Anda di halaman 1dari 11

Dosa Besar

Memakan Harta Anak Yatim &


Lari dari Pertempuran
Kharishar Kahfi
M. Taufik Wahdiat
Muhammad Sobri

Kelas XI IPA 5

SMAN 2 Kota Tangerang Selatan


Tahun Ajaran 2010/2011
A. Memakan Harta Anak Yatim

Sebagai agama yang mengusung nilai-nilai keadilan, Islam tidak menghendaki


penganutnya mengabaikan keberadaan anak yatim. Ia adalah aset umat yang harus
diselamatkan dan dipelihara agar tidak menderita. Allah telah menyiapkan kemuliaan di dunia
dan kebahagiaan di akhirat bagi orang yang merawat anak-anak malang ini.
Apabila kita amati sejarah, memang misi terpenting dari Islam adalah membela,
menyelamatkan, membebaskan, melindungi dan memuliakan kelompok dhuafa atau
mustadh’afin (kaum lemah dan dilemahkan), dimana salah satu dari kelompok ini adalah anak
yatim.
Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Aku dan orang-orang yang menanggung anak yatim,
berada di surga seperti ini (lalu beliau mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya, seraya
memberi jarak keduanya).” (H.R. Bukhari, Abu Daud, dan Tirmidzi)
Dalam Al-Quran, banyak sekali ayat-ayat yang menganjurkan untuk memperhatikan anak
yatim. Dari mulai anjuran untuk memperlakukan dengan lembut, menyisihkan harta, mendidik,
hingga merawat serta membesarkan mereka. Kata Yatim disebut sebanyak 23 X dalam Al
Qur’an sedangkan kata “pembesar” disebut hanya 10 kali, dan itupun dikaitkan dengan sifat-
sifat negatif.
Allah SWT berfirman dalam Q.S. Adl-Dhuhaa ayat 9:

ۡ‫فَأ َ َّما ۡٱل َيتِي َم َفاَل َت ۡق َهر‬


"Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. (QS. Adl Dluhaa
[93] : 9)

Sehingga, memakan harta anak yatim termasuk dosa besar yang sangat dianjurkan untuk
tidak dilakukan oleh setiap umat Muslim. Seperti dalam salah satu hadits dikatakan:
Hadits riwayat Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Jauhilah tujuh hal
yang merusak. Ada yang bertanya: Ya Rasulullah, apakah tujuh hal itu? Rasullah saw.
bersabda: Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan
alasan yang benar, makan harta anak yatim, makan riba, melarikan diri dari medan
pertempuran dan menuduh zina wanita baik-baik yang lalai lagi beriman
Orang yang memakan harta dan menghardik anak yatim dapat dikatakan sebagai orang
yang mendustakan agama, seperti dalam firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Maa’uun: 1-2

َِّ َ ‫ أَرأ َْي‬, ‫فَ َذِل َك الَِّذي ي ُدعُّ اْليتِيم‬


‫ين‬ ُ ‫ت الذي ُي َك ِّذ‬
ِّ ِ‫ب ب‬
ِ ‫الد‬ َ َ َ َ
“Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim”
(Q.S. Al-Maa’un: 1-2)

Sebagian hukuman untuk orang yang memakan harta anak yatim dijelaskan oleh Allah
SWT dalam Q.S. An-Nisa: 10.

‫امى ظُْلماً ِإَّن َما‬ ‫ت‬


َ ‫ي‬ ‫ل‬
ْ ‫ا‬ ‫ال‬
َ ‫و‬ ‫َم‬‫أ‬ ‫ون‬ ‫ل‬
ُ ‫ك‬
ُ ْ
‫أ‬ ‫ي‬ ‫ين‬ ‫ذ‬ِ َّ
‫ال‬ َّ
‫ن‬ ِ
‫إ‬
َ َ َْ َ َ َ
ً‫صلَ ْو َن َس ِعيرا‬ ‫ي‬ ‫س‬ ‫و‬
ْ ََ َ َ ْ ‫ا‬
ً ‫ار‬ ‫ن‬ ‫م‬ ِ
‫ه‬ ِ
‫ن‬ ‫و‬ ‫ط‬
ُ ‫ب‬
ُ ‫ي‬ ِ
‫ف‬ َ ُ‫َي ْأ ُكل‬
‫ون‬
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka
itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala
(neraka).” (Q.S. An-Nisa: 10)

Selain memberikan larangan untuk memakan harta anak yatim, Islam juga
memerintahkan umat Islam untuk menjaga harta anak yatim. Perintah-perintah tersebut
terdapat di dalam surah-surah di dalam Al-Qur’an, di antaranya Q.S. An-Nisa: 6

‫َوا ْب َتلُو ْا ْال َي َتا َمى َح َّت َى إِ َذا َب َل ُغو ْا ال ِّن َكا َح َفإِنْ آ َنسْ ُتم ِّم ْن ُه ْم ُر ْشداً َف ْاد َفعُو ْا‬
ً ‫ان َغ ِن ّيا‬َ ‫إِ َلي ِْه ْم أَم َْوا َل ُه ْم َوالَ َتأْ ُكلُو َها إِسْ َرافا ً َو ِبدَاراً أَن َي ْك َبرُو ْا َو َمن َك‬
‫مْوا َل ُه ْم‬ َ َ‫ان َفقِيراً َف ْل َيأْ ُك ْل ِب ْال َمعْ رُوفِ َفإِ َذا َد َفعْ ُت ْم إِ َلي ِْه ْم أ‬
َ ‫ِف َو َمن َك‬ ْ ‫َف ْل َيسْ َتعْ ف‬
ً ‫َفأ َ ْش ِه ُدو ْا َع َلي ِْه ْم َو َك َفى ِباهّلل ِ َحسِ يبا‬
“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut
pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada
mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas
kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa.
Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari
memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu
menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka
hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah
sebagai Pengawas (atas persaksian itu).” (Q.S. An-Nisa: 6)

Sebab terjadinya ayat ini (Asbabun Nuzul) dikisahkan dalam Tafsir Al-Munir. Dalam tafsir
tersebut dikisahkan, bahwa seorang yatim bernama Tsabit bin Rifa'ah. Rifa'ah wafat
meninggalkan harta sedangkan Tsabit masih kecil. Pamannya (saudara Rifa'ah) menjadi
pengurusnya. Ia mendatangi Rasulullah SAW, katanya "sungguh anak saudaraku seorang yatim
dalam pemeliharaanku, apakah hartanya halal jika saya makan? Harus kapan diserahkan
kepada Tsabit?" sebagai jawabannya, maka turunlah ayat ini (atas).
Dalam ayat tersebut dijelaskan tentang ketentuan merawat harta anak yatim bagi orang
yang mampu dan kurang mampu. Bagi orang kaya yang diamanati mengurus harta anak yatim,
hendaklah dapat menahan diri dari membelanjakannya. Haram hukumnya memakan harta
mereka, sementara ia orang yang berkecukupan. Lebih-lebih jika milik anak yatim itu tidak
banyak dan bisa habis sebelum mereka dewasa.
Jika penurus anak yatim itu seorang yang faqir, sedangkan harta yang duruskan banyak,
maka tidak mengapa ia makan harta peninggalan itu sebagai upah yang wajar, karena ia sebagai
wali yatim. Bahkan bisa mengambil keuntungan  dari kepengurusannya bila hasil
pengelolaannya melimpah. Hal ini lebih dekat kepada Musyarakah (bekerja sama antara pemilik
modal dengan pengelola). Ketentuan hal ini juga dijelaskan dalam salah satu hadits Rasulullah.
Dalam hadits tersebut, seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah. “Ya Rasulullah, aku ini
orang yang miskin, dan di rumahku tinggal bersama kami seorang anak yatim, bolehkah aku
makan harta dari anak itu?” Rasulullah Saw. menjawab, “Makanlah dari harta anak yatim itu
secukupnya, jangan berlebih-lebihan, jangan memubazirkan, jangan hartamu dicampurkan
dengan harta anak yatim itu.” (H.R. Abu Daud, Nisa’i, Ahmad, dan Ibnu Majah)
Berbahagialah orang-orang yang di rumahnya terdapat anak yatim karena Rasulullah
memberikan jaminan.
Pertama, memiliki pahala yang setaraf dengan jihad. Rasulullah Saw. pernah bersabda,
“Barang siapa yang mengasuh tiga anak yatim, maka bagaikan bangun pada malam hari dan
puasa pada siang harinya, dan bagaikan orang yang keluar setiap pagi dan sore menghunus
pedangnya untuk berjihad di jalan Allah. Dan kelak di surga bersamaku bagaikan saudara,
sebagaimana kedua jari ini, yaitu jari telunjuk dan jari tengah.” (H.R. Ibnu Majah)
Kedua, mendapat perlindungan di hari kiamat. Rasulullah Saw. bersabda, “Demi Allah
yang mengutusku dengan kebenaran, di hari kiamat Allah Swt. tidak akan mengazab orang
yang mengasihi anak yatim, dan bersikap ramah kepadanya, serta bertutur kata yang manis.
Dia benar-benar menyayangi anak yatim dan memaklumi kelemahannya, dan tidak
menyombongkan diri pada tetangganya atas kekayaan yang diberikan Allah kepadanya.” (H.R.
Thabrani)
Ketiga, masuk surga dengan mudah. Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang
memelihara anak yatim di tengah kaum muslimin untuk memberi makan dan minum, maka
pasti Allah memasukkannya ke dalam surga, kecuali jika ia telah berbuat dosa yang tidak dapat
diampuni.” (H.R. Tirmidzi)

B. Lari dari Pertempuran

Kaum Muslim dilarang keras menyerang kaum yang tidak memerangi, seperti yang
tercantum dalam Q.S. Al-Baqarah: 190.

ِّ‫ِين ُي َقا ِتلُو َن ُك ْم َوالَ َتعْ َت ُدو ْا إِنَّ هّللا َ الَ ُي ِحب‬
َ ‫يل هّللا ِ الَّذ‬
ِ ‫َو َقا ِتلُو ْا فِي َس ِب‬
َ ‫ ْالمُعْ َتد‬ 
‫ِين‬
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu
melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas.” (Q.S. Al-Baqarah: 190)

Ayat tersebut mengatakan bahwa kaum Muslim hanya boleh memerangi orang yang
memerangi mereka terlebih dahulu. Keadaan tersebut berarti kaum Muslim mempertahankan
dirinya ketika mereka diserang musuh. Perangilah atas nama Allah Ta’ala mereka yang
memerangi kita itulah makna “Jihad” sebenarnya! Saya tidak bisa begitu saja membunuhi non
Muslim hanya karena mereka non Muslim, hal ini sama-sekali dilarang Allah SWT.

‫ك َك َت ْب َنا َع َلى َبنِي إِسْ َرائِي َل أَ َّن ُه َمن َق َت َل َن ْفسا ً ِب َغي ِْر‬ َ ِ‫ِمنْ أَجْ ِل َذل‬
‫اس َجمِيعا ً َو َمنْ أَحْ َيا َها‬ َ ‫ض َف َكأ َ َّن َما َق َت َل ال َّن‬ ِ ْ‫س أَ ْو َف َسا ٍد فِي األَر‬ ٍ ‫َن ْف‬
ً‫ت ُث َّم إِنَّ َكثِيرا‬ِ ‫اس َجمِيعا ً َو َل َق ْد َجاء ْت ُه ْم ُر ُسلُ َنا ِبال َب ِّي َنا‬َ ‫َف َكأ َ َّن َما أَحْ َيا ال َّن‬
َ ُ‫ض َلمُسْ ِرف‬
‫ون‬ ِ ْ‫ك فِي األَر‬ َ ِ‫ِّم ْنهُم َبعْ َد َذل‬
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang
membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain , atau bukan
karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia
seluruhnya . Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah
dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada
mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian
banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat
kerusakan dimuka bumi.” (Q.S. Al-Maidah: 32)

Dalam Islam, haram mundur dari garis peperangan kecuali dengan salah satu dari dua
sebab berikut ini:
1. Mundur dengan maksud mengambil tempat kedudukan yang lebih baik bagi taktik
perang. Misalnya mundur karena ingin bersembunyi agar dapat dengan tiba-tiba
menyerang musuh atau misalnya mundur untuk memancing musuh untuk masuk ke
dalam daerah yang merupakan perangkap bagi musuh dan sebagainya.
2. Mundur dengan maksud menyatukan diri dengan pasukan yang lain supaya dapat
memberikan bantuan atau menambah kekuatan.
Sementara itu, tidak haram mundur bagi kaum Muslimin ketika bertemu dengan musuh
namun tidak dalam keadaan berperang. Juga tidak haram mundur apabila belum berjumpa
dengan musuh. Juga tidak haram untuk mundur jika kekuatan musuh lebih dari dua kali
kekuatan kaum Muslimin. Ini dimaksudkan agar nyawa yang berperang tidak sia-sia dan boleh
mundur sebagai bagian daripada strategi.
Allah SWT berfirman di dalam Q.S. Al-Anfal: 15-16:

ُ ُّ‫ين َكفَ ُروْا َز ْحفاً فَالَ تَُول‬ َِّ ِ َِّ


, ‫وه ُم األ َْدَب َار‬ َ ‫آم ُنوْا ِإ َذا َلقيتُُم الذ‬ َ ‫ين‬ َ ‫َيا أَُّيهَا الذ‬
‫ال أَ ْو ُم َت َحيِّزاً إِ َلى ِف َئ ٍة َف َق ْد َباء‬
ٍ ‫َو َمن ي َُولِّ ِه ْم َي ْو َم ِئ ٍذ ُدب َُرهُ إِالَّ ُم َت َحرِّ فا ً لِّ ِق َت‬
‫س ْال َمصِ ي ُر‬ َ ‫ب م َِّن هّللا ِ َو َمأْ َواهُ َج َه َّن ُم َو ِب ْئ‬ ٍ ‫ض‬ َ ‫ِب َغ‬
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang
sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barangsiapa
yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau
hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali
dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat
buruklah tempat kembalinya.” (Q.S. Al-Anfal: 15-16)
Kisah pada Zaman Rasulullah

Memakan Harta Anak Yatim

Mengasihi Anak Yatim

Di pagi hari yang cerah, Rasulullah Saw. bersama istrinya (Aisyah r.a.) hendak
melaksanakan shalat Idul Fitri di lapangan. Di jalan, mereka melihat seorang bocah murung di
tengah kerumunan anak-anak yang ceria merayakan datangnya Idul Fitri. Bocah murung
tersebut terlihat termenung dengan penampilan kucel dan pakaian lusuh.
Rasulullah Saw. (yang tidak tega melihat bocah tersebut) mendekat seraya berkata
(sambil mengusap kepala sang bocah), “Wahai bocah, kenapa wajahmu tampak bersedih
padahal disekelilingmu banyak anak-anak yang begitu bahagia merayakan Idul Fitri?” Bocah
tersebut diam sejenak dan meneteskan air matanya sebelum menjawab, “Wahai Rasulullah,
bagaimana diriku tak bersedih? Ketika teman-temanku bergembira ria merayakan Idul Fitri, aku
tidak punya siapa-siapa. Wahai Rasulullah, aku hanyalah sebatangkara. Aku tak memiliki ibu
yang dijadikan tempat mengadu. Ayahku pun sudah tiada. Hidupku tak menentu. Aku hanya
mengharapkan belas kasihan Allah sebagai Tuhan pemberi rezeki. Terkadang aku tak
mendapatkan makanan satu atau dua hari. Aku hanya mengharapkan uluran tangan para
dermawan untuk mendapatkan sesuap makanan.”
Mendengar rintihan hati sang bocah, Rasulullah berkata sambil meneteskan air mata,
“Wahai anak yang malang, maukah engkau tinggal bersama kami? Maukah engkau aku jadikan
sebagai anakku? Dan maukah engkau menjadikan Ummul Mukminin sebagai ibumu?”
Mendengar jawaban Rasulullah, spontan bocah tersebut berubah wajahnya menjadi berseri-
seri. Harapan hidupnya sudah terbuka. Dirinya tidak merasa sendiri lagi. Bergantilah air mata
sedih menjadi air mata kegembiraan.

Harta Anak Yatim dan Pengasuhnya

Pada masa Rasulullah Saw, seperti yang diceritakan oleh Abu Daud, ada salah seorang
sahabat yang memelihara anak yatim. Saking hati-hatinya, sahabat tersebut sampai-sampai
memisahkan antara makanan dan minuman untuk keluarganya dengan makanan dan minuman
untuk anak yatim yang diasuhnya karena khawatir kalau-kalau ada jatah (anak yatim) yang
termakan oleh keluarganya. Jika makanan anak yatim asuhanya bersisa, dibiarkanya makanan
tersebut sampai busuk karena ia takut akan ancaman Allah jika memakannya. Ia pun kemudian
menghadap Rasulullah dan menanyakan masalah tersebut. Maka turunlah ayat ke-220 surat Al-
Baqarah.

‫صالَ ٌح لَّهُ ْم َخ ْيٌر‬


ْ ‫امى ُق ْل ِإ‬
ِ ‫الد ْنيا و‬
َ ُ‫اآلخ َر ِة َوَي ْسأَل‬
َ َ‫ون َك َع ِن اْلَيت‬ َ َ ‫في‬
ُّ ِ
ِ ‫وهم َفِإ ْخو ُان ُكم واللّه يعلَم اْلم ْف ِس َد ِمن اْلم‬ ِ
ُ‫صل ِح َولَ ْو َشاء اللّه‬ ْ ُ َ ُ ُ ْ َ ُ َ ْ َ ْ ُ ُ‫َوإِ ْن تُ َخالط‬
ِ
ٌ ‫ألعَنتَ ُك ْم ِإ َّن اللّهَ َع ِز ٌيز َحك‬
‫يم‬ ْ
“Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah: "Mengurus
urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, maka mereka adalah
saudaramu; dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan.
Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Baqarah: 220)

Lari dari Pertempuran

Salah Satu Keutamaan Kaum Anshar pada Perang Hunain

Diceritakan pada sirah nabawiyah bahwa pada perang hunain tentara islam berperang
melawan tentara hawazin yang bersarang di kota taif. Dalam peperangan ini tentara Islam
berjumlah 12 ribu orang dan tentara Hawazin sejumlah 10 ribu orang dan mendapat bantuan
dari kabilah lain sehingga berjumlah total 20 ribu tentara.
Sebagian tentara Islam dari mekkah ada yang masih belum Islam. Tetapi karena semangat
kebangsaan mereka dan karena mereka memusuhi Hawazin sejak zaman jahiliyah dulu,
akhirnya mereka ikut keluar juga. Dikisahkan tentara dari Mekkah berjumlah 2ribu orang dan
dari Madinah 10 ribu orang.
Pada awalnya tentara Islam merasa tidak dapat dikalahkan dengan jumlah tentara 12
ribu. Namun Saidina Abu Bakar berkata kepada Rasulullah SAW, Wahai Rasulullah, kita tidak
akan dikalahkan karena kekurangan jumlah tentara, Namun jika kita dikalahkan itu karena
sebab-sebab lain, bukan karena jumlah tentara.
Ada seorang ahli perang dari Hawazin yang sudah berumur 160 tahun yang bernama
Duraid, memberikan masukkan kepada panglima2 perang Hawazin untuk melakukan serangan
tiba-tiba dan menempatkan perempuan, anak-anak dan harta mereka di atas unta dan
diposisikan di belakang tentara. Hal ini disetujui oleh Malak bin Auf walaupun sebelumnya ada
perselisihan pendapat.
Singkat cerita Rasulullah menyusun tentara Islam. Saidina Ali memegang bendera pasukan
Muhajirin, Saidina Hubab bin Munzir memegang bendera Khazraj, Saidina Usaid bin Khudair
memegang bendera Aus, Saidina Khalid Al Walid memimpin pasukan berkuda bani Sulaim yang
Rasulullah letakkan seagai pasukan paling depan.
Serangan dilakukan pertama oleh Saidina Khalid Al Walid dengan pasukan berkudanya.
namun pasukan ini di serang secara tiba-tiba oleh pasukan Hawazin yang sudah bersiap sedia.
Pasukan berkuda Bani Sulaim kucar kacir karena mereka menuruni bukit yang curam. Mereka di
serang dari kiri dan kanan, yang dibelakang tidak tahu apa yang terjadi didepan dan yang di
depan sulit untuk memanjat ke atas lagi. Saidina Khalid diserang bertubi-tubi hingga cedera.
Setelah tentara yang di bawah memanjat keatas dan lari, tentara yang di belakang ikut lari
semua. Dalam keadaan ini Malik bin Auf mengerahkan seluruh tentaranya untuk menyerang
tentara Islam. Tentara Islam melarikan diri, bahkan sudah ada yang sampai ke Mekkah.
Rasulullah menjerit untuk memanggil tentara Islam kembali. Saidina Abu Bakar, Saidina Umar
mendekati Rasulullah saat mendengar panggilan Rasulullah.
Lalu datanglah Saidina Abas. Rasulullah memerintahkan Saidina Abbas untuk memanggil
tentara Islam dengan suaranya yang sangat keras. Saidina Abbas memanggil para Ashabul
Samurah (Nama Pohon tempat para sahabat berbaiah di Hudaibiah), ansar dan Muhajirin.
Dengan itu terkumpul 100 orang saja dari tentara Islam. Mereka bagaikan topan menyerang
tentara Hawazin dan mempertahankan Rasulullah. Rasulullah memimpin sendiri pasukan ini.
Kata Saidina Ali, ketika peperangan berkecamuk kami lari menuju Rasulullah, karena
hanya Rasulullah SAW yang paling berani dan tidak akan mundur. Ada 2 srikandi Islam yang
turut pada 100 pasukan ini yaitu Ummu Amarah dan Ummu Hakiem.
Ketika serangan dilakukan turunlah bantuan ghaib dari langit. Turunlah para malaikat
membantu. Mereka dapat melihat suatu benda hitam besar turun dari langit dan mendekati
wadi hunain. Mereka melihat semut-semut hitam besar memenuhi wadi Hunain. Tentara
hawazin melihat datang tentara berpakaian putih dengan kuda putih dengan jumlah yang
sangat besar. Tentara Hawazin ketakutan dan lari melihat hal ini. ALLAH campakkan rasa takut
dalam hati mereka. Seratus orang ini akhirnya dapat menewaskan tentara Hawazin.
Singkat cerita 100 tentara ini Rasulullah perintahkan mengejar tentara Hawazin yang lari
menuju Thaif dan meninggalkan ghanimah. Rasulullah dan tentara Islam mengepung Thaif
selama 20 hari. Akhirnya karena belum waktunya Thaif jatuh ketangan Islam, tentara Islam
kembali ke Hunain. Di Hunain Rasulullah menunggu 10 hari dengan harapan Hawazin akan
masuk Islam atau setidaknya meminta kembali perempuan, anak, dan harta mereka. Namun
Hawazin tidak datang. Akhirnya Rasulullah pun membagikan ghanimah.
Rasulullah memulai pemberian ghanimah kepada orang-orang yang baru masuk Islam
karena mau menguatkan Islam mereka. Dalam pembagian ini Kaum Ansar tidak di berikan
ghanimah oleh Rasulullah. Akhirnya salah seorang dari mereka menceritakan keadaan Ansar
saat itu yang meresa disisihkan. Rasulullah pun mengumpulkan seluruh kaum anshar dalam
suatu majelis yang dihadiri oleh kaum anshar saja.
Rasulullah berkata kepada mereka, bukankah aku datang kepada kamu ketika kamu
dalam kesesatan dan ALLAH memberi petunjuk kepada kamu. Bukankan aku datang kepada
kamu ketika kamu miskin kemudian ALLAH mengkayakan kamu. Bukankah aku datang kepada
kamu dalam keadaan kamu berpecah belah sehingga ALLAH satukan kamu. Bukankah aku
datang kepada kamu ketika kamu dikalahkan sehingga ALLAH memenangkan kamu. Setiap
pertanyaan Rasulullah dijawab oleh para Anshar, daripada ALLAH dan Rasulnya lah segala jasa
dan pemberian.
Kemudian Rasulullah SAW berkata, kalau kamu mau berkata kamu juga dapat berkata,
dan kamu benar dalam perkataan kamu ini. Kamu telah datang kepada kami saat miskin, kami
kayakan kamu. Kamu datang diburu kamilah yang mempertahankan kamu. Setiap yang
Rasulullah SAW sebut mereka hanya mampu mengulang-ulang, daripada ALLAH dan Rasulnya
lah segala jasa dan pemberian.
Rasulullah SAW mengingatkan mereka apa yang telah mereka perolehi dari Rasulullah
SAW dan begitu juga Rasulullah SAW sebut kepada mereka apa yang telah Rasulullah SAW
perolehi dari mereka.
Kemudian Rasulullah SAW bersabda : Kamu terasa dengan kamu dengan sedikit dunia
yang aku berikan kepada orang lain untuk mengikat hati mereka kepada Islam sedangkan aku
mempercayai kamu karena iman kamu. Apakah kamu tidak redha, orang lain pulang
membawa kambing dan unta tapi kamu pulang membawa Rasulullah SAW bersama kamu.
Mereka berkata, kami redha, kami redha wahai Rasulullah SAW sambil mereka menangis
terharu. Tidak ada perbandingan dalam hal ini. Orang lain pulang membawa kambing dan unta
serta emas dan perak. Tetapi Kaum Anshar membawa Rasulullah bersama mereka.
Rasulullah berdoa: Ya ALLAH rahmatillah Ansar dan anak-anak Ansar dan cucu-cucu
Ansar. Ya ALLAH musuhilah mereka yang memusuhi Ansar dan dukunglah mereka yang
mendukung Ansar.
Begitulah kecintaan Rasulullah kepada Ansar. Para Ansar sangat gembira, bersyukur dan
terharu dengan hal ini. Itulah salah satu keutamaan kaum Anshar.
Sumber-Sumber:
 http://islamiyah.wordpress.com/2007/03/23/jihad-dan-hukum-perang-dalam-islam/
 http://spektrumku.wordpress.com/2008/09/25/hukum-perang-dalam-islam/
 http://www.indoquran.com
 http://saga-islamicnet.blogspot.com/2010/03/hukum-makan-harta-anak-yatim.html
 http://www.almuzakki.com/menuju-surga-dengan-anak-yatim.html
 http://dimazpancairawan.wordpress.com/2010/12/20/kisah-penuh-hikmah-rasulullah-
saw-dan-anak-yatim/
 http://ponterkit.blogspot.com/2009/04/salah-satu-keutamaan-kaum-ansar-dalam.html

Anda mungkin juga menyukai