Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dari sejak benih, pembibitan, pemanenan,
hingga di gudang penyimpanan selalu tidak luput dari gangguan hama, patogen, gulma, atau
karena faktor-faktor lingkungan yang tidak sesuai bagi tanaman. Akibat gangguan tersebut
seorang peneliti dari india pernah menyatakan bahwa kerugian tanaman akibat gangguan gulma
33%, patogen 26%, serangan hama 20%, tikus 6%, dan kerusakan di penyimpanan sekitar 7%.
Jika gangguan tanaman tersebut mengganggu secara serentak maka kerugian tanaman dapat
mencapai 92%. Hal ini belum termasuk gangguan karena faktor lingkungan.
Tanaman semusim seperti padi, kedelai, jagung dan sebagainya keadaan ekologinya
berubah-ubah terus. Hal tersebut mengakibatkan tidak stabilnya keseimbangan antara populasi
hama dan musuh alami (predator, parasit, dan patogen). Berbeda dengan tanaman tahunan yang
ekosistemnya sudah stabil , sehingga keseimbangan populasi hama dan musuh alami terjadi, dan
hama hampir tidak pernah meledak karena adanya musuh alami. Pada tanaman semusim, sering
terjadi pemutusan masa bertanam yang akan mengakibatkan tidak berkembangnya musuh
alami.jadi, perkembangan hama meningkat terus tanpa ada faktor pembatas dari alam.
Bersamaan dengan itu orang lalu menggunakan pestisida secara berlebihan yang akhirnya
mengakibatkan terjadinya resistensi pada hama, kematian musuh alami, timbulnya hama baru
karena tidak adanya musuh alami, dan hama berusaha meningkatkan keturunannya karena
generasinya terancam punah, terjadilah ledakan hama seperti wereng coklat pada padi.
Demikian besarnya peran gangguan tanaman bagi kehidupan manusia, tetapi masih
banyak orang yang belum sadar akan kerugian tersebut, pengetahuan tentang hama, patogen, dan
gulma dan cara pengendalianya masih belum banyak di ketahui.

Pada umumnya masih banyak petani yang belum tahu jelas perbedaan hama dan
penyakit, sehingga pada waktu akan memberantas hama keliru dengan mengatakan penyakit.
Akibatnya, obat yang di gunakan bisa keliru, misalnya memberantas ulat dengan fungisida,
Binatang di kelompokan dalam beberapa golongan penting yang dalam bahasa latin
disebut phylum. Di antaranya phylum chordata, yaitu binatang yang bertulang belakang,
misalnya: kera, babi hutan,tikus burung dan kalong. Phylum arthopoda. Phlum ini adalah

1
phylum yang terbesar di banding dengan phylum yang lainya, binatang ini badanya beruas-ruas
(ber-segmen), misalnya tunggau dan serangga. Phylum annelida, misalnya : cacing tanah dan
nematoda. Phylum mollusca misalnya : siput dan bekicot.

1.2 Tujuan
Adapun yang menjdi tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Ingin mengetahui apa yang dimadsud dengan Pengendalian OPT Secara Terpadu Sesuai
Konsep PHT.
2. Ingin mengahui apa yang dimaksud dengan Pencegahan OPT berkembang melalui
program Pengelolaan Lingkungan Sehat.
3. Ingin mengetahui apa yang dimaksud dengan pergiliran tanaman.
4. Ingin memgetahui Sanitasi Lingkungan Sehamparan
5. Ingin mengetahui pengertian dari Hygienic Farming

1.3 Manfaat
1. Terketahuinya pengendalian OPTsecara terpadu sesuai dengan konsep PHT.
2. Terketahuinya Pencegahan OPT berkembang melalui program Pengelolaan Lingkungan
Sehat.
3. Terktahuinya pengertian pergiliran tanaman
4. Dapat diketahuinya pengertian dari sanitasi lingkungakan sehamparan
5. Dapat diketahui pengertian dari Hygienic Farming

1.3 Permasalahan
Adapun permasalahan dalam penulisan makah ini adalah:
1. Bagaimana cara pengendalian OPT secara terpadu sesuai dengan konsep PHT.
2. Bagaimana cara Pencegahan OPT berkembang melalui program Pengelolaan Lingkungan
Sehat.
3. Apa yang dimadsud dengan pergiliran tanaman
4. Bagaimana dampak dari sanitasi lingkungakan sehamparan
5. Apa yang dimaksud dengan Hygienic Farmin.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengendalian OPT Secara Terpadu Sesuai Konsep PHT


Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah Sistem pengendalian hama yang dapat
dibenarkan secara ekonomi dan berkelanjutan yang meliputi berbagai pengendalian yang
kompatibel dengan tujuan memaksimalkan produktivitas tetapi dengan dampak negatif terhadap
lingkungan sekecil-kecilnya.
Perlindungan tanaman merupakan bagian dari sistem budidaya tanaman yang bertujuan
untuk membatasi kehilangan hasil akibat serangan OPT menjadi seminimal mungkin, sehingga
diperoleh kwalitas dan kwantitas produksi yang baik. Sejak Pelita III pemerintah telah
menetapkan sistem PHT sebagai kebijakan dasar bagi setiapprogram perlindungan tanaman,
dasar hukum PHT tertera pada GBHN II dan GBHN IV serta Inpres 3/1986 yang kemudian lebih
dimantapkan melalui UU No.12/1992 tentang sistem Budidaya Tanaman ( Anonimous, 1994).
Konsep PHT merupakan suatu konsep atau cara pendekatan pengendalian hama yang
secara prinsip berbeda dengan konsep pengendalian hama konvensional yang selama ini sangata
tergantung pada pestisida. Konsep ini timbul dan berkembang di seluruh dunia kerena kesadaran
manusia terhadap bahaya penggunaan pestisida yang terus meningkat bagi lingkungan hidup dan
kesejahteraan masyarakat. Konsep PHT sangat selaras dengan pertanian berkelanjutan, yaitu
pertanian yang memenuhi kebutuhan kini tanpa berdampak negative atas sumber daya fisik yang
ada, sehingga tidak membahayakan kapasitas dan potensi pertanian masa depan untuk
memuaskan aspirasi kebendaan dan lingkungan generasi mendatang. Dalam pertanian
berkelanjutan mencakup konsep antara lain;
1. Meminimumkan ketergantungan pada energi, mineral dan sumber daya kimiawi yang
tidak terbarukan
2. Produksi pertanian mantap tinggi
3. Penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat
4. Populasi OPT dan kerusakan tanaman tetap pada aras secara ekonomi tidak merugikan
5. Pengurangan resiko pencemaran Lingkungan akibat penggunaan pestisida yang
berlebihan (Anonimous, 2004 ).
6. Harus mempertahankan kecukupan habitat bagi kehidupan alami,

3
7. konservasi sumber daya genetik dalam species tumbuhan dan hewan yang diperlukan
pertanian
8. sistem pertanian harus mampu mempertahankan produksi sepanjang waktu menghadapi
tekanan-tekanan ekologi, sosial dan ekonomi, dan
9. kegiatan produksi jangan sampai menguras sumber daya terbarukan.
Secara ekonomi kebijakan pemerintah sebelum tahun 1989 memberikan subsidi yang
besar untuk Pestisida sebesar antara 100 – 150 juta US$ atau sekitar 150 milyar rupiah pertahun,
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan kembali
efisiensi dan efektifitas pengendalian serta untuk membatasi pencemaran lingkungan maka
kebijakan dan pengendalian secara konvensional harus dirubah menjadi pengendalian
berdasarkan konsep dan prinsip PHT. Kemudian secara bertahap subsidi pestisida di cabut, dan
baru tahun 1989 subsidi tersebut sepenuhnya dicabut, metoda yang cukup baik dan mudah
dilaksanakan melalui pola Sekolah Lapang PHT ( SLPHT) dengan menganut pola pendidikan
orang dewasa yaitu belajar dari pengalaman sendiri langsung di lapang (Anonimous,2004).
Tiga komponen komponen dasar yang harus dibina, yaitu : Petani,Komoditi dasil
pertanian dan wilayah pengembangan dimana kegiatan pertanian berlangsung, disamping
pembinaan terhadap petani diarahkan sehingga menghasilkan peningkatan produksi serta
pendapatan petani, pengembangan komoditi hasil pertanian benar-benar berfungsi sebagai sektor
yang menghasilkan bahan pangan, bahan ekspor dan bahan baku industri, sedangkan pembinaan
terhadap wilayah pertanian ditujukan agar dapat menunjang pembangunan wilayah seutuhnya
dan tidak terjadi ketimpangan antar wilayah ( Kusnadi, 1980).
Sejalan dengan kemajuan teknologi maupun perkembangan struktur sosial, ekonomi dan
budaya teknologi baru di pedesaan dapat membantu warga desa dalam meningkatkan
usahataninya dalam arti memperbesar hasil, meningkatkan pengelolaan untuk mendapatkan atau
nafkah dalam usahataninya tersebut atau dalam usahatani lainnya, sedangkan teknologi adalah
merupakan pengetahuan untuk menggunakan daya cipta manusia dalam menggali sumber daya
alam dan memanfatkanya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka ( Anonimous,1988).
Tujuan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). PHT adalah upaya yang terencana dan
terkoordinasi untuk melembagakan penerapan prinsip-prinsip PHT oleh petani dalam
usahataninya serta memasyarakatkan pengertian-pengertian PHT dikalangan masyarakat umum
dalam rangka pembangunan pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

4
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat
serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dengan menggunakan salah satu atau lebih
dari berbagai teknik pengendalia yang dikembangkan dalam satu kesatuan, untuk mencegah
timbulnya kerugian secara ekonomis dan erusakan lingkungan hidup. (Anonimous, 1994)
Tujuan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah :
1. Menjamin kemantapan swasembada pangan.
2. Menumbuhkan Kreativitas, dinamika dan kepemimpinan petani.
3. Terselenggaranya dukungan yang kuat atas upaya para petani dalam menyebarluaskan
penerapan PHT sehingga dapat tercipta pemabngunan pertanian yang berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan.
Usaha pokok Pengendalian Hama Terpadu (PHT):
1. Mengembangkan sumberdaya manusia antara lain menyelenggarakan pendidikan formal
dan non formal bagi petani dengan pola Sekolah Lapangan PHT, dan pelatihan bagi
petugas terkait yakni Pengamat Hama dan Penyakit (PHP), Penyuluh Pertanian dan
Instansi terkait lainya.
2. Mengadakan studi-studi lapangan dan penelitian yang memberikan dukungan atas
strategi, pengembangan metode, dan penerapan PHT untuk tanaman padi dan palawija
lainya.
3. Memperkuat kebijaksanaan, pengaturan dan penyelenggaraan pengawasan terhadap
pengadaan, pembuatan, peredaran serta pemakaian pestisida yang berwawasan
lingkungan.
4. Memasyarakatkan pengembangan konsep PHT di Indonesia

2.2 Pencegahan OPT berkembang melalui program Pengelolaan Lingkungan Sehat


Pengendalian OPT bertujuan untuk mempertahankan produksi pertanian agar produksi
tetap optimal, pengendalian hama adalah usaha –usaha manusia untuk menekan populasi hama
sampai dibawah ambang batas yang merugikan secara ekonomi. Pengendalian dapat dilakukan
dengan pendekatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), yaitu memilih suatu cara atau
menggabungkan beberapa cara pengendalian, sehingga tidak merugikan secara ekonomis,
biologi dan ekologi. Dengan tingkat kesadaran yang tinggi tentang lingkungan yang sehat dan
pertnian yang berkelanjutan diperlikan cara pengendalian yang tepat.

5
1. Pengendalian Fisik Dan Mekanik
Pengendalian fisik dan mekanik memiki tujuan langsung dan tidak langsung. Diantaranya
mematikan hama, menggangu aktivitas fisiologi hama yang normal dengan cara lain dan diluar
pestisida, dan mengubah lingkungan sedemikian rupa sehingga lingkungan menjadi kurang
sesuai bagi kehidupan hama.
Pengendalian fisik dan mekanik merupakan tindakan mengubah lingkungan khusus untuk
mematikan atau menghambat kehidupan hama, dan bukan merupakan bagian praktek budidaya
yang umum. Pengendalian fisik dan mekanik harus dilandasi oleh pengetahuan yang menyeluruh
tentang ekologi serangan hama sehingga dapat diketahui kapan, dimana, dan bagaimana tindakan
terdebut harus dilakukan agar diperoleh hasil seefektif dan seefisien mungkin
Pengendalian secara fisik dan mekanik antara lain adalah dengan cara penggunaan
penghalang fisik, pembakaran, Organisme Penganggu Tanaman pemanasan, gelombang suara,
radiasi cahaya, lampu perangkap, pengapasan, dan lain – lain. Pengendalian hama dan gulma
secara manual atau dengan menggunakan alat dan mesin pertanian juga dapat digolongkan
sebagai cara pengendalian mekanik.
Cara pembasmian hama dan penyakit secara fisik-mekanik
1. Pemangkasan lokal ; bagian tanaman yang terserang dipotong atau dipangkas, hasil
pangkasan kemudian dikumpulkan di suatu tempat yang terbuka dan aman, lalu
dilakukan pembakaran.
2. Penggunaan penghalang fisik ; sering dilakukan untuk melindungi tanaman dari serangan
hama hewan besar, seperti babi hutan. Tanaman juga kadang harus dipagari agar
terhindar dari ternak ruminansia. Buah – buahan seperti mangga (Mangifera indica),
belimbing (averrhoa carambola), dan jambu biji (psidium guajava) sering dibungkus
untuk menghindari serangan lalat buah Bactrocera spp.
3. Ditebang ; jika intensitas serangan tinggi (hampir semua bagian tanaman diserang/>70 %
bagian tanaman diserang) atau sudah sangat parah dan tanaman berumur lebih dari 5
tahun, maka dilakukan tebangan D2 penyakit. Prosedur penebangan mengikuti prosedur
tebangan yang sudah ada.
4. Pembakaran ; dilakukan sebagai upaya pembasmian hama atau patogen pada tanaman
yang tidak mungkin lagi dapat diselamatkan. Pembakaran gulma juga sering dilakukan
petani. Pembakaran sebagai upaya pengendalian hama, patogen, dan gulma harus

6
dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa musuh alami hama dan mikroorganisme
yang bermanfaat perlu untuk dilindungi.
5. Pemanasan ; dilakukan untuk pengendalian hama atau patogen yang menyerang hasil
tanaman yang disimpan di gudang. Pemanasan tidak dapat dilakukan terhadap tanaman
yang sedang aktif tumbuh, karena pemanasan dapat meyebabkan denaturasi enzim
sehingga mengganngu metabolisme tanaman.
6. Pemberian abu kayu pada serangan rayap
7. Pengambilan menggunakan tangan. Dapat dilakukan pada jenis hama ulat dan belalang,
dengan intensitas serangan hama dalam skala kecil.
8. Penangkapan bersama-sama oleh banyak orang (gropyokan-Jawa) pada hama belalang.
9. Penggunaan suara ; sebagai cara pengendalian hama lebih bersifat pengendalian sesaat,
misalnya dilakukan untuk mengusir burung yang sedang atau hendak menyerang
tanaman. Pengendalian dengan suara atau bunyi – bunyian ini harus dilakukan secara
aktif oleh petani karena efektivitasnya yang bersifat sesaat tersebut.
10. Cara lain mengoyang-goyangkan pohon, menyikat, mencuci, memisahkan bagian
tanaman terseranga, memukul, mengunakan alat penghisap serangga, dll.

2. Dengan Mengunakan Musuh Alami (Predator)


Musuh alami merupakan salah satu komponen dalam pengendalian hama terpadu (PHT),
sehingga penelitian pemanfaatan musuh alami (predator, parasitoid dan patogen) sangat penting
untuk mendukung keberhasilan pengendalian hama tanaman yang berwawasan lingkungan.

Mengunakan insetisida yang berlebihan akan merussak keseimbangan alami. Serangga


yang bermanfaat terbasmi bersama-sama dengan serangga penggangu. Tetapi serangan serangga
penggangu lebih tahan terhaap serangga yang bermanfaat.hasilnya lebih besar kerugian yang
terjadi lebih bayak serangga yang menjadi resisten.

Hama dan penyakit tanaman dapat ditekan dengan mempertahankan keseimbangan


ekologi. Hal ini dapat dilaksanakan dengan mendorong perkembangan musuh alami. Tanaman
yang kuat dan sehat serta kondisi lahan yang bersih merupakan bentuk pemeliharaan yang
bersifat pencegahan. Tanaman yang pertumbuhanya sehat mempunyai kemampuan yang lebih
baik dan menekan serangan hama dan penyakit dari pada tanaman yang kurang sehat.

Oleh: Herminanto, Fakultas Pertanian UNSOED, Purwokerto Filum Arthropoda sebagian

7
berperan sebagai mangsa dari sejumlah hewan predator yang terdiri atas arthropoda lain dan
spesies bukan arthropoda. Ikan dan kadal memangsa nyamuk, katak besar mengkonsumsi
scarabidae, burung mynah memakan belalang, itik memakan wereng dsb.

Menurut ahli hama yang pernah mendatangkan predator dan prasit kutu loncat dari
Hawaii ini, dengan musuh alami produksi tanaman tetap mantap, lingkungan dan petani tetap
sehat. Dan subsidi pemerintah bisa dikurangi.

Sebagian predator nampak gesit, pemburu yang rakus, secara aktif mencari mangsa di
tanah atau pada vegetasi, seperti dilakukan oleh kumbang buas, serangga sayap jala (lacewing)
dan tungau, atau menangkap mangsa ketika terbang seperti dilakukan oleh capung (dragonfly)
dan lalat perompak (robberfly). Lalat predator lain, Ischiodon scutellaris, larvanya bertindak
sebagai predator dan dewasa hidup mengonsumsi nektar.

Kebanyakan spesies bersifat predator pada stadia muda maupun dewasa, namun ada yang
menjadi predator pada stadia larva saja, sedangkan imago mengkonsumsi madu atau lainnya.
Adapula spesies bukan predator terutama betina, mencari mangsa untuk larvanya dengan
meletakkan telur di dekat mangsa, karena larva sering tidak dapat mencari pakan sendiri. Lalat
syrphidae misalnya, meletakkan telur di dekat koloni aphids yang berguna sebagai sumber
makanan saat telur menetas menjadi larva yang buta dan tidak berkaki.

2.3 Peramalan OPT Untuk Antisipasi Pencegahan Dan Pengendalian


Perlindungan tanaman sebagai bagian integral dari sistem produksi tanaman, mempunyai
peran dalam mendukung keberhasilan proses produksi tanaman, terutama dalam memantapkan
produktivitas melalui upaya penekanan kehilangan hasil akibat serangan OPT, meningkatkan
kualitas hasil yang memiliki daya saing tinggi dan aman dikonsumsi, serta menciptakan suatu
sistem produksi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Faktor lainnya yaitu iklim dan cuaca, selain menyebabkan bencana alam baik banjir
maupun kekeringan, juga mempengaruhi perkembangan OPT, terutama terhadap intensitas
serangan. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil produksi yang optimal perlu diupayakan
tindakan pengendalian tepat sesuai prinsip PHT dengan melibatkan berbagai pihak terkait
terutama kelompok tani secara terencana dan berkesinambungan( dari berbagai sumber 2010)
Bila tanaman padi muda terserang, menjadi berwarna kuning, pertumbuhan terhambat
dan tanaman kerdil. Pada serangan yang parah keseluruhan tanaman menjadi putih, kering dan

8
mati, perkembangan akar merana dan bagian bawah tanaman yang terserang menjadi terlapisi
oleh jamur, yang berkembang pada sekresi embun madu serangga. Serangga hama wereng coklat
di Indonesia telah diketahui sejak sebelum perang dunia ke-II dengan luas daerah serangan yang
terbatas.
1. Perubahan Biotipe
Perubahan biotipe wereng coklat ini sebenarnya terjadi melalui seleksi alam. Dalam
pertanaman padi yang intensif, penggunaan insektisida yang tidak tepat mematikan musuh alami
tapi tidak mematikan telur dan nimfa wereng secara keseluruhan. Wereng yang selamat
merupakan wereng yang secara genetik memang terseleksi dari lingkungan yang tidak
menguntungkan. Hal ini mungkin terjadi karena populasi wereng coklat yang tinggi
menyebabkan keragaman genetik yang berbeda. Intensifikasi dengan varietas lokal yang unggul,
memunculkan biotipe I yang dapat memusokan sawah. Kemudian diperkenalkan IR 26, dengan
gen resistensi Bph 1 ( Bph = Brown Plant Hopper ), tapi kemudian muncul biotipe 2 .
Selanjutnya dikenalkan IR 36 dengan gen resisten Bph 2 yang semula resisten terhadap biotipe 2
ternyata bisa dipatahkan dengan muculnya biotipe 3 yang latent.
Lalu diper-kenalkan IR 56 dengan gen resisten Bph 3, tetapi kembali pertanaman yang
monokultur dan terus-menerus meng-akibatkan gen resisten Bph 3 patah kembali. Kemudian
diperkenalkan IR 64 dengan gen resistens Bph 4 yang tahan terhadap serangan wereng coklat
biotipe 3 sampai sekarang.
Jadi dari penjelasan diatas bisa diambil kesimpulan jika pengunaan pestisida terus-
menerus secara tidak tepat waktu dan guana akan memunculkan hama dan penyakit yang lebih
kebal dan meningkatkan populsinya semakin banyak. Salah satunya cara adalah dengan
melakuakan PHT yang ramah lingkungan. Salah satunya adalah pengendaliah hama dengan cara
fisik dan mekanik dan secara biologi maupun memanfaaatkan musih alamai.
3. Pencegahan
Tindakan pencegahan yang hanya mengandalkan sepenuhnya pada pengendalian wereng
pada penanaman varietas tahan saja, ternyata tidak mencegah eksplosi serangan. Harus diikuti
tindakan lain, seperti pergiliran antar varietas dan antar tanaman. Sedangkan peng-gunaan
insektisida, hanya dibatasi pada saat diperlukan, tapi bukan untuk pencegahan. Varietas padi
yang tahan saat ini baru mampu dibuat dari satu gen resisten saja. Memang resistensinya sangat
tinggi terhadap serangan wereng, tetapi tidak bisa bertahan lama karena sifat wereng yang hanya

9
makan padi dengan keraganan genetik yang tinggi. Sampai saat ini sudah empat gen resisten
wereng coklat yang ditemukan yaitu Bph 1, Bph 2, Bph 3 dan Bph 4.
Penggunaan pestisida selalu membawa empat resiko yakni resistensi terhadap hama dan
penyakit, munculnya hama dan penyakit baru akibat matinya musuh alami, resurjensi ( hama
penyakit tersebut makin meningkat populasinya, juga disebabkan oleh matinya musuh alami
akibat pestisida yang disemprotkan ) dan keracunan lingkungan. Setelah sekitar lima puluh tahun
pestisida diperkenalkan, kini ditemukan pestisida generasi ketiga yang cara kerjanya tidak
langsung mematikan serangga, tetapi merusak atau mengganggu proses fisiologis serangga.
Salah satunya adalah buprofezin, yang dihasilkan Jepang, Mampu menahan telur wereng
menetas dan nimfanya berganti kulit. Karena tidak bisa berganti kulit, padahal nimfa ini perlu
bertambah besar untuk menjadi dewasa, maka nimfa tersebut akan mati.
Namun demikian pestisida ini mempunyai kendala utama yakni saat pemberiannya yang
harus tepat. Hal ini berhubungan dengan periode migrasi wereng dewasa bersayap panjang
(makro-ptera) pada awal pem-bentukan anakan. Setelah menetap, wereng coklat mulai
berkembang biak satu atau dua generasi pada tanaman padi stadia vegetataif, tergantung saat
migrasinya jika terjadi 2-3 Minggu Setelah Tanam ( MST ), imigran berkembang biak dua
generasi.
Puncak populasi nimfa generasi pertama dan ke dua berturut-turut muncul pada umur
padi 5-6 MST dan 10-11 MST. Bila imigrasi terjadi setelah padi umur 5-6 MST, puncak populasi
nimfa hanya satu kali, yaitu 9-10 MST. Serangga dewasa yang muncul setelah padi berumur 7
MST, umumnya bersayap pendek (brak-hiptera) yang tidak dapat bermigrasi dan bertelur
ditempat asal. Setelah itu, akibat tekanan populasi, yang muncul adalah makroptera yang
jumlahnya meningkat saat tanaman memasuki stadium pembungaan.
Makroptera inilah yang bermigrasi mencari tanaman padi muda baru di dalam
jangkauannya. In-sektisida selain buprofezin, yaitu yang berbahan aktif karbonat digunakan pada
saat padi berumur 8-11 MST. Di sinilah tampak pentingnya pengamat-an hama, untuk
mendeteksi jumlah populasi wereng coklat dewasa

2.4 Rotasi Tanaman / Multiple Cropping


Prinsif dari pergiliran tanaman adalah memutuskan daur hidup hama tertentu berdasarkan
ruang dan waktu tanaman inang. Pemutusan daur hidup mengunakan tanaman bukan iniang

10
merupakan salah stu cara dalam menurunkan serangan hama. Menanam jenis hama secara
bergilir akan menurunkan serangan hama, disamping itu, perlu dipilih tanaman yang mempunyai
resiko serangan hama yang redah.
Cara terbaik untuk memilih tanaman yang akan bergilir adalah mengunakan tanaman
jenis berbeda. Pergiliran tanaman cukup efektif dalam menekan serangan hama yang berasal dari
dalam tanah termasuk nematode dll.

Cara penanaman yang tepat akan mencegah kemungkinan akan terjadinya serangn hama.
Pada umumnya ledakan serangan hama selalu berhubungan dengan kondisi alam tetentu. Untuk
itu harus dihindara saat tanama dan saat tanaman lemah terhadap serangan hama yang bersamaan
kemungkinan terjadi serangan ledakan hama. Dalam hal itu diperlukan pengetahua daur hidup
hama untuk menentukan saat tanam yang tepat dan sekaligus mengendalikan hama. Karena tidak
ada rumusan yang pasti dalam usaha preventif dalam pengendalian ham, maka pengamatan
secara bekala sangat iperlukan dalam untuk mengetahui ledankan serangan hama.

Kebanyakan para petani di Asia Tenggra yang masih melaksanakan pertanaia secara
tradisional, hanya melaksanakan penanaman satu kali, selama musim penghujan untuk
memotong daur hidup hama pengerek batang. Didiberapa Negara Afrika petani hanya menanam
jagung dipuncak penghujan. Apabila hujan sedikit maka tanaman jagung peka akan serangan
resiko tingi terhadap hama pengerek batang.

2.5 Penggunaan Pestisida Secara Rasional

Dilema yang dihadapi para petani saat ini adalah bagaimana cara mengatasi masalah OPT
tersebut dengan pestisida sintetis. Di satu pihak dengan pestisida sintetis, maka kehilangan hasil
akibat OPT dapat ditekan, tetapi menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Di pihak lain, tanpa
pestisida kimia akan sulit menekan kehilangan hasil akibat OPT. Padahal tuntutan masyarakat
dunia terhadap produk pertanian menjadi bertambah tinggi terutama masyarakat negara maju,
tidak jarang hasil produk pertanian kita yang siap ekspor ditolak hanya karena tidak memenuhi
syarat mutu maupun kandungan residu pestisida yang melebihi ambang toleransi.
Pestisida secara luas diartikan sebagai suatu zat yang bersifat racun, menghambat
pertumbuhan atau perkembangan, tingkah laku, bertelur, perkembang biakan, mempengaruhi
hormon, penghambat makan, membuat mandul, sebagai pemikat, penolak dan aktivitas lainnya

11
yang mempengaruhi OPT. Tidak kita pungkiri bahwa dengan pestisida sintetis telah berhasil
menghantarkan sektor pertanian menuju terjadinya “revolusi hijau”, yang ditandai dengan
peningkatan hasil panen dan pendapatan petani secara signifikan, sehingga Indonesia bisa
mencapai swasembada pangan pada tahun 1986. Dalam revolusi hijau target yang akan dicapai
adalah berproduksi cepat dan tinggi, sehingga diperlukan teknologi masukan tinggi diataranya
penggunaaan varietas unggul, pemupukan berat dengan pupuk kimia, pemberantasan hama dan
penyakit dengan obat-obatan kimia.

Pada tahun ini konsepsi untuk menanggulangi OPT ialah pendekatan UNILATERAL,
yaitu menggunakan satu cara saja, PESTISIDA. Ketika itu pestisida sangat dipercaya sebagai
“ASURANSI” keberhasilan produksi; tanpa pestisida produksi sulit atau tidak akan berhasil.
Karena itu pestisida disubsidi sampai sekitar 80 % dari harganya, hingga petani dapat
membelinya dengan harga “murah”. Sistem penyalurannyapun diatur sangat rapih dari pusat
sampai ke daerah-daerah. Pestisida diaplikasikan menurut jadwal yang telah ditentukan, tidak
memperhitungkan ada hama atau tidak.

Pemikiran ketika itu ialah “melindungi” tanaman dari kemungkinan serangan hama.
Promosi pestisida yang dilakukan oleh para pengusaha pestisida sangat gencar melalui
demontrasi dan kampanye. Para petani diberi penyuluhan yang intensif, bahwa hama-hama harus
diberantas dengan insektisida. Dalam perlombaan hasil intensifikasi, frekuensi penyemprotan
dijadikan kriteria, makin banyak nyemprot, makin tinggi nilainya.

Konsekuensi Lingkungan Dari Penggunaan Pestisida. Ternyata, puncak kejayaan


pestisida sekitar tahun 1984-1985 telah membawa dampak yang sangat dahsyat terhadap
ekosistem yang ada. Meskipun penggunaan pestisida makin ditingkatkan , masalah hama-hama
terutama wereng tidak dapat diatasi, malah makin mengganas. Kita tidak sadar, bahwa
mengganasnya hama wereng tersebut akibat penggunaan pestisida yang berlebihan. Pestisida
juga menimbulkam masalah lingkungan seperti matinya makhluk bukan sasaran (ikan, ular,
katak, belut, bebek, ayam, cacing tanah dan serangga penyerbuk) dan musuh alami (predator,
parasitoid), residu pestisida dalam bahan makanan, pencemaran air, tanah, udara dan keracunan
pada manusia serta ongkos produksi yang sangat mahal dan sia-sia.

Tentunya timbul pertanyaan, dimana letak pestisida dalam konsep PHT. Apakah Pestisida
masih diperlukan ? Jawabannya masih diperlukan tetapi sangat selektif tetapi sasaran kualitas

12
dan kuantitas produksi pertanian masih tetap tinggi. Pestisida hanya diperlukan pada waktu
mekanisme kesetimbangan ekosistem terganggu oleh sesuatu sebab yang mengakibatkan
populasi hama meningkat sampai melalui ambang ekonomi. Selama populasi hama masih berada
di bawah ambang ekonomi, maka penggunaan pestisida secara rasional ekonomik dianggap
mendatangkan kerugian dan secara ekologik penggunaan pestisida pada aras tersebut akan
mengganggu bekerjanya proses pengendalian alami.
Peramalan Terhadap Serangan Hama dan Penyakit. Peramalan terhadap serangan hama
penyakit untuk mengetahui dinamika populasi HPT yang dapat digunakan sebagai dasar dalam
menentukan cara pengendalian HPT. Pengendalian HPT berpedoman pada ambang kendali
dimaksudkan untuk menentukan saat pengendalian HPT secara tepat, memberikan hasil yang
maksimal dan menghemat penggunaan pestisida.
Pengendalian Hama Penyakit Secara Biologi Secara alami tiap spesies memiliki musuh
alami (predator, parasit, dan patogen) yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama
tanaman. Peningkatan penggunaan pestisida hayati dengan bahan aktifnya jasad renik penyebab
penyakit hama khususnya serangga akan mengurangi ketergantungan terhadap insektisida
kimiawi.

2.6 Sanitasi Lingkungan Sehamparan


Sanitasi merupakan salah satu komponen dari kesehatan lingkungan, yaitu perilaku yang
disengaja untuk membudayakan hidup bersih untuk mencegah manusia bersentuhan langsung
dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya, dengan harapan dapat menjaga dan
meningkatkan kesehatan manusia.
Dalam penerapannya di masyarakat, sanitasi meliputi penyediaan air, pengelolaan
limbah, pengelolaan sampah, kontrol vektor, pencegahan dan pengontrolan pencemaran tanah,
sanitasi makanan, serta pencemaran udara.
Kesehatan lingkungan di Indonesia masih memprihatinkan. Belum optimalnya sanitasi di
Indonesia ini ditandai dengan masih tingginya angka kejadian penyakit infeksi dan penyakit
menular di masyarakat. Pada saat negara lain pola penyakit sudah bergeser menjadi penyakit
degeneratif, Indonesia masih direpotkan oleh kasus demam berdarah,  Diare, Kusta, serta
Hepatitis A yang seakan tidak ada habisnya.

13
Sanitasi sehamparan dalam bidang pertanian yanitu diaman merupakan salah satu
tindakan manusaia yang besifaat bersih dan tidak mengunakan bahan asptik seperti pestisida
dalam menjaga kebersihan lingkunagn yang ada seperti contonya:

1. Sanitasi lingkungan dan manipulasi habitat


1. Membersihkan dan memperbaiki lingkungan di sekitar areal pertanaman padi, seperti:
semak belukar, tanggul-      tanggul saluran irigasi dan pematang sawah sehingga tikus
merasa tidak nyaman untuk berlindung dan berkembang biak.

2. Memperkecil ukuran pematang sawah (tinggi dan lebar + 30 cm) dapat menghambat
perkembangan populasi tikus      karena tikus tidak nyaman untuk membuat sarang

2. Kultur teknis
Musim tanam yang teratur dan terjalinnya kebersamaan antar petani dalam setiap
kelompok tani serta kebersamaan antar kelompok tani dalam satu hamparan sehingga tumbuh
kebiasaan bertanam serentak, penanaman varietas yang sama setiap musim (waktu panennya
sama), pengaturan pola tanam, waktu tanam, dan jarak tanam.

1. Pengaturan pola tanam. Pada lahan sawah irigasi dilakukan pergiliran tanaman, seperti:
padi-padi-palawija,      padi- padi- bera, padi-palawija ikan-padi. Ini akan mengakibatkan
terganggunya siklus hidup tikus akibat      terbatasnya ketersediaan makanan.

2. Pengaturan waktu tanam. Penanaman padi sawah yang serentak pada satu hamparan
(minimal 100 hektar) dapat      meminimalkan kerusakan karena serangannya tidak
terkonsentrasi pada satu lokasi tetapi tersebar sehingga      kerusakan rata-rata akan lebih
rendah

3. Pengaturan jarak tanam. Bertujuan menciptakan lingkungan terbuka sehingga tikus tidak
merasa puas dalam mencari     makanan. Penanaman padi agak jarang atau sistem tanam
jajar legowo (bershaf) kurang disukai oleh tikus sawah (suasana terang) karena takut
adanya musuh alami (predator).

14
3. Fisik dan mekanis
Secara fisik dengan mengubah lingkungan fisik seperti: suhu, kelembaban, cahaya, air,
dll sehingga tikus menjadi jera atau mengalami kematian karena adanya perubahan faktor fisik.
Secara mekanis, dengan menangkap dan membunuh tikus secara langsung atau menggunakan
alat seperti cangkul, kayu pemukul, alat perangkap, penyembur api (solder) dan emposan atau
fumigasi. Kelebihan cara ini, yaitu:
(1) sederhana dan tidak memerlukan alat yang mahal;
(2) Dapat menurunkan populasi tikus secara nyata; dan
(3) meningkatkan kebersamaan petani.

Sedangkan kelemahan cara ini, yaitu:


(1) memerlukan tenaga kerja relatif banyak;
(2) memerlukan kebersamaan antar petani; dan
(3) menimbulkan kerusakan lingkungan seperti terbongkarnya pematang sawah, rusaknya
saluran irigasi, tanggul, dsb.

4. Biologis
Musuh alami tikus biasanya adalah: burung hantu, ular, anjing, dan kucing. Numun,
musuh alami ini pada sawah irigasi sudah jarang ditemukan.

5. Kimiawi
Petani sudah banyak mengetahui pengendalian secara kimiawi ini, seperti rodentisida,
fumigasi, dll. Namun cara ini hanya dianjurkan bila populasi tikus sangat tinggi dan cara lain
sudah dilaksanakan.

2.7 Penerapan Hygienic Farming


Sanitasi mencakup kebiasaan sikap hidup dan tindakan aseptik dan bersih terhadap benda
termasuk manusia yang akan kontak langsung dan tidak langsung dengan roduk pangan. Hygiene
Pada dasarnya sama dengan dengan sanitasi, hanya berbeda dalam sejarah perkembangannya.
Dalam industri pangan (pengolahan hasil perkebunan), sanitasi meliputi kegiatan yang

15
berhubungan dengan produksi makanan; meliputi pengawasan mutu bahan mentah, penyimpanan
bahan mentah, perlengkapan suplai air yang baik, pencegahan kontaminasi makanan dari
peralatan, pekerja dan hama pada semua tahap selama pengolahan, pengemasan dan
penggudangan produk akhir.

Bagaimana peranan sanitasi?. Dalam industri pengolahan hasil perkebunan sanitasi


memegang peranan penting, karena sangat berkaitan dengan tuntutan pasar yang menghendaki
produk dengan sifat aman, tidak mudah terkontaminasi, stabil selama penyimpanan, bernilai gizi
tinggi, serta memenuhi standar identitas dan higienis.(tanggung jawab industri)

Pencemaran dalam Pengolahan makanan tercemar adalah: Makanan yang baik


sebagian/keseluruhan kotor, busuk, hancur sehingga tidak dapat dikonsumsi. Makanan yang
diolah, dikemas atau disimpan dibawah kondisi yang tidak bersih sehingga dapat terkontaminasi
dan menyebabkan kesehatan terganggu bila dikonsumsi. Makanan yang bersumber dari produk
hewan berpenyakit dari hewan yang sudah mati selain akibat penyemblihan.

Bentuk Cemaran Pencemaran/kontaminan pada produk pangan atau produk hasil


perkebunan secara khusus dapat disebabkan karena bahan pencemar fisik, kimia dan biologi.
Kontaminasi adalah peristiwa masuknya bahan asing: tanah, sisa pemungutan hasil, serangga,
benda asing, mikroorganisme, bahan kimia yang mengadakan kontak dengan hasil olah sehingga
dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia.

a. Jadi apa saja sih yang menjadi sumber kontaminan?

1. Bahan dasar/bahan baku


2. Peralatan
3. Pekerja
4. Udara
5. Air
6. Limbah
7. Serangga dan tikus

b. Jadi siapakah yang punya tanggung jawab tersebut?


 Orang yang bekerja di bagian sortasi

16
 Orang yang bekerja di bagian produksi
 Orang yang bekerja di bagian packaging
 Orang yang bekerja di bagian……..
 Semua orang yang bekerja dalam industri
Lingkungan yang bersih merupakan tanggung jawab semua orang yang bekerja dalam
industri
2.8 Pengkayaan Populasi Parasit, Predator, Kompetitor.
Adapun cara pengkayaan parasit, predator dan kompotitior adalah dengan
mempertahankan lingkungan daur hidupnya sesuai dengan apa yang ingginkan. Salah satu
tujuan pengkayaan parasit, perdator maupun kompotitor adalah pengendalian hama dan penyakit
yang ramah lingkungan seperti pengunaan pestisida yang secara rasional artinya dalam
pemberian psetisida harus dilahat abang ekonomi dari hama dan penyakit tersebut dan usahakan
mengunakan pestisida tepat guna atau pas sasaran. Karena ditakutkan jiga tidak mengunakan
pestisida secara tidak tepat guna dan tidak ramah lingkungan bisa membunuh serangga- serangga
yang tidak dininginan padahal dia sangat berperan dalam membasmi hama dan penyakit (musuh
alami).
Keseimbangan ekosistem itu sendiri terjadi pada masa dimana hewan herbivora
(pemakan tumbuhan) tidak terlalu banyak memakan tumbuhan, pemangsa tidak memangsa
secara berlebihan dan juga parasit tidak membunuh secara besar-besaran populasi inangnya.
Penggunaan pestisida yang berlebihan saat ini sedikit banyak telah merubah keseimbangan
ekosistem yang ada diantaranya : hama sasaran menjadi lebih kuat, makin punahnya musuh
alami dari musuh sasaran serta menurunnya jumlah jasad renik dalam tanah sebagai
dekompositor/pengurai benda mati menjadi bahan organik yang diperlukan untuk kesuburan
tanah. Bila keadaan tersebut dibiarkan maka bukan tidak mungkin pada ekosistem tanaman
tersebut populasi hama maupun penyakitnya semakin bertambah sebagai dampak dari
penggunaan bahan kimia yang berlebihan. Disadari atau tidak, dampak pengendalian kimiawi
yang dilakukan secara serampangan tanpa memperhatikan aspek lingkungan sangat berpengaruh
besar pada keseimbangan ekosistem.
1. Pentingnya Predator
Keberadaan dan pentingnya predator dalam ekosistemnya dapat kita lihat kasus sebagai
berikut : saat kita memulai menanam padi, maka saat itu juga kita memulai menciptakan sebuah
komunitas baru pada areal penanaman padi. Pada saat bersamaan kita tidak hanya menanam padi

17
melainkan juga hama penghisap bulir, penggerek batang, penyakit malai, penyakit busuk malai,
predator Lycosa pesudoannulata, Pederus fuscifes, Ophionea nigrofasciata dan kumbang
coccinella yang semuanya terkait dengan tanaman padi yang kita tanam. Begitu pula halnya
dengan tanaman perkebunan yang dibudidayakan.
Penggunaan pestisida yang berlebihan, berspektrum luas dan tidak selektif disertai tehnik
budidaya yang kurang baik akan berdampak pada ketidakseimbangan ekosistem, karena tidak
hanya hama saja melainkan semua pemangsanya pun turut musnah. Dan bila terjadi ledakan
populasi hama yang baru, jumlah predator yang ada tidak mencukupi sehingga pengendalian
biologis tidak akan efektif.
Melihat pentingnya peran predator dan parasit dalam menjaga dan mengendalikan
populasi hama, maka upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi penggunaan
insektisida yang berspektrum luas, aplikasi insektisida dengan melakukan pengamatan
perbandingan jumlah hama dan musuh alami, bahkan bila perlu dalam suatu areal penanaman
dilakukan manipulasi lingkungan agar mendukung peran dan jumlah musuh alaminya.

18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perlindungan tanaman merupakan bagian dari sistem budidaya tanaman yang bertujuan
untuk membatasi kehilangan hasil akibat serangan OPT menjadi seminimal mungkin, sehingga
diperoleh kwalitas dan kwantitas produksi yang baik.
Konsep PHT merupakan suatu konsep atau cara pendekatan pengendalian hama yang
secara prinsip berbeda dengan konsep pengendalian hama konvensional yang selama ini sangata
tergantung pada pestisida.
Konsep ini timbul dan berkembang di seluruh dunia kerena kesadaran manusia terhadap
bahaya penggunaan pestisida yang terus meningkat bagi lingkungan hidup dan kesejahteraan
masyarakat. Konsep PHT sangat selaras dengan pertanian berkelanjutan, yaitu pertanian yang
memenuhi kebutuhan kini tanpa berdampak negative atas sumber daya fisik yang ada, sehingga
tidak membahayakan kapasitas dan potensi pertanian masa depan untuk memuaskan aspirasi
kebendaan dan lingkungan generasi mendatang.
Adapun pengendalian OPT secara konsep pemberantasan maha terpadu adalah dengan
pengendalian fisik dan mekaik, secara alami(mengunakan musuh alami dan biologi).
Pengendalian fisik dan mekanik merupakan tindakan mengubah lingkungan khusus untuk
mematikan atau menghambat kehidupan hama, dan bukan merupakan bagian praktek budidaya
yang umum. Pengendalian fisik dan mekanik harus dilandasi oleh pengetahuan yang menyeluruh
tentang ekologi serangan hama sehingga dapat diketahui kapan, dimana, dan bagaimana tindakan
terdebut harus dilakukan agar diperoleh hasil seefektif dan seefisien mungkin
Pengendalian secara fisik dan mekanik antara lain adalah dengan cara penggunaan
penghalang fisik, pembakaran, Organisme Penganggu Tanaman pemanasan, gelombang suara,
radiasi cahaya, lampu perangkap, pengapasan, dan lain – lain. Pengendalian hama dan gulma
secara manual atau dengan menggunakan alat dan mesin pertanian juga dapat digolongkan
sebagai cara pengendalian mekanik.
Musuh alami merupakan salah satu komponen dalam pengendalian hama terpadu (PHT),
sehingga penelitian pemanfaatan musuh alami (predator, parasitoid dan patogen) sangat penting

19
untuk mendukung keberhasilan pengendalian hama tanaman yang berwawasan lingkungan.

Mengunakan insetisida yang berlebihan akan merussak keseimbangan alami. Serangga


yang bermanfaat terbasmi bersama-sama dengan serangga penggangu. Tetapi serangan serangga
penggangu lebih tahan terhaap serangga yang bermanfaat.hasilnya lebih besar kerugian yang
terjadi lebih bayak serangga yang menjadi resisten.

Prinsif dari pergiliran tanaman adalah memutuskan daur hidup hama tertentu berdasarkan
ruang dan waktu tanaman inang. Pemutusan daur hidup mengunakan tanaman bukan iniang
merupakan salah stu cara dalam menurunkan serangan hama. Menanam jenis hama secara
bergilir akan menurunkan serangan hama, disamping itu, perlu dipilih tanaman yang mempunyai
resikoserangan hama yang redah.
Sanitasi merupakan salah satu komponen dari kesehatan lingkungan, yaitu perilaku yang
disengaja untuk membudayakan hidup bersih untuk mencegah manusia bersentuhan langsung
dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya, dengan harapan dapat menjaga dan
meningkatkan kesehatan manusia.
Pestisida hanya diperlukan pada waktu mekanisme kesetimbangan ekosistem terganggu
oleh sesuatu sebab yang mengakibatkan populasi hama meningkat sampai melalui ambang
ekonomi. Selama populasi hama masih berada di bawah ambang ekonomi, maka penggunaan
pestisida secara rasional ekonomik dianggap mendatangkan kerugian dan secara ekologik
penggunaan pestisida pada aras tersebut akan mengganggu bekerjanya proses pengendalian
alami.
Adapun cara pengkayaan parasit, predator dan kompotitior adalah dengan
mempertahankan lingkungan daur hidupnya supaya sesuai dengan apa yang dia ingginkan.
Salah satu cara pengkayaan parasit, perdati maupun mompotitor adalah pengendalian hama dan
penyakit yang ramah lingkungan seperti pengunaan pestisida yang secara rasional artinya dalam
pemberian psettisida harus dilahat abang ekonomi dari hama dan penyakit tersebut dan usahakan
mengunakan pestisida tepat guna atau pas sasaran. Karena ditakutkan jiga tidak mengunakan
pestisida secara tidak tepat guna dan tidak ramah lingkungan bisa membunuh serangga- serangga
yang tidak dininginan padahal dia sangat berperan dalam membasmi hama dan penyakit (musuh
alami)
Hygiene Pada dasarnya sama dengan dengan sanitasi, hanya berbeda dalam sejarah
perkembangannya. Dalam industri pangan (pengolahan hasil perkebunan), sanitasi meliputi
20
kegiatan yang berhubungan dengan produksi makanan; meliputi pengawasan mutu bahan
mentah, penyimpanan bahan mentah, perlengkapan suplai air yang baik, pencegahan
kontaminasi makanan dari peralatan, pekerja dan hama pada semua tahap selama pengolahan,
pengemasan dan
3.2 Saran

Pengendalian OPT bertujuan untuk mempertahankan produksi pertanian agar produksi


tetap optimal, pengendalian hama adalah usaha –usaha manusia untuk menekan populasi hama
sampai dibawah ambang batas yang merugikan secara ekonomi. Pengendalian dapat dilakukan
dengan pendekatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), yaitu memilih suatu cara atau
menggabungkan beberapa cara pengendalian, sehingga tidak merugikan secara ekonomis,
biologi dan ekologi. Dengan tingkat kesadaran yang tinggi tentang lingkungan yang sehat dan
pertnian yang berkelanjutan diperlikan cara pengendalian yang tepat. Adapun cara pengendalian
OPT yang tepat guna adalah dengan memperharikan keadaan lingkungan, salah satunya adalah
dengan cara PHT yang berbasis lingkunagan yang sehat.

21
DAFTAR PUSTAKA

Anonim .Rabu, 22 Juli 2009 17:09. Penerapan Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
(online) http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/index.php/berita/4-info-aktual/206-penerapan-
konsep-pengendalian-hama-terpadu-pht-pada-demplot-kentang-di-sembalun (diakses 01
mei 2011 gorontalo)

Anonim, 19 Agustus 2010.Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT ) (Online)


http://sobatbaru.blogspot.com/2010/08/konsep-pengendalian-hama-terpadu-pht.html 1
mei 2011.(diaksese 01 mei 2011 gorontalo).

Anonim. Wednesday, March 18, 2009. Rotasi Tanaman. (Online). Http://Hp-


Tanaman.Blogspot.Com/2009/03/Rotasi-Tanaman.Html. (Diakses 01 Mei 2011
Gorontalo)

Anonim. April 7, 2009 . Mengenal Predator Diantara Hama Serangga. (online)


http://totonunsri.blogsome.com/2009/04/07/mengenal-predator-diantara-hama-serangga/.
(Gorontalo/02 mei/ 2011).

Agus Budi Setyono. Ir. 26 April 2009 . Kajian Pestisida Terhadap Lingkungan Dan Kesehatan
Serta Alternatif Solusinya. (Online).
Http://Nirhono.Wordpress.Com/2009/06/02/Pestisida-Terhadap-Lingkungan-Dan-
Kesehatan/(Diakses 01 Mey 2011 Gorontalo).

Sutanto, Ranchman. 2002. Penerapan Tanaman Organic. Jakarta. Penerbit Kanisus

22

Anda mungkin juga menyukai