Pengertian
Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsep yang dapat dari dalam
uterus melalui vagina ke dunia luar.
(Prawirohardjo, 1999)
Etiologi
1. Penurunan kadar hormon estrogen dan progresteron, menurunnya kadar hormn ini
terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum partus dimulai
3.Tekanan pada ganglion servikale dari houser yang terletak di belakang serviks.
4.Placenta menjadi tua dengan tuanya kehamilan vili koridies mengalami perubahan-
perubahan sehingga kadar esterogen dan progesterone menurun.
1.Fase Laten
2.Fase aktif
Tanda-tanda Persalinan:
1.Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang
semakin pendek
- Pengeluaran lendir
Penanganan kala I
−Dengarkan keluhan
2. Jika ibu tersebut tampak kesakitan dukungan / asuhan yang dapat diberikan
−Lakukan perubahan posisi
− Posisi sesuai dengan keinginan ibu terjadi jika ini ditempat tidur sebaiknya
dianjurkan miring kekiri
−Ajarkan tekik Bernafas ibu dan diminta menarik nafas panjang, menahan nafasnya
sebentar kemudian dilepas dengan cara meniup udara, keluar sewaktu-waktu
terasa kontraksi
3. Menjelaskan kemajuan persalinan dan perubahan yang terjadi serta prosedur yang
akan dilaksanakan pada hasil pemeriksaan
4. Memperbolehkan ibu untuk mandi dan membasuh sekitar kemaluannya serta BAK /
BAB
5. Untuk memenuhi kebutuhan energi dan mencegah dehidrasi berikan ibu cukup minum
1. Faktor Internal
2. Faktor Eksternal
2. Faktor Eskternal
a. lingkungan (comunication)
Orang yang sukses biasanya mampu bersosialisasi atau mampu berkomunikasi dengan
orang diluar diri dia.
b. kerjasama (cooperation)
Keberhasilan seseorang dapat dilihat dengan bagaimana dia mampu bekerjasama dengan
orang lain. Atau bagaimana dia dapat bekerjasama dengan pihak luar.
Faktor-faktor diatas adalah kunci membawa seseorang kepada keberhasilan secara umum.
RHETORIKA
Salah satu dari sekian banyak jenis keterampilan yang penting untuk
dimiliki oleh setiap orang adalah keterampilan berbicara atau seni berbicara. Hal
ini menjadi penting bahkan sangat urgen, karena tak dapat dipungkiri bahwa
dalam kehidupan ini sebagai manusia normal kita tidak mungkin lari dari
kenyataan bahwa kita dalam berinteraksi dengan sesama manusia harus
menggunakan suatu bentuk atau cara yang disebut komunikasi, khususnya
bahasa verbal atau lisan.
Nuansa ini memberikan aksentuasi kepada kemampuan manusia di
dalam menggunakan lambang-lambang kata, simbol-simbol maupun isyarat
lainnya dalam proses komunikasinya sehingga tujuan komunikasi tercapai. Di
dalam kenyataannya bahwa proses komunikasi yang dilakukan oleh manusia,
baik secara pribadi maupun secara kelompok tidak jarang ditemukan adanya
kegagalan di dalam mencapai tujuan komunikasi. Hal ini disebabakan oleh
adanya kekurangmampuan komunikator dalam mengaplikasikan secara lebih
baik lambang-lambang kata, simbol-simbol maupun isyarat lainnya dalam proses
komunikasi, atau mungkin juga disebabkan oleh faktor lainnya yang tidak/kurang
menguntungkan bagi kondisi di saat berlangsungnya proses komunikasi
tersebut.
Dari fenomena tersebut di atas maka seorang komunikator dalam profesi
apapun yang menggunakan bahasa lisan sebagai media penyampaiannya,
dipandang perlu membekali diri dengan suatu keterampilan atau seni di dalam
berbicara atau dalam istilahnya “Rhetorika”.
a. Pengertian/Defenisi Rhetorika
Rhetorika dapat diartikan secara “etimologi” dan “terminologi”. Adapun hal
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Secara etimologi (berdasarkan asal kata), rhetorika berasal dari :
- Bahasa Latin (Yunani kuno) “Rhetorica” yang artinya seni
berbicara.
- Bahasa Inggris “Rhetoric” yang berarti kepandaian
berpidato atau berbicara.
2. Secara terminologi (pengertian secara istilah) adalah :
Didalam bahasa Inggris rhetorika dikenal dengan istilah “The art of
speaking” yang artinya seni di dalam berbicara atau bercakap. Sehingga
secara sederhana dapat dikemukakan bahwa rhetorika adalah suatu bidang
ilmu yang mempelajari atau mempersoalkan tentang bagaimana caranya
berbicara yang mempunyai daya tarik yang mempesona, sehingga orang
yang mendengarkannya dapat mengerti dan tergugah perasaannya.
Sebagai bahan komparasi (pembanding) maka berikut ini ada beberapa
defenisi yang dikemukakan oleh beberapa pakar di bidang rhetorika yang
diantaranya adalah :
1. Richard E. Young cs, mengatakan bahwa rhetorika adalah ilmu
yang mengajarkan bagaimana kita menggarap masalah wicara-tutur kata
secara heiristik, epistomologi untuk membina saling pengertiandan
kerjasama.
2. Socrates mengemukakan bahwa rhetorika mempersoalkan
tentang bagaimana mencari kebenaran dengan dialog sebagai tekniknya.
Karena dengan dialog kebenaran dapat timbul dengan sendirinya.
3. Plato mengungkapkan bawha rhetorika adalah kemampuan
didalam mengaplikasikan bahasa lisan yang sempurna dan merupakan jalan
bagi seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang luas dan sempurna.
4. Drs. Ton Kertapati mengartikan rhetorika sebagai kemampuan
seseorang untuk menyatakan pikiran dan perasaannya dengan
menggunakan lambang-lambang bahasa.
Dari beberapa defenisi tersebut di atas, apapun defenisi dan siapapun
yang mengemukakannya semua mengacu dan memberi penekanan kepada
kemampuan menggunakan bahasa lisan (berbicara) yang baik dengan
memberikan sentuhan gaya (seni) didalam penyampaiannya dengan tujuan
untuk memikat/menggugah hati pendengarnya dan mengerti dan memahami
pesan yang disampaikannya.
Kemampuan untuk menjadi pembicara yang handal tidaklah diperoleh secara
otomatis atau hanya mengandalkan bakat yang besar dan pembawaan
(kharismatik) semata, tetapi juga dapat dipelajari dan atau melalui latihan yang
banyak (Dr. Dale Carnigie).
Nama:Supriyadi
Prodi:Bahasa.Indonesia
Tugas:Pendidikan Agama Kristen
Sejarah pendirian
Pada 6 Oktober 1970, di Sukabumi, Jawa Barat, Pdt. H.L. Senduk (yang juga
dikenal sebagai Oom Ho) dan rekan-rekannya membentuk sebuah organisasi gereja
baru bernama Gereja Bethel Indonesia (GBI). Gereja ini diakui oleh Pemerintah
secara resmi melalui Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 41
tanggal 9 Desember 1972.
Pada tahun 1922, Pendeta W.H. Offiler dari Bethel Pentecostal Temple Inc.,
Seattle, Washington, Amerika Serikat, mengutus dua orang misionarisnya ke
Indonesia, yaitu Pdt. Van Klaveren dan Groesbeek, orang Amerika keturunan
Belanda.
Januari 1923, Nyonya Van Gessel sebagai wanita yang pertama di Indonesia
menerima Baptisan Roh Kudus dan demikian pula dengan suaminya beberapa bulan
setelahnya.
Tanggal 30 Maret 1923, pada hari raya Jumat Agung, Groesbeek mengundang
Pdt. J. Thiessen dan Weenink Van Loon dari Bandung dalam rangka pelayanan
baptisan air pertama kalinya di Jemaat Cepu ini. Pada hari itu, lima belas jiwa baru
dibaptiskan.
April 1926, Groesbeek dan Van Klaveren berpindah lagi ke Batavia (Jakarta).
Sementara Van Gessel meletakkan jabatannya sebagai Pegawai Tinggi di BPM dan
pindah ke Surabaya untuk memimpin Jemaat Surabaya.
Jemaat yang dipimpin Van Gessel itu bertumbuh dan berkembang pesat dengan
membuka cabang-cabang di mana-mana, sehingga mendapat pengakuan Pemerintah
Hindia Belanda dengan nama “De Pinksterkerk in Indonesia” (sekarang Gereja
Pantekosta di Indonesia).
Pada 1932, Jemaat di Surabaya ini membangun gedung Gereja dengan kapasitas
1.000 tempat duduk (gereja yang terbesar di Surabaya pada waktu itu).
Tahun 1935, Van Gessel mulai meluaskan pelajaran Alkitab yang disebutnya
“Studi Tabernakel”.
Sesudah pecah perang, maka pimpinan gereja harus diserahkan kepada orang
Indonesia. H.N. Rungkat terpilih sebagai ketua Gereja Pentakosta di Indonesia untuk
menggantikan Van Gessel.
Jemaat gereja yang seharusnya menjaga jarak dari sikap politik yang terpecah
belah terjebak dalam nasionalisme yang tengah berkobar-kobar pada saat itu.
Akibatnya roh nasionalisme meliputi suasana kebaktian dalam gereja-gereja
Pentakosta. Van Gessel menyadari bahwa ia tidak bisa lagi bertindak sebagai
pemimpin.
Kondisi rohani Gereja Pentakosta di saat itu menyebabkan ketidakpuasan di
sebagian kalangan pendeta-pendeta Gereja tersebut. Ketidakpuasan ini juga ditambah
lagi dengan kekuasaan otoriter dari Pengurus Pusat Gereja.
Akibatnya, sekelompok pendeta yang terdiri dari 22 orang, memisahkan diri dari
Organisasi Gereja Pentakosta, di antaranya adalah Pdt. H.L. Senduk.
Van Gessel dipilih menjadi “Pemimpin Rohani” dan H.L Senduk ditunjuk
menjadi “Pemimpin Organisasi” (Ketua Badan Penghubung). Senduk berperan
sebagai Pendeta dari jemaatnya di Jakarta, sedangkan Van Gessel memimpin
jemaatnya di Jakarta dan Surabaya.
Pada tahun 1954, Van Gessel meninggalkan Indonesia dan pindah ke Irian Jaya
(waktu itu di bawah Pemerintahan Belanda). Jemaat Surabaya diserahkannya kepada
menantunya, Pdt. C. Totays.
Tahun 1962, sesudah Irian Jaya diserahkan kembali kepada Pemerintah Indonesia,
maka semua warga negara Kerajaan Belanda harus kembali ke negerinya. Jemaat
berbahasa Belanda di Hollandia ditutup, tetapi jemaat-jemaat berbahasa Indonesia
berjalan terus di bawah pimpinan Pendeta-pendeta Indonesia.
Roda sejarah berputar terus, dan GBIS di bawah pimpinan H.L. Senduk
berkembang dengan pesat. Bermacam-macam kesulitan dan tantangan yang harus
dihadapi organisasi ini. Namun semakin besarnya organisasi, begitu banyak
kepentingan yang harus diakomodasi.
Pdt H.L. Senduk melayani GBI Jemaat Petamburan dibantu oleh istrinya Pdt
Helen Theska Senduk, Pdt Thio Tjong Koan, dan Pdt Harun Sutanto. Pada tahun
1972, Pdt H.L. Senduk memanggil anak rohaninya, Pdt S.J. Mesach dan Pdt Olly
Mesach untuk membantu pelayanan di GBI Jemaat Petamburan. Saat itu, Pdt S.J.
Mesach telah menjadi Gembala Sidang GBI Jemaat Sukabumi, yang telah
dilayaninya sejak tahun 1963.
Pdt HL Senduk berpulang ke Rumah Bapa pada tanggal 26 Februari 2008, setelah
lebih dahulu ditinggal istrinya tercinta. Ia meninggalkan visi 10000 gereja GBI bagi
generasi berikutnya.
Pengakuan Iman
Ketua Umum Sinode GBI untuk periode kerja 2004-2012 adalah Pdt. DR. Jacob
Nahuway, MA. Sekretaris Umum dijabat oleh Pdt. H. Ferry Haurissa Kakiay, STh.,
dan Bendahara Umum dijabat oleh Pdt. Arjiwanto Tjokro.
Sekolah Teologi
Untuk melengkapi pemahaman akan Firman Tuhan, maka Sinode Gereja Bethel
Indonesia (GBI mempunyai Lembaga Pendidikan Theologi yang berada di Jakarta
dengan nama Seminari Bethel. Seminari Bethel Jakarta terletak di Jl. Petamburan
IV/5 Tanah Abang, Jakarta Pusat 10260, Indonesia. Seminari Bethel Jakarta
menaungi beberapa unit pendidikan, yaitu: 1. Sekolah Penginjil (SP). Program
Sertifikat, dengan lama studi 1 tahun) 2. Sekolah Menengah Teologi Kristen (SMTK).
Pendidikan yang setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). SMTK telah
mendapatkan status akreditasi dengan predikat A-Unggul dari Departemen Agama. 3.
Institut Theologia dan Keguruan Indonesia (ITKI). ITKI menyelenggarakan beberapa
program pendidikan dari Strata 1 (S1) sampai Strata 3 (S3). Program S1
menyelenggarakan program studi: Teologi, Pendidikan Agama Kristen, dan Misi.
Program S2 menyelenggarakan program: Master of Arts in Church Ministry
(MACM) dan Magister Theologi (M.Th) dengan program studi: Teologi, Pendidikan
Agama Kristen, dan Pastoral Konseling. Program S3 menyelenggarakan program
studi: Doctor of Ministry (D.Min) dengan program studi: Teologi, Pendidikan Agama
Kristen, dan Konseling Pastoral.
Sinode Baru
Seperti GBI yang merupakan sinode yang lahir dari tubuh Gereja Bethel Injil
Sepenuh (GBIS) dan Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI), maka dari tubuh Sinode
GBI juga lahir beberapa sinode-sinode baru yang memisahkan diri, di antaranya: