Anda di halaman 1dari 4

dDewi Sartika

3415083247
PEMBAHASAN
1. UJI PENDENGARAN DENGAN SUARA (VOICE TEST)

Pada praktikum ini akan diuji pada jarak berapa OP mampu mendengar
suara berbisik dan suara keras pada lingkungan yang cukup hening. Secara umum
kekerasan suara berkaitan dengan amplitudo gelombang suara dan nada berkaitan
dengan prekuensi (jumlah gelombang persatuan waktu). Semakin besar suara maka
semakin besar amplitudo, semakin tinggi frekuensi dan semakin tinggi nada. Namun
nada juga ditentukan oleh factor - faktor lain yang belum sepenuhnya dipahami
selain frekuensi dan frekuensi mempengaruhi kekerasan, karena ambang
pendengaran lebih rendah pada frekuensi dibandingkan dengan frekuensi lain.
Gelombang suara memiliki pola berulang, walaupun masing - masing gelombang
bersifat kompleks, didengar sebagai suara musik, getaran apriodik yang tidak
berulang menyebabakan sensasi bising. Sebagian dari suara musik bersala dari
gelombang dan frekuensi primer yang menentukan suara ditambah sejumla getaran
harmonik yang menyebabkan suara memiliki timbre yang khas. Variasi timbre
mempengaruhi suara berbagai alat musik walaupun alat tersebut memberikan nada
yang sama. (William F.Gannong, 1998)
Dengan pemeriksaan voice test ini, kita dapat mengetahui ketajaman
pendengaran OP dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi lemah kerasnya
suara yang terdengar oleh OP. Telinga OP dihadapkan ke pemeriksa agar suara
yang dipancarkan oleh pemeriksa tidak terhalang oleh apapun sehingga gelombang
suara langsung diterima oleh telinga OP. OP menutup telinga lain yang tidak
menghadap kea rah pemeriksa agar gelombang suara hanya terfokus diterima di
telinga yang menghadap kearah pemeriksa. Penyaluran suara prosesnya adalah
telinga mengubah gelombang suara di lingkungan eksternal menjadi potensi aksi di

saraf pendengaran। Gelombang diubah oleh gendang telinga dan tulang-tulang


pendengaran menjadi gerakan-gerakan lempeng kaki stapes. Gerakan ini
menimbulkan gelombang dalam cairan telinga dalam. Efek gelombang pada organ
Corti menimbulkan potensial aksi di serat-serat saraf. (William F.Gannong,1998)
Saat pemeriksa mengeluarkan suara berbisik dari jarak 6 meter dan 4 meter,
OP tidak dapat menirukan suara tersebut. Suara tersebut baru dapat ditirukan pada
jarak 2 meter. Saat pemeriksa mengeluarkan suara biasa dan suara keras dari jarak
30 meter, OP dapat mendengar dan menirukan suara tersebut. Hal ini menunjukan
bahwa ketajaman pendengaran OP terhadap suara biasa dan suara keras sangat
baik. Namun ketajaman pendengaran OP terhadap suara berbisik hanya pada jarak
2 meter saja.
Suara yang dapat didengar oleh telinga OP hanya pada rentang 20-20.000
Hz. Dari hasil pengukuran, suara yang terdengar dipengaruhi oleh amplitudo
gelombang suara, intensitas suara dan waktu berlangsungnya nada suara.

2. PEMERIKSAAN DENGAN GARPU TALA

Dengan pemeriksaan menggunakan garpu tala ini, kita dapat mengetahui


ketajaman pendengaran OP dan mengetahui beberapa cara memeriksa ketajaman
pendengaran menggunakan garpu tala.
Untuk melihat ada tidaknya gangguan fungsi pendengaran pada OP adalah
dengan menggunakan garpu tala. Test garpu tala digunakan untuk pengukuran
kualitatif, idealnya menggunakan garpu tala dengan frekuensi 512, 1024, dan 2048
Hz. Bila tidak mungkin cukup dipakai garpu tala dengan frekuensi 512 Hz karena
garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi oleh suara bising disekitar lingkungan
pemeriksaan. Beberapa tes menggunakan garpu tala ini terbagi menjadi 4 macam
tes:
 Tes Rinne
Tes ini bertujuan membandingkan hantaran melalui udara dan tulang pada
telinga yang diperiksa. Caranya adalah dengan menggetarkan garpu tala dan
tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus. Pada praktikum kali ini digunakan
garpu tala dengan frekuensi 341 Hz. Setelah tidak terdengar, garpu tala dipegang di
depan telinga kira-kira 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne Positif, bila tidak
terdengar disebut Rinne Negatif. Ternyata, OP tidak mendengar kembali suara
dengungan garpu tala. Dalam keadaan normal hantaran melalui udara lebih panjang
daripada hantaran tulang. Hal ini berarti hantaran melalui udara pada garpu tala
lebih panjang daripada hantaran tulang pendengaran Op sehingga OP tidak dapat
mendengar dengungan garpu tala.
 Tes Weber
Tes ini bertujuan membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan.
Caranya adalah dengan menggetarkan garpu tala dan tangkai garpu tala diletakkan
di garis tengah dahi atau kepala. Pada praktikum kali ini digunakan garpu tala
dengan frekuensi 512 Hz.Bila bunyi terdengar lebih keras pada salah satu telinga
disebut terdapat literalisasi. Bila terdengar sama atau tidak terdengar disebut tidak
ada literalisasi. Bila pada telinga yang sakit (literalisasi pada telinga yang sakit)
berarti terdapat tuli konduktif pada telinga tersebut,bila sebaliknya (literalisasi pada
telinga yang sehat) berarti pada telinga yang sakit terdapat tuli saraf. OP mendengar
dengungan yang lebih kuat pada telinga kanan (lateralisasi kanan), tetapi telinga kiri
OP tidak sakit. Ini berarti kedua telinga OP masih normal dan penghantaran suara
terjadi dari tulang-tulang pendengaran telinga kiri ke tulang-tulang pendengaran
telinga kanan sehingga suara terdengar lebih keras di telinga kanan.
 Tes Schwabach
Tes ini bertujuan membandingkan hantaran tulang pendengaran telinga OP
dengan pemeriksa normal. Caranya adalah dengan menggetarkan garpu tala dan
tangkai garpu tala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar
bunyi kemudian dipindahkan ke prosesus mastoideus pemeriksa yang
pendengarannya dianggap normal. Pada praktikum kali ini digunakan garpu tala
dengan frekuensi 288 Hz. Bila masih dapat mendengar disebut memendek atau tuli
saraf, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara
sebaliknya. Bila OP masih mendengar, disebut memanjang atau terdapat tuli
konduktif. Jika kira-kira sama mendengarnya disebut sama dengan pemeriksa
(schwabach normal). Nilai normal pengukuran ini adalah schwabach normal (tidak
memendek atau memanjang). Dari hasil pemeriksaan ternyata OP masih
mendengar (Schwabach memanjang). Dikhawatirkan pemeriksa memiliki tuli
konduktif karena dengungan garpu tala masih dapat didengar oleh OP.
 Tes Bing
Tes Bing digunakan untuk untuk mengetahui adanya tuli konduktif dan tuli
saraf pada telinga. Caranya adalah dengan menggetarkan garpu tala di tangan dan
tangkai garpu tala diletakkan pada prosesus mastoideus OP. Pada praktikum kali ini
digunakan garpu tala dengan frekuensi 256 Hz. Jika suara garputala kedengaran
bertambah keras berarti percobaan Bing positif dan jika keras suara garputala tidak
mengalami perubahan berarti percobaan Bing indifferent. Bila terdapat lateralisasi
ke telinga yang ditutup, berarti telinga tersebut normal. Bila bunyi pada telinga yang
ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif.
Dari hasil pengukuran, OP mendengar suara paling keras pada telinga kiri,
tempat garpu tala digetarkan. Dan saat telinga kanan ditutup, telinga kiri tempat
garpu tala digetarkan juga terdengar suara paling keras. Hal ini berarti ketajaman
pendengaran OP masih baik karena dengungan garpu tala bias terdengar di kedua
telinga dan paling keras di telinga kiri yang merupakan sumber dengungan (Bing
positif).

Dapus:
Ganong
http://hikaruyuuki.lecture.ub.ac.id/files/2011/02/01-Human-Capabilities.pdf diunduh tanggal 31
Mei 2011 jam 20.00

Anda mungkin juga menyukai