Anda di halaman 1dari 12

Pengertian Partus / Melahirkan

Pengertian Partus / Melahirkan

Pengertian

Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsep yang dapat dari dalam
uterus melalui vagina ke dunia luar.

(Prawirohardjo, 1999)

Etiologi

Sebab-sebab mulainya persalinan :

1. Penurunan kadar hormon estrogen dan progresteron, menurunnya kadar hormn ini
terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum partus dimulai

2. Kadar prostaglandin adalah kehamilan dari minggu ke 15 hingga akan meningkat


lebih-lebih sewaktu partus.

3.Tekanan pada ganglion servikale dari houser yang terletak di belakang serviks.

4.Placenta menjadi tua dengan tuanya kehamilan vili koridies mengalami perubahan-
perubahan sehingga kadar esterogen dan progesterone menurun.

Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase

1.Fase Laten

Berlangsung sangat lambat, selama 8 jam pembukaan mencapai diameter 3 cm.

2.Fase aktif

a.Fase akselerasi (dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm)


b.Fase dilatasi maksimal (dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat
cepat dari 4 cm menjadi 9 cm)

c.Fase deselerasi (pembukaan menjadi lambat kembali dalam 2 jam pembukaan


9 cm menjadi lengkap).

Tanda-tanda Persalinan:

Gejala persalinan sebagai berikut :

1.Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang
semakin pendek

2.Dapat terjadi pengeluaran tanda :

- Pengeluaran lendir

-Lender bercampur darah

3.Dapat disertai ketuban pecah

- Pada pemeriksaan dalam dijumpai perubahan serviks (perlunakan serviks,


perdaraan serviks dan pembukaan serviks)

Penanganan kala I

1. Bantulah ibu dalam perslainan jika ia tampak gelisah, ketakutan

−Berilah dukungan dan yakinkan diri

−Berikan informasi mengenai proses dan kemajuan persalinan

−Dengarkan keluhan

2. Jika ibu tersebut tampak kesakitan dukungan / asuhan yang dapat diberikan
−Lakukan perubahan posisi

− Posisi sesuai dengan keinginan ibu terjadi jika ini ditempat tidur sebaiknya
dianjurkan miring kekiri

−Sarankan untuk berjalan miring

−Ajaklah orang yang menemaninya untuk memijat atau menggosok penggungnya

−Ibu diperbolehkan melakukan aktivitas sesuai kesanggupan

−Ajarkan tekik Bernafas ibu dan diminta menarik nafas panjang, menahan nafasnya
sebentar kemudian dilepas dengan cara meniup udara, keluar sewaktu-waktu
terasa kontraksi

3. Menjelaskan kemajuan persalinan dan perubahan yang terjadi serta prosedur yang
akan dilaksanakan pada hasil pemeriksaan

4. Memperbolehkan ibu untuk mandi dan membasuh sekitar kemaluannya serta BAK /
BAB

5. Untuk memenuhi kebutuhan energi dan mencegah dehidrasi berikan ibu cukup minum

6. Sarankan ibu untuk berkemih sesering mungkin

1. Faktor Internal
2. Faktor Eksternal

1. Faktor Internal (Pribadi)


Faktor diri kita sendiri, penting untuk memahami apa yang hendak dilakukan untuk yang
akan datang.
a.mengeksplorasi diri (self explorate)
bagaimana mengeksplorasi diri, yaitu bagaimana melihat kelebihan atau kelemahan diri.
Orang yang mampu mengeksplorasi diri, akan mampu membuat ulasan tentang diri
pribadinya.
b. berusaha (self regulate)
Ketika memahami akan dirinya, dia akan mencoba mencurahkan seluruh pikiran,
perasaan dan tingkah lakunya untuk berusaha.
c. ilmu
setiap pribadi menyadari dirinya perlu ilmu, karena dengan ilmulah seseorang dapat
mencapai kemajuan-kemajuan.
Dari faktor-faktor diri inilah yang melahirkan Keyakinan Diri (Self Convidence)

2. Faktor Eskternal
a. lingkungan (comunication)
Orang yang sukses biasanya mampu bersosialisasi atau mampu berkomunikasi dengan
orang diluar diri dia.
b. kerjasama (cooperation)
Keberhasilan seseorang dapat dilihat dengan bagaimana dia mampu bekerjasama dengan
orang lain. Atau bagaimana dia dapat bekerjasama dengan pihak luar.
Faktor-faktor diatas adalah kunci membawa seseorang kepada keberhasilan secara umum.

Disadari bahwa keterampilan berbicara seseorang, sangat dipengaruhi


oleh dua faktor penunjang utama yaitu internal dan eksternal. Faktor internal
adalah segala sesuatu potensi yang ada di dalam diri orang tersebut, baik fisik
maupun non fisik (psykhis), faktor pisik adalah menyangkut dengan
kesempurnaan organ-organ tubuh yang digunakan didalam berbicara misalnya,
pita suara, lidah, gigi, dan bibir, sedangkan faktor non fisik diantaranya adalah:
kepribadian (kharisma), karakter, temparamen, bakat (talenta), cara berfikir dan
tingkat intelegensia. Sedangkan faktor eksternal misalnya tingkat pendidikan,
kebiasaan, dan lingkungan pergaulan. Namun demikian, kemampuan atau
keterampilan berbicara tidaklah secara otomatis dapat diperoleh atau dimiliki
oleh seseorang, walaupun ia sudah memiliki faktor penunjang utama baik
internal maupun eksternal yang baik. Kemampuan atau keterampilan berbicara
yang baik dapat dimiliki dengan jalan megasah dan mengolah serta melatih
seluruh potensi yang ada.
Pada dasarnya seorang pembicara yang handal adalah seseorang yang
ketika ia berbicara, baik dalam komuniasi formal (presentasi, ceramah, dll.)
maupun informal (pergaulan) memiliki daya tarik yang rhetoris (mempesona)
dengan isi pembicaraan yang efektif (sistematis, benar/tepat, singkat dan jelas
dengan bahasa yang tepat) sehingga orang yang mendengarkannya dapat
mengerti dengan jelas dan tergugah perasaannya.
Singkatnya, semua orang apapun profesinya, bila didalam kegiatannya
menggunakan komunikasi (pembicaraan) sebagai sarananya, maka ia perlu
memiliki keterampilan berbicara, terlebih lagi sebagai seorang tenaga pendidik,
penyiar, atupun profesi lainnya.

RHETORIKA
Salah satu dari sekian banyak jenis keterampilan yang penting untuk
dimiliki oleh setiap orang adalah keterampilan berbicara atau seni berbicara. Hal
ini menjadi penting bahkan sangat urgen, karena tak dapat dipungkiri bahwa
dalam kehidupan ini sebagai manusia normal kita tidak mungkin lari dari
kenyataan bahwa kita dalam berinteraksi dengan sesama manusia harus
menggunakan suatu bentuk atau cara yang disebut komunikasi, khususnya
bahasa verbal atau lisan.
Nuansa ini memberikan aksentuasi kepada kemampuan manusia di
dalam menggunakan lambang-lambang kata, simbol-simbol maupun isyarat
lainnya dalam proses komunikasinya sehingga tujuan komunikasi tercapai. Di
dalam kenyataannya bahwa proses komunikasi yang dilakukan oleh manusia,
baik secara pribadi maupun secara kelompok tidak jarang ditemukan adanya
kegagalan di dalam mencapai tujuan komunikasi. Hal ini disebabakan oleh
adanya kekurangmampuan komunikator dalam mengaplikasikan secara lebih
baik lambang-lambang kata, simbol-simbol maupun isyarat lainnya dalam proses
komunikasi, atau mungkin juga disebabkan oleh faktor lainnya yang tidak/kurang
menguntungkan bagi kondisi di saat berlangsungnya proses komunikasi
tersebut.
Dari fenomena tersebut di atas maka seorang komunikator dalam profesi
apapun yang menggunakan bahasa lisan sebagai media penyampaiannya,
dipandang perlu membekali diri dengan suatu keterampilan atau seni di dalam
berbicara atau dalam istilahnya “Rhetorika”.

a. Pengertian/Defenisi Rhetorika
Rhetorika dapat diartikan secara “etimologi” dan “terminologi”. Adapun hal
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Secara etimologi (berdasarkan asal kata), rhetorika berasal dari :
- Bahasa Latin (Yunani kuno) “Rhetorica” yang artinya seni
berbicara.
- Bahasa Inggris “Rhetoric” yang berarti kepandaian
berpidato atau berbicara.
2. Secara terminologi (pengertian secara istilah) adalah :
Didalam bahasa Inggris rhetorika dikenal dengan istilah “The art of
speaking” yang artinya seni di dalam berbicara atau bercakap. Sehingga
secara sederhana dapat dikemukakan bahwa rhetorika adalah suatu bidang
ilmu yang mempelajari atau mempersoalkan tentang bagaimana caranya
berbicara yang mempunyai daya tarik yang mempesona, sehingga orang
yang mendengarkannya dapat mengerti dan tergugah perasaannya.
Sebagai bahan komparasi (pembanding) maka berikut ini ada beberapa
defenisi yang dikemukakan oleh beberapa pakar di bidang rhetorika yang
diantaranya adalah :
1. Richard E. Young cs, mengatakan bahwa rhetorika adalah ilmu
yang mengajarkan bagaimana kita menggarap masalah wicara-tutur kata
secara heiristik, epistomologi untuk membina saling pengertiandan
kerjasama.
2. Socrates mengemukakan bahwa rhetorika mempersoalkan
tentang bagaimana mencari kebenaran dengan dialog sebagai tekniknya.
Karena dengan dialog kebenaran dapat timbul dengan sendirinya.
3. Plato mengungkapkan bawha rhetorika adalah kemampuan
didalam mengaplikasikan bahasa lisan yang sempurna dan merupakan jalan
bagi seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang luas dan sempurna.
4. Drs. Ton Kertapati mengartikan rhetorika sebagai kemampuan
seseorang untuk menyatakan pikiran dan perasaannya dengan
menggunakan lambang-lambang bahasa.
Dari beberapa defenisi tersebut di atas, apapun defenisi dan siapapun
yang mengemukakannya semua mengacu dan memberi penekanan kepada
kemampuan menggunakan bahasa lisan (berbicara) yang baik dengan
memberikan sentuhan gaya (seni) didalam penyampaiannya dengan tujuan
untuk memikat/menggugah hati pendengarnya dan mengerti dan memahami
pesan yang disampaikannya.
Kemampuan untuk menjadi pembicara yang handal tidaklah diperoleh secara
otomatis atau hanya mengandalkan bakat yang besar dan pembawaan
(kharismatik) semata, tetapi juga dapat dipelajari dan atau melalui latihan yang
banyak (Dr. Dale Carnigie).
Nama:Supriyadi
Prodi:Bahasa.Indonesia
Tugas:Pendidikan Agama Kristen

Sejarah pendirian
Pada 6 Oktober 1970, di Sukabumi, Jawa Barat, Pdt. H.L. Senduk (yang juga
dikenal sebagai Oom Ho) dan rekan-rekannya membentuk sebuah organisasi gereja
baru bernama Gereja Bethel Indonesia (GBI). Gereja ini diakui oleh Pemerintah
secara resmi melalui Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 41
tanggal 9 Desember 1972.

Pada tahun 1922, Pendeta W.H. Offiler dari Bethel Pentecostal Temple Inc.,
Seattle, Washington, Amerika Serikat, mengutus dua orang misionarisnya ke
Indonesia, yaitu Pdt. Van Klaveren dan Groesbeek, orang Amerika keturunan
Belanda.

Pada mulanya mereka memberitakan Injil di Bali, tetapi kemudian pindah ke


Cepu, Jawa Tengah. Di sini mereka bertemu dengan F.G. Van Gessel, seorang
Kristen Injili yang bekerja pada Perusahaan Minyak Belanda Bataafsche Petroleum
Maatschappij (BPM). Van Gessel pada tahun sebelumnya telah bertobat dan
menerima hidup baru dalam kebaktian Vrije Evangelisatie Bond yang dipimpin oleh
Pdt. C.H. Hoekendijk (ayah dari Karel Hoekendjik).

Groosbeek kemudian menetap di Cepu dan mengadakan kebaktian bersama-sama


dengan Van Gessel. Sementara itu, Van Klaveren pindah ke Lawang, Jawa Timur.

Januari 1923, Nyonya Van Gessel sebagai wanita yang pertama di Indonesia
menerima Baptisan Roh Kudus dan demikian pula dengan suaminya beberapa bulan
setelahnya.

Tanggal 30 Maret 1923, pada hari raya Jumat Agung, Groesbeek mengundang
Pdt. J. Thiessen dan Weenink Van Loon dari Bandung dalam rangka pelayanan
baptisan air pertama kalinya di Jemaat Cepu ini. Pada hari itu, lima belas jiwa baru
dibaptiskan.

Dalam kebaktian-kebaktian berikutnya, bertambah-tambah lagi jemaat yang


menerima Baptisan Roh Kudus, banyak orang sakit mengalami kesembuhan secara
mujizat. Karunia-karunia Roh Kudus dinyatakan dengan ajaib di tengah-tengah
jemaat itu.

Inilah permulaan dari gerakan Pentakosta di Indonesia. Berempat, Van Klaveren,


Groesbeek, Van Gessel, dan Pdt. J. Thiessen, berempat merupakan pionir dari
"Gerakan Pentakosta" di Indonesia.

Kemudian Groesbeek pindah ke Surabaya, dan Van Gessel telah menjadi


Evangelis yang meneruskan memimpin Jemaat Cepu.

April 1926, Groesbeek dan Van Klaveren berpindah lagi ke Batavia (Jakarta).
Sementara Van Gessel meletakkan jabatannya sebagai Pegawai Tinggi di BPM dan
pindah ke Surabaya untuk memimpin Jemaat Surabaya.

Jemaat yang dipimpin Van Gessel itu bertumbuh dan berkembang pesat dengan
membuka cabang-cabang di mana-mana, sehingga mendapat pengakuan Pemerintah
Hindia Belanda dengan nama “De Pinksterkerk in Indonesia” (sekarang Gereja
Pantekosta di Indonesia).

Pada 1932, Jemaat di Surabaya ini membangun gedung Gereja dengan kapasitas
1.000 tempat duduk (gereja yang terbesar di Surabaya pada waktu itu).

Tahun 1935, Van Gessel mulai meluaskan pelajaran Alkitab yang disebutnya
“Studi Tabernakel”.

Gereja Bethel Pentecostal Temple, Seattle, kemudian mengurus beberapa


misionaris lagi. Satu di antaranya yaitu, W.W. Patterson membuka Sekolah Akitab di
Surabaya (NIBI: Netherlands Indies Bible Institute). Sesudah Perang Dunia II, para
misionaris itu membuka Sekolah Alkitab di berbagai tempat.

Sesudah pecah perang, maka pimpinan gereja harus diserahkan kepada orang
Indonesia. H.N. Rungkat terpilih sebagai ketua Gereja Pentakosta di Indonesia untuk
menggantikan Van Gessel.

Jemaat gereja yang seharusnya menjaga jarak dari sikap politik yang terpecah
belah terjebak dalam nasionalisme yang tengah berkobar-kobar pada saat itu.
Akibatnya roh nasionalisme meliputi suasana kebaktian dalam gereja-gereja
Pentakosta. Van Gessel menyadari bahwa ia tidak bisa lagi bertindak sebagai
pemimpin.
Kondisi rohani Gereja Pentakosta di saat itu menyebabkan ketidakpuasan di
sebagian kalangan pendeta-pendeta Gereja tersebut. Ketidakpuasan ini juga ditambah
lagi dengan kekuasaan otoriter dari Pengurus Pusat Gereja.

Akibatnya, sekelompok pendeta yang terdiri dari 22 orang, memisahkan diri dari
Organisasi Gereja Pentakosta, di antaranya adalah Pdt. H.L. Senduk.

Pada tanggal 21 Januari 1952, di kota Surabaya, mereka kemudian membentuk


suatu organisasi gereja baru yang bernama Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS).

Van Gessel dipilih menjadi “Pemimpin Rohani” dan H.L Senduk ditunjuk
menjadi “Pemimpin Organisasi” (Ketua Badan Penghubung). Senduk berperan
sebagai Pendeta dari jemaatnya di Jakarta, sedangkan Van Gessel memimpin
jemaatnya di Jakarta dan Surabaya.

Pada tahun 1954, Van Gessel meninggalkan Indonesia dan pindah ke Irian Jaya
(waktu itu di bawah Pemerintahan Belanda). Jemaat Surabaya diserahkannya kepada
menantunya, Pdt. C. Totays.

Di Hollandia (sekarang Jayapura). Van Gessel membentuk suatu organisasi baru


yang bernama Bethel Pinkesterkerk (sekarang Bethel Pentakosta). Van Gessel
kemudian meninggal dunia pada tahun 1957 dan kepemimpinan Jemaat Bethel
Pinkesterkerk diteruskan oleh Pdt. C. Totays.

Tahun 1962, sesudah Irian Jaya diserahkan kembali kepada Pemerintah Indonesia,
maka semua warga negara Kerajaan Belanda harus kembali ke negerinya. Jemaat
berbahasa Belanda di Hollandia ditutup, tetapi jemaat-jemaat berbahasa Indonesia
berjalan terus di bawah pimpinan Pendeta-pendeta Indonesia.

Roda sejarah berputar terus, dan GBIS di bawah pimpinan H.L. Senduk
berkembang dengan pesat. Bermacam-macam kesulitan dan tantangan yang harus
dihadapi organisasi ini. Namun semakin besarnya organisasi, begitu banyak
kepentingan yang harus diakomodasi.

Pada 1968-1969, kepemimpinan Senduk di GBIS diambil alih oleh pihak-pihak


lain yang disokong suatu keputusan Menteri Agama. Senduk dan pendukungnya
memisahkan diri dari organisasi GBIS.

6 Oktober 1970, H.L. Senduk dan rekan-rekannya membentuk sebuah organisasi


Gereja baru bernama Gereja Bethel Indonesia (GBI) dan diakui pemerintah secara sah
pada tahun 1972 sebagai suatu Kerkgenootschap yang berhak hidup dan berkembang
di bumi Indonesia.

Pdt H.L. Senduk melayani GBI Jemaat Petamburan dibantu oleh istrinya Pdt
Helen Theska Senduk, Pdt Thio Tjong Koan, dan Pdt Harun Sutanto. Pada tahun
1972, Pdt H.L. Senduk memanggil anak rohaninya, Pdt S.J. Mesach dan Pdt Olly
Mesach untuk membantu pelayanan di GBI Jemaat Petamburan. Saat itu, Pdt S.J.
Mesach telah menjadi Gembala Sidang GBI Jemaat Sukabumi, yang telah
dilayaninya sejak tahun 1963.

Pdt HL Senduk berpulang ke Rumah Bapa pada tanggal 26 Februari 2008, setelah
lebih dahulu ditinggal istrinya tercinta. Ia meninggalkan visi 10000 gereja GBI bagi
generasi berikutnya.

Pengakuan Iman

Pengakuan Iman Gereja Bethel Indonesia

Aku percaya bahwa:


Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah Firman Allah yang
diilhamkan oleh Roh Kudus.
Allah yang Maha Esa itulah Allah Tritunggal yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus,
tiga Pribadi di dalam satu.
Yesus Kristus adalah anak Allah yang tunggal dilahirkan oleh perawan Maria
yang dinaungi oleh Roh Kudus, bahwa Yesus telah disalibkan, mati, dikuburkan dan
dibangkitkan pada hari yang ketiga dari antara orang mati, bahwa Ia telah naik ke
Surga dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa sebagai Tuhan, Juru Selamat dan
Pengatara kita.
Semua manusia sudah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah sehingga harus
bertobat dan berpaling kepada Allah untuk menerima pengampunan dosa.
Pembenaran dan kelahiran baru terjadi karena iman di dalam darah Yesus Kristus
yang dikerjakan oleh Roh Kudus.
Setiap orang yang bertobat harus dibaptis secara selam dalam Nama Bapa, Anak
dan Roh Kudus, yaitu dalam nama Tuhan Yesus Kristus.
Penyucian hidup adalah buah kelahiran baru karena percaya dalam darah Yesus
Kristus yang dikerjakan oleh kuasa Firman Allah dan Roh Kudus, karena itu kesucian
adalah asas dan prinsip hidup umat Kristen.
Baptisan Roh Kudus adalah karunia Tuhan untuk semua orang yang telah
disucikan hatinya; tanda awal baptisan Roh Kudus adalah berkata-kata dengan bahasa
roh sebagaimana diilhamkan oleh Roh Kudus.
Perjamuan Kudus dilakukan setiap kali untuk meneguhkan persekutuan kita
dengan Tuhan dan satu dengan yang lain.
Kesembuhan ilahi tersedia dalam korban penebusan Yesus untuk semua orang
yang percaya.
Tuhan Yesus Kristus akan turun dari Sorga untuk membangkitkan semua
umatNya yang telah mati dan mengangkat semua umatNya yang masih hidup lalu
bersama-sama bertemu dengan Dia di udara, kemudian Ia akan datang kembali
bersama orang kudusNya untuk mendirikan Kerajaan Seribu Tahun di bumi ini.
Pada akhirnya semua orang mati akan dibangkitkan, orang benar akan bangkit
pada kebangkitan yang pertama dan menerima hidup kekal, tetapi orang jahat akan
bangkit pada kebangkitan yang kedua dan menerima hukuman selama-lamanya.
Badan Pekerja Harian (BPH) Sinode Gereja Bethel
Indonesia
Kegiatan sehari-hari Sinode dipimpin oleh "Badan Pekerja Harian" (BPH) yang
terdiri atas Ketua Umum dan beberapa Ketua, Sekretaris Umum dan beberapa
Sekretaris, Bendahara Umum dan beberapa Bendahara, serta Ketua-Ketua
Departemen.

Ketua Umum Sinode GBI untuk periode kerja 2004-2012 adalah Pdt. DR. Jacob
Nahuway, MA. Sekretaris Umum dijabat oleh Pdt. H. Ferry Haurissa Kakiay, STh.,
dan Bendahara Umum dijabat oleh Pdt. Arjiwanto Tjokro.

Departemen-departemen yang membantu dalam BPH adalah Departemen


Pendidikan dan Theologia, Departemen Wanita, Departemen Pemuda dan Anak,
Departemen Pekabaran Injil, Departemen Pelayanan Masyarakat dan Misi,
Departemen Hukum dan Organisasi, Departemen Hubungan Luar Negeri, Bethel
World Mission.

Sekolah Teologi
Untuk melengkapi pemahaman akan Firman Tuhan, maka Sinode Gereja Bethel
Indonesia (GBI mempunyai Lembaga Pendidikan Theologi yang berada di Jakarta
dengan nama Seminari Bethel. Seminari Bethel Jakarta terletak di Jl. Petamburan
IV/5 Tanah Abang, Jakarta Pusat 10260, Indonesia. Seminari Bethel Jakarta
menaungi beberapa unit pendidikan, yaitu: 1. Sekolah Penginjil (SP). Program
Sertifikat, dengan lama studi 1 tahun) 2. Sekolah Menengah Teologi Kristen (SMTK).
Pendidikan yang setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). SMTK telah
mendapatkan status akreditasi dengan predikat A-Unggul dari Departemen Agama. 3.
Institut Theologia dan Keguruan Indonesia (ITKI). ITKI menyelenggarakan beberapa
program pendidikan dari Strata 1 (S1) sampai Strata 3 (S3). Program S1
menyelenggarakan program studi: Teologi, Pendidikan Agama Kristen, dan Misi.
Program S2 menyelenggarakan program: Master of Arts in Church Ministry
(MACM) dan Magister Theologi (M.Th) dengan program studi: Teologi, Pendidikan
Agama Kristen, dan Pastoral Konseling. Program S3 menyelenggarakan program
studi: Doctor of Ministry (D.Min) dengan program studi: Teologi, Pendidikan Agama
Kristen, dan Konseling Pastoral.
Sinode Baru
Seperti GBI yang merupakan sinode yang lahir dari tubuh Gereja Bethel Injil
Sepenuh (GBIS) dan Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI), maka dari tubuh Sinode
GBI juga lahir beberapa sinode-sinode baru yang memisahkan diri, di antaranya:

1. Gereja Bethany Indonesia


2. Gereja Mawar Sharon
3. Gereja Tiberias Indonesia
4. Gereja Berita Injil

Anda mungkin juga menyukai