Anda di halaman 1dari 11

Kemarin ketika audit department lain, saya berjalan melewati bagian produksi di kantor

terlihat banyak pekerja pabrik yang anak-anak baru lulus SMU sedang bekerja dengan
riang dan gembira, tapi kegembiraan mereka adalah senyum kegetiran dalam menghadapi
hidup, sebagai buruh kontrak dan buruh outsourcing....

Perusahaan saya, seperti mungkin banyak perusahaan lainnya saat ini banyak
memperkerjakan karyawan kontrak dan karyawan outsourcing, karena outsourcing adalah
suatu hal yang wajar dan sah dari segi Undang-undang 13 th 2003.

Tetapi dibalik itu, jika kita sebagai tenaga kerja outsourcing, kita tidak terdapat kepastian
kerja dari perusahaan yang sedang bekerja, kapan pun kita dapat diganti kalau perusahaan
tidak puas atau pun ada faktor like and dislike. Bagaimana dengan masa depan pekerja
outsourcing...

Pernah terpikir jika seseorang pegawai atau karyawan menjadi karyawan kontrak atau
pun outsourcing bagaimana hidup mereka, masa depan mereka, banyak perusahaan
khususnya manufaktur mempekerjakan tenaga muda. Dan mereka rata-rata hanya
berpendidikan SMU. Apakah ada perusahaan yang mau mengontrak mereka pada usia
30-50 tahun....? Semoga masih ada, kalau tidak, bangsa Indonesia siap menerima ledakan
pengangguran yang lebih besar.

Dari sisi management, perusahaan akan lebih senang mempekerjakan karyawan


outsourcing untuk cost down (penekanan biaya), serta efisiensi. Untuk itu diperlukan
suatu perubahan struktural dalam pengelolaan usaha dengan memperkecil rentang kendali
manajemen, dengan memangkas sedemikian rupa sehingga dapat menjadi lebih efektif,
efisien dan produktif.

Menurut pemkiran pengusaha yang pernah saya baca "Selama ini, buruh Indonesia selalu
menuntut gaji yang lebih tinggi tanpa meningkatkan produktivitasnya. Sedangkan para
pengusaha akan kesulitan melakukan pemutusan hubungan kerja, karena mereka harus
membayar banyak kewajiban, seperti uang pesangon." Itulah alasan suburnya bisnis
penyedian jasa tenaga outsourcing.

Pekerjaan disub-kontrakkan (outsourcing) melahirkan persoalan, pada kenyataan sehari-


hari outsourcing selama ini diakui lebih banyak merugikan pekerja/buruh, karena
hubungan kerja selalu dalam bentuk tidak tetap/kontrak (PKWT), upah lebih rendah,
jaminan sosial kalaupun ada hanya sebatas minimal, tidak adanya job security serta tidak
adanya jaminan pengembangan karir dan lain-lain sehingga memang benar kalau dalam
keadaan seperti itu dikatakan praktek outsourcing akan menyengsarakan pekerja/buruh
dan membuat kaburnya hubungan industrial .

Pada UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, tidak ada satupun peraturan perundang-
undangan di bidang ketengakerjaan yang mengatur perlindungan terhadap pekerja/buruh
dalam melaksanakan outsourcing. Kalaupun ada, barang kali Permen Tenaga Kerja No. 2
Tahun 1993 tentang kesempatan kerja waktu tertentu atau (KKWT), yang hanya
merupakan salah satu aspek dari ousourcing.
Karena rata-rata pekerjaa outsourcing, satpam, cleaning service, operator pabrik dan
lainnya adalah yang berpendidikan rendah, inilah relasi dari kebijakan pemerintah
tentang pendidikan, di mana pemerintah masih belum peduli untuk peningkatan SDM
Indonesia, yang berakhir pada rendahnya tingkat pendidikan rakyat sehingga banyak
rakyat tidak bisa mendapat penghidupan yang layak.

Buat Sahabat yang saat ini terikat kontrak Outsource jangan berkecil hati dan khawatir.
Ingat masa depan tetap ada di tangan dan hanya diri sendiri dan Tuhanlah yang akan
merubah hidup. Kalau kita baru sebatas kerja kontrak ya terima dulu, sambil nimba ilmu,
nambah ketrampilan, buat nambah "amunisi" dalam persaingan dunia kerja, kemudian
cari -cari peluang yang sesuai dengan keahlian kita.

Dalam perenunganku, tidak setuju dengan sistem outsourcing...

Delapan pertanyaan tentang outsourcing (tenaga kerja)


with 84 comments

1. Apa itu outsourcing?


Outsourcing atau alih daya adalah proses pemindahan tanggung jawab tenaga kerja dari
perusahaan induk ke perusahaan lain diluar perusahaan induk. Perusahaan diluar
perusahaan induk bisa berupa vendor, koperasi ataupun instansi lain yang diatur dalam
suatu kesepakatan tertentu. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya
mencangkup tenaga kerja pada proses pendukung (non core business unit) ataupun secara
praktek semua lini kerja bisa dialihkan sebagai unit outsourcing.

2. Mengapa harus ada outsourcing?


Outsourcing seringkali dibahasakan sebagai sebuah strategi kompetisi perusahaan untuk
fokus pada inti bisnisnya. Namun pada prakteknya outsourcing pada umumnya didorong
oleh ‘ketamakan’ sebuah perusahaan untuk menekan cost serendah-rendahnya dan
mendapatkan keuntungan setinggi-tingginya yang seringkali melanggar etika bisnis.
3. Perusahaan manakah yang melakukan praktek outsourcing?
Hampir semua perusahaan yang ada saat ini memiliki (dan akan terus mengembangkan)
lini outsourcingnya. Kecenderungan ini tidak hanya pada perusahaan padat tenaga kerja
(manufaktur, tekstil) tapi juga perusahaan high tech (telco, banking), hingga large/small
distribution company.

4. Bagaimana kecenderungan karyawan outsourcing?


Outsourcing seringkali mengurangi hak-hak karyawan yang seharusnya dia dapatkan bila
menjadi karyawan permanen (kesehatan, benefit dkk). Outsourcing pada umumnya
menutup kesempatan karyawan menjadi permanen. Posisi outsourcing selain rawan
secara sosial (kecemburuan antar rekan) juga rawan secara pragmatis (kepastian kerja,
kelanjutan kontrak, jaminan pensiun)

5. Siapa yang paling bertanggung jawab atas outsourcing?


Pemerintah (undang-undang, Depnaker, depsos dkk) atas kebijakan yang seringkali tidak
berpihak kepada tenaga kerja. Atas ketidakaadilan dalam hubungan tripartit (pengusaha,
karyawan dan pemerintah)

6. Apakah outsourcing meningkatkan produktivitas


Dalam jangan pendek: Ya. Outsourcing sangat efektif digunakan dalam industri yang
baru, high risk investment dan masih beroperasi dalam tahap percobaan. Dalam jangka
panjang: belum tentu.

7. Berhasilkah upaya menghilangkan praktek outsourcing?


Sejarah menunjukkan bahwa perusahaan (HR Department) selalu selangkah lebih maju
menemukan praktek-praktek pemangkasan biaya tenaga kerja. Dimulai dari karyawan
kontrak, kontrak harian, kontrak outsourcing dan sebagainya. Demonstrasi yang
dilakukan para tenaga kerja seringkali dimentahkan oleh undang-undang yang justru
tidak berpihak pada para tenaga kerja.

8. Bagaimana hubungan outsourcing dengan kompetisi global


Kompetisi global, buruh-buruh murah dari china, vietnam, myanmar seringkali dijadikan
kambing hitam praktek outsourcing. Kondisi ini diperparah oleh kapitalis global yang
tanpa ampun dengan jargon jargon produktivitas, efisiensi dan kompetisinya
mengharuskan mau tidak mau agar sebuah perusahaan berkompetisi harus memiliki
buruh dengan upah murah.

(9). Apa yang harus kita lakukan bila kita karyawan outsourcing?
84 Tanggapan

Subscribe to comments with RSS.

1. #1. “… secara praktek semua lini kerja bisa dialihkan sebagai unit outsourcing …
” ini yang nggak boleh. Secara prinsip, pemerintah hanya memperkenankan
tenaga yang di outsource adalah buka bisnis inti. Cuman emang prakteknya,
perusahaan tidak mau tau. Asal ada vendor yang nawarin outsource, lempar ke
outsource.

#4. ” … Outsourcing seringkali mengurangi hak-hak karyawan yang seharusnya


dia dapatkan bila menjadi karyawan permanen … “. Nah ini yang saya nggak
habis ngerti dengan proses outsource. Bukankah para pekerja outsource ini
menjadi pekerja di vendor outsource? Harusnya kan seluruh hak pekerja
outsource menjadi tanggungjawab vendor bersangkutan. Karena mereka bekerja
pada vendor itu meskipun selanjutnya dipekerjakan di perusahaan client.

Yang semakin membuat outsource menjadi pilihan adalah semakin banyaknya


vendor outsource. Seperti hukum ekonomi, stok melipah harga turun. Vendor
menawarkan harga outsource-nya semakin murah. Tenaga kerja toh bisa didapat
dari para lulusan baru yang mau dibayar berapa aja asal bisa bekerja.

hentikan outsource dan kontrak (tak terbatas) !!

Indra

Mei 10, 2007 at 3:42 am

Balas

2. di tempat papabonbon,
- sales di outsourcing [termasuk handle system buat sales dan export import]
- logistics di outsourcing
- produksi di outsourcing

cuman Accounting, Purchasing ama R&D yg enggak di outsourcing

papabonbon

Mei 10, 2007 at 4:25 am


Balas

3. mas anjar…aku korban outsourcing:(, pernah kerja di beberapa perusahaan


berbeda….jasa man power supply pernah…lewat koperasi juga pernah….
secara fasiltas dan benefit kalau (dulu) ngga jauh beda.(medical,
insurance,THP,dll)..tapi outsourcing terakhir ini..jiaaaannnnn…pait tenan!
bisnisnya aja keren..oil and gas industry!! tapi,…fasilitas kesehatan??ming
jamsostek thok thil!! yg berobatnya lewat puskesmas…hiks..hiks…makanya 8
bulan disini dah pengin angkat kaki….

Korban Outsourcing

Mei 10, 2007 at 4:46 am

Balas

4. Saya baca posting2 terakhir lo njar… semakin pro buruh saja ya… Jikalau
project2 di Silicon Valley di-outsource ke India dan Cina, hitung berapa USD
devisa yang diberikan ke negara2 tersebut? Walau “buruh US” meradang, bisa
stop ga?

Kembali ke Indo.. well, ga mau jadi pegawai outsource? Tangan Di Atas aja..
mikir jadi buruh kok nuntut HAK terus.. walau ada UU-nya, walau ada Serikat
Pekerja-nya, bukan berarti trus bisa ini itu…

Indo ini seharusnya lebih dukung UKM ketimbang memanjakan pengusaha


hitam..

Amir

Mei 10, 2007 at 5:13 am

Balas

o Memang selama Republik ini berpusat dijakarta, maka tidak akan ada
penyelesaian atas masalah ini. ada baiknya kita memikirkan daerah kita
sendiri. seprti kata pepatah dari pada tenggelam dengan perahu besar, ada
baik nya kita lompat dan menyelamatkan diri masing masing, alias melihat
Papua dan Aceh……. jika mereka bisa kenapa kita tidak.
Djonatan

Februari 4, 2010 at 12:27 pm

Balas

 apa yg kt rasakan dengan ada outsurcing/tenaga kontrak sangat


memberatkan para buruh yang hidup dengan ketidak pastiaan serta
gaji yang cukup murah,serta perusahaan tidak mau tau berapa lama
ia mengabdi semua tidak menjadi pertimbangan,soal upah atau gaji
lama dan baru sama saja,oleh karena itu sebaiknya outsurcing
dihapuskan agar pekerja mempunyai status.

sukamto

Mei 3, 2010 at 6:02 am

5. 1. tentang polemik di amrik antar para ekonominya sendiri ttg masalah IT


outsourcing ke india ini ini papabonbon menulisnya di
http://papabonbon.wordpress.com/2007/04/04/ekonomi-amerika-juga-makin-
protektif/

2. ttg nasib buruh wanita outsourcing papabonbon menulis keywordnya di


http://papabonbon.wordpress.com/2007/05/02/buruh-subkon/

3. gimana modelnya/cara berpikirnya para user memilih tenaga outsourcing yang


dikehendaki, ada di http://papabonbon.wordpress.com/2007/05/02/ngetes-vendor/

papabonbon

Mei 10, 2007 at 6:16 am

Balas

6. Peraturan tenaga kerja membolehkan outsourcing untuk yang bukan bisnis


intinya.
Jadi seperti logistik, pendidikan, IT bisa outsourcing. Masalahnya tinggal pada
perusahaan itu sendiri, kalau IT outsourcing…apa biaya lebih murah atau lebih
mahal? Bagaimana dengan data rahasia, terutama untuk industri perbankan?
Kadang kita selalu terlena, bahwa dengan pegawai tetap, yang diandalkan adalah
mendapat pensiun, tunjangan kesehatan dll. Tapi kenyataannya, berapa sih uang
pensiun yang diterima, juga uang kesehatan? Tetap saja, kita harus menyisihkan
sebagian gaji untuk ikut DPLK, agar pensiun tak tergantung dari Dana Pensiun.
Juga ikut asuransi kesehatan, karena tunjangan kesehatan tidak cukup.

Anjar bisa buat artikel lagi nih…uang di Dana pensiun diapakan? Kalau hanya
diputar pada deposito, bunganya rendah…kalau dalam bentuk saham, harus
pandai memilih saham yang keuntungannya memadai. Tentu paling bagus jika
diputar lagi dalam bentuk usaha, seperti mendirikan lembaga finance/leasing,
hotel, manajemen property, asuransi dll…tapi jika tak dikelola dengan baik, juga
tak menghasilkan…padahal butuh dana untuk bayar pensiunan.

Coba melihat juga dari sudut pandang perusahaan, betapa sulitnya mendapat
tenaga kerja yang cocok. Kadang seseorang yang kinerjanya bagus…sampai tahap
tertentu menjadi tak bagus lagi…orang2 seperti ini mau diapakan? Memang
teorinya bisa dilakukan mutasi, demosi, promosi dsb nya…tapi tetap aja ada
orang2 yang yang istilahnya “dead wood”

Anjar bisa mengembangkan tulisan ini dari sudut pandang yg berbeda-beda, tidak
hanya dari satu sisi saja. Dan kita, tentu saja tak boleh berhenti belajar, dan
meningkatkan kompetensi diberbagai bidang, agar siap menghadapi
ketidakpastian .
(Maaf, komentarnya jadi panjang)

edratna

Mei 11, 2007 at 1:50 am

Balas

7. Mungkin bisa dilihat dari kacamata yang berbeda. Jika outsourcing dikelola
secara profesional dan sesuai dengan UU yang berlaku, maka seharusnya pegawai
outsourcing itu menjadi pegawai tetap di perusahaan vendor tersebut. Nah,
kebanyakan mereka hanya menjadi pegawai musiman di perusahaan vendor itu.
Ini sebenarnya yang mengancam kelangsungan hidup mereka.

Untuk perusahaan rekanan (vendor) yang sudah establish, kebanyakan


karyawan2nya juga sudah berstatus tetap. Karena mereka sudah punya mitra tetap
untuk dipasok tenaga kerja. Kendalanya mungkin pada usia produktif.

Mungin perlu dibuat UU khusus untuk perusahaan yang menyediakan tenaga


kerja outsourcing. Apa UU Tenaga Kerja sekarang sudah memfasilitasi hal ini ya
Mas? seingat ku hanya mengatur penggunaan tenaga outsourcing saja bukan
mengatur perusahaan yang menyediakan tenaga outsourcing itu.

Gimana menurut mas Pri?

erander

Mei 11, 2007 at 2:48 am

Balas

o Apapun alasannya outsucing sangat merugikan pekerja/buruh dinegara


kita,tolong ditinjau ulang undang-undang ketenaga kerjaan.itu tidak ada
yang menguntungkan sama sekali,apa lg para pekerja honor yang bergerak
diinstansi pemerintahan yang cukup lama mengabdi puluhan tahun dengan
adanya peraturan baru hilanglah harapan secuil yang ia inginkan hilang
musnah.tp tak bisa berbuat apa2

sukamto

Mei 3, 2010 at 6:13 am

Balas

8. halo anjar :)
anak ikom 2000 ya, jadi temennya herlina?

salam kenal ya, boleh ku link kan :)

ilma

Mei 11, 2007 at 3:06 am

Balas

9. Mas Pri,
saya masih bingung.kebetulan saya diterima kerja di perusahaan telekomunikasi
melalui perusahaan outsource.
saya mau tahu apa ada aturan berapa persen gaji kita dipotong oleh perusahaan
outsource itu ya?
karena setelah saya tahu,kok besar sekali dipotongnya. selisihnya bisa Rp. 1,6juta
sendiri.
saya jadi ngerasa dibohongin. saya yang kerja keras tapi hampir 30%nya dimakan
perusahaan outsource.

tolong jawabannya.

Cara Memilih Vendor Outsourcing


1,709 views
Posted by Chief Editor on January 27th, 2009 2 Comments Printer-Friendly
-- Sponsored Ads

Ads by Value Media

Untuk mendapatkan perusahaan outsourcing (vendor) yang berkualitas dan kredibel


perusahaan pengguna bisa mendapatkannya melalui berbagai macam cara seperti
menghubungi asosiasi, mencari pada situs SDM, majalah bisnis dan SDM, referensi dari
perusahaan lain, peserta seminar outsourcing, referensi konsultan dan tender. Perusahaan
yang telah mendapatkan calon – calon vendor dari berbagai sumber di atas sebaiknya
mengadakan tender untuk memilih yang terbaik dilihat dari harga, jenis pelayanan serta
kualitas pelayanan.

Dalam memilih vendor harus memperhatikan kompetensi mereka yang meliputi hal – hal
sebagai berikut :

 Harga: Faktor harga memang penting untuk dipertimbangkan namun tidak berarti
perusahaan harus memilih vendor yang paling murah sebab belum tentu yang
murah tadi mempunyai kualitas yang baik.
 Jangka waktu pembayaran: Faktor ini juga penting diperhatikan. Tidak semua
vendor harus dibayar di muka. Kalau jumlah karyawan yang dipakai tidak terlalu
banyak seharusnya jangka waktu pembayaran bisa fleksibel, tapi kalau jumlah
yang disupply cukup banyak memang harus ada pembayaran di muka sebab
resikonya sangat besar . Jangka waktu pembayaran ini sangat berpengaruh dalam
presentasi management fee yang dibayarkan ke vendor. Perusahaan yang
melakukan pembayaran di muka biasanya akan mendapatkan management fee
yang lebih kecil.
 Kapasitas pelayanan: Kapasitas pelayanan menentukan harga. Semakin tinggi
pelayanan yang diminta kepada vendor semakin tinggi pula harganya. Misalnya
perusahaan meminta vendor menyediakan tenaga kerja untuk ditempatkan di Irian
atau Aceh, maka vendor akan meminta biaya transpor. Atau kalau tidak vendor
akan mencari karyawan tersebut dari penduduk setempat.
 Variasi produk: Ada vendor yang menyediakan pekerja untuk semua jenis
pekerjaan tapi ada juga yang berspesialisasi pada jenis pekerjaan tertentu
misalnya call center, collection atau marketing saja.
 Klien dan Mitranya: Yang dimaksud dengan Klien adalah perusahaan yang
menggunakan jasa vendor tadi, apakah perusahaan yang bonafid atau perusahaan
yang tidak dikenal. Kalau klien dari vendor tadi adalah perusahaan yag bonafid
kemungkinana vendor tersebut juga bagus. Sedang yang dimaksud dengan Mitra
adalah pengelola vendor tersebut apakah mempunyai kompetensi di bidang
outsource atau hanya sekedar mempunyai uang banyak tetapi tidak memahami
bisnis outsource.
 Periode Rekrutmen dan Seleksi: Periode rekrutmen mempengaruhi delivery.
Kalau yang dibutuhkan adalah tenaga kerja dengan kualifikasi biasa seperti data
entry, lulusan D3, seharusnya bisa di-deliver dengan cepat. Namun kalau untuk
tenaga kerja yang mempunyai kualifikasi lebih tinggi seperti kredit analis atau
programmer atau manager maka diperlukan waktu yang lebih lama.
 Metode Perekrutan: Metode rekrutmen juga mempengaruhi harga. Semakin
banyak jenis test yang dilakukan semakin tinggi pula harga yang harus dibayar
kepada vendor. Ada jenis pekerjaan dimana karyawan yang kaan bekerja disitu
harus melalui berbagai macam test, misalnya media TV. Test yang dilalui oleh
calon reporter TV bermacam – macam mulai dari test IQ, pengetahuan umum, test
kesehatan, wawancara dengan psikolog. Selain itu ada lagi syarat lainnya seperti
IP harus tinggi, wajah harus ganteng dan cantik dan lain – lain. Namun juga ada
yang memerlukan test yang sederhana saja terutama untuk low skiled workers.
Tulisan asli dari artikel ini dan artikel menarik alinya tentang outsourcing dapat juga
diakses melalui: Cara Memilih Vendor Outsourcing

Kontributor:

Iftida Yasar, SH, M.Si adalah alumni Fakultas Hukum UNPAD


dan lulusan Magister Psikologi UI. Beliau adalah seorang entrepreneur dan konsultan
SDM yang sangat dikenal dalam bidang hubungan industrial, terutama dalam bidang
penempatan tenaga kerja / outsourcing, training baik klasikal / outbound, dan sebagai
pengasuh di majalah bertemakan HRM

Selain sebagai Presiden Direktur di Persaels, sebuah perusahaan jasa bidang outsourcing,
berbagai jabatan dalam aktivitasnya di bidang human development dipercaya pada beliau,
diantaranya: Ketua Komite Tetap Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri pada Kamar
Dagang dan Industri, Sebagai Wakil Sekertaris Umum APINDO, dan Penasehat ABADI
(Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia)

Di sela-sela jabatan yang lebih bersifat formal di atas, Beliau juga banyak terlibat dalam
berbagai aktivitas sosial yang menyangkut: Women issues, Labour issues, Youth issues,
dan kegiatan masyarakat lainnya.

Anda mungkin juga menyukai