Anda di halaman 1dari 69

http://www.docstoc.

com/docs/4631016/Batubara

KAJIAN PUSTAKA 1. RINGKASAN MENGENAI TEKNOLOGI EKSPLORASI BATUBARA


SURVEI GEOLOGI PERMUKAAN,1995 Umum pada tahap survei awal, pertama
dilakukan survei formasi cool-bearing yang terbuka secara alami dan beberapa
pengeboran untuk mengetahui kedalaman dari lapisan batubara kearah
kemiringan dengan maksud memastikan deposit batubara yang potensial.
Kemudian akan berlanjut kepada teknik eksplorasi yang lebih tinggi
menggunakan mesin dan peralatan yang spesifik. Dalam bab ini akan dijelaskan
secar ringkas mengenao survei geologi permukaan yang merupakan dasar dari
semua survei geologi. Item utama yang diobservasikan dari outcrops batubara
adalah: * Lapisan batubara yang bagaimana ? - jumlah ketebalan dan kualitas
batubara (apakah akan dijual ?) * Bagaimana kondisinya ? - kemiringan
danjarak antar lapisan batubara, serta hubungan dengan patahan dan daerah
larangan penambangan (apakah dapat ditambang ?) * Berapa kuantitasnya ? -
kuantitas batubara dan klasifikasi cadangannya, seperti terduga (Inferred),
terindikasi (Indicated), terukur (Measured) atau dapat ditambang (Mineable) dan
dapat dijual (Saleable) (apakah jumlah cadangan batubaranya cukup mendukung
umur tambang ?) namun, lingkup penyelidikan perlu dikembangkan, tidak hanya
pada batubara itu sendiri, tetapi juga kepada penelitian lain seperti penelitian
sedimentologi batubara dan lingkungannya, penelitian palaentologi fosil mikro
dan mega, penelitian geokimia, penelitian struktur terhadap fracture dan lain-
lain. Pada akhirnya, hasil aktural yang diperoleh dari survei umum dan rinci
adalah : Survei Umum • • • • • • • Peta geologi Peta penampang geologi Peta
penampang stratigrafi Peta korelasi penampang stratigrafi / lapisan batubara
Peta penampang columnar batubara Peta kontur lapisan batubara Peta
isopach lapisan batubara 1:50.000-10.000 1:50.000-10.000 1:500-1.000 1:500-
1.000 1:20 –1.000 1:25.000-10.000 1:10.000 Survei Rinci 1:1.000-3.000 1:1.000-
3.000 1:200-500

1:200-500 1:1.000-5.000 1:1.000-5.000


Peta distribusi kualitas batubara (ash, sulfur, pospor, dll) 1:10.000 • Peta
kalkuasai cadangan batubara 1:10.000 • Tabel kalkualsi cadangan batu bara

1:1.000-5.000 1:1.000-5.000

Prosedur Kerja A. Persiapan Pertama dilakukan peta topografi dengan skala


yang sesuai untuk membuat program survei lapangan dan menempatkan titik
observasi yang diperioleh selama survei. Sebaliknya, sebelum survei dilakukan,
dipelajari dulu geologi regional dan struktur geologinya dari laporan atau papee,
atau foto udara dan data penginderaan jauh. Peralatan dan perkakas utama
yang diperlukan untuk survei adalah : a. Peralatan • Clinometer • Range finder
(10-500 m) • Meteran gulung (10-100 m) • Mistar cembungkaca pembesar (2-5
m) • Kamera(x10-) b. Perkakas • Rock hammer (800 g-) • Dip board (dari bahan
aluminium) • Pahat (titik dan lebar) • Skop kecil • Papan kecil • Catatan
lapangan • Peta topografi • Protractor • Mistar segitiga • Pensil • Spidol •
Kantong sampel • Penghapus

B.

Idenfikasi, Pembacaan, Sketsa, Orientasi Outcrops

Yang paling penting adalah mengidenfikasi outcrops, adalah in-situ atau creep.
Kemudian membaca arti secara geologi dan stratigrafi. Observasi harus
dilakukan baik terhadap bagian fresh maupun permukan yang telah dipengaruhi
cuaca (weathered facies), dan sampel diambil dari bagian fresh in-situ.
Kemudian
gambarkan posisi outcrops dengan tepat diatas peta topografi, dan cantumkan
juga rute jalan telah dilalui. Pada saat sama, dilakukan sketsa outcrop secara
geologi dan stratigrafi dengan penjelasan seperlunya. Item yang diobservasi dan
diukur adalah : o Deskripsi permukaan batuan (rock facies) karakteristiknya :
Ukiran butir, bentuk butir, kepadatan, warna, bahan tambang pembentuk,
stratifikasi, kesamaan (sorting) struktur sedimentasi, keberadaan fosil, dll. o
Deskripsi lapisan batubara : Warna, kilatan, kekerasan, stratifikasi,
belahan(parting), retakan, hubungan antara batuan langit-langit dan lantai, dll o
Perubahan stratifikasi dan struktur : Kesesuaian (conformity), ketidaksesuaian
(unconformity), erosi dalam lapisan, perubahan bertahap (gradual), patahan,
perubahan lateral dari permukaan batuan (litho-facies), dll o Arah, kemiringan
dan ketebalan setiap lapisan/lapisan batubara C. Stripping dan Trenching
Outcrop bisasanya tersebar di samping aliran di dalam lembah. Apabila outcrop
tidak kontinu dan tanah diatasnya tipis, maka dilakukan penggalian (stripping)
untuk membuat outcrop kontinu. Walaupun lapisan tanahnya tebal, apabila
diduga terdapat gejala geologi yang penting seperti lapisan batubara atau
pathan, maka sebaiknya dilakukan pencekan dengan menggali parit (trench)
dengan lebar 1m dan kedalaman 3m sampai 5m. Pekerjaan utama yang
dikaukan didalam parit sebagai berikut : o Pengukuran : mengukur arah orintasi
dan kemiringan lapisan tanah dan lapisan batubara o Observasi : mengukur
dan mencantumkan penampang columnar berurutan dari outcrop, tertua
lapisan batubara o Sampling : sampling batubara lapis per lapis atau secra
kunulatif dan belahan (parting), langit-langit dan lantai dilakukan sampling
masing-masing. o Survai : melaksanakan survai dengan menghubungkan seluruh
titik observasi Di tempat yang hutannya lebat dan tidak terdapat lapisa
batubara terbuka (outcrop), survai dengan pit kadangkala efektif terutama
pada musim hujan, deskripsi dan pengukuran hjarus dilakukan segera karena
kan dihanyutkan oleh air sehingga sulit pemulihannya. D. Lambang Geologi

Untuk mengungkapkan sifat dan bukti geologi seperti batuan, bahan tambang,
warna, bentuk, ukuran burir dan lain-lain, yang diperoleh dari survai geologi,
mak pendefenisian lambang dan singkatan geologi akan bermanfaat untuk
menyedrhanakan seluruh ekspresi.
Selain itu masih ada beberapa penelitian unsur khusus di antaranya ada yang
dapat menjadi indikator lingkungan sedimentasi dan proses diagenesis
selamjutnya. Misalnya, kandung sulfur ( termasuk isotopnya di dalam batu bara)
dan karbon didalam shale, kandungan klor didalm batubara, kandungan
authogenic carbonate didalam shale dan lain-lain. Sebagian contoh tersebut
ditunjukan pada Appendix. Dan, penelitian sedimentasi dengan log curve juga
dijelaskan dalam Appendix. SURVEI PENGEBORAN Biasanya, pekerjaan
pengeboran pada eksplorasi batubara menggunakan berbagai tipe mesin bor
dan perkakas tergantung dari tujuan dan tahapan eksplorasi batubara. Tugas
pokok dari pengeboran adalah untuk : a. memastikan letak dan kedalaman
lapisan batubara sasaran b. mengetahui sequence stratigrafi dan geologi
untuk maksud perbandingan c. memperoleh sampel lapisan batubara
termasuk batuan langit-langit dan lantainya d. melaksanakan berbagai jenis
logging, dan lain-lain pada eksplorasi tahap I, pengeboran sering dilakukan
dengan coring penuh dalam jarak yang lebar (jauh) dan dilakukan bersama
logging geofisik. Metode pengeboran banyak menggunakn pengeboran wireline
dengan lebih NQ (diameter lubang 75,7 mm) untuk mempurmudah well logging.
Mesin ini dirancang untuk melakukan pengeboran kontinu tanpa harys menarik
keluar batang bor pada setiap perpanjangan batang, dan core di tarik keluar oleh
wire melalui tangan batang (rod). Mesin yang umum digunakan adalah longyear
LY-39 atau LY-44 untuk pengeboran dengan kedalaman sedang. Diameter lubang
dan diameter core diperlihatkan pada tabel 6-1. (dari Field Geologist’s Manual :
DA Berkman, 1976) Jarak antar lubang bor berbeda menurut kondisi geologi,
seperti daerah stabil dan labil secara struktur. Di daerah stabil jarak tersebut
adalah 500-700 m, atau kadang kala 1km, sedangkan untuk daerah labil adalah
300-500m. Pada eksplorasi tahap II, jarak tersebut mungkin mengecil, yakni 300-
400 m grid untuk daerah stabil, dan 250 m grid untuk daerah labil atau daerah
sasaran metallurgical coal. Pada tambang terbuka (open pit) beberapa
pengeboaran lubang dilakukan dengan metide non-core, seperti metode sirkulasi
balik (reverse circulation) atau dengan rotary rig. Dalam kusus demikian,
dilakukan logging geofisik untuk memperoleh informasi geologi dan kualitas
batubara yang rinci, serta kedalaman eksak dari lapisan sasaran. Penjelasan
terinci dari well logging akan diberikan pada bab berikut.
Pada eksplorasi tahap III dilaksanakan pengeboran diameter besar (biasanya
150200 mm), untuk penelitian hidrologi dan mendapatkan sampel curahan untuk
uji parameter preparasi batubara. Problem yang timbul dalam pengeboran
macam-macam, seperti hilang sirkulasi air, pembekakan (swelling) diding lubang
karena adanya bahan tambang tanah liat khusus yang mudah mengembang
seperti montmorillonite, coring batubara yang lunak, kehilangan sifat air lumpur
(drilling mud) karena emisi gas dalam jumlah besar dari lapisan batubara, dan
lain-lain. Posisi (terhadap kedalaman penggalian dan sumbu lambung) dasar
lubang bor dan batas (top&bottom) dari lapisan utama seperti batubaru sasaran
adalah item yang paling pnting dalam pengeboran. Sebagai contoh, tabel
perhitungan untuk menentukan elevasi (ketinggian) dan koordinat titik yang
disebut diatas ditunjukan pada tabel 6-2 (dari Field Geologist’s Manual : DA
Berkman, 1976) LOGGING GEOFISIK (GEOPHYSICAL WELL LOGGING) Logging
geofisik berkembang dalam ekplorasi minyak bumi untuk analisa kondisi geologi
dan reservior minyak. Logging geofisik untuk eksplorasi batubara dirancang
tidak hanya untuk mendapatkan informasi geologi, tetapi untuk memperoleh
berbagai data lain, seperti kedalaman, ketebalan dan kualitas lapisn batubara,
dan sifat geomekanik batuan yang menyrtai penambahan batubara. Dan juga
mengkompensasi berbagai maslah yang tidak terhindar apabila hanya dilakukan
pengeboran, yaitu pengecekan kedalaman sesungguhnya dari lapisan penting,
terutama lapisan batubara atau sequence rinci dari lapisan batubara
termasuk parting dan lain lain. Jenis dan Prinsip Logging Geofisik Dari sekian
banyak prinsip logging yang ada, yang paling sering digunakan adalah resistansi
listrik, kecepatan gelombang elastis dan radiaktif. Respon berbagai logging
terhadap berbagai lapisan diperlihatkan pada gambar 9-1. Untuk eksplorasi
batubara, logging densitas adalah yang paling efektif dan kombinasi logging
densitas dan sinar gama adalah yang direkomendasi untuk menentukan sifat
geologi sekitar lapisan batubara. Setiap logging mempunyai keistimewaannya
masing-masinng, oleh karena itu lebih baik melakukan kombinasi logging untuk
analisa menyeluruh. Rangkuman berbagai loggiong diberikan pada gambar 9-2.
A. Log Sinar Gama Kekuatan radiasi sinar gama adalah kuat dari mudstone dan
lemah dari sandstone. Terutama yang dari mudstone laut menunjukan nilai yang
ekstra tinggi, sedangkan yang dari lapisan batubara lebih rendah pada
sandstone. Log sinar gama dikombinasikan dengan log utama, seperti log
densitas, netron dan
gelombang bunyi, digunakan untuk memastikan batas antara lapisan penting,
seperti antara lapisan batubara dengan langit-langit atau lantai.

B. Log Densitas Sinar gama dari sumber radioaktif dipancar oleh tumbukan
dengan elektron di dalam lapisan tanah dan energi sinar gama akan hilanng
kepada elektron untuk setiap tumbukan (efek compton). Densitas elektron di
dalam material sebanding dengan densitas curahan atau masa (bulk or mass
density) material. Seperti ditunjukan dalam gambar 9-4, densitas tampak
(apparent density) dari lapisan tanah dicari dari pengukuran kontinu sinar gama
yang berasal dari pemencaran compton, oleh perangkat detektor yang berjarak
tertentu dari sumber sinar CS137 (Cesium 137). (kemungkinan terjadinya
pemancaran compton, sebanding dengan densitas elektron lapisan tanah, dan
angka ini sebanding dengan densitas tampak dari lapisan tanah) Untuk
memperoleh densitas curahan lapisan tanah dari count rate sinar gama, maka
hal itu dilakukan dengan memggunakan kurva koreksi yang diperoleh dari
diameter lubang dan lumpur pengeboran. Karena batubara mempunyai
densitas yang sangat rendah dibanding dengan batuan lain, adalah hal yang
mudah untuk membedakan lapisan batubara diatas log. Kualitas batubara
juga dapat diperkirakan dengan memanfaatkan hubungan timbal balik yang erat
antara densitasnya dan kandungan abu. C. Log Netron Pada waktui netro
berkecepatan tinggi menyebar kedalam lapisan tanah, terjadi tumbukan
berulang-ulang dengan inti atom material pembentuk lapisan tanah yang
mengakibatkan hilangnya energi dan menjadi netron termal berkecepatan
rendah. Kehilangan energi terbesar terjadi pada waktu tumbukan dengan inti
atom unsur Hidrogen yang massanya sama dengan netron. Sehingga,
pengurangan kecepatan netron ditentukan oleh kerapatan inti atom hidrogen di
dalam lapisan tanah. Secara umum, kerapatan inti atom hidrogen pada batuan
sebanding dengan jumlah kandungan cairan (air) di dalam material. Apabila
diasumsikan, bahwa porositas pada batuan diisi oleh air, maka kerapatan inti
atom hidrogen sebanding dengan porositas batuan. Berdasarkan prinsip ini,
maka distribusi netron termal yang diukur berbanding terbalik dengan distribusi
porositas lapisan tanah. Angka pengukuran tersebut, biasanya besar untuk
sandstone dan kecil untuk mudstone. Dengan kata lain, porositas tampak kecil
intuk sandstone dan besar untuk mudstone. Karena kerpatan inti atom hidrogen
pada batubara tinggi, maka pada log netron menunjukan nilai yang kecil dan
mudah membedakan denngan batuan lain. Tetapi, kadang kala sulit untuk
mengenal batas yang jelas apabila penting atau langit-langit/lantai terdiri dari
batuan yang banyak mengandung karbon seperti coaly shale.
D. Log Resistansi] Log resistansi normal dirancang untuk mengukur suatu
potensial listrik pada elektroda pengukur, M, selama arus listrik konstan dialirkan
ke dalam lapisan tanah melalui elektroda A dan potensial tersebut dokonversi
kepada resistensi tampak berdasarkan hukum Ohm dan konfigurasi pnempatan
elektroda (gambar9-6). Guard electroda logging dirancang untuk mengukur
resistansi lapisan tanah setelah memusatkan distribusi arus listrik kedalam
bagian tertentu dari lapisan tanah dengan menggunakan elektroda tambahan.
Dengan demikian akan menaiokan akurasi resistensi dan kemapuan pengukuran
di lapisan tipis. Metoda pengukuran ini disebut juga sebagai laterolog yang
diperlihatkan pada gambar 9-7. E. Log Gelombang Bunyi (Sonic Log) Sonic log
yang digukan dewasa ini kebanyakan tipe BHC (bore hole compensated). Metoda
ini dapat mengurangi efek pemalsuan (spurious) pada perubahan ukuran lubang
dan juga mengkonpensasi kesalahan karena kemiringan sonde. Karena BHC
menggunakan satu transmitter diatas dan satu transmitter di bawah dua pasang
penerima (receiver), dan interval waktu perambatan gelombang yang diterima
kedua set receiver dirata-ratakan.(gambar 9-8 dan 9-9) kalau datanya banyak,
noise juga banyak, sehingga dilakukan proses statistik dengan komputer.
Peralatan Logging peralatan logging terdiri dari peralatan rekam, winch,
telescope boom, probe, sonde, dan lain-lain, biasanya dipasang pada mobil
observasi dan hasil yang diperoleh dari pengukuran direkam dalam chart dan
data digital dalam satu waktu untuk analisa lebih lanjut. Biasanya, diameter
lubang bor adalah NQ (75,7 mm) atau HQ (96,0 mm). Diagram blok dari logging
diperlihatkan pada gambar 9-12 dan berbagai jenis probe dan sonde ditunjukan
pada gambar 9-13. Interpretasi Lapisan Batubara perusahaan logging
mengembangkan peralatan orisinil (khas masing-masing) untuk memperoleh
resolusi logging batubara yang lebih baik.(tabel 9-1) Long spaced density log
digunakan untuk evaluasi lapisan batubaru karena menunjukan densitas yang
mendekati sebenarnya berkat pengaruh yang kecil dari dinding lubang.
Sedangkan, sort spaced density log mempunyai resolusi vertikal yang tinggi,
maka cocok untuk pengukuran ketebalan lapisan batubara. Kombinasi probe
long dan short spaced density bersama sinar gama dan caliper dapat
memberikan data densitas lapisan yang sebenarnya secr langsung melalui
koreksi oleh data caliper. Dalam hal ini, sensor sinar gama harus dipisahkan
sekitar 2 m dari sumber log densitas agar dapat menghindari terhadap sensor. A.
Analisa Ketebalan Lapisan Batubara a. Metoda Rasio Densitas Prinsipmetoda
ini adalah membagi dua dengan perbandingan tertentu, antara batuan dan nilai
densitas yang mewakili densitas, yang mengapit batas, di atas kyrva densitas
dan mentapkan kedalaman titik tersebut sebagai kedalaman batas.
Perbandingan pembagiannya kadang kala direkomendasi 2/3 atau 4/5 jartak
menuju batubara. Akurasi metoda ini bervariasi dan untuk menentukan
perbandingan dengan pasti diperlukan tes empirik. Umumnya dikatakan
mempunyai akurasi kurang lebih 10 cm. (gambar 9-14) b. Metoda Densitas Rata-
rata Metoda ini mirip dengan metoda diatas, tetapi nilai densitas rata-rata
diperoleh dari nilai densitas yang dikonversi dari chart kalibrasi yang dibuat
dengan memplot count rate sinar gama terhadap nilai pengukuran densitas. Nilai
dnsitas rata untuk batubara dan batuan pada suatu kontak dihitung dan diplot
pada log. Nilai densitas yang sesuai. Kedalaman titik ini digunakan sebagai
kedalaman kontak. Jika skal ini linier, maka titik tersebut akan terletak ditengah
sepanjang defleksi. Dan, jika skalanya logaritma, titik akan cenderung mendekat
ke salah satu log. Perbedaan kedalaman antara batas langit-langit dan lantai
ditetapkan sebagai ketebalan lapisan batu bara. Akurasi metoda ini untuk
tempat yang baik kondisi geologinya, kurang lebih 2 cm. (gambar 9-15) c.
Metoda Sinar Gama Kekuatan sinar gama batu bara lebih rendah dibanding
batuan. BPB Company menetapkan titik batas antara lapisan batubara dengan
batuan pada 1/3 menuju batuan, diatas suatu kurva transisional seperti gambar
9-16.

B. Penentuan Kandungan Ash Kandungan ash batubara dapat diperkirakan


dengan menggunkan sinar gama atau log densitas. a. Sinar Gama Asumsi
dasarnya adalah tingkat radiasi langit-langit dan lantai lapisan batubara yang
terdiri dari mudstone atau silstone yang tipikal, mewakili lapian dengan
kandungan ash 0% diasumsikan sebagai level yang ekivalen dngan nilai 100%.
Ash 0% diasumsikan sebagai level yang ekivalen 10%. Sehingga, kandungan ash
yang lain akan
mengikuti hubungan linier antara titik-titik tersebut. Jadi hubungan antara
kandungan ash dan counter rate sinar gama juga menjadi hubungan linier. b.
Log Densitas Metoda ini didapat memperoleh akurasi dengan orde kurang lebih
0,1 g/cc, dibawah kondisi terkendali, termasuk untuk daerah densitas rendah.
Antara kandungan ash dan densitas batubara terdapat hubungan yang baik,
walaupun terdapat variasi yang tergantung kepada jenis batubara. Pengukuran
LSD dan HRD dapat digunakn kedunya. Yang pertama memberikan informasi
laterl yang baik dan yang kedua memberikan informasi vertikal yang baik.
Apabila dapat melaksnakan pengeboran yang terkendali baik, dengan berat
lumpur (mud) yang diketahui dan dimeter lubang bor yang dapat diandalkan,
maka dimugkinkan untik membuat chart universal (gambar9-17). Chart ini
mengkoreksi variabel-variabel tersebut dan mengkonversi count yang dibaca
dari log menjadi satuan densitas dan mencari kandungan ash. Akurasi
penentuan kandungan ash terhadap lapisan batubara yang tidak diketahui
adalahkurang lebioh 5% untuk kandungan ash sekitar 20 % dan kurang lebih 2 %
untuk kandunan ash sekitar 5%. Interprestasi Permukaan Batuan (Lithofacies)
Dewasa ini, interprestasi lithofacies dilakukan dengan analisa komputer, dan
hasilnya diaplikasikan kepada dat logging yang disajikan secara grafis dalam
bentuk log komputer dab atu sebagi daftar numerik dari printer. Biasanya, dua
log reading per kaki (foot) digunakan untuk perhitungan tersebut. Untuk
keperluan input ke komputer, data logging derekam dalam pita magnetik.
Seperti dalam gambar 9-18, log dibagi menjadi tiga seksi utama, yaitu litologi,
indeks kekuatan dan analisa batubara. Program komputer menentukan litologi
dari dat log dan juga secara otomatis menganalisa lapisan batubara. Nilai yang
dihitung dandisajikan dari kualitas batubara adalah persentase berat karbon,
ash dan air. Indeks kekuatan menjadi sarana diagnosa untuk memperkirakan
kekuatan batuan langit-langit dan lantai. Litologi dihitung dari set persamaan
simultan yang mencakup bacaan(reading) gelombang bunyi, densitas dan
netron, serta informasi bahan tambang yang terdapat di dalam lapisan tanah.
Bahan tambang yang terdapat di dalam lapisan tanah ditentukan dengan plot
silang (cross-plot) dua buah log dengan berulangulang sambil mengganti log.
Analisa core secara mineralogi juga efektif digunakan untuk mengecek hasil plot
silang log. Log analisa komputer tersebut memungkinkan korelasi lubang bor
dengan lubang bor di dalam daerah sasaran. Indeks kekuatan disajikan di tengah
gambar 9-18 menjadi dasar dalam membandingkan kekuatan setiap lapisan. Ia
didefenisikan sebagai modulus elastisitas dinamik dari deformasi, Ep yang
dihitung dari log gelombang bunyi dan densitas dengan rumus sebagai berikut :
ED =______ x 3,36 x 10 Indeks kekuatan yang diperoleh dari analisa komputer ini
harus dipertimbangkan sebagai indikasi batas atas kekuatan lapisan tanah.
SUMBERDAYA BATUBARA DAN GAMBUT DI INDONESIA
Hardjono dan Syarifuddin Direktorat Sumberdaya Mineral, Direktorat Jenderal
Geologi Dan Sumberdaya Mineral , Departemen Pertambangan Dan Energi,1991.
11.PEDOMAN BATUBARA PENGELOLAAN SUMBERDAYA

Negara-negara penghasil di batubara yang belum banyak berpengalaman


umumnya belum mempunyai satu sistem sendiri untuk mengelola sumberdaya
batubaranya. Dalam bidang teknis hal ini antara lain disebabkan oleh belum
lengkapnya data dasar geologi batubara regional dan kepakaran dibidang
komoditi batubara seperti,geologi batubara, pertambangan, benefisiasi. Dalam
bidang non teknis biasanya disebabkan oleh belum sempurnanya organisasi
pemerintahan dibidang pengelolaan sumberdaya mineral, perundang undangan,
perkemhangan industri itu sendiri, dan sebagainya. Dalam hal ini Australia yang
termasuk penghasil batubara yang relatif baru memanfaatkan sistem yang ada
terutama dari Amerika Serikat yang kemudian dikembangkan dan di sesuaikan
dengan kondisi sumberdaya batubara dan kepentingan ekonominya. Di
Australia masih terdapat pendidikan dasar geologi batubara termasuk
petrografi, sedimentasi, benefisiasi, dan sebagainya yang tidak terdapat di
negara penghasil batubara lainnya. Di Indonesia tidak pernah ada pendidikan
formal geologi batubara (coal geology). Pengelolaan sumberdaya batubara
sebenarnya tidak hanya sampai pada pengetahuan kuantitas atau tonasenya
semata-mata tetapi faktor - faktor geologi, pertambangan, benefisiasi, ekonomi,
pengangkutan dan sebagainya merupakan bagian integral dari kegiatan
tersebut. Bila disajikan angka besarnya sumberdaya atau cadangan batubara
saja tanpa kriteria dan limitasi maka angka itu barangkali lebih berkonotasi
kualitatif seperti halnya untuk membedakan sumberdaya berpotensi besar dan
kecil, hal ini tidak mencerminkari arti ekonomi pada usaha pengembangan dan
pengelolaan sumberdaya batubara. Memperhitungkan sumberdaya dan
cadangan batubara secara nasional tidak akan sempurna bila ditangani oleh
satu disiplin kebumian tertentu. Hal ini disebabkan ahli ilmu kebumian (misalnya
disiplin geologi yang mencoba mengklasifikasikan sumberdaya dan cadangan
batubara pada umumnya kurang memahami ilmu ekonomi tambang,
transportasi, pemrosesan dan pemasaran, demikian juga disiplin tambang
kiranya juga kurang mendalami kondisi geologi dan lingkungan pengendapan
batubara termasuk stratigrafi sebagai titik awal untuk menilai sebaran dan ciri
pengendapan serta sebaran batubara di bawah tanah. Kondisi ekonomi akan
selalu berubah bersama waktu. Pada bagian hilir akhirnya perubahan hukum dan
perundangundangan dapat mempengaruhi bidang transportasi pemasaran, dan
lain-lain. Dengan
demikian status sumberdaya dan cadangan batubara akan ikut berubah sesuai
dengan pertumbuhan ekonomi dan perundang-undangan. Ketelitian dalam
perkiraan besarnya sumberdaya atau cadangan sebenarnya tergantung dari
tersedianya data dan tingkat kompetensi atau kepakaran pembuatnya. Sebagai
penyegar ingatan berikut ini akan dibahas terlebih dahulu tentang terminologi
dan definisi yang lazim diterapkan dalam praktek oleh suatu organisasi
pengelolaan sumberdaya batubara. Menurut World Energy Conference, (1976)
sumberdaya (resources) dan cadangan (reserves) itu didifinisikan dan dibedakan
sebagai berikut: Sumberdaya adalah jumlah kuantitas bahan mentah (raw
material) tak terbarukan (non renewable) dan terdapat dalam kerak bumi yang
mungkin dapat diekstraksikan dengan keberhasilan yang dapat dipertimbangkan
selama jangkauan pandang masa depan (jorseeable future); sebaliknya,
cadangan batubara dalam hubungan ini adalah bagian dari sumberdaya yang
telah diteliti dan dikaji dengan seksama sebagai akan dapat ditambang
berdasarkan kondisi ekonomi satu kawasan atau negara dengan tersedianya
teknologi pada saat itu. Cadangan dapat ditambang adalah bagian dari
cadangan di tempat (in place reserves) yang dapat ditambang sesuai dengan
batasan kondisi ekonomi dan teknik tersebut. Dalam penggunaan umum, istilah
sumberdaya diartikan sebagai kualitatif, misalnya sumberdaya batubara
regional diartikan untuk seluruh potensi batubara yang dimiliki oleh suatu
kawasan atau negara, seperti halnya sumberdaya alam, sumberdaya manusia,
dan sebagainya. Tetapi istilah sumberdaya dalam bidang teknis kebumian dapat
berkonotasi kuantitatif, yaitu perkiraan besarnya potensi sumberdaya batubara
yang secara teknis menunjukkan harapan untuk dapat dikembangkan setelah
dilakukan penelitian dan eksplorasi. Dengan demikian tidak seperti dalam
pengertian umum istilah cadangan dalam lingkungan komoditas mineral hanya
dapat dipakai terbatas pada endapan batubara yang telah dieksplorasi menurut
prosedur dan teknik yang telah dibakukan. Mengingat semakin pentingnya
komoditas mineral dalam percaturan ekonomi, berlandaskan pada latar belakang
geologi ekonomi, pada tahun 1972 McKelvey mengusulkan satu sistem untuk
mengklasifkasikan dan melaporkan potensi sumberdaya mineral. Konsepsinya
diterbitkan dalam majalah American Scientist dengan judul Mineral resource
estimate and public policy. Mungkin publikasi inilah yang mempopulerkan
terminologi dan kriteria baru dalam pengklasifikasian sumberdaya mineral yang
sekarang dianut oleh hampir setiap negara yang melaksanakan program
pengelolaan sumberdaya mineral dengan pembatasan dan kriterianya masing-
masing. Konsepsi McKelvey tersebut pada tahun 1976 telah diadopsikan untuk
komoditas batubara dalam bentuk publikasi gabungan U.S. Bureau of Mines dan
U.S. Geological Survey dan diterbitkan sebagai USGS Bulletin 1450-B dengan
judul Coal Resource Classification System of the U.S. Bureau of Mines and the
US. Geological Survey berikut gambar diagram, (Gambar 1). Sistem ini
menggunakan konsep dimana lapisan batubara (coal bed) itu di klasifikasikan
sesuai dengan tingkat pengamatan geologi dan keadaan ekonomi serta
perolehan hasil tambang (recovery) berdasarkan kelaikan teknologi. Dalam
diagram tersebut terlihat hubungan antara berbagai faktor yang terkait.
Sumberdaya batubara
diletakkan dalam skala mendatar dimana. makin kekiri makin tinggi keyakinan
geologinya, dan dalam skala tegak dimana makin keatas makin tinggi nilai
ekonomi dan perolehannya. Perkiraan berbagai kelas dari cadangan dan
sumberdaya batubara didasarkan pada tiga kriteria utama, yaitu: 1. Ketebalan
lapisan, tingkat (rank) dan kualitas batubara. 2. Kedalaman lapisan
batubara, dan

3. Proksimitas pengamatan data yang mendasari perhitungan


sumberdaya/cadangan. Sesuai dengan tingkat dan ketelitian eksplorasi,
biasanya cadangan diklasifikasikan berdasarkan pada jarak pengamatan atau
pengukuran terhadap geometri endapan batubara. Pengamatan dapat
dilakukan pada singkapan (out crop), pemboran, penggalian atau penambangan,
dan sebagainya yang dinyatakan secara kuantitatif, (lihat Gambar 2).

Gambar I. Diagram klasifikasi sumberdaya batubara. (Dari USBM-USGS, 1976).

Dalam bidang eksplorasi telah dimengerti dan disepakati bahwa berdasarkan


kerapatan jarak pengukuran (misalnya interval pemboran) maka cadangan
batubara diklasifikasikan (dari yang paling teliti atau paling rapat jaraknya
sampai yang kurang teliti sebagai terukur (measured), tertunjuk (indicated) dan
tereka (inferred). Untuk keperluan tertentu cadangan terukur dan tertunjuk
digabungkan menjadi} cadangan terunjuk (demonstrated reserves).
Garis singkapan yang tebal dalam Gambar 2 dimisalkan sebagai lapisan
batubara yang telah dipetakan dengan keyakinan bersinambungan (tanpa
terputus oleh struktur dan sebagainya). Endapan batubara terukur atau tonase
batubara terukur tercakup dalam radius 250 m dari pusat pengukuran
(pemboran misalnya). Jalur daerah selebar 250 m sejajar dan sepanjang
singkapan juga termasuk dalam kategori terukur. Tentunya tidak semua lapisan
batubara dapat ditambang dengan menguntungkan. Lapisan batubara tipis
yang terletak sangat dalam di bawah tanah tentunya tidak baik ditambang
dalam kemampuan teknologi sekarang atau yang dapat diperkirakan untuk masa
depan.. Di samping itu faktor struktur geologi biasanya juga mempengaruhi
kelayakan penambagan

Gambar 2. Kategori sumberdaya batubara berdasarkan pada proksimitas


data. (Dari Englund,1976). Demikian juga, menentukan nilai ekonomi endapan
batubara juga dipengaruhi juga oleh jenis dan kualitas batubara. Misalnya
batubara dengan kandungan belerang atau abu tinggi juga tidak
menguntungkan untuk di tambang. Menentukan nilai ekonomi suatu endapan
batubara melalui eksplorasi biasanya didasarkan pada beberapa faktor, seperti
ketebalan minimum, kedalaman maksimum lapisan batubara di dalam tanah
serta kandungan air (moisture content), abu dan belerang.
Di beberapa negara penghasil batubara, batasan untuk ketebalan minimum dan
kedalaman maksimum lapisan batubara dalam pengelolaan sumberdaya
batubara, masing-masing untuk black coal dan brown coal telah ditetapkan
seperti terlihat dalam Tabel 1 di halaman 8. Pada awalnya penentuan batasan
ketebalan minimum dan kedalaman maksimum ini didasarkan pada praktek
pertambangan yang sedang bajalan tanpa mempersoalkan kelayakan ekonomi
maupun teknologinya. Misalnya, pada permulaan abad ke 20 penambangan
batubara terdalam di dunia (di Belgia) mencapai kedalaman sekitar 1200 m.
Dengan demikian pada waktu itu diperkirakan bahwa penambangan batubara
dimasa mendatang akan dapat mencapai kedalaman 2000 m. Selanjutnya untuk
dapat memenuhi berbagai persyaratan maka diusulkan dua batasan; pertama,
untuk endapan batubara yang mudah ditambang ditetapkan sampai kedalaman
1000 m, dan kedua, kedalaman 2000 M dangan demikian diperkirakan akan
merupakan batas kedalaman dimana endapan batubara akan dapat ditambang
dengan teknologi modern. Demikian juga, ketebalan minimum lapisan
batubara yang ditambang di Amerika pada waktu itu adalah sekitar 3,75 m,
oleh karena itu ketebalan 3 meter dianggap sebagai ketebalan minimum untuk
memperkirakan besarnya sumberdaya batubara bertingkat tinggi. Pada waktu
yang sama juga timbul usulan persyaratan tambahan untuk membedakan
ketebalan bagi berbagai jenis batubara, misalnya untuk bituminus, minimum 60
cm dan untuk lignit, minimum 75 cm. Dalam I'abel 1 dapat dipelajari kriteria
ketebalan dan kedalaman (masing-masing untuk black coal dan brown coal)
yang diadopsi oleh World Energy Conference, (198~) sebagai pembatasan dalam
memperkirakan besarnya sumberdaya batubara dunia. Telah banyak publikasi
yang memberikan angka kisaran (range) jarak pengamatan sebagai pegangan
awal, masing-masing untuk cadangan terukur, tertunjuk dan tereka.
Menentukan kerapatan jarak pengamatan menurut keyakinan geologi
(geological assurance) biasanya didasarkan pada kondisi struktur geologi suatu
endapan. Misalnya daerah yang strukturnya kompleks (seperti terkena pengaruh
intrusi, penyesaran, pelipatan dan sebagainya) memerlukan pengamatan
dengan jarak yang lebih rapat. Sehubungan dengan kompleksnya struktur
geologi, Leo Misaqi, (1973) mengusulkan penentuan interval garis lintang dari
jarak pengamatan seperti terlihat dalam Tabe12. Table 2. Jarak pengamatan
data untuk eksplorasi batubara, (Leo Misaqi,1973). Measured Resevers Ft M
Indicated Reserves Ft M

Type of Deposit Horizontal or Gently sloping


A Uniform beds B. Fairly consistent beds C. Inconsistent beds Deposits with
simpk frrst order folding A. Uniform beds B. Fairly consistent beds C, Inconsistent
beds Deposits with complex t f lti A Uniform beds B. Rirly consistent beds -

1000 750 500 I000 1500 750 folding and 750 400

300 230 150 100 450 230 230 120

I 200 1500 1000 6000 3000 1500 1500 750

600 450 300 2000 1000 450 450 230

C. Inconsistent beds ') Grid dimension for horizontal deposits; distant between
exploratory profiles for folded and complex deposits. Berdasarkan struktur
geologi, Misaqi (1973) mengklasifikasikan endapan dan cadangan batubara
serta pendekatan eksplorasinya sebagai berikut: 1. Endapan horizontal atau
landai, berkesinambungan atau terputus-putus (lenticular) dan tidak terlipatkan,
jurus dan kemiringan tidak jelas, maka teknik eksplorasi dilakukan dengan
sistem grid bujur sangkar. 2. Endapan dengan struktur sederhana dan pelipatan
tingkat pertama, sedikit terpatahkan, jurus dari kemiringan jelas, maka
eksplorasi dengan pemboran dilakukan menurut garis lintang yang tegak lurus
memotong jurus lapisan batubara. 3. Endapan dengan struktur kompleks,
endapan terbagi-bagi dalam blok oleh sistem patahan (block faulting) dimana
jurus dan kemiringan berubah cepat, maka eksplorasi dilakukan seperti pada
endapan tipe 2, tetapi jarak antara dua garis lintang dan jarak pemboran yang
mengikuti garis lintang perlu lebih dirapatkan. Istilah cadangan yang telah
dibahas dimuka dimaksudkan sebagai cadangan di tempat (in place atau
geological reserves atau reserve base). Cadangan di tempat diartikan sebagai
jumlah batubara yang sebenarnya terdapat di bawah tanah yang telah dihitung
memenuhi persyaratan ekonomi pertambangan dalam kondisi tertentu. Telah
dibahas dimuka bahwa tidak seluruh cadangan di tempat dalam suatu daerah
secara teknis dapat ditambang berdasarkan teknologi yang tersedia. Dalam
proyek pertambangan komersial cadangan ditempat selanjutnya di evaluasi
untuk memperhitungkan berapa sebenarnya jumlah batubara yang akan dapat
dimanfaatkan melalui operasi penambangan. Dalam hal ini digunakan istilah
cadangan dapat ditambang (recoverable reserves) yang menunjukkan jumlah
batubara yang diharapkan akan dapat ditambang dengan menggunakan
teknologi pada saat penghitungan. Cadangan dapat ditambang dalam
lingkungan , tambang buka (opencut mining) pada
umumnya di perhitungkan lebih dari 90% dari cadangan ditempat, tetapi dalam
lingkungan tambang dalam (underground mining) terutama yang cukup dalam
pada umumnya dipakai faktor perolehan kurang dari 60%. Kondisi struktur
endapan,/ metoda penambangan juga memegang peranan dalam menentukan
faktor pembatas bagi endapan batubara yang mempunyai arti ekonomi. Angka
persentasi tersebut diperoleh dari pengalaman operasi tambang dan hanya
berlaku untuk tambang bersangkutan. Bila batubara dari hasil tambang akan
dijual tanpa benefisiasi seperti pencucian, pemilahan, dan sebagainya maka
seluruh perolehan tambang tersebut seluruhnya akan dapat dijual. Tetapi bila
hasil tambang tersebut terlalu kotor dan perlu di benifisiasi untuk memenuhi
permintaan pasar, maka jumlah batubara yang akan dapat dijual dikurangi oleh
faktor benefisiasi. Faktor ini sebagian ditentukan oleh kualitas batubara itu
sendiri dan sebagian oleh spesifikasi batubara yang akan dijual sesuai dengan
permintaan pembeli. Bilamana data pencucian dan spesifikasi sudah dapat
ditentukan maka akan dapat diperkirakan besarnya cadangan dapat dijual
(saleable reserves), yang menyatakan nilai ekonomis sebenarnya dari endapan
itu.

Di bawah ini diberikan contoh Ditempat Dapat ditambang Dihasilkan Dapat dijual

Ton 1.000.000 900.000 765.000 612.000

Hilang Geologi 10% Penambangan 15% Persiapan 20% Jumlah 38,8%

Perolehan 90% 85% 80% 61,2%


Konsep pengklasifikasian sumberdaya batubara yang melibatkan kriteria
ekonomi pertambangan tersebut dapat di visualisasikan dalam Gambar

3. Gambar 3. Faktor variabel dalam pengelolaan sumberdaya batubara. (Dari


Ward, 1984). Seluruh blok dalam gambar itu dimisalkan sebagai besarnya
sumberdaya batubara national atau besarnya sumberdaya dalam satu mandala
geologi (geological province) atau besarnya sumberdaya satu endapan. Dalam
blok sumberdaya itu terdapat bagian cadangan dimana telah dilakukan
eksplorasi yang membuktikan bahwa endapan batubara dalam bagian (daerah)
itu akan menguntungkan bila ditambang. Dalam blok cadangan ini terdapat 6
blok sesuai dengan kategorinya. Daerah di luar blok cadangan terbagi menjadi
daerah sumberdaya sub-ekonomis dan tidak ekonomis. Setiap blot kategori
dapat berubah statusnya sesuai dengan perubahan harga pasar, biaya
penambangan, atau bilamana ada penambahan data eksplorasi. Dari parameter
kualitas juga perlu dipertimbangkan batas maksimum kandungan abu di dalam
batubara untuk dapat ditambang sebesar 30%, tetapi hal itu tergantung dari
untuk keperluan apa batubara itu ditambang, persyaratan dari pemakai akan
menentukan batas kandungan abu. Dewasa ini di Amerika Serikat dengan
teknik benefisiasi sudah lebih maju, maka batas maksimum kandungan abu
dalam batubara yang ekonomis untuk ditambang adalah sekitar 33%.
Kriteria untuk memperhitungkan besarnya sumberdaya dan cadangan batubara
diberlakukan untuk masing-masing tingkat perhitungan, baik untuk sumberdaya
yang diketahui (identified resources) maupun yang masih belum ditemukan
(undiscovered resources) seperti dapat dipelajari dari tabel 3. Pada prakteknya
kandungan abu dan belerang sebagian dipengaruhi oleh metoda pencontohan
(sampling practice) batubara. Dalam pengelolaan sumberdaya batubara
nasional juga diperlukan pedoman untuk pencontohan batubara. Misalnya
sisipan (parting) batuan dengan ketebalan kurang dari 10 cm didalam lapisan
batubara tidak perlu dipisahkan dari pencontohan (sampling), karena dalam
praktek sisipan batuan setipis itu tidak terpisahkan dalam proses penambangan.
Demikian juga tentang metoda dan ketelitian analisa kualitas, analisa petrografi,
penyiapan contoh (sample preparation), dan sebagainya sangat perlu untuk
dibakukan, (Swanson and Huffman Jr., 1976). Pencontohan yang dibakukan akan
menghasilkan angka cadangan yang seragam pula. Dalam pembahasan dimuka
kiranya dapat difahami bahwa kelas cadangan bagi suatu endapan batubara
mengandung pengertian mempunyai kualitas dan kedudukan atau posisi dapat
diusahakan secara ekonomis berdasarkan penilaian tingkat teknologi dan
keadaan pasaran pada saat perhitungan sampai jangkauan pandang masa
depan. Dalam banyak hal terdapat sejumlah endapan batubara yang pada saat
ini tidak menguntungkan untuk diusahakan , tetapi kemungkinan akan dapat
ditambang dimasa depan bila teknologi dan perkembangan ekonomi
memungkinkannya, dan status endapan batubara semacam ini perlu di-
klasifikasikan secara terpisah, misalnya kedalam kelas sumberdayanya hanya
kecil saja. Ada juga endapan batubara yang kemudian diketahui sebagai tidak
mempunyai nilai ekonomi, misalnya terbukti terlalu tipis atau bermutu terlalu
buruk atau mengandung elemen pengotor berlebihan sehingga teknologi apapun
tidak akan dapat membantu meningkatkan nilai ekonominya, (sumberdaya
nonekonomis). Sistem McKelvey tersebut pada tahun 1983 telah dikembangkan
lebih lanjut oleh U.S. Geological Survey dengan lebih merinci dengan definisi dan
kriteria yang lebih terarah dengan format klasifikasi untuk pelaporan seperti
terlihat dalam gambar 4. Terminologi dasarnya juga mengalami perubahan yang
bagi negara penghasil batubara baru nampak sangat berlebihan untuk diikuti.
Misalnya cadangan itu sekarang di definisikan hanya untuk banyaknya (tonase)
batubara yang akan dapat ditambang. Jadi istilah cadangan yang akan dapat
ditambang (extractable atau recoverable reserves) menjadi berlebihan
(redundant) atau istilah cadangan ekonomis tidak perlu dipakai karena cadangan
itu sudah mengandung arti mempunyai nilai ekonomi. Istilah reserves base
sebenarnya dimaksudkan sebagai cadangan ditempat (in situ reserves)
sebagaimana diusulkan oleh McKelvey, (1976), tetapi cadangan ditempat yang
ditingkatkan menjadi cadangan harus diperhitungkan sebagai tidak termasuk
batubara yang terlalu tipis atau terletak terlalu dalam sebagaimana di tetapkan
dalam Tabel 2, kecuali cadangan tersebut saat ini sedang ditambang.
Setelah berpengalaman puluhan tahun dan sempurnanya pemetaan geologi
bersistem dapatlah disusun satu pedoman umum bagi menentukan proximitas
untuk kerapatan data bagi masimg-masing kategori sumberdaya dan cadangan.
Tabe1 3 adalah pedoman untuk pengklasifikasian sumberdaya batubara
berdasarkan pada ketebalan dan kedalaman 1apisan batubara yang dipakai
dalam lingkungan US Department of Interior. Pelaporan akhirnya diringkaskan
sesuai dengan format gambar. Gambar 4 seperti diberikan di halaman 14.
Kriteria dalam tabel tersebut hanya berlaku bagi endapan batubara yang akan
dapat ditambang secara ekonomis. Sebagai contoh lapisan batubara (antrasit
dan bituminus) yang berketebalan kurang dari 35 cm dan batubara sub
bituminus dan lignit yang berketebalan kurang dari 75 cm dan semua batubara
yang terpendam lebih dari 1.800 m tidak di ikutkan dalam sistem ini. Demikian
juga batubara yang mengandung abu lebih dari 33% tidak dimasukkan dalam
perhitungan, baik untuk klas cadangan maupun untuk sumberdaya. Dengan
demikian jelas bahwa baik perhitungan sumberdaya ataupun cadangan
batubara itu tidak lain adalah persoalan ekonomi yang berkaitan langsung
dengan teknologi pertambangan.

Tabe1 3. Kriteria untuk klasifikasi sumberdaya batubara yang dianut oleh


U.S.G.S, (Wood, et a1,1983) Depth Thicknesss (m) (m) Identified and
undiscovered resources. Anthracite and bituminous coal 0.35 Subbituminous coal
and lignite 0.75 Reserve base and infenrd nsrrvr bate Anthracite and bituminous
coal Subbitumiuous coal and lignite Reserves, marginal reserves, and inferred
reserves: (Criteria same as reserve base and inferred reserve base but with
factors based on engineering and economic analysis applied) Subeconomic
resources: Anthracite and bituminous coal Subbituminous coal Lignite 0.70
>1.50

0-300 0-1,000 100-1,800 D-150

0,35-0.70 0-75-1,50 >0.75 >0.75


III. SUMBERDAYA BATUBARA INDONESIA 111.1 LATAR BELAKANG DAN KRITERIA
YANG DITERAPKAN Dari pengetahuan geologi batubara yang setapak lebih maju
serta bila diperhatikan luasnya sebaran formasi pengandung batubara, kiranya
cukup alasan untuk menyebutkan sangat berpotensinya sumberdaya batubara
Indonesia terutama di kawasan Indonesia bagian barat. Namun demikian
kenyataannya masih cukup sulit memperhitungkan berapa besar sebenarnya
jumlah seluruhnya sumberdaya batubara nasional dengan keyakinan yang
memadai. Hal ini antara lain disebabkan belum meratanya pemetaan geologi
sistem terhadap formasi pengandung batubara dan belum adanya badan atau
organisasi yang ditugasi bertanggung jawab pada pengelolaan sumberdaya.
mineral, khususnya batubara. Tulisan dan publikasi yang menyangkut
cadangan batubara Indonesia . setelah dibukanya Kontrak Karya di Kalimantan
Timur telah banyak ditulis, antara lain oleh A. Prijono, (1986), Soehandojo,
(1989) dan Sutisnawinata, (1990). Ketiga penulis ini juga menerapkan konsep
McKelvey, tetapi masukan datanya yang dihimpun sejak dari
eksplorasi oleh Shell Mijnbouw di Sumatra Selatan sampai dengan data
eksplorasi terinci dari para kontraktor asing di Kalimantan Timur tampak tidak
konsisten kriterianya. Faktor kualitas dan jenis batubaranya juga tidak
dipertimbangkan. Semua perhitungan sumberdaya dan cadangan batubara
dewasa ini nampaknya mengadopsi konsep McKelvey tanpa memperhatikan
persyaratan-persyaratan yang perlu diikuti termasuk tidak jelasnya kriteria dasar
yang dipakai, seperti ketelitian data eksplorasi, kelayakan ekonomi, keyakinan
geologi dan sebagainya. Sebagai akibatnya timbul angka yang berbeda untuk
satu endapan yang sama. Hal ini cukup mengganggu pengkompilasian besarnya
angka sumberdaya dalam suatu mandala apalagi bila sampai pada perhitungan
sumberdaya tingkat nasional. Tanpa kriteria yang dibakukan kiranya tidak
mungkin untuk mengklasifikasikan sumberdaya batubara. Dari sinilah dirasakan
perlunya penyeragaman menyeluruh dalam usaha pengelolaan sumberdaya
batubara secara nasional. Pada tahun 1978 Shell melaporkan jumlah
sumberdaya batubara di cekungan Sumatra Selatan sebanyak 5 milyard m3
yang dihitung sampai pada kedalaman 50 m di bawah permukaan tanah, (lihat
Tabel 7). Dua per tiga dari jumlah tersebut diperkirakan mengandung air
(moisture) antara 50-60%, (Shell Mijnbouw,1978). Bila angka sumberdaya ini
diperhitungkan sampai pada kedalaman 100 m di bawah tanah dan dikalikan
dengan berat jenis batubara (perkalian berat jenis ini tidak pernah ditulis oleh
Shell) maka akan didapatkan jumlah sumberdaya sekitar 15 milyard ton.
Demikianlah yang selama ini dikompilasikan oleh para penulis terdahulu. Bila
diteliti lebih lanjut maka jumlah sumberdaya tersebut sebetulnya sudah
termasuk sumberdaya/cadangan tereka sampai terukur dari beberapa endapan
lignit, seperti Muaratiga, Arahan, Suban Jeriji, Bangko, Musirawas dan
sebagainya. Angka 15 milyard ton tersebut oleh para penulis terdahulu masih
dicantumkan dalam publikasinya, sedangkan data eksplorasi baru dengan
tingkat kelas cadangan lebih tinggi, (Kin Hill-Otto Gold, 1986; Hardjono, 1989)
ditambahkan tanpa meninjau kembali angka hipotetis dari Shell tahun 1978.
Akibatnya timbul penjumlahan yang berlebihan. Seperti telah disinggung di
muka, pada garis besarnya batubara Indonesia terdiri dari 2 jenis, yaitu jenis
lignit atau brown coal dan jenis sub bituminus. Terdapat pula batubara jenis
antrasit, bituminus dan kokas, tetapi dalam jumlah yang dewasa ini diketahui
sangat sedikit. Dari bidang geologi pengelompokkan tersebut sebenarnya
didasarkan (secara kebetulan) pada gabungan umur dan kualitasnya. Kelompok
yang lebih tua berumur Eosen ( ±50 juta tahun) yang diendapkan dalam periode
transgresi laut. Batubara Eosen ini umumnya berjenis sub bituminus sampai
bituminus, seperti endapan batubara Kalimantan Timur, Tenggara, Tengah dan
Kalimantan Barat, Sumatra Tengah dan daerah Pegunungan Tigapuluh (di
daerah Jambi). Kelompok endapan batubara yang relatif lebih muda berumur
Miosen Tengah Akhir, (± 40 juta tahun) diendapkan dalam periode regresi laut
dalam cekungan busur belakang yang stabil. Kelompok muda ini umumnya
berjenis lignit (brown coal). Jenis batubara ini sangat melimpah seperti di
Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sumatra Selatan dan Meulaboh (Sumatra
Utara). Di kubah Airlaya (Bukit Asam) dan sekitarnya jenis batubara ini
meningkat kualitasnya menjadi sub bituminus sampai antrasit akibat dari
pengaruh terobosan (intrusi) batuan beku andesit.
Dewasa ini diketahui tidak terdapat lagi batubara berkualitas cukup tinggi
semacam itu di Sumatra yang dapat dikembangkan secara besar-besaran seperti
di Airlaya, tetapi harapan besar masih terdapat di Kalimantan Timur/Tenggara
diluar daerah-daerah Kontrak Karya. Dalam jangka panjang dimasa-masa
mendatang tumpuhan energi listrik Indonesia tentu akan terletak pada
batubara jenis lignit. Untuk itu pengelolaan sumberdaya batubara jenis ini
beserta penguasaan teknologi pemanfaatannya perlu lebih mendapatkan
perhatian. Dalam Peta sebaran batubara dan gambut yang melengkapi
publikasi ini dapat dipelajari bahwa formasi batubara Paleogen (berwarna
coklat) tersebar dalam zona tektonik yang relatif lebih intensif sehingga pada
umumnya endapan batubara kelompok ini banyak terlipat dan terpatahkan
yang disatu sisi dapat meningkatkan mutunya (rank) tetapi dilain sisi sebaliknya
secara ekonomis mehgurangi jumlah cadangan yang dapat ditambang termasuk
bertambahnya faktor kesulitan penambangannya, kecuali sebagian endapan
batubara di daerah Kalimantan Timur yang meskipun umurnya relatif lebih
muda tetapi mempunyai tingkat (rank) yang lebih baik karena pengaruh gradien
geotermal disana yang relatif lebih rapat. Dari bahasan singkat diatas kiranya
dapat dimengerti bahwa mencari endapan batubara sesuai dengan yang
diinginkan itu tidak terlalu sukar karena prinsip jalur-jalur sebarannya sudah
diketahui, memperhitungkan potensi sumberdaya sehubungan dengan nilai
ekonominya memerlukan usaha dan kepakaran tersendiri. Mencari potensi
batubara yang cukup berarti di Indonesia bagian timur khususnya di Sulawesi
dan Maluku kiranya hampir tidak mungkin karena disamping faktor tektonis
sejarah geologi di kawasan tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh siklus
pengendapan taut (marine) yang tidak memungkinkan terjadinya pengendapan
batubara sebagaimana telah terjadi di Indonesia bagian barat. Di Sulaswei
sumberdaya subekonomis mungkin masih dapat diharapkan terdapat di daerah
Todongkurah yang -berumur Eosen. Batubara disini bekualitas baik kecuali
kadar belerang yang terlihat agak tinggi karena ditingkatkan mutunya oleh
intrusi batuan beku sienit, tetapi mutu dan ketebalannya cepat berubah dalam
jarak yang relatif dekat. Pengusahannya mungkin masih dapat dilakukan dengan
cara penambangan dalam (underground mining). Di Irian Jaya endapan
batubara lignit berumur Miosen yang cukup berpotensi ditemukan di
Kecamatan Sorong/Salawati, Kabupaten Sorong (daerah Kepala Burung) dalam
Formasi Klasaman yang berumur Pliosen (Neogen Muda). Di daerah Salawati
ditemukan salah satu lapisan batubara berketebalan 1,90 m dengan
kemiringan sekitar 10° atau kurang. Perkiraan sementara jumlah sumberdaya
batubara disini lebih dari 70 juta ton dengan kadar air total antara 30 sampai
40 %, kadar abu antara 1-8% clan nilai kalori antara 5000 -.5835 kcal/kg. Lokasi
endapa.n batubara Salawati sangat dekat dengan taut, (Selat Sele). Pertamina
beroperasi di daerah Klamono (sebelah timur Salawati) untuk menambang
minyak dalam Formasi Klamogun yang terletak dibawah Formasi Klasaman: Dari
sejarah perkembangan perbatubaraan, kiranya kita masih muda pengalaman di
bidang pengelolaan sumberdaya batubara nasional. Sejak berpaling kembali ke
komoditas batubara pada permulaan tahun tujuh puluhan kita telah mengalami
perkembangan produksi batubara yang cukup pesat. Saat ini telah terkumpul
banyak data, laporan dan keahlian/pengalaman yang tersebar terutama
dalam:organisasi
pemerintahan dan Perguruan Tinggi dan di beberapa perusahaan swasta. Bila
semuanya itu dapat dihimpun tentulah akan menjadi aset pertama dalam usaha
pengelolaan sumberdaya nasional. Organisasi profesional seperti IAGI dan IMA
dapat berperan dalam merintis usaha ini. Sudah banyak perorangan atau
mereka yang terkait dengan jabatannya mencoba merintis dan membahas
masaiah pengembangan batubara, tetapi bila sampai pada memperkirakan
besarnya potensi sumberdaya batubara nasional terlihat belum terkuasainya
berbagai masalah teknis pokok perbatubaraan yang diperlukan untuk melandasi
pokok permasalahan dalam kebijakan pengembangan sumberdaya batubara.
Setiap pemerkira besarnya sumberdaya batubara akan memberikan angka
yang berbeda-beda sesuai dengan argumentasinya masing-masing. Angka
sumberdaya yang paling representatif tidak akan dapat ditemui sebelum ada
kriteria yang dapat disepakati untuk membatasi berbagai argumentasi dan
pendapat. Dengan menyimak kriteria yang telah dibakukan oleh negara-negara
penghasil batubara yang telah maju, publikasi ini mencoba merintis dengan
menyajikan perkiraan besarnya sumberdaya dan cadangan batubara nasional
berdasarkan kriteria yang diusulkan oleh World Energy Conference dengan
contoh penerapan evaluasi geostatistik dari data ekpslorasi endapan batubara
di daerah Musirawas, Sumatra Selatan. Masih banyaknya daerah endapan
batubara dan formasi pengandung batubara yang belum dipetakan dengan.
cukup teliti maka angka perkiraan besarnya sumberdaya yang termasuk dalam
kategori hipotetis kiranya masih terlalu lemah. Di samping perlu dibakukannya
kriteria kuantitatif yang didasarkan pada tingkatan penyelidikan/ eksplorasi
seperti dibahas dalam Bab II. Dalam memperkirakan besarnya endapan
batubara kiranya perlu dipertimbangkan pula kriteria kualitas, seperti
kandungan air (moisture), nilai panas (calorific value), dan nilai reflektan dari
maseral vitrinit dalam batubara. Pada umumnya batas antara batubara
bituminus dan sub bituminus terletak pada kandungan air (moisture) sekitar 10%
(adb) dan reflektan vitrinit 0.6%, sedangkan antara lignit dan gambut pada
kandungan air 70%. Bila hendak memperhitungkan jumlah sumberdaya atau
cadangan untuk satu mandala ataupun pada tingkat nasional, seyogyanya kedua
jenis batubara utama tersebut perlu dimasukkan sebagai unsur dalam
klasifikasi sumberdaya atau cadangannya, sedangkan endapan batubara
dengan jumlah cadangan sangat sedikit tetapi kenyataannya pada saat ini
sedang ditambang, maka cadangan semacam ini dikategorikan sebagai
cadangan sub ekonomis, sebagaimana banyak dilakukan oleh pengusaha swasta
nasional, misalnya endapan batubara di Bengkulu. Berhubung belum ada
kesepakatan dalam pemakaian parameter, kriteria, pembakuan istilah dan
sebagainya maka sekian banyak tulisan tentang sumberdaya dan cadangan
batubara Indonesia timbul perbedaan yang mendasar, tidak saja dalam
jumlahnya, melainkan juga cara mengklasifikasikannya. Para penulis tersebut
mencoba mengadopsikan konsep pengelolaan sumberdaya batubara (coal
resource assesment) tetapi belum mendalami atau tidak mengikuti batasan yang
ditentukan dalam konsep yang diikutinya. Pada umumnya para penulis
menerapkan konsep yang diusulkan McKelvey, (1976) karena tidak ingin
memakai konsep lama (Proven, Probable, Possible reserves) yang secara ekslusif
dahulu hanya diterapkan untuk cadangan (bukan
sumberdaya) dalam lingkungan tambang. Oleh karena itu angka sumberdaya
atau cadangan yang diperhitungkan seseorang baik untuk satu daerah atau
mandala geologi maupun yang mencakup seluruh negara dapat berbeda berlipat
kali dari perkiraan orang lain. Hal ini antara lain disebabkan oleh masukan data
cadangan/sumberdaya dari lapordn-laporan eksplorasi yang tidak lengkap atau
tidak jelas kriterianya ataupun mungkin keliru mengklasifikasikannya. Konsep-
konsep yang diusulkan dari pelbagai negara penghasil batubara yang sudah
berpengalaman tentunya juga tidak universal sifatnya dan secara ekslusif hanya
berlaku di negara masing-masing karena perbedaan kondisi ekonomi, hukum
dan teknologi. Tetapi batasan-batasan dari kriteria dan parameternya perlu
dipelajari dan bilamana perlu dapat diadopsi dan atau disesuaikan (sebagaimana
ditempuh oleh negara penghasil batubara baru seperti Australia, India, dan
sebagainya). Selanjutnya diusahakan kesepakatan dari semua pihak yang
berkepentingan termasuk pemerintah, pengusaha pertambangan, industri
pemakai batubara, dan sebagainya. Perkiraan besarnya sumberdaya dan
cadangan batubara untuk bahan masukan pemanfaatannya dalam kaitannya
dengan kebijaksanaan energi yang cukup handal sebenarnya kurang sempurna
bila hanya dilakukan oleh seorang yang mewakili satu disiplin keilmuan.
Memperhitungkan potensi sumberdaya batubara nasional yang dicerminkan
oleh besarnya angka sumberdaya yang digunakan sebagai dasar
pengembangarinya sebaiknya dilakukan oleh satu team yang mewakili pelbagai
disiplin keilmuan seperti pertambangan, geologi batubara, ekonomi, teknologi,
pengangkutan, dan sebagainya. Untuk itu diperlukan pemrakarsa dan koordinasi
dari instansi-instansi pemerintahan yang mempunyai tugas dan fungsi
pengelolaan sumberdaya batubara. Faktor lain yang perlu di pertimbangkan
adalah bahwa pada kenyataannya, banyak tambang batubara yang sanggup
beroperasi dalam kondisi yang menurut parameter teknologi yang sedang
berlaku, kualitas dan ekonominya dapat dikatakan sebagai tidak/kurang
menguntungkan (sumberdaya sub ekonomis) dalam kurun waktu yang dapat
diterima oleh perhitungan ekonomi pertambangan. Berhubung belum seragam
tingkat pemetaan khususnya untuk formasi pengandung batubara maka usaha
untuk memperkirakan besarnya sumberdaya batubara yang belum diketahui
sebaran geologinya (undiscovered resources) termasuk batasan untuk
sumberdaya hipotetis masih belum dapat sempurna. Bagian inilah yang rawan
dalam masalah pengelolaan sumberdaya batubara, karena hanya satu disiplin
kebumian tertentu dan berlatar belakang penerapan geologi regional yang
sanggup membuat rekaan dan prediksi sesuai dengan yang dikehendaki oleh
konsep McKelvey. Ini adalah salah satu kelemahan dalam kompilasi sumberdaya
dalam publikasi ini sebagaimana dibahas di awal Bab II ini.
Gambar 5. Klasifikasi sumberdaya batubara Indonesia menurut sistem
McKelvey.

11.1.2. Kompilasi Sumberdaya Batubara Indonesia Tabel 7 (4 halaman) adalah


ringkasan dari kompilasi yang dihimpun dari berbagai ragam sumber dan
laporan. Nomor yang tertulis dalam kolom 1, disesuaikan dengan nomor lokasi
dalam Peta Lampiran Sebaran Sumberdaya Batubara dan Gambut di Indonesia
(skala 1:5.000.000). Penulis tidak menganggap hasil kompilasinya ini sebagai
teliti dan benar karena sumber data yang dihimpun sangat tidak seragam dalam
pengklasifikasiannya seperti yang disyaratkan oleh sistem McKelvey. Dalam
kompilasi ini penulis mengharap tidak dipersoalkan benar atau tidaknya angka-
angka penggabungan kelas cadangan/sumberdaya, melainkan mencoba
menyusun kembali berdasarkan kriteria dan batasan yang dibahas dalam Bab II
dengan menerapkan perkiraan klasifikasinya dan membedakan cadangan untuk
batubara sub bituminus dan lignit berdasarkan kandungan air yang sudah
diterima di kalangan perbatubaraan internasional. Bila angka angka cadangan
dan sumberdaya tersebut di masukkan dalam diagram McKelvey maka hasilnva
dapat di lihat dalam Gambar 5. Sayangnya sistem ini tidak membedakan jenis
batubara. Dengan tersusunnya kembali tabel sumberdaya batubara Indonesia
ini tentunya akan timbul permasalahan dan pendapat lain. demi keberhasilan
usaha pengelolaan sumberdaya batubara Indonesia, koreksi terhadap perkiraan
kategori dan klasifikasi sumberdaya sangat diharapkan. 11.2 Geostatistik untuk
status cadangan batubara Memperhitungkan sumberdaya atau cadangan
batubara itu sangat sederhana dibandingkan dengan mineral lain. Hal ini pada
dasarnya disebabkan oleh
kesederhanaan geometri endapan batubara terutama yang telah di deliniasi
oleh kegiatan eksnlorasi. Tetapi evaluasi sumberdaya batubara dalam lingkup
pengelolaan

sumberdaya (resource management) memerlukan tindak tambahan sehubungan


dengan ketelitian pelaporan eksplorasi. Penilaian suatu cadangan batubara
yang dilaporkan oleh penulisnya dapat dilakukan dengan beberapa metoda
sesuai dengan tingkat eksplorasinya, seperti metoda poligon, isopah,
penampangan melintang dan sebagainya. Dengan metoda poligon atau metoda
konvensional lainnya dianggap bahwa ketebalan lapisan batubara dalam satu
blok atau poligon biasanya cukup diwakili oleh satu data ketebalan lapisan
batubara seperti dari hasil pemboran atau pengukuran singkapan. Karena
kesederhanaan geometri lapisan atau endapan batubara dan pertimbangan
harga batubara biasanya metoda konvensional ini cukup dapat diterima. Tetapi
untuk lapisan batubara yang tidak merata ketebalanannya (inconsistent bed)
keterbatasan data ketebalan ini akan menghasilkan kesalahan cukup besar yang
seimbang dengan besarnya eksagerasi yang dibuat oleh tenaga eksplorasi.
Itesalahan perhitungan yang terlalu besar tanpa penilaian lebih lanjut dapat
menyebabkan kekeliruan dalam penentuan langkah pengembangan selanjutnya.
Salah satu penilaian terhadap berapa besarnya kesalahan perhitungan cadangan
adalah penerapan metoda geostatistik linier. Dalam geostatistik linier, estimasi
untuk satu blok (poligon) cadangan ditentukan sebagai.berikut: Misalkan ingin
diketahui ketebalan lapisan batubara dalam Blok ABCD yang akan diestimasi
didasarkan pada 9 data yang terdapat dalam blok itu sendiri dan juga yang
terdapat dalam blok sekitarnya. Dianggap bahwa ketebalan lapisan batubara
ke segala arah adalah isotrop (yang ditunjukkan oleh hasil perhitungan
variogram). Jika: al = bobot untuk titik 1 a2 = bobot untuk titik 2, 3, 4, 5 a3 =
bobot untuk titik 6, 7, 8, 9 maka ketebalan lapisan batubara dalam blok ABCD
adalah dimana ai = bobot untuk titik ke i,
zi = nilai ketebalan lapisan batubara pada titik ke i. Suatu metoda estimasi
yang baik jika memenuhi kriteria: Estimasi tak bias = E (Z-Z*) = 0 Varians
estimasi = E (Z-Z*)2 harus minimal dimana: Z* = nilai estimasi Z = nilai
sebenarnya yang tidak diketahui pada saat dilakukan estimasi. Dalam
penghitungan cadangan batubara dengan metoda konvensional, ketebalan
lapisan batubara dalam setiap blok (poligon) dianggap sama dengan ketebalan
lapisan batubara yang ditembus oleh satu pemboran dalam blok tersebut,
Untuk lapisan batubara yang bervariasi (inconsistent bed) tentunya anggapan
ini tidak tepat. Berikut ini akan dikaji endapan batubara di daerah Musirawas,
Sumatra Selatan, (Hardjono dan S.Ilyas, 1989). Endapan batubara Sungaimalam
termasuk dalam cekungan Sumatra Selatan yang berumur Miosen Akhir, terdiri
dari beberapa lapisan (multi seam) dan berkualitas lignit, (lihat Gambar 6).

Gambar 6. Peta perhitungan cadangan batubara Seam IV Musirawas. Salah satu


lapisannya dinamakan Seam Malam atau Seam IV mempunyai ketebalan rata-
rata 28 meter. Singkapan seam ini membentang dengan arah utaraselatan
sepanjang 6 km dengan kemiringan sekitar 10° ke arah barat. Seam ini telah
diuji oleh lebih dari 12 pemboran inti dan dipetakan dengan skala 1:10.000.
Cadangan dari seam ini saja dilaporkan oleh penulisnya adalah sekitar 291 juta
ton (lihat Tabel 7) dan diklasifikasikan sebagai terukur berdasarkan keyakinan
pada konsistensi lapisan, sisipan dan kualitasnya.
1. Variogram ketebalan lapisan batubara Variogram adalah satu metoda
pengukuran dengan cara kuantitatif dari suatu variabel regional yang dianalisis.
Dengan variogram dapat ditentukan bagaimana variabilitas dari ketebalan
lapisan batubara ke segala arah, apakah ada gejala isotropi atau anisotropi.
Gejala ini sebenarnya adalah suatu nilai kuantitatif dari genesa pengendapan
batubara di daerah yang dianalisis.. Dalam metoda geostatistik untuk menguji
cadangan batubara, terlebih dahulu harus ditentukan variogram ketebalan
batubara dengan rumus: z(x) = rilai variabel ketebalan lapisan batubara
pada koordinat (x), h = vektor antara (x) dan (x+h), N(h) = jumlah pasangan
yang mungkin pada jarak h. 2. Perhitungan cadangan batubara Sungalmalam
dengan metoda Krigging Ketebalan batubara dalam setiap blok (poligon)
dihitung dengan menggunakan rumus (1). Dengan rumus ini penentuan nilai ai
dilakukan dengan persamaan krigging sebagai berikut: dimana: [Gij] = matriks
variogram antar titik data pengamatan (misalnya pemboran) [ai] = bobot untuk
data pengamatan ke - i [Giv] = matriks variogram dari tiap data ke blok estimasi
V (ABCD, untuk 2D) Dari persamaan (3) akan terjadi persamaan matrik berikut:

Dari persamaan (4) tampak bahwa nilai bobot untuk tiap titik data ditentukan
oleh - variabilitas antar data (Gij), variabilitas antara data dengan blok yang
diestimasi (GiV), luas blok yang diestimasi (V), koefisien Lagrange (u)

3. Perbandingan hasii perhitungan


Blok-blok (poligon) yang diestimasi dan titik bor yang mempengaruhinya terlihat
pada Gambar 6. Dari hasil perhitungan, variogram ketebalan lapisan batubara
pada arah U - S, yang jumlah pasangan titik-titik pemboran lebih banyak
dibandingkan dengan arah B - T, akan tampak bahwa kontinuitas ketebalan
lapisan batubara cukup baik, mulai jarak h = 500 m. Tetapi untuk jarak h 6000
cal/gr,), kandungan sulfur rendah tetapi ada yang sampai 1 % ,Kandungan
moisture yang tinggi dengan tak terpisahkan dibanding batubara Paleogene.
Pada Cekungan Kutai lapisan batubara terbentuk pada lingkungan delta dari
Formasi Balikpapan dan Pulau Balang pada Miosen, pada Miosen akhir pada
Formasi Balikpapan 19 lapisan batubara teridentifikasi dengan susunan interval
ketebalan 500 m (Leeuwen, 1988).

Bukin D, Nining S.N dan A.C. Cook, (2000), dalam Coalification of Indonesian
Coal, menyebutkan bahwa : Dalam tabel karakteristik cekungan batubara di
Indonesia Cekungan Kutai Kalimantan Timur berumur Miosen dengan tipe
cekungan Continental Margin dengan Formasi pembawa batubara adalah
Formasi Pulau Balang dan Balikpapan dengan lingkungan pengendapan Fluvial
Deltaic dan jumlah sumber daya 8,484.11 juta ton tertambang.
Supriatna S, A.Fatah Y, Muta’alim, (1995), dalam buku Teknologi Pertambangan
Di Indonesia, menyebutkan bahwa : Pada wilayah BBE terdapat dua formasi
pembawa batubara, yaitu Formasi pulau Balang da Balikpapan yang diendapkan
pada periode Miosen Tengah sampai dengan Miosen atas, endapan batubara
yang terdapat di dalam Formasi Balikpapan menyebar dari selatan-utara dengan
kemiringan barat-barat daya (berkisar 21°-25°). Struktur geologi yang dijumpai
adalah perlipatan dan sesar naik.

Horne, (1978), dalam kutipan Kuncoro, (1996) pada buku Model Pengendapan
Batubara Untuk Menunjang Eksplorasi dan Perencanaan Penambangan,
menyebutkan bahwa : Berdasarkan karakteristik lingkungan pengendapan
batubara, maka dapat dibagi atas : 1) Lingkungan back barrier : lapisan
batubaranya tipis, pola sebarannya memanjang sejajar sistem penghalang atau
sejajar jurus perlapisan, bentuk lapisan melembar karena dipengaruhi tidal
channel setelah pengendapan atau bersamaan dengan proses pengendapan. 2)
Lingkungan lower delta plain : lapisan batubaranya tipis, pola sebarannya
umumnya sepanjang channel atau jurus pengendapan, bentuk lapisan ditandai
oleh hadirnya splitting oleh endapan creavase splay, tersebar meluas cenderung
memanjang jurus pengendapan , tetapi kemenerusan secara lateral sering
terpotong channel bentuk lapisan batubara 3) Lingkungan transitional lower
delta plain : lapisan batubaranya tebal , Ditandai oleh perkembangan rawa yang
ekstensif. Lapisan batubara tersebar meluas dengan kecenderungan agak
memanjang sejajar dengan jurus pengendapan. Splitting juga berkembang
akibat channel

kontemporer dan washout oleh aktivitas channel subsekuen. 4) Lingkungan


upper delta plain – fluvial : lapisan batubaranya tebal, lapisan batubara
terbentuk sebagai tubuh-tubuh pod-shaped pada bagian bawah dari dataran
limpah banjir yang berbatasan dengan channel sungai
bermeander. Sebarannya meluas cenderung memanjang sejajar kemiringan
pengendapan, tetapi kemenerusan secara lateral sering terpotong channel atau
sedikit yang menerus, bentuk batubara ditandai hadirnya splitting akibat channel
kontemporer dan washout oleh channel subsekuen. Berdasarkan kendali
lingkungan pengendapannya, maka lingkungan back barrier dan lower delta
plain cenderung tipis batubaranya. Sebaliknya pada lingkungan transitional
lower delta plain dan upper delta plain-fluvial,lapisan batubaranya relatif tebal.

Menurut Kuncoro (1996) Perbedaan pada berbagai metoda perhitungan


cadangan dan kalaupun ada perbedaan hanya berupa sedikit modifikasi dari
sesuatu yang sangat urnum. Pada prinsipnya, metode perhitungan cadangan
harus dapat menghitung dengan cepat, dipercaya, dan mudah dilakukan cek
ulang. Perbedaan dari berbagai metoda perhitungan cadangan biasanya
dibedakan menurut penentuan perhitungannya yang dipisahkan menjadi bagian-
bagian atau blok. Hal ini didasarkan oleh faktor struktur geologi, ketebalan,
kadar, nilai ekonomi,. kedalaman, dan lapisan penutup. Oleh karena itu, dalam
pemilihan metode tergantung pada kondisi geologi endapan mineral, sistem
eksplorasi, penambangan, dan faktor ekonomi. MAKNA PERHITUNGAN
CADANGAN Usaha untuk menentukan kualitas, kuantitas, dan kemampuan
menghasilkan endapan mineral yang mempunyai nilai ekonomis. Adalah tidak
mungkin melaksanakan usaha penambangan (seperti efisiensi pada pengolahan
dari produktivitas kerja penambangan), tanpa adanya perhitungan cadangan
yang akurat. Oleh karena itu, hasil perhitungan. cadangan perlu diketahui secara
baik dan benar karena hasilnya untuk tujuan pada: 1. Tahap eksplorasi,
menentukan: - evaluasi pada akhir setiap tahap eksplorasi, - perencanaan
pengembangan atau perluasan eksplorasi, - sebaran kualitas dan sekaligus
kuantitas, - keputusan mendirikan usaha pertambangan, - perencanaan
eksploitasi
2. Tahap eksploitasi, menentukan: - produksi dan umur tambang, - metode
pengolahan dan perancangan pabrik, -peralatan tambang - kebutuhan
permodalan (investasi), -Jumlah dan spesifikasi tenaga kerja -kendali kualitas,
-pemasaran, - perhitungan pajak, -analisa penyusutan atau pertambahan
cadangan dan kendali penambangan (mining control), - alasan operasi
penambangan dihentikan dan memberikan gambaran cadangan yang tertinggal.

Kriteria pemilihan metode perhitungan cadangan Pada prinsipnya kriteria


pernilihan metode perhitungan cadangan tergantung kepada 1. Kondisi geologi
endapan mineral Pemahaman pengetahuan geologi suatu endapan mineral
adalah pen ting untuk ukuran, bentuk, sebaran, kemenerusan, dan kadar . atau
kualitas 2. M.etode eksplorasi Ada beberapa pilihan metode eksplorasi yang
biasa dilakukan, antara lain secara acak, grid, dan lintasan cross section. 3.
Kelengkapan dan tingkat kepercayaan data Kelengkapan dan kepercayaan data
eksplorasi, tergantung dari sistem dan metode eksplorasi, serta kemampuan
personil. Oleh karena itu, pemanfaatan maksimal semua data faktual hasil
eksplorasi adalah sangat penting. Apabila perencanaan eksplorasi tidak baik dan
eksplorasi dilaksanakan secara berlebihan, maka akan berakibat pada kelebihan
data yang tidak diperlukan. 4. Tujuan dan tahapan kegiatan
Jika perhitungan cadangan hasilnya dipelukan segera dan masih bersifat awal
untuk perkiraan secara umum, rnaka metode sederhana dapat dipergunakan
karena tidak memerlukan peta-peta khusus. Apabila perhitungan cadangan
untuk tujuan perancangan tambang, maka diperlukan perhitungan yang lebih
lengkap dengan memperhatikan sistem penairibangan yang akan digunakan.

5. Tingkat ketelitian Tingkat ketelitian adalah derajat kebenaran yang


dikehendaki dan tergantung kepada sistem eksplorasi, yaitu: -Jenis dan
kerapatan pengambilan contoh. -Penentuan ketepatan data dari sudut pandang
geologi, bentuk geometri tubuh endapan mineral, macam pola sebaran, faktor-
faktor kesalahan, dan kategori cadangan.

KESALAHAN DALAM PERHITUNGAN CADANGAN Kesalahan dalam


perhitungancadangan dapatdibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: 1. Kesalahan
interpretasi Kesalahan Interpretasi sering disebut dengan kesalahan analogi dan
kesalahan ini sangat tergantung pada pengalaman ahli geologi eksplorasi.
Semua ini di sebabkan karena hipotesa yang diyakini mengenai: -kejadian dari
endapan mineral, -anggapan adanya kesamaan kondisi geologi terhadap
endapan yang lain, -anggapan atau interpretasi perubahan yang seragam dari
unsur-unsur dasar, -kemenerusan tubuh endapan mineral sepanjang jurus dan
kedalamannya. 2. Kesalahan teknis Biasanya terjadi karena kurang
sempurnanya alat dan teknik yang digunakan untuk menentukan semua
variabel. Kesalahan harus dikoreksi untuk menghindari kenaikan atau
pernurunan nilai, karena kesalahan
variabel akan mempengaruhi perhitungan batas suatu tubuh endapan mineral
dan berakibat pada kesalahan ukuran dan nilai cadangan endapan mineral. 3.
Kesalahan analitis Kesalahan analitis terjadi akibat kesalahan pembagian blok
yang tidak seimbang sesuai hukum rata-rata, sehingga berakibat pada
kesalahan perhitungan cadangan.

Oleh karena itu, cadangan yang dapat dipercaya bergantung kepada: 1.


Kebenaran dan kelengkapan pengetahuart dari geologist dalam mempelajari
endapan mineral. 2. Kepadatan data dapat dipercaya sebagai data dasar. 3.
Dapat sebagai asurnsi untuk mempelajari variabel dalam melakukan
interpretasi. 4. Sesuai dengan metode matematik yang digunakan. PARAMETER
PERHITUNGANCADANGAN Parameter perhitungan cadangan suatu endapan
mineral meliputi: 1. Tebal Ketebalan dapat diukur antara lain dari data
pemboran, pengukuran langsung, perhitungan skala pada peta, penampang,
atau logging. Pada kegiatan penambangan, ketebalan diukur langsung dari
tempat endapan mineral tersebut diternukan. Untuk batubara periu
memperhatikan roof, floor, parting, cara mengukur tebal. 2. Luas Meliputi luas
vertikal maupun horisontal dan pengukuran luas dapat dilakukan secara
langsung maupun tak langsung: - Langsung, yaitu; a) Planimeter Minimal
dilakukan 2 kali dengan arah yang berlawanan dan hasil pembacaan yang dapat
diterima bila variasi pembacaan di bawah.2% dari rata~
rata. b)Template • po!a bujursangkar, setiap bujursangkar mempunyai nilai
satuan luas tertentu, • pola titik, setiap titik merupakan pusat dari suatu luasan
tertentu yang sama Jaraknya, • pola garis sejajar, merupakan ukuran luas yang
sama dari garisgaris sejajar yang dibandingkan dengan skala. c) Perhitungan
geometri Bentuk-bentuk tidak beraturan dibagi menjadi beberapa bentuk
geometri sederhana, misal segitiga, bujur sangkar, persegi empat, dan
trapesium. - Tidak langsung Dihitung dari data survai, misal dengan metoda
koordinat. Pada batubara, korelasi adalah proses yang sangat penting dalam
penentuan luas sebaran batubara. 3. Kadar . .

Penentuan kadar suatu endapan mineral merupakan kegiatan yang kritis dan
penting, sehingga memerlukan banyak pertimbangan karena kandungan kadar
suatu endapan mineral tidak selalu sama. Di dalam perhitungan cadangan
dipergunakan perhitungan kadar rata-rata dari endapan mineral dan hasil
perhitungan rata-rata yang diperoleh dibandingkan dengan cut offgrade yang
berlaku.

Untuk menghitung kadar rata-rata endapan mineral, nnemerlukan beberapa


pertimbangan pembobotan.antara lain: - Metode aritmatik sederhana atau rata-
rata perhitungan.yaitu dengan anggapan seluruh blok mempunyai faktor luas,
ketebalan dan SG (specific gravity) yang sama. - Pembobotan tebal (rata-rata
ketebalan), yaitu dengan anggapan seluruh
. blok mempunyai faktor luas dan SG yang sama. - Pembobotan luas (rata-rata
luas), yaitu dengan anggapan seluruh blok mempunyai faktor ketebalan dan SG
yang tetap tetapi faktor luas yang berbeda. - Pembobotan volume (rata-rata
volume), yaitu dengan anggapan seluruh blok mempunyai faktor SG yang sama.
- Pembobotan tonase (rata-rata berat), yaitu dengan anggapan bahwa kadar dan
SG pada suatu blok berbeda. 4. Berat Berat dalam setiap satuan volume suatu
endapan mineral banyak digunakan dalam perhitungan cadangan. Oleh karena
itu, perhitungan volume dan perubahan dari volume ke tonase dengan
memperhatikan SG-nya perlu mendapat perhatian. Perhitungan faktor-faktor
berat tersebut diatas dapat ditentukan dari hasil analisa di laboratorium atau
dari penambangan percobaan.

ME TODA PERHITUNGAN CADANGAN Telah banyak dikernukakan mengenai


berbagai metoda perhitungan cadangan dan kalaupun ada perbedaan hanya
berupa sedikit modifikasi dari sesuatu yang sangat urnum. Pada prinsipnya,
metode perhitungan cadangan harus dapat menghitung dengan cepat,
dipercaya, dan mudah dilakukan cek ulang Perbedaan dari berbagai metoda
perhitungan cadangan biasanya dibedakan menurut penentuan perhitungannya
yang dipisahkan menjadi bagian-bagian atau blok. Hal ini didasarkan oleh faktor
struktur geologi, ketebalan, kadar. nilai ekonomi,. kedalaman, dan lapisan
penutup. Oleh karena itu, dalam pemilihan metode tergantung pada kondisi
geologi endapan mineral, sistem eksplorasi, penambangan, dan faktor ekonomi.
Metode Geological Blocks Metoda ini telah lama dikembangkan oleh para ahli,
dimana blok geologi digambarkan pada sebuah peta dari hasil interpretesi data
eksplorasi. Batas blok geologi terutama berdasarkan pada prinsip-prinsip geologi
yaitu:
- batas sebaran alamiah seperti sesar dan singkapan endapan mineral di
permukaan, pelapukan atau oksidasi, - variasi ketebalan atau kadar, - dapat pula
ditambahkan pertimbangan faktor morfologi, kedalaman, metoda penambangan
yang akan ditetapkan, kemungkinan pemanfaatan, dan batas konsesi
administratif.

Prosedur metode ini relatif sederhana, yaitu: - m.embatasi sebaran endapan


mineral, - membagi ke dalam blok-blok geologi, - diukur luas area setiap blok
dan dikoreksi faktor kesalahan pengukuran, - dihitung nilai rata-rata ketebalan,
kemudian tentukan volumenya, - dengan memperhatikan faktor SG, maka dapat
ditentukan beratnya. Metode blok geologi banyak dipakai karena dapat
diterapkan pada berbagai jenis endapan mineral dan pada bermacam sistem
eksplorasi yang sedang dilaksanakan. Gabungan metode ini dengan metode
cross section sering digunakan untuk perhitungan cadangan. Meskipun
ketepatan perhitungan cadangan tergantung pada jenis endapan mineral, jumlah
blok, dan kerapatan data, tetapi faktor subyektif geologist (personal
interpretation) lebih berperan dibandingkan dengan pengamatan obyektif
kondisi geologi maupun hasil pengambilan contoh.

Metode cross section atau geological section Metode ini membagi tubuh
endapan ke dalam blok-blok dengan konstruksi penampang geologi pada
interval-interval sepanjang garis melintang atau paaa level yang berbeda sesuai
kerja eksplorasi . Interval penampang dapat sama atau bervariasi sesuai dengan
keadaan geologi dari persyaratan penambangan.
Berdasarkan pada cara konstruksi blok, maka ada 2 modifikasi metode cross
section, yaitu 1. Metode standard (a gradual change method) Berdasarkan pada
kaidah perubahan berangsur. Setiap blok bagian dalam dibatasi oleh dua
penampang dan batas samping yang tidak beraturan. Pada bagian tepi blok
terdiri dari satu penampang dengan Batas samping yang tidak rata. Penampang
dapat sejajar. tidak sejajar. vertikal,horisontal atau miring. 2. Metode linier (a
step change) Berdasarkan kaidah titik-titik terdekat. Setiap blok dibatasi oleh
satu penampang dan mempunyai. panjang yang sama dengan jarak setengah
dengan bagian yang berdampingan. Metode ini cocok untuk perhitungan
cadangan pada endapan placer. .

Keuntungan metode cross section dapat menggambarkan keadaan geologi


endapan mineral, prosedurnya cepat, dan sederhana, tetapi menuntut analisa
bentuk dan ukuran penampang guna menentukan rumus yang tepat. Metode ini
merupakan pilihan yang tepat untuk endapan mineral ysng seragam, sering pula
pada endapan yang berbentuk perlapisan atau endapan placer.

Metode polygon Metode ini menggunakan bentuk prisma poligon , perbedaannya


dengan metode blok geologi adalah jika faktor geometrik blok tidak
diperhitungkan Metode ini lebih didasarkan pada anggapan teoritis daripada
pertimbangan geologi maupun penambangannya. Oleh karena itu, masih
memerlukan suatu perencanaan yang tepat serta penampang memanjang
karena belum memberikan gambaran bentuk tubuh endapan mineral serta
perubahan variabel pada masing-masing blok. Metode ini disebut juga metode
area of influence, caranya: - Batas perluasan tiap lubang bor adalah setengah
jaraknya diantara garis vang menghubungkan dua lubang bor terdekat.
Masing-masing luas poligon ditentukan oleh kadar dan tebal dari lubang bor
disamping-sampingnya dalam satu poligon. - Selanjutnya masing-masing
cadangan dalam poligon dapat ditentukan .tonasenya. Dalam penerapannya
faktor-faktor kadar, tebal. dan berat dipertimbangkan secara konstan pada tiap-
tiap blok dengan sistem eksplorasi pola grid. Penerapan terbaik metode poligon
apabila digunakan untuk perhitungan cadangan endapan mineral yang tabular,
misal batubara, mangan, fosfat, endapan placer, vein yang tebal, lensa
berukuran besar, dan stock.

EVALUASI METODE PERHITUNGAN CADANGAN KLASIK Secara garis besar metode


perhitungan cadangan dapat dibagi menjadi metode klasik (metode geometris,
poligon, dan sectional), metode geostatistik, dan metode pembobotan jarak
(distance weighting methods). Pembahasan di atas termasuk ke dalam kategori
perhitungan cadangan klasik yang merupakan metode tertua dan umum
digunakan di dalam industri pertambangan yang melibatkan faktor: - penafsiran
geologi, - penambangan cadangan dengan kadar tinggi, - penetapan daerah
pengaruh dari suatu contoh, - pembobotan assay berdasarkan luas atau volume.
Keuntungannya: - mudah diterapkan dan mudah dikomunikasikan serta
dipahami. - mudah diterapkan pada semua jenis endapan mineral. - dapat
disesuaikan dengan mudah. Kelemahannya - Bila diinginkan kadar yang tinggi
pada volume yang besar, metode .ini sering menghasilkan kesalahan perkiraan.
Perhitungan. Oleh karena itu, dalam dunia pertambangari yang di tambang
biasanya adalah cadangan yang berkadar tinggi dengan luas poligon yang
tertentu (dibatasi). Kesalahan akan menjadi sangat besar bila metode ini
diterapkan secara tidak hati-hati.
. - Penentuan bobot (weighting) berdasarkan luas areal atau volume tidak eksak
dan secara matematis tidak optimal. - diasumsikan bahwa kandungan dalam
suatu poligon adalah konstan, Untuk jenis endapan tertentu seperti tembaga
porfir yang terpencar-pencar, maka asunisi ini tidak benar dan bukan merupakan
bentuk penaksiran lokal terbaik.

11.6.2Metodegeostatistik Merupakan suatu metode pemulusan yang melibatkan


langkah-langkah sebagai berikut; - pembuatan variogram, pemilihan model
untuk variogram tersebut, - penggunaan variogram untuk menentukan search
area penentuan kadar Keuntungan: Secara teontis, hasil optimal perhitungan
matematis bisa didapat. Kelemahan: ..

Perhitungannya jauh lebih rumit dibanding metode klasik. - Pada tahap studi
kelayakan, data yang tersedia untuk membuat variogram terbatas dan hampir
tidak mungkin untuk dibuatkan variogram yang baik Dalam semua kasus hanya
pure nugget effect yang dihasilkan (karena kurangnya data dari pemboran),
sehingga pembuatan model berdasarkan data ini masih menjadi persoalan bagi
ahli geologi eksplorasi dan ahli pertambangan. - Konsep pemulusan dapat salah,
sebab ada beberapa endapan mineral yang pemulusannya dapat merugikan.
Untuk endapan mineral seperti ini ada area yang kadarnya tinggi dan rendah.
Kontak geologi memainkan peranan penting, karena itu perlu ditangani secara
khusus. - Metode geostatistik tidak menentukan adanya logam, tetapi hanya
mengalokasikan kembali endapan bijih dengan memperkecil batas kadar yang
layak untuk ditambang, tetapi kandungan bijih tidak berubah
Metode pembobotan jarak Keuntungan: Cepet dan mudah diterapkan dengan
menggunakan komputer

Parameter geometri lapisan batubara Menurut Jeremic (1985), parameter


geometri lapisan batubara berdasarkan hubungan dengan dapatnya suatu
lapisan batubara ditambang dan kestabilan lapisannya meliputi : 1.Ketebalan
lapisan batubara : (a) sangat tipis, apabila tebalnya 25 m. 2.Kemiringan lapisan
batubara : (a) lapisan horizontal (b) lapisan landai, bila kemiringannya 5700
kalori/gram (dry mineral matter free).
4.2 Tahap Eksplorasi Eksplorasi batu bara umumnya dilaksanakan melalui empat
tahap, survei tinjau, prospeksi, eksplorasi pendahuluan dan eksplorasi rinci.
Tujuan penyelidikan geologi ini adalah untuk mengidentifikasi keterdapatan,
keberadaan, ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas, serta kualitas suatu endapan
batu bara sebagai dasar analisis/kajian kemungkinan dilakukannya investasi.
Tahap penyelidikan tersebut menentukan tingkat keyakinan geologi dan kelas
sumber daya batubara yang dihasilkan. 4.2.1 Survei Tinjau (Reconnaissance)
Survei tinjau merupakan tahap eksplorasi Batu bara yang paling awal dengan
tujuan mengidentifikasi daerah-daerah yang secara geologis mengandung
endapan batubara yang berpotensi untuk diselidiki lebih 1anjut serta
mengumpulkan informasi tentang kondisi geografi, tata guna lahan, dan
kesampaian daerah. Kegiatannya, antara lain, studi geologi regional, penafsiran
penginderaan jauh, metode tidak langsung lainnya, serta inspeksi lapangan
pendahuluan yang menggunakan peta dasar dengan skala sekurang-kurang nya
1:100.000. 4.2.2 Prospeksi (Prospecting) Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk
membatasi daerah sebaran endapan yang akan menjadi sasaran eksplorasi
selanjutnya. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, di antaranya, pemetaan
geologi dengan skala minimal 1:50.000, pengukuran penampang stratigrafi,
pembuatan paritan, pembuatan sumuran, pemboran uji (scout drilling),
pencontohan dan analisis. Metode tidak langsung, seperti penyelidikan geofisika,
dapat dilaksanakan apabila dianggap perlu. 4.2.3 Eksplorasi Pendahuluan
(Preliminary Exploration) Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui
kuantitas dan kualitas serta gambaran awal bentuk tiga-dimensi endapan batu
bara. Kegiatan yang dilakukan antara lain, pemetaan geologi dengan skala
minimal 1:10.000, pemetaan topografi, pemboran dengan jarak yang sesuai
dengan kondisi geologinya, penarnpangan (logging) geofisika, pembuatan
sumuran/paritan uji, dan pencontohan yang andal. Pengkajian awal geoteknik
dan geohidrologi mulai dapat dilakukan.

4.2.4 Eksplorasi Rinci (Detailed Exploration) Tahap eksplorasi ini dimaksudkan


untuk mengetahui kuantitas clan kualitas serta bentuk tiga-dimensi endapan
batu bara. Kegiatan yang harus dilakukan adalah pemetaan geologi dan
topografi dengan skala minimal 1:2.000, pemboran, dan
pencontohan yang dilakukan dengan jarak yang sesuai dengan kondisi
geologinya, penampangan (logging) geofisika, pengkajian geohidrologi, dan
geoteknik. Pada tahap ini perlu dilakukan pencontohan batuan, batubara dan
lainnya yang dipandang perlu sebagai bahan pengkajian lingkungan yang
berkaitan denqan rencana kegiatan penambangan 4.3 Tipe Endapan Batubara
dan Kondisi Geologi 4.3.1 Tipe Endapan Batu bara Secara umum endapan batu
bara utama di Indonesia terdapat dalam tipe endapan batu bara Ombilin,
Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan Bengkulu. Tipe endapan batu bara
tersebut masing-masing memiliki karakteristik tersendiri sebagai cerminan dari
sejarah tektonik dan/atau proses sedimentasinya.

4.3.2 Kondisi Geologi Berdasarkan tingkat pengaruh tektonik dan proses


sedimentasinya, karakteristik geologi tersebut dapat dikelompokkan menjadi
tiga kelompok utama : Kelompok geologi sederhana, kelompok geologi moderat,
dan kelompok geologi kornpleks. Uraian tentang batasan umum untuk
masingmasing kelompok tersebut beserta tipe lokalitasnya adalah sebagai
berikut, sedangkan ringkasannya diperlihatkan pada tabel 1. 4.3.2.1 Kelompok
geologi sederhana Endapan batu bara dalam kelompok ini umumnya tidak
dipengaruhi ofeh aktivitas tektonik, seperti sesar, lipatan, dan intrusi. Lapisan
batu bara pada umumnya landai, menerus secara lateral sampai ribuan meter,
hampir tidak mempunyai percabangan. Ketebalan lapisan, batu bara secara
lateral dan kualitasnya tidak memperlihatkan variasi yang berarti. Contoh jenis
kelompok ini, antara lain, di lapangan Bangko Selatan dan Muara Tiga Besar
(Sumatera Selatan), Senakin Barat (Kalimantan Selatan), dan Cerenti (Riau).
4.3.2.2 Kelompok Geologi Moderat Keadaan geologi endapan batu bara dalam
kelompok ini sampai tingkat tertentu telah mengalami pengaruh deformasi
tektonik. Sesar dan lipatan tidak banyak, beg:tu pula pergeseran dan perlipatan
yang diakibatkannya relatif sedang. Pada heberapa tempat intrusi batuan beku
mempengaruhi struktur lapisan dan kualitas batubaranya. Kelompok ini dicirikan
pula oleh kemiringan lapisan dan variasi ketebalan lateral yang sedang serta
berkembangnya percabangan lapisan batu bara, namun sebarannya masih
dapat diikuti sampai ratusan meter. Endapan batu bara kelompok ini terdapat
antara lain di daerah
Senakin, Formasi Tanjung (Kalsel), Loa Janan-Loa Kulu, Petanggis (Kaltim), Suban
dan Air Laya (Sumsel), serta Gunung Batu Besar (Kalsel). 4.3.2.3 Kelompok
Geologi Kompleks 'Keadaan geologi endapan batu bara pada kelompok ini
umumnya telah mengalami deformasi tektonik yang intensif. Sesar maupun
pembalikan (overturned) umum dijumpai dan sifatnya rapat. Pergeseran dan
perlipatan yang ditimbulkan oleh aktivitas tektonik menjadikan lapisan batubara
sukar dikorelasikan. Perlipatan yang kuat juga mengakibatkan kemiringan
lapisan yang terjal. Sebaran lapisan batu bara secara lateral terbatas dan hanya
dapat diikuti sampai puluhan meter. Endapan batubara dari kelompok ini, antara
lain, diketemukan di Ambakiang, Formasi Warukin, Ninian, Belahing dan Upau
(Kalimantan Selatan), Sawahluhung (Sumatera Barat), daerah Air Kotok
(Bengkulu), Bojongmanik (Jabar), serta daerah batubara yang mengalami ubahan
intrusi batuan beku di Bunian Utara (Sumsel). 4.4 Kelas Sumberdaya dan
Cadangan 4.4.1 Sumber daya Batu bara hipotetik (Hypothetical coal resource)
adalah jumlah Batu bara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah
penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat
yang ditetapkan untuk tahap survei tinjau. 4.4.2 Sumber daya Batu bara tereka
(Inferred coal resource), adalah jumlah batu bara di daerah penyelidikan atau
bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang
memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap prospeksi. 4.4.3 Sumber
daya Batu bara tertunjuk (Indicated coal resource) adalah jumlah batu bara di
daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung
berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap
eksploitasi pendahuluan. 4.4.4 Sumber daya Batu bara terukur (Measured coal
resource) adalah jumlah batu bara di daerah penyelidikan atau bagian dari
daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-
syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi rinci. 4.4.5 Cadangan Batu bara
terkira (Probable coal reserve) adalah sumber daya Batu bara tertunjuk dan
sebagian sumberdaya batubara terukur, tetapi berdasarkan kajian kelayakan
semua faktor yang terkait telah terpenuhi sehingga penambangan dapat
dilakukan secara layak. 4.4.6 Cadangan Batu bara terbukti (Proved coal reserve),
adalah sumberdaya batubara terukur yang berdasarkan kajian kelayakan semua
faktor yang terkait telah terpenuhi sehingga penambangan dapat dilakukan
secara layak.
5.Dasar Klasifikasi

Klasifikasi sumber daya dan cadangan batu bara didasarkan pada tingkat
keyakinan geologi dan kajian kelayakan. Pengelompokan tersebut mengandung
dua aspek yaitu aspek geologi dan aspek ekonomi.

5.1 Aspek Geologi

Berdasarkan tingkat keyakinan geologi, sumber daya terukur harus mempunyai


tingkat keyakinan yang lebih besar dibandingkan dengan sumber daya tertunjuk,
begitu pula sumber daya tertunjuk harus mempunyai tingkat keyakinan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan sumber daya tereka. sumber daya terukur dan
tertunjuk dapat ditingkatkan menjadi cadangan terkira dan terbukti apabila telah
memenuhi kriteria layak (tabel 2).

Tingkat keyakinan geologi tersebut secara kuantitatif dicerminkan oleh jarak titik
informasi (singkapan, lubang bor) dan toleransi kesalahan. 5.2 Aspek Ekonomi
Ketebalan minimal lapisan batu bara yang dapat ditambang dan ketebalan
maksimal "dirt parting" atau lapisan pengotor yang tidak dapat dipisahkan pada
saat ditambang yang menyebabkan kualitas batu baranya menurun karena
kandungan abunya meningkat, merupakan beberapa unsur yang terkait dengan
aspek ekonomi dan perlu diperhatikan dalam menggolongkan sumber daya batu
bara. 6 Persvaratan
6.1 Persyaratan yang Berhubungan dengan Aspek Geologi Persyaratan jarak titik
informasi untuk setiap kondisi geologi dan kelas sumber dayanya diperlihatkan
pada tabel 3. 6.2 Persyaratan yang Berhubungan dengan Aspek Ekonomi Batu
bara jenis Batu bara cokelat (brown coal) menunjukkan kandungan panas yang
relatif lebih rendah dibandingkan dengan batubara jenis batubara keras (hard
coal), karena pada hakikatnya kandungan panas merupakan parameter utama
kualitas batubara, persyaratan batas minimal ketebalan batu bara yang dapat
ditambang dan batas maksimal lapisan pengotor yang tidak dapat dipisahkan
pada saat ditambang untuk batubara jenis batubara cokelat (brown coal) dan
batubara jenis batubara keras (hard) akan menunjukan angka yang berbeda.
Persyaratan tersebut diperlihatkan pada tabel 4.

Tabel 4 PERSYARATAN KUANTITAF KETEBALAN BATUBARA DAN LAPISAN


PENGOTOR LAPISAN

PERINGKAT BATU BARA K E T E B A L A N (m) Batu Bara Cokelat (Brown CoaL) •


Lapisan batu bara minimal (m) > 1,00 Batu Bara Keras (Hard Coal) > 0,40 ,

• Lapisan pengotor (m)

< 0,30

< 0,30

7 Pelaporan Supaya data sumber daya dan cadangan dapat dimengerti dengan
baik dan mudah oleh pihak-pihak yang berkepentingan, perlu adanya sistem
pelaporan yang baku. Laporan ini menggambarkan status terakhir mengenai
sumberdaya dan cadangan batu bara secara rinci dan akurat dan disarikan
seperti pada tabel 5.
Laporan hasil kegiatan penyelidikan sumber daya dan cadangan batu bara ini
disimpan di instansi/lembaga yang ditunjuk

8 Pengujian a. Pengujian kelas sumberdaya dan cadanyan batubara dilakukan


terhadap terpenuhinya persyaratan yang telah ditentukan b. Panitia/lembaga
penguji merupakan tim yang dibentuk oleh instansi yang berwenang untuk
tujuan itu. Anggota Panitia/lembaga yang ditunjuk terdiri atas para ahli yang
berkompeten dan berpengalaman di bidangnya.
9.4.

COAL RESOURCES

9.4. BATUBARA SUMBER DAYA

9.4.1. BY AREA 9.4.1. DENGAN AREA

Table 1 shows estimates of coal resources by island over time. It can be seen
that perceived resources have generally been increasing due to increased
exploration. Although resource figures can increase due to exploration, it is
important to remember that they can also decrease, it additional drilling shows
that seams that were previously thought to be continuous Shows zones of
thinning or of decreased quality. Tabel 1 perkiraan pertunjukan sumber daya
batubara [oleh/dengan] pulau dari waktu ke waktu. [Itu] dapat dilihat sumber
daya [yang] dirasa itu sudah biasanya meningkat(kan) dalam kaitan dengan
explorasi ditingkatkan. Walaupun sumber daya figur dapat meningkat/kan dalam
kaitan dengan explorasi, adalah penting untuk ingat bahwa mereka dapat juga
ber/kurang, [itu] pengeboran tambahan menunjukkan klem pelipit itu yang
sebelumnya dipikirkan untuk;menjadi pertunjukan berlanjut Zone pengenceran
atau berkurang mutu.
Table 2 shows reserves data divided into provinces and by level of confidence in
the existence of' the resources. Resources to the left of' the table have a higher
confidence associated with their existence than those categories to the right.
Tabel 2 data cadangan pertunjukan dibagi menjadi provinsi dan oleh tingkat
kepercayaan di (dalam) keberadaan' sumber daya [itu]. Sumber daya di sebelah
kiri' [tabel;meja] mempunyai suatu yang lebih tinggi kepercayaan dihubungkan
dengan keberadaan mereka dibanding kategori itu di sebelah kanan.

Resources in Sumatera total about 15 billion (25 thousand million) tonnes of


which less than 3 billion tonnes are proved up to a stage suitable lor the
establishment of a mine. The majority of the Sumateran coal resources are in
South Sumatera with less than one billion tonnes of resources in Central
Sumatera proved tip to a high level of confidence. It follows that most of the
resources in Sumatera are in the Probable and Possible categories and, again,
these are dominantly in South and Central Sumatera. Bengkulu Province contains
a number of important but small mines but does not have a large resource base.
Sumber daya di (dalam) Sumatera total sekitar 15 milyar (Am.) ( 25 ribu juta) ton
[di/yang mana] kurang dari 3 milyar (Am.) ton dibuktikan sampai kepada suatu
langkah Tuhan pantas [adalah] penetapan suatu tambang/ranjau/aku. Mayoritas
Dari Sumateran

batubara sumber daya adalah di (dalam) Selatan Sumatera dengan kurang dari
satu milyar (Am.) ton sumber daya di (dalam) Sumatera Pusat membuktikan
ujung/persenan sangat tingkat kepercayaan. [Itu] mengikuti bahwa kebanyakan
dari sumber daya di
(dalam) Sumatera adalah di (dalam) kategori [yang] Mungkin dan Yang mungkin
dan, lagi, ini secara dominan di (dalam) Selatan dan Sumatera Pusat. Bengkulu
Provinsi berisi sejumlah penting tetapi tambang/ranjau/aku kecil tetapi tidak
mempunyai suatu sumber daya dasar besar.

Within Kalimantan, the main areas in terms of' coal resources are in South
Kalimantan and East Kalimantan. Due to extensive drilling in South and East
Kalimantan, resources listed are more heavily biased to the Potential category
than those of Sumatera with much tonnages listed for the other categories being
only about two to three times those in the Potential category. This reflects
exploration of known deposits but may not fully reflect the potential for
discovery of new deposits. In East Kalimantan, Potential resources are listed as
less than I billion tonnes but probable resources exceed 2.5 billion tonnes. Di
dalam Kalimantan, area yang utama dalam kaitan dengan' sumber daya
batubara adalah di (dalam) Selatan Kalimantan dan Timur Kalimantan. Dalam
kaitan dengan pengeboran luas di (dalam) dan Selatan Timur Kalimantan,
sumber daya yang yang didaftarkan jadilah lebih dengan berat dibiaskan kepada
potensi Kategori dibanding perihal Sumatera dengan banyak tonase mendaftar
untuk kategori [yang] yang lain yang sedang hanya sekitar dua [bagi/kepada]
tiga kali mereka yang potensi Kategori. Ini mencerminkan explorasi [dari;ttg]
deposito dikenal tetapi tidak boleh secara penuh mencerminkan potensi untuk
penemuan [dari;ttg] deposito baru. Di (dalam) Timur
Kalimantan, potensi Sumber daya didaftarkan dari [ketika;seperti] kurang dari
aku milyar (Am.) ton tetapi sumber daya mungkin melebihi 2.5 milyar (Am.) ton.

Some coal is present in Central and East Kalimantan but has not been
extensively explored although SDM and a private company are understood to
have done some exploration near Silantek in West Kalimantan, Beberapa
batubara adalah kehadiran Yang pusat dan Timur Kalimantan tetapi belum
secara ekstensif menyelidiki walaupun SDM dan suatu perusahaan pribadi
dipahami untuk telah perbuat beberapa explorasi dekat Silantek di (dalam) Barat
Kalimantan,

Jawa has some small coalfields but the total resources are small and coal
production from Jawa is never likely to provide more than a small proportion of
the demand from that island. Sulawesi has larger resources but exploration there
has not been systematic to the same extent as has occurred in Sumatera and
Kalimantan. Interest in coals from Irian Jaya has so far been small but there may
be potential for larger discoveries. However, it is unlikely that the Irian coalfields
will ever rival those of Sumatera or Kalimantan in terms of overall importance.
Jawa mempunyai beberapa kecil coalfields tetapi total sumber daya adalah kecil
dan produksi batubara dari Jawa tidak pernah mungkin untuk menyediakan lebih
dari suatu proporsi [yang] kecil [menyangkut] permintaan dari pulau itu.
Sulawesi mempunyai sumber daya lebih besar tetapi explorasi [di/ke] sana
belum sistematis kepada luas yang
sama [sebagai/ketika] telah terjadi di (dalam) Sumatera dan Kalimantan. Tarik
akan batubara dari Jaya Irian telah sejauh ini kecil tetapi mungkin ada [yang]
potensial untuk penemuan lebih besar. Bagaimanapun, [itu] tidak mungkin
[bahwa/yang] Irian coalfields akan pernah menyaingi perihal Sumatera atau
Kalimantan dalam kaitan dengan keseluruhan arti penting.

in terms of total resources, South Sumatera is the dominant area with about 72%
of the total estimated resources for Indonesia. Kalimantan is the second most
important area with 27.5% of the estimated resources relatively evenly divided
between South and East Kalimantan. dalam kaitan dengan total sumber daya,
Selatan Sumatera menjadi area yang dominan dengan sekitar 72% tentang total
sumber daya diperkirakan untuk Indonesia. Kalimantan menjadi area paling
utama yang kedua dengan 27.5% tentang sumber daya yang

diperkirakan [yang] secara relatif datar membagi antar[a] dan Selatan Timur
Kalimantan.

9.4.2. BY QUALITY 9.4.2. DENGAN MUTU

Typical analyses for some of the major coalfields are given in Table 3. Some data
on ash analyses are included in Table 4.
Analisa khas untuk sebagian dari yang utama coalfields disampaikan dalam
Tabel 3. Beberapa data pada [atas] pohon dengan kayu keras analisa adalah
tercakup di Tabel 4.

As noted above, the largest resources are in South Sumatera. Apart from near
the intrusions at Bukit Asam, most of the coals are low in rank (Figure 15). Ash
yields from the South Sumatera coals are moderate to low. Many of the coals are
prone to spontaneous combustion and this increases the difficulties associated
with long distance transport or long term storage of the coals. It is possible that
away from the zone of influence from the intrusions, the regional rank may prove
to be significantly lower than the areas currently the subject of large scale
mining. This may require a long term review of the ways in which the South
Sumatera coals are used. Seperti dicatat di atas, sumber daya yang paling besar
adalah di (dalam) Selatan Sumatera. Terlepas dari dekat penggangguan pada
Bukit Asam, kebanyakan dari batubara adalah rendah di (dalam) ranking
( Gambar 15). Pohon dengan kayu keras menghasilkan dari Selatan [itu]
Sumatera batubara adalah moderat ke rendah. Banyak dari batubara cenderung
akan pembakaran secara spontan dan peningkatan ini [adalah] berbagai
kesulitan dihubungkan dengan pengangkutan interlokal atau

[gudang/penyimpanan] [yang] jangka panjang [menyangkut] batubara [itu].


Adalah mungkin yang [men]jauh dari zone pengaruh dari penggangguan,
ranking yang regional boleh membuktikan untuk;menjadi dengan mantap lebih
rendah dari area [yang] sekarang ini pokok pekerjaan tambang besar-besaran.
Ini boleh memerlukan suatu tinjauan ulang
[yang] jangka panjang [menyangkut] tatacara di mana Selatan [itu] Sumatera
batubara digunakan.

An indication of the quality differences close to the intrusions is given by the


data in Table 5. Suban mine is close to an intrusion, the other samples are taken
from areas further away from of the metamorphic halo, It is commonly assumed
that Airlaya mine is free from the effects of the intrusion but Figure 15 shows
that there may still be some effects from intrusions even in this area. Suatu
indikasi [menyangkut] perbedaan mutu dekat dengan penggangguan diberi oleh
data di (dalam) Tabel 5. Suban tambang/ranjau/aku adalah dekat dengan suatu
penggangguan, contoh yang lain diambil dari area lebih lanjut [men]jauh dari

[menyangkut] lingkaran cahaya yang metamorphic, [Itu] biasanya mengira


bahwa Airlaya tambang/ranjau/aku bebas dari efek dari penggangguan tetapi
Gambar 15 pertunjukan yang [di/ke] sana boleh tetap beberapa efek dari
penggangguan bahkan di area ini.

Sulphur contents are uniformly low in the South Sumatera coals. They appear to
have been deposited well away from marine influence, belerang [Muatan/Indeks]
yang berpakaian seragam rendah di (dalam) Selatan [itu] Sumatera batubara.
Mereka nampak untuk telah menyimpan baik [men]jauh dari angkatan laut
pengaruh,
The Ombilin coals are amongst the highest rank coals mined in large quantities
in Indonesia but still fall into the category of noncoking, high volatile bituminous
coals. Although minor amounts of heat altered coals have been found at Ombilin,
it appears that the rank is a result of regional coalification. Ash yields are
typically low although some of the seams contain a number of dirt bands and
washing of the coal is desirable to optimise coal quality. Sulphur contents are
low. Ombilin batubara adalah di antara batubara ranking yang paling tinggi
ditambang di (dalam) jumlah besar di (dalam) Indonesia tetapi masih jatuh
masuk ke kategori dalam noncoking, batubara bituminus mudah menguap
tinggi. Walaupun sejumlah panas [yang] kecil mengubah batubara telah
ditemukan pada Ombilin, [itu] nampak [bahwa/yang] ranking adalah suatu hasil
[dari;ttg] coalification regional. pohon dengan kayu keras Hasil [yang] rendah
walaupun beberapa [menyangkut] klem pelipit berisi sejumlah rombongan
kotoran dan cucian [menyangkut] batubara adalah diinginkan ke mutu batubara
pengoptimalan. belerang [Muatan/Indeks] rendah.

The Eocene coals from Kalimantan have much higher ash yields than most of the
Miocene coals although many of them are still moderate to low by World
standards. The mineral matter typically occurs as thin dirt bands and as finer
disseminations within the coals. Washing of some of the Eocene coals is
desirable but washability characteristics tend to be moderate.
Eocene batubara dari Kalimantan mempunyai pohon dengan kayu keras jauh
lebih tinggi menghasilkan dibanding kebanyakan dari Miocene batubara
walaupun banyak di antara mereka masih melembutkan ke rendah oleh dunia
Standard. mineral Perihal [yang] secara khas terjadi sama rombongan kotoran
tipis/encer dan seperti penghamburan pendenda di dalam batubara [itu]. Cucian
sebagian dari Eocene batubara adalah diinginkan tetapi washabilas karakteristik
[tuju/ cenderung] untuk;menjadi melembutkan.

Some of the Eocene coals are high in resinite and this results in unusually high
S.E. values. Most of the coals are low in sulphur but some seams contain one or
more plies that have moderate to high sulphur contents. This appears to be due
to a marine incursion during the the deposition of the coal. Some of these
sulphur rich plies are relatively widespread. Sebagian dari Eocene batubara
adalah tinggi di (dalam) resinit dan ini mengakibatkan S.E tidak biasa tinggi.
nilai-nilai. Kebanyakan [menyangkut] batubara adalah rendah di (dalam)
belerang tetapi beberapa klem pelipit berisi satu atau lebih lapisan yang
mempunyai moderat ke [muatan/indeks] belerang tinggi. Ini nampak seperti
dalam kaitan dengan suatu angkatan laut incursion sepanjang . yang pemecatan
dari batubara. Sebagian dari belerang ini lapisan kaya secara relatif tersebar
luas.
The rank of the Eocene coals is uniformly higher than most Indonesian coals with
vitrinite reflectances typically in the range 0.55% to 0.65% indicating a rank of
high volatile bituminous coal. Ranking Dari Eocene batubara yang lebih tinggi
yang berpakaian seragam dibanding paling batubara Indonesia dengan vitrinite
faktor refleksi [yang] secara khas di (dalam) cakupan 0.55% [bagi/kepada]
0.65% menandakan suatu ranking [dari;ttg] batubara bituminus mudah
menguap tinggi.

The Miocene coals typically contain sections with low to very low ash yields. One
scam, that mined by P.T. Adaro in the region of the Upper Barito River
consistently shows ash Yields less than 1%. As this coal also shows an
exceptionally low sulphur content it has been marketed “Envirocoal". Most of the
Miocene coals, however, contain ash yields in the range from 2 S%, but lower
and higher values occur. It Is common for the Miocene coals to be sold unwashed
and where washing is undertaken, most of the material removed represents roof
or floor rocks admixed with the coal as a result of mining. A problem with
washing is the higher moisture levels that result. Miocene batubara [yang]
secara khas berisi bagian dengan rendah ke pohon dengan kayu keras sangat
rendah menghasilkan. Satu scam, yang [itu] yang ditambang oleh P.T. Adaro di
[dalam] daerah Barito Bagian atas Sungai [yang] secara konsisten menunjukkan
pohon dengan kayu keras Hasilkan kurang dari 1%. Dari [sebagai/ketika/sebab]
batubara ini juga menunjukkan suatu isi belerang [yang] rendah [itu] telah dijual
“ Envirocoal".
Kebanyakan [menyangkut] Miocene batubara, bagaimanapun, berisi pohon
dengan kayu keras menghasilkan di (dalam) cakupan dari 2 S%, tetapi yang
lebih rendah dan yang lebih tinggi nilai-nilai terjadi. Adalah Umum untuk Miocene
batubara untuk menjual tidak dicuci dan [di mana/jika] cucian dikerjakan,
kebanyakan dari material yang dipindahkan menghadirkan atap atau lantai
mengayun-ayun admixed dengan batubara sebagai hasil pekerjaan tambang.
Suatu masalah dengan cucian menjadi yang lebih tinggi embun mengukur hasil
itu.

Spontaneous combustion problems range from low to moderate for the Miocene
coals frorn Kalimantan. For virtually all of the coals mined, care has to be taken
to avoid spontaneous combustion becoming a major problem. A small number of
the coals are rich in resinte and show anomalously high Specific Energy values.
pembakaran secara spontan Permasalahan terbentang dari rendah untuk
melembutkan untuk Miocene batubara frorn Kalimantan. Karena hampir semua
batubara menambang, kepedulian harus diambil untuk menghindari pembakaran
secara spontan [yang] menjadi suatu masalah utama. Sejumlah kecil batubara
adalah kaya akan resinte dan pertunjukan secara ganjil energi Spesifik tinggi
Nilai-Nilai.

The coals from Jawa are moderate to low rank and show a moderate to high ash
yield. Many of the coals show the effects of igneous intrusions, These have
produced chars rather than the antracitic coals found in some of the other
coalfields.
Batubara dari Jawa adalah moderat ke ranking rendah dan pertunjukan suatu
moderat ke pohon dengan kayu keras tinggi menghasilkan. Banyak dari
batubara menunjukkan efek [dari;ttg] penggangguan berapi-api, Ini sudah
memproduksi terbakar/membuat arang dibanding/bukannya batubara yang
antracitic menemukan dalam beberapa [menyangkut] yang lain coalfields.

The coals from Sulawesi vary markedly in their properties mostly as a result of
contact in trusion. The regional rank for both the Paleogene and the Neogene
coals appears to be bright brown coal or hard lignitic rank. Intrusions raise the
rank levels variously to bituminous and anthracitic rank. It has been noted in
studies of coal type from Sulawesi that these coals to show a much greater
range of type compared with coals from

Sumatera and Kalimantan, coals with sapropelic affinities being more abundant
in the suites from Sulawesi. Batubara dari Sulawesi bertukar-tukar dengan
jelas/dengan nyata a di (dalam)

kekayaan mereka [yang] kebanyakan sebagai hasil kontak di (dalam) trusion.


ranking Yang regional untuk kedua-duanya Paleogene dan Neogene batubara
nampak seperti batubara cokelat terang/cerdas atau ranking lignitic [sulit/keras].
Penggangguan menaikkan tingkatan ranking [yang] dengan berbagai cara ke
ranking anthracitic dan seperti aspal. [Itu] telah dicatat di (dalam) studi batubara
mengetik dari Sulawesi yang para batubara ini untuk menunjukkan suatu
cakupan jenis [yang] jauh lebih besar

bandingkan dengan batubara dari Sumatera dan Kalimantan, batubara dengan


gaya
gabung/hubungan dekat sapropelic menjadi [yang] lebih berlimpah-limpah di
(dalam) deretan dari Sulawesi.

Breakage behaviour is important especially for coals that are to be used in


pulverised fuel combustion, Some of the Indonesian coals show very low
Hardgrove Grindability indices. This seems to be due to a combination of a rank
level close to the minimum for Hardgrove Grindability and toughness imparted,
in part, by mineral matter and, in part by the presence of liptinite. Many of the
coals show intense shearing of tectonic origin and in most seams, one of the
cleats is very strongly developed, Presumably, if this were not the case, the coals
would show even lower grindability and be difficult to mine. Low grindability can
affect the marketability of coals, However, the Indonesian coals should be
assessed on the rate of burnout during combustion rather than the ease of
grinding. The lack of inertinite in all Indonesian coals, combined with the
presence of liptinite will give rise to an abundance of thin walled cenospheres
during combustion in PF furnace. For this reason, the burnout rates of larger
particles of Indonesian coals are likely to be greater than that for similar sized
grains of coals from most other potential suppliers. kerusakan Perilaku adalah
penting terutama untuk batubara yang (diharapkan) untuk digunakan di (dalam)
bahan bakar pembakaran pulverised, Sebagian dari batubara Indonesia
menunjukkan sangat rendah Hardgrove grindabilas indeks (jamak). Ini
sepertinya dalam kaitan dengan suatu kombinasi suatu ranking mengukur dekat
dengan yang minimum untuk Hardgrove grindabilas dan ketabahan
memberikan/menyampaikan,
pada sebagian, dengan mineral berarti dan, pada sebagian oleh kehadiran
liptinite. Banyak dari batubara menunjukkan pencukuran [yang] keras [dari;ttg]
asal tektonis dan di (dalam) kebanyakan klem pelipit, salah satu [dari] paku
sepatu anti licin adalah sangat betul-betul mengembang;kan, Kiranya, jika ini
bukanlah kasus, batubara akan menunjukkan genap grindabilas yang lebih
rendah dan sukar untuk tambang/ranjau/aku. Grindabilas rendah dapat
mempengaruhi kelaikan pasar batubara, Bagaimanapun, batubara Indonesia
harus ditaksir pada [atas] tingkat burnout selama pembakaran
dibanding/bukannya kesenangan penggerindaan. Ketiadaan inertinite dalam
semua batubara Indonesia, mengkombinasikan dengan kehadiran liptinite akan
memberi kenaikan [bagi/kepada] suatu kelimpahan [dari;ttg] walled tipis/encer
cenospheres selama pembakaran di (dalam) PF tungku perapian. Karena alasan
ini, burnout tingkat partikel nsur/butir [yang] lebih besar [dari;ttg] batubara
Indonesia adalah nampaknya akan lebih besar dibanding itu untuk butir batubara
[yang] sized serupa dari hampir semua para penyalur potensi.

9.4.3. BY DISTANCE FROM USE/SHIPMENT POINT 9.4.3. DENGAN JARAK DARI


USE/SHIPMENT NUNJUK

Indonesian coal deposits range markedly in their distance from the sea and in
the ease of transport to the sea. Deposits such as Sangatta in East Kalimantan
are within 30 kms of the sea although construction of a coalloader on gently
shelving coastlines presents some
engineering difficulties. Some of the other coal deposits in East Kalimantan are
close to the Mahakam River and transport by barge is normal. Coal is then
loaded onto other ships off the mouth of the river, or in some cases, the barge
transports coal direct to other islands in Indonesia. The P.T. Adaro mine ships
coal down the Barito River some hundreds of kilometres to the coast and then
East along the coast to a coal loader. batubara Indonesia Deposito mencakup
dengan jelas/dengan nyata a di (dalam) jarak

mereka dari lautan dan di (dalam) kesenangan pengangkutan kepada lautan.


Menyimpan[lah seperti Sangatta di (dalam) Timur Kalimantan adalah di dalam 30
km [menyangkut] lautan walaupun konstruksi suatu coalloader pada [atas]
dengan lemahlembut menangguhkan coastlines menghadiahi beberapa berbagai
kesulitan rancangbangun. Sebagian dari batubara yang lain menyimpan di
(dalam) Timur Kalimantan adalah dekat dengan Mahakam Sungai dan
pengangkutan dan [oleh/dengan] tongkang normal. Batubara kemudian adalah
memuat ke kapal lain batal/mulai mulut dari sungai, atau dalam beberapa hal,
tongkang mengangkut batubara mengarahkan ke pulau lain di (dalam)
Indonesia. P.T [Itu]. Adaro menambang batubara kapal sepanjang Barito Sungai
beberapa beratus-ratus kilometres kepada pantai dan kemudian Timur
sepanjang pantai [bagi/kepada] suatu pemuat batubara.

Coal from Senakin and Satul mines in South Kalimantan is taken to a coal loader
near Pulau Laut, mostly for export.
Batubara dari Senakin Dan Satul menambang di (dalam) Selatan Kalimantan
diambil untuk suatu pemuat batubara dekat Pulau Laut, [yang] kebanyakan
untuk ekspor.

The lower rank coals from Kalimantan are less suitable for transport due to the
high moisture content and high tendency to spontaneous combustion,
Spontaneous combustion could be inhibited by inert gas blanketing and suitable
compaction techniques. However, the coals would always have high transport
costs per unit of energy due to their low Specific Energy and the amount of water
that has to be transported. It is probable that the main use for these coals will be
at mine mouth power stations. batubara ranking Yang yang lebih rendah dari
Kalimantan adalah lebih sedikit [yang] pantas untuk pengangkutan dalam kaitan
dengan isi embun yang tinggi dan kecenderungan tinggi ke pembakaran secara
spontan, Pembakaran secara spontan bisa dilarang oleh gas mulia [yang] selimut
dan compaction teknik pantas. Bagaimanapun, batubara akan selalu mempunyai
biaya-biaya pengangkutan tinggi saban satuan tenaga dalam kaitan dengan
Energi [yang] Spesifik rendah mereka dan jumlah air yang harus diangkut.
Adalah mungkin [bahwa/yang] penggunaan yang utama untuk batubara ini akan
[jadi] pada pembangkit listrik mulut tambang/ranjau/aku.

The Sumatera Mines suffer some disadvantages in relation to transport. The coal
from Bukit Asam that is not used near the mines is taken by rail over 200 kms to
the loader at Tarahan on the Sunda Strait. From there most of the coal is taken
to Suralaya power
station in West Jawa. The Ombilin mines also suffer disadvantages relative to
some mines in Kalimantan in that the coal has to be transported over the Barisan
Range and then down to the loader near Padang. Although the straight line
distance is much smaller than that for the Bukit Asam coal, the terrain is much
more difficult to traverse. The small mines near Bengkulu are close to the port
and have a comparative advantage for transport. Sumatera
Tambang/Ranjau/Aku menderita beberapa kerugian dalam hubungan dengan
pengangkutan. Batubara dari Bukit Asam (yang) tidak digunakan dekat

tambang/ranjau/aku diambil melalui kereta api (di) atas 200 km kepada pemuat
pada Tarahan pada [atas] Selat Sunda [itu]. Dari sana kebanyakan dari batubara
diambil ke Suralaya pembangkit listrik di (dalam) Barat Jawa. Ombilin
tambang/ranjau/aku juga menderita kerugian sehubungan dengan beberapa
tambang/ranjau/aku di (dalam) Kalimantan dalam arti bahwa batubara harus
diangkut (di) atas Barisan Cakup dan kemudian menuju ke pemuat dekat
Padang. Walaupun garis lurus jarak adalah jauh lebih kecil dibanding itu untuk
Bukit Asam batubara, tanah lapang jauh lebih [bagi/kepada] garis lintang.
tambang/ranjau/aku Yang kecil dekat Bengkulu adalah dekat dengan pelabuhan
dan mempunyai suatu komparatip keuntungan untuk pengangkutan.

Anda mungkin juga menyukai