Anda di halaman 1dari 30

TINJAUAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MURID SD

SISTEM GURU KELAS DAN SISTEM GURU BIDANG STUDI DI


KECAMATAN SAWANG KABUPATEN ACEH SELATAN

1.Latar Belakang Masalah

Ilmu pengetahuan dewasa ini telah semakin penting artinya dalam

kehidupan. Setiap individu dalam masyarakat maju seperti sekarang ini tidak

terlepas dan ilmu pengetahuan, sebab ilmu pengetahuan sangat berguna dalam

meningkatkan taraf hidup masyarakat itu sendiri. Keberhasilan pembangunan di

suatu Negara sangat ditentukan oleh sejauh mana manusia di Negara tersebut

dalam menguasai ilmu pengetahuan. Upaya peningkatan sumber daya manusia

melalui penguasaan ilmu pengetahuan merupakan tugas besar dan berjangka

panjang, karena masalahnya menyangkut masalah pendidikan bangsa. Untuk

dapat meningkatkan sumber daya manusia ini harus melalui proses pendidikan

yang baik dan terarah.

Menyadari akan hal ini maka salah satu usaha yang dilakukan pemerintah

adalah meningkatkan mutu pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan,

baik pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah maupun Penguruan Tinggi.

Walaupun disadari bahwa meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia sampai

saat ini belum menampakan wujud yang nyata. Hal ini disebabkan karena mutu

pendikan itu sendiri selalu berkembang seirama dengan tuntutan hasil pendidikan,

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemamfaatan sumber daya

manusia itu sendiri.

Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan matematika sesungguhnya

banyak usaha yang ditempuh, seperti pembaharuan kurikulum dan

metodepengajaran, peningkatan sarana dan prasarana pendidikan. Pengadaan


media dan alat peraga mtematika, pengadaan buku pelajaran matematika dan

penunjang lainnya, penataran guru dan peningkatan kualitas guru matematika.

Upaya lain untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan menerapkan

system guru bidang studi pada Sekolah Dasar, seperti yang diterapkan pada

sekolah lanjutan.

Pada Sekolah Dasar (SD) yang ada di Indonesia khususnya di aceh telah

lama menerapkn system guru kelas, namun beberapa tahun terakhir ini ada

beberapa SD di Aceh telah mencobakan untuk menerapkan system guru bidang

studi dalam pembelajarn matematika. Penarapan guru bidang studi ini dapat di

maklumi karena tidak semua guru di Sekolah Dasar dapat menguasai dengan baik

pelajaran matematika. Guru yang tidak menguasai dengan baik materi matematika

dengan baik kepada anak didiknya. Pada sistem guru kelas seorang guru harus

dapat mengajarkan semua bidang studi yang ada di Sekolah Dasar pada kelas-

kelas yang ada dan tidak dikhususkan untuk mengajar bidang studi tertentu.

Sistem guru kelas ini hanya memerlukan satu orang guru untuk mengajar semua

mata pelajaran di satu kelas, kecuali untuk guru pendidikan agama dan olahraga

seperti yang dikemukakan oleh Engkoswara (1997:13) bahwa:

“Sistem guru kelas yaitu suatu organisasi yang terdiri dari atas sejumlah

murid dalam suatu kelas tertentu yang diajarkan oleh seorng guru utama dalam

berbagai bidang studi atau mata pelajaran, kecuali pendidikan agama, kadang-

kadang kesenian dan pendidikan olahraga, yang diselenggarakan sekurang-

kurangnya satu semester”.

Pada Sistem guru kelas ini, seorang guru tidak hanya dituntut

menyelesaikan bahan pelajaran yang telah ditetapkan tetapi guru harus menguasai

dan menghayatisecar mendalam semua materi yang diajarkan pada seluruh mata
3

pelajaran yang ada di Sekolah Dasar. Oleh karena itu dalam memberikan mata

pelajaran gurukelas juga mempunyai peran dan tugas sebagai pengelola proses

belajar mengajar di kelas yang dituntut banyak inisiatif dan penuh kreativitas.

Jadi, penguasaan materi terhadap semua materi pelajaran mutlak harus dimiliki

oleh seorang guru kelas. Lain halnya pada sistem guru bidang studi, seorang guru

dalam mempersiapkan materi pelajaran hanya memfokuskan pada satu atau dua

mata pelajaran yang diajarkan pada semua kelas. Menurut Engkoswara (1987:13)

bahwa:” Sistem guru bidang studi yaitu suatu organisasi kelas yang terdiri atas

sejumlah murid dalm suatu kelas tertentu yang diajarkan oleh beberapa orang guru

masing-masing dalam mata pelajaran atau bidang studi tertentu yang

diselenggarakan sekurang-kurangnya dalam satu semester”.

Perkataan bidang studi yang sesuai dengan istilah bidang studi yang

terdapat dalam kurikulum, dengan kata lain dapat juga disebut system guru mata

pelajaran yang berdasarkan kurikulum yang berisikan bagian-bagian yang

diajarkan bukan hanya oleh seorang guru utama untuk kelas tertentu.

Dalam kaitanya dengan penerapan system guru kelas dan sistem bidang

studi maka Engkoswara (1987:3) mengatakan bahwa: “Penerapan sistem guru

bidang studi lebih baik dari pada sistem guru kelas, lebih dalam arti bahwa sistem

guru bidang studi memberikan suasana belajar lebih menyenangkan”.

2. Rumusan Masalah

Sehubungan adanya guru kelas dan guru bidang studi, maka ada beberapa

masalah yang muncul’ antara lain:


Matematika merupakan suatu bidang studi yang terdapat dalam

kurikulum pendidikan di sekolah, mulai jenjang SD, SMP, SMA, dan Perguruan

tinggi. Bahkan di perguruan tinggi sendiri, matematika merupakan mata kuliah

wajib yang harus dipelajari pada setiap fakultas. Pembelajaran matematika pada

jenjang pendidikan dasar dan menengah merupakan landasan untuk memahami

matematika pada jenjang pendidikan berikutnya. Oleh karena itu, pembaharuan

dan perbaikan kualitas pembelajaran harus dimulai pada jenjang pendidikan dasar

dan menengah.

Menurut Abbas, ”banyak faktor yang mempengaruhi penyebab rendahnya

hasil belajar matematika siswa, salah satunya adalah ketidaktepatan penggunaan

model, metode, strategi, dan pendekatan pembelajaran yang digunakan guru

dikelas”. Menurut pengalaman penulis dalam melakukan praktek mengajar

lapangan dan observasi ke beberapa sekolah dapat penulis mengambil kesimpulan

bahwa kenyataan yang terjadi selama ini, pada umumnya guru lebih aktif dalam

setiap kegiatan pembelajaran. Padahal dalam kegiatan belajar mengajar

diharapkan agar siswa aktif dalam menemukan suatu konsep-konsep baru secara

mandiri, sedangkan guru hanya memfasilitasi siswa dalam menemukan konsep

tersebut.

Guru sebagai pengajar dan pendidik berfungsi sebagai pemicu

keberhasilan siswa. Sedangkan siswa merupakan sasaran pendidikan yang

sekaligus sebagai salah satu alat ukur dalam penentuan tingkat keberhasilan pada

proses pembelajaran. Keberhasilan pembelajaran dalam arti tercapainya standar

kompetensi, sangat bergantung pada kemampuan guru mengolah pembelajaran

yang dapat menciptakan situasi yang memungkinkan siswa belajar. Untuk itu
5

selain penguasaan materi seorang guru juga dituntut memiliki keterampilan dalam

menyampaikan materi yang diajarkan dan mampu menciptakan suasana belajar

alamiah yang menarik sehingga siswa termotivasi dan aktif dalam proses

pembelajaran.

Berdasarkan hasil pengamatan penulis, kondisi pembelajaran yang terjadi

di SMP Negeri 2 Labuhanhaji Barat, diantaranya;

- Guru masih menerapkan proses pembelajaran langsung,

- Keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran belum terlihat,

- dan siswa jarang mengajukan pertanyaan, meskipun guru sering meminta siswa

untuk bertanya jika belum paham.

Hal ini berarti di SMP Negeri 2 Labuhanhaji Barat, pada proses

pembelajarannya guru aktif menerangkan sedangkan siswa pasif hanya menjadi

pendengar saja. Selain itu metode pembelajaran yang diterapkan dalam

pembelajaran masih terbatas dengan guru menerangkan materi pelajaran dan

pemberian latihan serta tugas yang dikerjakan dirumah. Akibatnya hasil belajar

matematika siswa menjadi rendah dan siswa merasa bosan dalam mengikuti

pembelajaran sehingga hilangnya minat siswa dalam mengikuti pembelajaran

matematika. Untuk mengatasi kondisi pembelajaran yang pasif, maka perlu

diupayakan suatu perbaikan pembelajaran dengan menggunakan metode yang

tepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyasa yang mengatakan bahwa

”penggunaan metode yang tepat akan turut menentukan efektivitas dan efesiensi

pembelajaran, penggunaan metode yang bervariasi akan sangat membantu siswa

dalam mencapai tujuan pembelajaran”.


Pembelajaran merupakan suatu perbaikan yang menekankan pada proses

pembentukan suatu konsep dan memberikan kesempatan luas kepada siswa untuk

berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran dapat dilakukan

dengan menerapkan metode inquiry dalam pembelajaran. Hal ini disebabkan pada

metode inquiri siswa dilatih untuk menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah

sehingga dalam proses pembelajaran siswa lebih banyak menemukan sendiri suatu

konsep matematika dan siswa dapat mengembangkan kreatifitas dalam

memecahkan masalah. Prinsip metode inquiri ini, sejalan dengan prinsip

Pembelajaran, yaitu siswa dituntut untuk aktif, kreatif dan berpikir kritis dalam

proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Glover yang mengatakan

“Pembelajaran lebih menekankan pada hasil yang dicapai, siswa dituntut untuk

mengalami, melakukan, dan menemukan

Pada proses pembelajaran khususnya pembelajaran matematika, teorema

pythagoras merupakan suatu materi matematika yang harus dikuasai oleh siswa

SMP atau MTs. Aplikasi dari teorema pythagoras banyak sekali di jumpai dalam

kehidupan sehari-hari, misalnya membuat bangunan, mengukur suatu benda, dan

lain sebagainya. Selain itu, teorema pythagoras juga merupakan materi prasyarat

untuk mempelajari materi matematika selanjutnya, misalnya pada materi volume

luas sisi bangun ruang, perbandingan trigonometri, lingkaran, ruang dimensi tiga

dan lain sebagainya. Oleh karena itu teorema pythagoras harus benar-benar

dipahami dengan benar oleh siswa. Tetapi dari hasil observasi yang penulis

lakukan, masih ada siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami teorema

pythagoras. Hal yang sama juga terjadi di SMP Negeri 2 Labuhanhaji Barat.

Beberapa siswa di SMP Negeri 2 Labuhanhaji Barat mengatakan bahwa mereka

sulit memahami materi teorema pythagoras, terutama pada konsep dasar dalam
7

penemuan teorema pythagoras, selain itu siswa juga sulit dalam menggunakan

rumus teorema pythagoras untuk mencari salah satu sisi pada segitiga siku-siku.

Berdasarkan landasan latar belakang masalah tersebut, maka Pembelajaran

metode inquiry tepat untuk diterapkan pada materi teorema pythagoras. Hal ini

mengingat konsep materi segitiga siku-siku telah diperoleh pada bangku sekolah

dasar, dan akan berlanjut pada sekolah menengah atas dengan materi yang lebih

sulit. Dengan menerapkan Pembelajaran metode inquiry siswa diharapkan dapat

menemukan sendiri konsep pythagoras pada segitiga siku-siku. Sehingga

diharapkan dengan menemukan sendiri , maka konsep tersebut akan lebih diingat

siswa. Beranjak dari pemahaman dan fenomena yang terjadi, penulis mencoba

melakukan suatu penelitian di SMP Negeri 2 Labuhanhaji Barat yang berjudul

”Pembelajaran metode inquiry pada materi teorema pythagoras di kelas viii smp

negeri 2 labuhanhaji barat aceh selatan”.

1. Rumusan Masalah

berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka timbullah

pertanyaan penelitian : Apakah Pembelajaran metode inquiry dapat meningkatkan

hasil belajar matematika siswa pada materi teorema pythagoras?

2. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian yang telah penulis kemukakan diatas, maka tujuan

yang ingin penulis sampaikan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

peningkatan hasil belajar siswa melalui pembelajaran metode inquiry pada materi

teorema pythagoras.

3. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Guru, sebagai masukan agar senantiasa berusaha untuk meningkatkan

keterampilan diri dalam memilih metode belajar yang tepat dalam upaya

meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar matematika yang berakibat

timbal balik pada prestasi belajar matematika siswa itu sendiri.

2. Siswa, sebagai sarana untuk meningkatkan kreatifitas siswa dalam belajar

serta menadarkan siswa untuk mampu bersaing dalam belajar matematika

sehingga prestasi belajar siswa dapat terus ditingkatkan.

3. Lembaga pendidikan terkait, sebagai bahan masukan agar senantiasa

memperhatikan kesalahan-kesalahan guru di sekolah selama ini sering

terjadi guna menunjang keberhasilan dalam belajar matematika sehingga

akan terciptanya para lulusan yang berpotensi serta mampu bersaing dalam

bidangnya.

4. Postulat Penelitian

Menurut Winarno Surakhmad “Postulat atau anggapan dasar adalah

sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya di terima oleh penyelidik

Sehubungan dengan hal tersebut, maka yang menjadi postulat dalam

penelitian ini adalah: pembelajaran metode inquiry merupakan salah satu strategi

pembelajaran yang dapat digunakan pada materi teorema pythagoras.

5. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan dari penjelasan di atas, maka yang menjadi hipotesis

penelitian ini adalah melalui pembelajaran metode inquiry dapat meningkatkan


9

prestasi belajar siswa pada materi teorema phytagoras sebesar 20 poin.

6. Defenisi Operasional

Untuk menghindari kekeliruan dalam pemahaman pada istilah yang

terdapat dalam penulisan ini, maka diperlukan suatu penjelasan beberapa istilah

pokok yang perlu diberikan batasan. Batasan-batasan yang perlu dijelaskan dalam

penelitian ini yaitu:

1. Pembelajaran

Pembelajaran merupakan suatu perbaikan yang menekankan pada proses

pembentukan suatu konsep dan memberikan kesempatan luas kepada siswa untuk

berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.

2. Metode Inquiry

Metode inquiry merupakan metode yang mempersiapkan siswa pada

situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang

terjadi, misalnya mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan menemukan jawaban

sendiri dari pertanyaan tersebut serta membandingkan jawaban sendiri dengan

jawaban siswa lain.

Pada penelitian ini yang penulis maksud dengan metode inquiry

merupakan metode pembelajaran bagi guru untuk memfasilitasi siswa untuk

melakukan pembelajaran sendiri, dengan kata lain siswa di tuntut untuk

berkreatifitas sendiri tetapi tidak terlepas dari ruang lingkup pembelajaran.

3. Teorema Pythagoras

Pada sebuah segitiga siku-siku berlaku: kuadrat sisi terpanjang sama


dengan jumlah kuadrat dua sisi lainnya. Teorema phytagoras hanya berlaku pada

segitiga siku-siku. Teorema ini dapat digunakan untuk mencari salah satu sisi

pada segitiga siku-siku yang kedua sisi lainnya diketahui.

Pada penelitian ini yang penulis maksud dengan teorema pythagoras

merupakan kuadrat sisi miring dalam segitiga siku-siku sama dengan jumlah

kuadrat dua sisi yang membentuk 90o. Disamping itu, teorema phytagoras

merupakan suatu materi pelajaran matematika kelas VIII SMP yang sulit

dipahami oleh siswa karena sebelum menguasai materi ini siswa di tuntut terlebih

dahulu untuk menguasai bangun-bangun datar dan sudut-sudut dalam bangun

datar.

7. LANDASAN TEORITIS

a. Tujuan Pembelajaran Matematika Di SMP/MTs.

Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara Guru dan Siswa

untuk mencapai tujuan pendidikan. Secara umum tujuan pendidikan adalah untuk

mewujudkan cita-cita kehidupan bangsa. Dalam kurikulum berbasis kopentensi

disebutkan bahwa tujuan umum diberikan matematika sejak Sekolah Dasar

sampai Sekolah Menengah adalah :

b. Menunjukan pemahaman konsep matematika yang


dipelajari, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algorikma secara luas, akurat,
efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
c. Memiliki Kemampuan mengkomunikasikan gagasan dalam
simbol. Tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas
keadaan atau masalah.
d. Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi
menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika.
11

e. Menunjukan kemampuan strategis dalam membuat


(merumuskan), menafsirkan dan menyelesaikan model
matematika dalam pemecahan matematika.
f. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan.

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan diajarkannya

matematika di SMP adalah melatih siswa untuk berfikir menalar dan memecahkan

suatu masalah dan mengembangkan kemampuan menyampaikan ide, gagasan dan

informasi baik lisan maupun tulisan. Selain itu juga untuk memperlihatkan siswa

dalam menempuh pendidikan yang lebih tinggi, serta berguna untuk membantu

siswa dalam mempelajari ilmu-ilmu lain.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar

1. Pengertian Belajar

Dalam keseluruhan proses belajar di sekolah, kegiatan mengajar

merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya

pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung bagaimana proses belajar yang

dialami siswa sebagai anak didik, menurut Slameto “Belajar ialah suatu proses

usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah

laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya”

Pendapat diatas juga dipertegas oleh pendapat yang dikemukakan

Sardiman bahwa:

Belajar berarti berusaha mengubah tingkah laku. Jadi akan membawa suatu
perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan
dengan perubahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk percakapan,
ketrampilan, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri. Jelaslah
menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku pribadi seseorang.

Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat

maupun jenisnya, karena itu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang

merupakan perubahan dalam belajar. Adapun perubahan yang dimaksud disini

meliputi:

1. Perubahan yang terjadi secara sadar, artinya seseorang yang belajar


akan merasakan adanya perubahan dalam dirinya. Misalnya ia
menyadari bahwa pengetahuannya bertambah dan sebagainya.
2. Perubahan yang bersifat kontinu dan fungsional, artinya perubahan yang
terjadi secara berkesinambungan, dimana satu perubahan menyebabkan
perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses
belajar berikutnya.
3. Perubahan yang bersifat positif dan aktif, artinya perubahan itu
senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang
lebih baik dari sebelumnya. Sehingga makin banyak usaha
belajar, maka makin banyak perubahan yang diperoleh dan
perubahan itu hanya merupakan hasil dari usaha individu itu
sendiri.
4. Perubahan harus bersifat permanen atau menetap, artinya perubahan
tersebut tidak akan hilang begitu saja bahkan akan terus berkembang
jika terus digunakan atau dilatih.
5. Perubahan tersebut harus senantiasa terarah kepada tingkah laku yang
telah ditetapkan.
6. Perubahan harus mencakup seluruh aspek tingkah laku, artinya dengan
belajar seseorang akan mengalami perubahan tingkah laku secara
menyeluruh dalam sikap, ketrampilan, pengetahuan dan sebagainya.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa belajar itu merupakan suatu

usaha yang dilakukan seseorang secara sadar yang membawa perubahan tingkah

laku atau perilaku kehidupannya dalam masyarakat.

Pada penelitian ini, seorang siswa dikatakan telah belajar apabila siswa

tersebut telah terjadi perubahan ke arah yang lebih baik dengan melihat hasil

evaluasi akhirnya, begitu juga halnya dengan guru di sekolah dapat mengevaluasi
13

diri dimana kekurangan-kekurangan mereka dalam menggunakan metode belajar

dan dapat memotivasi siswa dalam belajar sehingga dapat berpengaruh kepada

prestasi belajar siswa.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar digolongkan menjadi dua

golongan yaitu faktor internal dan eksternal.

a. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang ada dalam individu yang sedang belajar.

Faktor ini sangat besar pengaruhnya terhadap kemampuan siswa. Hal yang

termasuk faktor internal antara lain: faktor jasmani, faktor psikologi dan faktor

kelelahan.

1. Faktor Jasmaniah

Faktor jasmaniah merupakan keadaan fisik atau tubuh pelajar, yang terdiri

dari kesehatan dan cacat tubuh yang dijelaskan sebagai berikut:

(a) Sehat

Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagiannya/bebas

dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat. Kesehatan seseorang

berpengaruh terhadap belajarnya. Proses belajar seseorang dapat belajar dengan

baik haruslah mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin dengan cara

selalu mengindahkan ketentuan-ketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur,

makan, olah raga, rekreasi, dan ibadah.

(b) Cacat Tubuh

Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang
sempurna mengenai tubuh/badan. Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi

belajar. Siswa yang cacat tubuh hendaknya belajar pada lembaga pendidikan

khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindari atau mengurangi

pengaruh cacatnya.

2. Faktor Psikologis

Faktor psikologis merupakan gejala-gejala mental yang ada dijiwa

seseorang. Yang termasuk faktor psikologis antara lain:

(a) Bakat dan Intelegensi

Bakat dan intelegensi merupakan faktor yang dapat menentukan tinggi

rendah prestasi seseorang. Bakat adalah kemampuan tertentu dimiliki seseorang

sebagai kecakapan pembawa, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Purwanto

“Bakat dalam hal ini lebih dekat pengertiannya dengan aptitude yangberarti

kecakapan pembawaan yaitu mengenai kesanggupan-kesanggupan (potensi-

potensi) yang tertentu”

Intelegensi dapat diartikan sebagai kemampuan bawaan pada diri

seseorang. Purwanto menyatakan bahwa “kemampuan seseorang yang dibawa

sejak lahir yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu.”

Jika siswa berbakat dalam bidang studi matematika dan memiliki

intelegensi tinggi, dapat diharapkan siswa tersebut akan memiliki kemampuan

yang tinggi. Karena siswa itu lebih mudah memahami persoalan-persoalan yang

ada dalam bidang studi matematika dan begitu pula sebaliknya.

(b) Perhatian

Perhatian menurut Slameto adalah “keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa

itupun semata-mata dituju pada suatu objek atau sekumpulan objek.” Untuk dapat

menjamin hasil belajar yang baik siswa harus mempunyai perhatian terhadap
15

bahan yang dipelajari.

(c) Minat

Pada umumnya minat yang tinggi akan menghasilkan prestasi yang tinggi

pula. Artinya bila siswa belajar dengan penuh minat akan membantu pemusatan

pikiran dengan kegembiraan dalam belajar. Hal ini sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Wayan Nurkancana bahwa “minat yang timbul dari kebutuhan

anak-anak merupakan faktor pendorong bagi anak dalam melakukan usahanya.

Jadi dapat dilihat minat sangat penting dalam pendidikan, sebab merupakan

dorongan dari luar, apabila pekerjaan yang dilakukan cukup menarik minatnya

(d) Kematangan

Kematangan adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang,

dimana alaat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru.anak

yang sudah siap (matang) belum dapat melaksanakan kecakapannya sebelum

belajar, belajarnya akan lebih berhasil jika anak sudah siap (matang). Jadi

kemajuan baru untuk memiliki kecakapan itu tergantung dari kematangan dan

belajar.

3. Faktor Kelelahan

Kelelahan seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat

dibedakan dua macam, yaitu kelelahan jasmai dan kelelahan rohani (psikis).

Kelelahan jasmani yaitu kelelahan badan sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat

dengan adanya kelelahan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk

menghasilkan sesuatu hilang.

b. Faktor-Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap belajar dapat dikelompokkan


menjadi tiga faktor yaitu: Faktor Keluarga, Faktor Sekolah, dan Faktor

Masyarakat.

1. Faktor Keluarga

Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara

orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah tangga dan

keadaan ekonomi keluarga.

Keluarga merupakan tempat pertama bagi seorang anak memperoleh

pendidikan. Pendidikan pertama diberikan keluarga mengenai kedisiplinan dan

tata krama yang sehingga dapat mendukung proses belajar anak di sekolah, jadi

dapat disimpulkan anak yang berasal dari keluarga yang berpendidikan

memungkinkan anak tersebut memperoleh hasil yang baik.

2. Faktor Sekolah

(a) Guru

Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur

sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam

definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat

juga dianggap seorang guru. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk

pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.

Guru adalah yang mengajar di mana salah satu dari sekian banyak unsur

yang menentukan keberhasilan belajar di sekolah. Kemampuan guru dalam

menyampaikan materi sangat berpengaruh pada proses pembelajaran.


17

(b) Metode Mengajar

Metode mengajar adalah suatu cara yang dipergunakan guru untuk

mencapai tujuan telah ditetapkan. Jadi untuk mengaktifkan siswa dalam proses

pembelajaran sangat dibutuhkan metode yang sesuai dengan materi yang

diajarkan. Dalam pemilihan metode mengajar didasarkan pada bidang studi dan

materinya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemilihan suatu

metode yang tepat dan sesuai dengan materi yang diajarkan akan membuat siswa

bergairah dalam belajar, sehingga siswa merasa tertarik untuk belajar. Dengan

demikian akan tercapai hasil belajar yang baik sebagai mana yang diinginkan.

(c) Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang memadai sangat berpengaruh pada proses

pembelajaran. Dalam hal ini Kartono menyatakan bahwa “lengkap atau tidaknya

peralatan belajar baik yang dimiliki siswa itu sendiri maupun yang dimiliki

sekolah dapat ditimbulkan akibat tertentu terhadap prestasi siswa. Kekurangan

peralatan belajar dapat membawa akibat negatif.

Berbagai fasilitas yang tersedia di sekolah baik milik lembaga pendidikan

maupun milik siswa sangat dituntut ketrampilan dalam menggunakan berbagai

fasilitas yang ada.

(d) Disiplin Sekolah

Disiplin sekolah yang baik akan membawa kebiasaan dan melatih anak

didik untuk disiplin. Disiplin yang diterapkan dengan baik akan memperoleh hasil

yang diharapkan. Oleh karena itu kedisiplinan lembaga pendidikan sangat


menentukan karena sikap siswa dapat berpengaruh dan membawa dampak

terhadap prestasi belajar. Slameto menyatakan bahwa “seluruh staf sekolah yang

mengikuti tata tertib dan bekerja dengan disiplin membuat siswa menjadi disiplin

pula. Selain itu juga membuat pengaruh yang positif terhadap belajar”.

3. Faktor Masyarakat

Disamping orang tua dan lembaga pendidikan, lingkungan masyarakat

juga merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar

siswa. Lingkungan sangat berpengruh terhadap kehidupan kepribadian anak,

karena dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih banyak bergaul dengan

lingkungan di mana anak itu berada.

c. Pembelajaran

Pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relative permanen,

terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Dalam duniapendidikan pembelajaran

diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber

belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang

diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan,

penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaa pada

peserta didik. Dengan kata lain pembelajaran adalah proses untukmembantu

peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

d. Metode Inquiry

Salah satu metode pembelajaran dalam bidang matematika, yang sampai

sekarang masih tetap dianggap sebagai metode yang cukup efektif adalah metode
19

inquiry. David L. Haury dalam artikelnya, Teaching Science Through Inquiry

(1993) mengutip definisi yang diberikan oleh Alfred Novak: inquiry merupakan

tingkah laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk menjelaskan secara rasional

fenomena-fenomena yang memancing rasa ingin tahu. Dengan kata lain, inquiry

berkaitan dengan aktivitas dan keterampilan aktif yang fokus pada pencarian

pengetahuan atau pemahaman untuk memuaskan rasa ingin tahu.

Gulo mengemukakan bahwa “inquiry dalam bahasa Inggris inquiry,

berarti pertanyaan, atau pemeriksaan, penyelidikan”. Dalam hal ini, metode

inquiry berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal

seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis,

logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuan dengan

penuh percaya diri.

Alasan rasional penggunaan metode inquiry adalah bahwa siswa akan

mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai pelajaran matematika dan

akan lebih tertarik terhadap pelajaran matematika jika mereka dilibatkan secara

aktif dalam "melakukan".

Adapun tahap tahap yang akan diikuti oleh guru dalam pelaksanaan

metode inquiry sebagai berikut:

1) Penyajian materi ukuran pemusatan data di depan kelas dengan

menggunakan metode inquiry.

2) Guru memberikan pertanyaan dan memberikan kesempatan kepada siswa

untuk menanggapi dan bertanya jika ada permasalahan

3) Memberikan kesempatan untuk berfikir, menyelidiki, dan menemukan

konsep- konsep tentang statistik.


4) Siswa mengumpulkan informasi-informasi yang telah diperoleh dan

memberikan penjelasan yang mendetail.

5) Siswa menyajikan hasil pengamatan dan mendiskusikannya di depan

kelas.

e. Kelebihan dan Kekurangan Metode Inquiry

Adapun kelebihan metode inquiry menurut Sintia antara lain, sebagai

berikut ini.

a. Untuk siswa, yaitu:


1) Siswa dapat berpikir kritis dan sistematis.
2) Meningkatkan ketrampilan secara ilmiah
3) Meningkatkan kenyakinan terhadap, kemampuan diri siswa dan
minat belajar secara intrintik.
4) Dapat mengkondisi siswa sebagai petualang dan penemu baru.
5) Siswa dapat lebih aktif dan beprestasi.
6) Pembelajaran terintegrasi.
7) Belajar akan lebih menyenangkan dan menantang pola pikir dan
tingkah laku siswa (jujur, teliti, ulet dan kerja sama).
8) Secara tidak langsung akan terprogram menjadi suatu individu
yang sangat cerdas.
b. Untuk guru, yaitu:
1) Menjadi lebih kreatif.
2) Terjalin kerja sama yang baik antara guru dan murid.
3) Akan sama- sama berkembang bersaman dengan perkembangan
siswa.
4) Dapat memahami konsep secara menyeluruh.

Pada metode inquiry juga pelu dilihat beberapa kondisi, yaitu:


a. Kondisi yang fleksibel, bebas, terbuka untuk berinteraksi.
b. Kondisi lingkungan yang respontif.
c. Kondisi yang memudahkan untuk memusatkan perhatian
d. Kondisi yang bebas dari tekanan.

Metode inquiry dapat meningkatkan prestasi belajar siswa melalui

pengembangan bakat dan ketrampilan siswa. Aktifitas dan kreatifitas siswa dapat

diasah dengan menggunakan metode inquiry ini. Namum demikian, metode

inquiry ini juga mempunyai kekurangan. Adapun kekurangan metode inquiry,


21

yaitu:

a. Diharuskan kesiapan mental untuk belajar dan percaya diri yang kuat.

b. Jumlah siswa harus kecil, karena metode ini memerlukan perhatian guru

terhadap masing- masing siswa.

c. Pembelajar (siswa) yang terbiasa dengan pengajaran tradisional yang

lebih dirancang pengajar, biasanya agak sulit untuk memberi dorongan,

lebih-lebih kalau harus belajar mandiri, dampaknya akan sangat

mengecewakan pengajar dan pembelajaran sendiri.

d. Tanpa bimbingan dan fasilitas yang memadai, maka tidak semua guru

dapat menggunakan metode inquiry.

e. Tidak semua topik dalam bidang studi matematika dapat menggunakan

metode inquiry.

Untuk meminimalkan kekurangan – kekurangan metode inquiry dalam

penelitian ini guru sangat dituntut menguasai kelas dan dapat memberikan

semangat belajar bagi siswa yang selanjutnya akan dampak pada hasil belajar

siswa tersebut.

f. Teorema Phytagoras

Pythagoras adalah seorang ahli matematika Yunani. Beliau yakin bahwa

matematika menyimpan semua rahasia alam semesta dan percaya beberapa angka

memiliki keajaiban. Beliau diingat karena sebuah teorema dalam geometri yang

menyatakan bahwa suatu segitiga siku-siku, luas persegi pada sisi miring sama

dengan jumlah persegi pada sisi lainnya. Rumus ini dikenal sebagai Teorema

Pythagoras.
Gambar 2.2 Pembuktian Teorema
www.pembuktianteoremapythagoras.com

Pythagoras 1

1. Pembuktian Teorema Pythagoras

A B
Gambar 2.1 Segitiga siku-siku ABC

www.pembuktianteoremapythagoras.com

Pada setiap segitiga siku-siku, sisi-sisinya terdiri dari sisi siku-siku dan sisi

miring (hipotenusa). Gambar 2.1 merupakan segitiga ABC yang siku-siku di A.

Sisi yang membentuk sudut siku-siku disebut sisi siku-siku, yaitu AB dan AC.

Sisi dihadapan sudut siku-siku disebut sisi miring atau hipotenusa, yaitu BC.

Ada banyak cara dalam membuktikan teorema pythagoras, salah satu diantaranya
adalah :
I

Dari persegi pada gambar 2.2

dengan panjang sisi ( a + b) dibuat empat

segitiga siku-siku yang identik, maka luas daerah yang tidak terarsir dapat

dijabarkan sebagai berikut:

Luas daerah persegi dalam = luas daerah persegi luar – 4 x luas segitiga

1
×a×t
Sisi x sisi = sisi x sisi – 4 ( 2 )

1
×a×b
c2 = (a + b) (a + b) – 4 ( 2 )
23

4ab
2
c = a2 + 2ab + b2 – 2

c2 = a2 + 2ab + b2 – 2ab

c2 = a2 + b2 ( Persamaan 2.1 )

Dari persamaan 2.1, diperoleh hubungan antara a, b, dan c yang

merupakan sisi-sisi segitiga siku-siku, dengan c sebagai sisi miring serta a dan b

merupakan sisi tegak segitiga yang dituangkan dalam suatu teorema, yang dikenal

dengan teorema Pythagoras

g. Pembelajaran metode Inquiry terhadap Materi Teorema Phytagoras.

Dalam proses pembelajaran agar materi yang disampaikan tercapai

tujuannya pembelajarannya, maka seorang guru harus pandai memilih

pendekatan, strategi, metode, dan model yang sesuai dalam pembelajaran.

Sementara bila guru tidak dapat menggunakan metode yang sesuai dengan materi

yang diajarkan maka proses pembelajaran akan berjalan dengan lambat.

Materi phytagoras merupakan salah satu materi yang dapat diajarkan

dengan menggunakan pembelajaran dengan metode inquiry. Adapun langkah-

langkah pembelajaran metode inquiry pada materi teorema phytagoras adalah:

Tahap 1. Guru mengajukan beberapa fenomena untuk menentukan pemecahan

masalahnya, yaitu menceritakan kejadian-kejadian yang ada

dikehidupan sehari-hari.

Tahap 2. Konsep segitiga dan persegi yang digunakan adalah yang mengarah

pada konsep pythagoras

Tahap 3. Dari konsep pythagoras kita dapat mencari pemecahan masalahnya


Tahap 4. Guru membagikan LKS, mengarahkan cara kerja, dan siswa melakukan

percobaan, sehingga siswa memahami konsep pythagoras dan dapat

menemukan rumusnya.

Tahap 5. Apa yang didapat dari hasil percobaan dibuat dalam bentuk ringkasan

Tahap 6. Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan dari ringkasan bahwa

bentuk umum dari pythagoras.

h. Perumusan Hipotesis

Dalam suatu penelitian juga perlu dilengkapi dengan hipotesis, karena ia

memiliki peran sebagai jawaban sementara dan permasalahan yang akan diteliti.

Menurut Sukardi ”Hipotesis adalah jawaban masih bersifat sementara dan bersifat

teoritis”. Berdasarkan anggapan dasar di atas maka yang menjadi hipotesis dalam

penelitian ini, yaitu: Penerapan metode inquiry dapat meningkatkan hasil prestasi

belajar siswa sebanyak 20 point pada materi teorema pythagoras di kelas VIII

SMP Negeri 2 Labuhanhaji Barat Aceh Selatan.

8. Metode Penelitian

1. Rancangan Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu untuk melihat peningkatan hasil

belajar siswa dengan penerapan metode inquiry pada materi teorema pythagoras,

maka untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakanlah metode quasi

experiment atau disebut juga dengan penelitian experiment semu, ini dikarenakan
25

syarat dari penelitian experiment murni tidak dipenuhi dengan sepenuhnya.

Penelitian quasi experimentini tidak menggunakan dua kelas (kelas kontrol dan

kelas experiment), tetapi menggunakan satu kelas saja, yaitu kelas experiment

dengan menggunakan tes awal dan tes akhir.

Penelitian ini dilakukan selama 4 kali pertemuan. Prosedur penelitian ini

terdiri 2 tahap yaitu, tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.

1. Tahap persiapan ada 3 langkah yaitu:

a. Menentukan tempat lokasi penelitian yaitu menentukan ruang kelas

yang akan diteliti,

b. Menentukan subjek penelitian yaitu berapa orang siswa yang akan

dijadikan subjek penelitian, dan

c. Merancang instrumen penelitian yaitu peneliti mempersiapkan rencana

pelaksanaan pembelajaran, lembar kerja siswa, dan soal tes.

2. Tahap pelaksanaan ada 5 tahap yaitu:

a. Memberikan tes awal,

b. Melaksanakan pembelajaran dengan metode inquiry,

c. Selama pembelajaran berlangsung dilakukan pengamatan aktifitas

siswa serta pengamatan kemampuan guru dalam mengelola

pembelajaran,

d. Memberikan tes akhir, dan

e. Tahap analisis data.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMP N. 2 Labuhanhaji Barat yang berlokasi di


Kecamatan Labuhanhaji Barat Aceh Selatan. Sekolah ini mempunyai gedung

sekolah yang permanen. Disebelah utara (kiri) SMP N. 2 Labuhanhaji Barat

dibatasi oleh perumahan penduduk, disebelah selatan (kanan) SMP N. 2

Labuhanhaji Barat dibatasi oleh , sebelah timur (depan) dibatasi oleh jalan Banda

Aceh-Medan, dan disebelah barat (belakang) dibatasi oleh SMA N. 1 Labuhanhaji

Barat.

Menurut Winarno Surachmad, populasi adalah seluruh objek yang akan

diteliti dalam suatu penelitian, sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi

yang dapat mewakili populasi tersebut.

Dalam penelitian ini, yang ditentukan sebagai subjek penelitian adalah

siswa kelas VIII SMP N. 2 Labuhanhaji Barat Tahun Ajaran 2010/2011. Siswa

yang dipilih sebagai subjek penelitian sebanyak 1 kelas yaitu kelas VIII1, yang

berdasarkan hasil observasi serta wawancara penulis dengan guru yang mengajar

matematika di sekolah tersebut berkemampuan homogen.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan data dalam

penelitian ini adalah:

1. Tes Tertulis

Tes merupakan sejumlah soal yang diberikan kepada siswa untuk

mendapatkan data yang kuantitatif guna mengetahui bagaimana hasil belajar siswa

sebelum dan sesudah pembelajaran dengan menggunakan metode inquiry dalam


27

materi teorema pythagoras. Butir soal tes dalam penelitian ini telah di validasi isi

oleh pembimbing dan satu orang guru matematika SMP, Dalam hal ini digunakan

dua kali tes yaitu :

a. Tes awal

Tes awal yaitu tes yang diberikan kepada siswa sebelum dimulai kegiatan

belajar-mengajar. Tes awal ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana

kemampuan yang dimiliki oleh siswa dalam menguasai materi yang berkaitan

dengan teorema pythagoras..

b. Tes akhir

Tes akhir yaitu tes yang diberikan kepada siswa setelah berlangsung

proses pembelajaran. Tes akhir ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan

siswa setelah pembelajaran dengan menggunakan metode inquiry.

2. Observasi

Observasi dilakukan untuk mengamati proses belajar mengajar matematika

di kelas tempat penelitian dengan metode inquiry. Observasi ini digunakan untuk

mencatat hal-hal yang dianggap penting, seperti keaktifan siswa selama

berlangsungnya proses belajar mengajar. Observasi penulis lakukan sebanyak tiga

kali, untuk yang pertama penulis lakukan selama dilakukan tes awal, untuk

observasi kedua penulis lakukan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung,

dan untuk observasi ketiga penulis lakukan pada saat tes akhir.

4. Tehnik Analisis Data

Setelah secara keseluruhan data terkumpul, tahap berikutnya adalah tahap

analisis data.
a. Tes Hasil Belajar

Data yang diperoleh dari hasil tes, dianalisis dengan menggunakan statistik

inferensial. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada peningkatan

terhadap hasil belajar siswa melalui metode inquiry. Analisis ini dilakukan dengan

membandingkan hasil tes belajar matematika sebelum diberi tindakan dengan

hasil tes hasil belajar matematika setelah diberi tindakan.

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus uji- t pada

taraf signifikan 5%. Adapun prosedur yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Mentukan rentang (R) adalah data terbesar dikurangi data

terkecil.

b. Mentukan banyak kelas interval dengan menggunakan aturan

sturges yaitu= 1+ 3,3 log n, dimana menyatakan banyak data.

rentang
c. Menentukan panjang kelas interval (p) = banyak kelas

Setelah membuat tabel frekuensi, selanjutnya di hitung:

a. Rata- rata dengan rumus:

x=
∑fx i i

∑f i

b. Uji normalitas data dengan menggunakan rumus:

k
( oi − E i ) 2

λ2 = n =1 ( Ei )
29

c. Untuk menghitung varian (S2) maka digunakan rumus:

n ∑ f i xi − ( ∑ f i xi ) 2
2

s2 =
n(n − 1)

d. Untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan yaitu

dengan menggunakan statistik uji-t, digunakan rumus

sebagai berikut:


x− µ 0
s
t= n
keterangan:

t = Statistik uji-t


x = rata-rata sampel

S = simpangan baku sampel

µ 0 = rata-rata populasi

n = banyak data

Analisa data hasil berpedoman kepada cara penarikan kesimpulan yang

dikemukakan oleh Singgih Santoso bahwa, “pada taraf kepercayaan α = 0,05

dengan daerah kritis: tolak Ho jika Signifikansi < α dan terima Ho jika

Signifikansi > α ”.

5. Rumusan Hipotesis

Ho : µ1 ≤ µ 2

Ha : µ1 > µ 2
Dengan:

Ho = Penerapan metode inquiry tidak dapat meningkatkan hasil belajar

siswa dalam materi teorema pythagoras di SMP Negeri 2 Labuhanhaji

Barat.

Ha = Penerapan metode inquiry dapat meningkatkan hasil belajar siswa

sebesar 20 point dalam materi teorema pythagoras di SMP Negeri 2

Labuhanhaji Barat

µ1 = Rata-rata tes akhir

µ 2 = Rata-rata tes awal

Anda mungkin juga menyukai