Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI ALAT REPRODUKSI PRIA

I.1. Penis

Gambar 1. Anatomi Penis

Penis (dari bahasa Latin yang artinya “ekor”, akar katanya sama dengan

phallus, yang berarti sama) adalah alat kelamin jantan. Penis merupakan organ

eksternal, karena berada di luar ruang tubuh. Pada manusia, penis terdiri atas tiga

bangunan silinder berisi jaringan spons. Dua rongga yang terletak di bagian atas

berupa jaringan spons korpus kavernosa. Satu rongga lagi berada di bagian bawah

yang berupa jaringan spons korpus spongiosum yang membungkus uretra. Ujung

penis disebut dengan glan penis. Uretra pada penis dikelilingi oleh jaringan erektil

yang rongga-rongganya banyak mengandung pembuluh darah dan ujung-ujung

3
saraf perasa. Bila ada suatu rangsangan, rongga tersebut akan terisi penuh oleh

darah sehingga penis menjadi tegang dan mengembang (ereksi).3,4

Fungsi penis secara biologi adalah sebagai alat pembuangan sisa

metabolisme berwujud cairan (urinasi) dan sebagai alat bantu reproduksi. Penis

sejati dimiliki oleh mamalia. Reptilia tidak memiliki penis sejati karena hanya

berupa tonjolan kecil serta tidak tampak dari luar, sehingga disebut sebagai

hemipenis (setengah penis).4

I.2. Skrotum

Gambar 2. Anatomi Skrotum.

Skrotum adalah kantung (terdiri dari kulit dan otot) yang membungkus

testis atau buah zakar. Skrotum terletak di antara penis dan anus serta di depan

4
perineum. Pada wanita, bagian ini serupa dengan labia mayora. Skrotum

berjumlah sepasang, yaitu skrotum kanan dan skrotum kiri. Di antara skrotum

kanan dan skrotum kiri dibatasi oleh sekat yang berupa jaringan ikat dan otot

polos (otot dartos). Otot dartos berfungsi untuk menggerakan skrotum sehingga

dapat mengerut dan mengendur. Di dalam skrotum juga tedapat serat-serat otot

yang berasal dari penerusan otot lurik dinding perut yang disebut otot kremaster.

Pada skrotum manusia dan beberapa mamalia bisa terdapat rambut pubis. Rambut

pubis mulai tumbuh sejak masa pubertas.3

Fungsi utama skrotum adalah untuk memberikan kepada testis suatu

lingkungan yang memiliki suhu 1-8oC lebih dingin dibandingkan temperature

rongga tubuh. Fungsi ini dapat terlaksana disebabkan adanya pengaturan oleh

sistem otot rangkap yang menarik testis mendekati dinding tubuh untuk memanasi

testis atau membiarkan testis menjauhi dinding tubuh agar lebih dingin. Pada

manusia, suhu testis sekitar 34°C. Pengaturan suhu dilakukan dengan

mengeratkan atau melonggarkan skrotum, sehingga testis dapat bergerak

mendekat atau menjauhi tubuh. Testis akan diangkat mendekati tubuh pada suhu

dingin dan bergerak menjauh pada suhu panas.4

I.3. Testis

5
Gambar 3. Anatomi Testis

Testis adalah kelenjar kelamin jantan pada hewan dan manusia. Testis

berjumlah sepasang (testes = jamak). Testis dibungkus oleh skrotum, kantong

kulit di bawah perut. Pada manusia, testis terletak di luar tubuh, dihubungkan

dengan tubulus spermatikus dan terletak di dalam skrotum. Ini sesuai dengan fakta

bahwa proses spermatogenesis pada mamalia akan lebih efisien dengan suhu lebih

rendah dari suhu tubuh (< 37°C).3

Pada tubulus spermatikus terdapat otot kremaster yang apabila

berkontraksi akan mengangkat testis mendekat ke tubuh. Bila suhu testis akan

diturunkan, otot kremaster akan berelaksasi dan testis akan menjauhi tubuh.

Fenomena ini dikenal dengan refleks kremaster.4

Selama masa pubertas, testis berkembang untuk memulai spermatogenesis.

Ukuran testis bergantung pada produksi sperma (banyaknya spermatogenesis),

cairan intersisial, dan produksi cairan dari sel sertoli.3

6
Pada umumnya, kedua testis tidak sama besar. Dapat saja salah satu

terletak lebih rendah dari yang lainnya. Hal ini diakibatkan perbedaan struktur

anatomis pembuluh darah pada testis kiri dan kanan.4

Testis berperan pada sistem reproduksi dan sistem endokrin. Fungsi testis3:

-       Memproduksi sperma (spermatozoa)

-       Memproduksi hormon seks pria seperti testosteron.

Kerja testis di bawah pengawasan hormon gonadotropik dari kelenjar

pituitari bagian anterior:

-      Luteinizing hormone (LH)

-   Follicle-stimulating hormone (FSH)

Testis dibungkus oleh lapisan fibrosa yang disebut tunika albuginea. Di

dalam testis terdapat banyak saluran yang disebut tubulus seminiferus. Tubulus ini

dipenuhi oleh lapisan sel sperma yang sudah atau tengah berkembang.4

Spermatozoa (sel benih yang sudah siap untuk diejakulasikan), akan

bergerak dari tubulus menuju rete testis, duktus efferen, dan epididimis. Bila

mendapat rangsangan seksual, spermatozoa dan cairannya (semua disebut air

mani) akan dikeluarkan ke luar tubuh melalui vas deferen dan akhirnya, penis. Di

antara tubulus seminiferus terdapat sel khusus yang disebut sel intersisial Leydig.

Sel Leydig memproduksi hormon testosteron. Pengangkatan testis disebut

orchidektomi atau kastrasi. 3

7
I.4. Saluran reproduksi

Gambar 4. Anatomi saluran reproduksi pria

Saluran pengeluaran pada organ reproduksi dalam pria terdiri dari

epididimis, vas deferens, saluran ejakulasi dan uretra. 3,4

a) Epididimis (tempat pematangan sperma)3

Epididimis merupakan saluran berkelok-kelok di dalam skrotum

yang keluar dari testis. Epididimis berjumlah sepasang di sebelah kanan

dan kiri. Epididimis berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara

sperma sampai sperma menjadi matang dan bergerak menuju vas deferens

b) Vas deferens (saluran sperma dari testis ke kantong sperma)3

Vas deferens atau saluran sperma (duktus deferens) merupakan

saluran lurus yang mengarah ke atas dan merupakan lanjutan dari

epididimis. Vas deferens tidak menempel pada testis dan ujung salurannya

terdapat di dalam kelenjar prostat. Vas deferens berfungsi sebagai saluran

8
tempat jalannya sperma dari epididimis menuju kantung semen atau

kantung mani (vesikula seminalis).

c) Saluran ejakulasi3

Saluran ejakulasi merupakan saluran pendek yang menghubungkan

kantung semen dengan uretra. Saluran ini berfungsi untuk mengeluarkan

sperma agar masuk ke dalam uretra.

d) Uretra3

Uretra merupakan saluran akhir reproduksi yang terdapat di dalam

penis. Uretra berfungsi sebagai saluran kelamin yang berasal dari kantung

semen dan saluran untuk membuang urin dari kantung kemih.

I.5. Kelenjar aksesoris 4

a) Vesikula seminalis (tempat penampungan sperma)3,4

Vesikula seminalis atau kantung semen (kantung mani) merupakan

kelenjar berlekuk-lekuk yang terletak di belakang kantung kemih. Dinding

vesikula seminalis menghasilkan zat makanan yang merupakan sumber makanan

bagi sperma.

Vesikula seminalis menyumbangkan sekitar 60 % total volume semen.

Cairan tersebut mengandung mukus, gula fruktosa (yang menyediakan sebagian

besar energi yang digunakan oleh sperma), enzim pengkoagulasi, asam askorbat,

dan prostaglandin.

9
b) Kelenjar prostat (penghasil cairan basa untuk melindungi sperma)3

Kelenjar prostat melingkari bagian atas uretra dan terletak di bagian bawah

kantung kemih. Kelenjar prostat adalah kelenjar pensekresi terbesar. Cairan

prostat bersifat encer dan seperti susu, mengandung enzim antikoagulan, sitrat

(nutrient bagi sperma), sedikit asam, kolesterol, garam dan fosfolipid yang

berperan untuk kelangsungan hidup sperma.

c) Kelenjar bulbouretra / cowper 4

Kelenjar bulbouretralis adalah sepasang kelenjar kecil yang terletak

disepanjang uretra, dibawah prostat. Kelenjar Cowper (kelenjar bulbouretra)

merupakan kelenjar yang salurannya langsung menuju uretra. Kelenjar Cowper

menghasilkan getah yang bersifat alkali (basa).

II. Tahap-Tahap Aktifitas Seksual Pria

1. Ereksi penis

Ereksi disebabkan karena impuls parasimpatis yang melepaskan

nitric oxide dan atau peptide intestinal vasoaktif selain asetilkolin. 5 Selama

ereksi, jaringan arteri memasok darah sekurang-kurangnya 100-140 ml.

Pada puncak ereksi, tekanan intrakavernosa melebihi tekanan sistolik.6

2. Lubrikasi

Selama perangsangan seksual, serabut saraf parasimpatis juga

menyebabkan glandula uretral dan bulbouretral mensekresi cairan mukosa

yang mengalir melewati uretra.7

3. Emisi dan ejakulasi

10
Emisi adalah pergerakan semen ke dalam uretra. Ejakulasi

merupakan proses terdorongnya semen keluar dari uretra di saat orgasme.5

4. Resolusi

Pada fase terahir terjadi kontriksi otot polos trabekuler dan

vasokontriksi arteriol yang memasok darah ke jaringan erektil. Terjadi

aliran darah keluar dari sinus venosus sehingga penis menjadi lemas atau

flacid. Fase ini diperantarai oleh saraf adrenergik simpatis.5

Mekanisme fungsi seksual melibatkan beberapa unsur : libido, ereksi dan

ejakulasi. Disfungsi seksual dapat terjadi akibat gangguan fungsi tersebut dan

kombinasinya.4

IV. Proses Ejakulasi

Ejakulasi merupakan peristiwa pengeluaran air mani dari penis sewaktu

puncak senggama. Tahapannya adalah sebagai berikut6:

Sperma dari tubulus seminiferus  rete testis  duktus efferent 

epididimis  vas deferen  kontraksi otot polos vesica seminalis dan prostat

yang akan menambah cairan ke sperma sehingga disebut air mani  duktus

ejakulatoris  uretra

V. Disfungsi Ejakulasi

11
V.1. Ejakulasi Prematur

Definisi

Walaupun premature ejaculation (PE) atau ejakulasi dini merupakan

disfungsi seksual yang paling sering pada pria, namun masih kurang dipahami.

Berdasakan data terakhir 20-30 % pria mengalami ejakulasi prematur. Pasien

sering tidak mau mendiskusikannya keluhannya dan kebanyakan dokter tidak tahu

tentang terapi PE yang efektif. Akibatnya pasien bisa salah diagnosis atau salah

pengobatan. Selain itu, saat ini tidak ada terapi farmakologis yang terdaftar untuk

PE.7

The Second International Consultation on Sexual and Erectile

Dysfunction mendefinisikan PE sebagai adanya ejakulasi dengan stimulasi

minimal dan lebih awal dari yang diinginkan sebelum atau segera setelah

penetrasi, yang menyebabkan gangguan atau distress, dan penderita hanya bisa

sedikit mengontrol atau tanpa bisa mengontrol sama sekali atas terjadinya

ejakulasi.8

The International Society for Sexual Medicine (ISSM) mengadopsi definisi

baru yang lengkap mengenai PE yang merupakan definisi pertama yang sesuai

dengan evidence-based yakni : Ejakulasi Prematur merupakan disfungsi seksual

pada pria yang ditandai dengan ejakulasi yang selalu atau hampir selalu terjadi

sebelum atau dalam waktu sekitar satu menit penetrasi vagina dan

ketidakmampuan untuk menunda ejakulasi pada semua atau hampir semua

penetrasi vagina; dan menyebabkan konsekwensi kepribadian yang negative

seperti tertekan (distress), terganggu, frustrasi dan/atau menghindari keintiman

12
seksual. Harus dicatat bahwa definisi ini terbatas pada pria dengan PE yang

berkepanjangan (lifelong PE) yang telah melakukan persetubuhan vaginal, karena

adanya data objektif yang kurang untuk mengusulkan definisi yang berdasarkan

evidence-base untuk PE yang didapat (acquired PE).8,9

Definisi ini menitikberatkan pada hitungan waktu untuk ejakulasi,

kemampuan untuk mengontrol atau menunda ejakulasi dan konsekwensi negatif

(gangguan/distress) dari PE. Namun, poin utama perdebatan adalah jumlah waktu

yang diperlukan untuk ejakulasi, yang biasanya dideskripsikan sebagai waktu

laten ejakulasi intravaginal (IELT = time latency ejaculatory intravaginal).8

PE diklasifikasikan sebagai “lifelong” (primer) atau “acquired”

(sekunder). PE primer ditandai oleh onset-nya (awal terjadinya) dari sejak pertama

kali pengalaman seksual, menetap selama kehidupan dan ejakulasi terjadi terlalu

cepat (sebelum penetrasi vaginal atau < 1-2 menit setelah penetrasi. PE sekunder

dtandai dengan PE yang terjadi secara bertahap atau  kejadiannya tiba-tiba

mengikuti ejakulasi normal sebelumnya  yang onset dan waktu ejakulasinya

singkat (biasanya tidak sesingkat PE sekunder).10

Penatalaksanaan PE

Dalam banyak hubungan antara suami dan istri bisa menyebabkan PE bila

adalah masalah dalam hubungan tersebut (yang kurang harmonis). Dalam kasus

seperti ini, pengobatan harus dibatasi pada konseling psikososial. Sebelum

pengobatan dimulai, penting untuk membicarakan harapan  pasien terhadap

pengobatan yang akan dilakukan secara langsung. Adanya disfungsi ereksi

13
misalnya atau disfungsi seksual lain atau infeksi genitourinarius (yaitu prostatitis),

harus diobati lebih dahulu atau diobati bersamaan dengan PE.11

Beberapa teknik latihan (behavioural technique) telah menunjukkan

kelebihan dalam mengobati PE dan diindikasikan untuk pasien yang tidak nyaman

dengan terapi obat-obatan. Pada PE primer, teknik latihan ini tidak

direkomendasikan sebagai terapi lini pertama. Terapi PE primer mesti intensif,

membutuhkan dorongan dari pasangan dan bisa saja sulit untuk melakukannya.

Selain itu, hasil jangka panjang terapi dengan teknik latihan ini untuk PE belum

diketahui.12

Terapi dengan obat-obatan merupakan terapi dasar untuk PE primer.

Karena belum ada obat untuk PE yang diterima oleh EMEA atau FDA, maka

semua terapi medis PE saat ini tidak diindikasikan. Hanya SSRI jangka panjang

dan obat anestesi topical yang secara terus-menerus menunjukkan efikasi dalam

pengobatan PE. Sekali lagi hasil jangka panjang untuk terapi obat-obatan belum

diketahui.10

1.Teknik psikologis/terapi tingkah laku.

Strategi tingkah laku (behavioural technique) terutama yakni

program “stop-start” yang dikembangkan oleh Semans dan modifikasinya

dan teknik “squeeze”, yang diusulkan oleh Master dan Johnson.11

Pada program “stop-start”, pasangan merangsang penis sampai

pasien merasa ingin ejakulasi. Pada titik ini, pasien menyuruh

pasangannya untuk berhenti merangsang, tunggu sampai sensasi ingin

ejakulasi itu lewat dan kemudian dirangsang lagi.12

14
 Teknik “squeeze” hampir sama dengan cara yang pertama namun

pasangan menekan secara manual glans penis sesaat sebelum ejakulasi

sampai pasien kehilangan sensasi untuk ejakulasi.

Kedua cara ini biasanya dilakukan dalam siklus 3 kali berhenti

sebelum menuju orgasme. Teknik ini berdasarkan hipotesis bahwa PE

terjadi karena seorang pria gagal untuk menyadari sensasi puncak yang

muncul dan gagal mengenali perasaan untuk ejakulasi yang tidak dapat

dihindarkan. Latihan yang berulang bisa memperlambat persambungan

respon rangsang dengan secara perlahan memberikan kesempatan bagi

pasien untuk lebih intensif dan stimulasi yang lebih lama, di lain pihak

mempertahankan intensitas dan durasi stimulus dibawah ambang bats

untuk memicu rangsangan. Keberhasilan teknik ini dapat mecapai 50-60

%.13

2. Obat anestesi topikal

Penggunaan anestesi lokal untuk menunda ejakulasi merupakan

cara pengobatan farmakologi yang paling tua untuk ejakulasi dini.

Beberapa penelitian mendukung hipotesis bahwa zat desensitisasi topikal

menurunkan sensitivitas glans penis sehingga menunda ejakulasi secara

laten, namun tidak berefek merugikan terhadap sensasi ejakulasi.14

 Krim Lidokaian-prilokain

Obat ini dioleskan sekitar 20-30 menit sebelum berhubungan

badan. Pemakaian yang berkepanjangan anestesi topical (30-40 menit) bisa

menyebabkan hilangnya ereksi akibat penis yang mati rasa. Kondom

15
biasanya diperlukan untuk menghindari menyebarnya zat anestesi lokal ke

dalam dinding vagina yang menyebabkan pasangan juga mati rasa.

Alternatif lain, kondom bisa diganti sebelum berhubungan badan dan penis

dicuci bersih dari campuran zat aktif yang tersisa. Walaupun tidak ada

efek samping berarti yang dilaporkan, anestesi topical dikontraindikasikan

pada pasien atau pasangannya yang alergi dengan komponen obat ini. Obat

ini juga bisa dikombinasi dengan sildenafil (50 mg sebelum koitus) dan

efeknya lebih baik daripada dengan hanya sildenafil saja.13

3. Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs).

Obat ini dapat menunda ejakulasi bahkan telah menjadi pilihan

pertama untuk pengobatan PE. SSRIs yang biasa digunakan untuk PE

adalah citalopram, fluxetine, fluvoxamine, paroxetine, dan sertralin, yang

kesemuanya memiliki mekanisme farmakologi yang sama. Ejakulasi mulai

tertunda beberapa hari setelah minum obat, namun kebanyakan

menunjukkan 1-2 minggu karena desensitisasi reseptor memerlukan waktu

untuk terjadi. Efektifitasnya dapat dipertahankan selama beberapa tahun,

penurunan respon terhadap obat setelah pemakaian jangka panjang dapat

terjadi setelah 6 – 12 bulan.14

Dapoxetin merupakan SSRI yang poten yang dirancang khusus

untuk pemberian oral (on demand) untuk ejakulasi dini. Dapoxetin

diberikan 30 dan 60 mg 1 sampai 3 jam sebelum koitus.14

4. Inhibitor Fosfodiesterase tipe-5.

16
Beberapa peneltian terbaru mendukung peranan terapeutik

inhibitor PDE5 terhadap ejakulasi dini. Obat ini mungkin menurukan

kecemasan yang menyebabkan ereksi yang lebih baik dan mungkin

menurunkan ambang batas erektil ke tingkat yang lebih rendah sehingga

keinginan yang lebih besar diperlukan untuk mencapai ambang batas

ejakulasi. Namun, banyak mekanisme yang terlibat masih merupkan

spekulasi. Obat yang sering dignakan adalah sildenafil. Jenis lain seperti

tadalafil dan vardnafil datanya masih terbatas mengenai efikasinya dalam

pengobatan PE.15

5. Obat lain.

Blokade adrenergik untuk PE memiliki tujuan untuk menurunkan

rangsang simpatetik terhadap traktus seminalis dan karena itu menunda

ejakulasi. Tramadol merupakan zat analgetik yang berkerja secara sentral

yang mengkombinaskan aktivasi reseptor opioid dan inhibisi re-uptake

serotonin dan noradrenalin.15

Penelitian juga mengusulkan bahwa antagonis alfa-1 adrenergik,

terazosin dan alfulozin, tramadol memiliki efikasi yang sama dalam terapi

PE. Namun saat ini belum direkomendasikan dalam praktek klinis.14,15

V.2. Ejakulasi Retrograd

17
Ejakulasi Retrograd (ER) adalah masuknya cairan semen dari uretra ke

dalam kandung kemih. Cairan semen seharusnya dikeluarkan melalui uretra pada

saat terjadi ejakulasi. 16

Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan urin pasca ejakulasi (UPE). Pada

urin tersebut dilihat apakah secara kasar (makroskopis) terdapat gambaran seperti

awan (cloudy & whitish). Dan secara mikroskopis dilakukan pemeriksaan hitung

sperma, motilitas sperma dan morfologi.16

Selama 2 – 6 minggu dicoba terapi dengan obat-obatan, yaitu dengan

menggunakan a -sympathomimetic. Termasuk ke dalam golongan ini adalah:

fenilpropanolamin, psudoefedrin, dan imipramin. Umumnya digunakan

psudoefedrin selama 1 sampai 2 minggu. Setelah 2 minggu dilakukan

pemeriksaan UPE. Bila berhasil, pasien dapat dianjurkan untuk melakukan

hubungan seks normal. Bila pengobatan gagal, atau bila diketahui penyebab

ejakulasi retrograd karena kelainan anatomi, maka dilakukan alkalinisasi urin

dengan sodium bikarbonat dimulai 2 hari sebelum ejakulasi. Setelah itu dilakukan

pengumpulan dan pemrosesan spesimen semen. pH ideal seharusnya antara 7,5 –

8,5. Minum air sebanyak 300 cc satu jam sebelum ejakulasi akan membantu

pengenceran urin. Sperma yang diperoleh dapat dipakai untuk inseminasi buatan

atau teknik lain.15,16

V.3. Anejakulasi

18
Anejakulasi penuh (complete) atau tidak adanya ejakulat baik antegrad

maupun retrograd dapat disebabkan oleh gangguan persarafan simpatis. Biasanya

timbul pada pria dengan riwayat trauma medula spinalis (tulang belakang) atau

pada kanker testis di mana terjadi kerusakan saraf simpatis setelah dilakukan

operasi pengangkatan kelenjar getah bening. Diagnosis dimulai dari pemeriksaan

UPE untuk menyingkirkan kemungkinan ejakulasi retrogard.17

Penanganan pasien yang bukan disebabkan trauma medula spinalis

diberikan obat-obatan golongan a -sympathomimetic, dengan cara dan dosis yang

sama seperti pada ER. Bila pasien mengalami ejakulasi antegrad atau retrograd,

prosedur penanganannya sama seperti penanganan ER. Bila pengobatan gagal,

dapat dicoba untuk menggunakan stimulasi vibrator atau elektro-ejakulasi.

Stimulasi vibrator digunakan juga pada penatalaksanaan pasien TMS.18

V.4. Ejakulasi Tertunda (Delayed Ejaculation)

Ejakulasi tertunda adalah suatu keadaan dimana ereksi tetap terjadi, tetapi

ejakulasinya tertunda selama waktu yang cukup panjang. Sejalan dengan

bertambahnya umur, maka waktu yang diperlukan untuk mencapai orgasme pada

pria menjadi semakin panjang.19

Beberapa obat-obatan (misalnya tioridazin, mesoridazin) dan beberapa

obat yang mempengaruhi tekanan darah bisa mempengaruhi proses ejakulasi.

Gangguan ejakulasi juga bisa terjadi sebagai efek samping dari obat anti-depresi

tertentu (misalnya selective serotonin reuptake inhibitor). Diabetes juga bisa

menyebabkan gangguan ejakulasi. Faktor psikis yang bisa menyebabkan

terjadinya gangguan ejakulasi adalah ketakutan pada saat penetrasi (masuknya

19
penis ke dalam vagina) dan ketakutan untuk mengalami ejakulasi di hadapan

mitra seksualnya.19

Penderita tidak dapat mengalami ejakulasi, apakah selama melakukan

hubungan seksual maupun pada perangsangan manual di hadapan mitra

seksualnya. Penderita tidak dapat mengalami ejakulasi, apakah selama melakukan

hubungan seksual maupun pada perangsangan manual di hadapan mitra

seksualnya.19

Terapi untuk mengurangi ansietas dan tehnik belajar untuk mengatur

ejakulasi kemungkinan bisa menyembuhkan penyakit ini. Selain itu keterlibatan

pasangan untuk membantu pria ejakulasi juga berpengaruh besar.20

20

Anda mungkin juga menyukai