Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH MUTAGEN ETIL-METHAN-SULFONAT (EMS) TEIUIADAP PERTUMBUHAN Sonchus arvensis {L.

) PADA GENERASI1\1£ Yuyu Suryasari Poerba Puslitbang Biologi-LIPI Jl. Juanda 22 Bogor 16122

ABSTRAK Mutasi induksi dengan mutagen kimia EMS telah banyak dilaporkan untuk memperluas keragaman genetik dan untuk perbaikan genetik berbagai tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi awal penggunaan EMS pada S. arvensis pada generasi pertama setelah perlakuan yang meliputi: nilai 'Lethal Dosage50%' (LD-50), pertumbuhan kecambah, pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman, serta mutasi khlorofil. Biji-biji S. arvensis diperlakukan dengan larutan EMS (0%, 0.3%, 0.6%, 0.9%, 1.2%, 1.5% and 1.8%) selama 4 jam pada suhu ruang, sebelum ditanam di persemaian selama 6 minggu dan selanjutnya dipindahkan ke dalam polybag. Tinggi tanaman dan panjang akar diukur pada umur 6 minggu; sedangkan parameter-parameter lain diukur pada umur 2 dan 4 bulan setelah tanam. Nilai LD-50 dicapai pada dosis EMS 0.9%-1.2%. Panjang akar dan tinggi tanaman eenderung menurun sejalan dengan meningkatnya dosis EMS. Pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman, serta mutasi khlorofil (khimera) juga dibahas. Kata kunci: Mutasi induksi, Sonchus arvensis (L.), EMS, LD-50, khimera

PENDAHULUAN
Sonchus arvensis L.(tempuyung) telah lama dikenal sebagai tanaman obat yang berkhasiat untuk. menghancurkan batu ginjaI, obat penyakit kuning, dan diuretika

(Hidayat, 1994). Tanaman ini juga berpotensi dalam mengurangi kelebihan asam urat di dalam tubuh, karena adanya senyawa flavonoida (apigenin-7-o-glukosida) menghambat superoksidase. Tempuyung biasanya tumbuh liar dan dibudidayakanpada pekarangan rumah sebagai tanaman obat (Hidayat, vegetatif dapat dilakukan dengan potongan 1994). skala kecil, seperti di kerja enzim pembentuk yang dapat dan

asam urat, yaitu enzim xanthinoksidase

Walaupun perbanyakan biasanya ternpuyung

rhizomanya,

diperbanyak dengan bijinya yang banyak, dan mudah diterbangkan an gin atau terbawa air. Pada umumnya tanaman ini diambil daunnya, walaupun demikian, akar tanaman ini mengandung senyawa flavonoida total yang lebih besar) dibandingkan daunnya.

* Makalah ini disampaikan pada Seminar Nasional Biologi XVI, Kongres Perhimpunan Biologi Indonesia XII pada tanggal 25-27 Juli 2000 di Bandung.

Budidaya maupun perbaikan tanaman tempuyung belum banyak berkembang (Hidayat, 1994). Salah satu usaha untuk memperoleh tempuyung yang lebih unggul

baik kuantitas dan kualitasnya dapat dilakukan dengan perbaikan genetika tanaman. Tahap awal dalam perbaikan genetika tanaman yaitu dengan perluasan keragaman genetik tanaman tersebut, yang akan menudahkan seleksi tanaman unggul selanjutnya. Mutasi induksi - yang merupakan aksi dad mutagen (baik radioaktif maupun mutagen kimia)- dapat digunakan untuk maksud tersebut dan telah banyak digunakan pada berbagai tanaman (Bhatia et al., 1999), term asuk tanaman obat (Palevitch, 1991). Salah satu agen mutagenik kimia yang biasa digunakan pada jaringan tanaman, karen a relatif lebih mudah dan efektif dalam menyebabkan perubahan kirnia dalam material genetik adalah etil methan sulfonat (EMS). Meningkatnya keragaman genetik danlatau perbaikan kualitas tanaman hasil aksi mutagen ini telah banyak dilaporkan pada

berbagai tanaman (Ashok et al., 1995; Alcantara et al., 1996; Bhatia et al., 1999; Fehr et al., 1992; Nanda et al., 1997). Karakter-karakter yang dipengaruhi oleh mutagen EMS antara lain: hasil tanaman (Bhatia et al., 1999), umur panen (, kandungan kimia (Fehr et al., 1992; Knapp and Tagliani, 1991; Rowland, 1991; Rowland and Bhatty, 1990, Schnebly et al., 1994; Velasco et al., 1997, 1998, 1999; Wang et al., 1989; Wilcox and Cavins, 1990), resistensi terhadap penyakitlhama (Bhatia

et ai., 1999), hingga

perubahan morfologis yang drastis (tanaman pendek/ kerdil) dengan sedikit pengaruh pleitropik yang tidak dikehendaki (Bhatia et al., 1999). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi awal mengenai pengaruh mutagen EMS terhadap pertumbuhan tempuyung pada generasi pertama setelah

perlakuan, khususnya informasi mengenai 'Lethal Dosage 50%' (LD-50), pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman tempuyung serta mutasi khlorofil. Informasi dari hasil penelitian ini diharapkan akan berguna untuk penelitian mutasi induksi tempuyung selanjutnya untuk mendapatkan keragaman genetik yang lebih luas dan untuk seleksi tanaman tempuyung yang lebih unggul pada generasi berikutnya.

BAHAN DAN METODA Bahan dikecambahkan penelitian yang digunakan adalah biji-biji tempuyung yang siap

(1-2 minggu setelah dipanen), dimana persentase perkecambahannya

masih tinggi (di atas 90%). Biji-biji tempuyung yang sudah direndam dalam air suling selama 24 jam pada suhu ruang (220 _250 C), selanjutnya diperlakukan dengan mutagen

EMS selama pada suhu ruang. sebagai berikut: 1. Kontrol (0%)

Adapun dosis dan perlakuan mutagen EMS adalah

2. Direndam dalam larutan EMS 0.3%


3. Direndam dalam larutan EMS 0.6% 4. Direndam dalam larutan EMS 0.9% 5. Direndam dalam larutan EMS 1.2%

6. Direndam dalam larutan EMS 1.5%


7. Direndam dalam larutan EMS 1.8% Biji-biji yang telah diperlakukan dicuci dengan air mengalir selama 30 menit untuk menghilangkan sisa-sisa mutagen yang menernpel pada biji. Selanjutnya biji-biji

tersebut langsung ditanam pada bak-bak perkecambahan yang diletakkan di rumah kaca. Setelah 1 bulan atau tanaman sudah memiliki 3-4 helai daun, biji-biji yang berkecambah dipindahkan kedalam polybag yang berisi tanah.kompos.pupuk kandang (1: 1: 1).

Perneliharaan tanaman dilakukan sesuai dengan anjuran budidaya tanaman obat dengan tidak menggunakan bahan kimia anorganik. Rancangan Acak Kelompok ulangan. Parameter-parameter (RAK) digunakan dalam penelitian ini dengan 10

yang diamati pada penelitian ini adalah:

1. Panjang akar (ern) dan tinggi tanaman (ern) diamati pada umur 6 minggu, saat dipindahkan ke polybag. 2. Tinggi tanaman (em), jumlah daun, jumlah bunga, panjang dan lebar daun (em), berat daun (g), : diukur saat umur 2 bulandan 4 setelah tanam. 3. Daya hidup ('survival to maturity') (%) yang didefinisikan sebagai tanaman yang mampu hidup hingga masa generatif (paling sedikit menghasilkan satu perbungaan) tanpa harus menghasilkan biji (Gaul, 1977). 4. Jumlah tanaman yang menunjukkan defisiensi khlorofil (%) dan jumlah tanaman yang bertunas aksiler (tunas samping) (%) : keduanya diamati hingga panen. 5. Jumlah tanaman yang steril (tidak berbunga danJatau berbunga tetapi tidak

menghasilkan biji, dalam %): diamati hingga panen. Data-data Kelompok, perlakuan. tersebut dianalisa dengan Analisa Varians dengan Rancangan Acak

dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan sebagai pengujian antar Prosedur Analisa statistik dilakukan dengan prosedur SAS. Data-data dari kedalam are sin Vx terlebih

parameter yang menggunakan persentase ditransfonnasikan dahulu sebelum dianalisa.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pada umur 6 minggu setelah semai, umumnya panjang akar dan tinggi tanaman menurun dengan meningkatnya dosis radiasi (Tabel 1.). Panjang akar pada tan am an 6.l0 em hingga 15.60 em) sedangkan Menurunnya tinggi tanaman dan

dengan perlakuan mutagen EMS berkisar dari

tinggi tanaman berkisar dari 6.80 em hingga 19.70.

panjang akar merupakan salah satu fenomena yang biasa terjadi pada tanaman yang tumbuh dari biji yang diperlakukan mutagen (Gaul, 1977). Hal ini menunjukkan bahwa pemgaruh mutagen pada perkeeambahan sangat signifikan. Hasil yang sarna juga

dilaporkan pada tanaman lain hasil mutasi buatan. Bahkan, terdapat korelasi yang nyata antara tinggi kecambah dengan frekuensi mutasi pada generasi Mi, seperti yang terjadi pada tanaman serealia (Gaul, 1977). Tabel 1. Pengaruh EMS terhadap tanaman Sonchus arvensis L. pada umur 6 minggu EMS 0 0.3 0.6 0.9 1.2 1.5 1.8 % % % % % % % Panjang akar (em) 15.60 ± 2.87 12.25 ± 1.92 10.20 ± 1.73 8.30± 1.48 7.l0 ± 2.60 6.60 ± 1.92 6.10 ± 2.72 Tinggi tanaman (em) 19.70 ± 2.71 15.50 ± 3.43 12.82 ± 2.37 10.75 ± 2.67 8.20 ± 1.95 7.15 ± 2.81 6.80 ± 2.91

Penurunan tinggi kecambah dan panjang akar ini merupakan akibat kerusakan fisiologis yang biasanya terjadi pada generasi Mi. berbeda-beda. Kerusakan fisiologis ini dapat

Biasanya kerusakan ini dapat terjadi karen a kerusakan kromosom atau

bukan dari kerusakan kromosorn (Gaul, 1977). Hasil pengamatan pada umur 2 bulan setelah tanam, menunjukkan bahwa 90% tanaman dengan perlakuan mutagen EMS 1.8% tidak mampu mempertahankan

pertumbuhannya

dengan baik, sehingga pertumbuhan tanaman semakin menurun dan

akhimya semua tanaman dengan baik sehingga pertumbuhan tanaman semakin menurun dan akhimya semua tanaman dengan perlakuan EMS 1.8% ini mati. Dengan demikian, pengamatan selanjutnya perlakuan EMS 1.8% tidak diikut sertakan dalam analisa data. Pertumbuhan vegetatif tanaman setelah 2 bulan dipindahkan ke dalam polybag menunjukkan adanya perbedaan yang nyata diantara perlakuan mutagen EMS. Pada

umurnnya terdapat keeenderungan digunakan pertumbuhan

semakin tinggi konsentrasi

mutagen EMS yang

vegetatif tanaman menunm. Tinggi tanaman bervariasi dad dengan kontrol

16.79 em (1.5% EMS) hingga 31.72 em (0.3% EMS) dibandingkan

yang meneapai 35.72 em. Jumlah daun bervariasi dad 17.75 (1.5% EMS) hingga 32.17 (0.3% EMS) dibandingkan dengan dengan kontrol yang meneapai 33.92. Panjang dan

lebar daun masing-masing bervariasi dari (14.75 - 27.83) em dan (4.02 - 5.56) em pada perlakuan EMS, sedangkan kontrol meneapai panjang 30.92 em dan lebar 6.40 em. Demikian pula pada berat daun segar, berat daun menurun dari 60.93 g (0% EMS) hingga 23.49 g pada perlakuan EMS 1.5% (TabeI2). Tabel 2. Pengaruh EMS terhadap pertumbuhan vegetatif Sonchus arvensis L. pada generasi M, Panjang daun Lebar daun Berat daun Tinggi Jumlah daun (g) (em) (em) tanaman (em) 60.93 a 0% 35.72 a* 33.92 a 30.92 a 6.40 a 32.17 a 27.83 ab 45.05 a 0.3 % 31.00 ab 5.56 ab 31.42 a 27.08 ab 5.52 ab 34.74 ab 0.6 % 30.02 ab 0.9% 27.21 be 29.58 a 24.17 be 5.29 abe 29.93 b 1.2 % 22.87 e 25.67 ab 20.25 e 4.64 be 26.46 b 1.5 % 16.79 d 17.75 b 14.75 d 4.02 e 23.49 b * Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolorn yang sarna menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada tarafuji Dunean 5% Hasil pengamatan pad a saat tanaman dipanen (umur 4 bulan setelah ditanam dalam polybag) menunjukkan bahwa parameter-parameter pertumbuhan vegetatif

EMS

(keeuali jumlah daun) dan generatif tanaman berbeda nyata diantara perlakuan mutagen EMS. Tinggi tanaman bervariasi dari 43.94 em (1.5% EMS) hingga 142.93 em (0.3% EMS) dibandingkan dengan kontrol yang meneapai 162.50 em. menunjukkan Jumlah daun tidak Hal ini

adanya perbedaan yang nyata diantara perlakuan (Tabel 3).

mungkin disebabkan adanya serangan penyakit yang disebabkan oleh jamur (penyakit karat) yang terjadi pada perioda pertumbuhan vegetatif hingga generatif (pembentukan bunga hingga pengiisian biji), sehingga daun-daun yang terkena serangan penyakit yang dibuang untuk menghindari akibat yang lebih serius. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa persentase tanaman yang diserang penyakit karat menurun dad 48.45% pada tanaman kontrol hingga 33.83% pada tanaman dengan perlakuan EMS 1.5%. Hal ini memberikan harapan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ketahanan

tanaman tempuyung terhadap penyakit karat dengan menggunakan mutagen EMS.

Tabel 3. Pengaruh EMS terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif Sonchus arvensis L. pada generasi MJ Jumlah Berat daun Penyakit Berat Tinggi Jumlah (g) karat (%) tanaman (g) tanaman daun bunga (em) 162.50 a* 27.57 a 26.14 a 48.45 a 0% 80.34 a 80.34 a 0.3 % 142.93 ab 22.86 a 21.86 ab 45.57 ab 72.83 ab 57.79 a 0.6% 103.86 be 29.57 a 31.43 a 72.83 a 36.87 be 64.13 ab 102.21 be 0.9% 32.29 a 18.14 ab 64.13 a 39.82 be 57.79 ab 75.93 ed 1.2% 25.29 a 17.29 ab 51.13 a 35.67 be 48.65 b 1.5 % 43.94 d 23.62 a 6.75 b 48.65 a 33.83 e 41.13 b * Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sarna pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada tarafuji Duncan 5% Berat tanaman menurun sejalan dengan menurunnya konsentrasi mutagen EMS. Berat tanaman bervariasi dad 41.13 g (EMS 1.5%) hingga 72.83 g (EMS 0.3%) dibandingkan dengan kontrol yang mencapai berat tanaman 80.34 g. Dari hasil diatas menunjukkan bahwa perlakuan mutagen EMS menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Gaul (1977) menyatakan bahwa terhambatnya

EMS

perturnbuhan tanaman pada generasi MI merupakan kerusakan fisiologis akibat aksi dari mutagen, semakin tinggi dosis mutagen yang digunakan akan semakin besar pula terhambatnya pertumbuhan tanaman pada generasi MI. Hal ini berarti bahwa tanaman yang tahan secara fisiologis akan mengalami hambatan pertumbuhan besar akibat pengaruh dosis mutagen. yang semakin

Hal tersebut mengakibatkan menurunnya tinggi Pada tanaman lain hasil

tanaman, ukuran daun, jumlah daun , dan berat tanaman.

perlakuan mutagen EMS pada generasi MJ menunjukkan hal yang sama, misalnya pada penurunan tinggi tanaman pada Vigna sesquipedalis (Nanda et al., 1997). Persentase tanaman yang mampu hidup dan menghasilkan bunga (' survival to maturity') berkisar antara 10.47 % (EMS 1.5%) hingga 81.87% (EMS 0.3%)

dibandingkan dengan kontrol yang mencapai 100% (Tabel 4). Jumlah 50% tanaman yang mampu hidup dan menghasilkan bunga (walaupun tidak terbentuk biji) (LD-SO) dicapai pada dosis mutagen EMS 0.9%-1.2%. 1.2% ini dapat dijadikan mengurangijumlah salah satu perlakuan Artinya dosis mutagen EMS hingga untuk mendapatkan mutasi tanpa

tanaman yang mampu berbunga 50%.

Jumlah tanaman yang mengalami defisiensi khlorofil berupa 'spot', 'streaks', khimera pada daun cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya dosis mutagen EMS hingga dosis 1.5%. Perlakuan EMS menghasilkan mutasi wama daun (klorofil),

Tabe14. Pengaruh mutagen Etil methan sulfonat (EMS) terhadap karakter-karakter tanaman Sonchus arvensis L. pada generasi MJ EMS Tunas samping (%) Sterilitas (%) Mutasi khlorofil(%) 0.00 e 100.00 a* 0.00 e 0% 0.00 e 0.00 e 42.31 b 6.58 d 0.3% 81.87 b 67.47 ab 13.47 be 35.16 a 0.6% 73.57 be 14.59 be 76.84 a 0.9% 69.03 e 38.43 a 1.2% 43.57 d 16.37 c 30.94 ab 78.63 a 1.5% 10.47 e 21.73 a 23.67 b 74.47 a .. * Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sarna pada kolom yang sarna menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada tarafuji Duncan 5% Survival (%) bereak-bereak putih pada lembaran daun, atau khimera (sectoral, mericlinal) terlihat hampir pada semua perlakuan EMS. Pada khimera, tanaman terdiri atas jaringan yang berbeda genetisnya, mutasi terjadi hanya pada bagian atau lapisan jaringan daun atau pada seluruh lapisan jaringan. Induksi defisiensi khlorofil berkaitan erat dengan aberasi kromosom yang terjadi pada sel-sel tanaman dari biji yang diperlakukan dengan

mutagen (Kaplan, 1954 cit. Eriksson & Lindgren, 1977).

Pada daun dari biji yang

diperlakukan dengan mutagen EMS, mutasi khlorofil ini sering terjadi, bahkan dapat dijadikan salah satu indikator

terjadinya

mutasi

(Eriksson

& Lindgren,

1977).

Lapisan-lapisan sel yang mengalami defisiensi khlorofil ini dilaporkan berbeda secara genetis seperti yang ditunjukkan dengan adanya polimorfisma PCR-RAPD pada tanaman krisan (Wolff, 1996). Terbentuknya tunas sarnping pada tanaman tempuyung tidak biasa terjadi pada tanaman yang diperbanyak melalui biji selama mas a vegetatifnya. Jumlah tanaman DNA dengan teknik

yang bertunas samping terjadi pada tanaman dari biji yang diperlakukan EMS 0.6% hingga 1.5% (Tabel 4) dengan jumlah terbesar pada dosis EMS 0.9% (38.43). menarik untuk diperhatikan perbanyakan Hal ini

karena sifat tanaman ini dapat dijadikan salah satu alat Selain itu diharapkan akan

vegetatif, selain dari bagian rhizomanya.

meningkatkan hasil, walaupun hal ini perlu penelitian Iebih lanjut. Menurunnya sterilitas tanarnan pada generasi pertama setelah perlakuan EMS
terlihat pada Tabel 4. Sterilitas yang disebabkan oleh mutagen EMS pada generasi M, merupakan pengaruh genetis dan fisiologis, dan mungkin juga karen a produk hidrolisis yang toksik terhadap sel-sel tanaman. Sterilitas akibat genetis akan diturunkan pada

generasi berikutnya (Gaul, 1977). Sterilitas dapat disebabkan berbagai sumber; antara lain: (1) pertumbuhan yang terharnbat yang mengakibatkan tidak terjadinya

pembungaan, (2) bunga terbentuk tetapi bagian-bagian reproduktif tidak terbentuk, (3) organ-organ reproduktifterbentuk tetapi polen gugur, (4) terjadi fertilisasi tetapi embryo (Gaul, 1977). Pada

gugur, dan (5) biji terbentuk tetapi tidak dapat berkecambah

pertanaman tempuyung ini penyebab sterilitas harus diteliti lebih lanjut, karena sebagian tanaman yang pertumbuhannya terhambat masih dapat menghasilkan bunga (walaupun tidak terbentuk biji), dan sebagian tanaman yang tumbuhnya cukup baik dan

menghasilkan bunga juga tidak mengasilkan biji. Terhambatnya pertumbuhan tanaman tempuyung hasil perlakuan mutagen EMS seperti menurunnya tinggi tanaman, jumlah daun, persentase survival, dan berat daun merupakan pengaruh fisiologis dan genetis yang terjadi pada generasi MI. Pengaruh fisiologis pada generasi pertama setelah perlakuan mutagen dapat dijelaskan dengan sifat-sifat mutagen EMS. Pada dasarnya, EMS merupakan salah satu senyawa kimia

'alkylating agents' yang dapat bereaksi dengan larutan polar (misalnya air) sehingga rnenghasilkan mutagenik produk yang bersifat asam, Hal ini dapat menurunkan zat kimia yang tersedia, juga efisiensi dengan

dengan

menurunkan

kuantitas

menghasilkan produk hasil hidrolisa (methan asam sulfonat) yang toksik terhadap selsel tanaman (EMS + H20
-+

methan asam sulfonat + etil a1kohol). Wa1aupun produk

EMS yang bersifat asam ini hanya sedikit berpengaruh terhadap laju mutagen untuk berdegradasi, yang jelas dapat rnenyebabkan sel-sel tanaman mengalami k:eracunan

sehingga proses fisiologis pada jaringan tanaman terganggu yang akan menimbulk:an terhambatnya pertumbuhan tanaman (Heslot , 1977; Kamra & Brunner, 1977). Apapun penyebabnya, perlakuan mutagen diharapkan menimbulkan kerusakan fisiologis yang rendah dan menghasilkan pengaruh genetik yang menguntungkan.

KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan mutagen EMS pada generasi M 1 menunmkan pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman tenmpuyung. Panjang akar dan tinggi semai menurun , demikian pula tinggi tanaman, jurnlah bunga, jumlah daun, ukuran daun, berat tanaman serta jumlah biji yang terbentuk. Sedangkan jumlah mutasi khlorofil (salah satu indikator terjadinya mutasi), jumlah tanaman yang mempunyai tunas samping menunjukkan adanya peningkatan pada tanaman akibat perlakuan mutagen EMS. Pengaruh-pengaruh diatas merupakan hasil gabungan dari efek fisiologis dan genetis akibat perlakuan mutagen. Untuk mempelajari lebih lanjut

pengaruh mutasi induksi dengan EMS, penelitian ini sebaiknya dilanjutnya pada

generasi berikutnya untuk mendapatkan mutasi yang diharapkan pada tanaman


tempuyung. Karena 'survival' tanaman (nilai LD-50) dicapai pada konsentrasi mutagen EMS . 0.9%-1.2% dan tingginya sterilitas pada tanaman, untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam penelitian mutasi selanjutnya pada tempuyung disarankan agar konsentrasi mutagen EMS yang digunakan di bawah 1.2%.

PUSTAKA Alcantara, T.P., P.W. Bosland and D.W. Smith. 1996. Ethyl methanesulphonateinduced seed mutagenesis of Capsicum annum. J oumal of Heredity 87 :239-241. Ashok,Y., P.P. Sharma and A. Yadav. 1995. Effect of different ethyl methane sulphonate treatments on pollen viability and fruit rot incidence in bell pepper (Capsicum annuum L.). Annals of Agricultural Research 16(4):442-444. Bhatia, C.R., K. Nichterlein and M. Maluszynski. 1999. Oilseed cultivars developed from induced mutations and mutations altering fatty acid composition. Mutation Breeding Review No.l1. IAEA, Vienna. 36 pp. Eriksson, G. & D. Lindgren. 1977. Mutagen effects in the first generation after seed treatment: Chimeras. In: MANUAL ON 11UTA TION BREEDING (Second Edition). IAEA, Vienna. pp.: 98-102. Fehr, W.R., G.A. Welke, E.G. Hammond, D.N. Duvick and S.R. Cianzio. 1992. Inheritance of reduced palmitic acid in seed oil of soybean. Crop Science 31 :88-89. Gaul, H. 1977. Mutagen effects in the first generation after seed treatment: Plant injury and lethality. In: MANUAL ON MUTATION BREEDING (Second Edition). IAEA, Vienna. pp.: 87-90. Gaul, H. 1977. Mutagen effects in the first generation after seed treatment: Cytological effects. In: MANUAL ON MUTATION BREEDING (Second Edition). IAEA, Vienna. pp.: 91-95. Heslot, H. 1977. Chemical mutagens: Review of main mutagenic compounds. In: MANUAL ON MDT AnON BREEDING (Second Edition). IAEA, Vienna. pp.: 5158. 1977. Chemical mutagens: Mode of action .. In: MANUAL ON MUTATION BREEDING (Second Edition). IAEA, Vienna. pp.: 5964.

Kamra, O.P. & I-I. Brunner.

Hidayat, E. B. 1994. Sonchus L. In: Siemonsma, 1.S. and Piluek, K. (Editors): Plant Resources of South East Asia No.8: Vegetables. PROSEA, Bogor Indonesia. p.260262. Knapp, S.J. and L. A. Tagliani, 1991. Two medium chain fatty acid mutants of Cuphea viscosissima. Plant Breeding 106:338-341.

Nanda, S.N., A. Sahu, 1.M. Panda and N. Senapati. 1997. Effect of ethyl methane sulphonate (EMS) on asparagus bean (Vigna sesquipedaIis). ACIAR-Food Legume Newsletter 25 :6-8. Palevitch, D. 1991. Techniques to conserve medicinal plants: Agronomy applied to medicinal plant conservation. In: THE CONSERVATION OF MEDICINAL PLANTS. Akerele, 0., V. Heywood & H. Synge (Editors). Cambridge University Press, Cambridge. pp: 167-178. Rowland, G.G. 1991. An EMS-induced low-linolenic-acid mutant in McGregor flax (Linum usitatissimum L.). Canadian Journal of Plant Science 71 :393-396. Rowland, G.G. and R.S. Bhatty. 1990. Ethyl methanesulphonate mutations in flax. J.Amer.Oil Chern. Soc. 67:213-214. induced fatty acid

Schnebly, S.R., W.R. Fehr, A. Welke, E.G. Hammond, D.N. Duvick. 1994. Inheritance of reduced palmitic acid and elevated palmitate in mutant lines of soybean. Crop Science 31: 88-89. (high palmitic acid) Velasco, L., B. Perz-Vich and I.M. Fernandez-Martinez. 1999. The role of mutagenesis in the modification of the fatty acid profile of oilseed crops. Journal of Applied Genetics 40(3): 185-209. Velasco, L., I.M. Fernandez-Martinez and A. De Haro. 1997. Induced variability for CI8 unsaturated fatty acids in Ethiopian mustard. Canadian Journal of Plant Science 77:91-95. Velasco, L., I.M. Fernandez-Martinez and A. De Hare. 1998. Increasing erucic acid content in Ethiopian mustard through mutation breeding. Plant Breeding 117:85-87. Wang, X.M., H.A. Norman, I.B. St. Jo1m, T.Yin and D.F. Hildebrandd. 1989. Comparison of fatty acid composition in tissues of low linoleate mutants of soybean. Phytochemistry 28:411-414. Wilcox, J.R. and I.F. Cavins. 1990. Registration of Cl726 and C1727 soybean germplasm with altered levels of palmitic acid. Crop Science 30:240. Wolff, K. 1996. RAPD analysis of sporting and chimerism in crysanthenum. Euphytica 89(2): 159-164.

Anda mungkin juga menyukai