pembudayaan Nilai Dasar Negara Pancasila (15 menit, 3x seminggu)!
Program dimaksud sinergis dengan peningkatan program Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKN) mulai pendidikan dasar sampai pendidikan menengah! Khusus
untuk Pendidikan Tinggi juga dikembangkan matakuliah : Filsafat Pancasila sebagai
Ideologi Nasional.
Amanat pendidikan dan pembudayaan Filsafat Pancasila sebagai Ideologi Nasional
sejiwa dengan visi-misi yang diamanatkan Pembukaan UUD Proklamasi 45 :
“......memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa ........” yang
dijabarkan sebagai : nation and character building. Karenanya, menjadi kewajiban moral
dan konstitusional (imperative) untuk kita laksanakan sebagai visi-misi Nasional
mendasar dan mendesak!.
Guna melaksanakan visi-misi ini secara memadai, mulai kelembagaan, tenaga pembina
dan dosen perlu dipersiapkan; termasuk : kurikulum dan kepustakaannya. Jadi,
Kelembagaan Pendidikan dan Pembudayaan Dasar Negara Pancasila dan Ideologi
Nasional merupakan peningkatan kesadaran asas kerokhanian bangsa sekaligus asas
moral politik nasional yang dapat tergoda dan terlanda dinamika globalisasi-liberalisas
dan postmodernisme; berwujud neo-imperialisme!
Catatan : secara rasional, konstitusional dan moral tentulah hujatan itu berdasarkan
kaidah dan norma dasar (filsafat Pancasila dan UUD 45)! Tetapi, adalah ironis dan
tragis, norma dasar (Grundnorm) justru mengalami reformasi = diamandemen 1999
– 2002, yang sarat kontroversial bahkan degradasi nilai dan makna secara filosofis-
ideologis dan konstitusional.
5. Sebagai bangsa, kita berkewajiban mawas diri dan menilai (audit) apakah reformasi
sungguh benar (valid, terpercaya) dan demikian pula amandemen UUD 45 menjadi
UUD 2002. Kita menghayati bahwa kita mengalami degradasi wawasan nasional,
wawasan ideologis-filosofis dan wawasan konstitusional. .. yang bermuara konflik
horizontal bahkan dapat dibawah kekuasaan neo-imperialisme!
6. Sesungguhnya, reformasi dan amandemen akan kita pertanggungjawabkan secara
konstitusional dan moral, kepada : Allah Yang Mengamanatkan Kemerdekaan
Indonesia Raya, kepada generasi pendahulu yang berkorban demi bangsa; dan kita
juga bertanggungjawab pula kepada generasi masa depan (=pewaris dan pemilik
Indonesia Raya) : apakah akan menerimanya dalam keadaan merdeka, berdaulat,
sejahtera dan bermartabat? Ataukah justru dikuasai supremasi ideologi neo-
liberalisme dan neo-imperialisme!
7. Marilah kita menghayati nilai-nilai dalam uraian ringkas makalah ini seutuhnya;
dalam beberapa skema!. Bagaimana tanggungjawab konstitusional dan moral kita
apabila reformasi telah menyimpang secara filosofis-ideologis dan konstitusional
yang TERGODA DAN TERLANDA demokrasi liberal, ekonomi liberal (baca : neo-
lib); neo-imperialisme (sekularisme) yang sinergis dengan kebangkitan : neo-
PKI/KGB (atheisme!). Inilah TRAGEDI PERADABAN DAN MORAL
KEMANUSIAAN yang dapat terjadi bila reformasi TIDAK DI-AUDIT berdasarkan
asas filosofis-ideologis Pancasila yang dijiwai moral Ketuhanan Yang Maha Esa
(sebagai sistem filsafat theisme-religious)! Karenanya, visi-misi Nation and Character
Building diakui sebagai mendasar dan mendesak untuk diwujudkan!
Kami Bangsa Indonesia Raya bersyukur dan bangga mewarisi dan memiliki Sistem
Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 yang unggul-bermartabat. Keunggulan dan
martabat Indonesia Raya seutuhnya: meliputi keunggulan Indonesia Raya (Keunggulan SDM,
Natural/SDA dan Kultural) sinergis dengan keunggulan Sistem Kenegaraan Pancasila-
UUD Proklamasi 45.
Bahwa Kami sebagai bangsa dan warganegara berkewajiban untuk menegakkan dan
membudayakan Sistem Kenegaraan yang diberkati Tuhan Yang Maha Esa dalam “ASAS
MORAL DAN ETIKA POLITIK INDONESIA RAYA (ASAS MORAL POLITIK
PANCASILA)” demi melaksanakan anugerah dan amanat Allah Yang Maha Kuasa,
dengan kesadaran mendasar berikut.
Sebagai warganegara dan bangsa Indonesia, kami berkewajiban menegakkan budaya dan
martabat Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45, dengan menegakkan dan
membudayakan Asas Moral Budaya Politik Pancasila:
1. Kami adalah manusia dan pribadi warganegara Indonesia Raya senantiasa bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Kami senantiasa menegakkan asas-asas HAM dan KAM demi martabat kemanusiaan
yang adil dan beradab.
3. Kami berkewajiban mengembangkan wawasan nasional dalam negara bangsa
dengan asas kekeluargaan dan wawasan nusantara demi integritas dan martabat
Indonesia Raya dalam integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi
45.
4. Kami menegakkan dan membudayakan Asas Kerakyatan sebagai amanat
kedaulatan rakyat (berdasarkan) Moral Dasar Negara Pancasila-UUD
Proklamasi 45 dalam budaya NKRI.
5. Kami dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab berkewajiban Membudayakan
Asas Moral Keadilan Sosial bagi Bangsa dan Rakyat Indonesia demi Martabat
Nasional dan Kemanusiaan.
PENUTUP
POKOK-POKOK PIKIRAN
Berdasarkan uraian ringkas makalah dengan thema : Sistem Filsafat dan Ideologi
Pancasila (Landasan Integritas Nasional dan Tegak sebagai Sistem Kenegaraan
Pancasila-UUD Proklamasi 45) secara mendasar dapat dirumuskan pokok-pokok pikiran
berikut :
1. Sistem Filsafat dan Ideologi Pancasila adalah bagian dari sistem filsafat Timur
yang memancarkan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious.
Ajaran filsafat Pancasila yang dikembangkan sebagai sistem ideologi nasional
dikembangkan dan ditegakkan dalam integritas Sistem Kenegaraan Pancasila (sebagai
terjabar dalam UUD Proklamasi 45).
2. Filsafat Pancasila sebagai asas kerokhanian bangsa dan NKRI memberikan
integritas keunggulan sistem kenegaraan Indonesia Raya.
Bahwa sesungguhnya UUD Negara adalah jabaran dari filsafat negara Pancasila
(Weltanschauung) sebagai ideologi nasional (ideologi negara); asas kerokhanian
bangsa dan negara; jatidiri bangsa. Karenanya menjadi asas normatif-filosofis-
ideologis-konstitusional bangsa; menjiwai dan melandasi cita budaya dan moral politik
nasional, sebagai terjabar dalam asas normatif-filosofis-ideologis-konstitusional dan
bersifat imperatif :
Demikian sebagai bahan pertimbangan dan renungan kita generasi tua untuk
diwariskan dan diabdikan bagi generasi muda, generasi penerus bangsa!
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa mengayomi dan memberkati Indonesia
Raya dalam integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45, demi rakyat
dan bangsa Indonesia Raya yang jaya, adil dan bermartabat!
Avey, Albert E. 1961: Handbook in the History of Philosophy, New York, Barnas & Noble,
Inc.
Center for Civic Education (CCE) 1994: Civitas National Standards For Civics and
Government, Calabasas, California, U.S Departement of Education.
Huston Smith, 1985: The Religions of Man, (Agama-Agama Manusia, terjemah oleh :
Saafroedin Bahar), Jakarta, PT. Midas Surya Grafindo.
Kartohadiprodjo, Soediman, 1983: Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, cetakan ke-4,
Bandung, Penerbit Alumni.
Kelsen, Hans 1973: General Theory of Law and State, New York, Russell & Russell
McCoubrey & Nigel D White 1996: Textbook on Jurisprudence (second edition), Glasgow,
Bell & Bain Ltd.
Mohammad Noor Syam 2007: Penjabaran Fislafat Pancasila dalam Filsafat Hukum
(sebagai Landasan Pembinaan Sistem Hukum Nasional), disertasi edisi III,
Malang, Laboratorium Pancasila.
------------------ 2000: Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia (Wawasan Sosio-
Kultural, Filosofis dan Konstitusional), edisi II, Malang Laboratorium Pancasila.
MPR RI: TAP MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
MPR RI: TAP MPR RI No. VII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
Murphy, Jeffrie G & Jules L. Coleman 1990: Philosophy of Law An Introduction to
Jurisprudence, San Francisco, Westview Press.
Nawiasky, Hans 1948: Allgemeine Rechtslehre als System der rechtlichen Grundbegriffe,
Zurich/Koln Verlagsanstalt Benziger & Co. AC.
Notonagoro, 1984: Pancasila Dasar Filsafat Negara, Jakarta, PT Bina Aksara, cetakan ke-6.
Radhakrishnan, Sarpavalli, et. al 1953: History of Philosophy Eastern and Western, London,
George Allen and Unwind Ltd.
UNO 1988: HUMAN RIGHTS, Universal Declaration of Human Rights, New York, UNO
UUD 1945, UUD 1945 Amandemen, Tap MPRS – MPR RI dan UU yang berlaku. (1966;
2001, 2003) dan PP RI No. 6 tahun 2005.
UU RI No. 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD.
UU RI No. 27 tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat. Dewan Perwakilan Daerah danDewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Wilk, Kurt (editor) 1950: The Legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin, New
York, Harvard College, University Press.
Manusia
Hak Asasi Manusia (HAM) Kewajiban Asasi Manusia (KAM)
Skema 7
Catatan:
Dalam filsafat Islam, sesungguhnya HAM (hidup, kemerdekaan dan hak milik) sebagai
anugerah “hanyalah” untuk manusia secara universal. Martabat mulia dan agung manusia,
pada hakikatnya berwujud integritas keimanan sebagai martabat kerokhanian manusia.
Keimanan (dan ketakwaan) inilah sesungguhnya yang manjadi mahkota dan integritas
kemuliaan martabat manusia di hadapan Maha Pencipta dan Maha Berdaulat Jadi,
kategori keimanan adalah anugerah dan amanat khusus bagi pribadi manusia yang setia
dengan komitmen kerokhaniannya, sebagaimana dimaksud (Q 7: 172; dan 49: 17; 51: 56).
Sesungguhnya, hakekat HAM dalam asas keseimbangan dengan KAM ialah kemuliaan
martabat manusia jasmani-rohani, dan dunia-akhirat. Hakekat demikian menjamin
martabat HAM yang hidup dengan kerohaniannya dalam alam keabadian (akhirat),
yang dipercaya umat beragama (sekaligus sebagai pengamalan Dasar Negara
Pancasila, sila I dan II).