Anda di halaman 1dari 74

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di indonesia sejak tahun 1998 dimana terjadi gejolak krisis multi dimensi telah
berdampak banyak sekali terhadap segi kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk
krisis ekonomi yang mengakibatkan daya beli masyarakat terhadap kebutuhan sandang
dan pangan sangat rendah merupakan salah satu dampak nyata dari krisis ekonomi, hal
ini memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap tingginya angka kejadian
penyakit TB. Karena dengan sulitnya masyarakat memenuhi kebutuhan hidup
khususnya pangan, status gizi masyarakat akan buruk. Keadaan ini akan membuat
seseorang memiliki daya tahan tubuh yang rendah, sehingga akan lebih mudah
terserang berbagai penyakit yang salah satunya adalah infeksi TB. Selain itu kondisi
lingkungan yang sering kali kurang menguntungkan bagi kesehatan menjadikan
masalah ini lebih sulit untuk diselesaikan, karena penyakit TB identik dengan tingkat
sosial ekonomi yang rendah. Keadaan ini perlu mendapatkan perhatian dari semua
pihak karena dampak penyakit ini secara tidak langsung akan menurunkan kualitas
suatu bangsa. Disamping itu apabila penyakit ini tidak diobati sampai tuntas akan
menimbulkan berbagai komplikasi, salah satu komplikasi dari infeksi TB ini yang
paling berbahaya apabila menyerang pada susunan saraf pusat atau yang biasa disebut
meningitis tuberkulosis.
Meningitis Tuberkulosis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebro
spinal, dan spinal kolumna yang menyebabkan proses peradangan pada sistem saraf
pusat (Suriadi, 2001) merupakan salah satu manifestasi dari penyakit TB yang
disebabkan oleh basil MikobakteriumTuberkulosis yang menyerang sistem saraf pusat.
Meningitis pun harus diwaspadai insidensinya seiring dengan meningkatnya angka
penderita Tuberkulosis. Karena diperkirakan sekitar 1 sampai 10% dari seluruh
kejadian infeksi tuberkulosis mengenai susunan saraf pusat (SSP), baik berupa
tuberkuloma pada parenkim otak maupun sebagai meningitis (Arvanitaksis, 1998).
Sedangkan menurut Lindsay (1997: 474) angka kejadian meningitis adalah 10% dari
jumlah penderita. Masalah yang ditimbulkan tuberkulosis ini sedemikian seriusnya
sehingga pada tahun 1993, WHO mencanangkan kegawatan Tuberkulosis sedunia atau
“Tuberkulosis is a Global Emergency” (WHO, 2001).
2

Pada tahun 1998 Indonesia merupakan negara ketiga dengan jumlah penderita
Tuberkulosis terbanyak setelah India dan Cina. Setiap tahun di Indonesia ditemukan
450.000 kasus baru dengan angka kematian sebesar 175.000 per tahun dan terdapat
260.000 kasus tidak terdiagnosis (Kartasasmita, 1999).
Dan menurut data yang diperoleh dari Rekam Medik Ruang 19 A Perawatan
Penyakit Saraf Wanita Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung berdasarkan
hasil pencatatan kurun waktu 6 bulan yaitu mulai dari Januari – Juli 2005 distribusi
pasien yang mengalami gangguan sistem perkemihan yang dapat dilihat pada tabel 1
dibawah ini.
TABEL 1
Profil Penyakit Di Ruang 19 A Perawatan Penyakit Saraf Wanita Perjan RS.Dr. Hasan
Sadikin Bandung Periode Januari - Juli 2005

Angka Angka
No Penyakit % %
kejadian kematian
1 Stroke 176 57,32 38 21,59
2 SOL 46 14,98 4 8,69
3 Meningitis 23 7,49 9 39,13
4 Myelo radikulopati 21 6,84 0 0
5 Radikulopati 17 5,53 0 0
6 Epilepsi 16 5,21 2 12,5
7 Tetanus 3 0,97 3 100
8 Ensepalopati 2 0,65 0 0
9 Ensepalitis 2 0,65 2 100
10 Miastenia Gravis 1 0,32 1 100
Jumlah 307 100%

Sumber : Rekam Medik Ruang 19 A Perawatan Penyakit Saraf Wanita Perjan Rumah
Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung
Berdasarkan pada data diatas dari jumlah penderita yang dirawat di UPF Penyakit
Saraf Wanita Ruang 19A RS.Dr Hasan Sadikin Bandung selama rentang waktu 6 bulan
periode Januari 2005 sampai dengan Juli 2005 penyakit meningitis berada pada urutan
ke 3 setelah stroke dan SOL. Dengan jumlah penderita 23 orang (7,4%) yang
menderita meningitis. Walaupun jumlahnya tidak sebanyak stroke (57,3 namun angka
ini terus menunjukan peningkatan dengan persentase kematian yang paling tinggi yaitu
mencapai 39,1% (Medical Record Ruang 19A RSHS. Bandung).
Selain itu penyakit meningitis dapat menimbulkan gangguan yang kompleks
terhadap sistem tubuh yang lain, misalnya pada sistem pernafasan, kardivaskuler,
pencernaan, perkemihan dan muskuloskeletal, yang dapat pula menimbulkan
komplikasi akut dan resiko kematian. Disamping dampak terhadap sistem tubuh
3

meningitis pun dapat merubah pola hidup seseorang karena tidak jarang kasus
meningitis meninggalkan gejala sisa berupa kecacatan seperti : ketulian, gangguan
penglihatan, dan kelumpuhan.
Melihat data diatas kecenderungan meningkatnya penyakit meningitis tuberkulosis
sebagai konsekuensi dari meningkatnya angka penderita TB dan kompleknya masalah
yang ditimbulkan akibat infeksi meningitis tuberkulosis, serta dampaknya terhadap
kehidupan baik fisik, sosial, dan ekonomi klien, maka penulis merasa tertarik untuk
melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan Meningitis Tuberkulosis, untuk
dijadikan sebagai bahan penulisan karya tulis ilmiah dengan judul " Asuhan
Keperawatan Pada Klien Ny. A Dengan Gangguan Sistem Persarafan :
Meningitis Tuberkulosis Di Ruang 19 A Perawatan Penyakit Saraf Wanita Perjan
Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung".
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Memperoleh pengalaman secara nyata dan mampu melaksanakan asuhan
keperawatan secara langsung dan komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosio-
spiritual pada klien dengan gangguan sistem persarafan : meningitis tuberkulosis
melalui pendekatan proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penyusunan karya tulis ilmiah ini bertujuan agar penulis dapat :
a Melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan sistem persarafan
akibat meningitis tuberkulosis.
b Membuat perencanaan pada klien dengan gangguan sistem persarafan
akibat meningitis tuberkulosis.
c Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem persarafan akibat meningitis tuberkulosis.
d Menilai keberhasilan atau evaluasi dari hasil asuhan keperawatan yang
telah diberikan.
4

C. METODE DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA


1. Metode
Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah metode deskriptif
analitik dalam bentuk studi kasus melalui pendekatan proses keperawatan.
2. Tehnik Pengumpulan Data
Sedangkan tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah :
a Wawancara.
Menggunakan komunikasi lisan meliputi auto anamnesa yang didapat langsung
dari klien atau allo anamnesa yang didapat dari keluarga klien.
b Observasi.
Dilakukan dengan melihat kondisi klien secara fisik, mengamati klien baik dari
sikap secara psikologis.
c Pemeriksaan Fisik.
Dilakukan secara “ head to toe ” meliputi teknik inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi.
d Studi Dokumentasi.
Dengan melihat hasil laboratorium dan terapi, serta melihat catatan
perkembangan kesehatan klien selama dirawat di rumah sakit yang terlampir
dalam status klien.
e Studi Kepustakaan.
Dengan melihat konsep dan teori yang berhubungan dengan asuhan
keperawatan klien dengan meningitis tuberkulosis.

D. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I : Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah meningitis
tuberkulosis, tujuan, metode dan sistematika penulisan
BAB II : Tinjauan Teori, terdiri dari konsep dasar penyakit yang berisi
pengertian, anatomi fisiologi selaput otak , etiologi,
patofisiologi, klasifikasi meningitis, dampak terhadap sistem
tubuh lain, dampak terhadap kebutuhan dasar manusia dan
penatalaksanaan. Di dalam bab ini juga berisi tentang konsep
dasar proses keperawatan yang meliputi pengakajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
BAB III : Tinjauan Kasus dan Pembahasan, terdiri dari asuhan
5

keperawatan pada Ny. A dengan Gangguan Sistem Persarafan :


Meningitis Tuberkulosis di Ruang 19A Perawatan Penyakit
Saraf Wanita Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung,
meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Selain itu juga berisi tentang pembahasan masalah dan
kesenjangan yang dihadapi selama melakukan asuhan
keperawatan serta alternatif pemecahan masalah.
BAB IV : Kesimpulan dan Saran, berisi uraian-uraian kesimpulan dari
penerapan langkah-langkah proses keperawatan yang terdiri
dari pengkajian hingga evaluasi
6

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

1. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
a. Meningitis Tuberkulosis
Meningitis tuberkulosis adalah infeksi pada meningen yang disebabkan oleh
basil tahan asam Mycobacterium tuberculosis (Gilroy, 2000).
Suriadi (2001) mengatakan meningitis tuberkulosis adalah peradangan pada
selaput meningen, cairan serebro spinal dan spinal kolumna yang menyebabkan
proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi, 2001).
Menurut Mansyur Arief (1996) meningitis tuberkulosis adalah penyebaran
tuberkulosis primer dengan fokus infeksi ditempat lain (Mansyur Arief dkk, 2003).
Sedangkan pengertian meningitis tuberkulosis menurut Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi, 1996) adalah komplikasi infeksi primer dengan
atau tanpa penyebaran milier.
Dari keempat pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa meningitis
tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang mengenai selaput otak, parenkim otak
dan pembuluh darah otak, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan
merupakan infeksi sekunder sebagai akibat penyebaran infeksi tuberkulosis
ditempat lain umumnya paru-paru.
b. Tuberkulosis (TBC)
TBC adalah penyakit infeksi menular dan menahun yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium Tuberculosis, kuman tersebut biasanya masuk kedalam
tubuh manusia melalui udara (pernafasan) kedalam paru-paru, kemudian kuman
tersebut menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang lain melalui penyebaran
darah, kelenjar limfe, saluran pernafasan, penyebaran langsung ke organ tubuh lain
(Sylvia Anderson 1995 : 753)
2. Anatomi Fisiologi
a. Meningen
Meningen adalah ketiga lapisan jaringan ikat non neural yang menyelubungi
otak dan medulaspinalis, berindak sebagai peredam syok atau “syok absosber”
dan berisikan cairan serebrospinalis. Cairan serebospinalis ditemukan pada
sistem ventrikel dan rongga sub arakhnoid.
7

Ketiga lapisan meningen terdiri dari :


1) Duramater atau Dura (pakimenings)
Duramater merupakan lapisan terluar meningen, berupa membran yang
padat, kuat dan tidak lentur. Berlapis dua sekitar otak dan berlapis satu
sekitar medulaspinalis. Lapisan luar bertindak sebagai periosteum dan
terikat kuat pada tulang. Lapisan dalam terdapat dalam rongga subdural.
Lapisan dalam duramater terpisah dari lapisan luar tempat terbentuknya
sinus dura.
2) Arakhnoid
Arakhnoid adalah lapisan tengah dari meningen yang avaskular, rapuh,
tipis dan transparan. Seperti halnya dengan duramater, menyebrangi sulki
dan hanya menuju kedalam fisura-fisura utama saja. Dari membran
arakhnoid banyak trabekula halus menjurus kearah pia sehingga memberi
gambaran sebagai sarang laba-laba.
Lapisan luar arakhnoid terdiri dari sel yang menyerupai endotel disebut
sebagai meningotelial atau sel arakhnoid. Inti sel-sel tersebut tersusun
dalam lapisan tunggal, ganda atau multipel menghadap kearah rongga sub
dural. Lapisan dalam arakhnoid dan trabekula ditutup oleh sel mesotelial
yang dapat memberikan respon terhadap berbagai rangsangan dan dapat
membentuk fagosit.
Granulasi arakhnoid adalah proyeksi pia-arakhnoid yang masuk
kedalam sinus sagitalis superior. Granulasi ini disebut juga badan
pacchioni, masing-masing terdiri dari sejumlah villi arakhnoid yang agak
berfungsi sebagai katup satu arah yang melewatkan bahan-bahan dari cairan
serebrospinal masuk kedalam sinus-sinus.
3) Piamater atau Pia
Piamater adalah lapisan meningen terdalam yang melekat erat dengan
jaringan otak dan medulla spinalis, yang mengikuti setiap kontur (sulki dan
fisura) sambil membawa pembuluh darah kecil yang memberi makanan
pada jaringan saraf dibawahnya.
Membran pia-glial dibentuk oleh eritrosit “end feet” yang berakhir di
pia. Piamater nampaknya berperan sebagai barrier atau penghalang
masuknya benda-benda dan organisme yang dapat merusak.
8

Gambar 1. Anatomi meningen otak

b. Rongga Sub Arakhnoid


Rongga sub arakhnoid merupakan rongga leptomeningeal yang terisi
cairan serebrospinal. Semua pembuluh darah, saraf otak serta medula spinalis
melewati cairan tersebut, sehingga bilamana terjadi infeksi pada rongga ini,
maka pembuluh darah dan saraf dapat terkena proses peradangan. Arteritis dan
flebitis dapat menyebabkan iskemi atau nekrosis jaringan otak.
Rongga sub arakhnoid tidak berhubungan dengan rongga sub dural, karena
itu leptomeningitis tidak menyebar kedalam rongga sub dural kecuali pada
meningitis oleh haemofilus influenza
c. Sisterna Rongga Sub Araknoid
Rongga sub arakhnoid yang mengelilingi otak dan medulaspinalis
memiliki variasi-variasi setempat. Pada dasar otak dan sekitar batang otak, pia
dan arakhnoid memisah dan membentuk beberapa rongga besar yang disebut
sisterna sub araknoid.
Tiga sisterna pada aspek ventral batang otak :
 Sisterna khiasmatika yang berada didaerah khiasma optika.
 Sisterna interpendunkularis yang berada difosa interpedunkularis
dari mesensefalon.
 Sisterna pontin yang berada pada pertemuan pons dengan medula
atau “Pons medullary junction”.
Dua sisterna di aspek posterior batang otak :
 Sisterna serebro medularis (sisterna magna) yang merupakan salah
satu sisterna terbesar, sisterna ini berada diantara pleksus khoroid medula
dan serebelum. Foramina ventrikel IV membuka kedalam sisterna ini.
 Sisterna superior (sisterna ambiens) sisterna ini mengelilingi
permukaan superior dan lateral mesensefalon didalam sisterna ini
ditemukan vena serebri magna dari Galen, arteri serebri posterior dan
serebeli superior
d. Sistem Ventrikel
9

Sistem ventrikel merupakan suatu seri rongga-rongga di dalam otak yang


saling berhubungan, dilapisi ependima dan berisi cairan serebrospinal yang
dihasilkan dari darah oleh pleksus khoroid.
Rongga-rongga dalam sistem ini terdiri dari sepasang venterikel lateralis
(kiri dan kanan), ventrikel III dan ventrikel IV. Kedua rongga ini dihubungkan
oleh aquaduktus silvii.
Kedua ventrikel lateralis berada didalam hemisfer serebri dan masing-
masing dihubungkan dengan ventrikel III melalui foramen interventrikularis
dari monro. Setiap ventrikel lateralis terdiri dari 4 bagian yaitu :
 Tanduk anterior
 Sela media
 tanduk inferior atau temporal
 tanduk posterior
Ventrikel ventrikel III adalah suatu rongga ventrikel tipis digaris tengah,
diantara pasangan ventrikel lateralis. Ventrikel IV berhubungan dengan rongga
sub arakhnoid melalui kedua foramina dari luscka dan foramina magendi.
Kedua foramen dari luscka terletak dalam sudut pons dan medula. Foramen
magendi terletak sebela belakang medula dan menghadap sisterna magna.
Setiap ventrikel mempunyai pleksus khoroid, yang paling besar adalah
pleksus khoroid ventrikel lateralis.
e. Pleksus Khoroid Dan Cairan Serebrospinal
1 Pleksus khoroid
Pleksus khoroid merupakan anyaman kaya dari pembuluh-pembuluh
darah piamater yang menjorok kesetiap rongga ventrikel, membetuk filter
semi permiabel antara darah arteri dan cairan serebrospinal. Setiap pleksus
khoroid diliputi oleh satu lapisan epitel ependima.
Tela khoroidea dari ventrikel lateralis adalah suatu membran tipis
seperti jala laba-laba yang melalui foramen interventrikularis, berhubungan
langsung dengan pleksus khoroid ventrikel III. Tela ini dibentuk oleh
invaginasi ependimaaaaa oleh lipatan-lipatan vaskular.
2. Cairan serebrospinal
10

Cairan serebrospinal adalah filtrat darah yang jernih tidak berbau dan
hampir bebas protein. Cairan serebrospinal dibentuk di ventrikel-ventrikel
dan beredar didalam rongga sub arakhnoid.
Fungsi cairan serebospinal adalah menunjang dan membantali susunan saraf
pusat terhadap luka.
f. Peredaran Darah Otak
1. Peredaran darah arterial
Suplai peredaran darah arterial kestrktur-strukur intra kranial pada
dasarnya berasal dari cabang-cabang kedua arteri karotis interna dan kedua
arteri vertebralis.
a) Arteri karotis interna
Arteri karotis interna keluar dari percabangan karotis komunis
leher. Pembuluh darah ini naik menuju basis kranii, membelah sebagai
suatu pembuluh bentuk sigmoid didalam sinus kavernosus.
Arteri karotis interna hanya memberi cabang dirongga tengkorak, terdiri
dari :
1) Arteri optalmika
Arteri ini mempunyai cabang penting yaitu arteri sentralis
retinae yang berjalan ditengah-tengah nervus optikus dan berakhir
diretina.
2) Arteri khoroidalis anterior
Arteri khoroidalis anterior mengikuti traktus optikus sampai
pada ketinggian korpus genikulatum lateralis dan kemudian menjadi
bagian dari pleksus khoroid ventrikel lateralis.
Pembuluh darah ini juga memberi cabang-cabang ke pedunkulus
serebri, kapsula interna, nukleus kaudatus, hipokampus dan traktus
optikus.
3) Arteri serebri anterior dan media
Kedua arteri ini merupakan cabang terminal dari arteri karotis
interna. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada lobus
frontalis. Didalam fisura longitudinalis serebri dapat ditemukan
arteri komunikans anterior. Cabang-cabang arteri serebri anterior
berjalan menuju sisi medial lobus frontalis dan parietalis, substansia
perforata anterior, septum pellusidum dan sebagian dari korpus
11

kalosum. Arteri striata medialis memberi darah pada nukleus


kaudatus, putamen dan bagian anterior kapsula interna.Arteri serebri
media memberi cabang-cabang kesisi lateral lobus temporal dan
parietal.
Arteri striata lateralis memperdarahi ganglia basalis dan kapsula
interna. Arteri komunikans posterior bersatu dengan ramus serebri
posterior arteri basilaris. Dalam perjalanannya memberi cabang ke
kapsula interna dan talamus
b) Arteri vertebralis
Arteri vertebralis adalah cabang-cabang dari arteri sub klavia.
Cabang-cabangnya adalah arteri spinalis anterior dan posterior serta
arteriae serebelaris inferior posterior.
Arteri basilaris dibentuk oleh kedua gabungan arteri vetrebralis,
berjalan pada aspek ventral pons. Cabang-cabangnya meliputi arteriae
pontin, sereberalis inferior anterior, labirintin, serebralis superior dan
sereberalis posterior.
Arteri terakhir memperdarahi sisi medial dan inferior lobus
oksipitalis dan temporalis serta cabang-cabang khoroidal posterior ke
pleksus khoroid ventrikel III dan ventrikel lateralis.
c) Sirkulus willisi
Sirkulus willisi dibentuk oleh arteri-arteri komunikan anterior dan
posterior serta bagian proksimal arteri-arteri serebri anterior, media dan
posterior.
Fungsi sirkulus willisi memungkinkan suplai darah yang adekuat
ke otak bilamana timbul oklusi arteri karotis atau vertebralis. Banyak
arteri keluar dari lingkaran ini, masuk ke substansia otak dan arteri-
arteri ini sangat penting oleh karena selain berkaliber kecil sehingga
mudah tersumbat, juga merupakan “end artery” tanpa peredaran
kolateral dan memperdarahi daerah-daerah vital.
2. Peredaran darah vena
Peredaran darah vena tidak berperan besar dalam meningitis tuberkulosis.
Terdiri dari vena serebral internal dan eksternal. Tempat berakhirnya vena-
vena otak ini disinus-sinus duramater.
12

3. Etiologi
Penyakit meningitis tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
humanus, sedangkan menurut peneliti yang lain dalam literatur yang berbeda
meningitis Tuberkulosis disebabkan oleh dua micobacterium yaitu Mycobacterium
tubeculosis dan Mycobacterium bovis yang biasanya menyebabkan infeksi pada
sapi dan jarang pada manusia.
Mycobacterium tuberculosis merupakan basil yang berbentuk batang,
berukuran 0,2-0,6µ m X 1,0-10µ m, tidak bergerak dan tidak membentuk spora.
Mycobacterium tuberculosis bersifat obligat aerob, hal ini menerangkan
predileksinya pada jaringan yang oksigenasinya tinggi seperti apeks paru, ginjal
dan otak. Mycobacterium tidak tampak dengan pewarnaan gram tetapi tampak
dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Basil ini bersifat tahan asam, artinya tahan
terhadap pewarnaan carbolfuchsin yang menggunakan campuran asam klorida-
etanol. Sifat tahan asam ini disebabkan karena kadar lipid yang tinggi pada dinding
selnya. Lipid pada dinding sel basil Mycobacterium tuberculosis meliputi hampir
60% dari dinding selnya, dan merupakan hidrokarbon rantai panjang yang disebut
asam mikolat. Mycobacterium tuberculosa tumbuh lambat dengan double time
dalam 18-24 jam, maka secara klinis kulturnya memerlukan waktu 8 minggu
sebelum dinyatakan negatif.

4. Patofisiologi
Meningitis tuberkulosis pada umumnya sebagai penyebaran infeksi
tuberkulosis primer ditempat lain. Biasanya fokus infeksi primer di paru-paru.
Tuberkulosis secara primer merupakan penyakit pada manusia. Reservoir infeksi
utamanya adalah manusia, dan penyakit ini ditularkan dari orang ke orang terutama
melalui partikel droplet yang dikeluarkan oleh penderita Tuberkulosis paru pada
saat batuk. Partikel-partikel yang mengandung Mycobacterium tuberculosis ini
dapat bertahan lama di udara atau pada debu rumah dan terhirup masuk kedalam
paru-paru orang sehat. Pintu masuk infeksi ini adalah saluran nafas sehingga infeksi
pertama biasanya terjadi pada paru-paru. Transmisi melalui saluran cerna dan kulit
jarang terjadi.
Droplet yang terinfeksi mencapai alveoli dan berkembang biak dalam ruang
alveoli, makrofag alveoli maupun makrofag yang berasal dari sirkulasi. Sejumlah
kuman menyebar terutama ke kelenjar getah bening hilus. Lesi primer pada paru-
13

paru berupa lesi eksudatif parenkimal dan kelenjar limfenya disebut kompleks
“Ghon”. Pada fase awal kuman dari kelenjar getah bening masuk kedalam aliran
darah sehingga terjadi penyebaran hematogen.
Dalam waktu 2-4 minggu setelah terinfeksi, terbentuklah respon imunitas
selular terhadap infeksi tersebut. Limfosit-T distimulasi oleh antigen basil ini untuk
membentuk limfokin, yang kemudian mengaktivasi sel fagosit mononuklear dalam
aliran darah. Dalam makrofag yang diaktivasi ini organisme dapat mati, tetapi
sebaliknya banyak juga makrofag yang mati. Kemudian terbentuklah tuberkel
terdiri dari makrofag, limfosit dan sel-sel lain mengelilingi jaringan nekrotik dan
perkijuan sebagai pusatnya.
Setelah infeksi pertama dapat terjadi dua kemungkinan, pada orang yang sehat
lesi akan sembuh spontan dengan meninggalkan kalsifikasi dan jaringan fibrotik.
Pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah, penyebaran hematogen akan
menyebabkan infeksi umum yang fatal, yang disebut sebagai tuberkulosis millier
diseminata. Pada keadaan dimana respon host masih cukup efektif tetapi kurang
efisien akan timbul fokus perkijuan yang besar dan mengalami enkapsulasi fibrosa
tetapi menyimpan basil yang dorman. Klien dengan infeksi laten memiliki resiko
10% untuk berkembang menjadi Tuberkulosis aktif. Reaktivasi dari fokus perkijuan
akan terjadi bila daya tahan tubuh host menurun, maka akan terjadi pembesaran
tuberkel, pusat perkijuan akan melunak dan mengalami pencairan, basil mengalami
proliferasi, lesi akan pecah lalu melepaskan organisme dan produk-produk antigen
kejaringan disekitarnya. Apabila hal-hal yang dijelaskan diatas terjadi pada susunan
saraf pusat maka akan terjadi infeksi yang disebut meningitis tuberkulosis.
Fokus tuberkel yang berlokasi dipermukaan otak yang berdekatan dengan
ruang sub arakhnoid dan terletak sub ependimal disebut sebagai “Focus Rich”.
Reaktivasi dan ruptur dari fokus rich akan menyebabkan pelepasan basil
Tuberkulosis dan antigen nya kedalam ruang sub arakhnoid atau sistem ventrikel,
sehingga terjadi meningitis tuberkulosis.
14

Patofisiologi Meningitis Tuberkulosis


Inhalasi kuman TB

Paru-paru

Penyebaran limfohematogen

TB paru primer Dorman di otak Organ lain

Pembentukan tuberkel-tuberkel kecil berwarna putih


pada permukaan otak, selaput otak, sumsum tulang belakang

Tuberkel melunak dan pecah

Kuman masuk ke ruang sub arakhnoid dan ventrikulus

Terjadi peradangan difus pada pia, arakhnoid, LCS, ruang sub arakhnoid dan ventrikulus

Penyebaran sel-sel leukosit PMN ke dalam ruang sub arakhnoid

Terbentuk eksudat

Beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dalam minggu ke-2

Eksudat yang terbentuk terdiri dari 2 lapisan :


- lapisan luar mengandung fibrin dan leukosit PMN
- lapisan dalam mengandung makrofag

Proses radang terjadi juga pada pembuluh darah di korteks

Trombosis, infark otak, oedema otak, degenerasi neuron-neuron


15

Tombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrinopurulen Kelainan nervus kranial II, III, IV,
VI, VII, VIII

Organisasi di ruang sub arakhnoid superfisial yang dapat menghambat aliran dan absorpsi LCS

Hidrosefalus komunikan

5. Manifestasi Klinis
Meningitis tuberkulosis onset yang perlahan. Terdapat riwayat kontak dengan
penderita tuberkulosis biasanya memiliki aktif atau riwayat batuk lama, berkeringat
malam dan penurunan berat badan beberapa hari sampai beberapa bulan sebelum
gejala infeksi susunan saraf pusat muncul.
Gejala meningitis Tuberkulosis sangat bervariasi, gejala awal biasanya mirip
dengan infeksi umum lainnya yaitu berupa kelemahan umum (malaise), demam
yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala yang hilang timbul dan muntah. Setelah
gejala awal berlangsung selama sekitar 2 minggu timbul gejala nyeri kepala yang
persisten dan nyeri tengkuk yang berhubungan dengan rangsang meningeal, timbul
tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial dan defisit neurulogik fokal (parese
pada nervus kranial dan hemiparese). Inflamasi arteri pada basis kranii disertai
penyempitan dan pembentukan trombus pada lumennya menimbulkan iskemik dan
infark serebri dengan berbagai defisit neurologi sebagai akibatnya. Saraf kranial II,
III, IV, VI, VII dan VIII sering mengalami kompresi oleh eksudat yang kental. Pada
stadium lanjut terjadi gerakan involunter, hemiplegi, kesadaran yang semakin
menurun dan terjadi hidrosefalus.
Ensefalopati tuberkulosis secara klinis memberikan sindrom berupa kejang,
stupor atau koma, gerakan involunter, paralise, deserebrasi atau rigiditas dengan
atau tanpa tanda klinis meningitis atau kelainan cairan serebrospinalis.

6. Klasifikasi
Menurut Smeltzer. S.C and Brenda. G. Bare (2001 : 2175) klasifikasi meningitis
dibagi menjadi 3 tipe utama yaitu meningitis asepsis, sepsis dan tuberkulosis.
a. Meningitis asepsis mengacu pada salah satu
meningitis virus atau menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh
abses otak, ensefalitis, limfoma, leukemia, atau darah di ruang sub arakhnoid.
16

b. Meningitis sepsis menunjukan meningitis yang


disebabkan oleh organisme bakteri seperti meningokokus,stafilokokus, atau
basilus influenza.
c. Meningitis tuberkulosis disebabkan oleh bakteri
mikobakterium tuberkulosa.
Sedangkan menurut Arief Mansyur (2000 : 11) berdasarkan perubahan yang terjadi
pada cairan otak, meningitis dibagi dalam 2 golongan yaitu :
a. Meningitis serosa adalah radang selaput otak, arakhnoid, dan
piamater yang disertai cairan otak yang jernih penyebab tersering adalah
Mycobacterium tuberculosis, penyebab lain adalah virus, toxoplasma dan
ricketsia.
b. Meningitis purulenta adalah radang bernanah arakhnoid dan
piamater yang meliputi otak dan medulaspinalis. Penyebabnya antara lain :
Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitidis (meningokok),
Streptococcus haemoliticus, Staphylococcus coli, Klebsiella pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa.
Klasifikasi atas dasar gejala klinik yang dapat meramalkan prognosis
penyakit menurut Medical Research Council of Great Britain (1948) sebagai
berikut :
Stadium I : Klien menunjukan sedikit atau tanpa gejala klinis meningitis,
tanpa parese, dalam keadaan umum yang baik dan kesadaran
yang penuh.
Stadium II : Klien dengan keadaan diantara stadium I dan III
Stadium III : Klien tampak sakit berat, kesadaran stupor atau koma dan
terdapat parese yang berat (hemiplegi atau paraplegi)

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada meningitis tuberkulosis meliputi pemeriksaan
Rontgen thorax, CT-scan, MRI.
Pada klien dengan meningitis tuberkulosis umumnya didapatkan gambaran
Tuberkulosis paru primer pada pemeriksaan rontgent thorax, kadang-kadang
disertai dengan penyebaran milier dan kalsifikasi. Sedangkan pada
pemeriksaan CT-scan dan MRI dapat terlihat adanya hidrosefalus, inflamasi
17

meningen dan tuberkoloma. Gambaran rontgen thorax yang normal tidak


menyingkirkan diagnosa meningitis tuberkulosis.
b. Tes Tuberkulin
Tuberkulin hanya mendeteksi reaksi hipersensitifitas lambat, tidak
menandakan adanya infeksi aktif sehingga penggunaannya untuk
mendiagnosis infeksi aktif dan meningitis tuberculosis masih kurang sensitif.
Namun pemeriksaan tuberculin yang positif pada anak memiliki nilai
diagnostik, sementara pada orang dewasa hanya menandakan adanya riwayat
kontak dengan antigen Tuberkulosis, dan dapat memberikan arah untuk
pemeriksaan selanjutnya.
c. Cairan Serebrospinal
Pemeriksaan cairan serebrospinal merupakan diagnostik yang efektif untuk
mendiagnosis meningitis Tuberkulosis. Gambaran cairan serebrospinal yang
karakteristik pada meningitis tuberculosis adalah:
 Cairan jernih, kekuningan atau xantocrom.
 Pleositosis yang moderat biasanya antara 100-400 sel/mm3 dengan
predominan limfosit.
 Kadar glukosa yang rendah 30-45 mg/dL atau kurang dari 50% nilai
glukasa darah.
 Peningkatan kadar protein.
d. Bakteriologi
Identifikasi basil Tuberkulosis pada cairan serebrospinal memiliki akurasi
yang sangat tinggi hingga 100% dalam mendiagnosis meningitis Tuberkulosis.
Untuk mendiagnosis basil tersebut dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan
apus langsung BTA dengan metoda Ziehl-Neelsen dan dengan cara kultur pada
cairan serebrospinal.
e. Pemeriksaan Biokimia
Pemeriksaan ini untuk mengukur sifat tertentu dari mycobacterium atau
respon tubuh penderita terhadap mycobacterium. Yang tergolong pemeriksaan
biokimia antara lain:
 Bromide Partition Test (BPT)
 Adenosine Deaminase Activity (ADA)
 Tuberculostearic Acid
18

f. Tes Immunologis
Yang mendeteksi antigen atau antibody mikobakterial dalam cairan
serebrospinal, metoda yang sering digunakan dalam tes imunologis antara lain:
 ELISA
 Polymerase Chain Reaction (PCR)

8. Dampak Meningitis Terhadap Sistem Tubuh Lain


a. Sistem Pernafasan
Penderita meningitis dapat mengalami kerusakan saraf pengatur pernafasan
sehingga terjadi kontrol sistem pernafasan yang tidak adekuat. Pola nafas
berubah sehingga pengambilan oksigen dari atmosfir dapat berkurang, yang
berakhir dengan kondisi hipoksia. Kerusakan vaskular pada jaringan susunan
saraf pusat akan menghambat proses transportasi oksigen sehingga otak
kekurangan oksigen yang berdampak terjadinya kematian sel-sel jaringan otak,
distres pernafasan terjadi akibat penekanan pusat pernafasan di medulla
oblongata oleh peningkatan intrakranial.
b. Sistem Kardiovaskular
Proses peradangan pada meningen menyebabkan perubahan pada jaringan
selaput otak sehingga menghambat sirkulasi darah. Gangguan pola nafas
menyebabkan kadar oksigen darah berkurang sehingga perfusi jaringan menurun
yang ditandai dengan adanya sianosis pada beberapa bagian tubuh tekanan darah
meningkat atau menurun dan frekuensi nadi meningkat.
c. Sistem Pencernaan
Terjadi oedema serebral mengakibatkan kompensasi tubuh untuk menangani
dengan mengeluarkan steroid adrenal melalui perangsangan dari hipotalamus.
Hal ini berpengaruh terhadap peningkatan sekresi asam lambung yang
menyebabkan hiperasiditas yang akan menimbulkan mual, muntah dan nafsu
makan berkurang. Pada kondisi yang kronis keadaan ini akan menimbulkan
iskemi mukosa lambung dan kerusakan barier mukosa sehingga terjadilah
perdarahan lambung (stress ulcer) maka pada kondisi tersebut asupan nutrisi
klien tidak adekuat yang menimbulkan klien kurang nutrisi.
d. Sistem Perkemihan
19

Pada sistem urinaria terjadi retensi urine dan inkontinensia urine. Pada kondisi
lebih lanjut akan terjadi albuminuria karena proses katabolisme terutama jika
dalam kondisi KKP.
e. Sistem Persarafan
Proses peradangan meningen dapat menimbulkan peningkatan tekanan
intrakranial, dimana akan terjadi kerusakan saraf pusat pengontrol kesadaran
yang dapat menimbulkan penurunan kesadaran dan terjadi penekanan pada saraf
pusat pernafasan yang dapat mengakibatkan pola nafas tidak efektif. Pada saraf
kranial yaitu nervus vagus yang mengakibatkan penurunan reflek menelan,
nervus optikus yang dapat mengganggu fungsi visual, kerusakan nervus III, IV,
VI yang dapat mengganggu pergerakan bola mata, kerusakan nervus VIII yang
dapat mengganggu fungsi pendengaran menimbulkan kerusakan pada nervus II,
III, IV, IV, VII, VIII. Pada proses peradangan akan menimbulkan respon nyeri
yang akan merangsang korteks sesebri dan dalam keadaan lanjut dapat
menimbulkan iritasi meningen yang ditandai dengan adanya kaku kuduk, kernig
positif, brudzinski I dan II, serta laseque positif.
f. Sistem muskuloskeletal
Proses inflamasi pada susunan saraf menimbulkan berbagai hambatan dalam
perangsangan neuromuskuler sehingga dapat timbul kelemahan otot-otot dan
terjadi paralise. Hal ini memungkinkan klien tidak dapat melakukan aktifitas
gerak tubuhnya secara optimal bahkan terjadinya kontraktur dapat memperberat
kondisi.
g. Sistem Integumen
Peningkatan metabolisme mengakibatkan peningkatan suhu tubuh sehingga
timbul demam, yang dapat meningkatkan kebutuhan cairan, selain itu klien
dengan meningitis seringkali terjadi penurunan kesadaran sehingga klien harus
berbaring lama di tempat tidur dan dapat terjadi gangguan integritas kulit
sebagai dampak dari berbaring yang lama.
h. Reproduksi
Secara langsung penyakit meningitis tidak mempengaruhi sistem reproduksi.
Namun yang perlu diperhatian akan kebutuhan seksual akan berkurang, istri
dengan penyakit TBC secara langsung berpengaruh terhadap pasangan, baik dari
segi biologis maupun psikologis, cemas dalam melakukan hubungan seksual.
20

9. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan meningitis tuberkulosis terdiri dari:
a. Perawatan umum
Perawatan penderita meliputi berbagai aspek yang harus diperhatikan
dengan sungguh-sungguh, antara lain kebutuhan cairan dan elektrolit,
kebutuhan nutrisi, posisi klien, perawatan kandung kemih, dan defekasi serta
perawatan umum lainnya sesuai dengan kondisi klien.
b. Kemoterapeutik dengan obat anti Tuberkulosis
Tujuan pengobatan terhadap penderita tuberkulosis adalah menyembuhkan
penderita dari penyakit tuberculosis yang dideritanya, mencegah kematian
akibat tuberkulosis, mencegah terjadinya relaps, mencegah penularan dan
sekaligus mencegah terjadinya resistensi terhadap obat anti tuberkulosis (OAT)
yang diberikan (Soeroto, 2000).
Prinsip pengobatan meningitis tuberkulosis tidak banyak berbeda dengan
terapi bentuk tuberkulosis yang lain. Syarat terpenting adalah bahwa pilihan
OAT harus dapat menembus sawar darah otak dalam konsentrasi yang cukup
untuk mengeliminir basil intra dan ekstraselular. Beberapa obat yang yang biasa
digunakan untuk meningitis tuberkulosa adalah :
1) Isoniazida (INH) diberikan dengan dosis 400 mg / hari.
2) Rifampisin, diberikan dengan dosis 450-600 mg / hari.
3) Pyrazinamid, diberikan dengan dosis 1500 mg / hari.
4) Ethambutol, diberikan dengan dosis 25 mg / kg BB / hari sampai dengan
1500 mg / hari.
5) Streptomisin, diberikan intra muskular selama 3 bulan dengan dosis 30-
50 mg / kg BB / hari.
6) Kortikosteroid, biasanya digunakan dexametason secara intra vena
dengan dosis 10 mg setiap 4-6 jam, pemberian dexametason ini terutama
jika terdapat oedema otak, apabila keadaan membaik maka dosis dapat
diturunkan secara bertahap.
Efek samping OAT
 Isoniazid (H)
Efek samping berat yaitu terjadi hepatitis dan terjadi pada kira-kira 0,5%
dari kasus. Bila terjadi engobatan dihentikan, dan setelah pemeriksaan faal
hati kembali noemal pengobatan dapat dilaksanakan kembali
21

Efek samping ringan berupa


 Tanda-tanda keracunan saraf tepi, kesemutan, anastesia dan nyeri
otot
 Kelainan yang menyerupai syidroma pellagra
 Kelasinan kulit yang bervariasi antara lain gatal-gatal
 Rifampisin (R)
Efeksamping berat jarang terjadi seperti : sesak nafas yang kadang-kadang
disertai kollaps atau syok, anemia hemolitik, purpura dan gagal ginjal
Efek samping ringan seperti : gatal-gatal, kemerahan, demam, nyeri tulang,
nyeri perut, mual muntah kadang diare.
 Pyrazinamid (Z)
Efek samping utama adalah hepatitis, dapat terjadi nyeeri sendi dan kadang-
kadang serangan penyakit Gout.
 Ethambutol (E)
Dapat menyebabkan gangguan penglihatan, berkurangnya ketajaman
penglihatan, kabur dan buta warna merah dan hijau

2. Konsep Asuhan Keperawatan Meningitis


Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien yang mengalami gangguan
sistem persarafan, perawat dituntut untuk menggunakan metoda pendekatan
pemecahan masalah (problem solving) melalui proses keperawatan.
Proses kepwerawatan yaitu serangkaian perbuatan atau tindakan untuk
menetapkan, merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka
membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatan secara optimal.tindakan
keperawatan tersebut dilaksanakan secara komprehensif yang saling
berkesinambungan dan berkaitan satu sama lain dari mulai pengkajian, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dalam proses keperawatan dimana pada tahap
ini perawat melakukan pengumpulan data yang diperoleh dari hasil wawancara,
pemeriksaan fisik, laporan teman sejawat, catatan keperawatan atau tim kesehatan
lainnya data yang diperoleh kemudian dianalisa untuk mendapatkan diagnosa
keperawatan yang merupakan masalah klien. Tahap pengkajian ini terdiri dari :
22

a. Pengumpulan data
1) Identitas
a) Identitas klien
Identitas klien yang berhubungan dengan penyakit meningitis adalah:
- Umur : meningitis adalah penyakit sistem persarafan yang dapat terjadi
pada semua umur, dewasa maupun anak.
- Pendidikan : Pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi terhadap
pengetahuan klien tentang penyakit meningitis
- Pekerjaan : Ekonomi yang rendah akan berpengaruh karena dapat
menyebabkan gizi yang kurang sehingga daya tahan tubuh klien rendah dan
mudah jatuh sakit.
b) Identitas penanggung jawab meliputi:
Nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan klien.
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Pada umumnya klien dengan meningitis keluhan yang paling utama adalah
adanya nyeri kepala atau penurunan kesadaran yang disertai kejang.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian meliputi keluhan pada saat datang ke rumah sakit dan keluhan
pada saat pengkajian, dikembangkan dengan menggunakan analisa PQRST.
P: Provokatif/paliatif
Apakah yang meyebabkan keluhan dan memperingan serta memberatkan
keluhan. Nyeri kepala pada penyakit meningitis biasanya disebabkan oleh
adanya iritasi meningen. Nyeri di rasakan bertambah bila beraktivitas dan
berkurang jika beristirahat.
Q : Quantity / Quality
Seberapa berat keluhan dan bagaimana rasanya serta berapa sering
keluhan itu muncul. Nyeri kepala dirasakan menetap dan sangat berat.
R: Region / Radasi
Lokasi keluhan dirasakan dan juga arah penyebaran keluhan sejauh mana.
S : Scale
Intensitas keluhan dinyatakan dengan keluhan ringan, sedang dan berat.
Nyeri kepala pada klien meningitis sangat berat (skala : 5), dikarenakan
adanya iritasi meningen yang disertai kaku kuduk.
23

T : Timing
Kapan keluhan dirasakan, seberapa sering, apakah berulang-ulang,
dimana hal ini menentukan waktu dan durasi. Keluhan nyeri dirasakan
menetap/terus menerus karena iritasi meningen.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Kaji kebiasaan klien : merokok, minum-minuman beralkohol, riwayat batuk
lama / infeksi saluran nafas kronis, batuk berdahak atau tanpa dahak (dahak
berdarah / tidak). Riwayat kontak dengan penderita TBC. Apakah klien
punya riwayat trauma kepala atau tulang belakang. Riwayat infeksi lain
seperti Otitis media dan mastoiditis.
d) Riwayat kesehatan keluarga.
Kaji riwayat keluarga apakah ada keluarga klien yang menderita penyakit
yang sama dengan klien, riwayat demam disertai kejang. Adanya penyakit
menular seperti TBC.
3) Pemeriksaan fisik
a) Sistem pernafasan
Gejala yang ditemukan biasanya didapatkan pernafasan cepat dan dangkal,
penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, adanya pernafasan cuping
hidung, retraksi dada positif, adanya batuk berdahak, ronkhi positif.
b) Sistem Kardiovaskuler
Suara jantung lemah, adanya peningkatan tekanan darah atau penurunan
tekanan darah dan peningkatan frekuensi denyut nadi. Pada kasus lebih lanjut
akral menjadi dingin, terjadi sianosis dan capillary refil time lebih dari 3
detik.
c) Sistem Percernaan
Pada sistem pencernaan ditemukan keluhan mual dan muntah serta anoreksia
bahkan ditemukan adanya kerusakan nervus kranial pada nervus vagus yang
mengakibatkan penurunan reflek menelan. Pada kondisi ini akan
menimbulkan hipersekresi HCL  iskemia mukosa lambung dan kerusakan
barrier mukosa  erosi hemoragik lambung (perdarahan lambung) sehingga
terjadi penurunan berat badan dan jatuh pada kondisi kurang kalori protein
(KKP).
d) Sistem Perkemihan
24

Pada sistem urinaria dapat terjadi retensi urine dan inkontinensia urine. Pada
kondisi lebih lanjut akan terjadi albuminuria karena proses katabolisme
terutama jika dalam kondisi KKP.
e) Sistem Muskuloskeletal
Pengkajian pada sistem muskuloskeletal perlu diarahkan pada kerusakan
motorik, kelemahan tubuh, massa otot, dan perlu di kaji rentang gerak dari
ekstremitas.
f) Sistem Integumen
Penting mengkaji adanya peningkatan suhu tubuh sebagai dampak infeksi
sistemik, selain itu klien dengan meningitis seringkali terjadi penurunan
kesadaran sehingga klien harus berbaring lama di tempat tidur dan dapat
terjadi gangguan integritas kulit sebagai dampak dari berbaring yang lama.
g) Sistem persarafan
Gangguan yang muncul pada klien meningitis yang berkaitan dengan sistem
persarafan sangat kompleks. Pada penyakit meningitis terjadi peradangan
selaput otak dan parenkim otak yang merupakan pusat sistem persarafan.
Gangguan yang muncul tersebut antara lain: kerusakan saraf pengontrol
kesadaran yang dapat mengakibatkan penurunan kesadaran, pola nafas tidak
efektif akibat peningkatan tekanan intra kranial yang menekan pusat
pernafasan dan kerusakan pada saraf kranial yaitu nervus vagus yang
mengakibatkan penurunan reflek menelan, nervus kranial lain yang umum
terkena adalah nervus I, III, IV, VI, VIII. Pada penyakit meningitis terdapat
tanda yang khas yaitu tanda-tanda iritasi meningen: kaku kuduk positif,
brudzinski I, II positif, kernig dan lasaque positif. Selain itu gejala awal yang
sering terjadi pada meningitis adalah sakit kepala dan demam yamg
diakibatkan dari iritasi meningen, juga didapat adanya manifestasi perilaku
yang umum terjadi, yaitu letargik, tidak responsif dan koma. Kejang
sekunder dapat terjadi juga akibat area fokal kortikal yang peka. Alasan yang
tidak diketahui, klien meningitis juga mengalami "foto fobia" atau sensitif
yang berlebihan terhadap cahaya.
4) Pola aktivitas sehari-hari
a) Nutrisi
25

Biasanya klien kehilangan nafsu makan, mual, muntah, anoreksia dan bila
pasien mengalami penurunan kesadaran, reflek menelan terjadi penurunan,
sehingga klien harus dipasang naso gastric tube (NGT).
b) Eliminasi
Pada umumnya klien dengan penurunan kesadaran akan terjadi
inkontinensia urine sehingga harus dipasang dower kateter.
c) Istirahat tidur
Istirahat tidur terganggu akibat adanya sesak nafas, nyeri kepala hebat akibat
penekanan TIK. Hal ini merupakan mecanoreceptor terhadap reticular
activiting system ( RAS ) sebagai pusat tidur jaga.
d) Personal hygiene
Bisa mengalami gangguan pemenuhan ADL termasuk personal hygiene
akibat kelemahan otot terutama pada klien dengan penurunan kesadaran.
5) Data psikologis
Pada umumnya klien merasa takut akan penyakitnya, cemas karena
perawatan lama di rumah sakit dan perasaan tidak bebas di rumah sakit
akibat hospitalisasi.
Konsep diri klien: persepsi klien terhadap tubuhnya dapat berubah akibat
perubahan bentuk dan fungsi tubuh, klien merasa tidak berharga, rendah
diri dan kehilangan peran.
Ideal diri klien banyak yang tidak tercapai. Sebagian besar penyakit
meningitis dapat membatasi kehidupan klien sehari-hari.
6) Data sosial
Perlu dikaji tentang tidak tanggapnya terhadap aktifitas disekitarnya baik
ketika di rumah atau di rumah sakit. Klien biasanya menjadi tidak peduli
dan lebih banyak diam akan lingkungan sekitarnya.
7) Data spiritual
Pengkajian ditujukan terhadap harapan kesembuhan, kepercayaan
dan penerimaan mengenai keadaan sakit serta keyakinan yang dianut oleh
klien ataupun keluarga klien.
8) Data Penunjang
a) Laboratorium
- Pemeriksaan darah leukosit meningkat bila terjadi infeksi.
- Analisis cairan serebrospinalis melalui lumbal fungsi.
26

karakteristik cerebro spinalis fluid (CSF) pada meningitis tuberkulosis


adalah :
(1) Warna CSF jernih
(2) Jumlah sel eritrosit dan leukosit meningkat.
(3) Biokimia:
- Kalium meningkat
- Kloride menurun
- Glukosa menurun
- Protein meningkat
b) Radiologi dengan thorak foto melihat kemungkinan adanya penyakit
saluran nafas sebagai infeksi primer.
c) Foto tulang wajah untuk melihat adanya skelet yang mengalami
sinusitis.
d) Scanning / CT Scan untuk menemukan adanya patologi otak dan
medulaspinalis.
b. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengaitkan dan menggabungkan data tersebut
dengan konsep teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpuian dalam
menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien. Merupakan suatu proses
berpikir yang meliputi kegiatan pengelompokkan data dan menginterpretasikan
kelompok data dan membandingkan dengan standar yang normal serta menentukan
masalah atau penyimpangan yang merupakan suatu kesimpulan.

c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan meningitis adalah:
Menurut Doenges, 1993 : 311-319
a. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan
dengan proses invasi kuman patogen.
b. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan oedema serebral.
c. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan
penurunan kesadaran
d. Nyeri berhubungan dengan adanya proses infeksi
pada susunan saraf pusat.
27

e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan


kerusakan neuro muskuler.
f. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan
kerusakan sistem saraf.
g. Ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan.
h. Kurang pengetahuan tentang penyebab infeksi dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Menurut Tucker (1993:522-524).
i. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan
penurunan tingkat kesadaran.
j. Gangguan keseimbangan suhu tubuh,
hypertermia berhubungan dengan proses inflamasi.
k. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit
berhubungan dengan tirah baring lama.
3. Perencanaan
Perencanaan adalah proses penentuan tujuan merumuskan intervensi dan rasional
secara sistematis dan spesifik disesuaikan dengan kondisi, situasi dan lingkungan klien.
a. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan
dengan proses invasi kuman patogen secara hematogen.
Tujuan : Penyebaran infeksi tidak terjadi.
Kriteria :
- Suhu tubuh normal 36-37°C
- Klien ditempatkan di ruang isolasi

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1. Berikan tindakan isolasi sebagai Pada fase awal meningitis meningokokus
tindakan pencegahan atau infeksi ensepalitis lainnya, isolasi
mungkin diperlukan sampai organismenya
diketahui/dosis antibiotik yang cocok telah
diberikan untuk menurunkan resiko
penyebaran pada orang lain.
2. Pertahankan teknik aseptik dan Menurunkan resiko klien terkena infeksi
teknik cuci tangan yang tepat sekunder. Mengontrol penyebaran sumber
baik klien atau pengujung infeksi, mencegah pemajanan pada individu
maupun staf. Pantau dan batasi terinfeksi (misalnya: individu yang
pengunjung/staf sesuai kebutuhan. mengalami infeksi saluran pemafasan atas).
3. Pantau suhu secara teratur. Catat Terapi obat biasanya akan diberikan
munculnya tanda-tanda klinis dari terus selama kurang dari 5 hari setelah
28

proses infeksi. suhu turun (kembali normal) dan tanda-


tanda klinisnya jelas. Timbulnya tanda
klinis yang terus menerus merupakan
indikasi perkembangan dari
meningokosemia akut yang dapat
bertahan sampai berminggu-
minggu/berbulan-bulan atau terjadi
penyebaran patogen secara
hematogen/sepsis.
4. Teliti adanya keluhan dari dada, Infeksi sekunder seperti
berkembangnya nadi yang tidak miokarditis/perikarditis dapat
teratur/disritmia atau demam yang terus berkembang dan memerlukan intervensi
menerus. lanjut.
5. Auskultasi suara nafas. Pantau Adanya rorchi/mengi, takhipne dan
kecepatan pernafasan dan usaha peningkatan kerja pernafasan mungkin
pernafasan. mencerminkan adanya akumulasi sekret
dengan resiko terjadinya infeksi pernafasan.
6. Ubah posisi klien dengan teratur dan Mobilisasi sekret dan meningkatkan
anjurkan untuk melakukan nafas dalam. kelancaran sekret yang akan menurunkan
resiko terjadinya komplikasi terhadap
pernafasan.
7. Catat karakteristik urine, seperti warna, Urine statis, dehidrasi dan kelemahan
kejernihan dan bau umum meningkatkan resiko terhadap
infeksi kandung kemih/ginjal/awitan sepsis.
8. Kolaborasi Obat yang dipilih tergantung pada tipe
Berikan terapi antibiotik IV sesuai infeksi dan sensitifitas individu. Catalan:
indikasi: penisilin G, Ampisilin, Obat intratekal mungkin diindikasikan
Kloramfenikol, Gentamisin, Amfoterisin untuk basilus Gram-negatif, jamur, amuba.
B.

Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan


oedema serebral.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan perfusi serebral
Kriteria :
- Tingkat kesadaran membaik
- Tanda-tanda vital stabil
- Tidak adanya nyeri kepala
- Tidak adanya tanda peningkatan TIK

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan Menentukan pilihan intervensi.
dengan keadaan tertentu atau yang Penurunan tanda/gejala neurologis atau
menyebabkan koma / penurunan perfusi kegagalan dalam pemulihannya setelah
jaringan otak dan potensial peningkatan serangan awal mungkin menunjukan
TIK bahwa klien itu perlu dipindahkan ke
perawatan intensif untuk mementau
tekanan TIK atau pembedahan.
2. Pantau status neurologis secara teratur dan Mengkaji adanya kecenderungan pada
bandingkan dengan nilai standar (misalnya: tingkat kesadaran dan potensial
GCS) peningkatan TIK dan bermanfaat dalam
29

menentukan, lokasi, perluasan dan


perkembangan kerusakan SSP
3. Pantau tanda-tanda vital meliputi TD, Nadi, Peningkatan tekanan darah sistemik yang
Respirasi diikuti oleh penurunan tekanan darah
diastolik merupakan tanda adanya
peningkatan TIK nafas yang tidak teratur
dapat menunjukan lokasi gangguan
serebral dan tanda adanya peningkatan
serebral.
4. Bantu klien untuk menghindari manuver Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan
valsava, seperti batuk, mengejan. intra thoraks yang akan meningkatkan
TIK
5 Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, Petunjuk non verbal ini menunjukan
peningkatan keluhan dan tingkah laku yang adanya peningkatan TIK atau adanya
tidak sesuai. nyeri kepala.
6 Kaji adanya peningkatan rigiditas, Merupakan indikasi dari iritasi meningeal
regangan, peka rangsang, serangan kejang. yang dapat terjadi sehubungan dengan
kerusakan dari duramater atau
perkembangan infeksi.
7 Tinggikan kepala klien 15-45 derajat sesuai Meningkatkan aliran balik vena dari
indikasi yang dapat ditoleransi. kepala sehingga akan mengurangi
kongesti dan oedema atau resiko
peningkatan TIK.
8 Kolaborasi untuk pemberian obat sesuai Menurunkan inflamasi yang selanjutnya
indikasi seperti dexametason menurunkan oedema jaringan.

Resiko tinggi terhadap injuri / trauma berhubungan dengan adanya kejang akibat
iritasi kortek serebral.
Tujuan : Trauma / injuri tidak terjadi.
Kriteria : Tidak mengalami kejang / kejang dapat diatasi.

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1. Monitor adanya kejang/ kedutan pada Mencerminkan adanya iritasi SSP secara
tangan, kaki dan mulut atau otot wajah umum yang memerlukan evaluasi segera
yang lain. dan interfensi yang mungkin untuk
mencegah komplikasi.
2. Berikan keamanan pada klien Melindungi klien jika terjadi kejang.
dengan memberi bantalan pada Catatan: Memasukan jalan nafas buatan/
penghalang tempat tidur, gulungan lunak hanya jika rahangnya
pertahankan penghalang relaksasi, jangan dipaksa, memasukan
tempat tidur tetap terpasang ketika giginya mengatup karena dapat
dan pasang jalan nafas buatan merusak jaringan lunak.
plastik atau gulungan lunak
dan alat penghisap.
3. Kolaborasi dengan medis untuk Merupakan indikasi untuk penanganan dan
pemberian obat sesuai indikasi, pencegahan kejang. Catatan: Fenobarbital
seperti Fenitoin (dilantin), dapat menyebabkan depresi pernafasan
diazepam (valium), dan sedatif serta menutupi tanda/ gejala
fenobarbital (luminal) dari peningkatan TIK.

Nyeri berhubungan dengan adanya proses infeksi pada susunan saraf pusat.
30

Tujuan : Nyeri hilang


Kriteria :
- Klien melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
- Menunjukan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1. Berikan lingkungan yang tenang, ruangan Menurunkan reaksi terhadap stimulasi
agak gelap sesuai indikasi dari luar atau sensitivitas pada cahaya
dan meningkatkan istirahat/relaksasi.
2. Letakan kantung es pada kepala, pakaian Meningkatkan vasokontriksi,
dingin di atas mata. menumpulkan persepsi sensori yang
selanjutnya akan menurunkan nyeri.
3. Dukung untuk menemukan posisi yang Menurunkan iritasi meningeal, resultan
nyaman, seperti kepala agak tinggi sedikit. ketidak nyamanan lebih lanjut.
4. Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif Dapat membantu merelaksasikan
secara tepat dan lakukan massase otot ketegangan otot yang meningkatkan
daerah bahu atau leher. reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman
tersebut.

Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak akibat kelemahan


atau kerusakan neuromuskular.
Tujuan : Mobilisasi fisik terpenuhi.
Kriteria : Klien mampu melakukan mobilisasi.

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1. Periksa kembali kemampuan dan Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan
keadaan secara fungsional pada secara fungsional dan mempengaruhi dan
kerusakan yang terjadi. pilihan intervensi yang akan dilakukan.

2. Kaji derajat imobilisasi klien Klien mampu mandiri (nilai 0) atau memerlukan
dengan menggunakan skala bantuan/ peralatan yang minimal (nilai 1);
ketergantungan memerlukan bantuan sedang dengan
pengawasan / diajarkan (nilai 2); memerlukan
bantuan / peralatan yang terus menerus dan alat
khusus (nilai 3); atau tergantung secara total
pada pemberian asuhan (nilai 4). seseorang da
lam semua kategori sama-sama mempunyai
resiko kecelakaan namun kategori dengan nilai
2-4 mempunyai resiko terbesar untuk terjadinya
bahaya tersebut sehubungan dengan imobilisasi.
3. Berikan atau bantu untuk Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi /
melakukan latihan rentang posisi normal ekstremitas dan menurunkan
gerak/ROM. terjadinya vena yang statis

4. Berikan perawatan kulit dengan Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan
cermat, masase dengan pelembab menurunkan resiko terjadinya ekskoriasi kulit
dan ganti linen / pakaian yang
basah dan pertahankan linen
tersebut tetap bersih dan bebas dari
31

kerutan.

Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan sistem saraf.


Tujuan :
Kriteria :
- melakukan kembali/mempertahankan tingkatkesadaran biasanya dan fungsi
persepsi

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1. Evaluasi secara teratur perubahan orientasi, Fungsi serebral bagian atas biasanya
kemampuan berbicara, alam terpengaruh lebih dulu oleh adanya
perasaan/afektif, sensorik dan proses pikir. gangguan sirkulasi, oksigenasi.
2. Kaji kesadaran sensorik seperti respon Informasi penting untuk keamanan klien.
sentuhan, panas/dingin, tajam/tumpul, dan Semua sistem sensorik dapat terpengaruh
kesadaran terhadap gerakan dan letak dengan adanya perubahan yang
tubuh, perhatikan adanya masalah melibatkan peningkatkan atau
penglihatan atau sensasi yang lain. penurunkan sensitifitas atau kehilangan
sensasi/kemampuan untuk menerima dan
berespon secara sesuai dengan stimulus.
3. Berikan stimulasi yang bermanfaat secara Membantu klien untuk memisahkan pada
verbal, penciuman, taktil, pendengaran . realitas dari perubahan persepsi,
gangguan fungsi kognitif dan atau
penurunan penglihatan dapat menjadi
potensi timbulnya disorientasi dan
ansietas.
4. Berikan kesempatan yang lebih banyak Menurunkan frustrasi yang berhubungan
untuk berkomunokasi dan melakukan dengan perubahan kemampuan atau pola
aktifitas. respon yang menunjang.

a. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan kesadaran.


Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria :
- Frekuensi nafas normal 16 - 20 x /mt
- Irama nafas reguler.

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1. Kaji dan pantau frekuensi pola dan irama Perubahan pola nafas tidak efektif
nafas merupakan tanda berat adanya
peningkatan tekanan intrakranial yang
menekan medulla oblongata
2. Pertahankan jalan nafas efektif dengan Lendir yang berlebihan akan menumpuk
melakukan pembersihan jalan nafas seperti dan menimbulkan obstruksi jalan nafas.
pengisapan lendir dan oral hygiene.
3. Berikan O2 sesuai order dan monitor Untuk memenuhi kebutuhan
efektifitas pemberian oksigen tersebut. oksigen dalam darah dan jaringan.
4. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan Posisi leher yang ekstensi / menekuk
32

leher dan posisi netral. mengakibatkan jalan nafas terhambat.

b. Gangguan keseimbangan suhu tubuh hipertermia berhubungan dengan proses


inflamasi
Tujuan : Keseimbangan suhu tubuh terpenuhi.
Kriteria : Suhu tubuh 36 - 37 °C, keringat berkurang, klien tidak merasakan panas
badan.

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1. Berikan kompres dingin pada daerah yang Kompres dingin dapat menimbulkan
banyak pembuluh darah sampai suhu proses konduksi dimana terjadi
badan kembali normal. perpindahan panas dari satu objek ke
objek lain dengan kontak fisik antara
kedua objek tersebut.
2. Anjurkan pada klien untuk mengenakan Dengan pakaian tipis memudahkan
pakaian tipis dan menyerap keringat. penyerapan keringat dan memberi rasa
nyaman.
3. Observasi tanda-tanda vital suhu, tensi, Untuk mengetahui lebih lanjut tindakan
respirasi, dan nadi. yang akan dilakukan.
4. Kolaborasi pemberian terapi antipiretik. Antipiretik berfungsi menghambat
panas pada hypotalamus.

c. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
Tujuan : Ganguan integritas kulit tidak terjadi
Kriteria : Tidak nampak tanda-tanda gangguan integritas kulit seperti : kemerahan
dan lecet pada kulit.

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1. Atur dan rubah posisi tidur klien setiap Dapat mengurangi tekanan yang terus
2 jam. menerus yang menimbulkan sirkulasi yang
optimal pada daerah penekanan.
2. Berikan bantalan pada area tubuh yang Dengan diberikan bantalan pada daerah
menonjol dan berada pada permukaan penekanan akan mengurangi tekanan efek
tempat tidur. sirkulasi yang tidak lancar.
3. Lakukan masase pada daerah penekanan Tindakan masase sebagi stimulus terhadap
seperti bokong, siku dan turn it setiap hari. vasodilatasi bagi vaskuler yang mengalami
kontriksi pada permukaan sehingga akan
membantu melancarkan sirkulasi pada daerah
tersebut.
4. Observasi tanda dekubitus seperti lecet, Bila ditemukan tanda-tanda dekubitus
kemerahan pada siku, tumit, bokong dan segera ambil tindakan untuk mengantisipasi
daerah punggung setiap hari terjadinya kerusakan jaringan kulit yang
berlebihan.

d. Gangguan rasa aman: cemas klien atau keluarga berhubungan dengan kurangnya
33

informasi tentang proses penyakit dan perawatan klien dirumah.


Tujuan : cemas dapat diatasi
Kriteria :
- Klien atau keluarga mengakui dan mendiskusikan rasa takut.
- Klien atau keluarga tampak rilek (tidak memperlihatkan kecemasan seperti
gelisah)

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1. Kaji status mental dan tingkat ansietas dari Gangguan tingkat kesadaran dapat
klien/keluarga. Catat tanda-tanda verbal atau mempengaruhi ekspresi rasa takut tapi tidak
non verbal. menyangkal keberadaannya. Derajat ansietas
akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut
diterima oleh individu.
2. Berikan penjelasan hubungan antara proses Meningkatkan pemahaman,
penyakit dan gejalanya. mengurangi rasa takut karena ketidaktahuan
dan dapat membantu menurunkan ansietas.
3. Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan Dapat meringankan ansietas terutama ketika
prosedur sebelum dilakukan. pemeriksaan tersebut melibatkan otak.

4. Libatkan klien/keluarga dalam Meningkatkan perasaan kontrol terhadap diri


perawatan, perencanaan dan meningkatkan kemandirian.
kehidupan sehari-hari,
membuat keputusan sebanyak
mungkin.

e. Perubahan nutrisi:kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan


reflek menelan (disfagia) atau adanya rasa rnual,muntah dan anoreksia.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria :
- Disfagia dapat diatasi
- Tidak terjadi aspirasi.
- Mual, muntah dan anoreksia tidak ada.

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1. Timbang berat badan seminggu Untuk mengetahui efektivitas therapi.
sekali.
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk Ahli gizi adalah spesialis nutrisi yang
membantu perencanaan makanan. dapat membentu kebutuhan nutrisi klien
dan langsung mempersiapkan kebutuhan
nurisi kliennya.
3. Jika masukan makanan hanya NPT mensuplai protein dan kalori,asam
sedikit, BB terus menerus turun lemak dan vitamin dapat diberikan IV
selama 5 hari, status bersama-sama larutan NPT, protein,
menunjukkan kekurangan Karbihidrat dan lemak penting untuk
nutrisi kolaborasi dengan fungsi dan perkembangan sel.
dokter untuk pemberian nutrisi
parenteral total.
34

4. Bila terjadi disfagia kolaborasi dengan Dengan NGT dapat menghindari


dokter untuk pemasangan NGT. terjadinya aspirasi karena kelemahan
reflek menelan.
5. Kolaborasi pemberian obat H2 H2 reseptor antagonis dapat menghambat
reseptor antagonis sesuai advis. produksi HCl atau menetralisir asam
lambung.

f. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan : dehidrasi berhubungan


dengan kehilangan cairan, penurunan masukan oral dan peningkatan suhu tubuh.
Tujuan : Kekurangan volume cairan tubuh tidak terjadi.
Kriteria :
- Membran mukosa lembab.
- Turgor kulit baik.
- Pengisian kapiler cepat.

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1. Kaji perubahan tanda vital. Peningkatan suhu / demam
meningkatkan laju dan
kehilangan cairan tubuh melalui
evaporasi.
2. Kaji turgor kulit, kelembaban membran Indikator langsung keadekuatan
mukosa. volume cairan, meskipun membran
mukosa mulut mungkin kering
karena nafas melalui mulut dan
oksigen tambahan.
3. Catat / lapor keluhan mual atau muntah. Adanya gejala menurunkan masukan
oral.
4. Pantau intake dan output Berikan informasi tentang keadekuatan
volume cairan dan kebutuhan
pengganti.
5. Tekankan cairan sedikitnya 2500 Pemenuhan kebutuhan dasar cairan.
ml/hari sesuai kondisi
6. Berikan obat sesuai indikasi, Berguna untuk menurunkan kehilangan
misalnya antipiretik, cairan.
antiemetik.
7. Berikan cairan tambahan melalui IV Adanya penurunan masukan/banyak
sesuai dengan kebutuhan. kehilangan, penggunaan parenteral
dapat memperbaiki / mencegah
kekurangan cairan.

4. Pelaksanaan
Merupakan tahap pelaksanaan tindakan dari rencana perawatan yang telah
ditetapkan untuk mengatasi masalah yang ditemukan.

5. Evaluasi
35

Evaluasi merupakan tahap pengukuran keberhasilan perawatan dalam


memecahkan masalah yang ditemukan dalam kebutuhan klien dengan cara menilai
tujuan yang ditetapkan.

BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A. TINJAUAN KASUS
1. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan Data
1) Data Biografi
Identitas klien
Nama : Ny. A
Umur : 27 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Karyawan pabrik
Suku/Bangsa : Sunda / Indonesia
36

Status marital : Menikah


Tanggal masuk RS : 27 Juli 2005
Tanggal pengkajin : 08 Agustus 2005
Diagnosa medik : Meningitis Tuberkulosis Grade II
Nomor medrek : 05 07 0979
Alamat : Bojong loa RT 03 RW 01 Ranca ekek
Kabupaten Bandung

Identitas penanggung jawab


Nama : Tn. D
Umur : 30 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja
Hubungan dengan klien : Suami
Alamat : Bojong loa RT 03 RW 01 Ranca ekek
Kabupaten Bandung

2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
(1) Keluhan utama saat masuk RS
Tiga minggu sebelum masuk RS klien mengatakan sering nyeri
kepala, nyeri kepala dirasakan klien semakin bertambah parah
disertai muntah 1 kali, keluhan nyeri kepala berkurang bila minum
obat sakit kepala. Satu minggu sebelum masuk RS klien mengeluh
panas tinggi lalu berobat ke klinik pengobatan namun tidak ada
perubahan, menurut suaminya kesadaran klien menurun, gelisah,
dan kejang. Klien sempat dibawa ke Puskesmas Ranca ekek, dirawat
selama 4 hari dan di diagnosa typhus, tidak ada perubahan pada
tanggal 27 Juli 2005 sekitar pukul 09.00 BBWI klien dirujuk ke RS.
Dr. Hasan Sadikin Bandung.
(2) Keluhan utama saat dikaji
37

Klien mengatakan nyeri pada tangan sebelah kiri dan lemah tidak
dapat diangkat, nyeri bertambah jika digerakan dan berkurang jika
diistirahatkan, nyeri terutama dirasakan pada daerah siku dengan
skala nyeri 3 (0-5), nyeri dirasakan terus menerus.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat batuk lama disangkal oleh klien, berkeringat malam dirasakan
sejak 2 tahun yang lalu, penurunan berat badan ada sejak 2 bulan
sebelum masuk rumah sakit, penurunan berat badan mencapai 4 kg
disertai nafsu makan menurun dan mual, riwayat sakit paru-paru diakui
klien sejak 1 ½ bulan sebelum masuk rumah sakit tetapi bukan TBC
menurut keterangan dari dokter klinik, riwayat kontak dengan penderita
TBC disangkal oleh klien, riwayat infeksi telinga, hidung dan mata
disangkal oleh klien, riwayat nyeri kepala ada + 1 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Klien juga mengatakan 6 bulan sebelum masuk rumah sakit
mengeluh sakit pada sendi siku yang diduga karena asam urat.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan dikeluarganya tidak ada yang pernah menderita
penyakit yang sama, tidak ada yang mempunyai penyakit TBC, hanya
saja disekitar rumah klien ada yang menderita penyakit TBC. Riwayat
penyakit keturunan seperti Diabetes Mellitus disangkal oleh klien.
d) Struktur keluarga
Klien tinggal di rumah dengan suami dan anak-anaknya (nuclear
family), status sosial ekonomi kurang, klien bekerja hanya sebagai buruh
pabrik dan suami saat ini tidak bekerja, klien berobat dengan
menggunakan kartu sehat, klien tinggal di rumah kontrakan pada
lingkungan yang padat dengan luas rumah 24 m2 (6m x 4m).
3) Pola aktifitas sehari-hari
No Jenis Aktifitas Sebelum Masuk RS Saat Sakit
1 2 3 4
1 Nutrisi
a. Makan Klien mengatakan Klien mengatakan saat
kebiasaan makan di rumah ini makan sehari tiga kali
sehari 3 kali dengan jenis dengan jenis makanan
makanan nasi, lauk pauk, bubur nasi, lauk pauk
sayur, jarang mengkon- seperti telur, tahu, tempe,
sumsi buah-buahan. Jumlah daging, sayur dan buah.
yang dimakan biasanya Porsi makan klien
sedikit. Tidak ada biasanya habis tidak
38

1 2 3 4
pantangan dalam makan lebih dari ½ porsi. Klien
keluhan tiga bulan terakhir mengeluh mual dan
nafsu makan berkurang. nafsu makan kurang.

b. Minum Klien mengatakan Klien mengatakan saat


kebiasaan minum di rumah ini minum air putih
air putih kira-kira 10 sehari kira-kira 1 botol
gelas/hari Aqua besar (1500cc) dan
1 gelas susu yang
diberikan dari RS.
2 Eliminasi
a. BAB Klien mengatakan Klien mengatakan saat
kebiasaan BAB di rumah ini tidak ada keluhan
sehari 3 kali, dengan BAB, frekuensi 2 atau 3
konsistensi lembek. Jumlah, kali sehari dengan
warna dan bau normal konsistensi lembek.
menurut klien. Tidak ada Jumlah, warna dan bau
keluhan saat BAB, normal menurut klien.
dilakukan secara mandiri
tanpa bantuan orang lain.

b. BAK Klien mengatakan Saat ini klien terpasang


kebiasaan BAK di rumah dower kateter sejak
rata-rata 6 kali/hari, warna masuk RS, dengan
kuning jernih, tidak ada jumlah urine rata-
keluhan saat BAK. Jumlah rata/hari menurut
urine normal menurut klien. keluarga 2000 cc, saat
dimonitor out put urine
oleh perawat dari pukul
07.00 s.d 11.00 WIB
jumlah urine 400 cc,
warna kuning
kemerahan, jernih. Klien
mengatakan ada keluhan
nyeri dan panas setelah
BAK.
3 Personal hygiene
a. Mandi Klien mengatakan Klien mengatakan saat
kebiasaan mandi di rumah 3 ini mandi hanya diseka
kali sehari, menggunakan oleh suaminya, 2 kali
sabun. sehari.

b. Mencuci Klien mengatakan Klien mengatakan


rambut kebiasaan mencuci rambut/ selama dirawat belum
keramas 2 hari sekali pernah mencuci rambut /
menggunakan shampoo. keramas.

Klien mengatakan Klien mengatakan


c. Gosok gigi kebiasaan menggosok gigi selama dirawat belum
di rumah dilakukan setiap pernah menggosok gigi,
kali mandi dengan hanya dibersihkan
menggunakan pasta gigi. menggunakan kapas lidi
oleh perawat.
4 Istirahat tidur
a. Siang Klien mengatakan di rumah Klien mengatakan di RS
tidak pernah tidur siang. kadang-kadang tidur
siang selama 1 jam.

b. Malam Klien mengatakan di rumah Klien mengatakan di RS


39

1 2 3 4
biasa tidur mulai pukul biasa tidur mulai pukul
20.00 s.d 05.00 BBWI. 20.00 s.d 03.00 WIB.
Klien merasa tidak ada Klien merasa tidak ada
gangguan tidur. gangguan tidur.
5 Kegiatan dan aktifitas Klien mengatakan kegiatan Klien mengatakan
sehari-hari sebelum sakit selama dirawat tidak
sebagai karyawan di memiliki kegiatan apa-
perusahaan garmen, dan apa hanya istirahat di
sebagai ibu rumah tangga tempat tidur.
memasak dan mengasuh
anak.

4) Pemeriksaan fisik
a) Sistem Pernafasan
Bentuk hidung simetris, tidak terlihat pernafasan cuping hidung, tidak
ada deviasi septum, tidak terlihat penggunaan otot-otot bantu
pernafasan, tulang hidung teraba kokoh, pola nafas normal dengan
frekuensi 24 kali/menit, tes kepatenan jalan nafas kuat pada kedua
lubang hidung, tidak terlihat adanya deviasi trakhea, pergerakan dada
simetris antara kiri dan kanan, vokal fremitus teraba sama antara dada
kiri dan kanan pada saat klien mengatakan “tujuh puluh tujuh”, ekspansi
paru kiri dan kanan simetris, perkusi dada terdengar suara resonan pada
daerah paru, pada auskultasi terdengar ronkhi halus pada lapang paru
kiri dan kanan.

b) Sistem Kardiovaskular
Konjungtiva merah muda, tidak terdapat sianosis, tidak terdapat
peningkatan tekanan vena jugularis, iktus kordis teraba pada mid line
klavikula sinistra ICS ke 5, auskultasi terdengar bunyi jantung S1 - S2
murni reguler, tidak terdapat clubbing finger, capillary refil time (CRT)
kurang dari 3 detik, akral teraba hangat, tekanan darah 110/70 mmHg,
nadi 96 kali/menit.
c) Sistem Pencernaan
Bibir terlihat lembab, bentuk simetris, lidah kotor, gigi geligi kotor,
jumlah 32 buah, fungsi mengunyah dan menelan baik, bentuk abdomen
datar, lembut, tidak terdapat luka, bising usus 12 kali/menit, hepar dan
lien tidak teraba, tidak terdapat nyeri tekan, tidak teraba adanya massa,
perkusi abdomen terdengar suara timpani, tidak terdapat haemorroid.
40

d) Sistem Perkemihan
Tidak terdapat oedema periorbital, tidak terdengar bruit pada aorta dan
arteri renalis, tidak teraba pembesaran pada kedua ginjal, tidak teraba
distensi kandung kemih, uretra terpasang dower kateter.
e) Sistem Muskuloskeletal
Tingkat aktifitas klien terbatas, aktifitas klien sebagian besar dibantu
oleh keluarga, tingkat ketergantungan klien 3 (0-4), postur tubuh klien
tinggi kurus, kepala simetris, bentuk proporsional tidak terdapat nyeri
tekan pada tulang kepala, tidak ada keterbatasan gerak pada sendi leher,
bentuk tulang belakang normal tidak ada kifosis, lordosis, maupun
skoliosis, kekuatan otot ekstremitas 1
5 5
(1) Ekstremitas atas
Tangan kanan terpasang infus NaCl 0,9% 20 tetes/menit, terdapat
keterbatasan gerak pada tangan kiri, terdapat pembengkakan dan
klien tampak meringis saat dilakukan penekanan pada sendi siku
yang bengkak.
(2) Ekstremitas bawah
Gaya berjalan klien tidak dapat dikaji, bentuk kaki kiri dan kanan
simetris, tidak tampak adanya atropi otot, tidak terdapat oedema,
terdapat tahanan pada pergerakan fleksi sendi panggul.

f) Sistem Integumen
Distribusi rambut merata, warna hitam, tampak kotor dan teraba lengket,
rambut tidak mudah dicabut, kulit klien bersih tampak kering dan tidak
terdapat pruritus, terdapat luka lecet yang sudah mengering pada bibir
atas sampai septum hidung dengan ukuran 2 x 1 x 0,5 cm, turgor kulit
cepat kembali dalam 3 detik, suhu tubuh 36,70C, tidak terdapat pitting
oedema.
g) Sistem Reproduksi
Bentuk payudara simetris, tidak ada pembengkakan atau benjolan pada
kedua payudara, uterus tidak teraba, vulva dan vagina tidak dilakukan
pemeriksaan.
h) Sistem Endokrin
41

Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid dan paratiroid, tidak terdapat


tanda-tanda gangguan hipertiroid (moon face / exoptalmus, tremor).
i) Sistem Persyarafan
(1) Tes fungsi serebral
a) Tingkat kesadaran
Saat dilakukan pengkajian, kualitas kesadaran berada pada tahap
Alert/kompos mentis yaitu klien sadar terhadap lingkungan dan
siap bereaksi terhadap rangsang dari luar. Sedangkan kuantitas
kesadaran klien menurut perhitungan GCS adalah 15(E4 M6 V5)
b) Status mental
• Orientasi
Orientasi klien terhadap orang, tempat dan waktu tidak
terganggu, dibuktikan dengan klien mampu mengenal
suaminya, menyebutkan saat ini ada di rumah sakit, dan saat
dikaji mengatakan siang hari.
• Daya ingat
- Long term memory
Memori jangka panjang klien baik, klien dapat
menyebutkan tempat sekolah saat SD, dan menyebutkan
tahun menikah dengan benar, setelah diklarifikasi kepada
suaminya.

- Recent memory
Memori jangka pendek klien baik, klien dapat
menyebutkan menu makanan yang baru saja dimakannya
dengan benar setelah diklarifikasi kepada suaminya.
• Perhatian dan
perhitungan
Kemampuan perhitungan dan perhatian klien masih baik,
klien dapat menjawab dengan benar hitungan yang di berikan
perawat yaitu: 100 – 7, 93 – 7, 86 – 7, 79 – 7, 72 – 7. dan
soal penjumlahan sederhana yaitu: 8 + 3, 6 + 7, 13 + 5.
• Bicara dan Bahasa
42

Fungsi bicara dan bahasa klien baik, klien mampu


berkomunikasi dengan perawat, artikulasi saat bicara baik,
dalam mengekspresikan keinginan dan perasaan klien bicara
lancar, spontan dan jelas. Klien juga dapat memahami
perintah dengan baik saat disuruh melakukan serangkaian
tindakan yaitu mengambil senter lalu menyalakannya
kemudian memberikan kembali kepada perawat.
(2) Tes fungsi syaraf kranial
a) Nervus I (olfaktorius)
Fungsi penciuman klien tidak terganggu, klien dapat
membedakan bau kopi dengan minyak kayu putih.
b) Nervus II (optikus)
Fungsi visual dan lapang pandang klien tidak terganggu, klien
dapat membaca dua baris kalimat pada buku dengan huruf kecil
dari jarak + 30 cm dan lapang pandang klien sama dengan
lapang pandang pemeriksa saat dilakukan tes dengan metoda
konfrontasi dari Donder.
c) Nervus III, IV, VI
(okulomotorius, trokhlearis, abdusen)
Fungsi nervus III dan IV tidak terganggu, klien dapat
menggerakan bola mata kesegala arah kecuali kearah sisi luar
(lateral) dan refleks pupil positif terhadap rangsang cahaya,
bentuk pupil bulat isokor dengan diameter 3 mm. Fungsi
pergerakan bola mata yang dipersyarafi oleh nervus VI
terganggu, terbukti klien tidak dapat menggerakan bola mata
kearah sisi luar (lateral) saat dilakukan tes pergerakan bola mata
oleh perawat.
d) Nervus V (trigeminus)
Fungsi nervus V klien tidak terganggu, klien dapat merasakan
adanya sentuhan pada saat diusapkan pilinan kapas pada maksila
dan mandibula dengan mata tertutup, kelopak mata klien
mengedip saat kornea disentuh dengan pilinan kapas serta
terabanya kontraksi otot masetter dan temporalis saat klien
melakukan gerakan mengunyah.
43

e) Nervus VII (fasialis)


Fungsi nervus VII klien tidak terganggu, klien dapat merasakan
sensasi rasa manis, asam, asin pada 2/3 anterior lidah saat di tes
dengan gula, garam. Klien juga dapat mengerutkan dahi dan
tersenyum.
f) Nervus VIII (akustikus)
Fungsi pendengaran klien tidak terganggu, klien dapat menjawab
pertanyaan perawat dengan benar tanpa diulang dan dapat
mendengar saat perawat menggesekan rambut klien.
g) Nervus IX (glosofaringeus)
dan Nervus X (vagus)
Fungsi nervus IX dan X klien tidak terganggu, klien dapat
merasakan sensasi rasa pahit saat di tes dengan menggunakan
kopi. Terlihat gerakan uvula klien simetris dan terangkat keatas
saat klien mengatakan “ah”.
h) Nervus XI (asesorius)
Fungsi nervus XI klien tidak terganggu, klien mampu melawan
tahanan saat menoleh kekanan dan kekiri serta mampu
mengangkat bahu dengan tahanan tangan perawat.
i) Nervus XII (hipoglosus)
Klien dapat menjulurkan lidah serta menggerakannya dengan
simetris, yang membuktikan tidak terganggunya fungsi nervus
hipoglosus.
(3) Refleks
Refleks fisiologis
- Refleks bisep ++/ tidak dapat dikaji karena nyeri
- Refleks trisep ++ / tidak dapat dikaji karena nyeri
- Refleks brakhio radialis +/tidak dapat dikaji karena nyeri
- Refleks patella ++ / ++
- Refleks tendon achilles ++ / ++
Refleks patologis
- Refleks babinski - / -
- Refleks chaddock - / -
(4) Tes fungsi sensoris
44

Pada saat dilakukan pengkajian klien dapat membedakan sensasi halus


dengan kasar, tajam dengan tumpul, panas dengan dingin. Klien juga
dapat mengenal posisi dengan tepat sambil menutup mata saat
pemeriksa merubah-rubah posisi jari klien, klien dapat menyebutkan
nama benda yang dipegangnya dengan mata tertutup, klien dapat
menyebutkan huruf yang dituliskan oleh perawat pada telapak
tangannya.
(5) Tes fungsi serebelum
Klien dapat melakukan tes tunjuk hidung dengan baik, klien juga dapat
melakukan tes tumit lutut dengan baik.
(6) Tes iritasi meningen
Saat dilakukan pengkajian terhadap tanda-tanda iritasi meningen
didapatkan:
- Kaku kuduk (nuchal rigidity)
Tidak terdapat tahanan saat kepala klien difleksikan sehingga
penulis menginterpretasikan kaku kuduk negatif.
- Laseque sign
Saat tungkai bawah sebelah kiri difleksikan pada sendi panggul
terdapat tahanan dan klien mengeluh nyeri pada posisi + 500
sehingga penulis meng interpretasikan Laseque positif.
- Kernig sign
Tidak terdapat tahanan dan rasa nyeri pada saat tungkai bawah
difleksikan pada sendi panggul sampai membuat sudut 900 lalu
tungkai bawah diekstensikan pada sendi lutut sampai dengan 1350
sehingga di interpretasikan oleh penulis negatif.

- Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)


Tidak terjadi fleksi kedua tungkai bawah saat kepala klien di
fleksikan sejauh mungkin, interpretasi penulis brudzinski I negatif.
- Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)
Saat salah satu tungkai bawah difleksikan pada persendian panggul,
tungkai yang satu tetap dalam posisi ekstensi. Interpretasi penulis
untuk brudzinski II negatif.
5) Data Psikologis
45

a) Status Emosi
Emosi klien stabil, klien tampak tenang saat dilakukan wawancara
maupun pemeriksaan fisik oleh perawat.
b) Kecemasan
Klien tidak tampak tegang dan gelisah
c) Pola Koping
Klien mengatakan jika dirinya mempunyai masalah selalu diceritakan
kepada suaminya untuk mencari pemecahannya.
d) Gaya Komunikasi
Klien bicara selayaknya hubungan pasien dan perawat, tidak
mendominasi percakapan, apabila ditanya klien menjawab dengan
spontan, tidak tampak sedang menyembunyikan data.
e) Konsep Diri
(1) Gambaran Diri / Body Image
Klien menyukai seluruh bagian tubuhnya dan yang paling disukai
dari tubuhnya adalah betis.
(2) Harga Diri
Klien mengungkapkan secara verbal dengan keadaan tubuh saat ini
tidak merasa rendah diri, dirinya merasa masih berharga didalam
keluarganya baik bagi suami maupun bagi anak-anaknya.
(3) Ideal Diri
Ideal diri klien saat ini adalah ingin segera sembuh dan dapat
berkumpul lagi dengan anak-anaknya.

(4) Peran Diri


Klien merasa kehilangan perannya selama sakit, terutama peran
sebagai ibu rumah tangga yaitu mengurus anak-anaknya, klien juga
mengatakan sering menangis jika teringat anak-anaknya.
(5) Identitas Diri
Klien merasa puas dengan jenis kelaminnya sebagai seorang
perempuan, karenanya naluri keibuannya untuk mengurus anak-anak
dan suami tinggi.
46

6) Data Sosial
Hubungan klien dengan orang lain baik keluarga, kerabat maupun tetangga
menurut klien baik. Hubungan klien dengan klien dan keluarga klien lain
diruangan baik, klien juga mengenal nama petugas dan suka berkomunikasi.
7) Data Spiritual
Klien meyakini setiap penyakit dapat disembuhkan jika mau berusaha, klien
juga merasa sakitnya itu merupakan cobaan dari Tuhan, klien di rumah
sebelum sakit suka melaksanakan ritual keagamaan seperti sholat 5 waktu,
namun pada saat sakit klien tidak melakukannya karena kelemahan fisik,
klien beranggapan Tuhan pun akan memakluminya, saat ini kegiatan
spiritualnya hanya dengan cara berdoa kepada Allah SWT, sebagai Tuhan
yang diyakininya.
8) Data Seksual
Klien mengatakan sejak mulai sakit sudah tidak melakukan hubungan badan
dengan suaminya, suami klien pun menyadari dan menerima keadaan klien
saat ini, klien sudah cukup puas dengan ditunggu, ditemani dan dilayani
oleh suaminya.
9) Data Penunjang
a) Laboratorium
Nilai
No Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan
normal
1 2 3 4 5 6
1. 28 Juli Glukosa sewaktu 105 < 140 mg/dL
2005 Liquor/transudat/eksudat
Jumlah sel 273 <5 /mm3
Hitung jenis %
PMN 42 %
MN 58
Nonne Positif Negatif
Pandy Positif Negatif mg/dL
Gula liquor 7 45-70 mg/dL
Protein liquor 600 15-45
Warna Bening
Kejernihan Jernih
Hematologi gr/dL
HB 10 12-16 /mm3
Leukosit 8100 3,8-10,6 %
HT 32 35-47 /mm3
Trombosit 264.000 150-440rb
2 29 Juli LED 35 – 60 0-20 /mm3
2005 Hitung jenis leukosit %
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 0 1-6 %
Batang 1 3-5 %
Segmen 81 40-70 %
47

1 2 3 4 5 6
Lymfosit 7 30-45 %
monosit 1 2-40
3 1 SGOT 163 s.d 31 U/L
Agustus SGPT 133 s.d 31 U/L
2005 Natrium 138 135-145 mEq/L
kalium 3,0 3,6-5,5 mEq/L
4 5 Mikrobiologi
Agustus Gram Batang Negatif
2005 gram (+)
BTA Liquor BTA (+) Negatif
5 6 SGOT 96 s.d 31 U/L
Agustus SGPT 197 s.d 31 U/L
2005 Natrium 131 135-145 mEq/L
Kalium 3,7 3,6-5,5 mEq/L
6 8 Billirubin total 0,59 1,0 mg/dL
Agustus Billiribin direct 0,11 0,25 mg/dL
2005 Billirubin indirect 0,48 0,75 mg/dL
SGPT 327 s.d 31 U/L
b) Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi tanggal 29 Juli 2005
 Thorax foto menunjukan gambaran TB Millier
 Artritis a/r elbow joint sinistra e.c suspek TB
c) Therapi
 Infus NaCl 0,9% 20 tetes / menit
 INH 400 mg 1 x 1 tablet / oral, 1jam sebelum makan
 Rifampicin 450 mg 1x 1 kaplet / oral, 1 jam sebelum makan
 Pyrazinamid 500 mg 1x 2 tablet / oral 1 jam setelah makan
 Ethambutol 500 mg 1 x 2 tablet / oral 1 jam setelah makan
 Pyridoxin (vitamin B6 50 mg) 1 x 1 tablet / oral
 Curcuma 2 x 1 tablet / oral
 Rantin 2 x 1 ampul / iv
 Dexametason 3 x 1 ampul / iv
 KSR 1 x 1 tablet / oral
b. Analisa Data
No Data Kemungkinan penyrbab dan dampak Masalah
1 2 3 4
1 DS : Proses TB primer Basil pada droplet Resiko tinggi
DO: di paru-paru penyebaran
 Hasil rontgen menyebar di udara infeksi
thorax tanggal 28/7/05 : Penyebaran secara saat klien batuk
TB Milier hematogen/limfogen atau ekspirasi
 LED : 35-60
mm3 Pembentukan tuberkel- terhirup
 Hasil analisa tuberkel kecil pada selaput orang lain
48

1 2 3 4
LCS tanggal 28/7/2005 : otak, permukaan otak
Liquor/transudat/eksudat Resiko penyebaran
Jumlah sel 273 /mm3 Tuberkel melunak infeksi pada
Hitung jenis dan pecah orang lain
PMN 42 %
MN 58 % Kuman masuk
Nonne positif ke ruang subarakhnoid
Pandy positif
Glukosa 7 mg/dL Terjadi peradangan
Protein 600 mg/dL difus pada meningen
Warna bening dan parenkim otak
Kejernihan jernih
 Mikrobiologi Resiko penyebaran
tanggal 5/8/2005 pada organ lain
Gram batang positif
BTALiquor positif
 Tes iritasi
meningen
Laseque positif
2 DS : Proses peradangan pada otak Gangguan asupan
 Klien nutrisi: kurang
mengatakan porsi makan Menghasilkan eksudat dari kebutuhan
klien biasanya habis tidak
lebih dari ½ porsi. Menambah volume intrakranial
 Klien mengeluh
mual dan nafsu makan Mendesak organ dibawahnya termasuk
kurang. hipotalamus
 Klien mengatakan
penurunan berat badan ada Menstimulasi hipotalamus
sejak 2 bulan sebelum masuk
rumah sakit, penurunan berat Menstimulasi N. Vagus
badan mencapai 4 kg disertai
nafsu makan menurun dan Menstimulasi pengeluaran HCL
mual
DO : Infeksi TB
 Klien tampak mau Mual
muntah saat diberikan Pengobatan dengan OAT
makan.
 postur tubuh klien Efeksamping OAT
tinggi kurus Anoreksia
 Hb 10 gr/dL

3 DS : Proses infeksi Tb primer Gangguan rasa
 Klien mengatakan nyaman : nyeri
nyeri tangan sebelah kiri Penyebaran secara limfohematogen
dan tidak bisa diangkat,
nyeri bertambah jika Pembentukan tuberkel-tuberkel kecil pada
digerakan dan berkurang jaringan tulang
jika di istirahatkan, nyeri
terutama pada daerah Tuberkel melunak dan pecah
siku, nyeri dirasakan
terus menerus. Terjadi peradangan pada tulang
DO :
 Skala nyeri 3 (0-5) Menstimulasi pelepasan mediator nyeri
 Terdapat keterbatasan (histamin, prostaglandin, serotonin, bradikinin
gerak pada tangan kiri, dan substansi P)
terdapat pembengkakan
dan klien tampak meringis Merangsang nosi reseptor
49

1 2 3 4
pada saat dilakukan
penekanan pada sendi siku Dihantarkan oleh serabut syaraf C
yang bengkak.
 Artritis a/r elbow joint Dialirkan dalam bentuk elektrokimia impuls
sinistra e.c suspek TB ganglion radiks menuju dorsal horn
dimedulaspinalis bagian posterior

Ditrasfer ke thalamus melalui traktus


spinotalamikus

Korteks serebri

Nyeri dipersepsikan
4 DS : Proses peradangan infeksi Tb Gangguan
 Klien mengatakan pada tulang pemenuhan ADL :
selama dirawat belum (siku lengan kiri) kebutuhan personal hygiene
pernah mencuci energi
rambut/keramas. meningkat
 Klien mengatakan Nyeri pada
selama dirawat belum ekstremitas atas asupan nutrisi
pernah menggosok gigi, tidak adekuat
hanya dibersihkan
menggunakan kapas lidi Keterbatasan
oleh perawat. aktifitas pembentukan ATP
DO : terganggu
 Rambut tampak kotor Klien tidak mampu
dan teraba lengket. melakukan perawatan kelemahan
 Lidah kotor, gigi dirinya (personal hygiene) fisik
geligi kotor secara mandiri

Pemenuhan
kebutuhan
personal hygiene
terganggu

5 DS : Klien menderita kurang informasi Resiko drop out


 Klien mengatakan infeksi tuberkulosis tentang penyakit Tb pengobatan
memiliki riwayat sakit paru- intra dan ekstra paru
paru diakui klien sejak 1 ½
bulan sebelum masuk rumah ketidak tahuan klien
sakit tetapi klien Membutuhkan mengenai perawatan
menyangkal sakit TBC pengobatan OAT dan
 Klien juga dalam waktu lama aturan pengobatan
mengatakan 6 bulan (> 6 bln) dengan
sebelum masuk rumah efek samping yang
sakit mengeluh sakit pada tidak menyenangkan
sendi sikut yang diduga
karena asam urat.
DO : Mengurangi kepatuhan
 Hasil radiologi dan klien dalam minum obat
laboratorium menunjukan
klien terinfeksi TB
 Klien mendapatkan kegagalan program pengobatan
therapi OAT
6 DS : Penyakit infeksi TB yang berat Gangguan konsep
diri : peran
50

1 2 3 4
 Klien mengatakan merasa Membutuhkan perawatan di RS
kehilangan perannya
selama sakit, terutama
peran sebagai ibu rumah Terpisah dengan anggota keluarga yang lain
tangga yaitu mengurus (anak-anaknya)
anak-anaknya
 Klien mengatakan sering
menangis jika ingat anak- Peran sebagai ibu terganggu
anaknya
 Klien mengatakan ingin
segera sembuh dan bisa
berkumpul lagi dengan
anak-anaknya.
DO :
 Klien dirawat sejak tanggal
27 Juli 2005
7 DS : Resiko infeksi
 Klien mengatakan ada Pemasangan kateter yang lama traktus urinarius
keluhan nyeri dan panas
setelah BAK.
Dower kateter merupakan portal of entry bagi
DO : mikro organisme
 Saat ini klien terpasang
Dower kateter sejak masuk
RS, dengan jumlah urine Resiko infeksi
rata-rata / hari menurut traktus urinarius
keluarga 2000 cc, saat
dimonitor out put urine oleh
perawat dari pukul 07.00 s.d
11.00 WIB jumlah urine
400 cc, warna kuning
kemerahan, jernih

c. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas


Ditemukan Dipecahkan
No Diagnosa Keperawatan
Tanggal Paraf Tanggal Paraf
Resiko tinggi penyebaran nfeksi
berhubung dengan masuk dan
1 08-08-2005 12-08-2005
aktifnya mikroorganisme dalam
tubuh.
Gangguan asupan nutrisi: kurang
2 dari kebutuhan berhubung dengan 08-08-2005 11-08-2005
mual dan anoreksia
Gangguan pemenuhan ADL :
personal hygiene berhubung
3 08-08-2005 09-08-2005
dengan keterbatasan aktifitas
akibat nyeri dan kelemahan fisik
Gangguan rasa nyaman : nyeri
4 berhubung dengan adanya proses 08-08-2005 10-08-2005
peradangan pada tulang
Resiko infeksi traktus urinarius
berhubung dengan terpasangnya
5 09-08-2005 10-08-2005
dauer cateter sebagai portal of
entry bagi mikro organisme
6 Resiko drop out pengobatan 09-08-2005 10-08-2005
51

berhubung dengan kurangnya


pengetahuan klien tentang
perawatan dan aturan pengobatan
penyakitnya
Gangguan konsep diri : peran
7 09-08-2005 10-08-2005
berhubung dengan hospitalisasi
52

2. PERENCANAAN
Rencana
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
1 2 3 4 5
1 Resiko tinggi penyebaran infeksi Tupan :
berhubung dengan masuk dan Infeksi tuberkulosis tidak menyebar 1. Berikan tindakan isolasi 1. Pada awal fase meningitis,
aktifnya mikroorganisme dalam Tupen : sebagai tindakan pencegahan isolasi mungkin diperlukan
tubuh. Klien tidak menunjukan tanda-tanda untuk menurunkan resiko
DS : penyebaran infeksi setelah diberikan asuhan penyebaran pada orang lain.
DO: keperawatan selama 5 hari dengan kriteria :
 Hasil rontgen thorax  Vital sign dalam 2. Pertahankan tehnik aseptik 2. Menurunkan resiko klien
tanggal 28/7/05 : batas normal dan cuci tangan yang tepat baik terkena infeksi
Tb Milier  Kesadaran tetap klien, pengunjung, maupun staf.
 Hasil analisa LCS alert/kompos mentis Pantau dan batasi pengunjung / staf
tanggal 28/7/2005 :  Tidak terdapat tanda- sesuai kebutuhan.
Liquor/transudat/eksudat tanda peningkatan tekanan intra kranial 3. Observasi tanda-tanda vital 3. Keadaan infeksi sistemik
Jumlah sel 273 /mm3  Tanda iritasi klien meliputi : tensi, nadi, suhu dapat mempengaruhi nilai
Hitung jenis meningen negatif dan respirasi, setiap 8 jam. normal tanda-tanda vital seperti
PMN 42 %  Nilai analisa LCS peningkatan suhu tubuh,
MN 58 % berangsur normal peningkatan denyut nadi dan
Nonne positif pertnafasan, peningkatan atau
Pandy positif penurunan tekanan darah.
Glukosa 7 mg/dL 4. Peradangan pada susunan
Protein 600 mg/dL 4. Observasi tingkat kesadaran syaraf pusat akan mempengaruhi
Warna bening klien setiap hari. tingkat kesadaran. Tingkat
Kejernihan jernih kesadaran yang baik merupakan
 Mikrobiologi indikator adanya perbaikan.
tanggal 5/8/2005 5. Tanda-tanda peradangan
Gram batang positif seperti oedema, adanya eksudat
BTALiquor positif 5. Observasi terhadap adanya jika terjadi pada SSP akan
 Tes iritasi meningen tanda-tanda peningkatan TIK mendesak kedalam yang akan
Laseque positif seperti nyeri kepala. meningkatkan TIK.
6. Menghilangnya tanda-tanda
iritasi meningen merupakan
6. Observasi tanda-tanda iritasi indikator perbaikan klinis pada
meningen seperti : kaku kuduk, klien dengan meningitis.
53

1 2 3 4 5
lasegue, brudzinski I dan II, kernig 7. OAT akan menghambat
sign. pertumbuhan dan membunuh
7. Lanjutkan pemberian OAT mikobakterium Tuberkulosis
sesuai dengan program therapi sebagai agent penyebab.
medis. 8. Hasil analisa LCS dapat
menggambarkan aktifitas
8. Monitor hasil analisa LCS penyakitnya.
2 Gangguan asupan nutrisi: kurang Tupan : 1. Berikan penjelasan 1. Pemahaman tentang
dari kebutuhan berhubung dengan Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi tentang penyebab mual dan nafsu penyebab mual dan nafsu makan
mual dan anoreksia Tupen : makan berkurang. kurang akan meningkatkan
DS : Mual dan anoreksia berkurang setelah pengertian klien, dan diharapkan
 Klien mengatakan diberikan asuhan keperawatan selama 4 hari klien dapat mengatasi dengan
porsi makan klien biasanya dengan kriteria : caranya sendiri.
habis tidak lebih dari ½ porsi.  klien mengatakan secara verbal 2. Sajikan makanan 2. Makanan hangat dengan
 Klien mengeluh mual mual berkurang dan nafsu makan dalam keadaan hangat dan menarik. penyajian yang menarik
dan nafsu makan kurang. meningkat diharapkan akan meningkatkan
 Klien mengatakan  klien dapat menghabiskan porsi selera makan.
penurunan berat badan ada sejak makan yang diberikan dari RS 3. Libatkan klien dalam 3. Menu yang sesuai dengan
2 bulan sebelum masuk rumah  klien tidak menunjukan keinginan penyusunan menu makanan sesuai selera klien akan meningkatkan
sakit, penurunan berat badan muntah saat makan dengan selera. nafsu makan.
mencapai 4 kg disertai nafsu 4. Lakukan oral hygiene 4. Mulut yang bersih dapat
makan menurun dan mual secara teratur minimal 2 kali sehari. meningkatkan nafsu makan.
DO : 5. Berikan minum air 5. Pemberian air hangat
 Klien tampak mau muntah hangat sebelum makan. sebelum makan akan merangsang
saat diberikan makan. pengeluaran enzim pencernaan
 postur tubuh klien tinggi dimulut.
kurus 6. Berikan makan 6. Efek samping OAT dapat
minimal 1 jam setelah minum OAT. menimbulkan rasa mual.
 Hb 10 gr/dL
7. Lanjutkan pemberian 7. Ranitidin bekerja denga
terapi anti emetik : Ranitidin melawan reseptor H2 sebagai
reseptor HCl sehingga tidak
mengaktifkan pengeluaran asam
lambung yang berlebihan yang
dapat menimbulkan mual.
8. Curcuma dan vitamin B6
8. Lanjutkan pemberian disamping dapat menetralisis efek
54

1 2 3 4 5
terapi suplemen : Curcuma dan samping OAT sebagai hepato
Vitamin B6 protektor juga dapat
meningkatkan nafsu makan dan
mengurangi mual.
9. Lingkungan yang kurang
9. Modifikasi nyaman akan menurunkan selera
lingkungan agar nyaman untuk makan.
makan
3 Gangguan pemenuhan ADL : Tupan : 1. Kaji ulang tingkat 1. Perawat hanya membantu
personal hygiene berhubung Kebutuhan ADL klien terpenuhi ketergantungan klien terhadap orang pada tingkat dimana klien tidak
dengan keterbatasan aktifitas Tupen : lain. dapat melakukannya sendiri
akibat nyeri dan kelemahan fisik Klien dapat memenuhi kebutuhan ADL: bertujuan untuk memandirikan
DS : personal hygiene sesuai dengan klien.
 Klien mengatakan selama kemampuannya setelah diberikan asuhan 2. Fasilitasi klien untuk 2. Membantu mengembalikan
dirawat belum pernah mencuci keperawatan selama 1 hari dengan kriteria : melakukan oral hygiene secara fungsi klien dalam memenuhi
rambut/keramas.  Klien dapat menggosok giginya sendiri mandiri. kebutuhannya secara mandiri.
 Klien mengatakan selama dengan bantuan minimal dari perawat 3. Kelemahan sebagian
dirawat belum pernah  Gigi dan lidah klien tampak bersih 3. Bantu klien dalam anggota tubuh membuat klien
menggosok gigi, hanya  Rambut klien bersih, rapih dan tidak memenihi kebutuhan personal tidak dapat memenuhi
dibersihkan menggunakan kapas lengket hygiene yang tidak dapat dilakukan kebutuhannya secara mandiri
lidi oleh perawat.  Aktifitas klien meningkat seperti makan, secara mandiri. total.
DO : minum, menyisir rambutnya dengan 4. Berikan reward jika 4. Memberikan motivasi bagi
 Rambut tampak kotor dan bantuan minimal klien mampu melakukan ADL klien untuk terus meningkatkan
teraba lengket. sesuai dengan kemampuannya. kemampuan dirinya dalam
Lidah kotor, gigi geligi kotor melakukan ADL.

4 Gangguan rasa nyaman : nyeri Tupan : 1. Kaji ulang tingkat 1. Dengan mengetahui tingkat
berhubung dengan adanya proses Nyeri hilang nyeri sebelum melakukan tindakan. nyeri dapat menentukan tindakan
peradangan pada tulang Tupen : yang tepat.
DS : Setelah diberikan asuhan keperawatan 2. Ajarkan klien tentang 2. Teknik-teknik ini dapat
 Klien mengatakan nyeri selama 5 hari, klien dapat beradaptasi teknik mengurangi nyeri seperti : mengurangi nyeri secara fisiologis
tangan sebelah kiri dan tidak dengan nyeri akibat proses peradangan baik dalam menghambat impuls
bisa diangkat, nyeri bertambah dengan kriteria : nyeri maupun dalam
jika digerakan dan berkurang  Klien mengungkapkan secara mempersepsikan nyeri.
jika di istirahatkan, nyeri verbal dapat mengendalikan rasa nyeri 3. Klien dapat merasakan
terutama pada daerah sikut, nya. 3. Anjurkan klien untuk langsung manfaat dari teknik-
55

1 2 3 4 5
nyeri dirasakan terus menerus.  Klien dapat memilih dan mendemonstrasikan teknik-teknik di teknik manajemen nyeri.
DO : mendemonstrasikan salah satu teknik atas. 4. Meningkatkan toleransi
 Skala nyeri 3 (0-5) manajemen nyeri non farmakologis 4. Anjurkan klien untuk klien terhadap nyeri, sehingga
 Terdapat keterbatasan gerak  Skala nyeri berkurang dari 3 menggerakan tangannya yang sakit klien dapat beradaptasi dengan
pada tangan kiri, terdapat menjadi 2 (0-5) sesuai dengan kemampuan klien. nyeri secara bertahap, dan dapat
pembengkakan dan klien mencegah terjadinya kontraktur
tampak meringis pada saat pada sendi-sendi yang tidak sakit
dilakukan penekanan pada (pergelangan tangan dan jari-jari
sendi siku yang bengkak. tangan kiri)
 Artritis a/r elbow joint sinistra 5. Jika perlu 5. Analgetik dapat
e.c suspek TB. kolaborasikan untuk pemberian menurunkan ambang nyeri.
analgetik
5 Resiko infeksi traktus urinarius Tupan : 1. Kaji adanya tanda 1. Infeksi traktus urinarius
berhubung dengan terpasangnya Infeksi traktus urinarius tidak terjadi dan gejala infeksi traktus urinarius. dapat memberikan tanda dan
dauer cateter sebagai portal of Tupen : gejala yang khas seperti nyeri dan
entry bagi mikro organisme Setelah diberikan asuhan keperawatan panas saat BAK, urine keruh,
DS : selama 2 hari tidak terdapat tanda-tanda nyeri ketok CVA.
 Klien mengatakan ada keluhan infeksi traktus urinarius dengan kriteria: 2. Lakukan perawatan 2. Perawatan dauer kateter
nyeri dan panas setelah BAK.  Klien tidak mengeluh nyeri dan dauer cateter dengan menggunakan dengan menggunakan antiseptik
DO : panas pada saat BAK antiseptik dapat mengurangi terjadinya
 Saat ini klien terpasang  Klien dapat mengontrol keinginan resiko infeksi.
Dauer catether sejak masuk RS, miksinya 3. Mengadaptasikan otot-otot
dengan jumlah urine rata-  Klien dapat BAK tanpa kateter 3. Lakukan blast blast untuk mengontrol miksi
rata/hari menurut keluarga 2000 trainning. setelah pemasangan kateter.
cc, saat dimonitor out put urine 4. Untuk memastikan ada
oleh perawat dari pukul 07.00 tidaknya infeksi traktus urinarius
s.d 11.00 WIB jumlah urine 4. Kolaborasikan untuk dengan melihat karakteristik urine
400 cc, warna kuning pemeriksaan urine rutin. secara makro dan mikroskopik.
kemerahan, jernih 5. Menghilangkan faktor
resiko terjadinya infeksi traktus
urinarius.
5. Kolaborasikan untuk
pelepasan dauer kateter.
6 Resiko drop out pengobatan Tupan : 1. Kaji ulang 1. Mengkaji kebutuhan klien
berhubung dengan kurangnya Program pengobatan berhasil pengetahuan klien tentang dan keluarga terhadap informasi.
pengetahuan klien tentang Tupen : penyakitnya. 2. Peningkatan pengetahuan
56

1 2 3 4 5
penyakit, perawatan dan aturan Setelah diberikan asuhan keperawatan 2. Berikan informasi klien dan keluarga tentang
pengobatan penyakitnya selama 1 hari, klien bertambah tentang penyakit dan program penyakit, program pengobatan
DS : pengetahuannya tentang penyakit, pengobatannya dihubungkan dengan dan perawatannya akan
 Klien mengatakan memiliki perawatan dan aturan pengobatan perawatannya, meliputi : meningkatkan motivasi klien
riwayat sakit paru-paru diakui penyakitnya dengan kriteria :  Pengertian untuk berperan aktif dalam
klien sejak 1 ½ bulan sebelum  Klien dapat menyebutkan nama  Cara perawatan dirinya.
masuk rumah sakit tetapi klien penyakitnya perawatan dan diet
menyangkal sakit TBC  Klien dapat menyebutkan cara  Program
 Klien juga mengatakan 6 perawatan penyakitnya serta program pengobatan
bulan sebelum masuk rumah pengobatannya.  Efek 3. Mengkaji pengetahuan klien
sakit mengeluh sakit pada sendi  Klien dapat menyebutkan efek samping obat dan keluarga setelah diberikan
sikut yang diduga karena asam samping OAT  Dampak jika penkes.
urat.  Klien dapat menyebutkan dampak pengobatan tidak tuntas 4. Dengan adanya PMO
DO : negatif jika pengobatan tidak tuntas 3. Lakukan evaluasi diharapkan akan menjadi
 Hasil radiologi dan  Terbentuknya PMO terhadap klien dan keluarga setelah motivator bagi klien untuk tetap
laboratorium menunjukan klien diberikan pendidikan kesehatan. menjalankan program pengobatan
terinfeksi Tb 4. Bentuk pendamping hingga tuntas serta menjami klien
 Klien mendapatkan minum obat (PMO) meminum obat secara teratur.
therapi OAT

7 Gangguan konsep diri : peran Tupan : 1. Jelaskan pada klien tentang 1. Dengan memahami tujuan
berhubung dengan hospitalisasi Fungsi peran klien tidak terganggu keadaan klien saat ini perawatan diharapkan klien
DS : Tupen : mendukung proses perawatannya.
 Klien mengatakan merasa Setelah 2 hari diberikan asuhan 2. Untuk mengetahui ideal diri klien
kehilangan perannya selama keperawatan klien menyadari kondisinya 2. Gali keinginan klien saat ini saat ini dan yang akan datang.
sakit, terutama peran sebagai saat ini dalam masa perawatan dan 3. Agar klien termotivasi untuk
ibu rumah tangga yaitu pengobatan dan klien dapat beradaptasi dapat melakukan peran yang lain
mengurus anak-anaknya dengan peran dan lingkungan yang baru 3. Diskusikan dengan klien selama di RS.
 Klien mengatakan sering yaitu sebagai pasien RS, dengan kriteria : tentang peran yang dapat dilakukan 4. Agar klien merasa tenang dan
menangis jika ingat anak-  Klien mengungkapkan selama klien dirawat di RS. tidak merasa diasingkan oleh
anaknya secara verbal perasaannya saat ini. 4. Jelaskan pada klien bahwa RS keluarga.
 Klien mengatakan ingin segera  Klien dapat menyebutkan adalah tempat tinggal klien 5. Agar keluarga memahami
sembuh dan bisa berkumpul alasan dirawat di RS dan tidak boleh sementara. perasaan dan kesulitan yang
lagi dengan anak-anaknya. dijenguk anak-anak 5. Libatkan keluarga dalam dihadapi klien.
57

1 2 3 4 5
 Keluarga dapat masalah yang dihadapi klien.
DO : meyakinkan klien bahwa peran klien
Klien dirawat sejak tanggal 27 Juli seperti ini hanya sementara.
2005
58

3. PELAKSANAAN DAN EVALUASI


No Tanggal No DP Implementasi Paraf

1 2 3 4 5
1 08-8-2005 1 I : Melakukan observasi tanda-tanda vital klien meliputi :
Pukul 08.00 tensi, nadi, suhu dan respirasi
H : TD : 110/70 mmHg
Nadi : 96 kali / menit
1 Suhu : 36,7o C
Respirasi : 24 kali / menit
1
I : Melakukan observasi tingkat kesadaran klien
H : Kesadaran kualitatif klien Alert/kompos mentis
1 Kesadaran kuantitatif : GCS 15

I : Melakukan observasi terhadap adanya tanda-


tandapeningkatan TIK seperti nyeri kepala.
H : Klien mengatakan saat ini tidak terdapat nyeri kepala
09.30 2
I : Melakukan pemeriksaan tanda-tanda iritasi meningen
seperti : kaku kuduk, lasegue, brudzinski I dan II,
2 kernig sign.
H : Kaku kuduk : negatif
2 Brudzinski : negatif
Kernig : negatif
10.00 2 Lasegue : positif

I : Menyajikan makanan dalam keadaan hangat dengan


2 menggunakan meja makan klien
H : Porsi makan klien habis 1/4 porsi, klien mengatakan
tidak nafsu makan.

I : Memberikan minum air hangat sebelum makan.


H : Klien minum air hangat habis 1/4 gelas, klien
mengatakan tidak nafsu makan.
I : Memberikan makan 1 jam setelah minum OAT.
H : Klien makan dibantu perawat, hanya habis 1/4 porsi

I : Memberikan injeksi sesuai dengan terapi anti emetik :


Ranitidin
H : klien tidak mengeluh nyeri dan pusing setelah disuntik

I : Memberikan injeksi sesuai dengan program terapi anti


infalamasi : Dexametason 1 ampul / iv.
H: Klien tidak mengeluh pusing setelah penyuntikan.

2 09-8-2005 1 I : Memberian OAT sesuai dengan program therapi


Pukul 07.15 medis:
INH 400 mg / oral
Rifampisin 450 mg / oral
Vitamin B6 50 mg / oral
Curcuma 1 tablet / oral
1 H : Klien mau minum obat, klien masih mengeluhkan
adanya mual setelah minum obat.
1
07.30 I : Melakukan observasi tanda-tanda vital
59

1 2 3 4 5
1 H : TD : 120 / 70 mmHg, N : 88 x / menit, R : 24 x /
Menit, Suhu : 36,9o C

I : Melakukan observasi tingkat kesadaran


4 H : Kompos mentis, GCS 15

I : Melakukan pemeriksaan tanda-tanda iritasi meningen


4 seperti : kaku kuduk, lasegue, brudzinski I dan II,
kernig sign.
H : Kaku kuduk : negatif
Brudzinski : negatif
4 Kernig : negatif
Lasegue : positif

I : Mengkaji ulang tingkat nyeri sebelum melakukan


08.00 tindakan.
2 H : Klien tampak sudah dapat beradaptasi dengan nyeri,
skala nyeri masih 3 (0-5)

1 I : Mengajarkan klien tentang teknik mengurangi nyeri


seperti : Relaksasi, Distraksi, Guide Imageri.
H: Klien mengatakan akan mencobanya nanti saja sendiri.
10.00
2 I : Anjurkan klien untuk menggerakan tangannya yang sakit
sesuai dengan kemampuan klien.
H: Klien mau mencoba menggerak-gerakan tangannya
1 dengan dibantu oleh perawat, klien mengatakan akan
mencobanya lagi dibantu dengan tangan kanannya.
10.15
3 I : Menyajikan makanan dalam keadaan hangat dengan
menggunakan meja makan klien
H : Porsi makan klien habis 1/4 porsi, klien mengatakan
tidak nafsu makan.
3
I : Memberikan obat OAT setelah makan
Ethambutol 1000 mg / oral
Pyrazinamid 1000 mg / oral
H : Klien mengatakan tidak ada pusing setelah minum
obat, masih ada mual setelah minum obat.

3 I : Memberikan injeksi : Ranitidin 1 ampul / iv


11.00 H: Klien tidak mengeluh nyeri dan pusing setelah disuntik,
klien mengatakan mual sudah berkurang
3
I : Dexametason 1 ampul / iv
11.15 H : Klien tidak mengeluh pusing dan nyeri pada daerah
obat injeksi dimasukan

2 I : Kaji ulang tingkat ketergantungan klien terhadap orang


lain.
H : Klien mengatakan mau mencoba menggosok gigi nya
2 sendiri.
11.30
I : Melakukan oral hygiene secara mandiri dengan bantuan
2 minimal dari perawat
H : Klien mampu melakukan oral hygiene sendiri yang
difasilitasi oleh perawat. klien mengatakan mulutnya
terasa segar, gigi dan mulut klien tampakbersih.
6
60

1 2 3 4 5
I : Memberikan reward saat klien mampu melakukan ADL
sesuai dengan kemampuannya.
H : Klien terlihat senang dan tersenyum ketika diberikan
pujian.

I : Mencuci rambut klien di atas tempat tidur


6 H : Klien mengatakan segar, rambut klien tampak bersih
dan rapi.

I : Memberikan penjelasan tentang penyebab mual dan


12.10 nafsu makan berkurang.
H : klien memahami tentang penyebab mual, klien
mengatakan mual terutama dirasakan setelah minum
obat tablet

I : Menyajikan makan siang untuk klien masih dalam


keadaan hangat
H : Klien menghabiskan makanan 3/4 porsi, klien
mengatakan mual sudah berkurang

6 I :Melibatkan klien dalam penyusunan menu makanan


sesuai dengan selera.
H : Klien menanyakan selain makan makanan yang
diberikan dari RS klien mau makanan dari luar seperti
biskuit.

I : Mengkaji ulang pengetahuan klien tentangpenyakitnya.


5 H : Klien mengatakan penyakitnya saat ini adalah infeksi
syaraf, tapi tidak tau nama penyakitnya dan tidak
tahu cara program perawatan dan pengobatannya.

I: Memberikan penkes pada klien tentang penyakit dan


program pengobatannya dihubungkan dengan
perawatannya, meliputi :
 Pengertian
5  Cara perawatan dan diet
 Program pengobatan
 Efek samping obat
 Dampak jika pengobatan tidak
tuntas
H : Klien mengatakan sekarang tahu jika penyakitnya
adalah TBC yang dapat menular, dan mengatakan mau
berobat hingga tuntas, klien juga mengatakan akan
memaksakan makan walaupun mual, takut
penyakitnya tidak sembuh.

I : Melibatkan suami klien untuk menjadi support sistem


bagi klien dan menjadi PMO
H : Suami mengatakan siap untuk mendampingi klien
berobat dan ikut bertanggung jawab selama klien
minum obat.

I : Melakukan pengkajian terhadap adanya tanda dan


gejala infeksi traktus urinarius.
H : Klien mengatakan tidak terdapat nyeri pinggang, nyeri
dan panas dirasakan setelah perasaan ingin BAK.
Warna urine kuning tua dan jernih, kateter bersih.
61

1 2 3 4 5
I : Melakukan kolaborasi untuk pelepasan dauer kateter.
H : Kepala ruangan mengatakan klien sudah layak dibuka
kateternya tapi sebelumnya harus dilakukan blast
training terlebih dahulu.
1

CATATAN PERKEMBANGAN
No Tanggal No. DP Catatan Perkembangan Paraf
1 2 3 4 5
1 10-8-2005 1 S :
Klien mengatakan tidak terdapat nyeri kepala, sendi pada
siku tangan kiri masih bengkak dan nyeri.
O:
Kesadaran klien kompos mentis/alert
Tanda iritasi meningen : lasegue masih +
Tensi 110/70, N: 88 x / mnt, S:37oC, R: 24 x / mnt
Sendi siku klien tampak bengkak.
A:
Proses infeksi pada SSP menunjukan perbaikan
P:
Melanjutkan intervensi meliputi:
Lanjutkan program terapi dengan OAT
Kaji efek samping pengobatan
I :
Memberikan OAT sesuai dengan program terapi yaitu: INH
400mg/oral, Rifampicin 450mg/oral, dan Vit.B6 diberikan
sebelum makan. Ethambutol 1000mg/oral, Pyrazinamid
1000mg/oral dan Curcuma diberikan 1jam setelah makan
pagi. Memberikan injeksi Dexametason 1 amp/iv.
Mengkaji efek samping dari pemberian obat.
E:
Klien mau minum obat, efek samping OAT terhadap fungsi
hati, hasil SGPT tanggal 9-8-2005 : 327 U/L
R:
Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian obat OAT
yang lebih aman.
Hasil :
Program terapi klien dirubah
INH, Rifampisin, Pyrazinamid di stopn diganti dengan
Streptomisin 750mg / im, Ciprofloksasin 2x500mg/hari.
2 10-8-2005 6 S :
Klien mengatakan penyakit klien adalah TBC yang
menyerang otak, paru-paru dan tulang dan bisa menular.
Klien mengatakan pengobatannya harus rutin sampai
tuntas, karena kumannya akan kebal dan lebih susah
diobatinya lagi.
Klien mengatakan pengobatan penyakitnya tidak hanya
menggunakan obat tapi harus dengan daya tahan tubuh
yang kuat dengan cara makan yang banyak mengandung
protein dan zat tenaga seperti telur, ikan, tempe, nasi. Klien
juga mengatakan efek samping dari obatnya bisa membuat
mual, sakit kepala, gangguan hati. Suami klien mengatakan
siap untuk mengantar klien berobat dan mendampingi
minum obat.
O :
Klien terlihat mau minum obat yang disiapkan oleh
suaminya.
A :
Masalah teratasi
P : -
I : -
E : -
3 10-8-2005 2 S :
Klien mengatakan mual berkurang, nafsu makan mulai
meningkat.
O:
2

1 2 3 4 5
Klien menghabiskan lebih dari 3/4 porsi makanan dari RS,
klien tidak terlihat akan muntah saat makan
A:
Asupan nutrisi klien berangsur-angsur meningkat
P:
Melanjutkan intevensi sesuai dengan yang direncanakan
yaitu:
Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan menarik.
Libatkan klien dalam penyusunan menu makanan sesuai
dengan selera.
Lakukan oral hygiene
Berikan minum air hangat sebelum makan.
Berikan makan minimal 1 jam setelah minum OAT.
Lanjutkan pemberian terapi anti emetik : Ranitidin
I :
Menyajikan makanana klien ketika masih hangat
Memberikan minum air hangat sebelum makan
Memberikan makan siang klien setelah minum OAT
Mendamping klien saat makan
Melanjutkan program terapi anti emetik
E:
Mual sudah tidak dirasakan lagi oleh klien
Nafsu makan klien meningkat
Klien menghabiskan makan 1porsi
4 10-8-2005 3 S :
Klien mengatakan lebih segar, rambut tidak lengket, klien
sudah menggosok giginya sendiri tadi pagi dibantu suami.
O:
Rambut klien tampak bersih, rapi, dan tidak lengket.
Gigi dan mulut klien terlihat bersih
Kulit klien terlihat bersih dan tidak lengket
A:
Masalah teratasi
P: -
I : -
E: -
R: -
5 10-8-2005 4 S :
Klien mengatakan nyeri masih ada terutama jika sendi yang
bengkak ikut bergerak, klien mengatakan sekarang mampu
menahan nyeri, klien mengatakan jika nyeri muncul klien
menarik nafas panjang dan ngobrol dengan suaminya
nyerinya berkurang.
O:
Skala nyeri 2 (0-5)
Klien mau menggerakan tangan yang sakit dibantu tangan
kanannya, klien tampak menggerakan sendi pergelangan
tangan dan jari-jari tangan kiri. Klien tampak lebih
beradaptasi dengan nyeri
A : masalah teratasi
P: -
I : -
E: -
R: -
6 10-8-2005 5 S :
Klien mengatakan nyeri dan panas kencing masih ada
Klien mengatakan selangnya ingin dicabut
O:
Dauer kateter masih terpasang, urine warna kuning,jernih.
3

1 2 3 4 5
Klien tampak meringis jika kateter digerakan.
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan blast trainning
I :
Melanjutkan blast trainning sebelum mencabut kateter
Mencabut dauer kateter
E:
Klien mengatakan setelah dicabut kateter lebih nyaman,
nyeri dan panas setelah BAK tidak ada.
R:
S: klien mengatakan setelah dicabut selang lebih
nyaman, nyeri dan panas setelah BAK tidak ada.
O: kateter sudahdi lepas, tidak terlihat tanda-tanda iritasi
saat mencabut kateter.
A : Masalah klien teratasi setelah dicabut kateter
P: -
I : -
E:-
7 10-8-2005 7 S :
 Klien mengatakan merasa kehilangan perannya selama
sakit, terutama peran sebagai ibu rumah tangga yaitu
mengurus anak-anaknya
 Klien mengatakan sering menangis jika ingat anak-
anaknya
 Klien mengatakan ingin segera sembuh dan bisa
berkumpul lagi dengan anak-anaknya.
O:
Klien dirawat sejak tanggal 27 Juli 2005
A:
Gangguan konsep diri : peran berhubung dengan
hospitalisasi
P:
Jelaskan pada klien tentang keadaan klien saat ini
Gali keinginan klien saat ini
3. Diskusikan dengan klien tentang peran yang dapat
dilakukan selama klien dirawat di RS.
4. Jelaskan pada klien bahwa RS adalah tempat tinggal
klien sementara.
5. Libatkan keluarga dalam masalah yang dihadapi klien.
I :
1. Menjelaskan pada klien tentang keadaannya saat
ini
2. Menggali keinginan klien saat ini
3. mendiskusikan dengan klien tentang peran yang
dapat dilakukan di RS
4. Menjelaskan pada klien bahwa di RS klien hanya
sementara
5. Melibatkan suaminya dalam menyelesaikan
masalah klien
E:
Klien mengatakan mengerti tujuan dari perawatan di RS
untuk mengobati penyakitnya, klien ingin segera sembuh
dari penyakitnya, kliem mengerti alasan anaknya tidak
boleh dibawa ke RS karena takut tertular.
R:
8 11-8-2005 1 S :
Klien mengatakan tidak ada demam, nyeri kepala
4

1 2 3 4 5
O:
Kesadaran klien kompos mentis, tanda vital dalam batas
normal TD 110/80mmHg, N: 84 x / menit, R: 20
kali/menit, tanda iritasi meningen lasegue +
A:
Infeksi pada SSP berangsur membaik
P:
Melanjutkan pemberian obat sesuai program
I :
Memberikan obat Ethambutol 1000mg, Curcuma
1tablet/oral, Ciprofloxasin 500 mg / oral sesudah makan,
memberikan injeksi Dexametason 1 ampul / iv,
melakukakan skin test obat Streptomisin, memberikan
injeksi streptomisin 750mg / im.
E:
Klien tidak menunjukan tanda-tanda alergi seperti gatal-
gatal setelah diberikan obat.
9 11-8-2005 2 S :
Klien sudah tidak mengeluh mual, nafsu makan meningkat.
O:
Porsi makan klien selalu habis, klien terlihat suka makan
biskuit yang dibawa dari keluarganya.
A:
Masalah teratasi
P: -
I : -
E: -
R: -
10 12-8-2005 1 S :
Klien mengatakan saat ini
O:
Tanda vital dalam batas normal
TD: 120/80 N: 88 x / menit S: 36,9oC R: 24 x / menit
Tidak terdapat tanda-tanda peningkatan TIK
Tingkat kesadaran klien kompos mentis
Tanda iritasi meningen: lasegue (-), brudzinski I,II (-),
kernig (-), kaku kuduk (-)
A:
Masalah teratasi sesuai tupen
P: -
I : -
E: -
R: -
5

B. PEMBAHASAN
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Ny. A dengan gangguan sistem
persarafan akibat meningitis Tuberkulosis di ruang 19 A Perawatan Penyakit Saraf
Wanita Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. Penulis melakukan
pembahasan pada kasus Ny. A dengan gangguan sistem persarafan : meningitis
tuberkulosis. Dalam pembahasan ini penulis berpedoman dengan melihat perbandingan
antara teori dan kasus yang terdapat pada BAB II dan BAB III.
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Identitas Klien Dan Penanggung Jawab
Menurut konsep teori pentingnya mengkaji identitas pada klien
dengan gangguan sistem persarafan : meningitis tuberkulosis, yang
berhubungan dan mendukung diagnosanya antara lain usia, pendidikan dan
pekerjaan, karena penyakit meningitis tuberkulosis ini umumnya menyerang
pada semua tingkat usia, tersering pada anak-anak dan usia produktif.
Pekerjaan klien dan atau penanggung jawab dapat menggambarkan status
ekonomi keluarga yang umumnya tergolong ekonomi rendah, sementara
pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakit meningitis.
Pada kasus ini klien Ny. A berusia 27 tahun, pekerjaan klien sebagai
karyawan pabrik garmen, dengan pendidikan SMP, sedangkan suami klien
selaku penanggung jawab klien tidak bekerja. Apabila data di atas
dihubungkan dengan penyaki klien sangat relevan, sebagai faktor resikonya
adalah status ekonomi yang rendah yang didukung oleh faktor pendidikan
yang rendah. Dengan faktor ekonomi yang rendah kemampuan klien dan
keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan akan rendah pula, maka
diperkirakan status gizi klien kurang yang akan berdampak pada penurunan
daya tahan tubuh klien sehingga rentan terhadap berbagai penyakit infeksi
salah satunya adalah penyakit tuberkulosis (TBC). Rendahnya pengetahuan
klien akan berdampak pada kemampuan klien mengenal masalah
kesehatannya, akibatnya infeksi tuberkulosis yang terabaikan menimbulkan
komplikasi keberbagai jaringan tubuh lainnya seperti tulang dan otak.
Selain itu faktor sanitasi tempat tinggal klien yang berukuran 24m2 di
6

lingkungan yang padat mendukung pula terjadinya penyakit infeksi


tuberkulosis.
2) Riwayat Kesehatan
Keluhan utama yang mungkin terjadi pada klien dengan meningitis
menurut teori adalah demam, nyeri kepala yang berat, diikuti oleh
penurunan kesadaran dan kejang. Pada kasus Ny. A keluhan pada saat
masuk rumah sakit sesuai dengan teori, namun ketika dilakukan pengkajian
keluhan nyeri kepala, muntah yang proyektil, penurunan kesadaran dan
demam tidak ditemukan pada klien Ny. A. Ini terjadi karena pada saat
dilakukan pengkajian klien telah mendapatkan pengobatan dan perawatan
selama 12 hari sehingga perjalanan penyakit klien menunjukan perbaikan.
Sedangkan keluhan utama pada Ny. A saat dilakukan pengkajian adalah
nyeri pada siku tangan sebelah kiri dengan skala nyeri 3 (0-5) disertai
pembengkakan, yang disebabkan oleh artritis tuberkulosis.
Pada tinjauan teori dikatakan riwayat kesehatan dahulu yang
berhubungan dengan meningitis adalah adanya riwayat infeksi saluran nafas
atas, mastoiditis, otitis media, trauma kepala, dan penyakit sistemik lain
seperti demam tifoid, khusus pada meningitis tuberkulosis didapatkan
riwayat kontak dengan penderita penyakit tuberkulosis atau riwayat sakit
TBC. Pada kasus klien Ny. A riwayat sakit TBC dan kontak dengan
penderita TBC disangkal oleh klien, namun didapatkan informasi dari klien
adanya riwayat berkeringat malam sejak 2 tahun yang lalu, riwayat demam
menjelang dibawa ke rumah sakit dan penurunan berat badan. Perbedaan ini
terjadi karena penyakit tidak dirasakan oleh klien.
Dalam riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan
meningitis adalah adanya anggota keluarga yang memiliki penyakit TBC,
karena TBC merupakan penyakit infeksi menular dan umumnya kontak
lama dengan penderita sebagai penyebab meningitis tuberkulosis. Namun
pada kasus Ny. A klien dan keluarga menyangkal adanya penderita TBC di
keluarganya. Tetapi mungkin saja keluarga tidak menyadari adanya anggota
keluarga lain yang menderita penyakit TBC, karena tidak pernah melakukan
check-up kesehatan atau mungkin klien mendapatkan penularan penyakit
tuberkulosis dari orang lain di luar lingkungan rumahnya seperti tempat
kerja, apabila melihat tingkat pendidikan klien dan status ekonomi yang
7

rendah mungkin mempengaruhi klien dalam menggambarkan konsep sehat-


sakit, terbukti klien masuk rumah sakit setelah terjadi komplikasi.
3) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem pernafasan
Pada konsep meningitis umumnya terjadi perubahan pola nafas cepat
dan dangkal, penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, adanya
pernafasan cuping hidung, retraksi dada positif, adanya batuk berdahak
dan ronkhi positif. Pada klien Ny. A semuanya tidak ditemukan kecuali
adanya ronkhi pada kedua lapang paru, hal ini karena proses infeksi
tuberkulosis SSP pada klien Ny. A telah mengalami perbaikan sehingga
eksudat sebagai hasil dari proses peradangan tidak menekan pada
medulla oblongata sebagai pusat pengatur pernafasan.
b) Sistem kardiovaskuler
Secara teori pada kasus meningitis biasanya didapatkan adanya
penurunan tekanan darah, nadi lemah yang berlanjut dengan akral
dingin, adanya sianosis serta capillary refil time lebih dari 3 detik. Pada
kasus klien Ny. A tidak ditemukan penurunan tekanan darah, volume
nadi, maupun sianosis. Dampak di atas biasanya terjadi pada klien
meningitis grade III dengan tanda-tanda syok, sedangkan klien masuk
ke rumah sakit pada grade II dan tidak berlanjut pada grade III setelah
mendapatkan perawatan dan pengobatan selama 12 hari.
c) Sistem pencernaan
Pada sistem pencernaan secara konseptual ditemukan keluhan gangguan
refleks menelan akibat kerusakan atau kompresi pada nervus vagus,
mual akibat peningkatan kadar HCl, muntah proyektil akibat
peningkatan tekanan intrakranial. Pada kasus klien Ny. A ditemukan
adanya mual dan nafsu makan menurun, keluhan ini lebih diakibatkan
karena efek samping dari pengobatan.
d) Sistem perkemihan
Secara konsep meningitis akan berdampak pada sistem urinaria, yaitu
terjadi retensi urine atau inkontinensia urine, pada kondisi lebih lanjut
akan terjadi albuminuria karena proses katabolisme terutama jika dalam
kondisi kaheksia. Pada kasus klien Ny. A tidak terjadi retensi urine
maupun inkontinensia, karena klien terpasang dower kateter sehingga
8

keluhan retensi dan inkontinensia urine tidak dapat di kaji, dan tidak
didapatkan albuminuria.
e) Sistem muskuloskeletal
Pada konsep disebutkan terjadi kelemahan otot, akibat kerusakan
neuromuskuler yang akan berdampak pada kelemahan fisik secara
umum. Pada kasus klien Ny. A ditemukan adanya kelemahan otot pada
ekstremitas atas kiri, selain itu terdapat nyeri pada sendi siku tangan
sebelah kiri yang disebabkan adanya proses peradangan akibat
penyebaran penyakit pada tulang (artritis tuberkulosis).
f) Sistem integumen
Secara konsep pada klien meningitis terdapat peningkatan suhu tubuh
dan kerusakan integritas kulit akibat tirah baring yang lama, namun
pada kasus klien Ny. A tidak ditemukan peningkatan suhu tubuh hal ini
dikarenakan klien sudah mendapatkan perawatan dan pengobatan
sehingga proses infeksi sistemik yang dimanisfestasikan dengan
hipertermia tidak muncul, sedangkan gangguan integritas kulit klien
akibat tirah baring lama tidak terjadi karena klien sering melakukan
mobilisasi dengan cara merubah posisi tidur miring kekiri dan kekanan.
g) Sistem persarafan
Pada sistem persarafan klien meningitis biasanya mengeluhkan adanya
nyeri kepala, penurunan kesadaran, tanda-tanda iritasi meningen seperti
kaku kuduk, brudzinski I-II, kernig dan laseque, kerusakan nervus
kranial II, III, IV, VI,VII, VII. Pada kasus klien Ny. A tanda iritasi
meningen yang masih ada yaitu tanda laseque, dan kelumpuhan pada
nervus VI sementara tanda yang lainnya tidak ditemukan. Ini terjadi
mungkin pada saat pengkajian klien sudah mendapatkan perawatan dan
pengobatan selama 12 hari, sehingga proses infeksi pada sistem saraf
pusat sudah mengalami perbaikan. Akan tetapi pada riwayat kesehatan
sekarang ditemukan adanya tanda-tanda diatas seperti nyeri kepala,
kaku kuduk, Brudzinski I-II, laseque, kernig dan penurunan kesadaran.
4) Pola Aktifitas sehari-hari
a. Nutrisi
Pada penyakit meningitis tuberkulosa secara konsep dapat terjadi
perubahan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi yang disebabkan karena
9

stimulasi nervus vagus sehingga klien mengalami kesulitan dalam


menelan, mual, muntah, nafsu makan menurun. Selain itu pada klien
meningitis dengan kesadaran yang menurun merupakan indikasi
pemasangan naso gastrik tube (NGT) sehingga terjadi perubahan pola
dalam pemenuhan nutrisi. Pada kasus klien Ny. A saat dilakukan
pengkajian tidak terdapat kesulitan menelan, muntah proyektil,
pemasangan NGT. Adanya keluhan nafsu makan berkurang dan mual
lebih disebabkan akibat efek samping dari pengobatan obat anti
tuberkulosa (OAT), dibuktika dengan klien merasa mualnya bertambah
setelah minum obat anti tuberkulosa.
b. Eliminasi
Menurut konsep pada klien dengan infeksi meningitis dapat terjadi
retensi atau inkontinensia urine. Penulis tidak menemukan adanya
gejala tersebut karena klien terpasang dower kateter sehingga gelala
retensi dan inkontinensia sulit dipantau.
Pada eliminasi BAB dapat ditemukan adanya konstipasi akibat tirah
baring yang lama berdasarkan konsep teori, namun tidak ditemukan
pada kasus klien Ny. A. Ini terjadi karena klien sering melakukan
mobilisasi ditempat tidur, dan konsumsi nutrusi klien saat ini cukup
mengandung serat.
c. Istirahat tidur
Berdasarkan teori pada klien dengan meningitis dapat terjadi gangguan
tidur akibat adanya nyeri kepala dan sesak nafas sebagai
mecanoreseptor pada reticular activating system (RAS). Pada kasus
klien Ny. A tidak ditemukan adanya keluhan gangguan tidur karena
keluhan nyeri kepala dan sesak nafas tidak dirasakan oleh klien.
d. Personal hygiene
Pada klien dengan meningitis umumnya terjadi penurunan kesadaran
dan atau terdapat defisit neurologik fokal seperti hemiplegi,
hemiparese, pada ekstremitas yang dapat mengganggu pergerakan klien
sehingga klien tidak mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri
secara mandiri. Kasus klien Ny. A ditemukan adanya gangguan
pemenuhan kebutuhan personal hygiene namun bukan akibat
penurunan kesadaran tetapi disebabkan oleh nyeri dan kelemahan pada
10

lengan kiri akibat artritis tuberkulosis dan ketakutan klien untuk


melakukan ADL.
5) Aspek Psikologis
Pada kasus klien Ny. A ditemukan adanya gangguan konsep diri peran
karena klien dirawat sudah cukup lama sementara klien memiliki anak yang
berusia 8 bulan.
6) Aspek Spiritual Dan Sosial
Aspek sosisl dan spiritual klien tidak terganggu karena klien tampak sudah
menerima keadaan sakitnya.
7) Data Penunjang
Secara teotitis data penunjang yang bioasa ditemukan pada klien dengan
meningitis adalah sebagai berikut :
a) Pada pemeriksaan laboratorium terdapat leukosit yang
meningkat
b) Pemeriksaan lumbal punksi ditemukan adanya
peningkatan jumlah sel, peningkatan protein,dan penurunan kadar gula
LCS.
c) Pada thorak foto ditemukan adanya infeksi saluran
pernapasan
d) Pada pemeriksaan CT-Scan terdapat kelainan otak
Pada klien Ny. A tidak ditemukan peningkatan leukosit, photo thorak
ditemukan adanya infeksi TBC millier, pemeriksaaan lumbal punksi
ditemukan adanya penigkatan kadar protein, jumlah sel , dan penurunan
glukosa liquor.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan konsep yang ada kemungkinan diagnosa yang muncul pada klien
dengan meningitis adalah :
a. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan
penurunan tingkat kesadaran.
b. Gangguan keseimbangan suhu tubuh, hiperthermi
berhubungan dengan proses inflamasi
c. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan
dengan tirah baring lama.
11

d. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan


keterbatasan gerak akibat kelemahan atau kerusakan neuromuskuler.
e. Gangguan rasa aman: cemas keluarga berhubungan
dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan akhir
dirumah.
f. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan
proses invasi kuman patogen secara hematogen.
g. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan
penurunan kesadaran.
h. Resiko tinggi terhadap injuri/trauma berhubungan
dengan adanya kejang akibat iritasi kortek serebral.
i. Resiko tinggi kekurangan volume cairan: dehidrasi
berhubungan dengan kehilangan cairan, penurunan masukan oral dan
peningkatan suhu tubuh.
Pada kasus Ny. A penulis menemukan tujuh diagnosa keperawatan, dua
diantaranya sesuai dengan teori, yaitu :
a. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubung dengan
masuk dan aktifnya mikroorganisme dalam tubuh
b. Gangguan asupan nutrisi: kurang dari kebutuhan
berhubung dengan mual dan anoreksia
Diagnosa yang tidak sesuai dengan konsep rencana asuhan keperawatan pada klien
meningitis adalah :
c. Gangguan pemenuhan ADL : personal hygiene
berhubung dengan keterbatasan aktifitas akibat nyeri dan kelemahan fisik
d. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubung dengan adanya
proses peradangan pada tulang
e. Resiko infeksi traktus urinarius berhubung dengan
terpasangnya dower kateter sebagai portal of entry bagi mikro organisme
f. Resiko drop out pengobatan berhubung dengan
kurangnya pengetahuan klien tentang perawatan dan aturan pengobatan
penyakitnya
g. Gangguan konsep diri : peran berhubung dengan
hospitalisasi
12

Diagnosa keperawatan pada kasus Ny. A yang tidak diangkat berdasarkan teori
yaitu:
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan tingkat
kesadaran karena pada saat pengkajian kesadaran klien dalam keadaan kompos
mentis, dan tidak didapatkan akumulasi sekret sehingga tidak ditemukan adanya
gangguan pola nafas.
b. Gangguan keseimbangan suhu tubuh, hipertermi berhubungan
dengan proses inflamasi tidak diangkat karena pada klien Ny. A saat dilakukan
pengkajian tidak terdapat peningkatan suhu tubuh.
c. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan
tirah baring lama tidak diangkat karena pada saat dikaji klien tidak terdapat
tanda-tanda gangguan integritas kulit, dan klien walaupun aktifitasnya di tempat
tidur klien sering merubah posisi nya sendiri.
d. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak
akibat kelemahan atau kerusakan neuromuskuler pada klien Ny. A tidak
diangkat karena sudah tercakup dalam diagnosa gangguan ADL.
e. Gangguan rasa aman: cemas keluarga berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan akhir
dirumah tidak diangkat karena klien tidak terdapat data yang mengarah pada
kecemasan karena ketidaktahuan terhadap penyakitnya, penulis mengangkat
ketidak tahuan terhadap penyakitnya pada diagnosa resiko drop out pengobatan.
f. Resiko tinggi terhadap injuri/trauma berhubungan dengan adanya
kejang akibat iritasi kortek serebral tidak diangkat karena klien tidak
mengalami kejang maupun penurunan kesadaran.
g. Resiko tinggi kekurangan volume cairan: dehidrasi berhubungan
dengan kehilangan cairan, penurunan masukan oral dan peningkatan suhu
tubuh tidak diangkat karena klien dapat minum melalui oral, dan mendapatkan
masukan cairan melalui intra vena. Selain itu klien tidak mengalami
peningkatan suhu tubuh dan hiperventilasi.
3. Perencanaan
Pada tahap ini penulis menyusun rencana tindakan, memecahkan masalah yang ada
disesuaikan dengan kemampuan, situasi, dan kondisi dasar temuan dilapangan.
Sebagai bahan acuan penulis menggunakan konsep teori perencanaan yang
ditetapkan.
13

4. Pelaksanaan
Tahap pelaksaanaan adalah tindak lanjut dari perencanaan keperawatan. Dalam
merawat klien dengan resiko penyebaran infeksi seharusnya klien dilakukan isolasi,
hal ini tidak dapat dilakukan karena tidak terdapat fasilitas diruangan.
Pada masalah pemenuha kebutuhan ADL klien, penulis melakukan intervensi
dengan pendekatan konsep keperawatan dari Orem, dimana klien diberikan
kesempatan untuk memenuhi kebutuhan nya secara mandiri dan memberikan
bantuan sesuai dengan tingkat ketergantungan klien.
5. Evaluasi
Pada saat melakukan evaluasi dari tujuh masalah yang diangkat semua
dapat diselesaikan sesuai dengan kriteria tujuan jangk

Anda mungkin juga menyukai