BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Ubi jalar atau ketela rambat atau “sweet potato” diduga berasal dari Benua
Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar
adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah. Nikolai Ivanovich
Vavilov, seorang ahli botani Soviet, memastikan daerah sentrum primer asal tanaman
ubi jalar adalah Amerika Tengah. Ubi jalar mulai menyebar ke seluruh dunia,
terutama negara-negara beriklim tropika pada abad ke-16. Orang-orang Spanyol
menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia, terutama Filipina, Jepang dan Indonesia.
Tanaman ubi jalar dapat dipanen bila ubi-ubinya sudah tua (matang fisiologis).
Ciri fisik ubi jalar matang, antara lain: bila kandungan tepungnya sudah maksimum,
ditandai dengan kadar serat yang rendah dan bila direbus (dikukus) rasanya enak serta
tidak berair. Penentuan waktu panen ubi jalar didasarkan atas umur tanaman. Jenis
atau varietas ubi jalar berumur pendek (genjah) dipanen pada umur 3-3,5 bulan.
(http://migroplus.com/brosur/Budidaya Ubijalar.pdf. Diakses tanggal 8 Agustus 2009)
Ubi jalar ungu merupakan bahan pangan sumber energi dalam bentuk gula dan
karbohidrat. Umbi ini mengandung vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh,
seperti, kalsium, zat besi, vitamin A maupun C. Tidak hanya itu juga, ubi jalar ungu
sangat banyak mengandung zat warna, terutama pigmen antosianin.
Kandungan antosianin (zat warna pada tanaman) dari ubi jalar ungu ini
berkisar antara 14,68 – 210 mg/100 gram bahan. Besar kandungan antosianin dalam
ubi jalar ungu tergantung pada intensitas warna pada umbi tersebut. Semakin ungu
warna umbinya, maka kandungan antosianinnya semakin tinggi.
(http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/719/. Diakses tanggal 8 Agustus 2009)
2.2. Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas
dalam tumbuhan. Secara kimia antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik
tunggal, yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan
penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi. Antosianin tidak
mantap dalam larutan netral atau basa. Karena itu antosianin harus diekstraksi dari
tumbuhan dengan pelarut yang mengandung asam asetat atau asam hidroklorida
(misalnya metanol yang mengandung HCl pekat 1%) dan larutannya harus disimpan
di tempat gelap serta sebaiknya didinginkan. Antosianidin ialah aglikon antosianin
yang terbentuk bila antosianin dihidrolisis dengan asam. Antosianidin terdapat enam
jenis secara umum, yaitu : sianidin, pelargonidin, peonidin, petunidin, malvidin dan
delfinidin.
Pelargonidin
(Harborne, J.B, 1987)
O-glukosa OH
OH
O-glukosa
Istilah garam flavilium berasal dari nama untuk flavon, yang merupakan
senyawa tidak berwarna. Adisi gugus hidroksil menghasilkan flavonol, yang berwarna
kuning.
O C6H5 O C6H5
OH
O O
flavon flavon
tak berwarna tak berwarna
Warna pigmen antosianin merah, biru, violet, dan biasanya dijumpai pada
bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran. Dalam tanaman terdapat dalam bentuk
Warna merah bunga mawar dan biru pada bunga jagung terdiri dari pigmen
yang sama yaitu sianin. Perbedaannya adalah bila pada bunga mawar pigmennya
berupa garam asam sedangkan pada bunga jagung berupa garam netral. Konsentrasi
pigmen juga sangat berperan dalam menentukan warna. Pada konsentrasi yang encer
antosianin berwarna biru, sebaliknya pada konsentrasi pekat berwarna merah dan
konsentrasi biasa berwarna ungu. Adanya tanin akan banyak mengubah warna
antosianin. Dalam pengolahan sayur-sayuran adanya antosianin dan keasaman larutan
banyak menentukan warna produk tersebut. Misalnya pada pemasakan bit atau kubis
merah. Bila air pemasaknya mempunyai pH 8 atau lebih (dengan penambahan soda)
maka warna menjadi kelabu violet tetapi bila ditambahkan cuka warna akan mejadi
merah terang kembali. Tetapi jarang makanan mempunyai pH yang sangat tinggi.
Dengan ion logam, antosianin membentuk senyawa kompleks yang berwarna abu-abu
violet. Karena itu pada pengalengan bahan yang mengandung antosianin, kalengnya
perlu mendapat lapisan khusus (lacquer). ( Winarno, F.G, 2004 )
Teori pertama yang berfaedah tentang aksi indikator, telah diusulkan oleh W.
Ostwald. Semua indikator yang umum digunakan adalah asam-asam atau basa-basa
organik yang sangat lemah. Ostwald berpendapat bahwa asam indikator yang tidak
berdisosiasi (HIn) atau basa indikator yang tidak berdisosiasi (InOH), mempunyai
warna yang berbeda dari warna ionnya. Kesetimbangan-kesetimbangan dalam larutan
air dapat ditulis sebagai :
HIn H+ + In-
dan InOH OH- + In+
warna warna
tak ter- ter-
ionisasi ionisasi
Dalam larutan asam, dengan adanya ion H+ berlebih, ionisasi akan tertekan
(efek ion-sekutu) dan konsentrasi In- akan sangat kecil maka warna akan merupakan
warna dari bentuk yang tidak terionisasi. Jika suasana basa, penurunan [H+] akan
mengakibatkan ionisasi lebih lanjut, [In-] naik dan warna dari bentuk terionisasi
menjadi nampak.
dalam larutan bersifat asam dan berwarna biru dalam larutan yang bersifat basa.
Indikator asam-basa biasanya merupakan asam atau basa lemah, atau secara umum
dapat dikatakan protolit lemah. Kesetimbangan asam-basa indikator yang berupa asam
lemah dalam air dirumuskan sebagai berikut :
ΗΙ n + Η 2Ο Η 3Ο + + Ι n −
warna warna
asam basa
Disini In menunjukkan basa pasangan dari HIn (indikator asam lemah). Seperti
terlihat dari persamaan diatas, asam dan basa pasangannya mempunyai warna yang
berbeda. Itulah sebabnya warna larutan berubah dengan berubahnya pH larutan.
Dalam larutan yang bersifat asam, bentuk yang banyak jumlahnya adalah bentuk yang
terikat proton HIn, sedangkan dalam larutan yang bersifat basa bentuk yang bentuk
yang tidak berproton In-.
K HIn =
[In ][H O ]
−
3
+
[HIn]
Bila persamaan ini disusun ulang dan diselesaikan dengan mengambil
logaritma negatifnya, maka diperoleh rumus sebagai berikut :
K HIn =
[In ][H O ]
−
3
+
[HIn]
[ ] − log [In ]
−
+
− log K HIn = − log H 3 O
[HIn]
pK HIn = pH − log
[In ]
−
[HIn]
atau
pH = pK HIn + log
[In ]
−
[HIn]
adalah bahwa untuk campuran dua warna pelengkap, mata hanya dapat mengenali
perbahan rona warna bila nisbah kepekatan kedua bentuk indikator itu berkisar antara
10/1 dan 1/10. Misalnya, untuk bentuk basa berwarna biru dan bentuk asam berwarna
merah, jika larutan mula-mula berwarna biru dan pH diturunkan dengan
menambahkan asam, maka tidak akan terlihat perubahan warna sampai nisbah bentuk
biru dan bentuk merah lebih kecil daripada 10/1. Kemudian warna berangsur-angsur
berubah mulai dari ungu muda sampai akhirnya timbul warna merah bila nisbah
kepekatan itu mencapai 1/10. Perubahan selanjutnya tidak terlihat lagi oleh mata. Bila
kedua nisbah pembatas tersebut dimasukkan kedalam persamaan diatas, maka
diperoleh selang peralihan warna indikator asam-basa, sebagai berikut :
Dengan demikian, ika tersedia indikator yang mempunyai harga pKHIn yang
sesuai, maka harga pH larutan dapat ditentukan dalam kisaran ± 1 satuan pH. Selang
peralihan yang diperoleh dari persamaan diatas memerlukan syarat tambahan.
Kepekaan mata manusia terhadap spektrum cahaya tidak sama di seluruh spektrum
cahaya tampak. Karena itu selang peralihan seringkali tidak tersebar secara setangkup
terhadap harga pKHIn indikator.
Tetapi dalam larutan yang bersifat sangat basa, bentuk tak berwarna muncul
lagi. Selang peralihan ini ditentukan dengan sejulah volume tertentu larutan indikator
0,1%. Jika jumlah volume yang sama larutan indikator 1% digunakan, munculnya
warna merah pertama akan berada pada satu satuan pH lebih rendah, misalnya pada
pH = 7,0. Alasan lain menjaga kepekatan yang ditetapkan adalah karena semua
indikator adalah asam atau basa dan jika digunakan dengan kepekatan tinggi maka
indikator ini dapat mempengaruhi kesetimbangan asam-basa keseluruhan. Untunglah
indikator-indikator yang sering digunakan begitu kuat warnanya sehigga pengaruh-
pengaruh peralihan mudah kelihatan dengan kepekatan 10-4 – 10-5 M. Pada kepekatan
serendah itu indikator-indikator ini tidak akan mempengaruhi kesetimbangan asam-
basa sistem. ( Rivai, H, 1995 )
2.4.1. Trayek pH
basa berarti pH lebih besar dari trayek indikator atau trayek perubahan warna yang
bersangkutan. Biru bromotimol mempunyai trayek indikator (atau trayek pH) dari pH
6,0 sampai 7,6; maka warna asam ialah warnanya bila pH larutan kurang dari 6,0 dan
warna basa tampak bila pH larutan lebih dari 7,6. Berapapun pH-nya warna akan biru
asal pH ≥ 7,6; tidak ada beda warna antara pH 8 dan 11 atau 13,5. Lain halnya bila pH
terletak di dalam trayek pH. Pada tiap pH yang berbeda akan tampak warna yang lain
pula; untuk biru bromotimol warna itu suatu campuran antara kuning dan biru, dan
lebih banyak kuning bila mendekati 6,0 demikian sebaliknya.
Jadi, di luar trayek pH, indikator hanya menampakkan warna asam atau warna
basa tanpa tergantung dari pH sesungguhnya, sedang di dalam trayek terlihat warna
yang berbeda-beda sesuai dengan pH sebenarnya. Dengan perkataan lain kita dapat
menentukan pH suatu bahan berdasar warna indikator asal nilainya terletak dalam
trayek pH indikator yang dipakai. ( Harjadi, W, 1986 )
Untuk mudahnya, mari kita beri nama suatu indikator asam sebagai HIn, dan
indikator basa sebagai In. Persamaan penguraiannya adalah
ΗΙ n + Η 2Ο ↔ Η 3Ο + + Ιn −
Ιn + Η 2Ο ↔ ΙnΗ + + ΟΗ −
Tetapan penguraian dari asam adalah
Ka =
[Η Ο ][Ιn ]
3
+ −
[ΗΙn]
Dalam bentuk logaritmanya, ini menjadi
pΗ = pK a − log
[ΗΙn]
[Ιn]
Sebagai ilustrasi, diasumsikan bahwa molekul HIn berwarna merah dan ion In-
berwarna kuning. Kedua bentuk berada dalam suatu larutan indikator tersebut,
konsentrasi relatifnya tergantung pada pH. Warna yang dilihat mata manusia
tergantung pada jumlah relatif kedua bentuk itu. Dalam larutan ber-pH rendah, HIn
asam menonjol dan kita hanya bisa mengharapkan warna merah. Dalam larutan ber-
pH tinggi, In- akan menonjol dan warnanya akan berubah menjadi kuning. Pada nilai
pH menengah, dimana kedua bentuk berada dalam konsentrasi yang hampir sama,
warnanya mungkin oranye.
RASIO
pH LARUTAN WARNA
[HIn] / [In-]
1 10.000 : 1 Merah
2 1.000 : 1 Merah
3 100 : 1 Merah
4 10 : 1 Merah
5 1:1 Oranye Rentang
6 1 : 10 Kuning
7 1 : 100 Kuning
8 1 : 1.000 Kuning
titrant yang ditambakan tampak telah ekivalen, maka penambahan titrant harus
dihentikan; saat ini dinamakan titik akhir titrasi. Larutan yang ditambahkan dari buret
disebut titrant, sedangkan larutan yang ditambah titrant itu disebut titrat. Dengan jalan
ini, volume/berat titrant dapat diukur dengan teliti dan bila konsentrasi titrant juga
diketahui, maka jumlah mol titrant dapat dihitung. Karena jumlah titrat ekivalen
dengan jumlah titrant, maka jumlah mol titrat dapat diketahui pula berdasar persamaan
reaksi dan koefisiennya.
Tidak semua reaksi dapat digunakan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu reaksi
harus memenuhi syarat-syarat berikut :
1. Berlangsung sempurna, tunggal dan menurut persamaan yang jelas (dasar teoritis).
2. Cepat dan reversible (dasar praktis). Bila tidak cepat, titrasi akan memakan waktu
terlalu banyak.
3. Ada penunjuk akhir titrasi (indikator). Penunjuk itu dapat :
- Timbul dari reaksi itu sendiri, misalnya : titrasi campuran asam oksalat dan asam
sulfat oleh KMnO4
- Berasal dari luar, dan dapat berupa suatu zat (atau suatu alat) yang dimasukkan ke
dalam titrat. Zat itu disebut indikator and menunjukkan akhir titrasi, karena (a)
menyebabkan perubahan warna titrat atau (b) menimbulkan perubahan kekeruhan
dalam titrat
4. Larutan baku yang direaksikan dengan analat harus mudah didapat dan sederhana
menggunakannya; juga harus stabil sehingga konsentrasinya tidak mudah berubah
bila disimpan.
Macam-macam titrasi dapat dibedakan menjadi :
A. Titrasi berdasarkan reaksi-reaksi metatetik, yaitu reaksi pertukaran ion. Disini
tidak ada unsur yang berubah tingkat oksidasinya. Pembagian titrasi jenis ini :
1. Titrasi Asidimetri-Alkalimetri, yaitu titrasi yang menyangkut asam dan/atau basa.
Dalam titrasi ini perubahan terpenting yang mendasari penentuan titik akhir dan
cara perhitungan ialah peruahan pH titrat.
2. Titrasi Presipitimetri, yaitu titrasi dimana terbentuk endapan. Semakin kecil
kelarutan endapan, semakin sempurna reaksinya.
3. Titrasi Kompleksometri, yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan
kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion).
Agar memenuhi syarat reaksi sempurna, maka dalam titrasi redoks, titrat dan
titrant harus berbeda besar dalam kekuatan oksidasi-reduksinya. (Harjadi, W, 1990)
Tujuan titrasi, misalnya dari suatu larutan basa dengan larutan standar suatu
asam, adalah untuk menetapkan jumlah asam yang secara kimiawi adalah tepat
ekivalen dengan jumlah yang ada. Keadaan (atau saat) pada mana ini dicapai, adalah
titik-ekivalen, titik stoikiometri, atau titik-akhir teoretis; hasilnya adalah larutan air
dari garam bersangkutan. Jika baik asamnya, maupun basanya, merupakan elektrolit
kuat, larutan yang dihasikan akan netral dan mempunyai pH 7; tetapi jika atau
asamnya, atau basanya, adalah elektrolit lemah, garam itu akan terhidrolisis sampai
derajat tertentu, dan larutan pada titik ekivalen itu akan entah sedikit basa, atau sedikit
asam. pH tepat dari larutan ada titik ekivalen, dapat mudah dihitung dari tetapan
ionisasi dari asam lema atau basa lemah itu, dan konsentrasi larutan. Untuk setiap
titrasi yang sesungguhnya. (Underwood, A.L, 1990 )
(I) ( II )
( III ) ( IV )
Dapat terlihat bahwa pH hanya menurun dalam jumlah yang sangat sedikit sekali
sampai mendekati titik ekivalen. Kemudian kurva tersebu melonjak turun dengan
sangat curam. Gambar ( II ) dimisalkan asam hidroklorida sebagai asam kuat dan
larutan amonia sebagai basa lemah.
Untuk bagian pertama dari gambar, diperoleh kelebihan natrium hidroksida. Sekali
saja ada kelebihan asam, maka akan terjadi suatu hal yang berbeda. Setelah titik
ekivalen diperoleh larutan penyangga yang mengandung natrium etanoat dan asam
etanoat. Larutan penyangga ini menahan penurunan pH yang drastis. Berbeda pada
gambar ( IV ) contoh yang biasa untuk kurva titrasi asam lemah dan basa lemah
adalah asam etanoat dan amonia.
Hal ini juga terjadi karena keduanya bersifat lemah – pada kasus tersebut, titik
ekivalen kira-kira terletak pada pH 7. Terlihat bahwa kurva tersebut sedikit tidak
curam pada gambar ini. Lebih lagi, terdapat sesuatu yang dikenal dengan "titik
infleksi". Kecuraman yang berkurang berarti bahwa sulit melakukan titrasi antara
asam lemah vs basa lemah. ( http://www.chem-is-try.org. Diakses tanggal 8 Agustus
2009 )
H + + OH - H2O
Karena konstanta kesetimbangan untuk reaksi ini adalah 1/Kw = 1014, dapat dikatakan
bahwa reaksi ini sempurna. Sejumlah H + yang ditambahakan akan dinetralkan secara
Terlihat bahwa saat penambahan 10,00 mL HBr, titrasi sebenarnya telah selesai.
Dalam titrasi basakuat dengan asam kuat, ada tiga bagian dari kurva titrasi yang dapat
ditampilkan :
Dalam menentukan harga pKa indikator, ditarik garis tegak lurus terhadap titik
yang bersinggungan dengan titik curam kurva, yang ditunjukkan oleh garis putus-
putus diatas. Demikian juga halnya dalam penentuan pKa indikator yang lain. Akan
tetapi dengan memperhatikan volume titrasi dari titrant yang digunakan pada berbagai
jenis titrasi yang dilakukan.
Pada dasarnya kurva juga dapat kita peroleh dengan menghitung pH larutan
secara teori. Untuk itu dibedakan empat daerah titrasi :
1. Titik awal, yakni sebelum titrasi dimulai (0% titrant), pH disini adalah pH
titrat.
2. Daerah sebelum titik ekivalen. Larutan berisi sisa titrat dan haisl reaksi antara
titrat dan titrant; pH ialah pH larutan campuran tersebut; (2a): titik tengah
(50% selesai).
3. Titik ekivalen (100% titrant telah ditambahkan). Larutan hanya berisi hasil
reaksi dan pH-nya dapat dihitung.
4. Daerah setelah titik ekivalen. Larutan berisi hasil titrasi dan kelebihan titrant;
pH ialah pH larutan campuran ini.
11
pH
9 (3)
(2a)
5
(2) (4)
Gambar pembagian kurva titrasi menjadi daerah-daerah titrasi.
( Harjadi, W, 1986 )