Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Siklus alamiah air yang ter-buang atau di-buang akan berpengaruh terhadap air
yang akan kita terima kembali. Makin hari, makin banyak masalah lingkungan yang terus
memburu kita. Mulai dari sampah, sungai tercemar, banjir bandang dan banyak lagi.
Baiknya kita sesekali membuka mata bahwa permasalahan lingkungan adalah tanggung
jawab bersama. Kota tempat kita berpijak adalah ruang kehidupan kita bersama. Ruang
yang harus kita rawat siklus kealamiannya. ”Air” menjadi salah satu kata kuncinya.
Permasalahan ”air” adalah permasalahan yang tak kunjung usai. Karena
bagaimanapun juga permasalahan lingkungan bukan permasalahan rekayasa teknis
semata tapi juga permasalahan sosial yang buntutnya adalah soal budaya. Membahas
”air” berarti tak dapat lepas dari keberadaanya, air di permukaan tanah atau air di bawah
tanah. Berdasarkan siklus air, air hujan turun ke bumi kemudian meresap di dalam tanah.
Air yang meresap ke dalam tanah akan mengalir menuju hilir sungai. Kemudian air akan
digunakan oleh penduduk untuk memenuhi kebutuhan mereka. Air yang telah mereka
gunakan dinamakan air kotor, untuk mengalirkan air kotor kita membutuhkan saluran
pembuangan yang biasanya kita kenal dengan parit atau got.
Saluran yang dapat kita lihat sekarang sudah tidak dapat lagi digunakan karena
sudah terisi dengan sampah. Bila saluran tersebut sudah tersumbat oleh sampah maka air
kotor tidak dapat mengalir yang akan terjadi adalah genangan-genangan air. Bila musim
hujan terjadi maka akan air kotor di pinggir jalan dan akan mengganggu para pengguna
jalan dan menimbulkan banjir bandang dimana-mana. Di kota Padang masalah ini telah
menyebabkan terjadinya banjir setiap terjadi hujan besar, dan mengakibatkan penampilan
kota menjadi kumuh. Bila semua ini terjadi maka akan banyak kerugian yang dialami
oleh semua penduduk. Oleh karena itu kita semua di harapkan untuk membuka mata dan
hati kita agar bertanggung jawab dengan permasalahan lingkungan. Semua masyarakat
punya peranan untuk menjaga kebersihan lingkungan disekitar mereka, terutama menjaga
kebersihan saluran pembuangan air atau got, selokan, dan drainase.

1
1.2. Tujuan dan Maksud
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, penulisan makalah ini memiliki tujuan
yaitu: untuk mengenal dan mempelajari tentang dampak lingkungan akibat saluran
drainase yang rusak di daerah pemukiman. Maksud dari penulisan makalah ini adalah
supaya dapat menjadi bahan wacana pengetahuan dan mencari solusi penyelesaian yang
baik atas masalah tersebut.

1.3. Standar yang digunakan.


Ditinjau dari aspek perencanaan dan pembangunan drainase di daerah
pemukiman, digunakan SNI 02-2406-1991; TATA CARA PERENCANAAN UMUM
DRAINASE PERKOTAAN.
Berdasarkan standar ini ditetapkan Tata cara perencanaan umum Drainase
perkotaan yang dapat digunakan untuk memperoleh hasil perencanaan drainase perkotaan
yang dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan teknik perencanaan.

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori


Banyak hal yang menjadi permasalahan dan kendala dalam sistem drainase
perkotaan, seperti masalah teknis konsep drainase perkotaan kita. Masalah yang terjadi
sekarang adalah air hujan yang turun ke permukaan tanah mengalir langsung ke sungai.
Air hujan yang turun tidak diberi kesempatan untuk meresap kedalam tanah yang
berfungsi sebagai cadangan air tanah. Akibatnya tanah tak punya cadangan air, muka air
tanah turun, kekeringan melanda. Sementara itu, sungai tidak lagi mengalirkan air bersih.
Air sungai bercampur juga dengan air limbah, baik itu skala kecil maupun besar.
Tumpang tindih fungsi atas keberadaan sungai ini jelas membawa banyak permasalahan
yang potensial merusak lingkungan.
Drainase adalah istilah untuk tindakan teknis penanganan air kelebihan yang
disebabkan oleh hujan, rembesan, kelebihan air irigasi, maupun air buangan rumah
tangga, dengan cara mengalirkan, menguras, membuang, meresapkan, serta usaha-usaha
lainnya, dengan tujuan akhir untuk mengembalikan ataupun meningkatkan fungsi
kawasan. Secara umum sistem drainase merupakan suatu rangkaian bangunan air yang
berfungsi mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan.
Drainase dapat juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam
kaitannya dengan salinitas. Secara fungsional, sulit dipisahkan secara jelas antara sistem
drainase dan sistem pengendalian banjir. Genangan yang terjadi sehubungan dengan
aliran di saluran drainase akibat hujan lokal terhambat masuk ke saluran induk dan/atau
ke sungai, sering juga disebut banjir. Membedakan genangan akibat luapan sungai dengan
genangan akibat hujan lokal yang kurang lancar mengalir ke sungai, seringkali
mengalami kesulitan. Permasalahan Drainase di Wilayah Perkotaan. Perkotaan
merupakan pusat kegiatan manusia, pusat produsen, pusat perdagangan, sekaligus pusat
konsumen. Di wilayah perkotaan tinggal banyak manusia sehingga terdapat banyak
fasilitas umum, transportasi, komunikasi dan sebagainya. Saluran drainase di wilayah
perkotaan menerima tidak hanya air hujan, tetapi juga air buangan (limbah) rumah
tangga, dan mungkin juga limbah pabrik. Hujan yang jatuh di wilayah perkotaan
kemungkinan besar terkontaminasi ketika air itu memasuki dan melintasi atau berada di

3
lingkungan perkotaan. Sumber kontaminasi berasal dari udara (asap, debu, uap, gas),
bangunan dan/atau permukaan tanah, dan limbah domestik yang mengalir bersama air
hujan. Setelah melewati lingkungan perkotaan, air hujan dengan atau tanpa limbah
domestik, membawa polutan ke badan air. Sumber penyebab utama permasalahan
drainase adalah peningkatan/pertumbuhan jumlah penduduk. Urbanisasi yang terjadi di
hampir seluruh kota besar di Indonesia akhir-akhir ini menambah beban daerah perkotaan
menjadi lebih berat. Peningkatan jumlah penduduk selalu diikuti dengan peningkatan
infrastruktur perkotaan seperti perumahan, sarana transportasi, air bersih, prasarana
pendidikan, dan lain-lain. Di samping itu peningkatan penduduk selalu juga diikuti
dengan peningkatan limbah, baik limbah cair maupun padat (sampah).
Kebutuhan akan lahan untuk permukiman maupun kegiatan perekonomian akan semakin
meningkat sehingga terjadi perubahan tataguna lahan yang mengakibatkan peningkatan
aliran permukaan dan debit puncak banjir. Besar kecil aliran permukaan sangat ditentukan
oleh pola penggunaan lahan, yang diekspresikan dalam koefisien pengaliran yang
bervariasi antara 0,10 (hutan datar) sampai 0,95 (perkerasan jalan). Hal ini menunjukkan
bahwa pengalihan fungsi lahan dari hutan menjadi perkerasan jalan bisa meningkatkan
debit puncak banjir sampai 9,5 kali, dan hal ini mengakibatkan prasarana drainase yang
ada menjadi tidak mampu menampung debit yang meningkat tersebut. Manajemen
sampah yang kurang baik memberi kontribusi percepatan pendangkalan/penyempitan
saluran dan sungai, sehingga kapasitas/kemampuan mengalirkan air dari sungai dan
saluran drainase menjadi berkurang. Perubahan fungsi lahan dari hutan (kawasan terbuka)
menjadi daerah terbangun (kawasan perdagangan, permukiman, jalan dan lain-lain) juga
mengakibatkan peningkatan erosi. Material yang tererosi, terbawa serta ke dalam saluran
dan sungai sehingga turut mengakibatkan pendangkalan dan penyempitan. Oleh sebab itu,
setiap perkembangan kota harus diikuti dengan evaluasi dan/atau perbaikan sistem secara
menyeluruh, tidak hanya pada lokasi pengembangan, tetapi juga daerah sekitar yang
terpengaruh. Sebagai contoh, pengembangan suatu kawasan permukiman di daerah hulu
suatu sistem drainase, maka perencanaan drainasenya tidak hanya dilakukan pada
kawasan permukiman tersebut, tetapi sistem drainase di hilir juga harus dievaluasi
dan/atau diredesain jika diperlukan. Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka instansi atau
pengembang yang terlibat harus mampu menjamin (secara teknis) bahwa air dari kawasan
yang dikembangkan tidak mengalami perubahan dari sebelum dan sesudah
pengembangan. Cara lain yang dapat ditempuh adalah pengembang harus menyediakan di

4
kawasan pengembangan tersebut, resapan-resapan buatan seperti sumur resapan, kolam
resapan, kolam tandon sementara dan sebagainya.
Permasalahan Drainase Kota di Kawasan Pesisir Pantai. Kota-kota besar di
Indonesia sebagian besar terdapat di wilayah pesisir pantai, permasalahan drainase di
kota-kota pesisir pantai biasanya lebih rumit dibandingkan dengan permasalahan drainase
perkotaan secara umum. Permasalahan drainase khususnya kota pantai, bukanlah hal yang
sederhana. Banyak faktor yang mempengaruhi dan pertimbangan yang matang dalam
perencanaan antara lain peningkatan debit, penyempitan dan pendangkalan saluran,
reklamasi, amblasan tanah, limbah cair dan padat (sampah), dan pasang surut air laut.
Amblasan tanah (land subsidence) yang terjadi di banyak kota pantai mengakibatkan
genangan banjir makin parah. Amblasan tanah ini disebabkan terutama oleh pengambilan
air tanah yang berlebihan, yang mengakibatkan beberapa bagian kota berada sama tinggi
dan bahkan di bawah muka air laut pasang. Akibatnya sistem drainase gravitasi akan
terganggu, bahkan tidak bisa bekerja tanpa bantuan pompa. Bahkan di beberapa tempat
dapat menyebabkan genangan permanen dari air pasang yang biasa dikenal sebagai banjir
rob.
Penerapan konsep drainase pengatusan di daerah pedalaman sering
menimbulkan/menambah permasalahan di wilayah pesisir, karena terjadi akumulasi debit
di saluran primer. Dapat disimpulkan bahwa selain penyebab secara umum seperti
tingginya curah hujan dan perubahan tataguna lahan, penyebab lainnya yang
menimbulkan permasalahan drainase di kota-kota yang terletak di kawasan pesisir pantai
adalah:
a. Kemiringan saluran drainase yang sangat kecil di kawasan yang hampir datar
menyebabkan kecepatan aliran cukup kecil dan sering terjadi pengendapan lumpur
yang mengurangi kapasitasnya.
b. Gelombang pasang-surut air laut (rob) yang membentuk semacam tembok
penghalang di hilir saluran dan muara sungai sehingga terjadi aliran balik (back
water curve).
c. Banyaknya endapan di muara sungai (sebagai saluran drainase primer)
menyebabkan kapasitas alirannya berkurang. Kondisi ini diperparah lagi dengan
banyaknya sampah dari warga kota yang dibuang ke saluran dan sungai.

5
d. Reklamasi dan pembangunan di daerah pantai sering tidak memperhatikan kondisi
topografi sehingga mengakibatkan hambatan aliran ke laut, sehingga
menimbulkan kawasan-kawasan genangan yang baru.
e. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi di kawasan perkotaan, turut
pula bertumbuh kawasan permukiman yang tidak beraturan. Rumah dibangun di
atas saluran, dan pembuangan limbah langsung ke saluran yang ada di bawahnya.
Hal ini menghambat upaya pemeliharaan saluran dan mengurangi kapasitas
alirannya.
Permasalahan di atas masih diperberat lagi dengan kurangnya perhatian dari
berbagai pihak dalam mengatasi masalah secara bersama dan proporsional, adanya
perbedaan kepentingan drainase dengan prasarana lain seperti jalan, jaringan bangunan
bawah tanah, jaringan perpipaan air bersih, telkom, listrik dan sebagainya, serta
kurangnya kepastian hukum dalam mengamankan fungsi prasarana drainase, maupun
adanya sementara pihak yang tidak mengetahui ketentuan-ketentuan yang berlaku. Saat
ini sistem drainase sudah menjadi salah satu infrastruktur perkotaan yang sangat penting.
Kualitas manajemen suatu kota tercermin dari kualitas sistem drainase di kota tersebut.
Sistem drainase yang kurang baik menyebabkan terjadinya genangan air di berbagai
tempat sehingga lingkungan menjadi kotor dan jorok, menjadi sarang nyamuk dan sumber
penyakit, yang pada akhirnya bukan hanya menurunkan kualitas lingkungan dan
kesehatan masyarakat, tetapi dapat juga menggangu kegiatan transportasi, perekonomian
dan lain-lain.

2. 2 Saluran Drainase.
Muncul dalam pengelolaan sistem drainase perkotaan adalah integrasi jaringan
antar wilayah/kabupaten. Sebagai sebuah jaringan dan sistem, tidak mungkin bila aliran
air dikelola sendiri-sendiri. Pendimensian saluran, penggunaan sungai secara terpadu,
sosialisasi kepada masyarakat harus dilakukan secara menyeluruh. Drainase yang
meliputi jenis, sistem, dan permasalahannya, yaitu :
• Jenis – jenis drainase, yaitu:
Menurut sejarah terbentuknya dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Drainase alamiah (natural drainage).
Drainase alamiah adalah saluran yang terbentuk secara alamiah, dan tidak terdapat
bangunan penunjang.

6
2. Drainase buatan (artificial drainage).
Drainase buatan adalah saluran yang dibuat dengan tujuan tertentu, dan
memerlukan bangunan khusus.

Menurut letak bangunan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:


1. Drainase permukaan tanah (surface drainage).
Suatu system pembuangan air untuk menyalurkan air dipermukaan tanah. Hal ini
berguna untuk mencegah adanya genangan.
2. Drainase bawah permukaan tanah (subsurface drainage).
Suatu sistem pembuangan untuk mengalirkan kelebihan air dibawah tanah.
Pada jenis tanaman tertentu drainase juga bermanfaat untuk mengurangi
ketinggian muka air tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik.

Menurut fungsi, drainase dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:


1. Single purpose.
Suatu jenis saluran air buangan digunakan untuk mengalirkan air hujan, limbah
domestic, limbah industry, dan lain-lain.
2. Multi purpose.
Beberapa jenis air buangan tercampur dalam saluran yang sama.

Menurut bentuk kontruksinya, yaitu:


1. Saluran terbuka.
2. Saluran tertutup.
Untuk air kotor disaluran yang terbentuk di tengah kota.

• Sistem dan permasalahan drainase.


Sistem drainase dibagi menjadi:
1. tersier drainage.
2. secondary drainage.
3. main drainage.
4. sea drainage.

Drainase merupakan salah satu factor pengembangan irigasi yang


berkaitan dalam pengolahan banjir (float protection), sedangkan irigasi bertujuan

7
untuk memberikan suplai air pada tanaman . Drainase dapat juga diartikan sebagai
usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas.
• Pada prinsip air buangan terbagi menjadi 2 : air hujan dan air kotor. Ada 3 system
buangan/drainase, yaitu:
1. Sistem terpisah (separate system).
Pada system ini air hujan dan air kotor dilayani dua saluran buangan yang
terpisah. Pertimbangan pemilihan system ini adalah:
• Periode musim hujan dan musim kemarau jangka waktunya lama.
• Kuantitas air hujan dan air kotor berbeda berbahaya,.
• Air kotor memerlukan pengolahan secara khusus (contoh; limbah industri
kimia).
Keuntungan dari system ini adalah:
1. Dimensi saluran drainase tidak terlalu besar.
2. Resiko bahaya masyarakat sekitar saluran drainase kecil.
3. Untuk air kotor (limbah industri) pengolahannya tidak tergantung
pada musim.
Kerugian: Harus membuat dua saluran yang berbeda.
2. Sistem tercampur (combined system).
Saluran drainase yang menggabungkan dua jenis air buangan dalam satu
saluran yang sama. Biasanya saluran pada sitem in dibuat tertutup. Dasar
pertimbangannya adalah:
• Debit masing-masing air buangan relative kecil.
• Kuantitas air kotor dan air hujan tidak jauh berbeda.
• Fluktuasi curah hujan dari ketahun-ketahun relative kecil
Keuntungan: hanya diperlukan satu saluran dan terjadi pencampuran antara
air hujan dan air kotor sehingga konsentrasi kandungan bahan berbahaya
pada air ktor menurun. Kerugiannya: Pada terjadi curah hujan tinggi (hujan
tidak bias diprediksi secara pasti) diperlukan areal yang cukup luas untuk
menampung debit air buangan.
3. Sistem kombinasi dua system terpisah dan tercampur. Air hujan maupun air
kotor dibuat terpisah. Jika debit air hujan > air kotor dua saluran dengan
dua system berbeda tersebut disatukan melalui interceptor. Dasar
pertimbangan:

8
• Adanya Perbedaan kuantitas yang besar antara air hujan dan air kotor.
• Biasanya digunakan di kota-kota yang banyak dilalui sungai sehingga air hujan
langsung ditampung oleh sungai (drainase alami).
• Fluktuasi air hujan yang tidak tetap.
Pola jaringan pada saluran drainase yaitu, adalah:
1. Siku-siku. digunakan pada daerah/wilayah yang memiliki topografi
sedikit lebih tinggi dari sungai. Sungai sebagai pembuangan akhir
berada ditengah kota.
2. Pararel. saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang.
3. Grid iron. Biasanya pada kota yang memiliki sungai di wilayah yang
jauh dari pemukiman/industri/pusat kota sehingga air buangan
dikumpulkan terlebih dahulu pada saluran pengumpul sebelum dibuang
ke sungai.
4. Radial. Biasanya digunakan pada daerah berbukit sehingga pola
salurannya memencar ke segala arah.

Ruang lingkup permasalahan drainase perkotaan yaitu: masalah fisik bangunan


saluran pembuangan, pembuangan air. Permasalahan drainase perkotaan bukanlah hal
yang sederhana. Banyak faktor yang mempengaruhi dan pertimbangan yang matang
dalam perencanaan, antara lain, adalah:
1. Peningkatan debit manajemen sampah yang kurang baik memberi kontribusi
percepatan pendangkalan /penyempitan saluran dan sungai. Kapasitas sungai dan
saluran drainase menjadi berkurang, sehingga tidak mampu menampung debit
yang terjadi, air meluap dan terjadilah genangan.
2. Peningkatan jumlah penduduk meningkatnya jumlah penduduk perkotaan yang
sangat cepat, akibat dari pertumbuhan maupun urbanisasi. Peningkatan jumlah
penduduk selalu diikuti oleh penambahn infrastruktur perkotaan, disamping itu
peningkatn penduduk juga selalu diikuti oleh peningkatan limbah, baik limbah
cair maupun pada sampah.
3. Amblesan tanah disebabkan oleh pengambilan air tanah yang berlebihan,
mengakibatkan beberapa bagian kota berada dibawah muka air laut pasang.
4. Penyempitan dan pendangkalan saluran disebabkan banyaknya sampah dan akibat
dari transport sedimentasi.

9
5. Reklamasi lahan.
6. Limbah sampah dan pasang surut air laut.

Pembangunan saluran drainase, terdiri dari tiga jenis berdasarkan fungsi dan letak
pembangunannya, yaitu, sebagai berikut:
• Drainase Jalan Raya.
Drainase jalan raya dibedakan untuk perkotaan dan luar kota. Umumnya di
perkotaan dan luar perkotaan, drainase jalan raya selalu mempergunakan drainase
muka tanah (Surface drainage). Di perkotaan saluran muka tanah selalu ditutup
sebagai bahu jalan atau trotoar. Walaupun juga sebagaiman diluar perkotaan, ada
juga saluran drainase muka tanah tidak tertutup (terbuka lebar), dengan sisi atas
saluran rata dengan muka jalan sehingga air dapat masuk dengan bebas. Drainase
jalan raya di perkotaan elevasi sisi atas selalu lebih tinggi dari sisi atas muka jalan.
.Air masuk ke saluran melalui inflet. Inflet yang ada dapat berupa inflet tegak
ataupun inflet horizontal. Untuk jalan raya yang lurus, kemungkinan letak saluran
pada sisi kiri dan sisi kanan jalan. Jika jalan ke arah lebar miring ke arah tepi,
maka saluran akan terdapat pada sisi tepi jalan atau pada bahu jalan, sedangkan
jika kemiringan arah lebar jalan kea rah median jalan maka saluran akan terdapat
pada median jalan tersebut. Jika jalan tidak lurus ,menikung, maka kemiringan
jalan satu arah , tidak dua arah seperti jalan yang lurus. Kemiringan satu arah pada
jalan menikung ini menyebabkan saluran hanya pada satu sisi jalan yaitu sisi yang
rendah. Untuk menyalurkan air pada saluran ini pada jarak tertentu,direncanakan
adanya pipa nol yang diposisikan dibawah badan jalan untuk mengalirkan air dari
saluran.
• Drainase Lapangan Terbang.
Drainase lapangan terbang pembahasannya difokuskan pada draibase area run
way dan shoulder karena runway dan shoulder merupakan area yang sulit diresapi,
maka analisis kapasitas / debit hujan memepergunakan formola drainase muka
tanah atau surface drainage. Kemiringan keadan melintang untuk runway
umumnya lebih kecil atau samadengan 1,50 % , kemiringan shoulder ditentukan
antara 2,50 % sampai 5 %. Kemiringan kearah memanjang ditentukan sebesar
lebih kecil atau sama dengan 0,10 % , ketentuan dari FAA. Amerika Serikat,
genangan air di permukaan runway maksimum 14 cm, dan harus segera dialirkan.

10
Di sekeliling pelabuhan udara terutama di sekeliling runway dan shoulder , harus
ada saluran terbuka untuk drainase mengalirkan air (Interception ditch) dari sisi
luar lapangan terbang.
• Drainase Lapangan Olahraga.
Drainase lapangan olahraga direncanakan berdasarkan infiltrasi atau resapan air
hujan pada lapisan tanah, tidak run of pada muka tanah (subsurface drainage)
tidak boleh terjadi genangan dan tidak boleh tererosi. Kemiringan lapangan harus
lebih kecil atau sama dengan 0,007. Rumput di lapangan sepakbola harus tumbuh
dan terpelihara dengan baik. Batas antara keliling lapangan sepakbola dengan
lapangan jalur atletik harus ada collector drain.

BAB III
PEMBAHASAN MASALAH

11
3. 1. Drainase Perkotaan.
Drainase perkotaan mencakup tentang pengelolaan pengaliran air limpasan (run
off) yang berasal dari hujan yang jatuh pada daerah perkotaan kedalam sistem
pembuang/drainase alamiah seperti sungai, danau, dan laut. Fasilitas waduk
retensi/penampung dan pompa drainase adalah bagian dari system drainase. Berdasarkan
fungsinya drainase Perkotaan berkembang menjadi: Pembuangan air limbah (waste
water) yang berupa buangan air dari daerah perumahan dan permukiman, dari daerah
industri dan kegiatan usaha lainnya, dari badan jalan dan perkerasan permukaan, serta
penyaluran kelebihan air baik air hujan, air kotor maupun air lebih lainnya.
Sistem Drainase, diatur menjadi dua system, yaitu:
1. Sistem Drainase Mikro, yaitu Adalah jaringan drainase yang melayani suatu
kawasan perkotaan yang telah terbangun seperti perumahan, kawasan
perdagangan, industri, pasar, atau komplek pertokoan. Luas tipikal kawasan ini
sekitar 10 Ha.
2. Sistem Drainase Makro, yaitu Adalah jaringan drainase yang
mengumpulkan air buangan dari jaringan drainase mikro dan menyalurkannya ke
sistem pembuang alamiah terdekat seperti sungai, danau, dan laut.
Kota Padang memiliki jumlah saluran drainase yang cukup, secara kualitas kurang
sehingga mengakibatkan terjadinya banjir. Permasalahan banjir dan drainase perkotaan
diharapkan dapat ditangani secara terpadu dalam satu-kesatuan sistem pencegahan
limpasan aliran sungai dan pembuangan air genangan akibat hujan yang terjadi.
Pemerintah diharapkan dapat mengarahkan dan mempersiapkan masyarakat agar dapat
hidup bersama banjir dengan memperkuat “system ketahanan terhadap banjir”. Kegiatan
Pembinaan Penanganan Banjir dan Drainase Perkotaan Pembinaan penanganan drainase
perkotaan (urban drainage) dilaksanakan oleh Ditjen Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan,
sedangkan perlindungan banjir terhadap kota (urban flood protection) dilaksanakan oleh
Ditjen Sumber Daya Air. Berdasarkan KepMen PU No. 239/1997 : Jaringan drainase
perkotaan meliputi seluruh alur air, baik alur alam maupun alur buatan yang hulunya
terletak di kota dan bermuara di sungai yang meliputi sungai tersebut, atau bermuara ke
laut di tepi kota tersebut. Jaringan alur air baik alamiah maupun buatan yang bukan
bagian jaringan drainase perkotaan adalah bagian dari sistem perlindungan banjir.

12
Kebijakan Umum Pengembangan Prasarana Banjir dan Drainase Perkotaan.
Berdasarkan kebijakan pengembangan prasarana dan sarana perkotaan Pembangunan
prasarana perkotaan dan kegiatan SO&P-nya adalah menjadi kewenangan dan tanggung
jawab pemerintah daerah (kab/kota) dengan bantuan dan bimbingan dari pemerintah
propinsi dan Pusat Perencanaan, program dan identifikasi prioritas investasi telah
dilaksanakan melalui Program Peningkatan Prasarana Kota Terpadu (P3KT). Peningkatan
kemampuan aparat pemerintah daerah (propinsi, kab/kota) sesuai dengan prinsip
desentralisasi prasarana perkotaan. Perbaikan prosedur, pengembangan institusi, pelatihan
pelatihan Koordinasi dan konsultasi antara berbagai institusi. Kebijakan dan Strategi
Penanganan Prasarana Drainase Perkotaan Pemerintah Pusat menyediakan bantuan untuk
pembangunan komponen sistem drainase utama (major drainage) seperti saluran drainase
induk, waduk retensi, stasion pompa, pintu pengendali banjir
Pembangunan sistem drainase kecil (minor drainage) untuk daerah permukiman baru
yang dibangun oleh Perumnas, real estate menjadi tanggung jawab perusahaan yang
bersangkutan. Dari bidang Rencana Tata Ruang perlu memperhatikan kondisi tata air.
Prasarana pengendalian banjir perkotaan dan prasarana drainase perkotaan merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Baik dalam perencanaan, konstruksi maupun
dalam operasi dan pemeliharaannya. Hal ini diperlukan untuk mencapai efektivitas
pembuangan limpasan air hujan dan melindungi kawasan perkotaan dan genangan air.
Prasarana pengendalian banjir masih perlu ditangani oleh pemerintah pusat, sedangkan
prasarana drainase kota telah menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah
kota/kabupaten dan masyarakat.

3. 2. Pengendalian Masalah Drainase Perkotaan.


Upaya Mengatasi Permasalahan Drainase Kota di Kawasan Pesisir Pantai
Sampai saat ini drainase sering diabaikan dan direncanakan seolah-olah bukan pekerjaan
penting. Seringkali pekerjaan drainase hanya dianggap sekedar pembuatan got, padahal
pekerjaan drainase terutama di perkotaan bisa merupakan pekerjaan yang rumit dan
kompleks, sehingga membutuhkan biaya yang cukup besar. Jika perencana jembatan
harus dapat menjawab pertanyaan tentang berapa maksimum beban kendaraan yang bisa
melintasi jembatan yang direncanakannya, maka perencana drainase harus dapat
menjawab pertanyaan tentang besar intensitas curah hujan ataupun periode ulang yang
diterapkan dalam perencanaan, seberapa besar peluang kapasitas saluran tidak mampu

13
menampung debit aliran akibat hujan, daerah mana saja yang merupakan daerah layanan
saluran (langsung maupun tidak langsung), apakah dengan saluran yang baru ini tidak
akan terjadi pencemaran air tanah, apakah tidak akan menimbulkan masalah di kawasan
bagian hilir, apakah koefisien limpasan sudah disesuaikan dengan peruntukkan lahan di
kemudian hari (sesuai rencana tata ruang), apakah sudah memperhitungkan adanya
pengaruh air balik (back water curve), dan berbagai pertanyaan lainnya.
Di Sumatera Barat, khususnya kota Padang, perlu dilakukan penataan dan
pengelolaan sistem drainase kota, melalui suatu rangkaian kegiatan yang disingkat
dengan SIDLACOM (Survey, Investigasi, Desain, Pembebasan Lahan, Pembangunan,
Operasi dan Pemeliharaan). Pada tahapan SID, perencana menyusun terlebih dulu suatu
Master Plan yang kemudian diikuti dengan Analisa Kelayakan dan Detailed Engineering
Design. Master plan drainase merupakan suatu rencana induk sistem drainase yang
memberikan arahan yang jelas tentang penanganan masalah drainase secara terpadu,
desain tipikal dari prasarana drainase, prioritas penanganan/pembangunan, perkiraan
biaya, pedoman operasional dan pemeliharaan dan sebagainya. Master plan adalah suatu
karya di atas kertas berupa laporan dan gambar, yang tentunya akan mubazir apabila tidak
dimanfaatkan dan dilanjutkan dengan suatu desain rinci (DED), dan implementasi di
lapangan. Operasional prasarana drainase merupakan usaha untuk memanfaatkan
prasarana drainase secara optimal (melalui pengoperasian pintu air, penyuluhan dan lain-
lain), sedangkan pemeliharaan prasarana drainase merupakan usaha untuk menjaga agar
prasarana drainase berfungsi dengan baik selama mungkin (melalui pengamanan,
perawatan, perbaikan). Beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi
permasalahan drainase kota di kawasan pesisir pantai:
1. Reklamasi pantai harus dapat menjamin kemiringan topografi kawasan agar tidak
menimbulkan daerah-daerah rawan genangan yang baru. Alternatif lainnya adalah
dengan menyediakan akses drainase ke laut berupa saluran-saluran terbuka yang
kapasitasnya sudah melalui perencanaan yang mantap.
2. Bagian hilir saluran drainase harus direncanakan mampu mengatasi masalah back
water curve. Jika diperlukan, harus dibuat konstruksi penahan pasang surut air laut
seperti pintu air yang dibantu oleh kolam tandon dan pompa air, atau membangun
tanggul/tembok di sepanjang kiri kanan muara sungai/saluran.

14
3. Program normalisasi sungai yang memperlebar dan memperdalam alur sungai
merupakan cara yang paling tepat untuk mengatasi penyempitan dan
pendangkalan/penyumbatan di hilir/muara sungai.
4. Meningkatkan upaya non-struktur seperti penyuluhan dan sosialisasi kepada
masyarakat untuk menjaga prasarana drainase, serta penegakan hukum terhadap
kegiatan yang merusak prasarana drainase dan menghambat upaya pemeliharaan
drainase.
5. Barangkali sudah waktunya dipikirkan pembuatan peraturan penarikan retribusi
sistem drainase mengingat banyaknya kebutuhan pendanaan untuk suatu kota
sehingga subsidi untuk drainase mulai dikurangi sejak sekarang. Selain itu, sistem
drainase kota melayani pembuangan limbah cair di musim kemarau sehingga
wajar jika pemerintah menarik retribusi atas pelayanan yang diberikan.
Keberadaan sistem drainase sanggup menaikkan nilai tanah dan bangunan,
sehingga sewajarnya jika pemerintah mendapatkan bagian guna membangun dan
memelihara sistem drainase. Sebagian besar kota – kota di Indonesia perlu segera
membenahi dalam masalah lingkungan. Ini berdasarkan hasil analisis yang sudah dapat
dikategorikan terganggu kondisi lingkungan tata airnya yang disebabkan karena semakin
luasnya peta genangan yang terjadi dibeberapa daerah. Untuk itu, beberapa yang dapat
dilakukan adalah dengan mempertahankan ruang terbuka hijau yang dimulai dari
lingkungan rumah sendiri, pembuatan sumur resapan yang dapat bermanfaat sebagai
pengurangan genangan/banjir, membuat suatu peraturan daerah yang mengatur tentang
tata kota serta mengadakan penertiban pada bangunan-bangunan baru yang tidak ber-IMB
yang berdiri di atas tanah yang tidak sesuai dengan peruntukkannya, yang berada di atas
saluran drainasi, dengan tidak memberikan IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) dan
mengadakan Rencana Tata Ruang Perkotaan dengan cermat dengan memperhatikan
kondisi tata air yang ada di perkotaan tersebut.
Selain itu usaha konservasi air dapat dilaksanakan dengan berbagai cara. Salah
satunya adalah dengan menetapkan suatu kawasan menjadi daerah resapan air yang pada
umumnya berada di sebelah hulu dari daerah yang dimanfaatkan sebagai aktivitas
kehidupan sehari-hari. Alternatif solusi lainnya adalah dengan memanfaatkan sumur
peresapan air hujan untuk gedung dan parit resapan air untuk jalan serta cara vegetatif
yaitu jalur hijau. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah punya pengaruh yang besar.
Kebijakan ini memayungi prosedur-prosedur standar pengendalian air, semisal, standar

15
penyambungan saluran air hujan, air limbah, atau juga septictank rumah tangga. Melalui
konsultan teknisnya, pemerintah harus menjadi fasilitator bagi masyarakat. Begitu juga
dengan masyarakat, partisipasi dan sikap proaktif akan menentukan keberhasilan rencana
induk kota. Secara bersama-sama pemerintah dan masyarakat harus saling bahu membahu
melakukan penanggulangan masalah drainase perkotaan agar tercipta sebuah kota yang
bersih, teratur, rapi, dan bebas banjir.

16
BAB IV
PENUTUP

4. 1 Kesimpulan.
1. Drainase sebagai saluran yang berfungsi mengatur aliran air dan juga sebagai
pengendali banjir, dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu; drainase alami dan
drainase buatan.
2. Kota Padang adalah contoh kota dikawasan pesisir yang secara kuantitas memiliki
jumlah saluran drainase yang cukup, secara kualitas kurang sehingga
mengakibatkan terjadinya banjir.
3. Berkaitan dengan system pembuang/drainase alamiah seperti sungai, danau, dan
badan air lainnya (diluar laut) termasuk prasarananya (tanggul, pintu banjir, dll)
yang diperlukan untuk mencegah peluapan dari system pembuang/drainase
alamiah menggenangi daerah perkotaan.
4. Melalui konsultan teknisnya, pemerintah harus menjadi fasilitator bagi
masyarakat. Begitu juga dengan masyarakat, partisipasi dan sikap proaktif akan
menentukan keberhasilan rencana induk kota.

4. 2 Saran.
Untuk Penanganan drainase perkotaan di kota Padang, sebaiknya dilakukan
beberapa hal, yaitu :
1. Diadakan penyuluhan akan pentingnya kesadaran membuang sampah.
2. Dibuat bak pengontrol serta saringan agar sampah yang masuk ke drainase dapat
dibuang dengan cepat agar tidak mengendap.
3. Pemberian sanksi kepada siapapun yang melanggar aturan terutama pembuangan
sampah sembarangan agar masyarakat mengetahui pentingnya melanggar
drainase.
4. Peningkatan daya guna air, meminimalkan kerugian serta memperbaiki konservasi
lingkungan.
5. Mengelola limpasan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk menahan air
hujan, menyimpan air hujan maupun pembuatan fasilitas resapan.

17

Anda mungkin juga menyukai